You are on page 1of 61

No.

51, 1988
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma

Daftar Isi:

2. Editorial

Artikel:

3. Penelitian di Bidang Kesehatan Jiwa


7. Penelitian di Bidang Kesehatan Jiwa di Bagian Psikiatri Fakultas.
Kedokteran Universitas Indonesia Antara 1980—1987
11. Pengaruh Pemanasan Pada Minyak Goreng Yang Diobservasi
Pada Tikus Putih
Halusinasi
Karya Sriwidodo 15. Sakarin Sebagai Pemanis
20. Keadaan Fisiologis Hati Tikus Putih Strain LMR Yang Diberi
Ransum Biji Saga Pohon (Adenantherā Pavonina Linn)
Alamat redaksi:
Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp.4892808
Penanggung jawab/Pimpinan umum: 25. Transfusi Darah : Beberapa Segi Yang Penting Untuk Klinikus
Dr. Oen L.H.
Pemimpin redaksi : Dr. Krismartha Gani, 31. Perilaku Kesehatan, Perilaku Kesakitan, dan Peranan Sakit
Dr. Budi Riyanto W. (Suatu Introduksi)
Dewan redaksi : DR. B. Setiawan, Dr. Bam-
bang Suharto, Drs. Oka Wangsaputra, DR. 35. Pengamatan Penderita Demam Berdarah Dengue di Indonesia
Rantiatmodjo, DR. Arini Setiawati, Drs. 1985—1986
Victor Siringoringo.
Redaksi Kehormatan: Prof. DR. Kusumanto 38. Penelitian Antibodi Anak-anak Usia Baduta Tērhadap 2
Setyonegoro, Dr. R.P. Sidabutar, Prof. DR. Macam Vaksin Polio Ora( (VPO), di Trenggalek, Jawa Timur
B.Chandra, Prof. DR. R. Budhi Darmojo,
Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo, Drg. I. 42. Hepatik Amebiasis
Sadrach. 45. Successful Aging : The Product of Biological Factors, Envi-
No. Ijin : 151/SK/Dit Jen PPG/STT/1976,
tgl.3 Juli 1976. ronmental Quality, and Behavioral Competence
Pencetak : PT. Temprint.

53. Pengalaman Praktek


Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang- 56. Humor Ilmu Kedokteran
an/pendapat masing-masing penulis dan tidak
selalu merupakan pandangan atau kebijakan
58. Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran
instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis 59. Abstrak-abstrak
Melengkapi edisi Seminar Penyakit Tidak Menular. Cermin Dunia Ke-
dokteran nomor ini menampilkan bagian ke III, atau seri terakhir dari
Seminar Penyakit Tidak Menular, yang telah diadakan oleh Pusat Peneliti-
an Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehat-
an, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Pada dua nomor lalu telah dibahas beberapa masalah seperti kanker,
radiasi dan radiologi, pen yakit jantung dan hipertensi, kecelakaan di
bidang pertanian, dan kegiatan penelitian di lingkungan Direktorat Ke-
sehatan Gigi. Pada kesempatan ini kami tampilkan lagi 5 judul .
1. Penelitian di Bidang Kesehatan Jiwa.
2. Penelitian di Bidang Kesehatan Jiwa di Bagian Psikiatri Fakultas Ke-
dokteran Universitas Indonesia Antara 1980 — 1987.
3. Pengaruh Pemanasan Pada Minyak Goreng yang Diobservasi Pada Tikus
Putih.
4. Sakarin Sebagai Pemanis.
5. Keadaan Fisiologis Hati Tikus Putih Strain LMR_ Yang Diberi Ransum
Biji Saga Pohon (Adenanthera pavonina Linn).
Dalam nomor ini pula redaksi mendapat kehormatan untuk memuat
1 artikel dari penulis luar negeri,yaitu Margret M Baltes, dari Free Univer-
sity Berlin. Beliau membahas masalah usia lanjut. Topiknya: Successful
Aging: The Product of Biological Factors, Environmental Quality, and
Behavioral Competence.
Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Artikel

Penelitian di Bidang Kesehatan Jiwa


Dr. Rudy Salan
Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN telah selesai, sebagian lagi masih sedang dilakukan, dan se


bagian lain masih dalam perencanaan. Perlu dimengerti bahwa
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, penelitian yang telah dalam laporan sesingkat ini tidak semua penelitian yang
dilakukan di bidang kesehatan jiwa oleh instansi-instansi yang relevan dapat dikemukakan. Masih banyak penelitian yang
bernaung di bawah Departemen Kesehatan, R.I., khususnya diterbitkan dalam majalah-majalah ilmiah yang tidak sempat
Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayanan disebut di sini. Namun, untuk memperoleh gambaran yang
Medik dan Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan menyeluruh, mudah-mudahan apa yang telah disajikan ini
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, berpedoman pada sudah memadai.
penelitian yang dianggap mendasar. Di sini dapat disebut
bidang statistik rumah sakit jiwa, epidemiologi gangguan jiwa, 1) Pencatatan dan pelaporan pasien mental
masalah narkotika, psikiatri transkultural, psikiatri biologik Proyek ini telah dimulai sejak 1971 •dan mencakup pen-
dan psikometrika. Bidang-bidang penelitian ini dianggap catatan dan pelaporan dari semua pasien mental yang dirawat
penting sebagai dasar bagi penelitian-penelitian lain di ke- di rumah sakit jiwa, fasilitas perawatan psikiatrik di rumah
mudian had. Penelitian yang lebih bersifat akademik, yaitu sakit umum, rumah sakit swasta, rumah sakit ABRI, fasilitas
di bidang psikiatri klinik dan yang ada kaitannya dengan perawatan di klinik universitas dan klinik psikiatrik swasta.
cabang-cabang ilmu kedokteran klinik lain dianggap kurang Dalam satu tahun dirawat 9000—10000 pasien mental dan
sesuai apabila dilakukan oleh Departemen Kesehatan yang dari jumlah ini 50% adalah pasien yang untuk pertama kali
merupakan instansi pelayanan. Penelitian demikian ini di- dalam hidupnya dirawat di rumah sakit (first admissions).
anggap lebih sesuai dilakukan oleh instansi akademik dan Dari data ini dapat dikomputasi macam-macam rates, a.l.
pendidikan. hospital admission rates yang ternyata berbeda sekali dari
Sebagai dasar falsafah penelitian kesehatan jiwa diambil satu provinsi ke provinsi lain. Kemudian dapat dibuat pe-
pengertian dan pendekatan holistik-eklektik. Sesuai dengan rencanaan tentang kebutuhan tempat tidur di seluruh Indo-
falsafah ini, penelitian kesehatan jiwa senantiasa mengikut- nesia dan per provinsi. Proyek penelitian ini dibiayai oleh
sertakan disiplin-disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain sejauh Direktorat Kesehatan Jiwā dengan konsultan- yang disedia-
ini ada hubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan. kan oleh International Committee Against Mental Illness
Begitu pun para peneliti dianjurkan senantiasa terbuka ter-- (ICAMI), New York, USA. Peneliti utama: Dr. Rudy Salan.
hadap pendapat-pendapat yang telah diperoleh melalui pe- 2) Penyusunan suatu daftar isian bagi pasien narkotik
nelitian lain, walaupun ini bertentangan dengan pendapat- Penelitian ini merupakan penelitian bersama dengan
pendapat yang merupakan pedoman di Departemen Kese- WHO (1976—1978). Dalam upaya ini diusahakan untuk me-
hatan. Sikap terbuka yang demikian itu merupakan cara yang rancang dan menggunakan suatu daftar isian bagi pasien
sehat dan terbaik untuk memacu, mengembangkan dan me- yang terlibat dalam penyalahgunaan zat/obat yang kemudi-
majukan hasrat penelitian di bidang kesehatan jiwa. an dianjurkan untuk digunakan secara internasional. Dengan
demikian dapat diupayakan suatu perbandingan data antar
PENELITIAN-PENELITIAN YANG PENTING
negara atau antar wilayah. Formulir ini telah digunakan di
Di bawah ini disajikan sejumlah penelitian yang telah beberapa negara secara rutin, juga dalam upaya penelitian.
dilakukan dalam sepuluh tahun akhir ini dan yang dianggap Penelitian ini dibiayai oleh WNO Genewa. Peneliti utama:
masih perlu dikembangkan lebih jauh. Sebagian penelitian Dr. Rudy Salan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 3


3) Penelitian preliminer tentang praktek pengobatan tradisio- ini, pembuatan gagasan flow-chart untuk diagnosis dan terapi-
onal pada pengobat tradisional di Palembang. terapi khusus. Penelitian ini dibiayai oleh WHO—SEARO ber-
Penelitian ini adalah suatu survai preliminer tentang sama-sama dengan Direktorat Kesehatan Jiwa. Peneliti utama:
praktek-praktek yang dikerjakan oleh para pengobat tradisi-- Dr. W.M. Roan.
onal di Palembang (1980-1981). Penelitian ini dibiayai oleh 9) Suatu penelitian kolaboratif dengan WHO—SEARO tentang
Litbangkes. Peneliti utama: Dr. Achmad Hardiman. indikator kesehatan jiwa anak dan perkembangan psikososial
4) Penelitian faktor-faktor psiko-sosio-kultural dalam peng- sehat.
obatan tradisional pada tiga daerah, Palembang, Semarang Penelitian ini adalah suatu penelitian kolaboratif dengan
dan Bali. WHO—SEARO tentang pengembangan indikator kesehatan
Penelitian ini bermaksud menyelidiki hubungan inter- jiwa anak (1985--1986). Di Kecamatan Pasar Minggu 200
personal antara pengobat tradisional dengan kliennya (1981-
keluarga telah dipilih secara random dan dilihat faktor-faktor
1982). Perhatian khusus diberikan kepada faktor-faktor psiko-
risiko yang membedakan keluarga yang perkembangan anak-
sosiokultural yang dianggap penting untuk kepuasan klien dan
kelanjutan pengobatan oleh klien. Dalam keseluruhan 9 peng- nya kurang menguntungkan dengan keluarga yang perkem-
obat tradisional dan 90 klien diperiksa dan di follow up untuk bangan anaknya baik. Telah ditemukan beberapa indikator
beberapa minggu. Penelitian ini dibiayai oleh Litbangkes. yang konfirmasinya di daerah lain sedang dilakukan. Penelitian
Peneliti utama Dr. Rudy Salan. ini dibiayai oleh WHO—SEARO. Peneliti utama: Dr. Yan
5) Suatu studi prevalensi penyakit psikosis, retardasi mental Prasetyo.
dan epilepsi di Tambora, Jakarta Barat (Tambora I). 10) Suatu penelitian kolaboratif dengan WHO—SEARO ten-
Penelitian ini adalah suatu studi prevalensi yang dilakukan tang indikator aspek psikososial pelayanan di Puskesmas.
di Tambora, Jakarta Barat yang mencakup jumlah sekitar Tabel 1. Distribusi pasien psikotik menurut diagnosis dan Jenis ke-
100.000 penduduk (1983—1984). Dalam penelitian ini telah lamin, Tambora I.
ditemukan prevalensi psikosis 2.18, retardasi mental 1.89 Kode Diagnosis Laki-laki Perempuan Total
dan epilepsi 0.39 per 1000 penduduk dewasa. Beberapa infor- PPDGJ I
masi tentang pelayanan Puskesmas, rumah sakit umum dan
290 Dementia senilis dan pre- 3(42.9%) 4 (57.1%) 7
rumak sakit jiwa terhadap pasien-pasien jenis ini telah di-
analisis pula. Penelitian ini dibiayai oleh Litbangkes. Peneliti senilis
utama : Dr. Rudy Salan. 290.0 Dementia senilis 3 4 7
293 Psikosis berhubungan de- 4 (80.0%) 1 (20.0%) 5
6) Suatu studi tentang frekuensi/persentase gangguan mental ngan kondisi cerebral lain
emosional antara pengunjung dewasa di Puskesmas Tambora, 293.0 Arteriosklerosis serebri – 1 1
Jakarta Barat (Tambora II). 293.1 Gangguan serebrovasku-
Maksud dari penelitian ini adalah melihat berapa pasien ler lain 1 – 1
dewasa yang mengunjungi Puskesmas menderita gangguan 294.5 Rudapaksa otak 1 – 1
293.9 Kondisi serebral lain 2 – 2
mental emosional sebagai gangguan utama atau yang me-
294 Psikosis berhubungan de- 1(100%)
latarbelakangi penyakit lain (1984—1985). Dari kira-kira ngan fisik lain
2500 pasien yang mengunjungi Puskesmas dalam jangka 294.4 Kelahiran anak – 1 1
waktu pengobatan 6 bulan terdapat 28,37% yang menderita 295 Skizofrenia 60(63.8%) 34(36.2%) 94
gangguan jiwa yang dapat didiagnosis dan dari jumlah ini 295.0 Simpleks 18 5 23
37,7% menderita depresi. Data ini tidak banyak berbeda dari 295.1 Hebefrenik 3 7 10
data yang dikemukakan dalam kepustakaan WHO dan negara- 295.2 Katatonik 1 – 1
295.3 Paranoid 25 12 37
negara yang maju. Penelitian ini dibiayai oleh Litbangkes. 295.4 Episoda akut 3 – 3
Peneliti utama : Dr. Rudy Salan. 295.6 Residual 5 2 7
7) Suatu studi tentang frekuensi/persentase gangguan mental 295.8 Lain 5 8 13
ēmosional antara pengunjunganak (5—15 tahun) di Puskesmas 296, Psikosis afektif 11(73.3%) 4(26.6%) 15
Tambora, Jakarta Barat (Tambora III). 296.0 Melancholia involusi – 1 1
Penelitian ini bermaksud melihat berapa pasien anak- 296.1 Psikosis MD, jenis mania 4 1 5
anak (5—15 tahun) yang mengunjungi Puskesmas menderita 296.2 Psikosis MD, jenis depress 3 1 4
gangguan mental emosional sebagai gangguan utama atau yang 296.8 Psikosis afektif lain 2 1 3
melatarbelakangi penyakit lain (1985—1986). Penelitian telah 296.9 Psikosis afektif tak tergo- 2 – 2
longkan
selesai dan kini analisis data sedang dilakukan. Penelitian ini
dibiayai, oleh Litbangkes. Peneliti utama : Dr. Rusdi Maslim. 297 Keadaan paranoid 4(36.4%) 7(63.4%) 11
297.9 Keadaan paranoid lain 4 7 11
8) Suatu penelitian multi-centre tentang kesehatan jiwa dalam
pelayanan kesehatan primer. 298 Psikosis lain 3(75.0%) 1(25.0%) 4
Penelitian ini adalah suatu penelitian kolaboratif dengan '
298.0 Depresi reaktif 2 – 1
WHO—SEARO yang dilakukan di beberapa negara sekaligus 298.1 Gaduh-gelisah reaktif 1 1 1
(1983—1985). Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi tentang: 299 Psikosis tak tergolongkan 6(75.0%) 2(75.0%) 8
adanya problem psikososial pada pengunjung Puskesmas Tota1 91(62.8%) 54(37.9%) 145
(Magelang dan Surakarta), cara para dokter mengenal masalah

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Tabel 2. Distribusi pasien psikotik menurut diagnosis dan kelompok umur, Tam- Indonesia. Penelitian ini menunjukkan 2 faktor
bera I.
penting merupakan faktor penyumbang pada
Kode 16—25 26—45 46 Th ketergantungan obat, yaitu indikator lingkungan
PPDGJ I Diagnosis Tahun Tahun Ke atas Total sosial remaja sebaya (peer groups) sebanyak 40%
dan psikopatologi sebanyak 30%. Peneliti utama:
290 Dementia senilis dan pre- — — 7 (100%) -.7
senilis
Dr. Abdul Rachman Alwandi.
290.0 Dementia senilis — —' 7 7 12) Penelitian tentang gangguan metabolik
pada anak dengan retardasi mental di sekolah
293 Psikosis berhubungan 1 (20.0%) 2 (40.0%) 2 (40.0%) 5
dengan kondisi serebral luar biasa di Jakarta.
lain Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan
293.0 Arteriosklerosis serebri — 1 — 1 proporsi dan jenis dari gangguan metabolik
293.1 Cangguan serebrovas-
di antaramurid-murid dengan retardasi mental
kular lain — — 1 1
293.5 Rudapaksa otak 1 — — 1 pada sekolah luar biasa di Jakarta (1986-1987).
293.9 Kondisi serebral lain - 1 1 2 Jumlah populasi adalah sekitar 1500 murid.
Hasilnya belum tersedia, namun telah ditemukan
294 Psikosis berhubungan 1 (100%) — — 1
dengan fisik lain beberapa gangguan metabolik yang sebelumnya
294.4 Kelahiran anak 1 — — 1 tidak pernah ditemukan di Indonesia, yaitu
ganguan metabolik PKU. Unsur-unsur herediter-
295 Skizofrenia 21 (22.3%) 50 (53.2%) 23 (24.5%) 94
295.0 Simpleks 5 8- 10 23 nya telah ditelusuri dengan seksama. Penelitian
295.1 Hebefrenik 2 8 — 10 ini dibiayai oleh Litbangkes. Peneliti utama:
295.2 Katatonik 1 — — 1 Dr. AS. Gunadi.
295.3 Paranoid 9 21 7 37
295.4 Episoda akut 2 1 — 3 13) Penelitian di bidang psikiatri biologik.
295.6 Residual 1 4 2 7 Dalam kategori psikiatri biologik sejumlah
295.8 Lain 1 8 4 13 penelitian telah dilakukan yang tidak dapat di-
296 Psikosis afektif 4 (26.7%) 7 (46.6%) 4 (26.7%) 15 sebut di sini satu per satu.
296.0 Melancholia involusi — — 1 1 (a) Ujicoba terbuka dan terkontrol dengan ke-
296.1 PsikosisMD, jenis mania 1 3 1 5 banyakan obat psikotropik yang telah ber-
296.2 Psikosis MD, jenis depresi — 3 1 4 edar di Indonesia.
296.8 Psikosis afektif lain 1 1 1 3
296.9 Psikosis afekrif tak ter- 2 — — 2 (b) Pengukuran konsentrasi plasma dari obat.
golongkan. antidepresan pada pasien dengan peng-
obatan antidepresan.
297 Keadaan paranoid , 2 (18.2%) 7 (63.6%) 2 (18.2%) 11
297,9 Keadaan paranoid lain 2 7 7 11 (c) Penelitian EEG dari orang normal, pasien
skizofrenia dan pasien dengan depresi.
298 Psikosis lain 1 (25.0%) 2 (50.0%) 1 (25.0%) 4 Hasil-hasil penelitian ini secara periodik dilapor-
298.0 Depresi reaktif 1 — 1 2
298.1 Gaduh-gelisah reaktif — 2 — 2 kan pada pertemuan-pertemuan khusus psikiatri
biologik. Kordinator penelitian: Dr. Yul Iskandar.
299 Psikosis tak-tergolongkan 4 (50.0%) 3 (37.5%) 1 (12.5%) 8 14) Penelitian di bidang psikometrika.
Total 34 (23.4%) 71 (49.0%) 40 (27.6%) 145
Sejumlah penelitian di bidang psikometrika
telah dilakukan dengan maksud memperkaya
Psikosis berhubungan dengan kondisi fisik lain.
armamentarium instrumen yang dimiliki oleh
Penelitian ini bermaksud untuk mencari indikator-indi- ilmu kesehatan jiwa. Di sini dapat disebut be-
berapa saja.
kator yang dapat digunakan untuk dapat memonitor upaya (a) Instrumen untuk menilai disabilitas yang diakibatkan ka-
pelayanan kesehatan primer (1985—1986). Indikator ini me- rena gangguan mental.
liputi kepuasan pasien tentang pengobatan yang diterimanya (b) Instrumen untuk menentukan indikator-indikator ke-
dan observasi dari perilaku pemberi pelayanan (dokter dan sehatan jiwa.
paramedik). Penelitian ini dibiayai oleh WHO—SEARO. Pe- (c) Adaptasi MMPI di Indonesia dengan T-score menurut
neliti utama : Dr. Denny Thong. orang Indonesia,
11) Studi tentang psikopatologi dan lingkungan sosial pada (d) Adaptasi Cornell Medical Index untuk orang Indonesia.
pasien ketergantungan obat di Rumah Sakit Ketergantungan (e) Penerjemahan Present Status Examination (PSE).
Obat, Jakarta. (f) Instrumen-instrumen untuk skrining retardasi mental di
Penelitian ini adalah suatu Tesis SII pada Fakultas Ke-
sehatan Masyarakat, Universitas Indonesia dengan bimbingan dalam masyarakat.
antara lain dari Direktorat Kesehatan Jiwa (1985). Evaluasi (g) Instrumen untuk menilai perilaku tipe A dan tipe B dalam
psikopatologi dilakukan terhadap pasien ketergantungan obat rangka mencari faktor risiko pada penyakit jantung koroner.
dan kontrolnya dengan menggunakan Minnesota Multiphasic (h) Instrumen untuk menilai depresi pada remaja (IDR).
Personality Inventory (MMPI) yang telah diadaptasi untuk (i) Instrumen yang dikembangkan untuk keperluan psikiatri
biologik: KSPBJ Depression Rating Scale, KSPBJ Insomnia
Rating Scale, dan sebagainya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 5


Tabel 3. Angka prevalensi dari psikosis, retardasi mental dan epilepsi per 1000 akan mempengaruhi deskripsi dan kategorisasi dari
penduduk kecamatan Tambora Jakarta Barat, Tambora I.
gangguan/penyakit. Apabila dahulu kategorisasi di-
Kategori Pen yakit/ t Prevalensi Prevalensi pen- dasarkan kepada konsensus, kini kategorisasi ingin
gangguan Jumlah penduduk total duduk > 16 tahun dikaitkan dengan efek terapi,' efek farmakologik
pasien
Laki Wanita Total Laki Wanita Total obat psikotropik, gangguan neurotransmitters dalam
otak dan etiologi. Biasanya penelitian.penelitian ini
Psikosis 145 1.81 1.07 1.44 2.67 1.65 2.18 dilakukan di negara yang maju, sehingga sering
kategorisasi gangguan jiwa dirasakan kurang sesuai
290 Dementia senilis dan 7 0.06 0.08 0.07 0.09 0.12 0.11
presenilis dengan gangguan-gangguanyang terdapat di negara-
293 Psikosis berhubu- negara yang sedang berkembang. Kini WHO sudah
ngan dengan kon- 5 0.08 0.02 0 05 0.12 0.13 0.08 menyadari hal ini dan fokus dari revisi X akan di-
disi serebral lain arahkan pada sindrom- sindrom yang banyak ter-
294 Psikosis berhubu- dapat di negara-negara yang sedang berkembang.
ngan dengan kon- 1 - 0.02 0.01 - 0.03 0.01
disi fisik lain Area penelitian yang penting pula adalah hu-
295 Skizofrenia 94 1.19 0.67 0.93 1.76 1.04 1.41 bungan antara perubahan sosial, perubahan ling-
296 Psikosis afektif 15 0.22 0.08 0.15 0.32 0.12 0.23 kungan hidup, perubahan sistem nilai, lingkungan kerja
297 Kcadaan paranoid 11 0.08 0.14 0.11 0.12 0.22 0.16
298 Psikosis lain 12 0.18 0.06 0.12 0.26 0.09 0.18
dan sebagainya dengan gangguan jiwa dan
299 Tak tergolongkan kesehatan jiwa. Penelitian-penelitian ini di satu
Retardasi Mental 12 1.07 1.42 1.25 1.57 2.22 1.89 pihak dilakukan oleh disiplin kesehatan jiwa, di
lain pihak harus dilakukan dalam kerjasama dengan
310 Taraf perbatasan 2 0.43 - 0.21; 0.63 - 0.32 ilmu-ilmu sosial, seperti psikologi sosial, psikologi
311 Ringan. 6 0.43 0.81 0.62 0.63 1.27 0.94 klinik, ilmu kesehatan masyarakat, antropologi
312 Sedang 4 0.21 0.61 0.41 0.31 0.95 0.63 budaya, antropologi kesehatan, sosiologi kesehatan
Epilepsi 26 0.22 0.30 0.26 0.32 0.46 0.39 dan sebagainya.
Grand mal 23 0.18 0.28 0.23 0.26 0.43 0.35 Pengembangan psikometrika perlu sekali dalam
Petit mal 3 0.04 0.02 0.03 0.06 0.03 0.04
masa depan, karena ini akan memperkaya perben-
daharaan penilaian keadaan kesehatan jiwa. Sebagai-
mana kini dirasakan, perusahaan-perusahaan swasta
Tabel 4. Angka prevalensi dari psikosis, per 1000 penduduk menurut umur, maupun instansi-instansi pemerintah sudah merasa
Kecamatan Tambora Jakarta Barat, Tambora I.
perlu memiliki sarana tenaga manusia yang dapat
Prevalensi diandalkan, khususnya dalam rangka tinggal landas
yang akan datang. Oleh karena itu penilaian psiko-
Kategori Penyakit/gangguan Jumlah 16-25 26-45 >46 Total patologi tidak lagi dapat dilakukan oleh para psi-
pasien
kiater dan psikologi saja, tetapi harus sudah mulai
PSIKOSIS 145 1.82 2.22 2.48 2.18 mengikutsertakan para non profesional. Untuk
290 Dementia senilis dan pre- 7 - - 0.44 0.11 keperluan ini mereka perlu sekali dibantu dengan
senilis perlengkapan-perlengkapan instrumen evaluasi ke-
293 Psikosis berhubungan 5 0.05 0.06 0.12 0.08 tenagaan yang dapat dipercaya dan diandalkan.
dengan kondisi serebral
lain Kerjasama antara disiplin psikologi dan psikiatri
294 Psikosis berhubungan 1 0.05 - - 0.01 sangat dirasakan untuk proyek-proyek semacam ini.
dengan kondisi fisik lain Namun demikian Departemen Kesehatan se-
295 Skizofrenia 94 1.12 1.57 1.43 1.41
296 Psikosis afektif 15 0.22 0.22 0.25 0.23
yogyanya tidak tertutup untuk penelitian-peneliti-
297 Keadaan paranoid 11 0.11 0.22 0.12 0.16 an yang walaupun sekarang tampaknya masih be-
298 Psikosis lain 12 0.27 0.15 0.12 0.18 lum . dianggap prioritas, tetapi yang di kemudian
299 Yang tak tergolongkan hari dapat menjadi topik penelitian yang sangat
fundamental untuk menyukseskan pembangunan.
Penelitian-penelitian ini dilakukan oleh banyak peneliti yang
biasanya membiayainya sendiri. Koordinator: Dr. Rudy Salan
dan Dr. Yul Iskandar.
PENELITIAN KESEHATAN JIWA DI MASA DEPAN
Penelitian yang kini sedang dilakukan dan yang masih
akan berjalan lebih lanjut untuk masa depan adalah penelitan
tentang kategori diagnostic untuk klasifikasi diagnostic WHO
tentang gangguan jiwa. Sebagaimana diketahui, klasifikasi
diagnostic WHO setiap 10 tahun akan mengalami revisi yang

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Penelitian di Bidang Kesehatan Jiwa
di Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Antara 1980-1987
W. Edith Humris
Koordinator Riset di Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN Pemeriksaan status mentalis biasanya dilakukan dengan


observasi dan wawancara. Supaya data dari wawancara dapat
Seperti juga dibidang ilmu kedokteran lain, penelitian di dipakai untuk kepentingan riset maka diperlukan kuesioner
bidang psikiatri bersifat klinis dan dilakukan pada sekelompok yang telah diuji reliabilitas dan validitasnya.
responden. Perbedaannya ialah etiologi dalam bidang kedokter- Hal lain yang harus diingat ialah untuk mengobati ganggu--
an jiwa bersifat multi/aksial yaitu yang berhubungan dengan an mental emosional dapat digunakan berbagai pendekatan
kondisi fisik-biologik, sosio-budaya dan psikologik-edukasio- yang dapat digolongkan dalam 3 kategori:
nal. Keadaan ini acapkali digambarkan sebagai konsep "tiga 1) Terapi medisinal yang biasanya dilakukan dengan obat--
roda" yang saling berpotongan. Di samping itu perlu diingat obatan dari golongan neuroleptika, anxiolitika dan antidepresan.
pula bahwa gangguan dalam salah satu aspek akan dapat meng- 2) Psikoterapi.
akibatkan gangguan dalam aspek lain. Contohnya retardasi 3) Manipulasi sosial, misalnya perawatan di rumah sakit yang
mental (dengan istilah populer disebut sebagai tuna grahita berarti bahwa untuk sementara waktu pasien terhindar dari
atau cacad mental) yang disebabkan oleh kelainan organik suasana penuh stres di rumah.
biasanya juga menimbulkan gangguan dalam proses belajar Dapat disimpulkan, ruang lingkup untuk penelitian di
(aspek psikologik edukasional) dan kesukaran dalam men- bidang kesehatan jiwa sangat luas. Tanggung jawabnya tidak
jalankan peran-sosial. hanya terbatas pada perawatan orang dengan gangguan jiwa
yang berat (misalnya psikosis) saja, tetapi bagian ilmu ke
dōkteran lainnya serta masyarakat pada umumnya membutuh-
kan psikiatri supaya dapat mencapai taraf kesehatan yang
optimal yaitu secara fisik, mental dan sosial.
PENELITIAN ANTARA 1980—1987
Bagian Psikiatri juga dituntut untuk menjalankan Tri-
darma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan
pelayanan masyarakat. Dengan segala keterbatasannya di-
usahakan untuk menjalankan ketiga tugas ini dengan sebaik-
baiknya. Penelitian yang dilakukan adalah dalam rangka
pendidikan 'S2 yaitu sebagai persyaratan terakhir untuk men-
Perlu diingat pula, pemeriksaan di Bagian Psikiatri dapat jadi dokter ahli jiwa. Apa yang akan diteliti dibicarakan dalam
dibagi dua, yaitu: suatu seminar yang dipimpin oleh anggota staf Bagian Psikiatri.
1) pemeriksaan fisik-neurologik dan laboratorium Setelah judul dan rancangan penelitian disetujui, barulah
2) pemeriksaan status mentalis : asisten dapat melakukan pengumpulan data. Dengan demikian
a) emosi dan alam perasaan maka pelaksanaan riset merupakan suatu pendidikan bagi
b). persepsi asisten supaya mempunyai • ketrampilan membuat rancangan
c) keadaan proses berpikir penelitian, melakukan pengumpulan data, mengadakan analisis
d) keadaan kognitif/intelektual serta melaporkannya dalam karya tulis.
e) perilaku Penelitian yang biasanya dilakukan merupakan penelitian

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 7


ex post facto dan merupakan studi komparatif yang mencari 2. Penelitian mengenai pengaruh/akibat suatu penyakit atau
korelasi antara beberapa variabel. Sampel yang diambil biasa- kondisi tertentu terhadap aspek tertentu dari lingkungan:
nya bersifat selektif (purposive sampling) dengan jumlah a. pengaruh luka bakar terhadap sikap ibu
respondent yang terbatas, tetapi telah diperhitungkan dengan b. pengaruh perawatan pasien karsinoma terhadap sikap
metoda statistik. Kebanyakan penelitian bersifat kuantitatif perawat
dan ada hipotesis yang diuji. Jumlah penelitian yang kualitatif/ c. pengaruh perawatan pasien di ICU terhadap keadaan
deskriptif sangat terbatas. Di bawah ini disajikan tabel me- emosional perawat.
3. Penelitian lainnya yaitu :
ngenai lokasi penelitian :
Lokasi Penelitian Jumlah %
a. meneliti hubungan antara suatu pola tingkah laku ter-
I. Di Bagian Psikiatri 10 18,2 %
tentu dengan suatu penyakit (penyakit jantung koroner)
H. Di bagian lain dari suatu R.S. 19 34,5 % b. mengukur validitas dan reliabilitas daripada instrument
III. Di lembaga lain di luar R.S. 33 41,8 % wawancara.
(panti-asuhan, lembaga pemasyarakat- c. meneliti hubungan antara psikopatologi dan infertilitas
an, dan lain-lain). dengan hiperprolaktinemi.
IV. Di Rt/Rw/Kelurahan 3 5,5 % . Untuk penelitian ini diperlukan pengukuran daripada
N= 55 100 % kadar prolaktin dalam darah yang cukup mahal biaya-
I. Penelitian di Bagian Psikiatri. nya tetapi dapat diatasi berkat bantuan daripada World
Health Organization.
Jumlah penelitian yang dilakukan di Bagian Psikiatri ada 10 III. Penelitian di lembaga di luar Rumah Sakit.
(sepuluh) 'buah, di antaranya 6 (enam) mengenai gangguan
jiwa yang berat yaitu skizofrenia untuk mendapatcara diag- Yang termasuk kategori ini adalah :
nostik yang lebih tepat dan pengenalan sindrom daripada 1. Penelitian mengenai gangguan emosionil pada anak dalam
gangguan jiwa itu, berjumlah 4 (empat) buah. Di samping itu, panti asuhan, antara lain: depresi, agresi, kesulitan belajar,
citra diri dan deprivasi maternal.
ada juga yang mencoba melihat pengaruh pengobatan medi-
2. Penelitian mengenai retardasi mental, antara lain bagai-
sinal dan rehabilitasi terhadap penyakit tersebut, sebanyak 2
mana sikap ibu dari anak yang menderita retardasi mental
(dua) buah.
dan psikopatologi keluarga apa yang dapat timbul bila
Penelitian lainnya adalah :
salah seorang anak menderita retardasi mental. Juga di-
1. Perbedaan parenting style antara ibu dengan pendidikan selidiki bagaimana citra diri remaja yang menderita retardasi
tinggi dan rendah pada anak dengan reaksi adaptasi. mental ringan.
2. Problema emosional dalam pendidikan keahlian psikiatri. 3. Penelitian mengenai kriminalitas dan .kenakalan remaja
Penelitian ini bersifat kualitatif/deskriptif dan tidak ada antara lain :
hipotesis yang dibuktikan, tetapi dianggap bahwa dalam Apa yang menjadi latar belakang dari depresi, kepribadian
pendidi_kan keahlian psikiatri faktor emosional dan ke- psikopatik dan gangguan pada status mentalis. Juga diteliti
pribadian memainkan peranan yang penting. bagaimana akibat dari penahanan narapidana di Lembaga
3. Anxietas dan tes penampilan psikomotor, suatu peneliti- Pemasyarakatan yang menyebabkan terjadinya sexual
an pada sekelompok pasien. abstinence. Mengenai kenakalan remaja diteliti apakah
4. Kelainan psikiatrik pada anak yang ibunya menderita yang menjadi latar belakangnya, yaitu gangguan dalam
skizofrenia meneliti pengaruh daripada gangguan jiwa mencari identitas diri dan perpisahan dengan orangtua
dari ibu terhadap status mentalis anak yang diasuhnya. sebelum usia 10 (sepuluh) tahun.
Seperti diketahui maka skizofrenia merupakan hambatan 4. Penelitian mengenai geriatri, antara lain: bagaimana ke-
yang berat bagi ibu yang menderitanya untuk menjalan- adaan emosionil dari para lanjut usia serta citra dirinya.
kan peranannya sebagai ibu. Juga diselidiki apakah ada gangguan dalam pola tidurnya
II. Penelitian di bagian lain dari Rumah Sakit yang termasuk yang dihubungkan dengan keadaan depresi.
5. Penelitian mengenai masalah perceraian yaitu apakah masa-
dalam kategori ini :
lah seksual merupakan salah satu latar belakangnya.
1. Penelitian mengenai pengaruh/akibat suatu penyakit atau 6. Penelitian mengenai apakah suatu keadaan tertentu akan
kondisi tertentu terhadap aspek tertentu daripada status menimbulkan psikopatologi yang lebih berat misalnya
mentalis atau kepribadian (13 buah). bekerja di ruang mesin kapal dengan suara yang gaduh.
Penyakit atau kondisi tertentu itu adalah : 7. Penelitian mengenai apakah para pengemudi bis angkutan
a. perawatan anak di rumah sakit penumpang yang mengalami kecelakaan lalu lintas ber-
b. abortus akibat korban fatal menunjukkan suatu gangguan dalam
c. penyakit terminal status mental.
d. luka bakar 8. Lain: survey pola penulisan resep benzodiazepin di Jakarta.
e. infertilitas IV. Penelitian di RT/RW/Kelurahan merupakan penelitian
f. klimakterium lapangan yang berusaha meneliti suatu masalah dalam masya-
g. kegagalan ginjal menahun rakat yaitu: putus sekolah, gejolak emosionaldalam masa
h. epilepsi remaja serta retardasi mental. Penelitian itu adalah :
i. sterilisasi a. Putus sekolah dan kenakalan remaja serta masalah emosio-
j. usia lanjut. onalnya pada remaja laki-laki di Kelurahan Tomang Jakarta.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


b Keadaan sosial ekonomi dan frekuensi retardasi mental belum pernah melakukan riset sebelumnya, tetapi supervisi
ringan dan borderline pada anak di Kelurahan Kebon Jeruk senantiasa dilakukan oleh anggota staf Bagian Psikiatri.
Jakarta. 4) kuesioner yang digunakan adakalanya belum diuji relia-
c. Problema emosional pada remaja yang taat menjalankan bilitas dan validitasnya.
agamanya. 5) jumlah variabel dalam psikiatri sangat banyak dan sukar
Perlu pula ditambahkan bahwa penelitian terhadap anak dan dihindarkan; hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan mem-
orang tuanya cukup banyak dilakukan yaitu sebanyak 36,4% perbesar jumlah sampel dan menggunakan komputer untuk
(20'penelitian). analisis data.
Penelitian yang khusus dilakukan terhadap anak jumlahnya
25.5% (14 penelitian) dan terhadap orangtuanya 10,9% (6 pe- KESIMPULAN
nelitian). Telah diuraikan ruang lingkup yang luas dari penelitian ke-
Penelitian terhadap anak mendapat minat yang khusus di sehatan jiwa di Bagian Psikiatri FKUI. Juga telah dikemuka-
Bagian Psikiatri FKUI oleh karena anak merupakan penerus kan jenis-jenis penelitian dan keterbatasan dari Bagian Psi-
dari generasi umat manusia. Kepribadian pada anak belum kiatri FKUI untuk melakukan penelitian. Dalam lampiran
terbentuk sepenuhnya dan masih belum "kaku" sifatnya, dapat ditemukan semua penelitian yang telah dilakukan
sehingga bila diagnostik gangguan jiwa dapat cepat ditegak- antara 1980 — 1987.
kan, maka terapinyapun lebih cepat dapat diberikan dan ke-
mungkinan berhasilnya lebih besar. Di samping itu perlu secara
teratur diadakan pemantauan terhadap masalah atau kondisi LAMPIRAN
yang berbahaya bagi perkembangan anak oleh karena hambat- PENELITIAN YANG DILAKUKAN ANTARA 1980–1987
an yang berat akan mempunyai pengaruh yang besar juga ter- DI BAGIAN PSIKIATRI FKUI
hadap kesehatan jiwa anak dan remaja. Cukup banyak masalah
yang mengancam kesehatan jiwa anak dan remaja antara lain
Tahun 1980
kenakalan remaja, juga termasuk masalah narkotika, cacad 1. Penelitian psikiatri pada remaja yang ditudūh / dihukum karena
mental serta lainnya. Di samping itu ada anak-anak yang dapat tindak pidana mencuri di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang
digolongkan dalam golongan high risk yaitu anak yang hidup dalam bulan Maret – April 1980.
dan berada dalam lingkungan yang kurang menguntungkan – Paints D. Tjahjadi
bagi perkembangannya misalnya: anak dari ibu yang men- 2. S e x u a l a b s t in e n c e p a d a n a r a p i d a n a d i L P . C i p i n a n g , J a k a r t a .
– Dengara Pane
derita skizofrenia dan anak di panti asuhan. Pada anak-anak 3. Penelitian tentang kepribadian psikopatik di LP Cipinang, Jakarta
tersebut terdapat kecenderungan yang lebih besar untuk men- terhadap para pelaku pembunuhan.
derita gangguan jiwa di kemudian hari. – Suryanto. M.
Penelitian mengenai terapi dan rehabilitasi dalam psikiatri 4. Penelitian status mental pada sekelompok narapidana di LP
masih sangat sedikit dilakukan, yaitu hanya sebanyak 3,6% Cipinang Jakarta.
– Frans Sumampouw.
(2 penelitian). Penelitian mengenai psikoterapi memang sangat 5. Keadaan depresi pada narapidana di LP Cipinang, Jakarta.
sukar untuk dilakukan oleh karena sulit untuk memberikan − Juswan Effendi
psikoterapi yang uniform pada setiap responden. Untuk meng- 6. Perbedaan perenting style antara ibu dengan pendidikan tinggi
adakan penelitian mengenai obat maka Bagian Psikiatri FKUI dan rendan pada anak dengan reaksi adaptasi.
harus mengikuti Pedorpan Uji Klinik yang ditetapkan oleh – D. Soestiantoro.
Tahun 1981
Bāgian Farmakologi FKUI dan memenuhi persyaratan kode 7. Penelitian tentang reaksi perilaku anak pada masa laten dengan
etik kedokteran. Terdapat kesan bahwa perusahaan farmasi penyakit fisik terhadap perawatan di Rumah Sakit Bagian IKA
yang biasanya membiayai penelitian mengenai obat sangat RSCM.
sulit mengikuti persyaratan itu, sehingga penelitian obat – Al Bachri Husin.
yang ilmiah di Bagian Psikiatri sangat jarang dapat dilaksana- 8. Keadaan depresi pada wanita yang menghendaki pengguguran
kandungannya.
kan.
– Amoroso Katamsi.
Ada beberapa penelitian yang dilakukan dengan kerja- 9. Penelitian preliminer tentang pola tingkah laku type A pada pen-
sama Departemen Kesehatan tetapi tidak diuraikan dalam derita penyakit jantung koroner.
makalah ini. – Murcuanto Dewanto.
HAMBATAN DAN KESUKARAN DALAM MENGADAKAN 10. Keadaan depresi pada pasien Lymphoma Malignum .
− Lukman Mustar.
PENELITIAN
11. Survey pola penulisan resep Benzodiazepin di Jakarta.
Penelitian di Bagian Psikiatri mempunyai banyak ke- – Robert Reverger.
terbatasan antara lain : Tahun 1982
1) terbatasnya dana dan prasarana untuk penelitian; untuk 12. Penelitian tingkah laku agresi pada anak-anak Panti Asuhan Vincen-
penelitian psikiatri biologik diperlukan laboratorium yang tius Jakarta.
canggih yang sampai sekarang belum dimiliki oleh Bagian – Nusjirwan Jusuf. .
13. Penelitian mengenai reaksi dari sikap ibu yang mempunyai anak
Psikiatri. dengan Retardasi Mental Ringan.
2) terbatas dalam manpower oleh karena dilakukan oleh se- 14. Citra diri remaja di Panti Asuhan.
orang asisten, dibantu asisten lain, tenaga perawat dan ad- - Tun Kurniasih Bastaman
ministrasi. 15. Penelitian mengenai hubungan “parental loss” dengan depresi
dilakukan pada remaja Panti Asuhan Vincentius.
3) terbatas dalam ketrampilan oleh karena asisten biasanya

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 9


- Ali Tjandrahusada. — Asianto Supargo.
16. Penelitian tentang pengaruh keadaan emosional pada prestasi 36. Hubungan antara depresi dan perawatan menginap di Rumah Sakit
belajar anak kelas III — IV SD di Panti Asuhan Vincentius Putra, pada anak dalam fase laten yang menderita sakit ginjal.
Jakarta. -- Dewi Suriani.
— Suwondo.
17. Problema emosional dalam pendidikan keahlian psikiatri. Tahun 1985
— Rusdi Maslim.
18. Penelitian tentang gejala-gejala psikopatologik pada sekelompok 37. Citra diri dan depresi pada penderita epilepsi umum dengan kejang
karyawan Direktorat Perkapalan dan Telekomunikasi Pertamina tonik-kronik.
yang bekerja di kapal-kapal. -- Julizar Darwis.
— Soegito. 38. Citra diri pada remaja dengan Retardasi Mental Ringan.
19. Gangguan "body image" dan keadaan depresi pada pasien luka -- M. Aminullah Moeloek.
bakar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 39. Studi perbandingan depresi pada akseptor medis operatif wanita.
— M. Lawi Jusuf. -- Ngadiono Hastering.
40. Studi perbandingan antara perkembangan kognitif anak-anak yang
Tahun 1983 tinggal di Panti Asuhan dengan yang tinggal dengan kedua orang tuanya.
20. Keadaan sosial ekonomi dan frekuensi Retardasi Mental Ringan -- Hartati Kurniadi.
dan Borderline pada di Kelurahan Kebon Jeruk, Jakarta. 41. Kenakalan remaja laki-laki dan kaitannya dengan usaha mencari
— Dwidjo Saputro. identitas
21. Perbandingan gangguan emosional antara kelompok suami di- -- Marodjahān Siregar.
bandingkan dengan kelompok istri, pada pasangan infertil yang 42. Kecemasan pada perawat yang merawat pasien dengan karsinoma
ingin mempunyai anak. di Bagian Kebidanan.
− Nadjmir. -- Wierianto Prasodjo.
22. Ansictas dan tes penampilan psikomotor, satu penelitian pada 43. Sikap ibu dari penderita Skizofrenia Subkronik dan Kronik
kelompok pasien. dengan handicap ringan dan berat.
— Kedja Musadik. -- Benny Ardjil.
23. Penelitian tentang keadaan emosional wanita lanjut usia yang men-
dapat santunan dari Home Care di Kelurahan Kwitang. Tahun 1986-
— Hariwibowo Gunadi.
24. Citra dari para wanita usia lanjut yang mendapat santunan Home 44. Pikiran konkrit pada pasien Skizofrenia.
Care tahun 1983. --- Rahayu B. Mulyanto.
— Nuraini MalawatFatah. 45. Gejala disfungsi psikoseksual pada isteri pasangan infertil yang
25. Test Bender Gestalt pada Skizofrenia dan Neurosa. mengalami gangguan mental emosional.
— M. Muadz. -- J.J. Thomarius.
46. Kelainan psikiatrik pada anak yang ibunya menderita Skizofrenia.
Tahun 1984 -- Antonius Suryadi.
26. Putus sekolah dan kenakalan remaja serta masalah emosionalnya 47. Gangguan perkembangan pada anak dengan deprivasi maternal.
pada remaja laki-laki di Kelurahan Tomang, Jakarta. -- Izas Intan Tamba.
− Yahya Lengkong. 48. Pengaruh perpisahan dengan orang tua sebelum usia sepuluh tahun
27. Diagnostik Skizofrenia berdasarkan pedoman dari Schneider dan pada remaja yang melakukan kenakalan remaja.
konsep dari Mauler. -- Hartanto Gondoyuwono.
— K. Maria Poluan. 49. Dosis effektif medikasi chlorpromazine dan timbulnya gejala
28. Depresi para perawat wanita yang mengalami masa klimaktcrium parkinson pada pasien Skizofrenia.
pada salah satu rumah sakit di Jakarta. -- Danardi.
— Edina Sutjiadi.
29. Peranan disharmoni seksual suami isteri pada perceraian di wilayah Tahun 1987
Jakarta Timur.
— Nazif Manaf. 50. Manfaat terapi kerja sebagai usaha rehabilitasiterhadap kelompok
30. Psikopatologi dalam subsistim keluarga dari anak yang menderita Skizofrenia Paranoid dan kelompok Skizofrenia Hebefrenik.
Retardasi Mental Sedang. -- Djunaidi Tjakrawerdaja.
— Jusni 1. Solichin. 51. Perbandingan pola tidur pada para lanjut usia yang tinggal di
31. Keadaan depresi pada pasien dengan kegagalan ginjal menahun. Panti Werdha dibandingkan dengan yang tinggal di luar panti.
— Jimmy Gunawan. -- Tony Setiabudi.
32. Problems emosional pada remaja yang taat menjalankan agama- 52. Kecemasan pada penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol.
nya. -- Nirami Syarif.
Eliyati D. Rosadi. 53. Hubungan antara psikopatologi dan infertilitas dengan hiperpro-
33. Studi perbandingan sikap ibu pada anak yang luka bakar dan laktinemi.
pada anak dengan infeksi akut. -- Ayub Sani Ibrahim.
— Surjono Nadi. 54. Status Mental pada pasien dengan kegagalan ginjal kronik yang
34. Keadaan status mental dari pengemudi bis angkutan penumpang menjalani hemodialisis ..
di daerah Metro Jaya yang mengalami kecelakaan lalu lintas ber- akibat -- Rachmatsyah Said.
korban fatal. 55. Studi perbandingan kecemasan pada perawat I.C.G. dengan pe-
-- Sri Gutomo. rawat rawat-nginap surgikal.
35. Penelitian taraf validitas dan reliabilitas antara peneliti instrumen -- Ivasruddin Noor.
wawancara pola perilaku dari Rosenman.
Penelitian No. 54 dan 55 sedang dilaksanakan.

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Pengaruh Pemanasan Pada Minyak Goreng
Yang Diobservasi Pada Tikus Putih
Risnawati Aminah
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

PENDAHULUAN tinggi dari pada penelitian terdahulu.


Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat umumnya meng-
gunakan minyak goreng untuk mengolah makanan, balk untuk BAHAN DAN METODA
lauk pauk maupun makanan kecil. Makanan gorengan dapat
diperoleh di kaki lima, toko makanan atau di pusat perbelanja- Bahan
an. Umumnya cara menggorengnya adalah dengan memasuk- 1. Minyak dan ransum percobaan
kan bahan makanan ke dalam minyak yang telah dipanaskan Minyak Barco dibeli dipasar Cikini, Jakarta Pusat. Minyak
terlebih dahulu, mungkin sampai suhu yang tinggi sekali dipanaskan terus menerus pada suhu 250° C secara konstan
sampai mengeluarkan asap dengan bau yang menusuk serta selama 30; 60; 90; 120 dan 150 menit. Untuk kontrol, minyak
pedih pada mata. Pada taraf ini terjadi oksidasi dan menyebab- Barco tidak dipanaskan.
kan perubahan struktur kimiawi pada minyak. Perubahan Minyak, baik yang dipanaskan maupun tidak dicampur makan-
akibat pemanasan tersebut antara lain terbentuk peroksida an dengan kadar 10% seperti tercantum pada tabel 1.
dan karbonil yang bersifat toksik (Ketaren, 1986).
Sudah diketahui bila minyak dipanaskan pada suhu tinggi Tabel 1. Komposisi makanan percobaan dengan masing-masing
menggunakan minyak Barco dan-pemanasan minyak
dan terus menerus akan menimbulkan gangguan dan kelainan
30; 60; 120; 150 menit
pada jaringan-jaringan tertentu. Telah dilakukan penelitian Per kg makanan percobaan Gram
permulaan pada tikus percobaan dengan menggunakan minyak
Barco yang telah dipakai menggoreng, kacang tanah. Minyak Minyak hasil pemanasan 100
tersebut dipanaskan pada suhu 205 C dan sudah dipakai Glucose 5
menggoreng kacang tanah 5 kali. Namun hasilnya tidak me- Campuran garam 10
nunjukkan efek toksik pada tikus percobaan. Campuran vitamin +
Susu bubuk skim 127
Di Indonesia makanan goreng tidak hanya diproduksi Beras ("Innis BGS) 758
pabrik, tetapi juga oleh pedagang kecil. Masyarakat umumnya Total 1000
menggunakan min yak berulang kali karena mahal harganya.
Produsen makanan besar, biasanya memperhatikan suhu, dan
jenis minyak yang digunakan. Sedangkan produsen kecil tidak 2. Hewan percobaan
demikian. Maka minyak yang dipakai mungkin telah meng- Enam puluh-ekor tikus jantan putih berumur 28 — 30 hari
alami oksidasi karena pemanasan tinggi dalam waktu lama. dibagi rnenjadi 6 kelompok yakni :
Telah diketahui bahwa makanan yang dijual pedagang ke- — Kontrol (minyak tanpa pemanasan)
liling digoreng pada suhu yang tidak diketahui berapa tinggi- — Kelompok I (pemanasan 30 menit)
nya dan minyaknya sudah berapa kali dipakai. Berdasarkan hal — Kelompok 11{pemanasan 60 menit)
ini, timbul pemikiran untuk mengetahui sejauh mana efek — Kelompok III (pemanasan 90 menit)
samping yang ditimbulkan sebagai akibat pemanasan. Untuk — Kelompok IV (pemanasan 120 =nit)
mendapatkan gambarannya, dilakukan penelitian lanjutan ter- — Kelompok V (pemanasan 150 menit)
hadap tikus percobaan. Pada percobaan ini digunakan minyak Setiap kelompok terdiri dari 10 ekor dan tiap ekor ditempat-
goreng Barco yang dipanaskan lebih lama dengan suhu lebih kan dalam 1 kandang.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 11


Metoda 4) Efisiensi makanan
1. Masa obiervasi Efisiensi makanan menunjukkan angka yang hampir sama
2. Parameter: antara kelompok kontrol dan ke 5 kelompok percobaan.
1. Protein Effeciency Ratio (P E R)(1 bulan) Efisiensi makanan dihitung pada akhir minggu ke 12 (tabel 2).
2. Berat badan (12 minggu). 5) Angka kematian
3. Jumlah Food Intake (12 minggu). Semua tikus masih hidup sampai akhir minggu ke 12 dan tidak
4. Efisiensi makanan (12 minggu). menunjukkan gejala klinis.
5. Angka kematian (12 minggu).
3. Perlakuan.: PEMBAHASAN
1. Berat tikus pada permuahan percobaan dibuat sama. Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul lemak akibat
2. Tikus ditimbang 2 kali seminggu. pemanasan tergantung dari 4 faktor: 1). Lamanya pemanasan,
3. Makanan .diberikan secara bebas 2 kali seminggu, yang 2). Suhu 3). Adanya akselerator misalnya oksigen atau hasil-
diketahui beratnya sebelum dan sesudah pemberian. hasil proses oksidasi dan 4). Komposisi campuran asam lemak
4. Minuman diberikan secara bebas. serta posisi asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida.
5. dibersihkan 2 kali seminggu. Proses kerusakan minyak dapat terjadi karena pemanasan
6. Alas kandang diberikan serbuk gergaji dan dilapisi kertas, (suhu) tinggi dan terus menerus mengakibatkan perubahan
untuk menampung makanan yang tercecer. susunan kimiawi karena terurainya gliserida menjadi gliserol
7. Fases dan sisa makanan yang tercecer dikumpulkan dan dan asam-asam lemak. Asam lemak yang terdapat dalam
ditimbang. minyak bersifat tidak stabil apalagi bila kena pemanasan.
Gliserol yang terjadi karena pemanasan akan berubah menjadi
HASIL akrolien, hal ini diketahui karena ada bau asap yang sangat
.Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. merangsang. Dalam kepustakaan dilaporkan, pemanasan
1) Nilai PER minyak mengalami perubahan kimia yaitu: 1) terbentuknya
Nilai PER kelima macam pemanasan minyak pada akhir peroksida -dalam asamlemak tidak jenuh, 2) peroksida berde-
minggu ke IV berkisar antara 3.19 - 3.73, sedangkan kontrol komposisi menjadi persenyawaan karbonil, 3) polimerisasi
3.46, maka tarnpak tidak ada perbedaan. oksidasi sebagian (Ketaren, 1986).
2) Berat badan Para peneliti melaporkan, bila minyak dipanaskan secara
Berat badan ditimbang setiap akhir minggu ke 4. Persentase berlebihan dan diberikan atau disuntikan pada hewan percoba-
kenaikan berat badan dapat dilihat pada tabel 2. an akan menimbulkan antara lain diare, kelambatan pertum-
3) Jumlah kōnsumsi makanan buhan, pembesaran organ, deposit lemak abnormal, kanker,
Jumlah makanan yang dikonsumsikan (Food Intake) dari gangguan saraf pusat dan mempersingkat umur. Keracunan
tiap kelompok tikus pada setiap 4 minggu hampir sama (tabel akibat asam hidroksi dari minyak juga dapat mengakibatkan
3 ). penyusutan berat badan tikus, pada limpa tikus akan me-
ngandung kadar karbonil 10 kali lebih besar jika dibanding
Tabel 2. Ringkasan basil penentuan berat badan dan efisiensi makanan tikus putih dengan makanan mengandung
minyak Barco yang telah dipanaskan selama 30; 60; 90; 120 dan 1S0 tnenit

Kadar Berat Kenaikan berat badan pada akhir


Jumlah protein rata-rata minggu ke :
Makanan Tikus makanan pada per Efisiensi makanan
Eksperimen mulaan pada akhir XP
XP VI VIII XII

N G% g. g g% g !i` g. g%

Susu skim + Beras 10 10.33 49.4 91.5 100.0 154.1 100.0 182.4 100.0 0.238
(Minyak Barco) (Nx6.12)
Susu skim + Beras 10 9.22 49.4 90.4 98.8 153.4 99.5 186.5 102.2 0.237
(p.m 30 mean) (Nx6.12)
Susu skim + Beras 10 9.92 49.4 90.4 98.8 145.6 94.5 170.1 93.3 0.230
(p.m. 60 menit) (Nx6.12)
Susu skim + Beras 10 9.58 49.4 90.6 99.0 153.2 99.4 176.0 96.5 0.220
(p.m. 90 menit) (Nx6.12)
Susu skim + Beras 10 10.14 49.4 92.5 101.1 149.7 97.1 162.6 89.1 0.216
(p.m. 120 menit) (Nx6.12)
Susu skim + Beras 10 19.36 49.4 83.9 91.7 142.6 92.5 167.6 91.9 0.221
(p, n.150 menit) (Nx6.12)

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Tabel 3. Ringkasan hasil jumlah makanan yang dimakan dan angka Protein Efficiency Ratio tikus putih dengan makanan
yang mengandung minyak Barco, yang telah dipanaskan selama 30; 60; 90;120 dan 150 menit

- PER ± SD Jumlah makanan yang dimakan rata-rata


Jumlah Kadar Berat rata- (protein tikus secara kumulatif pada akhir minggu
Makanan Tikus protein rata awal efisiensi ke:
Eksperimen makanan tikus eks- ratio)
eksperi- perimen (4 minggu)
men VI VIII XII
n 8`~ 8
` %
Susu skim + Beras 10 10.33 49.4 3.46 ±0.16 58.8 100.0 561.2 100.0 765:9 100.0
(minyak Barco) (Nx6.12)
Susu skim + Beras 10 9.22 49.4 3.73 ± 0.33 260.9 100.0 523.5 101.4 786.8. 102.7
(p.m. 30 mcnit) (Nx6.12)
Susu skim + Beras 10 9.92 49.4 3.59 ± 0.11 253.6 98.0 505.6 97.9 739.9 ' 96.6
(p.m. 60 menit) (Nx6;12)
Susu skim + Beras 10 9.58 49.4 3.19 ± 0.34 293.8 113.5 561.0 108.7 801.7 104.1.
(p.m. 90 merit) (Nx6.12)
Susu skim +Beras 10 10.14 49.4 . 3.48 ± 0.17 261.4 101.0 532.3 103.1 752.8 *8.3
(p.m. 120 menit) (Nx612)
Susu skim + Beras 10 9.36 49.4 3.62 ± 0.16 247.1 953 516.3 100.0 757.6 98.9
(p.m. 150 menit) (Nx6.12)

Penambahan Berat Badan (g)

PER = Jumlah Protein yang dimakan


dengan kontrol. Efek samping inilah yang menunjukkan Tabel 4. Nilai PER dan Kenaikan Bent Badan tikua putN& yang diberi
makan minyak Barco dengan pem;nasan 30; 60; 90;120
bahwa minyak yang dipanaskan berlebih-lebihan berakibat
dan 150 menit
buruk pada tikus percobaan (Ketaren, 1986).
Sinkeldam (1983) melaporkan, bila minyak kacang Makanan Jumlah Berat Kenaikan berat badan PER ± SD
tanah, minyak biji bunga matahari, minyak kacang kedelai, Eksperimen Tik Tikus pada akhir minggu ke:
rape seed oil dan campuran minyak palm dengan lowarucic awal
acid rapeseed oil dipanaskan selama 20 hari berturut-turut 1V . VIII XII
Ekspe
pada suhu 200° C selama 12 jam setiap hari, tidak meng- rimen
g g g
n 8
akibatkan efek negatif baik pada pertumbuhan, jumlah kon-
Susu skim + 10 49.4 91.5 154.1 182.4 3.46±0.16
sumsi makanan maupun effisiensi makanan pada anak tikus.
Beras (mi- 10 49.4 90.4 153.4 186.5 3.7310.33
Hasil penelitian pada tikus putih yang diberi makan nyak Barco)
minyak yang telah dipanaskan pada suhu 182° C selama 120 Susu skim +
jam tanpa digunakan untuk menggoreng terlihat kelainan pada Beras (p.m. 10 49.4 90.4 145.6 170.1 339±0.11
hati dan gangguan pertumbuhan, akan tetapi tikus yang diberi 30 menit)
minyak jelantah komersial dengan kadar 20% tidak menunjuk- Susu skim +
kan efek samping (Polling dkk 1960). Beras (p.m. 10 49.4 90.6 153.2 176.0 3.19±0.34
Sedangkan Keane (1959) melaporkan, minyak Cotton 60 menit)
Susu skim +
hydrogenated yang dipanaskan secara deep fat fryer selama
Beras (p.m. 10 49.4 92.5 149.7 162.6 3.48±0.17
24 hari dan dicampurkan makanan percobaan dengan kadar 90 mend)
20% tidak memberikan efek buruk pada tikus percobaan. Susu skim +
Hasil penelitian Oey dkk (1980), dengan minyak jelantah Beras (p.m. 10 49.4 83.9 142.6 167.6 3.62±0.16
sisa menggoreng kacang tanah pada suhu 205°C dengan waktu 120 menit)
goreng 1 x 15 menit sampai dengan 5 x 15 menit dan dicam- Susu skim +
purkan dengan kadar 10% pada makanan percobaan, tidak Beras(p.m.
menimbulkan efek buruk pada pertumbuhan tikus berdasar- 150 menit)
kan nilai PER, jumlah konsumsi makanan dan . efisiensi
makanan dibanding dengan tikus kontrol. sumsi makanan setiap kelompok percobaan dan kontrol tidak
Penelitian ini menggunakan minyak yang dipanaskan menunjukkan perbedaan yang nyata. Effisiensi makanan yang
pada suhu 250° C secara terus menerus selama 1 x 30 menit dihitung terhadap berat badan tikus (gram) dibagi dengan
.
sampai dengan 5 x 30 menit tidak jugā terlihat kelainan pada jumlah makanan (gram) tidak menunjukkan perbedaan antara
pertumbuhan, nilai PER dan kenaikan berat badan tikus per- kelompok percobaan . dengan kelompok tikus kontrol. Tabel
cobaan tidak berbeda dengan kontrol (tabel 4). Jumlah kon-

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 13


5 menunjukkan jumlah konsumsi makanan pada setiap akhir. an yang lebih cermat dengan menggunakan minyak yang sama
minggu ke IV, VIII, XII dan effisiensi makanan pada akhir mutu, jenis, lama pemanasan dan bahan yang digoreng dengan
penelitian. Dengan demikian, minyak yang dipanaskan sampai kualitas minyak yang digunakan ōleh pedagang kecil. Untuk
250° C dan waktu 150 menit belum mengakibat efek samping mengetahui macam minyak tersebut harus dilakukan survey ter-
pada hewan percobaan. lebih dahulu. Bila nanti diketahui bahwa suhu yang digunakan
produsen makanan terletak di bawah suhu 250° C atau sama,
Tabel 5. Jumlah Konsumsi Makanan, Effisiensi Makanan pada Tikus
maka minyak tersebut masih dianggap aman untuk dikonsumsi.
Putih yang Diberi Makan minyak Barco dengan Pemanasan
30; 60; 90; 120 dan 150 menit Namun demikian lama penggorengan serta macam makanan
yang digoreng perlu diperhatikan.
Makanan Jumlah Kadar Jumlah makanan yang Efisiensi
Eksperimen Tikus Protein dimakan pada akhir makanan
makan- minggu ke ( ) .pada akhir
KESIMPULAN
1V VIII XII Per men
penmen Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
n g% g g g
1) Minyak goreng yang dipanaskan dari 30 sampai dengan 150
Susu skim + 10 10.33 258.8 516.2 765.9 0.238 menit pada suhu 250° C tidak menimbulkan efek samping ter-
Beras (mi- (Nx6.12) hadap pertumbuhan tikus percobaan.
n yak Barco)
2) Diduga minyak goreng yang dipanaskan sampai 250° C,
Susu skim + 10 9.22 260.9 523.5 786.8 0.237
Beras (p.m. (Nx6.12)
belum mengalami perubahan struktur kimia yang bersifat
30 menit) toksik.
Susu skim + 10 9.92 253.6 505.6 739.9 0.230
Beras (p.m. (Nx6.12) KEPUSTAKAAN
60 menit)
1. Association of Official Agricultural Chemist, Official Methonds of
Susu skim + 10 9.58 293.8 561.0 801.7 0.220 Analysis, 11 th ed. Washington, D.C. 1970.
Beras (p.m. (Nx6.12) 2. Association of Official Agricultural Chemist, Offpcial Methonds
90 menit) of Analysis, 12 th ed. Washington, D.C. 1975.
Susu skim + 10 10.14 261.4 523.3 752.8 0.216 3. Keane KW, Jacobson GA, Krieger CH. Biological and Chemical
Beras (p.m, (Nx6.12) Studies on 'commercial frying oils. J Nurt 1959; 68 : 57.
120 menit) 4. Ketaren S. Pengantar Teknologi Minyak dan lemah pangan. Ed. 1.
Susu skim + 10 9.36 247.1 516.3 757.6 0.221 UI—Press, Jakarta 1986.
Beras (p.m. (Nx6.12) 5. Oey KN, Judith H, Getruida NS, Risnawati A. Amannya minyak
jelantah untuk manusia. Makalah disajikan pada Seminar Biokimia
150 menit) ke VII di Padang, 1986.
6. Polling CE, Warner, Hane PE, and Rice EE. The Nutritional value
of Rats After Use in Commercial Deep Fat Fryng, J Nurt 1960;
Penelitian yang dilakukan oleh Sinkeldom, Polling, 72 : 19.
Keane dan Oey •KN; jugs tidak menunjukkan kelainan pada 7. Sinkelde EJ, Wysman JA, Roverts WG and Wouterse RA. Toxico-
logical and Nutritional Evaluation of Five Different Heated Oils
hasil penelitiannya. in Rats, 6e Congres International Sur Le Coiza, Paris, 17 — 19 Mei
Untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam ten- 1983.
tang efek toksik dari minyak jelantah perlu dilakukan peneliti- 8. Sweetman DM. Food Selection and Prepararation. Third edition
The Use of Fats for Frying, 1943; p. 294.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Sakarin Sebagai Pemanis
Geertruida Sihombing
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI., Jakarta

PENDAHULUAN an dan jajanan manis yang disukai anak-anak sebagai kelompok


rentan gizi dengan cara organoleptik dan kinmiawi. Disamping
Sakarin yang dikenal antara lain dengan nama 0—sulfon- itu dilakukan pula percobaan yang sederhana dengan 5 macam
benzoic imide pertama kali ditemukan oleh Remsen pada kadar Na-Sakarin pada tikus percobaan selama 6 minggu.
tahun 18791. Bahan ini mempunyai rasa manis kira-kira 550
kali sukrosa, namun struktur kimiawinya tidak sama dengan MATERI DAN METODA
hidrat arang, sehingga tidak bernilai kalori2. Garam Natrium
Pemeriksaan kimiawi
dari sakarin mempunyai rasa manis sama dengan sakarin tetapi
Dibeli 30 macam contoh makanan olah dari pusat per-
lebih mudah larut, sehingga dimanfaatkan untuk pembuatan
belanjaan Jatinegara dengan perincian sebagai berikut:
makanan diet dan telah banyak dipasarkan3'4. Dengan daya
1. 10 macam minuman yang terdiri dari 3 macam sirup, 2
manis sakarin yang tinggi tapi non-kalorik, para pasien diabet
macam es krim, dan 5 macam minuman terbuka.
dan mereka yang ingin melangsingkan tubuh telah dapat me-
2. 10 macam gula-gula.
nikmati rasa manis hidangannya dengan tetap dapat memper-
3. 10 macam kue-kue.
tahankan beratbadannya5.
Sakarin diidentifikasi secara organoleptik dan kimiawi me-
Sebagai pemanis non-kalorik, sakarin umumnya paling
nurut metoda salisilat dan kadarnya ditentukan secara kolori-
banyak digunakan pabrik minuman dan makanan berkalori
metris menurut metoda phenol9'10. Sebagai bahan pem-
rendah khususnya ditujukan untuk konsumen diabet dan
banding digunakan standard referens Natrium-sakarin produk
obes (Tabel 1). .Bagaimana penggunaan sakarin di Indonesia?
Fisher Scientific Company.
Pada penelitian terdahulu, diketahui, bahan pewarna non-
pangan telah digunakan sebagai bahan tambahan kimiawi
"Feeding trial" pada tākus putih
(BTK) dalam pembuatan makanan dan minuman olah6.
Tiga puluh tikus putih jantan Strain Lembaga Makanan
Dengan masukan informasi ini timbul pula dugaan, sakarin
Rakyat (Wistar-derived) dibagi menjadi 5 kelompok. Kelom-
berdaya manis tinggi turut digunakan sebagai pemanis umum
pok pertama (kontrol) diberi makanan stock (Addendum 1);
dalam pembuatan makanan olah. Dugaan ini perlu dibuktikan,
kelompok ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 diberi makanan stock yang
karena:
mengandung masing-masing Natrium Sakarin dengan kadar
— Sakarin semula dianggap aman dan kalau dikonsumsi akan
1.4, 20, 50 dan 140 g per kilogram.
diekskresi tanpa mengalami perubahan metabolik4'' -
− Kemudian "The National Academy of Sciences" menyata- Tolok ukur toksbitas sakarin ditentukan
kan sakarin merupakan bahan karsinogen lemah pada 1. Gejala klinis
hewan dan karsinogen yang potensial pada manusia. Sebagai 2. Kenaikan berat badan (ditimbang satu kali seminggu)
tindak lanjut, diputuskan agar penggunaan sakarin dibatasi, 3. Jumlah makanan . yang dikonsumsi (dicatat satu kali se-
ditambah dengan keharusan untuk mencantumkan per- minggu)
ingatan pada label makanan olah yang mengandung saka- 4. Pemeriksaan darah meliputi:
rin3,8 - – FIB (hemoglobin) menurut metoda Cyaan11
Untuk mengetahui sejauh mana sakarin dipergunakan – Hematokrit diukur dengan tabung heparinized micro-
sehari-hari, telah dilakukan penelitian pada 30 macam minum- hematocrit

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 15


Tabel 1. Hasil Deteksi Kualitatif dan Kuantitatif Na Sakarin Nutrition Unit Diponegoro
Dalam 30 Macam Minuman dan Jajanan Adendum 1. National Institute for Health Research and Development,
Makanan/minuman Kuali- Na-Sakarin Na-Sakarin Ministry of Health
tatif mg/L mg/kg c/o Building SEAMED Tropmed - U.I.
Salemba 4, Jakarta
I. Minuman: -
1. Sirup 1 + 1320 Composition of Stockdiet for Albino-rats
2. Sirup 2 + 1430 (inbred Lembaga Makanan Rakyat (LMR)-strain)
3. Sirup 3 + 1520**
4. Es krim + 131 November 1980
5. Es krim + 140
6. Minuman terbuka 1 + 121 Protein Fat Weight Weight
7. Minuman terbuka 2 + 126 % in % in %
8. Minuman terbuka 3 + 129
9. Minuman terbuka 4 + 130 1. Rice 7.0 1 10.0 53.8
10. Minuman terbuka 5 + 132
II. Gula-gula: 2. Soybean, boiled, dried 40 18 4.5 . 24.2
1. Warna merah + 129
3. Peanut, shelled, fried 27 44 1.5 8.1
2. Warna merah + 130 4. Skim milk powder high 35 - 2.0 10:8
.
3. Warns jingga + 132 quality - 98 250 ml 1.2
4. Warna jingga + 133 5. Coconut oil
5. Warna kuning + 139 6. Kitchensalt - - 0.15 0.8
6. Warna kuning + 141
7. Warna hijau + 142 7. Bonemeal +Ferrous - - 0.25 1.3
8. Warna hijau + 143 Sulfate* - - 30 tab +
9. Warna ungu + 145 8. Vit. B-complex ** tabl.
10. Warna ungu + 146
111.Kue/ Jajanan*
9. Folic Acid 5 mg/tabL - - 4 tab +
1. Kelepon - 10. Vit. A + D3 in starch *** - - + +
2. Lapis - ±18.6kg 100 %
3. Nagasari -
4. Talam -
5. Wijen - Average Composition: Crude Protein 19.4 %
6. Bolu + 56 Total Fat 9.1 %
7. Cake + 62 Total Energy ± 370 cals
8. Kue kering 1 + 64 NPU-standard : 59
9. Kue kering 2 + 65
NPU-operative: 46
10. Kue kering 3 + 68
* FeSO4H2O powder 25.5 g in bonemeal 3 kg. )
* Hasil rata-rata dari tiga kali pemeriksaan setiap contoh
** B-complex
+ positif Each tablet contains :
- negatif Thiamin HCL 3 mg
** 1520 mg/L ~ 1578 mg/kg Riboflavin 2 mg
Pyridoxin HCL 0.5 mg
− Protein total diukur dengan AO-TS meter ("American Calcium Panto-
Optical Company, Buffalo-N.Y.'). thenate 2 mg
11 Nicotinamide 10 mg
− Ureum ditentukan menurut metoda Berthelot '
*** Rovimix A+D3 Type 500/100 Roche :
− Bilirubin total menurut metoda Jendressik and Groftt
− 1 gram contains 500.000 IU Vit. A + 100.000 IU Vit. D.
− SGOT (Serum glutamat oksaloasetat transaminase) di- − 12.5 gr. Rovimix to 400 g of starch.
tentukan menurut metoda Reitman and Frankel" . − For 18.6 kg of feed use 8 grams of starch + Rovimix (equiv. to
5. Pemeriksaan makro dan mikroskopis dilakukan pada organ- 0.25 g Rovimix).
organ tubuh. dalam es-krim antara 131-140 mg per kg; di dalam minuman
6. Angka kematian. terbuka ditemukan antara 121 mg-132 mg per Liter. Di dalam
gula-gula yang berwarna merah, jingga, hijau dan ungu Na-S
HASIL DAN PEMBAHASAN berada antara 129 mg-146 mg per kg.
Pemeriksaan kimiawi Di dalam kue basah dan kue kering Na-S hanya ditemu
Pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif sakarin dari 3 ke- kan pada 5 macam dari 10 macam yang diperiksa dengan Na-S
lompok contoh minuman dan jajanan memberikan hasil berkisar antara 56 mg - 68 mg per kg.
seperti tercantum di dalam tabel 1. Penyebaran sakarin terkon- "Feeding trial" pada hewan percobaan
setitrasi pada minuman dan gula-gula, dengan kenyataan, 100 Kelakuan dan gejala klinis kelompok Na-S selama 6
persen dari masing-masing 10 contoh secara konsisten me- minggu tampak normal seperti hewan kontroL
ngandung natrium-sakarin (Na-S). Kandungan Na-S pada 3 Kenaikan berat badan hewan percobaan umumnya lebih
macam sirup berkisar antara 1320 mg-1578 mg per Kg; di

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


lambat daripada hewan kontrol (gambar 1). Semakin tinggi Daftar Hasil "Significant Test" (Anova).
Jenis Peme- Hemoglo- Hemato- Total Ureum Bilirubin Serum
kadar Na-S dalam makanan semakin lambat kenaikan berat
riksaan bin krit Protein GOT
badannya. Pada akhir percobaan berat badan kelompok
kontrol adalah 204.5 g ± 0.39, sedangkan pada kelompok 1 . Ratio 91.888 68.478 15.625 150.549 59.244 10.637.80:
percobaan kadar Na-S terendah (1.4 g) adalah 191.3 g ± 1.63 P. Table 4.18 4.18 4.18 4.18 4.18 4.18
dan kelompok Na-S paling tinggi 140 g) hanya dapat men- Significancy *** *** *** *** *** ***
capai berat badan 149.5 g ± 2.0. Keterangan:*** = Highly Significant.
Konsumsi makanan per ekor per hari (gambar 1) rata-rata
13.5 g pada kontrol dan 8.9 g pada kelompok 140 g Na-S. Kadar Hb pada kelompok Na-S paling rendah (1.4 g)
adalah 11.0 g% ± 0.89 dan pada kelompok Na-S paling tinggi
Gambar 1. Kenaikan berat badan tikus yang diberi Na-sakarin dalam
makanan sehari-hari selama 6 minggu. (140 g) adalah 8.5 g% ± 0.12. Maka makin tinggi kadar Na-S
dalam makanan, semakin rendah kadar Hb nya. Pada kontrol
kadar Hb nya adalah 12.8 g% ± 0.45.
Hasil pemeriksaan kadar hematokrit tampak sebanding
dengan kadar Hb yakni makin tinggi kadar Na-S dalam ma-
kanan, semakin rendah nilai hematokritnya. Pada kelompok
kontrol, nilai hematokritnya adalah 40 g% ± 1.10 sedangkan
pada kelompok Na-S berkisar dari 40 g% ± 1.0 sampai dengan
31 g% 1 1.80 (tabel 2). Dengan demikian nilai Hb maupun
hematokrit dari hewan-hewan percobaan adalah jauh lebih
rendah dari pada nilai normal dari kelompok kontrol, maka
dapat disimpulkan bahwa efek samping sakarin antara lain
adalah gejala anemia.
Kadar ureum pada kelompok Na-S lebih tinggi dari
pada kelompok kontrol berkisar antara 46 mg/dl ± 1.17
sampai dengan 35 mg/dl ±1.60. Makin tinggi kadar Na-S
pada makanan makin tinggi pula kadar ureum dalam darah-
nya. Pada kontrol nilainya adalah 30 mg/dl ±0.63.
Kadar bilirubin dalam darah bervariasi antara 0.62 mg/dl -
Keterangan : Konsumsi makanan rata-rata/hari. 10.02 sampai 0.10 mg/dl ±0.02, 'sedangkan pada kontrol
I. Kontrol = 13.5 gee 0 mg Na-mkarin adalah 0.10 mg/dl ±0.01. Sekalipun kadar bilirubin tidak se--
II. 1.4 g Na-S/kg makanan stock = 13.0 g es 18.20 mg Na-sakarin
III. 20 g Na-S/kg makanan stock = 12.0 g c 240 mg Na-mkarin
cara konsisten semua meninggi, namun dapat dikatakan
IV. 50 g Na-S/kg makanan stock = 11.0 g ev 550 mg Na-sakarin bahwa hasil tersebut telah memberi petunjuk ada beberapa
V. 140 g Na-S/kg makanan stock = 8.9 g N 1246 mg Na-sakarin ekor tikus yang telah mengalami gangguan fungsi hati.
Pada kelompok Na-S kadar SGOT naik secara progressif
Pemeriksaan darah dan konsisten mulai 52 U/L ±1.47 sampai dengan 166 U/L
Tabel 2 menunjukkan rincian perbedaan yang mencolok dari ±1.26, sejalan dengan naiknya kadar Na-S dalam makanan.
hasil nilai-nilai Hemoglobin (Hb), Hematobit, Ureum, Pada kelompok kontrol, nilai ini hanya 47 U/L ± 0.89. Hasil
ini memperkuat hasil pemeriksaan
Tabel 2. Beberapa Nilai Hematologi, Komposisi Kimiawi, dan Aktivitas Enzim Darah Tikus
yang diberi Natrium-Sakarin Dicampur Dalam Makanan
bilirubin yang menunjukkan bahwa
fungsi hati sudah mulai terganggu.
Kelompok tikus Hemoglobin Hematrocit Total Ureum Bilirubin Serum GOT Tabel 3 menunjukkan berat
No. gnatriumaakari N (Hb) . Protein Total absolut (gram) dan berat relatif
per kg diet (g%) (g%) (g%) (mg/dl) (mg/dl) (U/L) (berat organ : berat badan x 100
%) dari organ hati,ginjal dan pan
1. Strain LMR - 1 2 . 8 . 4 5 39.9±3.77 6.5±0.45 31±0.20 0.10±0.02 4810.01 kreas. Berat rata-rata absolut tidak
2. Kontrol 6 12.8±0.16 40 ±1.09 6.84.10 30±0.63 0.10±0.01 47±0.89 menunjukkan perbedaan sedang
0 berat rata-rata relatif hanya dite-
3. 1.4 6 11.04.89 40 ±1.10 7.2±0.10 35±1.60 0.10±0.02 52±1.47
'mukan pada hati, dan khusus ha-
4; 20.0 6 9.54.17 32 11.27 7.1±0.06 34±0.89 0.62±0.02 72±1.41 nya pada kelompok sakarin kadar
5. 50.0 6 9.54.12 31 ±1.67 7.14.10 39±1.41 0.204.01 12330.89 paling tinggi yakni 140 g/kg makan-
6. 140.0 6 8.5±0.12 31 ±1.89 7.130.10 46±1.17 0.20±0.01 166±1.26 an.
Pemeriksaan makroskopis dan
− Lama penelitian 6 minggu mikroskopis pada semua organ
− Mars percobaan diberi makan dan minum ad libitum. tubuh tidak ditemukan kelainan
Bilirubin, dan SGOT terhadap kontrol (p <0.01).

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 17


Tabel 3. Berat rata-rata Hati, Ginjal dan Pankreas Tikus yang diberi Na-Sakarin
3. Percobaan biologis pada
Dicampur Makanan Selama 6 Minggu tikus dengan Na-sakarin
dengan 5 macam kadar
selama 6 minggu meng-
Kelompok tikus Hati Ginjal Pankreas akibatkan gangguan fung-
g natrium-sakarin sional antara lain: organ
No. per 1 kg diet N Berat Berat Berat
Absolut % BB Absolut % BB Absolut % BB hematopoietik (anemis),
(g) (g) (g) hati dan ginjal.
SARAN
1. Kontrol 6 6.6640.23 3.2640.10 1.5040.19 0.7040.05 0.3040.089 0.154.04 Untuk memperoleh in
0 formasi yang lebih lengkap
2. 1.4 6 6.3840.32 3.33±0.14 1.3040.14 0.6&40.07 0.3240.098 0.1640.05
dan meyakinkan tentang
3. 20.0 6 5.8540.29 3.4540.15 1.1240.04 0.6640.02 0.2740.052 0.1640.03 toksisitas sakarin perlu dila
4. 50.0 6 5.8240.09 3.5840.02 1.0540.14 0.65±0.08 0.2840.04 0.1840.04 kukan pe nelitian lanjutan
dengan menggunakan bebera
5. 140.0 6 5.7040.21 3.804.09 0.8840.08 0.5940.04 0.3040.09 0.2040.06 pa jenis hewan percobaan
L.

Hewan percobaan diberi makan dan minum ad. libitum


BB = Berat Badan

Daftar Hasil "Significant Test" (Anova) No. Pemanis Buatan Makanan Maksimum Peng-
Jenis Pemeriksaan Hati G i n jai l Pankreas gunaan
F. Ratio 17.989 20.51'6 0.040
F. Table 4.18 4.18 4.18 1. Sakarin Saccharin 1. Makanan berka- 1. 1.5 g/kg
(serta (and sodium lori rendah
Significancy *** *** N.S.
garam salt and 2. Makanan untuk 2. 1.5 g/kg
Keterangan: *** Highly Significant natrium calcium penderita
N.S. Not Significant dan ga- salt) diabetes mellitus
ram kal- 3. Minuman ter- 3. 50 mg/kg
sium tentu yang di-
baik anatomis mau pun histologis. Akan tetapi, secara izinkan.
fungsional sudah menunjukkan gangguan sebagai mana su-
dah terlihat pada hasil pemeriksaan kadar . Hb, hematokrit, 2. Siklaat Cyclamate 1. Makanan berka- 1. 20 g/kg sebagai
(garam (sodium lori rendah asam siklamat.
ureum, bilirubin, dan SCOT. 2. 20 g/kg dihi-
natrium salt and cal- 2. Makanan untuk
Tampaknya perubahan ini menunjukkan bahwa tikus per- dan ga- cium salt) penderita tung sebagai
cobaan telah mengalami gangguan fungsi pada organ hema- ram kal- diabetes mellitus asam siklamat.
topoitik, hati dan' ginjal. Kelainan ini semua terjadi dalam sium.
waktu hanya 6 minggu. Dengan demikian, bila pengamatan
Sumber : Menkes RI, Peraturan Menkes RI No. 237/Menkes/Per/VI/ 79
dilanjutkan lebih dari 6 minggu tidak mustahil kelainan tentang Bahan Tambahan Makanan dan Minuman
anatomis morfologis pada organ-organ akan ditemukan juga.
Walaupun pada tikus percobaan ini telah terjadi gangguan dan masa-observasi yang lebih lama. Sekalipun respon
fisiologis tetapi semua tikus masih dapat bertahan sampai hewan percobaan dan manusia terhadap suatu bahan
akhir penelitian. yang bersifat toksik tidak selalu sama, penggunaan sakarin
KESIMPULAN sebagai pemanis secara umum dalam pembuatan makanan
1. Sakarin ditemukan secara organoleptik dan kimiawi dalam olah perlu kiranya mendapat perhatian khusus. Penelitian
25 dan 30 macam minuman dan makanan olah yang dibeli ini dapat dilakukan bersamaan dengan survai kesehatan masya-
sebagai jajanan ' umum di pasar Jatinegara Jakarta Timur, rakat yang dilakukan oleh "Unit Kerja" lain dan dilanjutkan
dengan kandungan sebagai Na—sakarin berkisar antara dengan penyuluhan cara penggunaan sakarin yang benar,
68 mg/ kg — 1578 mg/kg. Kadar '1578 mg/kg telah me- agar masyarakat luas umumnya dan golongan anak-anak
lampaui batas maksimum penggunaan sakarin pada makan- khususnya tidak akan terganggu kesehatannya oleh konsumsi
an. (Batas maksimum penggunaan sakarin atau garam sakarin yang berlebihan dalam makanan olah.
natriumnya menurut Peraturan MenKes RI adalah 1500
mg/kg). KEPUSTAKAAN
2. Penemuan ini menunjukkan, produsen kecil secara tidak
1. Fieser LF, and Mary Fieser Organic chemistry, DC Heath and
sadar dan atau sengaja telah melanggar Peraturan Menteri Company, Trade Edition Distributors in the United States, 1950;
Kesehatan RI No. 23/MenKes/VI/79 (tabel 4). pp 629-630.
2. Degering EF. Organic Chemistry, 6th ed. New York: Barnes &
Noble Inc. 1975; pp 229,113.
3 . Hawley GA. The Condensed Chemical Fictionary, 8th ed. New

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


York: Van Nostrand Reinhold Co, 1971; p 905. 9. Woodman AG. Food Analysis, Typical Methods and the Inter-
4. Gosselin RE, Hodge HC, Smith RP, Gleason MN. Clinical Toxi- pretation of Result. 4th ed. New York: Mc Graw Hill Book Co.
1941; pp 120-121.
logy of Commercial Product, 4th ed. Baltimore: The Williams 10. Meike SL. Handbook of Analytical Chemistry, 1963, Ed 12,
Co. 1976; p 242. 7812.
5. Fotter NN. Food Science, The ZVI-Publishing Co Inc. Westport, 11. Merck. Buku Pedoman Kerja Kimia Klinik, 1984.
1968; pp 495, 559. 12. Menkes RI. Peraturan Menkes RI No. 237/Menkes/Per/VI/79 ,
6. Sihombing G. An Exploratory Study on Three Synthetic Colour- tentang bahan tambahan makanan.
ing-Matters Commonly Used as Food Colours in Jakarta. A Thesis
submitted in partial fulfilments for the degree off' Master of
science in Applied Nutrition, 1977-1978. Ucapan terima kasih
7. Guyton GA. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Penulis mengucapkan terima kasih kepada DR. I.T. Budiarso, MSc atas
Saunders Co. 1976; p 839. saran diskusi yang berharga dan bantuan pemeriksaan mikroskopi
8. Bennington JL. Dictionary and Encyclopedia of Laboratory
Medicine and Technology. WB Saunders CO, 1984.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 19


Keadaan Fisiologis Hati Tikus Putih Strain
MR Yang Diberi Ransum Biji Saga Pohon
(Adenanthera pavonina Linn)
Comelis Adimunca

Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

PENDAHULUAN METODE KERJA


Dalam rangka penanggulangan kekurangan kalori dan Pengolahan biji saga pohon
protein di Indonesia, berbagai usaha telah dan sedang diteliti Biji saga pohon (BSP) direbus selama 1,5 jam dalam ke-
kemungkinan pemanfaatan sumber-sumber protein ,nabati. adaan mendidih. Kemudian air rebusan dibuang dan BSP
Salah satu di antaranya adalah pemanfaatan biji saga pohon dikupas untuk mendapatkan kotiledonnya. Selanjutnya di-
(Adenanthera panovina Linn.) Kotiledon biji saga pohon keringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 60°C dan
(BSP) ini telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh dihaluskan.
masyarakat Jawa Tengah, terutama di Yogyakarta dan Perlakuan terhadap tikus percobaan
Pati. Bahkan dapat pula sebagai bahan untuk pembuatan Tikus putih betina strain LMR sebanyak 25 ekor, umur
tempe dan kecapl . satu bulan dengan berat badan 66,17 + 1,74 gram, ditempatkan
Alasan dipopulerkan BSP adalah mudah diperoleh karena dalam kandang masing-masing terdiri dari 5 ekor dan
penyebaran tumbuhan ini sangat luas, meliputi Sumatera, diperlakukan berikut :
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, Nusa Tenggara —Kelompok A : diberi ransum baku (tanpa BSP pohon),
dan Jawa2. Tumbuhan BSP dapat tumbuh di daerah dengan sebagai kontrol.
tanah yang miskin unsur hara dan pada ketinggian 0—1000 —Kelompok B : diberi ransum campuran 6 bagian BSP
meter di atas permukaan laut3. Selain itu kandungan dan kom- dengan 94, bagian ransum baku.
posisinya seperti protein, lemak dan karbohidrat relatif tinggi, —Kelompok C diberi ransum campur 12 bagian BSP
hampir sama dengan kacang kedelai4. Penilaian kandungan dengan 88 ransum baku.
proteinnya dikatakan bermutu baik, juga asam amino esensial —Kelompok D : diberi ransum campur 24 bagian BSP
relatif lengkap dan menunjukkan konsentrasi tinggi (Oey dkk, dengan.76 bagian ransum baku.
1981). Meskipun demikian, sampai sekarang para ahli belum —Kelompok E : diberi ransum campuran 48 bagian BSP
sepakat apakah biji saga dapat digunakan sebagai bahan dengan 52 bagian ransum baku.
makanan yang aman bagi kesehatan. BSP mengandung suatu Ransum dilakukan selama empat minggu dan secara ad. libitum
bahan beracun atau zat anti-nutrisis . Zat anti-nutrisi tersebut Penentuan hematokrit
kemungkinan besar berbeda dengan zat anti nutrisi yang Hematrokrit ditentukan dengan darah diperoleh dengan .
biasa terdapat dalam tumbuhan Leguminoceae. memotong ujung ekor tikus. Lalu dipusingkan 4 menit pada
Karena BSP sebagai bahan makanan mengandung bahan 8.000 rpm (6.000 g) dan angka hematokrit dicatat.
beracun, maka perlu dipelajari akibat yang ditimbulkan dan
mekanisme kerjanya dalam tubuh. Dengan bekal pengetahuan Pemeriksaan serum
mengenai sifat-sifat tersebut di atas, dapat dicari beberapa Tikus dibius dengan ether, dada dibuka, lalu darah di
alternatif yang murah untuk menghilangkan aktifitas bahan ambil dari jantung dengan spuit, dibiarkan selama 45 menit
beracun tersebut. Dengan demikian BSP dapat dijadikan pada suhu ruangan. Dipusingkan dua menit pada 8.000. rpm.
salah satu alternatif sumber pangan. Tujuan penelitian ini Serum dipindahkan ke tabung lain. Kadar bilirubin (direk,
untuk mengetahui sejauh manakeadaan fisiologis hati tikus indirek dan total) dan enzim glutamate pyruvat transaminase
putih yang diberi ransum BSP.

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


(SGPT) ditentukan menurut pedoman Merck (1984)7 terhadap sel darah merah adalah terjadinya hemolisa10. Me-
• Penentuan total bilirubin nurunnya angka hematokrit ini diduga akibat efek saponin,
Kadar total bilirubin dihitung dengan rumus = A x 10,5 melalui hambatan sistem permukaan membran sel darah
mg/100 ml (Merck, 1984)7 merah.
• Penentuan bilirubin direk Angka hematokrit %
Kadar bilirubin direk dihitung dengan rumus = A x 14,0
mg/100 ml (Merck, 1984)7.
• Penentuan bilirubin indirek
Konsentrasi bilirubin indirek dihitung dan hasil perbedaan
antara total dan bilirubin direk.
• Penentuan enzim glutamat pyruvat transaminase (GPT)
Untuk membaca aktifitas enzim pada contoh digunakan
standar graft GPT.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Angka hematokrit
Hasil angka hematokrit berkisar antara 47,0% dan 56,7%.
Angka hematokrit pada kelompok-kelompok perlakuan yang
diberi BSP lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol.
Selanjutnya pada setiap peningkatan kadar BSP dalam makan-
an memperlihatkan penurunan angka hematokrit (tabel 1).

Tabel 1. Angka hematokrit tikus putih setelah mendapat biji saga pohon Gambar 1. Hubungan persentase NA saga pohon dalam ransum dan
dalam ransum (96). angka hematokrit.
Persentaie biji saga pohon dalam ransum

No. Kontrol Bilirubin


(%) 6% 12% 24% 48% 1) Bilirubin direk
1. 52,7 52,0 50,0 48,0 47,0 Hasil pengukuran kadar bilirubin direk berkisar antara 0,14
mg/100 ml dan 0,40 mg/100 ml. Kelompok hewan percobaan
2. 53,8 53,3 53,0 48,3 48,0
3. 55,5 55,3 53,0 49,7 47,3 yang mengkonsumsi ransum BSP menghasilkan kadar bilirubin
4. 52,3 52,3 50,0 49,3 48,7 direk lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Kenaikan kadar
5. 56,7 56,3 54,3 49,3 47,7 bilirubin direk ini sesuai dengan kenaikan kadarBSP dalam
Jm1 271,0 296,2 260,3 245,3 238,7 ransum yang diberikan (tabel 2).
Rata 54,2 53,84 52,06* 49,06** 47,74**
Tabel 2. Kadar bilirubin direk pada tikus putih setelah mendapat ransum
: berbeda nyata (p <0,05) biji saga pohon (mg/100 ml).
"" : berbeda sangat nyata (p <0,01)
Kontrol Persentase biji saga pohon dalam ransum
Uji sidik ragam terhadap angka hematokrit menunjuk-
kan, pemberian tepung BSP dalam ransum berpengaruh ter- No
0% 6% 12% 24% 48%
hadap penurunan angka hematokrit (p<0,01). Kemudian uji
selisih (Duncan) antar taraf perlakuan memperlihatkan 1. 0,14 0,16 0,21 0,25 0,38
pengaruh tidak nyata pada pemberian 6% tepung BSP dalam 2. 0,15 0,17 0,19 0,21 0,34
ransum dibandingkan angka hematokrit kelompok kontrol 3. 0,14 0,18 0,20 0,24 0,40
(p>0,05). Pengaruh BSP ini baru terlihat pada kadar 12%, 4. 0,15 0,18 0,21 0,28 0,37
24% dan 48% dalam ransum. Analisa korelasi dan regresi 5. 0,15 0,18 0,20 0,27 0,39
antara konsentrasi BSP dalam ransum dan angka hematokrit Jml. 0,7 3 0,85 1,01 1,25 1,88
diperoleh korelasi negatif (p<0,01) dengan r=0,8398 dan Rata 0,146 0,170* 0,202** 0,250** 0,376**
bentuk regresi linier y=53,97-0,14 X (gambar 1). Dengan
demikian dapat dikatakan, semakin meningkat kadar BSP' " : berbeda nyata (p<0,05)
dalan ransum akan semakin menurun angka hematokrit. : berbeda sangat nyata (p<0.01)
Menurunnya angka hematokrit pada penelitian ini di-
sebabkan oleh zat beracun yang terdapat pada BSP. Kemung- Uji sidik ragam data tersebut di atas menunjukkan kadar
kinan besar zat beracun tersebut adalah saponin, yang ber- BSP dalam ransum berpengaruh terhadap kadar bilirubin
sifat dapat menghemolisa sel darah meraha. Kadar saponin direk (p<0,01). Selanjutnya uji selisih (Duncan) antara taraf
dalarn BSP cukup tinggi, berkisar 0,65%-1,18% berat kering9 . perlakuan diperoleh bahwa, , semua konsentrasi BSP dalam
Saponin merupakan salah satu glikosida yang mempunyai sifat ransum berpengaruh terhadap kadar bilirubin direk. Hubung-
neningkatkan tegangan permukaan dinding sel dan efeknya an antara pengaruh pemberian BSP dalam ransum dari masing -

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 21


masing taraf perlakuan dengan kadar bilirubin direk menghasil- Tabel 4. Kadar total bilirubin pada tikus putih setelah mendapat per-
lakuan ransum biji saga pohon (mg/100 ml).
kan korelasi positif (p < 0,01) dengan r=0,9645. Bentuk
Persentase biji saga pohon dalam ransum
regresinya linier dengan persamaan garis y=0,1426+ 0,0048 X.
No. Kontrol
Dengan demikian dapat dikatakan, semakin meningkatnya 0% 6% 12% 24% 48%
kadar BSP dalam ransum akan semakin meningkatkan kadar 1. 0,24 0,30 0,37 0,48 0,72
bilirubin direk (gambar 2b).
2. 0,25 0,29 0,36 0,47 0,69
Bilirubin indirek
3. 0,23 0,29 0,36 0,46 0,70
Kadar bilirubin indirek yang diperoleh pada penelitian ini 4. 0,26 0,30' 0,40 0,48 0,69
berkisar antara 0,09 mg/ 100 ml dan 0,35 mg/ 100 ml. Pada 5. 0,25 0,27 0,37 0,52 0,69
setiap taraf perlakuan terlihat kenaikan kadar bilirubin indirek.
Kenaikan ini sesuai dengan besarnya kadar BSP dalam ransum Jml. 1,23 1,45 1,86 2,41 3,48
Rata 0,246 0,290 0,372** 0,482** 0,696**
(tabel 3).
Uji sidik ragam kadar bilirubin indirek menunjukkan pengaruh
sangat nyata (p < 0,01). Ini berarti, BSP berpengaruh terhadap nya (gambar 2a).
kadar bilirubin indirek. Uji selisih (Duncan) antar taraf per-
lakuan tidak berpengaruh pada taraf perlakuan 6% BSP dalam
ransum dibandingkan kelompok kontrol (p > 0,05). Kenaikan.
yang berarti dari kadar bilirubin indirek, baru terlihat pada
tarap perlakuan 12%, 24% dan 48%.
Tabel 3. Kadar Bilirubin indirek pada tikus putih setelah mendapat perlakuan
ransum biji saga pohon (mg/100 ml).
Persentase biji saja pohon dalam ransom
No. Kontrol
0% 6% 12% - 24% 48%
1. 0,10 0,14 0,16 0,23 0,31
2. 0,10 0,12 0,17 0,26 0,35
3. 0,09 0,11 0,16 0,22 0,30
4. 0,11 0,12 0,19 0,22 0,32
5. 0,10 0,11 0,17 0,25 0,29

Jml. 0,50 0,60 0,85 1,16 1,60


Rata 0,100 0,120 0,170** 0,232** 0,320**
"* : Berbeda sangat nyata (p <0,01).
Analisa korelasi dan regresi antara kosentrasi biji saga pohon Keterangan :
dalam ransum dan kosentrasi bilirubin indirek diperoleh a : Total bilirubin
korelasi positif (p < 0,01) dengan r=0,9502. Bentuk regresi- b : Bilirubin direk
nya linier dengan persamaan garis Y=0,1042 + 0,0047 X. Hal c : Bilirubin indirek
Gambar 2 : Hubungan persentase biji saga pohon dalam ransum dan
ini berarti bahwa semakin tinggi kadar BSP dalam ransum kadar bilirubin (total, direk, indirek).
maka semakin tinggi pula kadar bilirubin indireknya (gambar
2c). Meningkatnya bilirubin (total, direk, indirek) pada tikus per-
3) Total bilirubin cobaan yang mengkonsumsi ransum BSP menunjukkkan,
Kosentrasi total bilirubin, diperoleh berkisar antara 0,23 mg/ fungsi dan kondisi itu disebut ikterus atau jaundice. Kondisi
100 ml dan 0,72 mg/ 100 ml. Kelompok hewan percobaan ini terjadi sebagai akibat sel-sel hati keracunan oleh zat yang
yang mengkonsumsi ransum BSP memperoleh kadar total terkandung dalam BSP, sehingga tidak dapat berfungsi normal.
bilirubin lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Kenaikan Peningkatan bilirubin (hiper bilirubinemia) dapat disebabkan
kadar ini sesuai dengan besarnya kadar BSP_ dalam ransum oleh anemia hemolitik dan penyumbatan sekresi dalam kana-
yang diberikan (tabel 4). likuli empedutl . Bila peningkatan ini disebabkan oleh anemia
Uji sidik ragam data tersebut di atas menunjukkan kadar BSP hemolitik, reaksi bilirubin indirek akan meningkat. Terjadinya
dalam ransum berpengaruh terhadap kadar total bilirubin ikterus prahepatik biasanya disebabkan oleh anemia hemolitik.
(p < 0,01). Selanjutnya uji selisih (Duncan) antar taraf per- Hal ini mengakibatkan beban kompleks bilirubin protein lebih
lakuan menunjukkan, semua taraf perlakuan berpengaruh ter- besar pada sel-sel hati dibandingkan pengolahannya. Dengan
hadap kadar total bilirubin (p < 0,01). Hubungan antara demikian bilirubin indirek akan meningkat, sedangkan bili-
,pengaruh pemberian BSP dari masing- masing taraf perlakuan rubin direk tetap. Hepatitis karena keracunan juga dapat meng-
dengan kadar total bilirubin diperoleh korelasi positif (p akibatkan, meningkatnya bilirubin indirek dalam serum. Bila
< 0,01) dengan r=0,9888. Bentuk regresinya linier dengan per- sel-sel parenkhim juga mengalami kerusakan, sehingga terjadi
samaan garis y=0,2460 + 0,0095 X. Ini berarti, semakin tinggi kebocoran dan menyebabkan bilirubin direk akan meningkat12.
kadar BSP dalam ransum, semakin tinggi pula total bilirubin- Ikterus hepatik, akibat kerusakan sel-sel hati akan meningkat-

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


kan baik bilirubin direk maupun bilirubin indirek13. BSP. Oey dkk (1981) pada penelitiannya menunjukkan nilai
Enzim glutamat pyruvat transaminase ( GPT ) biologik BSP sangat rendah. Hal ini disebabkan karena ada
Hasil penentuan GPT berkisar antara 2,30 mU/ml dan 19,50 zat yang bersifat racun atau anti nutrisi dalam BSP. Enzim
mU/ml. Kadar GPT'' pada kelompok-kelompok perlakuan yang GPT akan meningkat bila terjadi kerusakan hati Biasanya
diberi ransum BSP, lebih tinggi dibandingkan kelompok peningkatan enzim GPT lebih tinggi daripada enzim GOT
kontrol. Pada setiap peningkatan/kadar BSP dalam ransum (glutamat oksaloasetat transaminase) pada kerusakan hati
memperlihatkan kenaikan kadar GPI' (tabel 5). yang akut. Hal ini karena enzim GPT merupakan enzim yang
Tabel 5. Kadar enzim GPT dalam serum setelah mendapat perlakuan hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati.
ransum biji saga pohon (mU/ml).
Persentase bij saga pohon dalam ransum
KESIMPULAN
No. Kontrol Berdasarkan hasil penelitian mi, dapat disimpulkan, biji
0% 6% 12%- 24% 48%
saga pohon dapat:
1. 3,30 5,00 8,20 9,80 12,25
1. menyebabkan penurunan angka hematoknit.
2. 4,80 5,90 6,65 9,65 11,50 2. menyebabkan peningkatan kadar bilirubin (direk, indirek
3. 4,30 5 ,20 8,40 10,25 19,50 dan total).
4. 2,30 5,00 6,65 8,80. 10,30
3. menyebabkan peningkatan enzim glutamat pyruvat transa-
5. 4,50 6,50 7,40 10,08 11,50
minase.
Im1 .19,20 28,60 37,30 48,35 65,05 4. semakin tinggi kadar biji saga pohon dalam ransum, se-
Rata 3,84 5,72 7,46** 9,67** 13,01** makin tinggi pula kadar bilirubin dan enzim glutamat tran-
saminase serta angka hematokrit semakin menurun, se-
Uji sidik ragam kadar GPT menunjukkan, pemberian BSP
hingga gangguan fisioiogis pada hati semakin berat.
dalam ransum berpengaruh terhadap kenaikan kadar GPT
5. berdasarkan hasil parameter yang diukur, diduga hati
(p < 0,01). Uji selisih (Duncan) antar taraf perlakuan me-
mengalami ikterus anemia hemolitik dan hepatitis akibat
nunjukkan, kadar 6% BSP dalam ransum belum berpengaruh
zat beracun yang terkandung dalam biji saga pohon.
terhadap kenaikan kadar GPT (p > 0,05). Pengaruh tersebut
baru terlihat pada taraf perlakuan 12%, 24% dan 48%. Analisa KEPUSTAKAAN
korelasi dan regresi antara kadar BSP dalam ransum dan kadar 1. Soemartono. Pengenalan dan Pemanfaatan Saga Pohon dalam
GPT diperoleh korelasi positif (p < 0,01) dengan r=0,7707. rangka penganeka-ragaman makanan. Dalam: Proseding Seminar
Bentuk regresi limier dengan persamaan garis Y=4,6175 + Teknologl Pangan III, Bogor, 1977, h. 478.
0,1845 X (gambar 3). Dengan demikian berarti bahwa, se-
makin meningkat kadar BSP dalam ransum akan semakin me-
ningkatkan kadar GPT.

Gambar 3. Hubungan antara persentase biji saga pohon dalam ransum


dengan kadar enzim glutamat pyruvat tranaminase.

Meningkatnya enzim GPT pada penelitian ini, sebagai


akibat kerusakan sel-sel hati oleh zat – yang terkandung dalam

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 23


2. Soemartono dan Tarigan. Laporan Hasil Survey Pengembangan 9. Muchtadi D. Contribution a la Valorisation des Graines de Saga
dan Pemanfaatan Saga Pohon (Adenanthera pavonina Linn.) di (Adenanthera Pavonina L.), Utilisable Come Source de Proteines
Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 1 September — 15 en Indonesie: These Pour Obteiner le Grade de Ddcteur'de 3eme
Oktober 1980, h. 3. Cycle, Academic de Montpellie, Universite des Sciences et Tech-
3. Burkill IH. A Dictionary of Economic Product of the Malay niques du languedoc, France 1982.
Peninsula. Bol. 1. Ministry of Agriculture and Co-Operatives, 10. Schepartz B. and Qantarow A. Jaundice. Dalam: Diseases of the
Kuala Lumpur, 1866, h. 45. Liver, Schiffl and Watson CJ (Ed.), 2nd Eds. Philadelphia: JB
Lippicott Company, 1961, h. 197.
4. Soemartono. Kemungkinan Pemanfaatan Bahan Buangan Hasil
oleh Biji saga pohon (Adenanthera pavonina L.). Kertas Kerja, 11. Ganong• WF. Review of Medical Physiology. 7th Eds. San Fran-
Jakarta, 1979, h. 3. sisco: Lange Medical Publications, 1975, h. 370.
5. Lie GH• and Oey KN. Investigation of Saga Seed (Adenanthera 12. Routh JI. Liver Function In: Fundamental of Clinical Chemistry,
pavonina Linn.). Report Year 1979, Second Part, For ASEAN N Tietz (Ed), 2th Eds. Philadelphia; London: W.B. Saunders Co,
Proyect on Soybean and Protein Rich Foods. Nutrition Unit 1979, h. 1026.
Diponegoro National Institute for Medical Research and Deve- 13. Satyawirawan FS. dan Suryaatmadja M. Pemeriksaan Faal Hati.
Cermin Dunia Kedokteran 30 (19), Jakarta, 1983.
lopment, Ministry of Health, Jakarta, 1980, h. 3. 14. Oey KN, Herlinda J, Nainggolan - Sihombing G and Lie GH.
6. Oey KN, Lie GH, Herlinda J, Nainggolan-Sihombing G, Aminah More evidence on the presence of an Unknwon Toxic Substance
R and Sumardi. An Unknown Toxin (or Anti Nutritive) substance (s) in the saga bean. Paper to be Presented at the Fourth Asian
in the Saga bean. Paper to be Presented at the Fourth Asian Congress of Nutrition to be held in Bangkok, Thailand, 1983.
Congress of Nutrition to be held in Bangkok, Thailand, 1983. 15. Oey KN, Herlinda 3, Nainggolan - Sihombing G, Aminah R, Lie
7. Merck Buku Pedoman Kerja Kimia Klinik, Jakarta, 1984, h.20. GH and Sutedja L. Toxic Substant Present in the oil fraction of the
8. Muchadi D, Besancon P, dan Possompes B. Study mengenai biji Saga bean. Paper on be Presented at the Second ASEAN
saga pohon (Adenanthera pavonina L.) II, Pengaruh ekstraksi Workshop on Food Analytical Techniques to be held in Surabaya,
lemak terhadap nilai gizi tepung saga. Forum Pasca Sarjana 1 (8), Indonesia, 1984.
1985, h.

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Transfusi Darah:
Beberapa Segi Yang Penting Untuk Klinikus

Dr. Kunto Raharadjo


Badan Anestesiologi Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta.

PENDAHULUAN faktor VII =prokonvertin (faktor stabil) #o


Kemajuan dalam ilmu bedah dan pengobatan mengakibat- faktor VIII =faktor anti hemolitik
kan bertambah seringnya dilakukan transfusi darah1,2,3.Pem- faktor IX =komponen tromboplastin plasma (faktor
berian darah ataupun komponennya dimaksudkan antara lain Christmas) #o
untukl ,3,4-9 : faktor X = faktor Stuart—Power o#
faktor XI = anteseden tromboplastin plasma
1) Menjamin kemampuan penyediaan oksigen dalam batas faktor XII = faktor Hageman
curah jantung yang dapat dihasilkan oleh tubuh.
faktor XIII = faktor stabilisator fibrin #o
2) Menjamin cukup tersedia trombosit dan faktor-faktor keterangan : # disintesis di dalam hati
pembekuan. o sintesis tergantung kepada vitamin K
3) Mencukupi isi ruang intra-vaskuler.
Faktor V dan VIII cepat menjadi nonaktif di dalam darah
Transfusi darah sering merupakan penyelamat jiwa, akan simpan.
tetapi morbiditas dan mortalitas setelah transfusi darah juga
cukup tinggil,10,11. Karena itu transfusi darah seyogyanya Sistem penghambat koagulasi
hanya diberikan apabila ada indikasi yang jelas. Biasanya Merupakan sistem yang merusak setiap faktor aktif, be-
seorang dewasa muda yang normal masih dapat dengan baik berapa saat setelah faktor tersebut menjadi aktif.
mengatasi gangguan fungsional yang ditimbulkan oleh ke- Sistem fibrinolitik
hilangan .10% isi darah, 20% kemampuan membawa oksigen Sistem ini membentuk plasmin yang menghancurkan
atau kehilangan 40% faktor pembekuan. Kehilangan sebanyak fibrin. Plasmin dibentuk dari plasminogen yang terdapat di
dua kali jumlah tersebut di atas masih belum mengakibatkan dalam jaringan, plasma dan air kemih. Selain menghancurkan
kematian walaupun menimbulkan gejala yang cukup berat. fibrin, plasmin juga merusak fibrinogen, faktor V, dan faktor
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa segi yang perlu VIII. Di dalam pembuluh darah, plasmin cepat dinonaktifkan
diketahui oleh seorang klinikus untuk mencegah/mengurangi oleh antiplasmin.
morbiditas dan mortalitas akibat transfusi darah. UJI KECOCOKAN ("COMPATIBILITY TESTING")1,2
MEKANISME HEMOSTASIS2,3 Sebelum dilakukan transfusi darah, perlu dilakukan pe-
Terdiri dari tiga sistem yaitu : nentuan tipe ABO—Rh darah donor maupun resipien, pe-
1. Sistem koagulasi meriksaan kecocokan silang (cross match) dan pemeriksaan
2. Sistem penghambat koagulasi antibodi (antibody screening).
3. Sistem fibrinolitik. Pemeriksaan kecocokan silang (ks) sebetulnya merupakan
transfusi percobaan di dalam tabung reaksi, di mana eritrosit
Sistem koagulasi donor dicampur dengan serum resipien untuk mendeteksi
Faktor-faktor koagulasi terdiri dari protein di dalam kemungkinan—kemungkinan reaksi transfusi yang berat. Ks
plasma yang berbentuk prekursor aktif, yaitu : ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
Faktor I = fibrinogen # 1) Tahap antara (intermediate)
faktor II = protrombin #o Di lakukandalam suhu kamar, untuk memeriksa ulang
faktor III = tromboplastin adanya kesalahan dalam . penentuan tipe ABO. Tahap ini
faktor IV = kalsium dapat mendeteksi ketidakcocokan ABO dan ketidakcocokan
faktor V = proakselerin (faktor labil) # yang disebabkan oleh antibodi M, N, P dan sistem Lewis.
VI angka mi tidak dipakai.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 25


Tahap ini memerlukan waktu 1 — 5 menit. bebas dan kalium di dalam plasma akan meningkat progresif,
2) Tahap inkubasi sehingga untuk pasien gagal ginjal dan gagal hati harus diberi-
Merupakan lanjutan tahap 1. Tahap ini mendeteksi kan darah yang sesēgar mungkin. Dalam tabel berikut dapat
antibodi inkomplit, dan antibodi sistem Rh. Tahap ini me- dilihat beberapa perubahan yang terlihat dalam darah CPD
merlukan waktu 30 — 45 menit, yang memungkinkan pe- selama penyimpanan.
ngambilan antibodi oleh sel (=sensitisasi), sehingga antibodi Tabel. 1. Perubahan hematologi dan kimia darah CPD selama pe-
tersebut dapat dideteksi pada tahap berikutnya (tahap anti nyimpanan.
globulin). Hari ke 1 7 14 21
3) Tahap uji anti globulin tak langsung pH 7,1 7,0 7,0 6,9
Pada tahap ini ditambahkan anti globulin (serum Coombs) P CO2 (mmHg) 48 80 110 440
ke dalam tabung yang telah di inkubasi. Tahap ini memerlu- laktat (mEq/1) 41 101 145 179
kan waktu 10 — 15 menit, dan dapat mendeteksi hampir bikarbonat plasma(mEq/1) 18 15 12 11
semua antibodi inkomplit, termasuk dari sistem Rh, Kell, kalium plasma (mEq/i) 3,9 12 17 21
Kidd dan Duffy. dextrose plasma (mg%) 345 312 283 231
Pemeriksaan antibodi juga terdiri dari tiga tahap, mirip hemoglobin plasma (mg%) 1,7 7,8 13 19
dengan pemeriksaan ks. Akan tetapi pemeriksaan ini me- 2,3 DM (uMol/ml) 4,8 '1,2 <1 <1
rupakan transfusi percobaan antara serum donor dengan trombosit (%) 10 0 0 0
eritrosit yang sudah dipersiapkan. Pemeriksaan ini dimaksud- faktoi V dan VIII (%) 70 50 40 20
kan untuk mencegah reaksi di antara darah donor di dalam dikutip dart (2).
tubuh resipien (yaitu bila resipien menerima darah lebih dari
satu donor). Ion sitrat dari CPD mencegah pembekuan dengan meng-
Dalam keadaan darurat, dapat diberikan darah yang : ikat kalsium, sedangkan dekstrosa memungkinkan eritrosit
1) dari golongan darah ABO yang sama dengan golongan melakukan glikolisis, sehingga dapat mempertahankan kon-
darah pasien (type specific) dengan pemeriksaan ks sebagian. sentrasi ATP untuk metabolisme di dalam eritrosit. Suhu
2) dari golongan darah ABO yang sama, tanpa pemeriksaan 4°—6° memperlambat kecepatan glekolisis sampai 40 kali
ks. (hanya untuk pasien yang belum pernah• ditransfusi). dibandingkan dengan suhu kamar. pH CPD yang besarnya
3) berasal dare donor universal golongan O. 5,5 bekerja sebagai dapar (buffer) untuk mengatasi penurun-
PENGUMPULAN DAN PENYIMPANAN DARAH2'12 an kadar hidrogen akibat pendinginan. Selama penyimpan-
Darah dikumpulkan di dalam kantung plastik 250 ml an eritrosit memetabolisme glukosa menjadi laktat, sehingga
yang mengandung 65 — 75 ml CPD (=Citrate Phosphate pH makin menurun. Pendinginan memaksa/merangsang
Dextrose) atau ACD (=Acid Citrate Dextrose). pompa natrium — kalium sehingga eritrosit kehilangan ka-
ACD dipakai untuk membuat sediaan trombosit, se- lium dan menimbun natrium. Sementara itu eritrosit men-
dangkan untuk darah simpan yang lain lebih baik dipakai jadi rapuh dan sebagian mulai lisis, sehingga meningkatkan
CPD karena : konsentrasi hemoglobin dalam plasma. Konsentrasi ATP dan
1. masa simpan lebih lama (CPD 28 hari sedangkan ACD 21 2,3 DPG juga menurun dengan progresif.
hari) Akhir-akhir ini telah dicoba menyimpan darah dengan
2. penurunan pH tidak begitu cepat pengawet CPD ditambah adenin. Dengan cars ini penyimpan-
3. dapat mempertahankan 80% kadar DPG (dalam darah
an dapat diperpanjang sampai menjadi 35 had. Akan tetapi
ACD setelah 2 minggu hanya tertinggal 10% DPG).
masih dikhawatirkan kemungkinan sifat nefrotoksis dari
Kadar 2,3 DPG dalam eritrosit akan menjadi normal
kembali setelah darah donor berada di dalam sirkulasi re- adenin, walaupun sebenarnya sifat nefrotoksis ini sangat kecil
sipien selama 24 jam. bila jumlah total adenin kurang dari 15 mg/kg, yang berarti =
Lama penyimpanan darah (suhu 4—6°C) ditentukan 50 — 60 unit darah C.l?D adenin.
dengan standar jumlah eritrosit donor yang masih bertahan Pada saat disimpan, komponen darah akan berkelompok
di dalam sirkulasi resipien selama 24 jam, yaitu minimum menjadi 2, yaitu :
70%. 1) trombosit yang mengelompok rapat dengan diameter ke-
PERUBAHAN YANG TERJADI DALAM DARAH SIM- lompok kira-kira 15 pm.
PAN2,3,12,13 2) kelompok longgar terdiri dari lekosit dan trombosit.dengan
Perubahan yang terjadi dalam darah simpan biasanya diameter 5.0 pm.
baru berbahaya pada transfusi masif, gagal hati, gagal ginjal dan Kedua kelompok ini disebut endapan mikro (microaggregate)
gangguan pembekuan. yang dapat melalui saringan yang biasa dilakai dalam set
Penurunan pH darah simpan disebabkan oleh meningkat- transfusi, dan akan terperangkap dalam kapiler paru. Keber-
nya konsentrasi laktat, sehingga pada darah ACD deficit basa adaan kelompok komponen darah ini dapat dinilai dengan
dapat mencapai 25— 30 mEq/l setelah penyimpanan 2 minggu. mengukur tekanan saringan (SFP = screen filtration pressure),
Akan tetapi keadaan ini akan cepat terkoreksi di dalam tubuh yaitu tekanan yang diperlukan untuk mendorong darah me-
resipien asalkan perfusi dan oksigenasi jaringan tubuh resipien lalui saringan sebesar 20 pm. Penyimpanan akan meningkat-
baik. kan nilai SFP. SFP darah CPD lebih cepat meningkat daripada
Dengan penyimpanan, kadar amonium, hemoglobin darah ACD. Untuk transfusi darah sebanyak lebih"dari 4 unit

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


sebaiknya dipakai saringan 40/pm. Tabel 3. Bentuk plasma dan komponennya untuk transfusi
Bentuk Indikasi Mass Keterangan
BEBERAPA BENTUK DARAH DAN HASIL IKUTAN simpan
DARAH UNTUK TRANSFUSI Plasma kering1. Untuk me- 8 thn umur 3 jam setelah
+ ningkatkan dicairkan.
Tabel 2. Beberapa bentuk dash untuk transfuse aquadest. volum sirku- Risiko hepatitis ++
Bentuk Indikasi Masa Keterangan
Simpan lasi
2. Luka bakar
Darah lengkap 1. Perdarahan 21 hr Plasma beku Defusiensi Harus segara
a. ACD/CPD 2. Anemia 24 jm segar (FFP) faktor dipakai
120 m1 + 3. Renjatan pembekuan se- setelah dicairkan.
darah 420 ml oligemik
b. heparin 4. Kelainan darah
perti hemofilia, Risiko hepatitis +
1500 ui + seperti anemia pasca transfusi
500 ml da- aplastik. masif, kelebihan
rah. . dosis coumarin
dan antikoagulan
Eritrosit terkon- Anemia kronis di 21 hr Khususnya untuk pa-
sentrasi mana volum sir- sien jantung, anemia
indandione.
kulasi tidak boleh berat, sepsis, pasien Konsentrat Sama dengan 2 thn Tak mengandung fi-
bertambah. sangat muda/sangat
tua. Fraksi Protein indikasi plasma brinogen/gama glo-
Plasma kering. bulin. Virus hepati-
Darah lengkap Khususnya untuk 12 jm (1 8g protein/ tis-setelah Pasteuri-
segar perdarahan karena
botol) sasi 6 jam.
trombositopenia
Sesaat pra bedah Albumin Hipoalbumine- 3 jm Tak ada resiko
bila trombosit
<40.000/ml.
mia setelah hepa-titis
preparasi
Darah baru Transfusi tukar 2 hr kadar kalium masih Fibrinogen ' 3 jm Risiko hepatitis +
pada neonatus rendah. Afibrinogenemia setelah
(pasta perdarah- preparasi.
Eritrosit cucian 1. Hemoglobinu- 6 jm Lekosit belum dapat
(miskin lekosit) ria nokturnal dihilangkan seluruh- if dll)
Kriopresipitat. Defisiensi faktor 3 bln Risiko hepatitis +
paroksismal. nya. VIII (= risiko transfusi
2. Resipien yang
memiliki anti-
darah).
bodi terhadap Faktor VIII Hemofili A 3 jm
lekosit/trombo- (kering) Paws transfusi setelah
sit. masif. prepara
3. Reaksi transfusi
terhadap anti- Konsentrat Trombositopenia 2-3 hr.
gen plasma. trombosit karena berbagai
4. Pasca trans- sebab.
piantase organ.
5. Pasien dengan Lekosif Lekopenia oleh Diberiksn melalui
defisiensi emu- berbagai sebab. transfusi langsung
nitas. dengan separator.
Dikutip dart (12).
Eritrosit beku Semua indikasi di 6 jm Pembuatan mahal. ke—3, Hb akan menjadi 11 — 12 g%. Bayi yang telah tua
atas setelah (sampai umur 2 tahun) mempunyai darah sebanyak 75 ml/kg.
di cair- PENGATURAN VOLUME PLASMA12,13
kan.
Pengaturan volume plasma tergantung kepada keseimbang-
Dikutip dart (12). an antara pengambilan cairan dan kehilangan cairan, serta pe-
nyebaran cairan tubuh. Pengambilan cairan akan meningkat
VOLUME DARAH YANG NORMAL12,13 sebagai jawaban terhadap rasa haus, sedangkan pengeluaran air
kemih akan menurun karena peningkatan sekresi ADH. Pe-
Volume darah yang normal sangat beragam bila dihitung
ningkatan sekresi ADH ini terjadi sebagai jawaban terhadap
dari nilai-nilai yang mudah didapat. Beberapa peneliti di
meningkatnya osmolalitas serum. Penurunan volume plasma
Amerika mendapatkan volume darah normal untuk dewasa
akan menurunkan aliran darah ginjal sehingga alat juxta glo-.
muda laki-laki = 7 — 9% berat badan, dan pada wanita 6,5 —
merular akan mēnsekresi renin. Renin ini mengubah angio-
8%. Pada bayi baru lahir volume darah kira-kira 85 ml/kg
tensinogen menjadi angiotensin I dan kemudian menjadi
dengan hematokrit 60% dan Hb 18 — 20 g%. Pada akhir bulan

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 27


angiotesin II. Angiotensin II menimbulkan konstriksi arteriol PENYULIT YANG MUNGKIN TIMBUL PADA TRANS-
yang merangsang sekresi aldosteron. Aldosteron meningkat- FUSI1,2,3,8,10-16
kan reabsorbsi natrium dan pengeluaran kalium di ginjal se- Walaupun transfusi darah atau komponennya terbukti
hingga timbul rasa haus. dapat merupakan tindakan penyelamat jiwa; banyak pe-
Penambahan volume darah akan merangsang reseptor nyulit yang mungkin timbul seperti :
volume di atrium kiri, sehingga menghambat pelepasan ADH. • Penularan penyakit
Selain itu produksi renin juga menurun, sehingga diuresis Penyakit yang sering ditularkan melalui transfusi adalah
bertambah. hepatitis virus, AIDS, sifilis, malaria dan bruselosis. Belum
Dalam keadaan normal, terjadi pertukaran cairan intra ada cara pencegahan yang mutlak aman. Yang terpenting
dan interstitial. Dalam 24 jam, 20 liter cairan kapiler akan adalah pemilihan donor dan penentuan indikasi transfusi
yang ketat dan tepat.
keluar ke jaringan interstisial. 17 liter akan diserap kembali
• Kontaminasi bakteri
ke intravaskuler, dan 3 liter dikembalikan ke intravaskuler
Dengan teknik dan pengendalian pengambilan serta
melalui saluran limfatik. Keluarnya cairan intravaskular ini penyimpanan darah yang ketat, masih mungkin terjadi kon-
dipengaruhi oleh permeabilitas, tekanan hidrostatik dan taminasi dari kulit maupun dari udara. Suhu penyimpanan
tekanan onkotik plasma. harus dipertahankan antara 4 - 6°C, dan darah yang sudah
Setelah penggantian volume darah dalam jumlah besar, berada di luar lemari pendingin selama lebih dari 30 menit
Hb resipien akan menggambarkan Hb donor. Setelah transfusi tidak boleh dipakai lagi. Bahaya yang terbesar ditimbulkan
sebanyak volume darah resipien, 60% darah resipien merupa- oleh bakteri gram negatip dan organisme kriofilik (jasad renik
kan darah yang berasal dari donor. Setelah transfusi se- yang dapat berkembang biak dalam suhu sangat rendah).
banyak 2 kali volume darah resipien maka angka tersebut • Reaksi pirogenik
(60%) menjadi 90%. Penyebab reaksi pirogen biasanya adalah polisakarid
Untuk mendapatkan jumlah darah yang diperlukan untuk hasil metabolisme bakteri, yang terdapat di dalam wadah pe-
meningkatkan Hb pasien sampai nilai tertentu dapat dipakai nyimpanan atau cairan antikoagulan. Reaksi pirogenik kini
rumus sebagai berikut : sangat jarang setelah digunakannya wadah dan set transfusi
V. darah res. Normal X Hb yang diinginkan yang disposabel.
V.Donor= • Inkompatibilitas
Hb. darah donor Apabila masa hidup sel yang ditransfusikan sama panjang
V. Donor = vol. darah donor yang diperlukan. dengan masa hidup sel resipien dan sebaliknya, transfusi
V. darah res. Normal = volum darah resipien yang normal (70-80 ml/ dikatakan kompatibel. Penelitian-penelitian menunjukkan,
kg). pada 30% peristiwa transfusi (terutama transfusi dengan lebih
Hb = kadar hemoglobin dalam g/dl. (=g%). dari 1 unit darah), eritrosit donor hanya bertahan hidup se-
Hb darah lengkap = 10 - 13 g/dL lama 14-16 hari. Ini menunjukkan, pemeriksaan ks rutin
Hb eritrosit yang terkonsentrasi (= packed red cells) = 18 - 23 g/dl.
belum sepenuhnya menjamin kompatibilitas.
• Reaksi hemolitik
RESPON TUBUH TERHADAP PERDARAHAN12,13 Umumnya disebabkan oleh inkompatibilitas A B O,
Setelah perdarahan, albumin, air dan elektrolit akan dengan frekuensi 0,2 - 0,3%. Dapat terjadi lisis eritrosit
berpindah dari ruang interstitial ke intravaskuler. Orang sehat donor karena antibodi resipien. Bila terjadi cepat (segera
dapat memobilisasi cairan dengan cara ini sebanyak 100 ml/ jam, setelah transfusi 50 ml darah) atau lambat (beberapa jam-
dengan kecepatan yang makin lambat, dan hemodilusi ini akan beberapa hari). Dapat. juga terjadi lisis eritrosit resipien
berakhir setelah 36 - 48 jam pasca perdarahan. Ada sekelompok akibat antibodi donor, biasanya bersifat ringan, dan sering
ahli yang membuktikan, cairan ringer laktat yang dimasukkan terjadi pada transfusi dengan donor universal.
dengan cepat ke dalam sirkulasi pasien yang kehilangan 10% Tanda-tanda klinis :
darahnya akan dipertahankan lebih lama dari pada bilainfus a. Segera : nyeri lumbal, nyeri sternal dan nyeri di tempat
tersebut dilakukan kepada orang yang normovolemik. masuknya darah, demam disertai menggigil dan kekakuan,
gelisah, mual, muntah, urtikaria, dispnea, dan hipotensi.
PERDARAHAN YANG MASIF DAN AKUT12,13 b. Lanjut : perdarahan yang tidak dapat diatasi, hemoglobi-
Apabila perdarahan mencapai 20 - 30% volume darah akan nuria, oliguria sampai anuria, ikterus dan anemia.
terjadi gangguan perfusi paru. Penurunan curah jantung yang Reaksi hemolitik dapat juga terjadi akibat penyimpanan
terjadi juga meningkatkan ekstraksi oksigen oleh jaringan. Arti darah yang kurang baik, darah daluwarsa atau darah yang
klinis perubahan ini ialah sudah hemolisis karena terlalu dipanaskan/terlalu didinginkan.
1) Obat-obat golongan morfin harus diberikan dengan hatihati, • Reaksi alergi
dan hanya atas indikasi yang kuat (untuk mengatasi nyeri hebat). Dapat terjadi urtikaria sampai spasme bronkus. Biasanya dapat
2) Peningkatan fraksi oksigen inspirasi (30% atau lebih) diatasi dengan pemberian antihistamin. Kekerapan reaksi alergi
adalah 1 - 1,5%.dari semua transfusi.
biasanya sangat menolong.
3) Cairan seperti NaCl, plasma, dextran, ringer laktat atau • Keracunan sitrat
plasma ekspander yang lain harus segera diberikan sampai Transfusi cepat dengan volume besar dapat menimbulkan
tersedia darah. tremor dan gangguan irama jantung akibat asidosis metabolik.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Pada keadaan renjatan berat, penyakit hati, keadaan hipoterini c. Intoksikasi sitrat. Dapat diatasi dengan pemberian kalsium.
atau pada neonatus, lebih mudah terjadi keracunan sitrat. Pe- d. Pergeseran keseimbangan asam — basa. Biasanya terjadi
nurunan pH ini biasanya disertai peningkatan kadar kalium asidosis ringan yang tidak boleh terburu-buru di koreksi,
plasma. Dalam keadaan normal, natrium sitrat dengan cepat karena dengan sirkulasi yang baik keadaan ini akan ter-
dimetabolisme menjadi natrium bikarbonat di dalam hati. koreksi sendiri dalam waktu beberapa jam. (koreksi yang
2 liter darah sitrat dapat ditransfusikan dalam waktu 20 terburu-buru dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang
menit ,tanpa bahaya keracunan sitrat. Bila dikawatirkan lebih berbahaya).
akan timbul keracunan sitrat (pada transfusi masif, keadaan e. Hiperkalemia.
renjatan dan lain-lain seperti tersebut di atas) 'dapat diberikan f. Pengendapan mikroagregat di dalam paru sehingga terjadi
1 g kalsium glukonas untuk setiap liter darah transfusi. Akan sembab paru.
tetapi ada peneliti yang menyatakan, kalsium glukonas tidak g. Pergeseran kurva disosiasi oksigen — hemoglobin ke kiri,
perlu (karena cadangan kalsium di dalam tubuh sangat besar), sehingga pelepasan oksigen untuk jaringan lebih sukar,
bahkan mungkin berbahaya. akibat 2,3 DPG yang rendah. Kurva ini akan kembali
• Asidosis metabolik normal setelah 24 jam.
Penyimpanan darah sitrat dapat menurunkan pH menjadi
6,6. Sehingga transfusi masif dapat menimbulkan asidosis PENATALAKSANAAN REAKSI TRANSFUSI1,2,3,12,13,16
metabolik. Oleh karena itu, ada ahli yang menganjurkan pem- Yang dimaksud dengan reaksi transfusi disini adalah reaksi
berian 3,75 g natrium bikarbonat untuk setiap 5 liter darah hemolitik, inkompatibilitas, dan reaksi alergi yang berat.
transfusi yang diberikan secara cepat. 1) Transfusi segera dihentikan, diambil lagi contoh darah
• Bahaya dari darah yang bersuhu rendah pasien dan darah donor untuk pemeriksaan ulang.
Bahaya ini terutama timbul pada anak kecil dan pasien 2) Perbaiki keadaan hipovolemia dengan plasma atau cairan
yang sedang dianestesi, karena kurangnya kemampuan pēng- kristaloid. Tekanan vena sentral dipantau.
aturan suhu. Dapat terjadi penurunan suhu batang tubuh, yang 3) Koreksi keadaan asidosis, dan kemih dibuat menjadi se-
diikuti oleh fibrilasi ventrikel dan henti jantung. Dianjurkan dikit alkalis. (pH = 8).
memberikan darah dengan cara merendamselang infus dalam 4) Setelah volume cukup, berikan manitol 12,5 - 50 g selama
air hangat selama transfusi berlangsung. Pemansan ini tidak 15 menit, Bila belum terjadi diuresis berikan furosemid 20 - 40
boleh melebihi 40° C. mg. Bila belum terjadi diuresis, segera dilakukan dialisis perito-
• Keracunan kalium neal (bila mungkin, lakukan hemodialisis).
Darah simpan yang mendekati waktu daluwarsa dapat 5) Hitung jumlah trombosit, partial tromboplastin time dan
mengandung kalium sebanyak 30 mEq/l. Pada pasien yang kadar fibrinogen serum.
fungsi ginjalnya menurun seperti pada keadaan renjatan atau 6) Bila terjadi koagulasi intra vaskuler yang menyeluruh (disse-
gagal ginjal, sebaiknya diberikan darah yang mempunyai masa
minated intra vasculer coagulation = DIC), segera dimulai
simpan kurang dari 10 hari.
terapi dengan heparin.
• Kelebihan beban sirkulasi
7) Pasien harus dirawat di unit perawatan intensif, agar peman-
Pada masa lalu hal ini merupakan salah satu penyebab
kematian. akibat transfusi yang tersering. Akan tetapi dengan tauan dan berbagai tindakan dapat dilakukan dengan baik.
adanya diuretika yang kuat, pengetahuan mengenai tekanan
vena sentral dan teknik mengukur volum plasma dan volum KESIMPULAN
darah total, hal ini lebih jarang terjadi. Dianjurkan untuk se- Transfusi darah atau komponennya merupakan tindakan
lalu meng-auskultasi bagian basal paru bila melakukan transfusi yang dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi morbiditas,
dalam jumlah besar, pada manula atau pada anak kecil. bila diberikan menurut indikasi yang tegas dan saat yang tepat.
• Pengaruh obat-obat dan anestetica Penyulit yang mungkin timbul pada transfusi darah dapat
Pada pasien yang sedang dianestesi atau dalam pengaruh berakibat fatal. Dengan pemantauan yang ketat selama trans-
obat, mungkin hanya ada dua tanda yang menunjukkan ter- fusi, penyulit yang timbul dapat segera diketahui, dan dengan
jadinya inkompatibilitas, yaitu : penatalaksanaan yang cepat dan tepat dapat dicegah terjadi-
1. Hipotensi yang tidak diketahui sebabnya. nya hal-hal yang tidak diingini.
2. Perdarahan yang tidak normal. Seorang klinikus yang akan memberikan transfusi darah
• Inkompatibilitas Rhesus seyogyanya mengetahui dengan baik indikasi dan penyulit
Untuk mencegah timbulnya inkompatibilitas Rhesus, yang mungkin timbul pada transfusi darah, serta menguasai
sebaiknya tidak diberikan darah Rh + kepada resipien dengan cara menatalaksana penyulit ini.
Rh —. Ini terutama penting pada wanita usia subur dengan
Rh — untuk mencegah hemolisis bayi bila wanita tersebut KEPUSTAKAAN
melahirkan. 1. Arba Pohan. Pengenalan dan tindakan segera pada reaksi hemolitik
• Penyulit setelah transfusi masif transfusi. Referat di bagian Anestesiologi FKUI — RSCM 1983.
Transfusi masif ialah transfusi sebanyak 500 ml dalam 2. Miller RD, Brzica SM. Blood, blood component, colloid and
waktu < 5 menit, atau transfusi sebanyak 50% volume darah autotransfusion therapy. dalam ANESTHESIA editor Miller RD.
resipien dalam waktu kurang dari 1 jam. New York : Churchill Livingstone, 1981; Vol. II. 885—922.
a. Gangguan pembekuan darah akibat pengenceran. Dapat diatasi 3. Rodman GH Jr. Bleeding and clotting disorders : Blood trans-
dengan pemberian FFP atau/dan trombosit. fusions, complications and component therapy. Dalam Shoemaker
b. Koagulasi intra vaskuler diseminata. (editor). TEXTBOOK OF CRITICAL CARE. Philadelphia : WB.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 29


Saunders Company, 1983; 730-732. 10. British Medical Journal Editorial 1981; 283 1-2.
4. Abrams RA, Glaubiger D. Result of Attempted Hematopoietic 11. Myhre BA. Fatalities from blood transfusion. JAMA 1980; 244 :
Reconstitution using Isologous, Perpheral Blood Mononuclear 1333-1335.
Cells : a case report. Blood 1980; 56 : 516-520. 12. James DCO. Blood transfusion and notes on realted aspects of
5. Highby DJ. Granulocyte transfusion, where now? N Engl J Med blood clotting and heamoglobinopathies. ,dalam SCIENTIFIC
1981;105 : 636-637. FOUNDATION OF ANAESTHESIA. London :,WB Saunders
6. Kahn RA dkk: Use of plasma products with whole blood and Company 1981; 375-391. `
packed rbc's. JAMA 1979; 242: 2087-2090. 13: Wylie and Churchill Davidson. A PRACTICE OF ANESTHESIA
7. Rich KC. Purine nucleoside phosphorylase deficiency : improved ed. IV London : Lloyd Luke 1979; 705-724.
metabolic and imunologic function with erythrocyte transfusion. 14. Alter Hl, Purcell RH dkk. Donor Transaminase and recipient
N Engl 3 Med 1980; 303 : 973-977. hepatitis. LAMA 1981; 246: 630-634.
8. Syndei EL dkk. Effects of blood transfusion on invivo,levels of 15. Dahn MS dkk. Negative Inotropic effect of Albumin Resuscitation
plasma fibronectine. J Lab Clin Med 1981; 98 : 336-341. for shock. Surgery 1979; 86 : 235-241.
9. Varghese V dkk. Induction of immunological unresponsiveness by 16. Kahn RC dkk. Massive blood replacement : Correlation of ionized
multipe transfusion in uraemic patients. Lancet 1981; Aug. 250- calcium, citrate and hydrogen ion concentration. Mesth Analg
251. 1979; 58 : 274-278.

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Perilaku Kesehatan,
Perilaku Kesakitan dan Peranan Sakit
(Suatu Introduksi)
Dr.Rudy Salan
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

PENDAHULUAN nal antropologi budaya dalam deskripsi etnografis hampir selalu


Dari data yang terkumpul melalui beberapa penelitian di memberikan penjelasan tentang cara-cara pengobatan dalam
Indonesia, tampak dengan jelas bahwa di antara provinsi- masyarakat tertentu, namun dengan dikembangkannya ilmu
provinsi di Indonesia terdapat contact rate yang bervariasi antropologi kesehatan telah dikemb'angkan aspek lain .dari
tinggi. Apabila contact rate didefinisikan sebagai jumlah kun- kesehatan, yang bersifat lebih mendalam .dan yang pada
jungan per penduduk, maka tampaknya bahwa bukan saja akhirnya akan bermanfaat banyak bagi ilmu kedokteran dan ilmu
antar provinsi, bahkan dalam satu provinsi pun terdapat pelayanan kesehatan.
variasi yang besar.
Salah satu upaya untuk memperbaiki contact rate di
tempat-tempat yang mempunyai rate yang rendah adalah PENGERTIAN "DISEASE" DAN "ILLNESS"
dengan terlebih dahulu mencari hubungan antara kurang- Berbicara tentang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan
nya kunjungan dari penduduk ke pusat pelayanan kesehatan menyangkut banyak pengetahuan tentang determinan-
yang modern dengan beberapa variabel yang menurut per- determinan sosial tentang penyakit. Untuk keperluan ini
kiraan atau diasumsikan mempunyai peranan yang penting. telah dlkembangkan beberapa pengertian yang telah diberikan
Dalam upaya ini beberapa cara dapat ditempuh melalui definisi operasional atau konseptual. Pertama dapat dikemuka-
metode penelitian yang berbeda-beda. Biasanya dipilih be- kan di sini perbedaan antara disease dan illness. Dalam bahasa
berapa variabel yang dianggap berpengaruh terhadap contact Indonesia kedua pengertian ini disebut penyakit, namun
rate, dan selanjutnya diadakan penelitian untuk melihat sejauh dilihat dari segi antropologis sebenarnya terdapat perbedaan
mana variabel-variabel ini menyumbang kepada penambahan yang besar antara kedua pengertian ini. Dengan disease di-
atau penurunan contact rate. maksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses
Walaupun .cara demikian tidak ada salahnya, namun biologik dan psikofisiologik pada seorang individu. Dengan
diragukan apakah cara ini dapat memberikan jawaban yang illness dimaksudkan reaksi personal, interpersonal dan kultural
memuaskan. Ini disebabkan karena tinggi-rendahnya kunjung- terhadap penyakit atauperasaankurang nyaman (Kleinman dkk
an masyarakat ke Puskesmas — atau lebih spesifik — sering 1978:251). Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease,
tidaknya seorang pasien mengunjungi Puskesmas sangat di- sedangkan. Pasien menderita illness. Kedua pengertian ini
pengaruhi oleh proses perilaku yang berkaitan dengan kesehat- tidak identik. Illness dapat disebabkan oleh disease, tetapi
an (health related behavior). Dalam 15 tahun akhir-akhir ini tidak selalu illness. disertai dengan adanya kelainan organik
perkembangan konsep-konsep di bidang perilaku yang ber- maupun fungsional dari tubuh. Pengertian illness dibentuk
kaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang dengan oleh faktor-faktor kultural, yang dipengaruhi oleh persepsi,
pesatnya. Penelitian-penelitian di bidang ini telah mencipta- pemberian nama, penjelasan, dan proses penilaian dari peng-
kan perangkat ilmu ,pengetahuan (body of knowledge) yang alaman yang tidak menyenangkan. Semua hal ini dibentuk.
memerlukan diterbitkannya beberapa majalah-majalah ilmiah dalam lingkungan keluarga, sosial dan kulturaL Dengan demi-
baru yang banyak memuat artikel-artikel perihal ilmu pe- kian dapat dikatakan, bahwa pengertian illness adalah pe-
ngetahuan ini. Salah satu hal yang menarik dari penelitian- ngertian yang merupakan konstruk kultural. Dalam perbedaan
penelitian ini adalah bahwa daerah-daerah penelitian bukan antara kedua ,pengertian dapat terjadi kekurangsesuaian
saja ada di negara-negara yang telah berkembang, tetapi juga antara pendekatan dokter terhadap penyakit dan apa yang
ada di negara-negara yang sedang berkembang. Disiplin ilmu diharapkan dari pasien. Dokter sering hanya cenderung meng-
yang menaruh minat banyak terhadap cabang ilmu pengetahuan obati segi fisik dari penyakit saja, dan kurang memperhatikan
ini adalah antropologi kesehatan. Walaupun secara tradisio- aspek kulturalnya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 31


PERILAKU KESEHATAN, PERILAKU KESAKITAN (illness bukan disease), para antropolog kesehatan berusaha
DAN PERANAN SAKIT untuk menjabarkan perjalanan penyakit dalam beberapa tahap.
Dalam rangka ini timbul beberapa pengertian lain yang Walaupun tahap-tahap ini kadang-kadang bertumpang tindih,
mempunyai konotasi kultural, yaitu perilaku kesehatan (health namun untuk memudahkan analisis pentahapan ini berguna
behavior), perilaku kesakitan (illness behavior) dan peranan sakit sekali. Tahap-tahap yang dimaksud adalah sebagai berikut5:
(sick role). Yang dimaksudkan dengan perilaku kesehatan
(health behavior) adalah setiap tindakan yang diambil oleh 1. Keputusan bahwa ada sesuatu yang tidak beres
seorang individu yang 'berpendapat bahwa dirinya sehat dengan Dalam tahap ini seorang merasakan adanya gejala, perasaan
maksud untuk mencegah terjadinya penyakit atau mengenalnya kurang nyaman pada dirinya, sehingga orang tersebut
pada stadium permulaanl. Sebagai definisi tentang perilaku berpendapat bahwa ada sesuatu yang, tidak beres dengan
kesakitan (illness behavior) dikemukakan: "cara-cara di mana dirinya. Gejala-gejala yang dialaminya dapat bersifat sub-
gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang jektif, maupun objektif. Dalam suatu kebudayaan tertentu
individu yang mengalami sakit, kurang nyaman atau tanda-tanda gejala ini tidak selalu dikenal sebagai kategori medik-diag-
lain dari fungsi tubuh yang kurang baik"2. Definisi yang lebih nostik, tetapi lebih sering diinterpretasikan sebagai gangguan
sederhana menjelaskan bahwa perilaku kesakitan adalah setiap dalam fungsi-fungsi kehidupan normal.
tindakan yang dilakukan oleh seorang individu yang merasa diri 2. Keputusan bahwa seorang sakit dan membutuhkan pe-
sakit (ill), untuk menentukan dirinya sakit dan mencari rawatan profesional
pengobatannyal. Pada suatu penyakit dapat dikenal aspek sosial Dalam tahap ini seseorang telah memutuskan bahwa dia
yang menunjukkan urutan waktu. Ada suatu awal yaitu kesadar- menderita sesuatu penyakit, dan oleh karenanya mem-
an adanya gejala penyakit yang masih bersifat samar-samar, butuhkan pertolongan. Orang tersebut dapat mencari
suatu perkembangan menuju suatu proses sosial dan fisiologik pertolongan sendiri, kepada seoraang ahli, atau dia dapat
dan suatu akhir melalui proses kesembuhan atau kematian. merundingkan kondisinya dengan keluarga atau orang di
Proses sosial ini merupakan suatu proses yang kompleks yang sekitarnya.
sangat ditentukan oleh ciri-ciri kebudayaan. Untuk menganalisa 3. Keputusan untuk mencari perawatan media professional
proses ini diciptakan pengertian atau istilah perilaku kesehatan. Dalam tahap ini seorang yang merasakan dirinya sakit telah
Dalam konstruk teoretik ini diciptakan pula beberapa istilah, memutuskan untuk mencari validasi tentang pendapatnya
yaitu sick role dan patient role (peranan sakit, dan peranan kepada seorang yang dianggapnya ahli dalam bidang
pasien) yang menjelaskan bahwa seorang telah beralih dari penyakit. Dengan demikian dia dapat beralih dari peranan
peranan sebagai orang normal dalam masyarakat ke seorang orang normal ke peranansakit (sick role). Proses pemilihan
yang sakit dengan segala hak dan tanggungjawabnya. Di sini pertolongan sangat bervariasi pada beranekamacam
digunakan pengertian, setiap orang dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan dan sangat ditentukan oleh normanorma dan
senantiasa menggunakan beberapa peran silih berganti. Namun nilai-nilai kebudayaan setempat.
apabila dia menjadi sakit, dia beralih dari peranan sebagai orang 4. Keputusan untuk mengadikan pengawasan kepada
normal kepada peranan sebagai orang sakit. Dalam fungsi dan dokter dan menerima serta mengikuti pengobatan yang
peranan sebagai orang sakit terdapat empat aspek yang dapat ditetapkan
disebut di sini. Pertama, tergantung dari ringan-beratnya penyakit Kini pasien telah menerima peranan pasien (patient role)
seorang dalam peranan sakit dapat dibebaskan dari sebagian atau dengan segala konsekuensinya. Dalam fase ini amat penting
semua tugas sosialnya. Kedua, orang yang sakit terpaksa menjadi diketahui apakah penyakit yang dideritanya adalah penyakit
sakit dan tidak dapat sembuh karena keputusannya sendiri atau akut yang akan sembuh dengan cepat, penyakit kronik, atau
karena dia ingin sembuh. Ketiga, orang yang sakit diharapkan penyakit yang tidak bisa sembuh. Bila pasien mengalami
dapat sembuh secepat mungkin dan keempat, dia diharapkan penyakit. yang' menahun, maka dia diharapkan mengadakan
mencari pertolongan yang sesuai3. Dengan adanya keempat perubahan-perubahan dalam cara hidupnya dan untuk waktu
aspek ini status sosial dari pasien tidak berubah dan dia masih yang lama akan tergantung kepada ahli yang mengobatinya
dapat mempertahankan martabat dirinya dengan baik. Di dan keluarganya.
samping itu perlu diketahui pula bahwa tergantung dari status 5. Keputusan untuk mengakhiri peranan pasien
sosialnya dia diharapkan memperlihatkan perilaku tertentu. Walaupun dalam masyarakat modern keputusan ini terjadi
Walaupun pengertian peranan sakit ini cukup panjang lebar tanpa dirasakan, namun pada beberapa kelompok masya-
dibicarakan oleh Talcott Parsons4, namun kenyataan rakat fase ini ditandai dengan upacara-upacara tertentu,
menunjukkan bahwa tidak semua pasien ingin dan patuh dalam yang menandakan bahwa orang yang tadinya sakit, se-
mengambil peranan ini. Banyak penyimpangan-penyimpangan karang sudah menjadi anggota kelompok yang .sehat dan
dapat terjadi pada setiap aspek tadi, yang akhirnya dapat sangat oleh karenanya dia sudah dapat memikul tanggungjawab
membahayakan kehidupannya sendiri. sehari-hari seperti dahulu.
Dengan adanya beberapa tahap-tahap ini, dalam penelitian
TAHAP-TAHAP PĒRJALANAN PENYAKIT tentang perilaku kesakitan atau perilaku masyarakat terhadap
Dalam upaya menganalisa penyakit dalam konteks sosial pelayanan kesehatan perlu disusun sejumlah area pertanyaan-
pertanyaan yang dapat memberikan keterangan dari

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


masing-masing tahap ini. Dan jawaban-jawabannya dapat disusun dalam waktu yang cepat? atau memerlukan waktu
gambaran dan konsep masyarakat tentang penyakit (disease dan illness) yang lama?
dan tanggapannya tentang pelayanan kesehatan. Petugas yang • Apakah mencari pertolongan ini sebenarnya
memberikan pelayanan kesehatan dengan demikian dapat memperberat keadaan keuangan anda?
menyesuaikan pelayanan dengan pandangan masyarakat tentang sakit • Bagaimana perasaan anda, bila diobati? Apakah anda
dan sehat. merasa sangat tergantung orang lain atau masih dapat
Dalam konteks ini masih perlu diketahui tentang konsep mengambil macam-macam keputusan sendiri?
explanatory model, yaitu cara bagaimana seorang dalam kebudayaan Tahap 3 : Keputusan untuk mencari perawatan medis profesional
tertentu memberikan interpretasi terhadap suatu penyakit. Berdasarkan • Menurut pendapat anda pertolongan ini dapat
konstruk teoretik explanatory model ini dapat diasumsikan, yaitu apabila diperoleh di mana saja? Sebutkanlah jenis-jenisnya
model yang dianut dan nama-nama orang yang dapat memberikan
oleh masyarakat sesuai atau dekat dengan model dari yang memberikan pertolongan kepada anda.
pelayanan, hubungan antara pelayanan kesehatan dan konsumen • Apakah ada fasilitas lain yang dapat memberikan
kesehatan akan lebih akrab pula. Para petugas pelayanan medik yang pertolongan?
mendasarkan pengetahuannya pada ilmu kedokteran barat, sering akan • Kalau anda diminta untuk mengurut pertolongan ini
mengalami kesenjangan antara interpretāsi yang diberikan oleh mereka menurut selera atau pendapat anda, bagaimanakah
terhadap suatu penyakit dan yang diberikan oleh masyarakat menurut urutannya, yang mana yang pertama yang akan
pola kebudayaannya6 . diminta pertolongan, yang mana kedua, dan
PENILAIAN PERILAKU MASYARAKAT seterusnya.
Dalam mencari perilaku masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ada • Mengapa urutan dibuat demikian?
dua spek yang perlu ditinjāu:
• Dalam pemilihan pertolongan apakah anda minta .
1. Aspek dari pasien dan lingkungannya pendapat orang lain? (keluarga, ayah, ibu, kakek,
2. Aspek dari dokter atau paramedik
nenek, anggota keluarga lain, mereka yang mem-
Sesuai dengan kedua aspek ini dan sesuai pula dengan pentahapan yang
biayai pengobatan itu, rapat keluarga). Akhirnya
telah dijabarkan tadi, dapat disusun sejumlah pertanyaan yang dapat siapakah yang menentukan?
dikemukakan untuk memperoleh gambaran in depth tentang perilaku
• Siapakah yang biasanya anda hubungi paling dahulu?
masyarakat mengenai pelayanan kesehatan: Berikut ini dikemukakan
• Apakah anda mengobati diri lebih dahulu sebe-
beberapa contoh pertanyaan yang mungkin bermanfaat.
lum meminta pertolongan? Obat apa yang di-
Aspek dari pasien dan lingkungannya
gunakan? Obat kampung? Obat yang biasa dibeli di
Tahap 1 : Keputusan bahwa ada sesuatu yang tidak beres
depot? Obat yang bisā dibeli di apotik? Apakah anda
ƒ Apakah yang anda rasakan atau keluhkan?
selalu ada persediaan obat untuk hal-hal demikian?
• Sudah berapa lama anda merasakan atau me-
• Bila telah diputuskan bahwa anda harus meminta
ngeluh tentang kondisi ini?
pertolongan pada suatu fasilitas/orang tertentu,
• Apakah keluhan-keluhan ini mengganggu pekerjaan
mengapa itulah yang dipilih? -
anda?
• Apakah yang anda harapkan dari pengobatan pada
• Apakali gangguan ini mencemaskan anda?
fasilitas tersebut?
• Bagaimanakah dampak keluhan nada terhadap
• Bagaimanakah sikap anda apabila penyakit anda tidak
upaya mencari nafkah sehari-hari?
cepat sembuh dan bersifat penyakit yang menahun?
ƒ Apa menurut anda menjadi sebab dari keluhan atau
• Bagaimanakah anda menjelaskan penyakit anda? Apa
penyakit anda?
sebabnya? Bagaimana kira-kira perjalanannya?
• Bagaimana pendapat anda, atau keluarga anda, atau
Apakah sebabnya terletak dalam tubuh anda atau di
orang-orang lain di sekitar anda tentang penyakit atau
luar tubuh anda? Apakah ada hubungannya dengan
keluhan yang anda alami ini?
hal-hal yang mistik-magik? (Pertanyaan ini dimaksud
Tahap 2 : Keputusan bahwa seseorang sakit dan membutuh-kan
untuk mengetahui "explanatory model" dari pasien).
perawatan profesional
• Bagaimana pengobatan ini berpengaruh terhadap
• Apakah anda merasa sudah waktunya meminta bantuan
lingkungan anda?
terhadap penyakit anda?
• Apakah dalam lingkungan anda. terdapat orga-
• Bentuk dan pertolongan apakah yang anda harapkan?
nisasi yang dapat diminta pendapat dalam hal-
• Bagaimanakah pendapat anda tentang bentuk bantuan
hal ini? (organisasi keagamāan, pemuda, sosial,
ini dan di mana mencarinya? (mengobati diri sendiri, arisan, Posyandu dan sebagainya).
pergi kepada orang yang dianggap pandai, Puskesmas,
Posyandu, rumah sakit dan sebagainya).
• Apakah yang diharapkan dari bantuan ini? Tahap 4 : Keputusan untuk mengalihkan pengawasan terhadap
• Apakah dengan bantuan ini menurut pendapat anda dokter dan menerima serta mengikuti pengobatan
keluhan-keluhan anda dapat dihilangkan

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 33


yang telah ditetapkan apakah terdapat kontak mata (eye—contact) yang lama antara
• Bagaimana perasaan anda sekarang selama dalam dokter dan pasien atau tidak ada kontak mata sama sekali,
pengobatan? bagaimana perilaku petugas, kasar, berbicara pendek-pendek
• Berapa lama anda bersedia menjadi pasien? saja, kurang menanggapi keluhan pasien,' penuh rasa kasih,
• Jikalau anda harus berobat lebih dari 2 minggu, memerlukan waktu yang cukup lama untuk mendengarkan
bagaimanakah pendapat anda? keluhan-keluhan pasien yang tidak langsung ada hubungan.
• Siapakah yang akan mengatur rumah tangga anda dengan penyakitnya, apakah terdapat penjelasan tentang penyakit
selama anda sakit? pasien oleh petugas kesehatan dan sebagainya.
• Apakah anda kini merasa aman, ataukah selalu
dirundung rasa khawatir? Apakah yang dikhawa- METODOLOGI PENELITIAN PERILAKU
tirkan?
• Bila anda bersalin, apakah lebih senang di rumah Melihat hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa pendekatan
sendiri atau di rumah sakit/puskesmas? Mengapa? metodologis dalam penelitian semacam ini adalah dengan
participant observation. Metoda kuesioner dengan rating bagi
• Apakah anda pernah pergi ke rumah sakit? Bila ya,
penelitian ini kurang tepat. Yang sesuai adalah wawancara
bagaimanakah kesannya? Apakah dirasakannya
ramah? Apakah ada rasa takut, bingung, takut terbuka yang perlu diulang-ulang beberapa kali dan ditunjang
oleh observasi untuk mendapat kepastian bahwa apa yang
bertanya kepada orang lain, merasa tidak tahu mau
ditanyakan oleh peneliti benar-benar dimengerti oleh informan.
kemana, merasa kurang diperhatikan. Dalam
hal•hal ini apakah anda pasrah saja, atau anda lain Penelitian. yang demikian itu dapat saja dilakukan oleh seorang
dokter, tetapi peneliti yang berlatar belakang antropologi atau
kali tidak mau datang lagi?
sosiologi mungkin dapat memperoleh lebih banyak informasi.
• Pelayanan yang bagaimanakah yang anda harapkan
Karena penelitian demikian memerlukan pertanyaan yang
dari .rumah sakit? (waktu pagi atau sore,
bersifat in depth, maka tidak dapat dilakukan pada sampel yang
dokter atau perawat, dokter tua atau muda).
terlalu besar. Beberapa puluh sampel (subyek) atau paling
• Apakah anda merasa ada waktu cukup untuk dapat
banyak 100 subyek dapat didekati secara demikian. Analisis dan
mengemukakan pendapat atau keluhan anda?
penyajian analisis bukan berupa tabel, tetapi berupa narasi dan
deskripsi profil.
Tahap 5 : Keputusan untuk mengakhiri peran pasien
• Siapa yang menyatakan bahwa anda sembuh? KEPUSTAKAAN
Apakah hanya perasaan anda sendiri atau orang
lain? (dukun, dokter, perawat, anggota keluarga). 1. Kasl SV dan Cobb S. Health Behavior, Illness Behavior and Sick
• Apabila anda sembuh apakah juga dirapatkan Role Behavior, Archives of Environmental Health 1966; 12 : 246-
dalam keluarga? 266.
• Apakah ada upacara-upacara tertentu yang me- 2. Mechanic D dan Volkart EH. Stress, Illness Behavior and the Sick
Role, American Sociological Review 1961; 26 : 51—58.
nyatakan bahwa anda sudah sembuh?
3. Siegler M dan Osmond H. The Sick Role Revisited, Hastings Center
Studies 1973;1 (3) : 41-48.
Aspek dari dokter atau paramedic 4. Parsons, Talcott. Definisitions of Health and Illness in the light of
American Values and Social Structure, dalam Concepts of Health
Dalam kategori pertanyaan ini dapat ditanyakan hal-hal and Disease Caplan AL, Engelhardt T dan McCartney JJ Ed. 1981;
yang lazim tentang kualitas pelayanan, seperti waktu yang 57—84.
dibutuhkan untuk perjalanan dari rumah ke fasilitas peng- 5. Foster GM dan Anderson BG. Medical Anthropology, New York:
obatan, biaya yang dikeluarkan, berapa lama harus menunggu John Wiley and Sons, 1978.
sebelum mendapatkan giliran, berapa lama harus menunggu 6. Kleinman A. Patients and Healers in the Context of Culture, Uni-
versity of California, Berkeley, 1980.
sebelum mendapatkan obat dan pendapat pasien tentang
7. Kleinman A, Eisenberg L dan Good B. Culture, Illness and Care:
semua hal ini. Clinical Lessons from Anthropologi•a1 and Cross—Cultural Re-
Dapat pula ditanyakan tēntang kualitas hubungan pasien search, Annals of Internal Medicine 1978; 88 : 251—258
dengan petugas kesehatan.(doctor—patient relationship). Di
sini dapat ditanyakan dan diobservasi perihal berapa waktu
yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien,

RALAT : Dalam CDK No 50, terdapat salah cetak pada halaman 53, kolom penulis,
tertulis : Hoedyanto Tjokrosapoetro.
Seharusnya : Roedyanto Tjokrosapoetro
Redaksi

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Pengamatan Penderita Demam Berdarah
Dengue di Indonesia 1985 - 1986

Suharyono Wuryadi
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

PENDAHULUAN sakit (konvalesen 1) — S2.


Demam Berdarah Dengue sampai saat ini masih merupa- 3. Jika,mungkin 10 — 14 hari setelah onset penyakit — S3.
kan masalah di Indonesia. Jumlah kasus bahkan makin me- Data-data mengenai penderita, nama, umur, jenis kelamin,
ningkat. Untuk 3 tahun terakhir ini dilaporkan antara 13.000— tanggal sakit, gejala-gejala klinik, gejala-gejala' penyakit dan
15.000 kasus dengan case fatality rate sekitar 4%. lain-lain, harus diikutsertakan waktu mengirim specimen ter-
Yang sangat menonjol untuk 3 tahun terakhir ini adalah sebut.
makin banyaknya kasus-kasus dewasa. Banyak di antara kasus Pengambilan specimen dapat dilakukan dari serum darah
dewasa ini mempunyai gejala pendarahan yang berat dan bah- vena yang dimasukkan vial atau dengan menggunakan kertas
kan kematian. filter :
Banyak faktor masih belum dapat dijelaskan mengenai pe- a. Untuk serum
nyakit ini. Pengamatan yang terus-menerus baik tentang virus Diambil secara aseptik 2 — 6 cc darah venous.
penyebabnya maupun vektor dan penderitanya masih perlu — Jika laboratorium letaknya tidak jauh, langsung dikirim
dilanjutkan dan ditingkatkan. dalam thermos es secepatnya. Tempat darah (tabung atau
Dalam laporan ini disampaikan hasil kegiatan tentang vial) diberi label dan diisi dengan data-data penderita.
pengamatan penderita Demam Berdarah Dengue di Indonesia — Jika laboratorium letaknya jauh (lebih dari 24 jam), serum
pada periode 1985 — 1986. sebaiknya dipisahkan dan dimasukkan dalam vial dan di-
simpan beku di almari es, dilengkapi label dan data.
CARA KERJA. b. Kertas filter
Penderita dan tersangka Demam Berdarah Dengue (DBD) — ambil 2 kertas filter dan tuliskan kode nomor pads filter
yang dikemukakan di rumah-rumah sakit baik pemerintah tersebut dengan pensil.
maupun swasta, poliklinik, Puskesmas, dan praktek dokter — basahi kertas filter tersebut dengan darah dari ujung jari:
dianjurkan untuk diambil specimen darahnya untuk dikirimkan jenuh bolak-balik. Seluruh permukaan filter hams terisi
ke laboratorium yang ditunjuk .mendapatkan diangnosa dengan darah secara jenuh
serologi. — dibiarkan kering dengan sendirinya pada temperatur kamar.
Duabelas laboratorium, yaitu Balai Laboratorium Ke- Hindarkan dari sinar: matahari maupun panas Muir lampu.
sehatan Provinsi telah dapat mengerjakan konfirmasi serologi — kirimkan ke alboratoriurn setelah kering di dalam amplop
dengan cara HI test (Tes Haemaglutinasi Inhibisi): Medan, melalui pos. Jangan lupa mengirimkan juga form — klinik
Padang, Palembang,, Jakarta (Balai Laboratorium Kesehatan secara bersamaan.
DKI dan Puslit Penyakit Menular), Bandung, Semarang, Tes Serologi
Yogya, Surabaya, Banjarmasin, Ujung Pandang, Denpasar dan Ada dua macam pola tentang respons kekebalan pada infeksi
Manado. Dengue akut: infeksi primer dan infeksi sekunder. Respons
Pengambilan specimen dilakukan 2 — 3 kali: primer terlihat pada individu yang tidak kebal terhadap
1. Pada waktu penderita diketemukan atau waktu masuk Flavivirus (misalnya tidak pernah terinfeksi dengan Flavivirus
rumah sakit (akut) — S1. dan tidak pērnah mendapatkan vaksinasi Falvivirus seperti
2. Beberapa saat sebelum penderita meninggalkan rumah Japanese Encephalitis vaksin, Yellow Fever vaksin, dan lain-
lain.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 35


pandang, dan Manado telah diterima sebanyak 6941 specimen
penderita tersangka DBD dari seluruh Indonesia (lihat Tabel 1).
Dari specimen tersebut 2669 atau 38% menunjukan positif
terhadap HI test, sedang pada tahun 1986 dapat kumpulkan
sebanyak 8316 specimen dengan hasil 4520 atau 54,3%
menunjukkan positif HI test.
Di sini terlihat adanya kenaikan jumlah specimen dikirimkan
ke laboratonium-laboratorium.
Kalau kita lihat persentase yang positif terlihat adanya
Gambar 1. Response immunologi primer dan sekunder pada infeksi kenaikan dari 38% menjadi 54,3%. Kenaikkan yang cukup
Dengue. bermakna ini menunjukkan peningkatan ketajaman diagnosa
klinik oleh petugas-petugas kesehatan di daerah-daerah di
Respons sekunder terjadi pada individu dengan infeksi Dengue Indonesia. Perlu diketahui, bahwa pemerintah selalu berusaha
akut, tetapi sebelumnya telah pernah kena infeksi dengan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para pe-
Flavivirus yang lain. Respons sekunder dapat terjadi sebagai tugasnya dengan bermacam-macam jalan: seminar, training,
akibat kekebalan yang diperoleh dan infeksi Flavivirus yang penerangan dan penyuluhan, dan lain-lain.
lain (misalnya, Japanese Encephalitis atau Yellow Fever) atau Satu hal yang masih perlu diperhatikan adalah masih
serotipe Dengue yang lain. banyaknya specimen yang tidak dapat diperiksa. Menurut
Sekali telah terinfeksi dengan suatu serotipe tertentu, sese- pengamatan mi terjadi oleh bermacam-macam sebab dan
orang tidak akan pernah dapat terinfeksi dengan serotipe yang yang penting di antaranya adalah:
serupa. Pada infeksi Dengue Primer, titer antibodi naik per 1. Filter tidak jenuh/penuh di seluruh permukaannya.
lahan-lahan sampai pada suatu tingkat yang sedang tingginya, 2. Filter yang berisi darah belum sepenuhnya kering, sehingga
dan secara relatif monospesifik (misalnya, titer akan lebih waktu dimasukkan dalam kantong plastik dan dikirim menjadi
tinggi terhadap serotipe yang menginfeksi daripada terhadap busuk.
serotipe yang lain). 3. kertas filter yang berisi darah dikeringkan secara tergesa gesa,
Pada infeksi Dengue selunder titer antibodi naik cepat sampai dengan panas dari sinar matahari/lampu dan sebagai nya.
pada tingkat yang tinggi dan terjadi reaksi silang dengan
banyak macam Flavivirus antigen. Titer yang sangat tinggi Tabel 1. Specimen tersangka penderita DBD yang diperiksa di 12 BLK di
Indonesia 1985 - 1986
dijumpai hanya pada serum yang diambil dari penderita dengan
infeksi sekunder yang akut. Tahun Jumlah Positif HI Tak dapat diperiksa
Specimen
Specimen diperiksa secara serologi dengan HI test, dengan
metode microtiter. Biasanya serum diencerkan dua kali ke 1985 6941 2669 (38,0%) 711 (10,2%)
lipatan. 1986 8316 4520 (54,3%) 1152 (13,8%)
Pada HI test mi mula-mula dipakai satu macam antigen Terlihat bahwa kertas filter yang tidak dapat diperiksa
yang mempunyai reaksi yang luas (Dengue I atau Dengue 4). mencapai 10,2% pada tahun 1985 dan 13,8% pada 1986.
Apabila tes menunjukkan negatif, tes diulang kembali dengan Selain keduabelas BLK yang disebutkan tadi, Puslit Penyakit
mempergunakan antigen-antigen yang lain. Specimen akut dan Menular di Jakarta juga menerima/mengumpulkan specimen
konvalesen hams dites bersama-sama. penderita tersangka DBD dari rumah-rumah sakit tertentu di
Jakarta dan Yogya dalam rangka penelitian yang lain. Specimen
Interpretasi HI Test.
tersebut berupa serum dan untuk luar Jakarta dikirim dalam liquid
Respons Jarak Titer Interpretasi nitrogen container.
antibodi Si–S2 konvalesen
Pada tahun 1985 dapat dikumpulkan sebanyak 1511 specimen
Naik > 4X > 7 hari < 1:1280 Infeksi pasti; primer yang dibagi dalam 2 kelompok:
Naik > 4 X S1/S2 > 1:2560 Infeksi pasti; sekunder I. Anak-anak yang berumur di bawah 15 tahun.
Naik>4X < 7 hari 5 1:1280 Infeksi pasti; mungkin
primer/sekunder 2. Anak/orang dewasa yang berumur di atas 15 tahun.
tetap S1/S2 > 1:2560 diduga infeksi; sekun- Dari kelompok di bawah 15 tahun didapatkan 540 atau 38,5%
Der positif HI test. Sedang kelompok di atas 15 tahun, 32 atau 29,9%
tetap > 7 hari < 1:1280 bukan Dengue
menunjukkan positif HI test (lihat Tabel 2).
tetap < 7 hari < 1:1280 tak dapat diinterpretasi
– hanya 1 1:1280 tak dapat diinterpretasi Dari seluruh yang positif, 42 anak atau 7,7% dan ke lompok
specimen di bawah 15 tahun menunjukkan reaksi. primer. Sedang pada
kelompok di atas 15 tahun hanya 6,3% oleh reaksi primer.
Kalau kita melihat perbandingan antara anak laki-laki dan
HASIL DAN DISKUSI
perempuan, anak perempuan Jumlahnya lebih tinggi sedikit di atas
Selama tahun 1985 oleh 12 Balai Laboratorium Kesehatan
anak laki-laki (1: 1,2).
Propinsi, yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung,
Untuk tahun 1986, pada kelompok anak-anak di bawah
Semarang, Yogya, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Ujung

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Tabel 2. Specimen tersangka penderita DBD yang diterima bagaimana dengan 51% sisa yang negatif. Apakah betul-betul
di Puslit Penyakit Menular, Jakarta, 1985 — 1986
bukan karena infeksi Dengue, atau mungkinkah kriteria
Tahun Golongan Jumlah Laki/ Positif HI Infeksi
interpretasi HI test tidak sesuai sehingga• banyak specimen
Umur Specimen Perem- Primer yang tidak memenuhi kriteria tersebut.
puan Tabel 3. Jumlah kasus yang dilaporkan, jumlah specimen yang
1985 <15 tahun 1404 1:1,3 540 (38,5%) 42 (7,7%) diambil, dan angka positif HI di Indonesia, 1985—1986
>15 tahun 107 1:1,1 32 (29,9%) 2 (6,3%) Tahun Jumlah Jumlah Positif HI
Kasus Specimen
1986 <15 tahun 2228 1:1,2 753 (33,8%) 47 (6,2%)
>15 tahun 414 1:1,1 153 (36,9%) 8 (5,2%)
1985 13.000 8.452 (65,0%) 3.241 (38,3%)
Untuk tahun 1986, pada kelompok anak-anak di bawah 15 1986 16.000 10.958 (68,5%) 5.426 (49,3%)
tahun terkumpul 2228 specimen di mana 753 atau 33,8% positif
HI test, sedang anak-anak di atas 15 tahun, terkumpul 414 Kalau kita amati dari kepustakaan-kepustakaan, tampak-
specimen, di mana 153 atau 36,9% positif HI test. Di sini nya memang titer HI dari, penderita DBD di Thailand jauh
infeksi primer ada 47 atau 6,2% dari kelompok di bawah 15 lebih tinggi daripada titer HI penderita DBD di Indonesia.
tahun. Sedang kelompok di atas 15 tahun hanya 8 atau 5,2%. Mengingat 'kriteria HI test tersebut ditegakkan berdasarkan
Kalau kita perhatikan tahun 1985'— 1986, yang sangat penelitian di Thailand, apakah ada kemungkinan bahwa kriteria
menarik adalah naiknya kasus- kasus DBD pada kelompok di tersebut terlalu tinggi untuk kita di Indonesia? Hal ini masih
atas 15 tahun. Kalau tahun 1985 dari kelompok anak-anak di perlu diteliti.
atas 15 tahun hanya terkumpul 107 specimen, tahun 1986 KESIMPULAN
terkumpul 414. Anak-anak/orang dewasa ini terdiri dari mereka 1. Pengambilan dan pengiriman specimen dari penderita ter-
yang berumur.15 tahun, 20 — 30 tahun bahkan diats 40 tahun. sangka DBD makin meningkat dan lebih teratur.
Kalau kita lihat seluruh specimen yang dapat dikumpulkan 2. Positive rate cukup baik dan meningkat.
dan kita bandingkan dengan jumlah kasus yang dilaporkan 3. Masih banyak specimen yang tidak dapat diperiksa.
untuk seluruh Indonesia, pada periode yang sama, yaitu tahun 4. Jumlah kasus dewasa meningkat.
1985 dan 1986, pada tahun 1985 dilaporkan 13.000 kasus,
sedang specimen yang, dapat dikumpulkan ada 8452, berarti KEPUSTAKAAN
76%. (label 3). Pada tahun 1986 kasus yang dilaporkan adalah
1. Anon. Dengue Haemorrhagic Fever, diagnosis, treatment, and
16.000 sedang specimen yang dikumpulkan 10.958 atau
control. WHO Geneve: 1986.
68,5%. Jadi terdapat kenaikan sebesar 3,5%. 2. Anon. Data-data Hasil Pemeriksaan Laboratorium Puslit Penyakit
Mengenai angka positif dari specimen tersebut, secara Menular, Badan Litbang Kesehatan, Jakarta, 1985—1986.
keseluruhan terlihat tahun 1985 sebesar 38,3% dan tahun 1986 3. Anon. Data-data Hasil Pemeriksaan Laboratorium (BLK). Bagian
sebesar 49,3%. Meskipun angka positif HI tersebut me- Surveillance Sub. Dit. Arboviruses Ditjen P2M PLP, Jakarta,
nunjukkan kenaikkan, tapi sebetulnya kita bertanya-tanya 1985—1986.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 37


Penelitian Antibodi Anak-anak Usia Baduta
Terhadap 2 Macam Vaksin Polio Oral(VPO),
di Trenggalek, Jawa Timur
Eko Rahardjo, Gendrowahyuhono, Mulyono Adi, Suharyono Wuryadi
Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

PENDAHULUAN an diambil sekitar 200 anak untuk pe'nelitian ini. Seratus anak
Poliomielitis adalah suatu penyakit yang biasanya me- akan diberi vaksin buatan Uni Soviet dan seratus anak lainnya
nyerang anak anak dan dapat dicegah dengan imunisasi. Di diberi vaksin kemasan Bio Farma.
Indonesia sejak tahun 1980 imunisasi terhadap poliomielitis Sebelum vaksinasi yang pertama dilakukan, anak-anak itu
dimasukkan ke dalam Pengembangan Program Imunisasi (PPI). diambil darahnya. Darah berasal dari ujung tangan atau ujung
Vaksin yang digunakan pada program imunisasi ini adalah jari kaki, diambil menggunakan tabung kapiler. Usapan rektum
Vaksin Polio Oral (VPO) atau dikenal juga sebagai vaksin juga diambil, pengambilan menggunakan kapas lidi steril
Sabin karena ditemukan oleh Sabin (Sabin, 1956). VPO yang dalam larutan Hanks.
dipakai di Indonesia pada awal program imunisasi adalah Selang waktu dua kali 6 minggu anak-anak diberi vaksin
buatan Canada dikemas di P.N. Bio Farma (sekarang PERUM ke 2 dan ke 3. Satu bulan setelah vaksinasi terakhir anakanak
Bio Farma), vaksin bantuan UNICEF (buatan Canada) vaksin itu diambil lagi darahnya untuk diketahui perkembangan
bantuan Uni Soviet buatan Uni Soviet sendiri. imunitasnya.
Masalahnya ialah apakah dari kedua jenis vaksin Sabin itu Di laboratorium virologi Pusat Penelitian Biomedis se-
dapat menimbulkan anti bodi positif terhadap virus polio yang karang Pusat Penelitian Penyakit Menular, darah diputar
sama, atau setidak-tidaknya tidak begitu jauh berbeda karena dengan pemutar haematokrit (haematocrite centrifuge)
walaupun sesama vaksin Sabin namun negara pembuatnya kemudian disimpan dalam lemari pendingin suhu -20°C.
berbeda. Hal ini perlu penelitian yang sifatnya memantau Usapan rektum ditambah larutan fluorocarbon untuk
perkembangan anti bodi sebelum dan sesudah dilakukan memisahkan virus entero dari virus lainnya atau bakteri. Untuk
vaksinasi. mengambil bahan isolat yang diduga mengandung virus entero,
Penelitian ini bertujuan untuk : suspend larutan harus diputar dahulu selama 1 jam kecepatan
1. Mengetahui keadaan imunitas anak-anak umur 3—24 bulan 1062 g, lapisan atas dari suspensi itu kemudian diambil sebagai
sebelum dilakukan vaksinasi menggunakan 2 macam VPO bahan isolat
dari Sabin. Biak jaringan lestari dari ginjal monyet hijau (established
2. Mengetahui imunitas yang timbul dari anak-anak setelah cell line green monkey kidney) dikenal sebagai sel Vero,
divaksinasi 3 kali dosis dibandingkan dengan sebelum dilarutkan ke dalam medium esensial minimum (MEM) yang
vaksinasi. telah ditambah 10% serum anak sapi. Suspensi sel vero ini
3. Mempertimbangkan hasil isolasi virus dari anak-anak se- dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran (96 sumuran) dari
belum divaksinasi dengan imunitas yang timbul setelah plate biakan jaringan dan diinkubasikan dalam ikubator yang
divaksinasi 3 kali. selalu dipasok (disuplai) CO2 .
Setelah biakan sel membentuk selapis jaringan di dalam
CARA KERJA sumuran dari plate (biasanya 4—6 hari), sampel harus di-
Lokasi penelitian adalah di tiga Kecamatan wilayah keluarkan dan dicairkan. VPO yang telah diketahui titernya
Kabupaten Trenggalek, Propinsi Jawa Timur. Tiap Kecamat- diencerkan sampai 100 TCIDso, serum yang sudah mencair
diencerkan 4 kali lipat, pengencer vaksin dan serum adalah

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


garam penyangga fosfat (Phosphate Buffer Saline = PBS). virus polio tipe 1, 2, 3) agak berbeda yaitu masing-masing 17
Serum dan vaksin dicampur dalam tabung dengan perbanding- (6,0%) : 8 (3,2%) dan 15 (5,3%) : 21 (8,4%). Secara keseluruh-
an volume sama (untuk plate masing.masing 50 mikroliter), an anak-anak yang akan diberi 2 macam VPO itu tidak begitu
kemudian diinkubasi selama 2 jam pada inkubator suhu 37°C berbeda keadaan imunitasnya. Pengujian statistik dengan
agar vaksin ternetralisir oleh serum. Campuran vaksin--serum derajad kebebasan juga menunjukkan hal yang tidak ber-
dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran dari plate yang makna (p 70,5).
dasarnya sudah ditumbuhi biak jaringan vero, tiap sampel Hasil imunisasi anak-anak yang belum divaksinasi pada
serum dimasukkan ke dalam 4 sumuran. Setiap 24 jam, sumur- trial imunisasi polio di 5 Kecamatan wilayah Kodya Bandung
an diamati di gas mikroskop balik (inverted microscope). Bila pada tahun 1978-1979, ternyata 54,8% tidak punya kekebalan
sampai hari ke 7 tidak timbul efek sitopatogenik (Cyto- terhadap virus polio (Dep. Kes. R.I., 1981). Penelitian yang
pathogenic Effect = CPE) berarti serum yang diperiksa punya sama dilakukan di Jambi pada tahun 1982, anak-anak yang
zat kebal melawan virus galur vaksin, artinya positif. belum divaksinasi 54,5% tidak punya anti bodi terhadap polio
Untuk isolasi virus juga harus disiapkan dahulu sel vero (Titi Indiyati, 1984), sedangkan di Trenggalek rata-rata triple
dalam sumuran-sumuran dari plate biakan jaringan. Setelah anti bodi negatif adalah 47,6%,'jadi triple anti bodi negatif
terbentuk selapis jaringan pada sumuran-;sumuran itu, bahan anak-anak di Trenggalek sedikit lebih rendah dari anak-anak di
isolat dimasukkan ke dalam sumuran. Tiap sampel usapan Kodya Jambi dan Kodya Bandung. Dapatlah dikatakan anak-
rektum dimasukkan` ke dalam 4 sumuran volume 25 mikro- anak di Kabupaten Trenggalek punya anti bodi terhadap virus
liter, kemudian diinkubasikan dalam inkubator suhu 37°C. pilio yang lebih tinggi dari anak-anak di Kodya Bandung dan
Setiap 24 jam sekali diamati di atas mikroskop balik selama 14 Kodya Jambi.
hari pengamatan. Timbulnya efek sitopatik berarti bahan isolat Dari 283 anak-anak yang diberi vaksin buatan Uni Soviet
mengandung virus (positif). dan 249 anak-anak yang diberi vaksin kemasan Bio Farma,
sampai sebulan setelah vaksinasi terakhir (saat pengambilan
HASIL DAN PEMBAHASAN darah), ternyata hanya 138 (48,8%) dan 148 (59,4%) saja yang
Sampel serum anak-anak yang akan diberi VPO buatan bisa diikutkan dalam penelitian ini.
Uni Soviet di 3 Kecamatan Wilayah Kabupaten Trenggalek, Sampel serum anak-anak yang diberi vaksin buatan Uni
dari 283 sampel ternyata 141 (49,2%) didapati positif. Sampel Soviet ternyata 141 (81,9%) positif, sedangkan anak yang di-
serum anak-anak yang akan diberi VPO kemasan Bio Farma, beri vaksin kemasan Bio Farma, 134 (90,5%) positif. Hasil
ternyata 137 (55,0%) positif. Hasil selengkapnya anti bodi dari selengkapnya keadaan imunitas anak-anak setelah vaksinasi 3
serum anak-anak yang akan diberi VPO buatan Uni Soviet dan kali dosis tertera pada Tabel 3 dan label 4.
kemasan Bio Farma tertera pada label 1 dan Tabel 2.
Tabel 3. Anti bodi terhadap virus polio pada anak-anak usia baduta
Tabel 1. Anti bodi terhadap virus polio pada anak-anak usia baduta setelah diberi vaksin buatan Uni Soviet, di Kabupaten
sebelum diberi VPO buatan Uni Soviet di Kabupaten Treng- Trenggalek, tahun 1981.
galek, tahun 1981. Netralisasi anti bodi posftif
Netralisasi anti bodi positif Umur pl p2 p3 pl+p2 Pl+p3 p2+p3 pl+p2+p3 Triple
Umur pl p2 p3 pl+p2 pl+p3 p2+p3 pl+p2+p3 Triple (bulan) negatif
(bulan) . negatif 3–12 8 9 8 7 6 4 34 18
3–12 9 23 16 6 3 5 4 78 13–24. 2 0 2 4 6 3 20 7
13–24 8 15 21 2 7 11 11 64
Total 10 9 10 11 12 7 54 25
Total 17 38 37 8 10 16 15 142 (7,2) (6,5) (7,2) (8,0) (8,5) (5,1) (39,1) (18,1)
(6,0)( (2,8) (3,5) (5,7) (5,3) (50,2)
13 4x
Tabel 4. Anti bodi terhadap virus polio pada anak-anak usia baduta
Tabel 2. Anti bodi terhadap virus polio pads anak-anak usia baduta se- setelah diberi vaksin kemasan Bio Farma, di Kabupaten
belum diberi VPO kemasan Bio Farma di Kabupaten Treng- Trenggalek, tahun 1981.
galek, Tahun 1981. Netralisasi anti bodi positif
Netrali anti bodi positif
sasi Umur pl p2 p3 - pl+p3 p2+p3 pl+p2+p3 Triple
Umur Triple
(bulan pl+p2 negatif
(bulan) pl p2 p3 pl+p2 pl+p3 p2+p3 pl+p2+p3 negatif
3–12 6 15 11 7 3 6 11 71 3–12 8 6 10 13 -14 11 29 9
13–24 4 3 3 5 3 6 19 5
13-24 2 24 25 2 6 9 10 41 .
Total 12 9 13 18 17 17 48 14
Total 8 39 .36 9 9 15 21 112
(8,1) (6,1) (8,8) (11,5) (11,5) (11,5) (32,4) (9,5)
(3,2) (15,7) (14,5) (3,6) (3,6) (6,0) (8,8) (45,0)
Hasil anti bodi anak-anak pada daerah yang akan diberi Anak-anak yang diberi 'vaksin dari Uni Soviet ternyata
VPO buatan Uni Soviet dan Bio Farma menunjukkan per- mengalami kenaikan persentase anti bodi sebanyak 32,7%, dari
sentase yang tidak jauh berbeda, hanya anak-anak yang punya 49,2% menjadi 81,9%. Bila dibandingkan Tabel 1
zat anti virus polio tipe 1 dan triple .positif (positif terhadap dan Tabel 3, ternyata pada Tabel 3 nampak adanya penurunan

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 39


persentase positif terhadap virus polio 2 dan polio 3, sedang Tabel 6. Hasil timbulnya anti bodi yang bisa diikuti dari 46 anak se-
telah diberi VPO kemasan Bio Farma 3 kali dosis, di Treng-
kan. terhadap polio 1 sedikit naik. Rupanya penurunan per-
galek, tahun 1981.
sentase itu terjadi karena yang tadinya hanya positif terhadap Polio 1 Polio 2 Polio 3
salah satu virus saja, menjadi positif terhadap 2 tipe virus atau
3 virus (triple positif). Hal ini terjadi sebagai respon dari tubuh Jumlah seronegatif sebelum 46 46 45
membentuk anti bodi karena adanya vaksinasi. vaksinasi . 40 41 39
Uji statistik antara jumlah anti bodi positif dari anak-anak Jumlah seropositif setelah
sebelum dan sesudah vaksinasi adalah sangat bermakna (p < vaksinasi 87,0 89,1 86,7
0,001), jadi memang benar-benar ada kenaikan jumlah anti Tingkat konversi (%)
bodi positif terhadap virus polio yang sangat berarti. (Conversion rate) I

Anak-anak yang diberi vaksin polio kemasan Bio Farma


juga mengalami kenaikan persentase anti bodi positif sebanyak diberi VPO buatan Uni Soviet . punya tingkat konversi ter-
35,5%, dari 55% menjadi 90,5%. Perbandingan Tabel 2 dan hadap virus polio 1 lebih tinggi dari yang diberi VPO kemasan
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada Tabel 4 ada kenaikan anti Bio Farma (92,6 : 87,0). VPO kemasan Bio Farma menghasil-
bodi terhadap virus polio I dan penurunan persentase anti bodi kan tingkat konversi terhadap virus polio 2 dan virus polio 3
terhadap polio 2 dan polio 3. Persentase anti bodi terhadap dua lebih tinggi (89,1 : 86,8 dan 86,7 : 85,2).
tipe dan dan tiga tipe virus polio naik. Uji statistik juga Penelitian di Kodya Bandung menggunakan VPO kemasan
menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,001), Bio Farma, tingkat konversi yang timbul terhadap virus polio 1,
jadi ada kenaikan anti bodi yang cukup tinggi. virus polio 2 dan virus polio 3, masing-masing adalah 96,6%,
Perbandingan kenaikan anti bodi positif dari anak-anak 96,6% dan 97%. Rendahnya tingkat konversi di Trenggalek
yang diberi VPO buatan Uni Soviet dan buatan Bio Farma bila dibandingkan dengan hasil di Bandung, perlu penelitian
dalam persen adalah 32,7% : 35,5%, nampaknya tidak begitu lebih lanjut.
besar namun dari uji statistik menunjukkan p < 0,05, jadi Bahan isolasi virus entero dari usapan rektum anak-anak
bermakna. Namun anti bodi triple positif yang dihasilkan dari yang akan diberi VPO buatan Uni Soviet: dan kemasan Bio
anak-anak yang diberi VPO buatan Uni Soviet lebih tinggi dari Farma, dengan jumlah 222 dan 198 sampel, ternyata 28
yang diberi VPO kemasan Bio Farma yaitu perbandingan (12,6%) dan 15 (7,8%) positif. Hasil selengkapnya isolasi virus
39,1% : 32,4%, uji statistikpun ada kemaknaan walaupun tertera pada Tabel 7 dan Tabel 8.
sedikit (0,5 > p > 0,1)..
Hasil yang diperoleh dari data tersebut di atas tidak bisa Tabel 7. Hull isolasi virus entero dari usapan rektum anak-anak usia
dijadikan jaminan bahwa VPO kemasan Bio Farma lebih bagus baduta sebelum pemberian VPO buatan Uni Soviet, di
Trenggalek, tahun 1981.
dari VPO buatan Uni Soviet (melihat persentase kenaikan anti Umur Hasil Isolasi Jumlah %
bodi positif) atau VPO buatan Uni Soviet lebih bagus dari VPO (bulan) sampel
Bio Farma (melihat persentase triple positif), untuk Positif Negatif
membuktikan suatu vaksin lebih bagus dari vaksin lainnya
perlu penelitian berulang-ulang. Namun yang jelas walaupun 3— 12 12 95 107 48,2
13 — 24 16 99 115 51,8
VPO kemasan Bio Farma dikemas di Bio Farma namun tidak
mengurangi hasil pembentukan anti bodi. Total 28 (12,6) , . 194 (87,4) 222 100
Anak-anak yang diberi vaksin buatan Uni Soviet 54 di-
antaranya, dapat dikuti perkemangan timbulnya anti bodi, Tabel 8. Hasil isolasi virus entero dari usapan rektum anak-anak usia
maksudnya dari tidak punya anti bodi sama sekali menjadi baduta sebelum pemberian VPO kemasan Bio Farma, di
punya anti bodi, baik dari yang hanya punya imunitas terhadap Trenggalēk, tahun 1981.
satu tipe virus saja maupun sampai punya ketiga-tiganya (triple Umur Hasil Isolasi Jumlah %
(bulan) sampel
positif). Anak-anak yang divaksinasi VPO kemasan Bio Farma,
Positif Negatif
46 diantaranya dapat dilacak anti bodi yang timbul. Hasil
timbulnya anti bodi positif setelah diberi VPO seperti tertera 3 — 12 9 93 102 52,9
pada Tabel 5 dan Tabel 6. 13 — 24. 6 85 91 47,1

Total 15 (7,8%) 178 (92,2%) 193 100


Tabel 5. Hasil timbulnya anti bodi yang bisa diikuti dari 54 anak setelah
diberi VPO buatan tJni Soviet 3 kali dosis.
Polio 1 Polio 2 Polio 3
Uji statistik dari hasil isolasi virus antara anak-anak yang
Jumlah seronegatif sebelum 54 53 54
akan diberi VPO buatan Uni Soviet dan Bio Farma menunjuk-
vaksinasi 50 46 46
Jumlah sero positif setelah kan p < 0,50 maupun p > 0,10. Jadi hasil isolasi virus dari
vaksinasi 92,6 86,8 85,2 daerah yang akan diberi VP() kemasan Bio Farma memang
Tingkat konversi (%) sedikit agak lebih tinggi jumlah virus yang ditemukan.
(Conversion rate) Isolasi virus entero dari anak-anak yang akan diberi vaksin
Dari Tabel 5 dan Tabel 6 dapat dilihat anak-anak yang buatan Bio Farma di Kodya Jambi pada tahun 1982, dari 600

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


sampel 112 (18,6%) positif (Titi Indiyati, 1984), jadi hasil KESIMPULAN
isolasi virus entero di Kodya Jambi lebih tinggi dari di Treng- Dari hasil penelitian anti bodi terhadap 2 macam vaksin di
galek. Kabupaten Trenggalek dapat disimpulkan bahwa :
Hasil sero konversi terhadap virus polio 1, 2, 3, pada anak- 1. Anak-anak sebelum memperoleh VPO, sekitar.47,6% tidak
anak di Kodya Jambi setelah diberi vaksin 2 kali dosis punya anti bodi positif terhadap virus polio.
masing-masing adalah 86,6%, 83,9% dan 92,0%. Rata-rata 2. Vaksin kemasan Bio Farma sedikit lebih baik dalam me-
tingkat sero konversi di Jambi dengan diberi 2 kali dosis VPO ningkatkan anti bodi terhadap virus polio, tetapi vaksin buatan
adalah 87,5%, sedangkan di Trenggalek pada anak-anak yang Uni Soviet sedikit lebih baik dalam meningkatkan triple anti
diberi vaksin 3 kali dosis tingkat sero konversi rata-rata adalah bodi positif.
87,9%, jadi hanya selisih 0,4%. Jumlah virus yang ditemukan 3. VPO buatan Uni Soviet dan VPO kemasan Bio Farma di
di Kodya Jambi lebih banyak, jadi kemungkinan saling inter- Trenggalek menghasilkan tingkat sero konversi yang kurang
ferensi antara virus polio galur vaksin dengan virus entero liar begitu tinggi.
lebih besar dibandingkan dengan di Trenggalek, namun hasil 4. Isolasi virus entero di Trenggalek didapat virus entero yang
yang diperoleh adalah sebaliknya, mengapa hal ini bisa terjadi? relatif sedikit.
Enam anak dengan usapan rektum positif dan serum 5. Kemungkinan ada interferensi dari virus non polio terhadap
negatif sebelum vaksinasi di Kodya Jambi, setelah mendapat virus polio galur vaksin.
VPO dua kali dosis ternyata serumnya jadi positif dan usapan
rektumnya jadi positif polio, sedangkan sebelum vaksinasi KEPUSTAKAAN
usapan rektum positif, namun virus yang dikandung ter- 1. Sabin Al). Present status of attenuated live virus vaccine J Am
identifisir sebagai virus echo tipe 9 (pada 2 sampel), virus Med Assoc 1956; 162: 18, 1589—1596.
echo tipe 5 (1 sampel) dan non polio lainnya (3 sampel). 2. Suatu kerja sama antara: Direktorat Jenderal P3M, Dep. Kes. R.I.,
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, P.N..Bio Farma: Hasil trial
Hal ini membuktikan bahwa di Kodya Jambi tidak ada inter- imunisasi polio di lima Kecamatan di Kodya Bandung (survai
ferensi dari virus entero liar yang ada malah interferensi virus serovirologik) pada bayi sehat golongan umur 3—14 bulan, pada
polio galur vaksin terhadap virus entero liar. Mungkin hal tahun 1978-1979. Departemen Kesehatan R.I., 1981; 3—31.
ini merupakan salah satu alasan dari berhasilnya pemberian 3. Titi Indiyati Soewarso. The situation analysis of poliomyelitis in
VPO di Kodya Jambi walaupun hanya diberi 2 kali dosis saja. Indonesia, 1971—1982. Directorate Generale of Communicable
Ditemukan 13 anak yang usapan rektum positif sebelum Disease Control and Environmental Health , Ministry of Health,
diberi VPO, serum juga bisa diambil sebelum dan sesudah Republic of Indonesia. 1984; 33-36.
vaksinasi. Setelah diperiksa imunitasnya terhadap virus polio,
ternyata 3 (23,1%) diantaranya tetap negatif walaupun sudah UCAPAN TERIMA KASIH.
diberi VPO 3 kali. Identifikasi virus ternyata virus yang di- Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Dr. Ishak Koiman Kepala
temukan bukan anggauta grup virus polio, jadi termasuk Puslit Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehat-
anggauta virus entero non polio. Rupanya di Trenggalek adā an, Dep. Kes. R.I. yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk
interferensi yang kuat dari virus non polio terhadap virus melakukan penelitian di laboratorium Virologi Pus. Lit. Penyākit Me-
polio galur vaksin, sehingga walaupun anak-anak sudah di- nular. Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh staf Sub. Dlt. Pent
vaksinasi 3• kali tetap saja tidak timbul imunitas terhadap amatan Penyakit Menular, Dit. fen. PPM & PLP, Dep. Kea. R.1. atas
virus polio. kerja samanya dalam melaksanakan survai di lapangan. Ucapan terima
Mungkin adanya interferensi yang kuat ini merupakan kasih juga kami tujukan kepada seluruh karyawan Kan. ML Dep. Kes. dan
salah satu penyebab, rendahnya tingkat sero konversi yang Din. Kes. Propinsi Jawa Timur yang turut serta survai di Kabupaten
Trenggalek. Tidak lupa ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami tuju-
timbul pada anak-anak yang divaksinasi di Kabupaten Treng- kan kepada jajaran karyawan Pemda Kabupaten Trenggalek dan Din.
galek. Penelitian yang lebih lanjut perlu dilaksanakan untuk Kes. Kabupaten Trenggalek yang telah membantu jalannya survai dari
menetapkan sebab-sebab yang pasti terhadap terhambatnya awal sampai akhir.
tingkat sero konversi.

Untuk segala surat-surat, pergunakan alamat :


Redaksi Majalah Cermin Dunia Kedokteran
P.O. Box 3105 Jakarta 10002

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 41


Hepatik Amebiasis

Dr A. Salim
Bagian Ilmu Penyakin Dalam, Rumah Sakit Umum Ulin, Banjarmasin

Adalah hal yang wajar bahwa pada saat ini masyarakat kita PATOGENESIS
mencurahkan perhatiannya terhadap penyakit hepatitis virus, Entamoebahistolitica adalah trofozoit dari famili Rhicopoden.
mengingat akibat-akibat yang dapat disebabkan oleh penyakit Tanpa•lebih men-detil dalam morfologinya, Entameba tersebut
tersebut dan juga kemajuan-kemajuan pesat yang dicapai di biasanya terdapat di darm lumen sebagai gut-commensals
bidang imunologi, khususnya yang berkaitan erat dengan dalam 2 bentuk vegetatif, yaitu :
penyakit tersebut. – Minuta-form : Non-invasif dan dapat bergerak (motile)
Kendati pun demikian, kita hendaknya tetap waspada dan – Magna form, juga disebut tissue form : invasif, dan juga
bahkan jangan mengabaikan terhadap penyakit-penyakit hati motile.
lainnya, yang tidak disebabkan oleh virus tersebut, mengingat Dalam keadaan tertentu yang tak jelas mekanismenya, Amuba
masih banyak terdapatnya penyakit hati, non-viral, di kawasan di darm lumen melapisi dirinya (encystement), dan terbentuk-
Nusantara kita. Pada kesempatan ini kami ingin menyajikan lah kiste yang selanjutnya akan terbuang melalui faeses, karena
salah satu dari penyakit hati, sekedar sebagai bahan penyegar kista tersebut tidak dapat bergerak (nonpmotile), tetapi kista
(Refreshing) untuk teman-teman sejawat yang sering me- tersebut sangat infektif. Biasanya manusia menelan makanan
nangani kasus-kasus tersebut. yang mengandung kista tersebut dari makanan dan minuman,
yang terkontaminasi, (faecal-oral route). Lewat saluran makan-
EPIDEMIOLOGI an dan lambung, sampailah kista tersebut di usus halus, dan di
Walaupun infeksi dengan Amoeba dapat ditemukan di setiap darm lumen terjadilah exyystation dan muncul pula trofozoit-
penjuru dunia (World-Wide), tetapi tak dapat disangkal, pre- trofozoit yang sebagian jenisnya adalah invasif. Trofozoit-
valensi infeksi tersebut terletak di wilayah tropis dan subtropis. trofozoit tumbuh di sini dan memperbanyak dirinya secara
Dalam hal ini erat kaitannya dengan kondisi sanitasi yang divisi yang simple. 'Hanya daya tahan tubuh yang kuat serta
kurang memadai, terutama di daerah dengan udara yang panas kehadiran darm bakteri-bakteri tertentu yang mampu men-
dan sekaligus berlembab. Penyakit Amebiasis juga dapat cegah atau menghaambat penjalaran ini. Darmflora and resis--
dijumpai pada lingkungan hidup yang padat, disertai dengan tive host defence).
sanitasi yang jelek. Pada umumnya terdapat pada orang dewasa Pada keadaan atau kondisi badan yang lemah, trofozoit
pria dibandingkan dengan wanita. Dalam literatur juga tersebut menerobos dinding mukosa secara histiolisis dan
disebutkan, suku Indian di benua Amerika Selatan dan orang- fagositosis, terutama di daerah dengan faecal-statis, yaitu :
orang Negro di Afrika agak "kebal" terhadap serangan penyakit sekum, apendiks, sigmoid, rektum dan kolon asendens. Pada
tersebut daripada orang-orang kulit putih yang bermukim di umumnya trofozoit tidak menjangkau lapisan dinding musku-
wilayah yang sama. Sampai sekarang tidak diketahui dengan laris yang merupakan semacam barrier. Hanya kalau ada per-
`
jelas penyebabnya, mungkin ada kaitannya dengan faktor forasi akan terjadi penerobosan mukosa tersebut. Di dinding
makanan dan higiene perorangan yang besar perannya dalam mukosa terbentuk ulserasi yang dilingkari oleh jaringan mu-
patogenesis penyakit tersebut kosa yang sehat. Melewati sistem pembuluh darah vena portae,
Selain pada manusia, hewan pun tak luput dari infeksi sampailah amuba tersebut.ke dalam hati. Di dalam hati akan
dengan Amuba. Disebut antara lain tikus luar (wild rats) sejenis terjadi infeksi .amubik hepatitis yang sering pula disertai de-
Rattus norvegicus, anjing, kera dan babi.

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


ngan terbentuknya abses dengan lokasi tunggal atau multiple. Ada dilihat dan diraba di daerah epigastrium dan ruang interkosta
kalanya terjadi ruptur dari abses tersebut dan akan terjadi penyebaran- yang bersangkutan. Selain itu, cara lain untuk mendeteksinya
penyebaran amuba ke organ-organ lainnya. ialah dengan palpasi dan perkusi, biasanya di sebelah hipo-
kondrium kanan & di sekitar dada kanan.
GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS Pemeriksaan kimia darah
Sesuai dengan modus transmisinya, pada Amebiasis umumnya akan Tidak selalu menunjukkan perubahan yang mendukung
didapatkan gejala-gejala klinik sebagai berikut : diagnosis. Kadang-kadang fosfatase alkohol agak meninggi.
A. Infeksi dengan non-invasif Entamuba tidak menunjukkan gejala — leukokitosis ringan,
klinik (clinically silent carrier). — IED ringan.
B. Sebaliknya infeksi dengan invasif Entamuba menunjukkan Pemeriksaan Feses
serangkaian gambaran klinik yang beraneka ragam, tergantung pada Harus dilaksanakan dengan feces yang segar untuk mendeteksi
lokasi manifestasinya : kista dan entameba dalam bentuk vegetatif. Hasil yang me-
1.Amebiasis usus muaskan hanya tercapai pada stadium awal saja.
Disentri Sigmoidoscopy
Kolitis non disentri Untuk mendeteksi ulserasi dan biopsi.
Ameboma X-Ray dan Fluoroscopy
Apendisitis amebik Merupakan salah satu cara yang, dapat dengan mudah men-
2.Amebiasis di luar usus deteksi kelainan antara lain : hati yang membesar dengan
Hepatik : diafragma kanan yang terdorong ke atas dan tak bergerak pada
— non supuratif akut pernapasan, sesuai dengan lokasi abses di bagian superior dan
— abses hati anterior yang menyebabkan "benjolan" di bagian anteromedial
Kulit dari diafragma kanan.
Organ-organ lain : Ruang interkosta kanan kadang-kadang' juga bisa melebar
— melalui penyebaran hematogen setelah terjadi ruptur dari abses pada abses yang terletak di sebelah kanan lateral. Kadang-
hati. kadang terdapat pula efusi di sebelah kanan dengan pneumonia
Seperti telah kami katakan, kami akan membahas lebih dalam reaktif di sebelah kanan basal.
manifestasi Amebiasis di hati khususnya. Secara patologik, perbedaan Aspirasi
antara hepatitis amebik (non-supuratif) dengan abses hati hanya terdiri Dapat disertai pula dengan needle-biopsyliver. Sering dijumpai
dan derajat keterlibatan jaringan hati saja (degree of liver involvement), saus berwarna kecoklatan (anchovy) dan tanpa bau.
ini menunjukkan betapa sulitnya menegakkan diagnosis yang tepat, Scintiscanning
seperti yang pernah diungkapkan oleh Dr. Wright, seorang ahli penyakit Termasuk salah satu cara yang modern untuk mendeteksi abses
tropis : 'Amoebic liver abscess continues to provide the greatest pittall in hati. Masih agak terbatas penggunaannya di kawasan kita
clinical tropical medicine". Setelah terjadi infeksi dengan Entameba mengingat terbatasnya sarana-sarana di rumah-sakit.
histolitica, pada umumnya di kolon, maka sering akan dilewatkan waktu Ultrasonografi
tenang (latent period) yang akan lama, kadang-kadang sampai beberapa Mulai popular dan salah satu cara non-invasif dan intelligent
tahun lamanya sebelum timbul manifestasi di hati sendiri. yang tidak mahal biayanya untuk mendeteksi abses hati.
Gejala klinik muncul perlahan lahan, tapi kadang-kadang juga Serologi
secara mendadak, dengan keluhan menggigil dan keringat. Temperatur Sedikit pengalaman kami berhubung kurangnya sarana di
biasanya hanya intermittent, remittent atau juga bisa absent sama sekali, laboratorium.
tetapi kadang-kadang temperatur bisa juga mencuat tinggi yang Menurut literatur, terdapat beberapa tes sebagai berikut
menandakan kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada abses hati, 1. Complement fixation test.
tapi temperatur tak pernah melebihi 40° celsius. Jarang sekali terdapat 2. Latex agglutination test.
ikterus yang menyolok. Biasanya pasien nampak pucat disertai dengan 3. Counterimmunoelectrophoresis.
rasa lesu dan capai. 4. ELISA :Enzyme-linked immuno-sorbent assay.
Sesuai dengan lokasi dan derajat keterlibatannya, pasien merasakan KOMPLIKASI
"mengkal" di sebelah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang juga Tergantung dari lokasi dan bentuk abses hati (tak jarang di-
bisa menusuk tajam. Rasa nyeri tersebut bisa juga dirasakan di jumpai pula multi-located di samping single abscess), maka
punggung kanan kalau abses tersebut terletak dekat diafragma sebagai dapat terjadi ruptur abses ke berbagai tempat di dalam tubuh,
referred pain yang lebih menonjol pada saat bernafas atau batuk. antara lain :
Perubahan posisi tubuh juga bisa mempengaruhi rasa nyeri tersebut, 1. Ruptur ke arah paru & pleura dan menyebabkan empiema
sehingga pasien lebih suka tidur dengan merebahkan badannya di & hepatobronkial fistula, atau abses paru. Pasien akan
sebelah kiri. Ini sekedar agar ruang interkista kanan membuka lebar mengeluh sesak napas dan batuk-batuk serta kadang-
hingga mengurangi tensi/rasa tegang pada kapsul hati. kadang mengeluarkan cairan pus.
Abses hati yang membesar menyebabkan massa hati ikut 2. Ruptur ke arah perikardium bila abses terletak di lobus kiri.
membesar dan mendorongnya ke arah horizontal, ke atas dan 3. Ruptur ke arah intra-peritoneum : dapat menyebabkan
ke bawah. ''Benjolan" tersebut biasanya dengan mudah dapat peritonitis, salah satu komplikasi yang membahayakan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 43


4. Ruptur ke arah Vena portae, traktus gastrointestinal dan time dari kista yang bisa mencapai beberapa hari di dalam air
kandung empedu. dan faeces, maka untuk mengurangi bahaya kontaminasi
bahan-bahan makanan perlu ditingkatkan kesadaran masya-
PENGOBATAN rakat untuk selalu mencuci bersih tangan, barang-barang ma-
Di samping pemberian makanan yang bergizi tinggi,dianjurkan kanan, terutama buah-buahan yang .tumbuh dengan subur di
pula : kawasan kita.
— Metronidazol: 3 x 750 mg untuk 10 hari.
Metronidazol merupakan obat yang aman dan poten. Perlu KEPUSTAKAAN
pula diingat effek sampingannya yang menimbulkan rasa
metallic di mulut, diare, rash, pusing kepala dan kadang- 1. Ahmed Essop Simjee. Amoebiasis. Medicine International No. 2,
kadang juga rasa mual. June 1984, haL 137 - 140.
2. Manson's Tsopical Diseases, 17th edition, haL 155 - 190.
− Pada kasus-kasus yang resisten terhadap obat tersebut dan 3. Ree GH. Amoebiasis, Postgraduate Doctor Asia, No. 176 haL 176-
juga tergantung pada lokasi abses, dianjurkan tindakan 179.
pasca bedah dengan open-drainage. 4. Sheila Sherlock. Diseases of the liver and Binary system, haL 431 -
— Dalam literatur disebut pula pemberian obat-obat : 436.
—Kloroquin 5. Ernst Wiesmann. Medizinische Mikrobiologie, haL 209 - 212.
—Dehidroemetin. 6. Hegglin/Siegenthaler. Differentialdiagnose Innerer Krankhelten,
14th edition, haL 23 - 30.
PENCEGAHAN 7. Harrison's Principles of Internal Medicine, 10th edition, haL 868 -
869 & hal. 1182 -1187.
Perlu ditingkatkan kondisi sanitasi dan higiene perorangan dan
perbaikan/pelestarian lingkungan hidup. Mengingat survival-

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


Successful Aging: The Product of Biological
Factors, Environmental Quality,
and Behavioral Competence
Margret M. Baltes
Free University Berlin

INTRODUCTION phenomenon. Optimal aging requires a long life and a good


Aging is a universal process not only amongst humans but life. Second, I argue for successful aging being an interaction
all living animals and things. The fact of universality of aging effect of. biological, behavioral, and environmental factors. I
does not imply, however, that all humans and all living things propose the strategy of selective optimization with com-
age alike. Empirical research in human and animal aging has pensation as a means to achieve successful aging despite or
proven over and over again that aging is a highly individualized because of biological vulnerability. This strategy requires,
process, a process that is characterized by vast inter— and however, age-friendly, that is stimulating and prosthetic,
intraindividual variabilities. environments.
This great heterogeneity in aging between different people and Greater biological vulnerability, in turn, makes the orga-
within one person with regard to different aspects or functions nism more susceptible and dependent on environmental or
looked at, is the product of three sources: contextual conditions. Due to the increasing vulnerability of the
a) differences in genetic, biological, environmental and ex-' older organism, the environment can exert greater influence.
perientiil factors, Increased vulnerability signifies that events that, on the
b) differences in the way each person is designing, even perhaps average, can easily be coped with by younger organisms, may
unconsciously, his/her life course stress and overtax old organisms. At the same token, positive
and events can have optimizing consequences in old age.
c) differences in pathologies with aging which can distort
normal aging patterns. MAXIMUM AND REALIZED LIFE SPAN
These three factors act in a cumulative fashion in that their General considerations
effects are augmented over the life span and lead to highly Most gerontologists agree that the maximal biological
individualized forms of aging. There is at the same •time, life span is genetically determined. The biological maximum
however, one common theme which is an increasing biological is assumed to be somewhere between 100 and 115 years of
vulnerability with age. (Baltes & Kliegl, 1986; Coper, Janicke, age (Fries & Crapo, 1981). Within this biologically prepro-
& Schulze, 1986; Shock, 1977). Increased vulnerability grammed maximum life span the individual realizes an actual
signifies that events that, on the average, can easily be coped life span. This realization of the actual life span depends on
with by younger organisms, may stress and overtax old existing or newly created physical, sociocultural, biological,
organisms. and behavioral conditions.
How or what does it mean then to age successfully in light It has been emphasized repeatedly that the age structure
of increasing vulnerability? In this paper I argue two points. of highly developed countries has changed in the last decades
First, I define optimal aging as a quantitative and qualitative in the direction of more and older people. With the concurrent
existence of a low birth rate such an increase in more older
− Ports of this paper have been published in German under the title: people produces the greying of modern societies. In Western
"Erfolgreiches Altem als Ausdruck von Verhaltenskompetenz and countries an increase of twenty to twenty-five years in average
Umweltqualitat„" In C. Nemitz (Ed.), Erbe and Umwelt (pp. 353-376).
Frankfurt: Suhrkamp, 1987. life-expectancy has been noted since the turn of the century.
− Parts of this paper have been presented at the seminar on The average life expectancy at birth has changed from 47
aging"Psychological Aging: State of the art" in Jakarta, April 1988 years in 1900 to 73 years in 1980.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 45


Such a dramatic increase in the average life expectancy at birth less unchanged. Whereas changes in environmental conditions have
does not entail the same increase at all age groups. To the contrary, exerted great influence on the average life expectancy, they have had
the increase is drastically reduced the older the age at which life no control over modifying the maximum biological life span. There
expectancy is estimated. Accordingly, the average life expectancy at are still very few people that reach the age of 100 or more. Reports
the age of 40 has improved by 8 years, at age 60 by 5, and at age 80 about higher ages are not well documented and thus lack credibility.
by 2 years during the same period from 1900 till 1980. Data show Empirical data on the level of cell physiology underline the
that at the age of 100 increase in average life expectancy amounts to considerations about a fixed maximum life span (Christofalo, 1985).
about seven months at best (Faber, 1982). Since the research carried out by Hayflick and associates in the late
50's and early 60's, the biological maxi-mum of healthy cells has been
repeatedly noted. Hayflick has been able to demonstrate an upper
limit in the frequency of cell division or in the reproductive capacity
of cell cultures and has demonstrated the fixed maximum life span of
cells.
Obviously, the question of the comparability between Hayflick's data
concerning the aging of a cell culture and the aging of an individuum
is a complex one. This is not the place to elaborate on the numerous
empirical studies attempting to analyze the mechanisms of aging of
healthy cells. Suffice it to state that knowledge about the aging of
cells will contribute to a better understanding of the biological
mechanisms that regulate or might be able to regulate the aging
process.
Thus, the first conclusion from the above discussion points to a
fixed maximum biological life span. It goes with-out saying that the
Furthermore, average life expectancy has not. increased acceptance of biological maximum of the human life span looses its
similarly for men and women. Women, on the average, enjoy a legitimacy in the moment where the biological aging mechanisms
longer life than men. In most Western countries this dif- ference itself can be manipulated, for instance, via modern gene technology.
amounts to 7 years at this point in time. What are possible reasons for The second conclusion that can be drawn on the basis of the
this large difference in life expectancy? historical changes of the mortality curves relates to the role of
Since the gender difference in life expectancy is a common one environmental conditions. Favorable environmental conditions assist
in all sexually differentiated species, biological or evolutionary in the approximation of the average life expectancy to the maximum
processes seem very likely at its basis. In this sense, a special role as biological life span. Among the environmental conditions cited for
regards the chances of survival of the young is attributed to the the changes in the mortality statistics are: the advancements in
female race. Other genetic factors mentioned relate to the fact of medicine in the fight against acute illnesses and in the extermination
women having two x-chromosomes, the latter carrying genes of infectious diseases through immunization: improvements in
essential in the production of antibodies, and subsequently a greater hygiene, the rise in the general standard of living as well.as personal
level of immunity. The low mortality rate of female foeti and infants, factors related to life style. The latter becomes particularly influential
the low death incidences due to pneumonia in old women are enlisted with regard to diseases leading to death. Today the cardiovascular
as evidence. In addition, hormonal factors have been considered as an diseases are the prime cause of death in all European countries. These
explanation for the greater longevity of women. the production of diseases, however, are much affected by environmental and life-style
estrogen, supposedly preventing the development of arteriosclerosis, conditions. Both the individual person as well as society can,
serves as a case in point. therefore, exercise control over the timing of death. Within the
The influence of environmental and behavioral factors, however, framework of societal possibilities the individual person is in a
in explaining the differential longevity of men and women cannot position to co-determine the length of his life utilizing medical
and should not be underestimated. In this sense, primary risk factors prevention and therapy, by availing him/herself of educational
for cardiovascular diseases are smoking, obesity, alcoholism, and programs and opportunities, or by subscribing to a healthy life-style.
stress often related to the work place. These habits or conditions are The life span realized by an individual is therefore not
less frequently observed in women than in men and when present only the product of biological or genetic factors, but is also dependent
have often a different quality. Empirical research scrutinizing the upon psychological and social conditions. The development and
influence of the changed life conditions of women and their greater creation of favorable environmental conditions has produced a
participation in the work force have failed to arrive at unequivocal realized average life span that is very close to the biological
results. maximum. Thus, how old we get and how many people reach an old
If one is to consider a long life as part of successful aging age is a direct reflection of social and individual competencies. The
, we can deduct from the above two conclusions regarding the quest for successful aging does, however, not only refer to the
interplay of biological, behavioral, and environmental factors in question: How long do people live and/or how many people live
aging. First, despite the increase in average life expectancy close to the maximum life span?, but also to the question: How do
the maximum biological life span or limit remained more or people live to an old age? The answer to both questions provide a

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


more complete measure of our societal and individual efforts in gerontological literature at large, a positive relationship has been
designing age-friendly environments and the base for successful aging. documented between activity and well-being or life satisfaction. Such a
relationship has intuitively great plausibility. For example, the
SINGULAR BIOLOGICAL FUNCTIONS maintenance of the range of movement and flexibility of the joints has
Since life expectancy is a rather global and quantitative immediate positive consequences for everyday life ranging from self-
phenomenon, specific causes or causal processes in the interaction maintenance tasks to social and leisure activities. Coping with a loss for
between biological and environmental aspects in aging have not been or reduced functioning in this area seems to have only aversive conse-
paid attention to. A considerktion of more specific aging processes, quences. One way to cope is to avoid certain activities or situations
however, permits to make statements about more specific conditions altogether. Aside from the fact that it is not always possible (i.e. if
determining the quantity and also the quality of life. survival is at stake), ensuing consequences very often are dependency,
With regard to singular biological aging processes, changes in color isolation, and/or withdrawal. The other avenue is to tolerate the physical
and volume of the hair, changes of the skin, in muscle tone, in body fat, dysfunction and the pain that frequently will accompany the execution
in the range of movement and the flexibility of the joints, in of the necessary tasks when disabled. Thus, it seems plausible to assume
cardiovascular and lung capacity, are perhaps the most glaring in any case a negative effect to physical dysfunction or impairment on
examples. Because these declining changes are the usual and dominant psychological well-being. In a study con-ducted with community
patterns with age in our culture, the most ready explanation had been dwelling elderly (M. Baltes, Wahl, & Schmid, in preparation) a
one of age-determination (Rowe & Kahn, 1987). The effect of relationship between activity level and well-being is demonstrated only
environmental conditions on these biological aging processes has been when physical functioning starts to drop below a certain level.
studied mostly in experimental research. The major influential factor In summary, the data seem to suggest that the individual can
looked at, is the person's own behavior. In general, the findings can be influence via his own behaviors, i.e. exercise, his biological and perhaps
summarized to say that many of the aging changes in singular biological psychological aging process. In principle, the rule applies: use it or loose
processes can be delayed or even reversed temporarily through it. However, present research consists of rather modest and short-term
continuous and regular physical exercise (for review see Krauss— intervention studies. Longitudinal studies with repeated measurements
Withbourne, 1985, Rowe & Kahn, 1987). are missing. Research with master athletes shows that positive effects of
Thus, even though aging is a trajectory moving towards death it exercise are only maintained over the years if training is steady, even if
does not necessarily imply a linear and steady decline from year to year. somewhat reduced (Kanstrup, & Ekblom, 1978). Enduring effects thus
There is apparently a great reserve in biological functions that remain can only be achieved through steady, regular, and continuous exercise.
usually normally untapped. These reserves can be activated and Furthermore, old master athletes achieve lower performance than
employed toward optimizing life quality (Stones, & Kozma, 1986). younger master athletes. Thus, a certain decline in performance,
Studies by Pollock and coworkers demonstrated that old people, particularly in maximum performance, seems unavoidable. Stone and
who exercise regularly via bicycling or jogging have less body fat and Kozma (1985) argue that compensation is possible in the normal or
better cardiovascular functions than untrained old people (Pollock, et al., average physical performance range but not any longer on the level of
1971; Pollock, 1974). In addition they showed that chronologically old maximum performance (a similar argument is made by. P. Baltes for
master athletes show much "younger" physiological functions (Pollock, cognitive performance).
1974). Similarly, Holmann and Liesen (1972) were able to increase the In addition, findings reported above refer to the group of old people
heart beat volume through exercise even in 70 year olds. Another usually labeled as young-old, that is, people between the age of 60 to 75.
example taken from the work by Shepard (1978), seems to- indicate that Longitudinal studies about the biological and psychological functioning
old people having been active all their lives, be it because of their jobs or level of old people seem to indicate, however, that particularly after the
hobbies, show smaller losses in muscle mass and muscle power than age of 80 a dramatic change on decline can be noticed. It could very
sedentary old people. A number of studies demonstrate muscle atrophy well be that the reserve capacity, the plasticity, and modifiability of
as a consequence of lack of physical activity both in young and old aging processes through personal and societal efforts may be
people (Bortz, 1982). significantly reduced in the over 80 year olds (for reviews see Schaie,
How large are the effects observed in old people as a consequence 1983; Stones & Kozma, 1985).
of exercise programs? There is not final answer at this point in time, Such a finding of a significantly reduced reserve in the very old
merely a trend. Aerobic functioning was increased in old people by an would coincide with the considerations offered earlier on the
amount that compensates for the normal loss experienced over a 10 to biologically fixed maximum life span. The closer the rapprochement
20 year time span. Short-term, two to three months long exercise between realized and maximum life span the greater the reduction in
programs can reduce the loss in maximum oxygen use by half (deVries, reserve capacity (Fries & Crapo, 1981). This issue regarding limits of
1970). The loss in maximum oxygen use usually begins at the age of 25 plasticity in aging is momentarily of focal interest to gerontologists
and is estimated at 40% at the age of 65. studying plasticity or modifiability of aging processes (see also below).
An interesting question refers to the effect of physical changes,
gained through such exercise programs, on psycho-logical variables ADAPTIVITY OF REGULATORY SYSTEMS
such as i.e. well-being, self-esteem, and other cognitive factors (i.e. Adaptive functions of important regulatory mechanisms
Krauss—Whitbourne, 1985). In the indicate that our body is coping with a number of biological

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 47


changes that need regulation and balancing. Adaptation with old age is, on the one hand, doubtlessly influenced by
succeeds via the process of compensation and thus assist the biological decline processes and diseases. These are often the first
organism in survival. The most frequently studied regulatory step towards dependency. An elderly person experiencing a stroke
system that seems to destabilize with age is body temperature. Fox is at first dependent and helpless. Given certain rehabilitation
and his coworkers (1973) found that about 10% of the over 65- measures, the provision of prosthetical conditions, .and
year-olds who lived in their own homes, do experience at least reinforcement of independent behaviors, however, the elderly will
once within 24 hours a basal temperature of only 35.5 take steps toward restoring his/her independence. The same is true
Celcius.Elderly people, however, who are affected do not. for old as well as young people suffering from a cardiovascular
complain about any symptoms or about being cold. disease, a hip fracture, or similar problems.
Coper and his collaborators (1986) focused on the reactions of Thus, in the case of dependence in old age, too, both
old organisms following low body temperatures. Old and young biological and environmental conditions seem to interact in
rats were taught to control the room temperature by an operant etiology and maintenance of dependence. The impact of
behavior, namely lever pressing. When kept in a cold room, rats, environmental conditons in fostering dependence has been
indeed, opted for a warmer temperature by pressing the lever to get demonstrated by a research program conducted by Baltes and her
warm air into the room. Old rats learned and executed this collaborators (M. Baltes, 1988; M. Baltes & Reisenzein, 1988; M.
behavior as well as younger rats. Older rats even worked for a Baltes & Wahl, 1987). This research program was aimed at three
warmer environment than young rats did. This means that the main issues: 1. changeability or reversibility of dependence in old
sensation cold as well as the behavior apt to correct the sensation age; 2: identifications of environmental conditions fostering
of being cold are both maintained in old age and that, in principle, dependence in the everyday life of elderly. The focus here was iz1
the regulatory system functions adequately (Coper, Janicke, & social conditions, that is on the reaction of social partners upon
Schulze, 1986). dependent and independent behaviors of the elderly. Finally and 3.
How is it to be explained then that older people often show the issue of changeability of these natural reinforcers, that is, the
body temperatures that are abnormally low without seeming to behavioral reactions of social partners, was addressed.
notice it? Coper and his colleagues argue that hypothermia as well With regard to the first issue speaking to the reversibility of
as other failures in biological regulatory systems are due to a dependence there is ample evidence to date that even chronic
slowing of reactive capacity of the organism. If this is true then dependent behaviors of the elderly can be changed using simple
failures in these systems should become more pronounced the manipulations of environmental conditions. Dependent behaviors
more complex the adaptive response required; that is, the are thus in many cases not the product of true incompetence due to
adaptivity of the system is taxed to its limits if and when for example organic impairments in the elderly. Dependent
maximum performance is required. Coper (et al., 1986) used the behavior seem to be more often the product of unfavorable
motor system to demonstrate the feasibility of this argument. physical and/or social environmental conditions. The type of
The motor system represents a regulatory system necessary eating utensil, for instance, can be decisive in allowing the elderly
for the functioning of such vital activities as finding food, eating, to eat independently. The presence or absence of stimuli, such as
attack or flight. Old as well as young rats do not differ in their music, a clock, a calendar, questions asked, touching, etc. can
performance level as far as spontaneous activities and swimming facilitate or hinder behaviors to occur and can in the end make a
are concerned. With increasing complexity of the motor activity difference whether the elderly person is interacting actively with
there is, however, a clear differentiation in base performance level his environment or whether s/he is passively "sitting out" his life.
both with regard to the quantitative and qualitative level of motor Furthermore, giving the elderly time to behave, to execute a
performances. Given practice, old rats learn and increase their behavioral act, might be an essential factor in remaining
performance level (plasticity), but old rats reach their limits of independent (Baltes, & Barton, 1979; Hussain, 1984; Wisocki,
improvement faster than young rats. Thus, old rats experience 1984).
more quickly than young rats a situation of overdemand (stress). The second issue with regard to the identification of everyday
Summarizing the topic of single biological functions and social environmental conditions fostering dependence in the
regulatory systems, two points can be made. First, environmental elderly was approached via direct observations of the day-to-day
and behavioral factors can be used to change and/or slow down behavioral flow interactions between institutionalized elderly and
typical dominant biological aging processes. Second, when their social partners (mostly staff members) going about their daily
considering the adaptivity of regulatory systems not only plasticity chores. Such sequential observational data allow to, identify
in old age but also its limits can be noted. Again there is evidence typical interaction patterns characterizing the ecology of the
for the moderating influence of environmental factors on the institutionalized elderly as one which is fostering dependence and
average course of biological processes as well as for the limits of ignoring independence. This is a finding which has been discussed
such modifiability. The same issues will be faced when looking at in the gerontological literature for quite some time (Goffman,
psychological aging processes. Two examples are discussed in the 1986) but it is the first time that the behavioral system responsible
last part of this paper, dependence.and cognition in old age. for its existence has been empirically demonstrated.
An example of the typical interaction patterns is shown
DEPENDENCE IN OLD AGE in Figure 2. The columns indicate that independent behaviors
The increasing dependence in everyday life associated of the elderly resident do not experience much social reaction.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


It is as if independent behaviors occur within a vacuum even behaviors provide the elderly with a tool or mechanism of personal
though social partners, i.e. staff members, are present. In contrast, control over his/her environment. Thus, a vicious cycle is created.
dependent behaviors are most likely to be followed immediately Dependent behavior sets the occasion for social contact to occur, a
by complementary behaviors of staff, that is by dependence- rare but desirable event in institutions. Dependent behavior
supportive reactions. In fact, considering the behavioral repertoire beckon, however, non-use or non-practice of still existing
of the elderly it is dependent behaviors that are productive of most functions and skills. If non-use leads, as indicated earlier, to loss
of the social interactions between the elderly and their social and decline of functions and skills, then support of dependence by
partners. Within a world in which social contact is rate, such a staff will facilitate decline (M. Baltes, et al., 1987).
contingency must have strong implications. It should be emphasized again that dependence can have
different developmental histories. The above research has
pointed to one, namely the role of environmental social
conditions in fostering dependent behaviors and thereby perhaps
involuntarily facilitating aging decline. The learned helplessness
mode by Seligman is 'another model describing and explaining
the development and existence of dependence. Both these
models are based on the notion of objective contingencies, albeit
with a significant difference. The data summarized above
describe and explain dependence as the result of the existence of
contingencies, whereas dependence in the learned helplessness
model is the result of non-contingencies.
INTELLECTUAL DEVELOPMENT IN AGING
With regard to intellectual, development in old age, the
general assumption is one of linear decline. Psychological
research in this area has evinced the questionableness of such a
Antecedent Events (Resident Behaviors) general statement. Intellectual development in old age needs to
Using comparative studies, we have been able to demonstrate be portrayed by a more differentiated picture.' Researchers who
that age is a dominant factor in this dynamic interplay between are particularly known for their work in this area are K.W.
elderly and their social partners. First, observing community Schaie (Pennsylvania State University) and P.B. Baltes (Max-
dwelling elderly and their social partners in self-care contexts the Planck Institute). It has repeatedly been shown that in the area of
patterns observed in institutions , were corroborated. When intelligence, too, it is the behavioral and environmental
observing institutionalized children (M. Baltes, Reisenzein, & conditions that greatly influence the intellectual development.
Kindermann, 1985), in contrast, the use of dependent behavior as Environmental conditions are responsible for how active one 'is
an instrumental act to gain social contact is replaced by and what stimulation one gets.
constructively engaged behaviors. Third, observation of Empirical data (Schaie, 1983; Baltes, 1987; Baltes, et al.,
interactions between toddlers and their mothers in their private 1986) today emphasize the following: First, there is both decline
homes (Kindermann, Dissertation Thesis, 1986) clarify that social and increment or at least stability in cognitive performance in
partners (mothers as well as staff at the. children's homes) seem to aging deepening upon the type of intellectual. capacity looked at.
tailor their responses according to the competence level of the Intelligence is not a uniform system, but represents different
child. capacity clusters. In one model, for instance, a first cluster
The greater bidirectionality or reciprocity in the interaction according to Cattel and Horn (1971) represents the elementary
patterns between children and their social partners are further functions of information processing of basic mechanisms of
supported by the data on the dyadic form in which bahaviors are thinking. This cluster is labeled fluid intelligence. Capacities
expressed. related to the basal mechanism seem, on the average, to decline
There is no doubt that there are elderly residents who due to in old age, evidence of which can be gathered particularly when
their biological and psychological status are not able anylonger to maximum performance is tested. A second- cluster of capacities
deal with their everyday life and needs in an independent fashion. are thought to be essentially related to cultural experiences and
In such cases the social support of ,dependence is not only contents. Such capacities can show a continuous increase or
understandable but ethically necessary. The above noted stability over the life span. Thus, not all areas of intelligence can
interaction patterns between residents and staff -- reinforcement of be considered declining with age.
dependent behavior, ignoring independent bahavior -- are Secondly, data in intellectual development in old age
observed, however, on the average, in all elderly regardless of their show large interindividual differences. Both biological and
functional status. social conditions play a role in determining such inter-
For the elderly, support of dependent bahaviors means individual differences in the intellectual development with
contact, physical touch, and/or verbal communication. In other age. Shaie's longitudinal data (1983) covering a time span
words, the elderly can most easily and foremost secure social of more than 28 years indicate that people with cardiovascular
contact by emitting dependent behaviors. Dependent impairments and arthritis show an earlier decline than people

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 49


who don't. In addition, socio-economic status does not only limits of such activation — area used by Fries (1984) in his model
correlate with intellectual performance at any age group but called "compression of morbidity". This is a model that relates to
correlates also with maintenance of intellectual functioning up to the average case in the total population.
an older age. One can assume a richer and more continuous In his model Fries starts with the consideration of fixed
stimulation in the higher socio-economic strata, influencing maximum life span. He then draws our attention to the fact that a
favorably cognitive functioning. In the same sense, there is some precocious death through infectious or acute diseases has been
research showing a relationship between intellectual decline and eliminated, for all practical purposes. Most of the early deaths in
type of job or Occupation during adulthood. our society are due to accidents, the avoidance of which are often a
Thirdly, there is a body of data attesting to the great question of personal control or choice, i.e. riding a motorcycle or
intellectual reserve well into old age that is normally not utilized. not. Impairments that effect that quality of life and one's vitality in
Intervention research on cognitive functioning by Paul Baltes the second half of life are according to Fries mostly due to chronic
(Baltes & Willis, 1982) and Sherry Willis (1985) are exemplary in diseases. Chronic diseases, however, are closely associated with
this field. They could show repeatedly that old people life style and life conditions and can, therefore, be influenced by
significantly improve their performance through practice and one's own actions or environmental conditions. Chronic diseases
even more so through programs (see Figure 3). The can thereby either be avoided altogether or delayed' in time or
performance increase is about the same as the performance decline minimized in its intensity.
reported in longitudinal studies for the years between 50 The basic idea of Fries' model can be summarized as follows:
and 70 years. Thus, there is indeed a substantial intellectual If the ecology and actions of the individuum are optimal, then the
reserve in old age that remains often unused. possibility of approaching the biological maximum life span is
greatly enhanced . At the same time this greater life quantity is
filled with greater quality since avoidance of chronic diseases
means greater vitality and better health.
These optimistic conclusions by Fries (1984) are, considering
the discussion in this paper; conditional and need qualification. If
will be nearly impossible to create behavioral and environmental
conditions that are optimal for all people. Not all people, for
instance, will be interested in their younger years to design their
lives in line with optimal health in old age or, in short, in line with
successful aging. In addition, succesful or positive aging defined
as quantity and quality of the biological, psychological, emotional,
etc. competencies and reserves will not be planned, evaluated, or
experienced in the same way by everyone. How and what each
individual selectively optimizes and compensates will depend
upon a number of factors as we have outlined above.
Fries' model in its idealized form point's, however, to what
could basically be possible. Such awareness might push the
At the same time, the question related to the limits of such individual as well as society to new or different ideas on
reserves has been the focus of recent research (Kliegl & Baltes, environmental and behavioral design for positive aging. Baltes and
1986; Kliegl, Smith, & Baltes, 1986). In the area of memory it can Baltes in 1980 started to discuss a strategy that describes in general
be shown that young and old people profit from training and can terms a model of successful aging, again budding upon to idea of
be taught to produce outstanding, high level performances. If the gains and losses:
difficulty level is increased, for instance, by 'testing the limits" "Selective optimization with compensation" (M. Baltes & P.
using time restriction, age differences in performance levels. are Baltes, 1980) is apt to deal with the apparent paradox of positive or
increased such that there is little overlap. This is a finding very successful aging in the face of a concurrent increase in biological
similar to the one discussed earlier on motor functioning in rats. vulnerability and a concomitant decrease in functioning, on the
The maximum adaptivity of the system "memory' is clearly average. The model argues that on the basis of greater biological
reduced in old age. vulnerability in old age the elderly is faced with a situation in
which high level performance in a wide range of activities in no
THE DYNAMICS BETWEEN GAINS AND LOSS, AUTO- longer possible. It proposes a process by which people in spite of
NOMY AND DEPENDENCY greater biological vulnerability can maintain high levels of
Such findings about great reserve capacities, on the one functioning by making selections: staying active or even
hand, and the limits of such reserve and adaptivity in old age, increasing activity only in certain areas and giving up activities in
on the other hand, fall easily in line with considerations about other areas; that is, becoming dependent in other areas of life. Such
a biologically preprogrammed maximum life span and an a process of selection and compensation will take into account the
increasing biological vulnerability. Both ideas - activation person's resources, both biological and social ones, his moti-
of reserves via optimization of environmental conditions and vation, interests, skills, his history, etc. Based on such a

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


selection process, whether conscious or unconscious; the elderly institutions: Psychological control toward dependency. In M.M. Baltes &
P.B. Baltes (Eds.), The psychology of control and aging 1986 . pp. 315—
will restrict activities, expand activities and compensate for 343 . Hillsadle,NJ: Erlbaum.
weaknesses where necessary. The end result will be a balance 7. Baltes, M.M., Reisenzein, R., & Kindermann, Th. (1985). Dependence in
between high activity in some areas and low activity, or none in institusionalized children: An age-comparative analysis. Poster presented at
others. the 8th Biennial Meeting of the International Society for the Study of
Behavioral Development. Tours, France.
Selective optimization with compensation also demands fo 8. Baltes, M.M., & Wahl, H.—W. Dependency in aging. In L. L. Carstensen
conceive different environments according to different individual & B.A. Edelstein (Eds.), Handbook of Clinical Gerontology. 1987'pp.
biological vulnerabilities, needs, interests, and resources on the 204—221 New York: Pergamon Press.
elderly in order to be able 'to compensate and optimize selectively. 9. Baltes, P.B. (1987), Theoretical propositions of life-span develop-mental
psychology: On the dynamics between growth and decline. Developmental
Psychology, (in press).
SUMMARY 10. Baltes, P.B., & Baltes, M.M. Plasticity and variability in psychological
Coping with old age is a personal task. At the same time aging: Methodological and theoretical issues. In G.E. Gurski (Ed.),
coping with old age is a particularly good measure of the quality of Determining the effects of aging on the central nervous system 1980 pp.
41—66 . Berlin: Oraniendruck—Schering.
societal conditons. For many successful of positive aging refers 11. Baltes, P.B., Dittmann—Kohli, F., & Kliegl, R. Reserve capacity of the
ideally to reaching a high chronological age and at the same time elderly in aging—sensitive tests of fluid intelligence: Replication and
optimizing one's physical, emotional, and cognitive capacities and extension. Psychology and Aging, 1986 . 1, 172-177.
life qualities. This goal seems to be realized best when individual 12. Baltes, P.B., & Kliegl, R. On the dynamics between growth and decline in
the aging of intelligence and memory. In K. Poeck, H.J. Feund & H.
action and environments are "aging—friendly" and oriented Ganshirt (Eds.), Neurology 1986 . pp. 1—33 . Heidelberg: Springer.
towards the design of resources that allow reserves and adaptivity 13. Baltes, P.B., & Willis, S.L. Plasticity and enchancementofintellectual
to be activated in old age. Consequently, environments are, needed functioning in old age: Penn State's Adult Development and Enrichment
that support and demand practice of functional systems even in old Project (ADEPT). In F. I. M. Craik & S. E. Trehub (Eds.), Aging and
cognitive processes 1982 . pp. 353—389 . New York: Plenum Press.
age. At 14. Bortz, W.M. Disuse and aging. Journal of the American Medical
the same time, however, environments are needed that are Association, 1982 .284, 1203—1208.
stress-reducing or low-demanding. Thus, a combination of 15. Cattel, R.B. Abilities: Their structure, growth, and action, Boston:
stimulating and prosthetic environments are needed to selective Houghton Mifflin, 1971.
16. Coper, H., Janicke, B., & Schulze, G. Biopsychological research on
optimization with compensation to take place. adaptivity across the life-span of animals. In P.B. Baltes, D.L. Featherman
Given the arguments made in this paper, the following & R.M. Lerner (Eds.), life-span development and behavior, Vol. 7 1986 .
conclusions can be made. If societal development points in the pp. 207—233 . Hillsdale, NJ: Erlbaum.
direction of a longer average life span or life expectancy for the 17. Christofalo, V.J. The destiny of cells: Mechanisms and implications of
senescence. The Gerontologist, 1985 . 25, 577—582.
average population there must be tendency toward aging-friendly 18. Faber, J.F. Life tables for the United States. 1900—2050. Actuarial Study
behavioral and environmental systems. The same argument holds No. 87, Office of the Actuary, SSA Pub. No. 11-11534. 1982 Washington.
for interindividual differences in life expectancy between cultures 19. Fox, R.H., MacGibbon, R., Davies, L., & Woodward, P.M. Problem of the
or ethnic subgroups within one culture. If these differences in old and the cold. British Medical Journal, 1973 . 1, 21—24.
20. Fries, J .F. The compression of morbidity. Miscellaneious comments about
average life expectancy are large, then there must be a deficit or an a theme. the Gerontologist, .1984..24, 354-359.
uneven distribution in the design and utilization of environmental 21. Fries, J.F., & Crapo, L.M. Vitality and aging. San Francisco: Freeman,
resources. Since old age in particular is sensitive towards 1981.
environmental conditions, the type and form of aging within a 22. Goffman, E. Asylums: Essays on the social situation of mental patients and
other inmates. Garden City, NY: Doubleday, 1961.
society is a sensitive measure to judge the quality of that society. 23. Holmann, W., & Liesen, H. Der TrainingseinfulB auf die Leis-
tungsfahigkeit von Herz, Kreislauf and Stoffwechsel im Alter. Munchener
REFERENCES Medizinische Wochenschrift, 1972. 114, 1336.
1. Baltes, M.M. Selective optimization with compensation: The dynamic 24. Hussian, R.A. Behavioral geriatrics. In M. Hersen, R.M. Eisler, & P. Miller
between independence and dependence. Paper presented in the (Eds.), Progress in behavior modification, Vol. 16, 1984.. ' pp. 159—183 .
symposium on "Successful aging" at the 39th Annual Meetings of the New York: Academic Press.
American Gerontological Society, Chicago. November, 1986. 25. Kanstrup, T.L., & Ekblom, B. Influence of age and physical activity on
central hemodymanics and lung function in active adults. Journal of
2. Baltes, M.M. The etiology and maintenance of dependency in the elderly:
Applied Physiology, 1978 . 45, 709—717.
Three phases of operant research. Behavior Therapy, in press. 1988 . 26. Kindermann, Th. Environmental conditions in the development of
3. Baltes, M.M, & Barton, EM. Behavoiral analysis of aging: A review of dependent and ifidependent behaviors: An ecological analysis.
the operant model and research. International Journal of Behavioral Unpublished doctoral dissertation. Freie Universitat Berlin, Germany,
Development, 1979. 2, 297-320. 1986.
4. Baltes, M.M, Kindermann, Th, & Reisenzein, R. Die Beobachtung von 27. Kliegl, R., & Baltes, P.B. Theory-guided analysis of mechanisms of
unselbstandigem and selbstandigem Berhalten in einem deutschen development and aging through testing-the-limits and research on
Altersheim: Die soziale Umwelt asl EifluBgroBe (Dependence and expertise. In C. Schooler & K.W. Schaic (Eds.), Social structure and
individual aging processess. Ablex: Norwood, 1987.
independence in a German nursing home). Zeitschrift fur Gerontologie,
28. Kliegl, R., Smith, J., & Baltes, P.B. Testing-the-limits, expertise, and
1986, 19, 14—24. memory in adulthood and old age. In F. Klix & H. Hagcndorf (Eds.),
5. Baltes, M.M., Kindermann, Th., Reisenzein R., & Schmid, U. Further Human memory and cognitive capabilites: Mechanisms and performances
observational data on the behavioral and social world of institutions for 1986 . pp. 305—407 . Amsterdam: North-Holland.
the aged. Psychological and Aging, 1987, 2. 29. Krauss—Withbourne, S. The aging body. New York: Springer, 1985.
6. Baltes, M.M., & Reisenzein, R. The social world in long-term care

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 51


30. Pollack, M.L. Physiological characteristics of older champion athletes. 35. Shepard, R.J. Physical activity and aging. Chicago: Medical Year-book.
Research Quarterly, 1985.. 45, 363—373. 1978.
31. Pollack, M.L., Dawson, G.A., Miller, H.S., Ward, A., Cooper, D., Headly, 36. Shock, N.W. The physiology of aging. The Scientific American, 1977 .
W., Linnerud, A.C., & Norneir, M.—M. Physiologic response of men 49 206,100—110.
to 65 years of age to endurance training. Journal of American Geriatrics 37. Stones, M.J., & Kozma, A. Physical performance. In N. Carness (Ed.),
Society, 1976 . 24, 97—104. Aging and Human Performance. New York: John Wiley & Sons. 1985: pp.
32. Pollack, M.L., Miller, H.S, Janeway, R., Linnerud, A.C., Robert-son, B., 261—291.
& Valentino, R. Effects of walking on body composition and 38. de Vries, H. Physiological effects of an exercise training regimen upon
cardiovascular function of middle aged men. Journal of Applied men aged 52—88. Journal of Gerontology, 1970 . 25, 325 — 336.
Physiology, 1971 .30,126—130. 39. Willis, S.L. Towards an educational psychology of the adult learner. In J.E.
33. Rowe, & Khan, 1987. Birren & K.W. Schaie (Eds.), Handbook of the psychology of aging. New
34. Schaie, K.W. Longitudinal studies of adult psychological development. York: VanNostrand. 1985 : pp. 818—847,
New York: The Guilford Press. 1983 . 40. Wisocki, R.M. Eisler, & P. Miller (eds.), Progress in behavior
modification, Vol. 16. New York: Academic Press.

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


PENGALAMAN PRAKTEK

Dari Kaki Naik ke Jantung


Kalau ada orang bertanya "Dari mana datangnya cinta?" Jawabnya adalah "Dari mata turun ke hati!"
Begitulah kata orang yang suka bersyair dan berpantun. Namun tulisan ini tidak bermaksud mengajak
pembaca untuk berbalas pantun seperti acara yang ditayangkan di TVRI bersama pelawak Kimung. Kali
ini saya ingin mengutarakan pengalaman ketika menjalani Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian
Penyakit Kulit-dan Kelamin RSU di kota setempat. Waktu itu saya menangani seorang pasien wanita
muda yang menderita dermatitis kronis di kakinya. Anehnya, penderita bersikeras minta diperiksa dalam
(periksa dada) dan tekanan darah karena katanya dia juga mengidap penyakit jantung. Padahal tidak ada
tanda-tanda pasien tersebut menderita kelainan jantung. Didorong oleh rasa heran, saya bertanya kepada
pasien.
"Dari mana Anda tahu bahwa Anda benar-benar sakit jantung?"
"Dari kaki naik ke jantung!" katanya. Jawabannya cukup menggelikan sekaligus membingungkan !
Awal ceritanya ketika saya akan menempuh ujian akhir di Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin di
RSU. Ujian biasanya memakai pasien yang baru masuk ke rumah sakit. Sehari sebelum ujian, pagi-pagi
sekali saya telah berada di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin. Tujuannya ialah supaya dapat
mempelajari kasus sebanyak-banyaknya yang kemungkinan nanti dipakai untuk ujian. Begitu saya tiba di
poliklinik, saya langsung ke bagian registrasi -- melihat-lihat apakah sudah ada pasien yang masuk.
Seorang perawat setengah baya menyapa saya sambil tersenyum ramah.
"Selamat pagi, Dok . . . tumben rajin sekali!"
"Ya, memang saya ko-asisten yang paling rajin kok!" jawab saya berbasa-basi.
"Alaah, paling-paling rajinnya dekat-dekat akan ujian saja. Ini namanya rajin paling-paling!" bantah Pak
Perawat yang suka humor itu.
"
Oh ya, Dokter! Kebetulan sekali, ini ada seorang pasien cewek baru masuk. Dia sekarang ada di kamar
periksa sebelah. Ini kartu statusnya, siapa tahu pasien ini nanti dipakai untuk ujian, 'kan bisa gol ....!"
katanya seraya mengacungkan jempolnya.
Saya memeriksa kartu status pasien tersebut sambil mengucapkan terima kasih.
Melihat kartu yang penuh berisi tulisan dan catatan itu, maka dapat dipastikan pen-
derita sudah sering keluar masuk rumah sakit. Apalagi di sana banyak tertera kata
"kontrol" yang menandakan bahwa pasien tersebut cukup rajin memeriksakan dirinya
alias berobat jalan. Di dalam kartu status itu pun tercantum diagnosisnya, yaitu
dermatitis kronis pada kaki beserta terapi dan evaluasinya. Sambil bersiul-siul kecil
saya bergegas ke kamar ko-asisten mengambil catatan kuliah dan buku-buku lainnya
yang berhubungan dengan kasus tersebut. Agar lebih mantap, saya harus berbuat
seperti menghadapi ujian sesungguhnya (istilahnya: latihan ujian). Dalam hal ini,
saya mesti membuat sendiri status baru untuk pasien ini (mulai dari anamnesis, pe-
meriksaan fisik, pemeriksaan lab., sampai diagnosis dan usul terapinya). Sementara
itu saya masih berkutet di kamar ko-asisten mempelajari topik dermatitis dan pe-
nyakit-penyakit yang mirip ataupun menyerupai dermatitis. Kemudian, setelah me-
rasa yakin dan mampu, maka, dengan langkah pasti saya menuju ke kamar periksa
menemui pasien itu sekalian akan memeriksanya.
Benarlah apa yang dikatakan Pak Perawat, di ruang periksa memang ada seorang
wanita muda. Dia duduk tenang, dandanannya serba mencolok mata kalau tidak mau
disebut seronok. Dengan busana yang demikian menantang ditambah kerling matanya
yang agak liar memberi kesan penampilan ke arah genit.
"Selamat`pagi, Dokter", dia menyapa sambil mengumbar senyumnya.
"Selamat pagi, Nona", saya menjawabnya seramah bisa.
Apa yang terjadi kemudian? Benar-benar di luar dugaan saya! Tanpa disuruh,
penderita melucuti pakaiannya termasuk pakaian dalamnya sehingga dirinya menjadi
setengah bugil (sebatas pinggul. ke atas). Menyaksikan atraksi yang mahaberani dan

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 53


panorama yang aduhai itu, hampir lupa diri. Syukurlah, saya segera sadar dan
dapat menguasai diri sepenuhnya. Namun belum sempat saya mengeluarkan kata-kata,
penderita telah mendahuluinya.
"Silakan, Dokter! Periksalah jantung dan tekanan darah saya!" katanya sambil ber-
baring dengan posisi yang amat demonstratif.
- Dalam pada itu, saya cuma bisa bengong melongo. Bukan lantasan terpesona,
melainkan karena sangat heran. Ada apa gerangan di balik ini? Biasanya pasien-pasien
wanita muda+enggan sekali membuka penutup tubuhnya sewaktu pemeriksaan dada
(jantung) yang memang perlu dilakukan. Tetapi ini kok lain! Tiada hujan tiada angin
malahan penderita berani-beraninya memamerkan "INDOMILK-nya". Sepertinya hal ini
tidak wajar.
"
Kenapa Dokter bengong melulu. Saya sudah siap diperiksa, Dok .... !" dia terus
mendesak agar saya segera memeriksa jantung dan tekanan darahnya.
"
Maaf, Nona... .saya memang petugas yang akan memeriksa serta ingin mengetahui
penyakit Anda, tetapi tolong pakaiannya dipakai dulu. Sebelum saya periksa, alang-
kah baiknya jika Anda mau menceritakan keluhan-keluhan Anda -- atau kalau boleh
saya tahu, kepada Anda begitu yakin bahwa Anda sakit jantung?"
"
Oh, maaf ya, Dok! Itu lho, para dokter muda yang memeriksa saya terdahulu me-
ngatakannya. Komplikasi, .... apa namanya itu. Katanya penyakit jantung itu bisa
berasal dari eksim di kaki saya, yaitu komplikasi dan kaki ke jantung atau dari kaki
naik ke jantung. Setiap saya kontrol ke sini saya disutuh membuka baju, kemudian
dada (jantung). saya diperiksa berlama-lama secara bergantian. Itulah sebabnya, saya
langsung membuka pakaian ketika Dokter baru datang tadi!"
Di dalam hati saya mengumpat (sialan banget, para teman sejawat telah mencari ke
sempatan dalam kesempitan, dasar orang-orang pongah, . . . bergajul .. dan lain se-
bagainya). Dalam hal ini, jelas bukanlah pasien yang berlaku kurang ajar terhadap diri
saya, melainkan para teman sejawat itulah sebenarnya minus ajar. Sampai hati mem-
perlakukan pasiennya yang awam demikian rupa serta mengolok-olok untuk melaku-
kan perbuatan yang tidak pada tempatnya.
Selanjutnya, saya melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut menurut etika
dan tata cara yang benar. Penderita sebetulnya sangat kooperatif sehingga melancarkan
jalannya pemeriksaan. Belum ada seperempat jam,tugas saya telah selesai. Namun hati
saya belum terasa lapang, karena di benak masih terbayang-bayang peristiwa tadi.
Justru itu pikiran saya menerawang ke masa silam, teringat kembali pantun para
remaja tatkala saya masih duduk di bangku SD. Kala itu, sebitah pantun yang cukup
populer berbunyi "Dari mana datangnya cinta?" "Dari mata turun ke hati!" Sekarang
pantun itu berubah menjadi "Dari mana datangnya penyakit?" "Dari kaki naik ke
jantung!" Akan tetapi, yang menjadi persoalan sekarang bukan pantun tersebut,
melainkan etika kedokteran yang kini banyak mendapat sorotan. Ternyata beberapa
teman sejawat telah melanggar kode etik kedokteran dalam menunaikan tugasnya.
Menurut saya, pelanggaran sekecil apa pun terhadap kode etik kedokteran akan mem-
beri dampak tidak baik bagi profesi kita. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas
kedokteran hendaknya selalu berpedoman pada kode etik. Hal ini perlu ditanamkan
sedini mungkin, yaitu sejak pertama duduk di bangku kuliah Fakultas Kedokteran.
Suara Pak Perawat yang nyaring memanggil-manggil saya dari luar. Tentu saja
saya terkejut dibuatnya. Dengan gerak cepat saya membereskan buku-buku dan alat-
alat periksa beserta kartu status -- mengucapkan terima kasih kepada pasien, ke-
mudian segera ngeloyor ke luar. Di luar tampak pasien lainnya berjubel menanti
giliran pemeriksaan ....!
Dr. Ketut Ngurah
Laboratorium Parasitologi FK Unud Denpasar

Ulekan dan Cabe Rawit


Sebagai. staf medis dari suatu Fitness Centre, saya mempunyai tugas mengikuti
perkembangan kesehatan anggota-anggota, baik perkembangan kesehatan fisik maupun
psikis. Masalah yang menonjol umumnya adalah berat badan yang berlebihan sehingga

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


perlu penanganan perorangan, untuk mengatur dietnya. Umumnya dengan olah raga
dan diet, berat badan berhasil diturunkan secara bertahap sampai terlihat serasi atau
mendekati berat badan ideal. Keberhasilan ini tergantung dari ketekunan dan disiplin
mereka sendiri.
Satu kasus yang menarik perhatian saya adalah seorang ibu rumah tangga, umur
40 tahunan, berat badan "aduhai", dengan penampilan nervous. Masalah kesehatan
fisiknya yang terutama selain berat badan yang berlebihan, juga tekanan darahnya
yang turun naik sesuai dengan penampilannya yang nervous. Untuk memecahkan
masalahnya, dicari penyebab-penyebab kegemukan dan nervous tersebut. Ternyata ibu
tersebut mempunyai kebiasaan mengulek sambel cabe rawit setiap kali kesal, jengkel
atau marah, kemudian memakannya dengan nasi, sehingga segala unek-uneknya sudah
tersalur sejak mengulek sampai selesai makan sambel cabe rawit yang begitu pedas.
Dengan cara demikian ibu tersebut merasa puas, lega dan tenang kembali. Mungkin
kemarahan atau kejengkelannya diproyeksikan pada ulekan, dan omelannya diproyek-
sikan dengan rasa kepedasan. Dapat dibayangkan hal ini sudah berjalan hampir seusia
perkawinannya yaitu 15 tahun, dengan akibat berat badan berlebihan dan penampilan
nervous.
Setelah melaksanakan program olah raga dan diet yang tekun, disamping juga
dengan kegiatan mengaji dalam 5 bulan, berat badannya dapat dikendalikan dan di-
turunkan, juga kenervousannya sudah berkurang. Dahulu kalau marah dengan ulekan
dan cabe rawit, kemudian dengan mencoba diam atau mengomel, dan terakhir sudah
dapat dengan tersenyum. Ulekan dan sambel cabe rawit rupanya dapat menjadi suatu
alat untuk memproyeksikan kemarahan, asalkan jangan ada ulekan terbang.

Dr Emiliana Tjitra
Jakarta.

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 55


HUMOR
ILMU KEDOKTERAN

DOKTER MASUK ANGIN RUMAH SAKIT JIWA


Suatu ketika pak dokter dipanggil Pada saat berkumpulnya dokter-dokter Puskesmas, Bapak KaKanwil memanfaat-
pak kepala desa, untuk mengobati kan untuk memberikan pengarahan dan dengar pendapat tentang masalah-masalah
warganya yang kebetulan banyak men- mereka. Setelah mendengar keluhan-keluhan dari masalah uang, tenaga, program
derita sakit. Sudah menjadi kebiasaan sampai nasib, Bapak KaKanwil menanyakan,adakah saran-saran selain keluhan-
si sakit pasti meminta keterangan keluhan tersebut. Dengan tenang salah seorang teman sejawat yang sejak tadi hanya
mengenai sakitnya. menjadi pendengar dan memperhatikan teman-temannya berkicau berkata :
"Pak dokter, penyakit saya apa?" "
Saya usul Pak, sebaiknya dibangun Rumah Sakit Jiwa dekat Airport, sehingga
tanya salah seorang pasien. Didasari temanteman yang baru datang dan yang akan meninggalkan tugas dapat diperiksa.
pendidikan yang rendah dari si pasien, Saya yakin mereka pasti tak sama sebelum dan sesudah melaksanakan tugas.
serta bila diberitahu pun tidak me- Disamping itu setiap kali akan berkunjung kemari, bila ditemukan hal-hal yang serius
ngerti, sambil mengambil obat berkata- sebaiknya dirawat dahulu."
lah pak dokter: "Masuk angin!". Dengan serempak mereka berseru : "Setuju berat !" Segawat itukah dokter-dokter
Demikian juga untuk pasien-pasien Puskesmas yang jauh di pedalaman ?
berikutnya dijawab sama yaitu 'masuk Dr Emiliana Tjitra
angin', sehingga oleh masyarakat desa Jakarta
tersebut beliau diberi julukan "dokter
masuk angin". TAKUT ?
Pieter Di Zal Obstetri ada seorang ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Karena di
Delanggu Rumah Sakit Pendidikan, dua orang residen mendiskusikan'nya dekat tempat tidur
penderita.
"
IDI Menurut saya ini perlu diberikan Piton"
Beberapa orang dari dinas Kesehatan "Melihat tanda-tandanya ada indikasi untuk Piton"
dengan didampingi bapak Kepala Desa, Namun betapa kagetnya mereka ketika pagi harinya penderita itu telah pulang paksa
mengadakan peninjauan kesehatan di dan pindah rumah sakit lain.
desa kami. Ketika memasuki sebuah Usut punya usut, ternyata penderita itu sangat takut dengan'pembicaraan para dokter
kampung terlihat sebuah papan yang mengenai piton yang disangkanya adalah sejenis ular besar, padahal yang dimaksud
bertuliskan antara lain: "Kantor Sekre- adalah piton drip untuk induksi persalinan.
tariat IDI". Nah, sebuah contoh misunderstanding agar membuat kita lebih berhati-hati.
Dengan rasa ingin tahu , salah se-
orang dari mereka menanyakan kepada Adhi P.
bapak Kepala Desa: "Apa betul disini Semarang
ada kantor Ikatan Dokter Indonesia?".
Dengan tersenyum dan mengucap
maaf, bapak Kepala Desa menjelaskan:
"Yang dimaksud kantor IDI disini ada--
lah kantor Ikatan Dukun Indonesia,
bukan 1katan Dokter Indonesia."
Orang-orang kesehatan: "Oh ......??!!"
Suharsono
Pekalongan

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


PARU-PARU BASAH MENYALAHGUNAKAN ISTILAH
Guns melengkapi data dan melakukan Penggunaan istilah dalam bidang keilmuan memang lumrah. Istilah yang diguna-
pemeriksaan secara lege artis maka se- kan biasanya yang sudah baku (untuk ragam bahasa tuns), sedangkan dalam ragam
orang dokter melakukan anamnesis bahasa lisan kadangkala memakai istilah yang belum baku. Misalnya untuk acara per-
pada pasiennya. kuliahan, bisa saja menampilkan istilah nonbaku bahkan dapat pula menciptakan
Dokter : "Apa anda dulu pernah sa- istilah baru -- tentu saja dalam batas-batas yang masih dianggap makul (logis). Tuju-
kit paru ?" annya ialah agar topik kuliah dapat lebih dipahami oleh para mahasiswa.
Pasien : "Memang pernah dokter. Sehubungan dengan hal itu, saya selaku dosen muda ingin juga menerapkan
Kira-kira lima tahun yang lalu metode pengajaran yang sangkil dan mangkus termasuk ketrampilan dalam membuat
saya pernah dikatakan serta menyajikan ilustrasi dan peristilahan yang sensasional. Dalam menyampaikan
menderita paru-paru basah". mata kuliah, saya selalu membuat rangkuman (semacam sinopsis). Tentu saja di
Dokter : "Lalu kemana anda berobat, dalam rangkuman itu terdapat bagian-bagian yang amat penting dari suatu topik
apa saja obatnya dan berapa bahasan. Komponen-komponen penting tersebut saya istilahkah dengan "Kunci
lama obat itu dimakan?" Pokok" disingkat menjadi "Cipok". Kunci pokok itu merupakan butir-butir penting
Pasien : "Saya hanya berobat 1—2 sebagai dasar untuk mendalami ataupun memecahkan permasalahan sehubungan
kali, lalu saya teruskan berobat dengan topik bahasan. Oleh sebab itu, Cipok hendaknya selalu dijadikan pegangan
sendiri di rumah". dasar yang saya istilahkan dengan "Pegangan Utama" disingkat menjadi "Pagut".
Dokter : "Bagaimana caranya anda Setiap saya memberi kuliah, saya selalu mengumandangkan kedua istilah itu (Cipok
berobat di rumah itu?" dan Pagut). Hasilnya lumayan! Suasana kelas menjadi lebih hidup, setidak-tidaknya
Pasien : "Kan saya dikatakan men- prevalensi mahasiswa yang mengantuk menurun secara bermakna.
derita paru-paru basah. Jadi Suatu tempo, dalam acara diskusi tidak'resmi yang diikuti oleh beberapa maha-
setiap pagi/siang saya buka siswa, saya mencoba menanyakan suatu soal kepada salah seorang dari mereka. Ke-
baju dan berbaring sambil betulan yang saya tanyai itu seorang mahasiswi. Temyata dia tidak bisa menjawab-
menelentang menghadap nya. Rupanya dia tidak hadir ketika saya menguliahkan materi soal tersebut. Namun
matahari. Maksudnya su- ketika ditanyakan, "Kenapa tidak bisa menjawab padahal topik itu sudah dikuliah-
paya paru-paru saya yang kan?" Dia menjawab, "Karena saya belum mendapat Cipok dari Dokter!" Jawabannya
basah itu kena panas mata- itu kontan membuat 'gerrrrrrrrr' para mahasiswa lainnya. Semula says terperangah
hari dan menjadi ... kering!" dibuatnya, tetapi akhirnya sāya pun terimbas untuk bergurau, "Baiklah, kalau kamu
Tjandra Y. Aditama benar-benar menginginkan Cipok, sekarang juga akan saya berikan sekalian dengan
Jakarta Pagutnya!" kata saya diiringi suara 'gerrrrrrrrrrrrr' yang kian gemuruh.
Wah, agak runyam jadinya kalau kita salah menggunakan istilah. Celakanya lagi,
CINTA DAN BIS.KOTA karena kemudian muncul selentingan-selentingan dari kalangan mahasiswa yang
Diruang praktek Dr Annie yang luas, menganugrahkan gelar baru kepada saya, yaitu "dosen tukang Cipok dan Pagut".
banyak penderita sedang menunggu Ya, saya pasrah saja karena semua itu hanya intermeso.
giliran. Karena penyakitnya juga, yang Dr. Ketut Ngurah
umum-umum saja maka mereka masih Lab. Parasitologi FK Unud, Denpasar
sempat saling tebakan. BANDIT
"
Apa bada Cinta dan Bis kota" tanya Seorang dokter Puskesmas menemani supervisi penelitian gizi, dan dalam perjalanan
pasien A. terjadilah dialog sebagai berikut :
B : "Cinta bisa kilat tapi bis kota pelan- Dokter Puskesmas : "Ini daerah pertanian Bandu, bantuan Bank Dunia".
pelan". Pimpinan Proyek : "Sapi yang gemuk itu pasti sapi Banpres, bantuan Presiden '.
C : "Cinta boleh mencium sedang Setelah berada di desa penelitian,
bis kota tidak boleh saling men- Dokter Puskesmas : "Kalau timbangan dan mesin giling untuk jagung dan kacang
cium". hijau adalah Bansu."
A : "Salah semua ! Yang betul Pimpinan Proyek : "Ban…… su ???"
adalah — cinta : jauh dimata Dokter Puskesmas : "Bansu adalah bantuan Bapak Sukirno."' (siempunya proyek
dekat di hati, sedang bis kota : penelitian ini).
jauh dekat sama saja Rp 200,—". Pimpinan Proyek : "Oh (nyengir dan G.R), kamu ? "
BCZ : !?!! Dokter Puskesmas : "Saya pas jadi Ban..…. dit saja, bukan bantuan dr. Suditto
Adhi P tetapi memang bakat jadi bandit, maklum belum sampai
Semarang Pimpro".
Dr Emiliana Tjitra
Jakarta

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 57


Ruang Penyegar dan
Penambah Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab pertanyaan di bawah ini ?

1. Biji saga pohon dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein b) Bayi yang baru lahir mempunyai volume darah per kilo-
nabati gram beratbadannya lebih besar daripada bayi yang
a) Dapat dibuat tempe dan kecap lebih tua.
b) Penyebaran tumbuhan ini sangat luas di Indonesia c) Volume darah normal pada laki-laki umumnya lebih
c) Dapat tumbuh di daerah dengan tanah yang miskin hara kecil daripada wanita
dan pada ketinggian 0—1000 meter di atas permukaan d) Volume darah normal untuk dewasa muda laki-laki =
laut 10% berat badan
d) Kandungan dan komposisinya seperti protein, lemak 6. Faktor XII dalam sistem koagulasi di dalam plasma,
dan karbohidrat relatif tinggi disebut juga
e) Semua benar a ) Prokonvertin
2. Yang benar mengenai sakarin b) Faktor Stuart—Power
a) :Struktur kimianya sama dengan hidrat arang c) Faktor Christmas
b) Sering digunakan sebagai pemanis non kalorik d) Faktor Hageman
c) Garam natrium dari sakarin mempunyai rasa manis e) Faktor stabilisator fibrin
yang kurang daripada sakarin 7. Obat yang poten pada amebiasis adalah
d) Aman digunakan sebagai konsumsi pada manusia a) Penisilin
e) Semua benar b) Eritromisin
3. Pengertian disease dan illness sebenarnya berbeda, walau- c) Metronidazol
pun dalam bahasa Indonesia keduanya diterjemahkan d) Sulfa
penyakit. e) Bukan salah satu di atas.
a) Illness dapat disebabkan oleh disease, tapi tidak selalu 8. Gambaran klinik pada amebiasis dapat merupakan gejala-
illness disertai dengan adanya kelainan organik maupun gejala
fungsional dari tubuh a) Disentri
b) Dengan disease dimaksudkan gangguan fungsi atau b) Apendisitis
adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik c) Abses hati
pada seorang individu d) Tanpa gejala
c) Dengan illness dimaksudkan reaksi personal, inter- e) Semua benar.
personal atau kultural terhadap penyakit atau perasaan
kurang nyaman
d) Para dokter sering hanya memperhatikan disease saja,
tidak illness
e) Semua benar
4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada darah yang di-
simpan, kecuali :
a) Penurunan pH darah
b) Kadar amonium plasma meningkat
c) Kadar hemoglobin bebas menurun
d) Kadar kalium plasma meningkat
e) Erittrosit menjadi rapuh
5. Pilih satu pernyataan yang benar
a) Bayi yang baru lahir mempunyai kadar Hb 11 — 12 g%

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988


ABSTRAK - ABSTRAK
BEBERAPA HAL MENGENAI TEKANAN DARAH
Baru-baru ini National High Blood Pressure Education Program di Amerika Serikat
telah merekomendasikan cara pengukuran tekanan darah secara benar, yaitu dengan
teknik sebagai berikut :
1. Penderita duduk dengan lengan atas terbuka, disangga dan terletak setinggi jantung.
Penderita tidak merokok dan/atau makan makanan/minuman yang mengandung
kafein setidak-tidaknya dalam 30 menit sebelum diukur.
2. Pengukuran dilakukan setelah istirahat selama 5 menit.
3. Manset yang digunakan harus sesuai, setidak-tidaknya menutup 2/3 keliling lengan
atas.
4. Pengukuran dilakukan dengan sfigmomanometer air raksa atau manometer aneroid
yang baru dikalibrasi, atau alat elektronik yang telah divalidasi.
5. Tekanan sistolik maupun diastolik harus dicatat; tekanan diastolik ditetapkan ber-
dasarkan fase Korotkoff V.
6. Nilai yang ditetapkan merupakan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran. Bila
antara pengukuran terdapat perbedaan lebih dari 5 mmHg, pengukuran harus di-
ulang.
Selain itu badan tersebut juga mengeluarkan pedoman follow-up bagi orang dewasa,
yaitu sebagai berikut :
Bila tekanan darah diastolik < 85 mmHg — uji ulang dalam 2 tahun.
85— 89 mmHg — uji ulang dalam 1 tahun.
90—104 mmHg — uji ulang dalam 2 bulan.
105—114 mmHg — pemeriksaan / evaluasi lanjutan da-
lam 2 minggu.
≥115 mmHg — pemeriksaan / evaluasi lanjutan se-
gera.
Bila diastolik < 90 mmHg, dan tekanan sistolik :
< 140 mmHg — uji ulang dalam 2 tahun.
140—199 mmHg — uji ulang dalam 2 bulan.
≥ 200 mmHg — pemeriksaan / evaluasi lengkap
dalam 2 minggu.
Arch Intern Med (May) 1988; 148 : 1023—38
brw
CT SCAN PADA PENDERITA STROKE
King's Fund Forum yang terdiri dari 12 ahli kedokteran Inggris telah merekomendasi-
kan CT scan kepala pada penderita stroke yang :
— diagnosisnya diragukan
— mendapatkan atau akan mernperoleh pengobatan anti koagulan dan/atau anti-
platelet.
— dengan dugaan perdarahan serebelar.
— dengan dugaan perdarahan subaraknoid.
— dipikirkan kemungkinan endarterektomi karotis.
— penderita usia muda.
BMJ 1988; 297 : 126-8.
brw
AIDS
Penelitian atas 146 penderita hemofili dan resipien darah di Swedia menunjukkan bahwa
kira-kira separuh dari penderita yang test HIV-anti body nya positif akan menunjukkan
gejala-gejala AIDS dalam lima sampai enam tahun kemudian.
BMJ 1988; 297: 99-104.
brw

Cermin Dunia Kedokteran No. 51, 1988 59


ABSTRAK – ABSTRAK
JARUM SUNTIK DAN SEMPRIT
Jarum suntik dan semprit yang tidak steril dapat menularkan penyakit-penyakit
infeksi seperti virus hepatitis B dan infeksi-infeksi virus lainnya. Oleh karena itu,
program imunisasi yang saat ini sedang gencar dilaksanakan, harus juga membuat kita
merasa aman dari penularan penyakit-penyakit infeksi di atas. Untuk itu, jarum
suntik dan semprit yang digunakan pada setiap kali menyuntik, harus benar-benar
steril.
WHO, bekerjasama dengan UNICEF, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan
sebagai berikut :
• Setiap kali menyuntik, harus digunakan satu jarum suntik dan satu semprit steril
• Jarum suntik dan semprit yang dapat digunakan berulang-ulang, dianjurkan untuk
negara-negara berkembang, asal setiap kali akan digunakan disterilkan lebih dahulu.
• Jarum suntik disposable harus dibuang setelah dipakai.
• Secara teoretis, penyebaran penyakit melalui jet injectors itu mungkin. Oleh karena
itu, penggunaannya harus benar-benar dibatasi pada keadaan .khusus, misalnya
pada imunisasi sekaligus banyak orang, di mana penggunaan. jarum suntik biasa
tidak mungkin.
Kris
PENGGUNAAN OBAT DI KALANGAN ANAK-ANAK
Suatu penelitian penggunaan obat atas 1590 anak-anak di Inggris menyatakan bahwa
lebih dari separuhnya (56%) digunakan/dimakan pada hari-hari Sabtu dan Minggu.
Hampir separuh obat yang digunakan (45%) merupakan obat-obat bebas. Obat-obat
yang paling sering digunakan ialah aspirin, parasetamol, triprolidin-pseudoefedrin
(Actifed), ampisilin atau amoksisilin dan salbutamol.
BMJ 1988; 297: 445—7
brw
BAHAYA PROLONGED BREAST—FEEDING
Penelitian di Ghana menunjukkan bahwa menyusui terlalu lama (Prolonged breast-
feeding) dapat menyebabkan malnutrisi karena justru akan mengurangi jumlah total
protein yang diperoleh. Hal ini dapat disebabkan karena selama menyusui,bayi kurang
diberi makanan tambahan yang lain.
Lancet 1988; 2 : 416—8
brw

You might also like