You are on page 1of 7

Dipresentasikan oleh Rizki Atina SEJARAH DRAMATURGI 1945:Tahun dimana, Kenneth Duva Burke(May 5, 1897 November 19, 1993)

) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan (Fox, 2002).Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan (Burke, 1978). Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama. 1959: The Presentation of Self in Everyday Life Tertarik dengan teori dramatisme Burke, Erving Goffman (11 Juni 1922 19 November 1982), seorang sosiolog interaksionis dan penulis, memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial The Presentation of Self in Everyday Life. Dalam buku ini Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam mengenai konsep Dramaturgi. PERKEMBANGAN DRAMATURGI Teater Indra Aziz Yunani Kuno

Mengapa mengenal kesenian teater Yunani kuno begitu penting? Pertanyaan ini yang muncul ketika kita mempelajari mengenai seni teater. Jawabannya adalah karena dari sanalah semuanya berawal, dan seni teater dan seni musik saling mempengaruhi dalam perkembangannya baik dalam perkembangan kesenian itu sendiri sampai ke seni tata panggung serta akustik. Sebuah pagelaran Opera sampai acara komedi situasi seperti friends yang akrab dengan kita saat ini juga tidak lepas dari pengaruh seni teater komedi yunani. Seni teater Yunani menurut legenda berawal dari seseorang yang bernama Thespis yang memiliki ide menambahkan aktor yang berbicara kepada pertunjukan chorus dan tarian di Yunani. Hal ini juga alasan mengapa kadang seorang aktor disebut juga sebagai thespians. Bukti hasil peninggalan panggung teater di Yunani yang telah ditemukan adalah teater Dyonisus di acropolis, Athena. Dari kompleks yang hanya berisi altar dan kuil tua, akhirnya menjadi sebuah panggung yang membentuk setengah lingkaran seperti yang bisa dilihat pada gambar di bawah ini. Dyonisius Theater Seperti yang bisa kita lihat, bentuk dari teater ini merupakan bentuk yang mempengaruhi tata panggung seni pertunjukkan saat ini dengan bentuk jajaran tempat duduk penonton yang melingkar (theatron) yang akhirnya menjadi tata susunan duduk orkestra modern dengan salah satu fungsinya agar komunikasi antara pemain musik dengan konduktor semakin jelas. Secara akustikpun tata susunan seperti ini memberi keuntungan bagi teater kuno yang pada saat itu tidak memiliki system pengeras suara apapun. Dengan jarak yang jauh bagi para penonton dalam sebuah pagelaran besar yang bisa mencapai 10.000 orang (dengan jarak terdekat ke panggung sejauh 10 Meter, para aktor tidak mungkin lagi mengandalkan ekspresi wajah mereka dalam berakting, maka dari itu digunakan topeng untuk menjelaskan ekspresi karakter, serta lebih menggunakan gerakan tubuh. Mungkin hal ini juga yang menjadikan topeng sebagai lambang dari seni drama dan teater. Panggung dalam seni teater Yunani kuno telah menggunakan system mekanisme yang hingga kini bisa kita lihat dalam panggung modern di mana seorang performer muncul di panggung dari bawah, mekanisme panggung seperti ini digunakan jaman dahulu untuk menampilkan sosok yang dalam mitologi memiliki kemampuan terbang seperti Pegasus.

Selanjutnya, perkembangan teater dapat kita lihat dalam seni teater dan panggung Roma, yang merupakan bentuk awal pengaruh seni teater Yunani kuno terhadap seni teater di seluruh daratan Eropa. berbeda dari seni teater Yunani, seni teater Roma bersifat lebih sekuler dengan tema komedi, pantomim, dengan karakter dan guyonan slapstick. Panggung teater Roma dibuat dari kayu dan selalu berpindah tempat, hal ini disebabkan oleh pemerintahan pada masa itu yang tidak memperbolehkan panggung beton yang permanen. Sampai akhirnya Pompei the great membangun theater of pompey yang disamarkan sebagai kuil untuk Venus, hal ini lalu banyak ditiru dan hingga kini banyak bukti bangunan teater yang ditemukan di sekitar Roma. Tata panggung Roma memiliki system yang sedikit lebih rumit daripada penggung teater Yunani, dengan adanya pintu rahasia serta lorong bawah tanah. Perkembangan Naskah Drama Adanya naskah dalam perkembangan drama Indonesia dimulai pasa tahun 1901 dan berkembang sampai sekarang. Ini menjadi ciri penanda drama Indonesia modern (memakai naskah dialog). Perkembangan ini tentu dilandasi oleh beberapa later belakang. Kalau kita lihat pemikiran Rendra (1983:33), ia berpendapat bahwa adanya naskah drama itu diawali oleh karena seni drama modern di Indonesia timbul dari golongan elite yang tidak puas dengan komposisi seni drama rakyat dan seni drama tradisional (dialog dalam drama hanya diimprovisasikan dan dijadikan sampiran dalam cerita). Karena hal itu, naskah sadiwara mulai sangat dibutuhkan karena dialog yang dalam dan otentik dianggap sebagai mutu yang dipentingkan. Perkembangan ini tentu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan zaman. Mungkin saja suatu saat bersifat maju, mundur atau terombang-ambing antara "kevakuman" dan "pergeseran bentuk". Masalah ini sempat menjadi ketimpangan para dramawan Indonesia (baca dalam Radjib, 1982). Drama Indonesia dalam perjalanannya untuk mencari wujud yang diinginkan, baik dari sisi penulis naskah, pemain, atau penonton yang mengalami keterombang-ambingan menimbulkan kesangsian. Rendra (1983:31-35) membicarakan masalah pengkajian kembalinya drama modern kita kepada pentingnya naskah. Kepentingan ini dilihatnya dari sisi penyutradaraan, dekorasi, dan kostum dalam proses mengangkat naskah itu ke pentas menjadi suatu pementasan atau teater. Melihat berbagai macam perkembangan drama itu, jelaslah betapa pentingnya naskah drama. Hal ini telah mengakar dan disepakati bersama sampai sekarang. Munir (1983:24), sebagai generasi yang masih dianggap muda pernah juga membahas perkembangan bentuk drama di Indonesia. Tulisannya itu membicarakan salah satu bentuk drama di Indonesia adalah teater modern, yaitu teater yang dalam bentuk penyajiannya didasarkan kepada naskah yang tertulis suatu karya seni dan terikat oleh hukum dan pengertian dramaturgi modern. Perkembangan drama itu akhirnya sampai kepada pengaruh sastra drama mutakhir yang lebih jelas terlihat pada dramawan Putu Wijaya. Pengaruh ini membawa suatu aliran yaitu naskah bukanlah dimaksudkan untuk dibaca, tetapi untuk dimainkan atau dipentaskan. Sebelum tahap itu, ia bukan apa-apa. Kalau demikian halnya dan kita setuju, wajarlah terjadi bahwa sastra drama Indonesia tertinggal jauh dari kemampuan bermain para dramawannya. Dikatakan demikian karena perkembangan sastra drama mutakhir ini merupakan hasil tiruan dari budaya barat. Sementara bila kita lihat, menurut Lonesco Beckett dalam Sutardjo (1983:66), Sastra Drama Barat anti plot, anti watak, memang ada, namun mereka mengandung makna yang jelas dan mendalam sebagai sebuah karya dan bukan harus disempurnakan diatas pentas kemudian. Naskah adalah sudah merupakan bentuk yang satu sedangkan pementasan adalah bentuk yang lain yakni sebagai suatu seni yang sudah kompleks. Titik tolak yang berdasarkan kepada tradisi ini sebenarnya benar, namun jangan terjadi pengabaian terhadap bentuk sastra dramanya. Teater atau pementasan bermula dari sastra. Lebih dari hanya sebagai karya sastra, drama memang lebih. Apabila kita meninjau relevansi antara tema naskah dengan kenyataan hidup yang dihadapi oleh

sutradara dalam mementaskan naskah, terlihat bahwa terwujudnya pementasan nilai naskah itu secara utuh dari sudut karya sastra. Hal-hal yang semacam ini akan melahirkan suatu penilaian baik buruk terhadap sebuah naskah drama. Naskah yang tidak memiliki isi yang relevan dengan pengalaman penonton akan sukar melibatkan perhatian, pikiran, dan perasaan penonton. Oleh sebab itu, peristiwa teater tidak akan tercipta disaat pagelaran atau pementasannya. Saini K.M mengatakan, "... cara sama pentingnya dengan tujuan, bahwa tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik. Inilah salah satu di antara nilai yang menyebabkan naskah ini akan senantiasa relevan selama kita memasalkan baik-buruk sebagai nilai". Dengan demikian, naskahnaskah itu biasanya mengajak kita untuk bertanya : dari mana kita datang, mengapa dan untuk apa kita ada di dunia, dan ke mana kita akan pergi. Karena pertanyaan-pertanyaan yang tidak langsung timbul oleh naskah itu abadi, maka abadi pulalah pesona naskah itu bagi kita.

Dramatur berarti kritikus, dan drama berasal dari bahasa Yunani drauma. Banyak orang menganggap kalau drama dan teater adalah sama, padahal keduanya berbeda walaupun masih memiliki ikatan. Berbicara tentang teater maka dapat dihubungkan dengan seni pertunjukkan. Teater juga dapat dibagi jadi 3hal yaitu tetaer music, peran, dan art director. Teater ada sejak : 1) Sebelum agama Wahyu(agama yang dipercaya karena adanya 4 kitab yaitu Zabur, Injil, Taurod, dan Al-Quran) ada 2) Manusia pertama kali, karena dilihat dari gambar pada batu yang orang berburu memakai topeng dan menirukan gerakan hewan, hal itu merupakan perwujudan teater yang merupakan bagian dari drama. Dalam bidang drama Yunani lebih terkenal daripada Mesir karena Yunani memiliki banyak filosof. Ciriciri naskah Yunani : Memiliki unsur tragedy Memiliki kur Bercerita tentang dewa (Zeus, Amor) Sapaclas adalah salah satu tokoh penulis naskah terkenal dari Yunani, salah satu naskah legendarisnya adalah Antigon. Drama (to act, to do) masuk ke dalam karya sastra. Komponen drama adalah

1. Karakter, di bagi menjadi tiga yaitu:


a) b) c) a) b) c) Sosiologis = berhubungan dengan kedudukan (ex: pak RT) Psikologis = berhubungan dengan kejiwaaan (ex: pemarah, pemurah) Phisiologis = berhubungan dengan fisik (ex: gendut, kurus) Linear = plot yang runtut dari awal hingga akhir Episodik = ada topik-topik yang berbeda namun dalam satu kesatuan (ex: FTV) Sirkuler = bentuk drama ini rumit dan membingungkan, butuh pemahaman khusus untuk mengerti ceritanya bolak-balik dan berubah-ubah.

2. Plot, dibagi jadi 3 jenis:

3. Setting/Latar

Setting pada drama digambarkan dalam bentuk cerita (ex: di sebuah tempat yang indah), dan bersifat nyata (ex: pohon-pohon) # Tragedi dan Komedi A. Tragedi Tragedi memiliki arti ungkapan yang harus ada dalam teater (Aristoteles dalam bukunya Poeties). Menurut Aristoteles harus ada penderitaan tapi bukan pada cerita tapi pada perilaku. Sampai pada 1000M teater sempat mati karena bila adegan dipukul maka akan benar-benar dipukul, begitu pula kalau adegan pembunuhan. Pada 500M sampai abad ke-15 muncullah teater Gereja yang ceritanya tanpa ada adegan pembunuhan sehingga tidak ada yang benar-benar terbunuh. Orang menghubungkan Aristoteles dengan Dramatic Unity (terjadi pada tempat, waktu yang sama, dan hanya terjadi sekali. Bagi Horase tragedi adalah sebuah hubungan timbal-balik, bagi Kritikus Rennaisane tragedi bersifat Didactic (memberi pelajaran). Tragedi diciptakan oleh bangsawan B. Komedi Aristoteles Komedi : cacat moral. Pada zaman Yunani orang comedian dianggap orang yang konyol, hal yang seharusnya tidak dilakukan tapi malah dilakukan. Kritikus Renaissane Komedi dianggap diciptakan oleh orang-orang yang tolol. Pada zaman Renaissane ini muncul komedian yang terkenal yaitu Commedia dellarte yang merupakan komedian perilaku. Kalangan post modernis/ post strukturalis Comedian memiliki arti cekikikan anak-anak yang terakhir.

Pembagian drama menurut masa 1. Klasik (Yunani kuno) 2. Tradisional (abad 19-20) : di barat masuk realism 3. Modern : a) b) c) d) e) Absurd Ekspresisme Realisme Romantisme Naturalisme

4. Kontemporer : a) Poststrukturalis b) Postmodernis c) Antiestetik Dalam tradisional = kepakeman / kemakuan sangat kuat Dalam modern = lebih bersifat subjektif (saya) Dalam kontemporer = lebih bersifat intersubjektif (saya dan kami) dan bersifat di sini dan sekarang Jika kita menjadi pembuat music untuk mengiringi teater maka yang perlu pertama kita ketahui adalah ide cerita Agar music dan teater seimbang maka :

a) b)

Ide cerita disamakan Setting / tempat menjadi satu dan sejajar

Andy Reza Rohady Yani Just another WordPress.com site RSS

About

Pengertian Drama Dan Jenis / Macam Drama-PENGERTIAN DONGENG-Definisi DakwahPengertian Paragraf -Definisi: Puisi v Pengertian Drama Dan Jenis / Macam Drama Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan

dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon. Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama. 1. Drama Baru / Drama Modern Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. 2. Drama Lama / Drama Klasik Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya. Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita : 1. Drama Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan. 2. Drama Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan. 3. Drama Tragedi Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya. 4. Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian. Komedi Tragedi Komedi Opera

5. Lelucon / Dagelan Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton. 6. Operet Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek. / Operette

7. Pantomim Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan. 8. Tablau

Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya. 9. Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius. Passie

10. Wayang Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya. v PENGERTIAN DONGENG Dongeng termasuk dalam cerita rakyat lisan. Menurut Danandjaja (1984)

cerita rakyat lisan terdiri atas mite, legenda, dan dongeng. Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohkan oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain, bukan di dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Sedangkan legenda adalah cerita rakyat yang mempunyai cirri-ciri mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Legenda ditokohkan oleh manusia, walaupun kadang-kadang mempunyai sifat luar biasa dan sering kali dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadinya belum terlalu lampau. Sebaliknya, dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga dongeng yang melukiskan kebenaran, berisi ajaran moral, bahkan sindiran. Menurut Anti Aarne dan Stith Thompson, dongeng dikelompokkan dalam empat golongan besar, yaitu :

Dongeng binatang
Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang peliharaan atau binatang liar. Binatang-2 dalam cerita jenis ini dapat berbicara atau berakal budi seperti manusia. Di Negara-negara Eropa binatang yang sering muncul menjadi tokoh adalah rubah, di Amerika Serikat binatang itu adalah kelinci, di Indonesia binatang itu Kancil dan di Filipina binatang itu kera. Semua tokoh biasanya mempunyai sifat cerdik, licik dan jenaka.

2. Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia atau biasanya adalah kisah suka duka seseorang, misalnya dongeng Ande-Ande Lumut, Joko Kendil, Joko Tarub, Sang Kuriang serta Bawang Putih dan Bawang Merah.

3. Lelucon atau anekdot


Lelucon atau anekdot adalah dongeng yang dapat menimbulkan tawa bagi yang mendengarnya maupun yang menceritakannya. Meski demikian, bagi masyarakat atau orang menjadi sasaran, dongeng itu dapat menimbulkan rasa sakit hati.

4. Dongeng Berumus
Dongeng berumus adalah dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng ini ada tiga macam, yaitu dongeng bertimbun banyak (cumulative tales), dongeng utk mempermainkan orang (catch tales), dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tales) Pada mulanya kegiatan bercerita atau menuturkan cerita hanya dilakukan dan ditujukan untuk orang dewasa, misalnya para prajurit, nelayan, dan musafir yang sering kali tidur di tenda-tenda. Biasanya yang diceritakan adalah cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun temurun dari mulut ke mulut. Namun, pada beberapa kebudayaan, para orang tua dan muda berkumpul

Bersama untuk mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh seorang tukang cerita atau pendongeng yang di beberapa kebudayaan biasanya merangkap sebagai tabib. Selain menyampaikan hiburan, pendongeng biasanya juga menyampaikan atau mengajarkan adat kebiasaan dan moral kepada orang muda Masyarakat Indonesia sudah mengenal dongeng sejak zaman dulu. Di Sumatra misalnya, ada orang yang biasa disebut pelipur lara. Pelipur lara adalah punggawa kerajaan yang bertugas menghibur raja, permaisuri, dan anggota keluarga istana lainnya. Di Aceh tukang cerita disebut pmtoh (kope), sedangkan di Jawa ada yang disebut sebagai tukang kentrung. Tukang kentrung berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sambil membawa semacam tambur yang disebut terbang. Di Jakarta (Betawi) ada syahibul hikayat. Mereka mendongeng sambil diiringi alat-alat tersebut dan cerita-cerita yang dituturkan biasanya bersifat religius atau magis.

You might also like