Professional Documents
Culture Documents
Agustanto Imam S. Mahasiswa Pascasarjana MPKP FE-UI Tenaga ahli komunikasi di sekretariat koord. & penyiapan program compact MCC di Indonesia Bappenas RI
I.
Latar Belakang
Suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik (Ramani,K.V,1992), serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional. Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi, yang sampai saat ini masih merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik di Indonesia, serta makin meningkatnya kesadaran akan usaha untuk melestarikan lingkungan, menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari altematif penyediaan energi listrik yang memiliki karakter; 1. dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian energi fosil, khususnya minyak bumi; 2. dapat menyediakan energilistrik dalam skala lokal regional; 3. mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, serta; 4. cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya. Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah sistem konversi energi yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air, biomas dan lain sebagainya (Djojonegoro,1992). Tak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber-sumber daya energi terbarukan dewasa ini telah meningkat dengan pesat, khususnya di negara-negara sudah berkembang, yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya, serta mempunyai dukungan finansial yang kuat. Oleh sebab itu, merupakan hal yang menarik untuk disimak lebih lanjut, bagaimana peluang dan kendala pemanfaatan sumber-sumber daya energi terbarukan ini di negara-negara sedang berkembang, khususnya di Indonesia.
kebutuhan energi listrik nasional dapat mencapai 8,2 persen rata-rata per tahun, seperti ditunjukkan dalam tabel 1-1 berikut;
Tabel 1-1. Estimasi Kebutuhan Listrik Sektor Industri Rumah tangga Komersial Total 1990 35.305 2000 68,0 84.822 7,0 6.0 6.731 8.811 2010 persen 70,0 16.0 5.5 8.5 69,0 183.389 18.0 40.789 6.0 12.703 7,0 21.869
persen GWh
(Sumber: Djojonegoro, 1992) Kebutuhan energi listrik tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh pusat-pusat pembangkit listrik, baik yang dibangun oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1990 kebutuhan energi listrik sebesar 51.919 GWh telah dipenuhi oleh seluruh pusat pembangkit listrik yang ada dengan kapasitas daya terpasang sekitar 22.000 MW. Sehingga pada tahun 2010 dari kebutuhan energi listrik, yang diramalkan mencapai 258.747 GWh per tahun, diharapkan dapat dipenuhi oleh sistem suplai energi listrik dengan kapasitas total sebesar 68.760 MW, yang komposisi sumber daya energinya seperti diperlihatkan dalam tabel 1-2 berikut;
Tabel 1-2. Estimasi Kemampuan Penyediaan Energi Listrik di Indonesia Sumber Energi Batubara Gas Minyak Solar Panas Bumi Air Biomass Lain-lain (Surya Angin) Total 1990 MW persen 1.930 3.530 2.210 11.020 170 2.850 270 20 2000 MW persen MW 2010 persen 35.3 21.5 0.5 5.9 0.6 15.0 0.7 0.5 100.0
8.8 10.750 16.0 7.080 10.0 1.950 50.1 9.410 0.8 500 13.0 7.720 1.2 290 0.1 160
28.4 28.050 18.7 14.760 5.2 320 24.8 4.060 1.3 430 20.4 10.310 0.8 460 0.4 370 100.0 68.760
(Sumber: Djojonegoro, 1992 & Wibawa, 1996) Dari di atas tampak jelas terlihat, bahwa penggunaan minyak bumi, termasuk solar/minyak disel, sebagai bahan bakar produksi energi listrik akan sangat berkurang, sebaliknya pemanfaatan sumbersumber daya energi baru dan terbarukan, seperti air, matahari, angin dan biomas, mengalami peningkatan yang cukup tajam. Kecenderungan ini tentu akan terus bertahan seiring dengan makin berkurangnya cadangan minyak bumi serta batubara, yang pada saat ini masih merupakan primadona banan bakar bagi pembangkit listrik di Indonesia.
Akan tetapi sejak tahun 1992 kebutuhan energi listrik nasional meningkat mencapai 18 persen ratarata per tahun, atau sekitar dua kali lebih tinggi dari skenario yang dibuat pada tahun 1990. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi nasional kaitannya dengan pertumbuhan industri dan jasa konstruksi. Jika keadaan ini terus bertahan, berarti diperlukan pula pengadaan sistem pembangkit energi listrik tambahan guna mengantisipasi peningkatan kebutuhan tersebut. Dilema yang timbul adalah bahwa di satu sisi, pusat-pusat pembangkit energi listrik yang besar tentu akan diorientasikan untuk mencukupi kebutuhan beban besar, seperti industri dan komersial. Di sisi lain perlu juga dipikirkan agar beban kecil, seperti perumahan dan wilayah terpencil, dapat dipenuhi kebutuhannya akan energi listrik. Salah satu alternatif yang dapat diupayakan adalah dengan membangun pusat-pusat pembangkit kecil sampai sedang yang memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, khususnya sumber daya energi baru dan terbarukan.
dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan dalam produksi energi listrik. Sebagai ilustrasi, setiap kWh energi listrik yang diproduksi dari energi terbarukan dapat menghindarkan pembebasan 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg NOx ke udara, dari pada Jlka diproduksi dari energi fosil. Bisa dihitung, jika pada tahun 1990 yang lalu 85 persen dari produksi energi listrik di Indonesia (sekitar 43.200 GWh) dihasilkan oleh energi fosil, berarti terjadi pembebasan 42 juta ton CO2, 41,5 ribu ton SO2 serta 30 ribu ton NOx. Kita tahu bahwa CO2 merupakan salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca, SO2mengganggu proses fotosintesis pada pohon, karena merusak zat hijau daunnya, serta menjadi penyebab terjadinya hujan asam bersama-sama dengan NOx. Sedangkan NOx sendiri secara umum dapat menumbuhkan sel-sel beracun dalam tubuh mahluk hidup, serta meningkatkan derajat keasaman tanah dan air jika bereaksi dengan SO2.
Di Indonesia, domain energi listrik dimonopoli oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Apa yang menjadi beberapa alternatif strategi kebijakan pengembangan energi terbarukan di atas, sudah mulai dilakukan oleh PLN beberapa tahun belakangan. Di akhir tahun 2010 (data vivanews.com akhir oktober 2010), Dengan dikomandoi oleh CEO baru, yaitu Dahlan Iskan, baru-baru ini PLN meluncurkan sebuah program terobosan yaitu mencanangkan elektrifikasi bagi 1000 pulau. Seperti yang dilansir dari situs resmi kementerian Energi Sumber Daya Mineral berikut;
JAKARTA. Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan 1000 pulau terpencil di Indonesia akan dialiri listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada 2012 nanti. Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan pada konferensi pers usai menandatangani perjanjian jual beli listrik panas bumi dengan pihak Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PT Westindo Hutama Karya di Gedung Bisnis Indonesia, Jakarta, Jumat (11/3/2011). "Selain panas bumi, kami kita ada program untuk menerangi pulau-pulau Indonesia dengan pembangkit tenaga listrik surya (PLTS),"ujarnya. Jika pengembangan ini berhasil, lanjutnya, maka pada 2012 kita targetkan akan terangi 1000 pulau dengan PLTS dan Indonesia dapat masuk ke dalam peta pengguna energi terbarukan dunia. Pada 2011 ini PLN menargetkan akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada 100 pulau kecil di kawasan Indonesia Timur. Sebelumnya, pada 2010 PLN membangun enam PLTS pada enam pulau di kawasan Indonesia Timur yakni Derawan, Bunaken, Raja Ampat, Wakatobi, Banda dan Trawangan. (KO)
(sumber: http://www.esdm.go.id)
Terkait dengan penggunaan tenaga surya, keuntungan dari penggunaan tenaga surya sebagai sumber pembangkit listrik dapat dilihat pada statemen berikut.
... Sebagai salah satu solusi masalah energi diatas yaitu energi matahari atau tenaga surya. Energi matahari yang dipancarkan ke planet bumi adalah 15.000 kali lebih besar dibandingkan dengan penggunaan energi global dan 100 kali lebih besar dibandingkan dengan cadangan batubara, gas, dan minyak bumi. Permasalahan energi matahari ini mungkin sedikit banyak mirip dengan energi nuklir. Sebenarnya secara teknologi bangsa Indonesia sudah mampu mengelolanya. Bahkan teknologi mutakhir telah mampu mengubah 10-20 % pancaran sinar matahari menjadi tenaga surya. Secara teoritis untuk mencukupi kebutuhan energi global, penempatan peralatan tersebut hanya memerlukan kurang dari satu persen permukaan bumi, bukankah suatu hal yang efisien!
(sumber: http://www.chem-is-try.org)
Kajian inovasi ini berusaha mencoba menelusuri bagaimana sebenarnya program yang digagas oleh PLN dalam upayanya untuk melakukan elektrifikasi di Indonesia. ini akan coba dijawab pada bagianbagian berikutnya pembahasan makalah ini.
masalah instalasi infrastruktur pelistrikan terkonsentrasi di wilayah-wilayah tersebut. Akibatnya, wilayah Indonesia Timur dianaktirikan. Bukti dari penganaktirian ini dapat dilihat pada tabel data panel berikut yang menunjukkan tingkat elektrifikasi di daerah Indonesia Timur;
Keterangan
Tetap Tetap Tetap Increase with pilot dan proyeksi paruh waktu Proyeksi jika pilot direplikasi Proyeksi jika pilot direplikasi
Bagaimana moda kelistrikan di Indonesia Timur, dapat dilihat pada pemetaan dan data attribut dalam ilustrasi berikut;
Dari gambar 2-1, dapat dilihat bahwa beberapa pembangkit listrik yang ada saat ini sudah dipastikan hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan di distriknya, bahkan untuk beberapa daerah di wilayah lain, balancing antara beban puncak dan daya kemampuan dari pembangkit listrik tergolong membahayakan. Jika diteruskan, bisa jadi pembangkit listrik tersebut akan lebih cepat usianya (alias rusak). kondisi realitas ini sebenarnya sudah dapat diduga oleh PLN pada tahun 2007. Tercatat di tahun 2008, PLN dengan intervensi pemerintah, mencoba melakukan upaya penambahan fasilitas pembangkit listrik di tanah air. Dari beberapa pembangkit listrik yang ada tersebut, hasil autopsi per april 2011 diperoleh data beberapa Pembangkit Listrik yang akan beroperasi dan kemampuannya menghasilkan listrik. Data tersebut disajikan pada tabel berikut;
Tabel 2-2. Pembangkit yang akan beroperasi di akhir tahun 2011 NO 1 2 3 4 5 JENIS ENERGI PRIMER AIR GAS PANAS BUMI BATU BARA SURYA TOTAL
(sumber: PLN: presentasi rapat kabinet 21 April 2011)
Kembali ke tabel 3-1, ada eskalasi yang menarik yang terjadi rentang tahun 2010-2011, dimana angka ratio elektrifikasi daerah Indonesia Timur berada di angka 13%. Dan bahkan, di tahun 2013, PLN bahkan berani menunjukkan angka 100% untuk tingkat elektrifikasi di wilayah Indonesia Timur. Mengapa? Jawabannya ada di rencana implementasi program elektrifikasi dengan menggunakan 100% tenaga surya untuk 100 pulau.
Pengembangan jaringan merupakan mekanisme PLN untuk memperluas akses infrastruktur jaringan listrik ke pelanggan, sedangkan untuk PLTS dan program LAMPU SEHEN merupakan program pengembangan dari piloting yang dilakukan PLN di tahun 2010 yang akan direplikasi di tahun 2011. Program di tahun 2010 tersebut adalah program pembangunan PLTS di beberapa wilayah wisata di Indonesia yang sudah berjalan saat ini. Program ini dilaksanakan di Gilitrawangan, Bunaken, dan Raja Ampat. Lokasi yang akan menjadi target dari 100 pulau di Indonesia Timur ini benar-benar dikerjakan di 100 pulau, dimana satu pulau besar, dihitung satu pulau. Ini mungkin kelemahan dari program yang harus direvisi oleh pihak PLN. Detail dari lokasi tersebut dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini;
Gambar 3-1. Sebaran lokasi proyek elektrifikasi 100 pulau Lebih detail tentang dimana dan seberapa banyak target pelanggan yang akan coba dicover oleh PLKN dapat dilihat pada tabel berikut;
A.
1.a 1.b
B
1.a 1.b 2.a 2.b 3 4 5.a 5.b 5.c 6.a 6.b 6.c 7 8.a 8.b
PLTS KEPULAUAN
PAPUA PAPUA BARAT MALUKU MALUKU UTARA NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH GORONTALO KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH Jumlah PLTS Kepulauan TO TA L 4 20 17 12 11 10 6 2 0 14 5 0 0 5 0 106 121 19.408 25.408 847 3.300 500 979 2.032 900 1.400 5.180 4.270 250 1.370 2.100 2.400 2.200 2.300 1.300 600 2.350 700 1.700 17.270 21.770 16.250 89.050 105.000 120.000 110.000 115.000 65.000 30.000 117.500 35.000 85.000 887.800 1.225.300
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jika rencana PLN berhasil, maka di tahun 2011, bukan 100 pulau yang akan dapat dicover dan teraliri listrik, tetapi bahkan 106 pulau. Data terakhir per 21 April, sudah 60 pulau dari 100 pulau yang menjadi target telah teraliri listrik. yang menarik dari program ini adalah, untuk program LAMPU SEHEN, PLN tidak menggunakan biaya dari pemerintah, tetapi program ini dilakukan dengan menggunakan dana hasil penghematan operasional PLN dalam upayanya melayani masyarakat Indonesia. Untuk program Pengembangan jaringan PLN akan fokus di beberapa Pulau besar, sedangkan untuk di pulau-pulau kecil dan daerah pedalaman yang jika dihitung secara proporsional kebutuhan untuk penyelenggaraan infrastruktur listrik hingga di lokasi tersebut dibandingkan jumlah calon pelanggan yang ada akan dilakukan program PLTS dengan LAMPU SEHEN. Lalu apa sebenarnya program LAMPU SEHEN ini?
Gambar 4-1. Paket Panel Surya program LAMPU SEHEN dan pemasangan Program ini menyasar pada daerah-daerah miskin atau daerah dengan lokasi yang susah dijangkau melalui jalan biasa. Saat ini, program LAMPU SEHEN sudah berjalan hampir 6 bulan di wilayah pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Spesifikasi teknis dan bagaimana desain program ini berjalan, dapat dilihat lebih detail pada matriks berikut;
Uraian Spesifikasi
Nama Program
Keterangan
LAMPU SEHEN Lampu SUPER EXTRA HEMAT ENERGI Satu Panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya Tiga Lampu SEHEN dengan tiga buah lampu SEHEN 2-3 watt yang mampu memberi penerangan sama dengan 25-35 watt lampu neon. Instalasi Pemasangan dan Penempatan Kabel. Tanpa adanya instalasi lain, 3 lampu tersebut dapat menyala selama 24 jam dengan kondisi cuaca cerah dan tidak berawan >= 7 jam
Paket Program
Tujuan Program
Elektrifikasi dasar bagi masyarakat Indonesia yang berdomisili di wilayah pedesaan dan kepulauan dan tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN. Masyarakat Non Pelanggan PLN di wilayah program dilaksanakan
Sasaran Program
No
5
Uraian Spesifikasi
Area program
Keterangan
100 Pulau target elektrifikasi PLN (Gambar 3-1) Membayar Rp. 500.000,- sebagai instalasi dan garansi atas paket dan Rp. 35.000,-/bulannya sebagai biaya langganan dengan kompensasi paket program (ket. Nomor 2) Sudah dilakukan di satu kecamatan di wilayah Sumba, dan mengcover 700 KK dan hingga saat ini sedang berjalan (enam bulan) dengan keluhan masalah pemindahan pemasangan instalasi lampu, tidak ada keluhan terkait paket program Wilayah dengan stock BBM yang sulit (penggunaan listrik melalui tenaga diesel) dan wilayah dimana harga BBM tinggi dan wilayah yang tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN
Pilot Project
Selain itu, pihak PLN sendiri sudah menyiapkan beberapa guidance atas vendor yang mempunyai interest untuk berpartisipasi dalam program pengadaan lampu SEHEN ini. Diantaranya adalah kewajiban dari para vendor untuk menyediakan layanan purna jual jika mereka berhasil memasarkan 30.000 unit lampu SEHEN atau 10.000 pelanggan baru (dengan asumsi 1 pelanggan mendapat paket 3 lampu SEHEN). Ini tentunya akan berdampak pada kemungkinan terbukanya lapangan pekerjaan baru di sektor energi terbarukan, dan adanya komoditas baru yang dapat diperdagangkan guna mendukung program ini, diantaranya suku cadang Baterei atau Accu yang digunakan, penjual jasa pemasangan instalasi listrik, transportasi dan sebagainya. V.1. Analisis Manfaat Paket Program Lampu SEHEN merupakan hasil produksi dalam negeri dalam perakitan dan model jenis lampunya. Kelemahan dari program ini, adalah kebutuhan dasar atas pembuatan panel pembangkit surya dan LED sebagai bahan dasar lampu masih impor. Jika program ini berjalan, dan demand di Indonesia naik, maka negara yang mempunyai industri pembuatan panel dan LED ini pasti akan menaikkan harga. Hal ini tentunya membutuhkan sebuah kebijakan nasional jika memang program ini akan dijadikan sebagai salah satu program untuk mendukung penggunaan energi listrik ramah lingkungan di Indonesia. Keberadaan paket lampu SEHEN tentunya akan berdampak pula pada aktifitas penduduk penerima manfaat. Beberapa hal yang mungkin dapat ditabulasi manfaat positif nya adalah; Dibandingkan dengan menggunakan lampu petromaks, para pelanggan lampu SEHEN lebih diuntungkan kebersihan rumahnya (karena lampu SEHEN tidak meninggalkan bekas pembakaran seperti petromaks). SEHEN adalah lampu dengan konsumsi daya kurang dari 5 Watt dan memiliki kerapatan (efficacy) lumen lebih dari 60 lumen/watt. Ini berarti, penggunaan energi sebesar 2-3 watt dengan lampu SEHEN sama dengan penggunaan lampu yang membutuhkan daya 50-60 watt. Pengeluaran RT pelanggan lampu SEHEN lebih hemat dibandingkan menggunakan petromaks. Untuk mereka yang bersekolah, akan dapat menambah jam waktu belajar dengan lebih nyaman, karena tidak ada resiko mata pedas terkena asap lampu petromaks. Sangat ramah lingkungan, karena dalam produksinya tidak menggunakan energi tak terbarukan yang menghasilkan emisi dan pollutan (asap, bau tak enak, bekas api). Berkurangnya penderita sakit mata, dada yang diakibatkan oleh penggunaan lampu petromaks. Multiplier effect dari penggunaan lampu SEHEN diharapkan mampu memberikan ruang sosial yang lebih dinamis. (Sebagai catatan, lampu SEHEN ini dapat ditarik dan dijadikan senter, atau dikumpulkan pada satu lokasi untuk kegiatan pesta ataupun kegiatan warga secara komunal). Dengan nominal langganan yang dibayarkan sebesar Rp. 35.000 dan Rp. 500.000 sebagai jaminan awal (ini bisa dibuat kebijakan dari bank dimana dapat dicicil hingga 10 kali misalnya), maka program lampu SEHEN akan dapat menyasar masyarakat miskin di Indonesia. Resiko kebakaran lebih kecil , karena tidak menggunakan sumber api sebagai alat penerangan dan tidak mencederai balita karena lampu dapat ditaruh di tempat yang tinggi dan diluar jangkauan anak-anak.
Memperkecil angka perkawinan di bawah umur, karena dengan adanya penerangan, maka dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan aktifitas ekonomi di malam hari. Dapat membuka investasi baru di sektor energi terbarukan yaitu industri pembuatan LED dan Panel Surya yang jika ada di Indonesia dan diproduksi secara massal, maka tentunya selain membuka lapangan pekerjaan baru, juga akan menurunkan biaya produksi dari PLN yang berimbas pula pada semakin murah dan terbukanya pengembangan teknologi pendamping dari program lampu SEHEN.
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan penulis dengan pihak PLN, ada beberapa dampak negatif yang dikhawatirkan akan terjadi akibat program ini, diantaranya; Adanya permintaan penggunaan energi listrik di atas paket program yang tentunya akan membuat umur dari baterei akan lebih pendek. Angka kriminalitas (perampokan) meningkat. Batere accu, yang digunakan dapat dipakai sebagai alternatif penyimpan energi listrik untuk penggunaan di luar lampu SEHEN, dan dapat dijual bebas. Kesalahan analisis kebutuhan pelanggan baru yang tidak menggunakan data akurat dan terbaru terkait demografi di lokasi program yang berdekatan dapat memunculkan persoalan politis dan munculnya konflik horizontal. Munculnya model kampanye sistem politik dagang sapi yang baru dengan iming-iming paket listrik bagi tiap KK yang mempunyai hak pilih untuk memilih kandidat tertentu jika musim pemilihan kepala daerah tiba (maklum, dibandingkan dengan memasang umbul2, memberi baju, dan memberi uang kepada tiap pemilih, lebih murah dan efektif menggunakan imbal jasa program Lampu SEHEN). Pihak PLN harus melakukan kajian lebih dalam lagi terkait dengan kebijakan program Lampu SEHEN karena ide awal dari program ini muncul adalah pemenuhan kebutuhan dasar penduduk Indonesia atas elektrifikasi dengan basis penerangan. Hukum permintaan yang selalu naik seiring dengan keberadaan energi akan berlaku. Jika ini tidak diantisipasi dengan kebijakan multi sektoral lain, maka bisa jadi, seiring dengan penemuan teknologi baru, dan meningkatnya pendapatan tiap individu, maka program ini hanya menjadi sebuah proyek belaka.
VI. Sumbangsih Program Lampu SEHEN pada target angka Rasio Elektrifikasi (RE)
Melalui tiga strategi pelaksanaan kebijakan peningkatan RE di wilayah Indonesia Timur, yaitu Pengembangan Jaringan, PLTS dan Lampu SEHEN, Pihak manajemen PLN telah melakukan sebuah exercise bagaimana kelayakan dari pelaksanaan program lampu SEHEN dalam mencapai target elektrifikasi 100 pulau di Indonesia Timur. Berikut disajikan data Rasio Elektrifikasi Ibukota Propinsi per tahun 2010. Tabel VI-1. Rasio Elektrifikasi Ibukota Propinsi di Indonesia Timur tahun 2010 tingkat RE Tingkat RE > 60% Ibukota Propinsi Kaltim Sulut Rasio Elektrifikasi (RE) 84,7% 77,2%
tingkat RE
Rasio Elektrifikasi (RE) 73,4% 74,0% 69,05% 58.9% 46,9% 44% 43,8% 43,6% 37,1% 32,05% 29,9% 27,7% 26,02%
Papua NTT
Dengan program lampu SEHEN dan PLTS, maka dari pihak PLN telah mencoba melakukan estimasi sejauh mana program 60% seluruh wilayah di Indonesia Timur dapat dicover di 2011 ini (tabel VI-2); Tabel VI-2. Dampak PLTS terhadap Rasio Elektrifikasi (RE)
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PROPINSI KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT JUMLAH RT 942.778 574.348 835.326 537.325 187.766 530.330 1.770.616 458.242 241.738 1.191.682 994.132 327.223 209.962 457.726 159.564 9.418.758 JUMLAH PELANGGAN RT 667.858 254.749 560.039 417.841 129.743 314.636 1.229.894 204.430 95.736 361.157 248.043 190.128 119.616 138.306 67.423 4.999.599 RE EXISTING (%) 70,84 44,35 67,04 77,76 69,10 59,33 69,46 44,61 39,60 30,31 24,95 58,10 56,97 30,22 42,25 53,08 TAMBAHAN PLG DARI PLTS 771 3.458 850 1.200 500 246 7.025 PLG DGN TAMBAH JAM NYALA 847 3.300 500 2.488 3.906 970 4.330 900 1.400 979 1.986 21.606 RE (%) 0,082 0,290 0,086 0,367 0,238 0,154 0,075 RE DGN PLTS 70,92 44,35 67,04 77,76 69,10 59,33 69,46 44,61 39,60 30,60 25,04 58,47 57,21 30,22 42,41 53,16
10 NTB 11 NTT 12 MALUKU 13 MALUKU UTARA 14 PAPUA 15 PAPUA BARAT TOTAL INDONESIA TIMUR
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT
10 NTB 11 NTT 12 MALUKU 13 MALUKU UTARA 14 PAPUA 15 PAPUA BARAT TOTAL INDONESIA TIMUR
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT
TOTAL INDONESIA TIMUR 9.418.758 (sumber: PLN: presentasi rapat kabinet 21 April 2011)
Tabel VI-5. Dampak PLTS, SEHEN dan Pengembangan Jaringan terhadap Rasio Elektrifikasi (RE)
JUMLAH RT 942.778 574.348 835.326 537.325 187.766 530.330 1.770.616 458.242 241.738 1.191.682 994.132 327.223 209.962 457.726 159.564 9.418.758 JUMLAH PELANGGAN RT 667.858 254.749 560.039 417.841 129.743 314.636 1.229.894 204.430 95.736 361.157 248.043 190.128 119.616 138.306 67.423 4.999.599 RE EXISTING (%) 70,84 44,35 67,04 77,76 69,10 59,33 69,46 44,61 39,60 30,31 24,95 58,10 56,97 30,22 42,25 53,08 TAMBAHAN PLG DARI SEHEN, PLTS & JAR 2.271 94.095 44.241 26.466 10.125 21.945 45.089 64.868 48.124 251.631 331.377 19.585 28.120 91.108 13.335 1.092.380 RE (%) 0,241 16,383 5,296 4,926 5,392 4,138 2,547 14,156 19,908 21,116 33,333 5,985 13,393 19,904 8,357 11,598 RE DGN SEHEN,PLTS& JAR 71,08 60,74 72,34 82,69 74,49 63,47 72,01 58,77 59,51 51,42 58,28 64,09 70,36 50,12 50,61 64,68
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT
10 NTB 11 NTT 12 MALUKU 13 MALUKU UTARA 14 PAPUA 15 PAPUA BARAT TOTAL INDONESIA TIMUR
Dari uraian ini, nampak, bahwa apa yang selama ini dimimpikan oleh masyarakat Indonesia, terutama wilayah Indonesia Timur akan listrik yang mampu memberikan mereka penerangan dapat diwujudkan. Tinggal bagaimana proses program ini bergulir dan termonitor dengan baik, tentunya akan membutuhkan partisipasi dari segala lini agar program ini dapat berjalan dimana di akhir tahun 2013 nanti, seluruh wilayah Indonesia Timur yang tadinya sangat kekurangan listrik dan sering menjadi wilayah pemadaman lampu dengan alasan pasokan listrik berkurang, akan berbalik 1800 menjadi wilayah yang mampu terang terus dengan SEHEN dan energi SURYA.()