Professional Documents
Culture Documents
Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma
Daftar Isi :
2. Editorial
Artikel:
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang- 57. Humor Ilmu Kedokteran.
an/pendapat masing-masing penulis dan tidak
selalu merupakan pandangan atau kebijakan
58. Abstrak-Abstrak.
instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis 60. RPPIK
Mungkin ada di antara teman sejawat yang memperhatikan bahwa secara
berturut-turut beberapa kali Cermin Dunia Kedokteran menampilkan edisi berseri;
dimulai dari edisi Malaria sampai edisi Dengue kali ini, dan mungkin masih akan
berlanjut lagi. Sebenarnya hal ini adalah merupakan 'efek samping' yang meng-
gembirakan dari meningkatnya kontribusi artikel yang masuk ke meja redaksi.
Akhir-akhir ini – meskipun sering masih dirasakan 'Jakarta-sentris' –sumbang-
an artikel yang sating berkaitan claim saw topik tertentu makin luas sehingga
dapat mengisi seluruh halaman dalam satu edisi; hal ini tentu tidak
menguntungkan bagi artikel-artikel lepas yang juga tidak kalah bermutu, karena
artikel-artikel demikian akan tertangguhkan penerbitannya. Oleh karena itu,
untuk mempertahankan ciri khas majalah kita ini – yaitu adanya topik utama –
kami menempuh cara yang dilakukan selama ini, sehingga tetap memberi tempat
bagi artikelartikel lepas. Kami berharap bahwa cara ini dapat memuaskan semua
pihak, termasuk para sejawat pembaca setia yang tersebar di seluruh tanah air;
seandainya ada sumbangan saran untuk perbaikan, kami akan sangat bergembira
untuk mendengarnya.
Selain itu, nomor ini mencatat pula perubahan tata-letak lembar Abstrak, hal
ini dilakukan untuk dapat memuat lebih banyak artikel, sekaligus menawarkan
pengiriman naskah lengkapnya – dalam jumlah terbatas – kepada yang berminat;
semoga pelayanan ini dapat menyumbangkan sesuatu yang dapat memperluas
pengetahuan sejawat di seluruh pelosok tanah air.
Selamat membaca.
Redaksi
RINGKASAN
Telah dikemukakan beberapa aspek DBD di BIKA R.S. Sumber Waras/Fakultas
Kedokteran Untar.
Diagnosis klinis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria WHO dan diagnosis pasti
dengan pemeriksaan serologik dan atau isolasi virus.
1) Dalam dekade terakhir ini terlihat adanya pergeseran umur penderita ke golongan
umur di atas 5 tahun.
2) Angka kematian DBD dalam dekade terakhir menurun di bawah 2%.
3) Virus D3 merupakan virus yang paling banyak diisolasi selama epidemi DBD
tahun 1987 – 1988.
4) Manifestasi klinik oleh virus D3 tidak berbeda dari virus Dengue lainnya kecuali
untuk trombositopeni dan renjatan.
5) Keluhan nyeri abdomen berkaitan dengan derajat yang lebih berat terutama pada
anak-anak berumur 5 tahun atau lebih.
6) Pemeriksaan titer IgM bermanfaat dalam konfirmasi DBD terutama pada penderita
DSS fatal.
7) Pengamatan sementara menunjukkan bahwa titer HI < 640 konfirmatif bagi reaksi
primer dan HI ≥ 1280 bagi reaksi sekunder.
PENGAMATAN SEROLOGIK
Konfirmasi diagnosis klinjk DBD ditegakkan dengan pe-
meriksaan isolasi virus dan atau pemeriksaan serologik. Pe-
meriksaan serologik yang dianjurkan oleh WHO ialah pe-
metiksaan hemagglutination inhibition (HI) menurut Clark
dan Cassal. Untuk pemeriksaan HI diperlukan serum ganda
(akut dan konvalesen) dengan jarak pengambilan 2 minggu.
PENGELOLAAN
Pengelolaan DBD bersifat suportif dan simtomatik dengan
tujuan utama untuk memperbaiki sirkulasi/mengatasi hipo-
volemi serta mencegah terjadinya DIC dan renjatan.
Sejak ditemukan DBD tahun 1968, pengelolaan DBD di
RS Sumber Waras mengalami beberapa kali perbaikan sehingga
angka kematian DBD menurun dari 33.2% – 9.3% (1969–
1978) menjadi 0.9% – 1.4% dalam dasawarsa terakhir ini.
Pengobatan DBD di Bagian Anak RS Sumber Waras me-
liputi:
Derajat I:
Pengobatan simtomatik, minum cukup dan makanan se-
imbang serta pemantauan yang teratur dan ketat.
Derajat II:
1) Hipovolemi
Untuk mengatasi hipovolemi diberikan cairan kristaloid
(Dextrose 5% – NaCl 0,45%) sesuai dengah kebutuhan. Pada
umumnya berkisar antara 100 ml – 200 ml/kgbb/hari sesuai
dengan umur penderita.
2) Pencegahan DIC13
Sejak tahun 1977 diberikan kombinasi asetosal dan dipiri-
damol (10 mg/kgbb/hari) untuk mencegah timbulnya DIC.
Kombinasi ini diberikan pula pada penderita DBD derajat I.
Dipiridamol (DPM) mempunyai khasiat anti agregasi
trombosit dan asetosal (ASA) dalam dosis rendah berpengaruh
secara selektif pada siklooksigenase di trombosit dengan akibat
mencegah pembentukan pro agregating tromboxane A2
sehingga memperkuat khasiat dipiridamol dalam pencegahan
pembentukan trombus.
Meskipun belum dilakukan studi perbandingan akan tetapi
sampai saat ini belum ditemukan pengaruh yang buruk, se-
2) Memperbaiki gangguan keseimbangan asam basa dan elek-
hingga kombinasi tersebut masih diberikan pada penderita
trolit.
DBD.
3) Pemberian komponen darah atau darah lengkap atas indi-
3) Pengobatan DIC14
kasi.
Karena DIC merupakan penyulit pada DBD maka pada
4) Pengobatan terhadap DIC.
tahun 1973 heparin diberikan dalam pengobatan DBD dengan
5) Pemberian obat inotropik bila renjataan belum teratasi.
DIC14. Dosis heparin ½ – 1 mg/kgbb/4 jam I.V. selama
6) Pengawasan terhadap pemberian cairan, untuk mencegah
24 – 48 jam. (Sejak tahun 1984 praktis heparin jarang lagi
overload yang disebabkan reabsorpsi cairan yang telah ke luar
dipergunakan dalam pengobatan standar).
dari sistim vaskuler.
4) Komponen Darah
7) Pemberian albumin bila terdapat hipoalbuminemia disertai
Pemberian suspensi trombosit dan atau darah lengkap
efusi cairan di ringga tubuh (pleura dan abdomen).
sesuai dengan kebutuhan.
8) Antibiotik atas indikasi.
9) Menghindarkan perawatan/tindakan invasif yang berlebih-
DSS (DBD III/IV) an.
1) Tindakan utama bertujuan untuk mengatasi renjatan dengan
pemberian kristaloid (dextrose 5% – NaCl 0.45%) berjumlah SIKAP DAN TINDAKAN PADA RAWAT JALAN
20 – 40 ml/kgbb/1 jam. Bila renjatan belum dapat diatasi Dalam menentukan sikap dan tindakan terhadap penderita
diberikan plasma darah (fresh frozen plasma) atau plasma tersangka DBD diperhatikan beberapa patokan yaitu :
expander. (Lihat bagan). 1) Kriteria diagnosis klinis dan diagnosis penyakit menurut
KEPUSTAKAAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang hubungan serotipe virus Dengue dengan berat-
nya penyakit yang ditimbulkan dalam hal ini kematian. Spesimen darah diambil dari
penderita klinis Demam Berdarah Dengue yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta periode 1986. Kriteria klinis Demam
Berdarah Dengue dari WHO 1975 dipakai untuk menentukan diagnosis. Karena pen-
derita meninggal maka hanya didapatkan satu spesimen darah saja yaitu darah akut.
Selama periode 1986 ditemukan 51 kasus Demam Berdarah Dengue (Minis) yang
meninggal. Dari jumlah tersebut hanya 37 penderita dapat diambil spesimen darahnya.
Semua dilakukan usaha isolasi virus Dengue dengan cara inokulasi pada nyamuk
Toxorhynchites dan penanaman pada biakan jaringan nyamuk Toxorhynchites TRA 284.
Identifikasi dilakukan dengan,Fluorescence Antibody Techniques dengan menggunakan
antibodi monoklonal. Secara klinis dari ke 51 penderita yang meninggal tersebut 22
adalah Grade IV, 27 Grade III, dan 2 Grade II. Kebanyakan kasus adalah Dengue Shock
Syndrome dengan ensefalopati yaitu 39%.
Sebanyak 19 virus Dengue dapat diisolasi; 12 Dengue 3,5 Dengue 2 dan 2 Denguell.
Tidak terisolasi Dengue 4.
Dengue 1, Dengue 2 dan Dengue 3 dapat menyebabkan kasus yang berat atau
meninggal. Dengue 3 merupakan serotipe yang paling dominan dalam menyebabkan
kasus yang berat/meninggal.
Tabel 1. Jumlah penderita, jumlab spesimen dan hasil tes H.I. dari Serotipe Jumlah Gejala klinis
penderita yang meninggal
Dengue.1 2 Semua dari Grade II
Jumlah penderita Jumlah spesimen Hasil tes H.I. Dengue 2 5 Dua Grade III, tiga Grade IV, satu dengan
51 37 – 32 spesimen tunggal - tidak dapat ensefalopati.
ditentukan Dengue 3 12 Delapan Grade III/IV dengan ensefalopati.
– 3 spesimen paired - positif se-
kunder.
– 2 spesimen tunggal - positif se- PEMBAHASAN
kunder.
– 2 spesimen tunggal - titer < 10
Dengue 3 merupakan serotipe yang paling dominan. Diikuti
– 6 spesimen tunggal - titer 640. Dengue 2 dan kemudian Dengue 1. Tidak ada Dengue 4 yang
dapat diisolasi dari penderita yang meninggal ini. Dari berat
Secara klinis dari ke 51 penderita yang meninggal, 22 pen- ringannya penyakit yang ditimbulkannya terlihat bahwa Dengue
derita adalah Grade IV, 27 penderita Grade III dan 2 penderita 3 sangat berhubungan dengan kasus yang berat. Dari 12 virus
Grade II. Kebanyakan yaitu 39% adalah Dengue Shock Syndrome Dengue yang dapat diisolasi ke-12 nya merupakan Grade III/IV,
SUMMARY
Recent developments in molecular immunology are discussed in terms of its
relevance to the pathogenesis of dengue haemorrhagic fever (DHF). Molecular details
of interactions between cytotoxic T lymphocytes (CTL) and infected target cells seem
especially important. It is hypothesized that the 'strength' of antigen presentation, as
influenced by interactions between class I HLA molecules and viral peptide antigens, is
a crucial factor in the pathogenesis of DHF with direct implications for disease severity.
CURRENT CONCEPTS OF DHF PATHOGENESIS Infected monocytes/macrophages are unlikely to escape CTL
The dengue viruses cause a spectrum of disease syndromes attack as they display viral antigens on the surface.
with the severe end represented by dengue haemorrhagic fever
(DHF). These syndromes remain as important public health MOLECULAR ORGANIZATION OF DENGUE VIRUS
problems) in many parts of the tropical world. GENOMES
The current concepts relating to DHF pathogenesis have Much new information has been generated with regards to
been discussed previously.1 The immune enhancement the structure and organization of dengue virus genomes.5
hypothesis proposes that subneutralizing levels of 'enhancing' Extensive sequence information on a large variety of dengue
antibodies promote virus entry and replication within strains has also been obtained. However, it is not yet clear how
monocytes and macrophages.2 These infected cells then such differences at the molecular level relate to biological
become the targets of an immune elimination response (most properties of the virus and hence to the virulence/pathogenicity
probably mediated by CTL) and release various chemical of individual virus strains. More information is also needed on
mediators which cause the major symptoms of DHF, shock and strategies for replication and assembly and the nature of en-
haemorrhage. The existence of CTL in human dengue hancing epitopes on dengue virions.
infections has been shown recently.1 The pathological features
of DHF, ie. lack of gross tissue damage, are indicative of the MOLECULAR ADVANCES IN UNDERSTANDING CTL-
involvement of short-lived chemical mediators. An alternative TARGET CELL INTERACTION.
hypothesis proposes that DHF is not related to the host immune The CTL phenomenon is well-established as a central compo-
response and is caused by variant forms of dengue viruses nent of the cell-mediated immune response to viral infections.
which possess increased pathogenic potential. In relation to CM action it is known that CTL recognize viral
Accepting that mediator release is a key event, what factors antigen (on the surfaces of infected cells) in association primarily
may influence it? Level of virus growth within monocytes/ with class I MHC structures (HLA-A, HLA -B and HLA-C
macrophages is important. This may be influenced by the regions in man). In view of the potentially important role of
amount of enhancing antibodies and individual, variant virus CTL, a detailed picture of CTL-target cell interaction at the
strains with increased growth potential. Another important molecular level may be crucial for a full understanding of DHF
event is the immune attack of infected cells by CM which may pathogenesis. Important advances have been made recently
be affected by the numbers of CTL generated and also the specifically in relation to the nature of the T cell receptor (TCR)
amount and class of MHC antigens present on target cells. for antigen, molecular structure of HLA class I molecules,
ABSTRACT
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a major public health problem in Indonesia.
There are 10.000 cases annually with CFR 4%. Surveillance of cases is an important tool to
understand the recent epidemiological pattern.
Prognosis of DHF after first consultation is almost impossible to be made. The clinical
symptom of DHF is capable to change from mild to severe in a very short time.
A study on the correlation of Hemaglutination Inhibition (H.I.) antibody titer among
Dengue Haemorrhagic Fever cases had been done. From January 1988 to December 1988,
a total of 1756 suspected cases of DHF from hospitals in Jakarta were tested using 8 IU of
Dengue 2 antigen according to Clark & Cassal microtechnique method.
There were 866 DHF cases confirmed with positive H.I. test according to WHO
Diagnostic Criteria. From those cases 426 were children and 440 were adults. It shows that
DHF was not only affecting children as previously but also adult.
Correlation on the H.I. titers in acute phase and convalescence phase for total cases,
children as well as adults had shown similar pattern. They were correlated on the left side
and no linear correlation could be drawn so far. Meaning that the individual variables is
still numerous.
In order to make prediction of DHF cases on first consultation more accurate, further
studies should be performed based on more specific group, such as age, sex, clinical
symptoms, environment back ground etc, to find a significant correlation or regression line
between H.I. titer during acute phase with those variables.
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah (DHF) merupakan salah satu vektor demam berdarah (nyamuk Aedes), bahkan terjadi lebih
penyakit penting di masyarakat yang perlu ditanggulangi. Di dulu dari yang diperkirakan. Faktor-faktor penyebab keadaan
Asia Tenggara, terbanyak dilaporkan di Thailand kemudian ini masih belum diketahui secara pasti.
Indonesia. Di. Indonesia, jumlah penderita penyakit ini rata- Sampai sekarang prognosis penyakit demam berdarah
rata 10.000 setiap tahunnya, berasal dari laporan rumah sakit masih sulit ditentukan secara dini. Penderita Grade I dan Grade
dan wabah. Angka kematian kasus dapat ditekan sekitar 4%. II (disebut sebagai Dengue Fever) tidak dirawat di RS, dengan
Pengamatan perlu dilakukan secara terus menerus supaya catatan apabila gejala berat mulai timbul segera dibawa ke RS.
setiap perubahan gambaran epidemiologik penyakit dapat Penderita Grade III dan IV (golongan yang mendapat renjatan/
segera diketahui. shock dan sudah moribund) hams dirawat di RS. Dalam per-
Jakarta termasuk salah satu daerah endemis demam ber- jalanan penyakit dapat saja penderita yang semula adalah
darah. Biasanya penderita mulai meningkat pada waktu permula- Grade I atau II kemudian secara mendadak jatuh menjadi
an musim hujan. Pernah terjadi wabah pada anak dan orang Grade III atau IV dan meninggal bila terlambat sampai di RS.
dewasa di daerah Lenteng Agung (1987). Sering peningkatan Hal ini dapat dihindari bila ada suatia cara untuk menentukan
jumlah penderita tidak sama dengan peningkatan kepadatan prognosis penyakit secara dini.
HASIL
Selama periode Januari 1988 std Desember 1988 telah di-
kumpulkan 1756 spesimen penderita tersangka demam
berdarah dari RSCM/FKUI, RS Persahabatan, RS Islam, RS
Mintoharjo, dan RS St. Carolus, yang semuanya terdiri dari
spesimen filter paper. Di antaranya terdapat 48 (2,7%)
spesimen tunggal yaitu hanya spesimen akut atau konvalesen
saja dan sisanya berupa spesimen ganda. Interpretasi hasil
pemeriksaan, seperti yang diharuskan dalam kriteria WHO di
atas, hanya dapat dilakukan pada spesimen ganda saja. Tampak bahwa jumlah penderita demam berdarah dengan
Dari seluruh spesimen penderita tersangka demam titer HI pada fase akut antara < 10-80 dan 640 antara 80-100
berdarah didapatkan 49,3% serologi HI negatip (bukan demam orang. Titer HI tinggi lainnya (1280, 2560 dst) antara 40-80
berdarah) dan 50,7% positip (seterusnya disebut sebagai orang.
penderita demam berdarah). Penderita demam berdarah dengan Pada fase konvalesen jumlah penderita mulai banyak pada
hasil serologik HI positip menurut bulan dan golongan umur titer 320, tertinggi pada titer 640 dan 10240 yaitu antara 100-
tampak pada Tabel 1. 150 orang. Untuk titer < 10 tidak ada, pada titer 20-40-80 mulai
Jumlah penderita demam berdarah menurut golongan umur terjadi peningkatan dari 20 ke 46 orang.
dari Januari s/d Desember 1988 adalah 426 anak dan 440 Korelasi dari 866 penderita demam berdarah titer HI akut
dewasa. Perbedaan golongan umur ini secara jelas tampak pada dengan konvalesen tampak pada Gambar 1. Tampak bahwa kore-
bulan Februari, Maret, Nopember dan Desember 1988, lasi terdapat pada sisi paling kiri. Koefisien korelasi adalah :
golongan dewasa lebih banyak 2-5 kali daripada anak. Hal ini 0.587. Titik-titik korelasi belum dapat dihubungkan dengan
tidak seperti biasanya, yaitu golongan anak lebih banyak. satu garis lurus. Ini berarti bahwa penderita dalam data korelasi
Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya maka masih sangat bervariasi.
selama periode Januari 1988 - Desember 1988, jelas terjadi per- Berdasarkan Tabel 1 di atas, perbedaan jumlah penderita
demam berdarah anak dengan dewasa secara umum tidak Perbedaan jumlah penderita demam berdarah pada golongan
bermakna. dewasa saja menurut titer H.I. akut dan konvalesen tampak
Hubungan antara titer antibodi H.I. akut dan konvalesen pada pada Grafik 3.
Berdasarkan Tabel 1 di atas, perbedaan jumlah penderita
demam berdarah anak dengan dewasa secara umum tidak ber- Grafik 3. Perbandingan Titer H.I. Akut dan Konvalesen, DHF Dewasa,
Jakarta 1988.
makna.
Hubungan antara titerantibodi H.I. akut dan konvalesen
pada golongan anak saja tampak pada Grafik 2. Tampak pada
Grafik 2 bahwa penderita terbanyak adalah pada titer akut 20
(60 anak), rata-rata 40 anak pada titer akut > 10–20–80 dan
640, dan rendah (rata-rata 20 anak) pada titer akut lainnya.
ABSTRAK
Pemeriksaan tanggap kebal terhadap virus chikungunya biasanya dilakukan dengan
uji haemaglutination inhibition (HI), uji complement fixation (CF) dan akhir-akhir ini
juga dipakai enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Pada penelitian ini diterapkan
uji netralisasi (Nt) diwarnai dengan menggunakan peroksidase anti peroksidase (PAP).
Sampel serum sebanyak 91 buah dipakai untuk uji tanggap kebal ini. Biakan sel
lestari VERO dipakai sebagai media dalam uji netralisasi. Plate biakan jaringan dengan
96 sumuran beralas datar dipakai tempat penumbuh biakan jaringan.
Hasil penelitian ini ialah bahwa uji netralisasi dengan pewamaan PAP bisa dipakai
untuk mendeteksi tanggap kebal virus chikungunya. Diantara sampel serum yang di-
periksa, 23 di antaranya positif. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa anak
laki-laki dan perempuan mempunyai kemungkinan sama untuk terinfeksi virus chiku-
ngunya. Titer kadar zat anti yang dijumpai relatif rendah.
Hubungan umur dengan tanggap kebal juga dibicarakan, baik dalam segi kuan-
titatif maupun kualitatif.
PENDAHULUAN bersifat lestari (established cell line) dad sel ginjal monyet
hijau Afrika (African green monkey kidney cells), dikenal
Virus chikungunya adalah virus yang penyebarannya me-
sebagai sel vero5. Perhitungan jumlah virus chikungunya
liputi wilayah Afrika, Asia Tenggara dan India1 . Infeksi virus
dengan cara menghitung bercak (plaque) yang timbul pada
ini bisa menyebabkan demam tinggi, rasa nyeri yang sangat
biakan jaringan atau lebih dikenal sebagai titrasi plak (plaque
pada persendian, timbulnya bercak-bercak merah pada per-
titration) juga dikembangkan oleh Igarashi dan Tuchinda pada
mukaan kulit (maculopapular rash). Di Asia Tenggara infeksi
tahun yang sama. Pada tahun 1985 telah diuji efektifitas virus
virus chikungunya kadang-kadang mengakibatkan manifestasi
chikungunya dalam tiga macam biakan sel lestari dengan
perdarahan yang tidak berbeda dari pengamatan pada infeksi
metoda netralisasi yang diwarnai dengan peroksidase anti
virus dengue1.
peroksidase (PAP), serta diuji tanggal kebal terhadap virus
Virus chikungunya pertama diisolasi dari manusia dan
pada serum kelinci yang telah diinfeksi virus chikungunya
nyamuk pada tahun 1952 di Tanganyika (sekarang Tanzania),
menggunakan metoda yang sama pula6.
Afrika (Ross, 1956). Sedangkan di Asia Tenggara virus chiku-
Penelitian ini bertujuan mengetahui tanggap kebal ter-
ngunya diisolasi pertama kali pada tahun 19583.
hadap virus chikungunya path serum manusia dengan metoda
Penggunaan biakan jaringan untuk isolasi virus sudah di-
uji netralisasi staining PAP, karena menurut penelitian se-
lakukan sejak pertengahan abad ini dan biakan jaringan juga
beluninya uji netralisasi dengan cara ini bisa mendeteksi
dapat untuk memperbanyak jumlah virus dengan menggunakan
tanggap kebal pada serum kelinci. Serum yang dipakai untuk
biakan jaringan primer ginjal monyet4. Virus chikungunya
uji tanggap kebal adalah serum anak-anak. Hasil dari uji
ternyata dapat juga dibiakkan pada biakan jaringan yang
tanggap kebal ini akan dikaitkan dengan umur, tinggi rendah-
Dibacakan pada Kongres Biologi Nasional VIII, Porwokerto 8 – 10
Oktober 1987.
KESIMPULAN
1. Uji netralisasi dengan staining PAP bisa diterapkan untuk dan perempuan tidak begitu jauh berbeda.
menguji tanggap kebal anak-anak terhadap virus chikungu- 5. Kadar zat anti chikungunya terendah (10) paling banyak
nya. dijumpai pada anak-anak usia 0–2 tahun. Kadar zat anti
2. Hasil uji netralisasi pada anak-anak penderita FUO di dengan nilai 40 paling banyak didapati pada anak-anak usia
Jakarta dari 96 sampel, didapati 23 sampel (25,28%) positif. 3–4 tahun. Kadar zat anti 160 paling sedikit dijumpai.
3. Anak-anak usia muda (0–2 tahun dan 3–4 tahun) sudah
punya tanggap kebal terhadap virus chikungunya. Kelom- SARAN
pok umur 3–4 tahun paling banyak punya tanggap kebal. Perlu dilakukan penelitian yang sifatnya lebih menyeluruh,
4. Anak laki-laki dan perempuan punya kemungkinan sama mencakup kelompok umur dari bayi sampai orang tua sehingga
terkena infeksi virus chikungunya, hal ini bisa dilihat dari dapat ditemukan kelompok yang paling rentan terhadap virus
prosentase zat anti yang ditemukan pada anak laki-laki chikungunya.
ABSTRACT
Surveys of Japanese Encephalitis (JE) were conducted in 5 areas during the period
of years (1978–1985) to investigate the clinical diagnosis, endemicity andits reservoir
animals.
These surveys included : JE cases (Jakarta), children 6 y.o. and pigs (Solo, Ponti-
anak and Denpasar), the whole population and animals in Lombok. Serological test
employed were HI (Hemaglutination Inhibition) IAHA (Immune Adherence Hema-
glutination) and Neutralization.
From 118 children in Jakarta diagnosed as JE according to WHO Criteria for
Clinical Diagnosis of JE, 25% were confirmed single positive against JE by IAHA test.
Pontianak is endemic JE, the infection rate of JE among children were 44.4%, in pigs
were 100.0%. Solo, Denpasar and Lombok is not endemic JE and showed small focal
infection between "desa". The infection rate in children were 6.8%, 19.0% and 30.0%
consecutively. Infection rate of JE among pigs were high i.e.: in Solo (90.7%) and
Denpasar (73.6%). Other animal reservoirs found in Lombok beside pigs were horse
(57.0%) cattle (22.0%).
Solo, Denpasar and Pontianak had several species of Culex mosquitoes although
the infection rate of JE were differed.
KESIMPULAN
Telah dilakukan lima kali survai secara bertahap dengan
menggunakan uji HI, IAHA, dan Netralisasi. Di Jakarta dapat
dikonfirmasi 25% penderita JE positif berdasarkan uji IAHA.
Daerah endemis JE adalah Pontianak, dengan infeksi pada
manusia 44,4%, pada babi ternak 100%. Daerah tidak endemis
tetapi baru fokal infeksi kecil JE adalah Solo (infeksi manusia
6,8% dan babi 90,7%), Denpasar (infeksi manusia 19% dan
babi 73,6%) dan Lombok (infeksi manusia 30%, babi tidak
ada). Ke lima daerah tadi mempunyai nyamuk jenis Culex dan
infeksi JE yang berbeda. Secara keseluruhan angka infeksi
pada babi ternak lebih tinggi daripada pada manusia. Binatang
reservoir terpenting adalah babi ternak.
Di masa mendatang perlu diteliti kemungkinan uji ELISA
digunakan untuk penelitian penyakit JE, karena pelaksanaan
lebih mudah, cukup spesifik dan cepat, sehingga hasilnya dapat
diperban dingkan .
KEPUSTAKAAN
ABSTRACT
A preliminary study on Japanese Encephalitis virus infection was conducted in
Pontianak, Sintang, Banjarmasin, Balikpapan and Samarinda, Kalimantan in 1985.
A total number of 314 blood specimens were collected aseptically from slaughtered
pigs and tested by serum neutralization test against 500 LD50 of Japanese Encephalitis
virus in suckling mice. Serological examination on the pig population revealed 46.5%
seropositive against Japanese Encephalitis virus.
There was linear correlation between age groups and proportion of Japanese
Encephalitis virus infection, but not for age groups and geometric mean titers. The
young pigs are potential as a source of infection.
Japanese Encephalitis virus is maintained in nature by extra human host, man is
incidental host and plays no direct role in prepetuating the virus, although he may
influence it by activities.
Based on the results in this study we may presume that pigs may play a role in the
epidemiology of Japanese Encephalitis virus in Kalimantan, but the transmission of
Japanese Encephalitis virus in man must be discussed.
PEMBAHASAN
Besarnya infeksi Japanese Encephalitis pada babi dalam
penelitian ini adalah 46.5% (tabel 2). Dibandingkan dengan
Umur dalam bulan penelitian di Burma pada tahun 1970 di mana besarnya
infeksi pada babi berkisar antara 70 – 90%9 dan di Vietnam
Gambar 1. Diagram tebar dan garis regresi liniernya, antara umur mencapai 100%'0, angka infeksi dalam penelitian ini relatif
dengan proporsi babi yang positif JE. lebih rendah. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena pe-
KESIMPULAN
6–7 4 8.00
8–9 36 8.54 Besamya infeksi Japanese Encephalitis pada babi di Kali-
10 – 11 58 18.90 mantan masih relatif rendah (46.5%).
12 – lebih 48 69.70 Ada korelasi antara umur dengan proporsi infeksi pada
babi. Babi berumur muda lebih potensial sebagai sumber
infeksi dan di lokasi tersebut terdapat proses penularan yang
aktif.
nelitian di Burma dan Vietnam dilakukan pada waktu terjadi
wabah, sedangkan penelitian ini dilakukan bukan pada waktu KEPUSTAKAAN
terjadi wabah di Kalimantan.
Karena nyamuk diduga sebagai vektor dalam penyebaran 1. Clarke DH, Casals J. Arbovirus grup B. Dalam: Viral and Ricketsial
Infection of Man. Frank L. Horsfall, (Eds) Fourth ed. Philadelphia JB
penyakit ini, maka faktor kepadatan, kesenangan menggigit dan
Lippincott Co, 1965, bal. 626.
infectipn rate merupakan faktor yang mempengaruhi angka 2. WHO. Technical Information of Japanese Encephalitis and guide-lines for
infeksi pada hospes vertebratanya. Namun demikian untuk treatment. New Delhi, September 1979, bal. 2.
mengetahui berapa besar pengaruh faktor nyamuk tersebut 3. Thaib S, Aman P. Special Japanese Encephalitis serological study in pigs
slaughtered in Bandung compared with monkey and chickens. Bull.
masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
Biofarma 1971; 8 (2) : 32.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa umur babi mempe- 4. Van Peenen PFD dkk. First isolation of Japanese Encephalitis virus from
ngaruhi besarnya angka infeksi (tabel 2 dan gambar 1), Java.'Military Med J 1974, 821.
hubungan tersebut merupakan korelasi linier, sedangkan basil 5. Van Peenen PFD dkk, Japanese Encephalitis virus from pigs and
mosquitoes in Jakarta, Indonesia. Trans Roy Soc Trop Med Hyg 1875; 69 :
penelitian di Serawak menunjukkan angka infeksi Japanese
477.
Encephalitis akan meningkat dengan bertambahnya umur 6. Atmosoedjono S. Vector of Dengue Hemorrhagic Fever, Japanese
babi11 Encephalitis, Malaria and Filariasis. Unpublished paper, Jakarta: U.S.
Dari 146 ekor babi yang positif tehadap Japanese Ence- Namru–2.
7. Masasutgu K. Geographic distribution of Arbovirus antibodies in
phalitis, 31.5% di antaranya adalah mempunyai titer 8 (tabel 3
indigenous human population in the Indo–Australian Archipelago Amer J
dan gambar 2). Babi yang memiliki titer antibodi rendah Med Hyg. 28, 2 : 351.
menunjukkan bahwa infeksi baru terjadi atau dengan kata lain 8. Oya Akira. Surveillance on clinical diagnosis and clinical laboratory
babi tersebut potensial sebagai penular atau sumber infeksi. examination. Paper on WHO Inter Regional Meeting on Japanese
Encephalitis. New Delhi, 19 – 24 March 1979.
Temyata titer antibodi tersebut dipengaruhi oleh faktor
9. Oya Akira. Japanese Encephalitis in Burma. Paper on WHO Inter–
umur babi, ini terlihat karena adanya hubungan antara umur Regional Meeting on Japanese Encephalitis. New Delhi, 19 – 24 March
dengan titer antibodi (tabel 4), walaupun hubungan tersebut 1979.
bukan merupakan korelasi linier bila umur babi itu dihubung- 10. Do Quang Ha. Studies on Japanese Encephalitis in Vietnam. Paper on
WHO Inter–Regional Meeting on Japanese Encephalitis New Delhi, 19 –
kan dengan rata-rata titer geometrik antibodi (tabel 5). Ini me-
24 March 1979.
nunjukkan bahwa babi yang berumur muda lebih potensial 11. Pant CP. Vector of Japanese Encephalitis and their bionomic in countries
sebagasi sumber infeksi daripada yang berumur lebih tua. other than India. Paper on WHO Inter–Regional Meeting, New Delhi, 19 –
24 March 1979.
Identifikasi Kista Toxoplasma gondii
pada Kambing/Domba
di RPH Surabaya dan Malang
Thomas Hartono
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI., Jakarta
ABSTRACT
Toxoplasmosis, a protozoan zoonosis, is not yet widely understood in Indonesia and
further research is essential. This report is the result of a study on encysted Toxoplasma
gondii from 50 samples of goat and sheep taken from abattoirs of Surabaya and Malang.
Specimen preparation was conducted by digestion using 0.5% trypsin and examined
by impressed method. The result was that 15 out of 50 samples (30%) positive containing
Toxoplasma gondii.
PENDAHULUAN positif toxoplasmosis.9 Selain itu hasil IHA test terhadap 102
Pada tahun 1967 Abbas1 melaporkan bahwa apabila infeksi ibu-ibu hamil di RS Dr. Saiful Anwar, Malang, 18,6% positif
toxoplasmosis semakin biasa terjadi maka diagnosis secara toxoplasmosis dengan titer antara 1 : 64 sampai dengan
serologis semakin kurang memuaskan, sehingga diagnosis 1 : 4096.10
dengan cara isolasi parasit pada seseorang tersangka Kasus-kasus toxoplasmosis pada manusia dapat berupa
toxoplasmosis merupakan suatu cara yang sangat berharga. mialgia, pnemonia, chorioretinitis,fensefalomielitis, keguguran
Sampai saat ini diketahui bahwa penularan toxoplasmosis berulang-ulang;" karena luasnya akibat toxoplasmosis pada
pada manusia dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu : manusia, kiranya perlu mendapat prioritas utama di samping
1) Dan hasil potong hewan untuk konsumsi manusia yang me- penyakit zoonosis lainnya, lebih-lebih mengingat kegemaran
ngandung kista atau pseudokista yang tidak dimasak dengan sebagian masyarakat Indonesia makan sate kambing setengah
sempurna. Cara penularan ini diduga merupakan sumber pe- matang. Tidak mustahil apabila sewaktu-waktu terjadi
nularan terbesar pada manusia.2,3 semacam wabah toxoplasmosis pada bayi-bayi dari ibu-ibu
2) Secara kongenital pada wanita hamil yang mengalami hamil muda yang ikut pesta sate kambing. Hal ini bisa saja
infeksi akut primer pada trimester pertama kehamilan dengan terjadi misalnya pada pesta pora suatu pasca panen di suatu
akibat keguguran, lahir hidup kemudian mati atau lahir cacat.2,3 daerah transmigrasi yang basil panennya melimpah.
3) Toxoplamosis juga terjadi oleh penularan ookista yang di- Metoda penelitian yang dipakai yaitu identifikasi Toxo-
keluarkan bersama tinja kucing.4,5,6 plasma gondii dengan metoda tekan, cara ini mungkin merupa-
Penelitian toxoplasmosis di Indonesia dirintis sejak 1965, di kan satu-satunya penelitian yang pernah dilakukan di
antaranya dengan skin test menggunakan toxoplasmin terhadap Indonesia, selebihnya dengan diagnosa secara serologis yang
862 orang berasal dari beberapa kelompok penduduk dan tenaga mungkin kurang konfirmatif. Tujuan penelitian ini ialah untuk
kerja di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar dengan mendapat persentase kista Toxoplasma gondii dari sampel
hasil 27,4% positif (tertinggi dari Jakarta sebesar 37,4% positif).7 kambing/domba diambil dari RP-H Surabaya dan Malang.
Srisasi Gandahusada melaporkan hasil IHA test (1978) terhadap
280 orang dari lingkungan kedokteran di Jakarta sebesar 12,5% BAHAN DAN CARA
positif toxoplasmosis.8 Selanjutnya, hasil MA test terhadap 188 Lima puluh sampel kambing/domba dikumpulkan dari
karyawan R S. Enarotali; Abano Irian Jaya menghasilkan 36,6% RPH Surabaya dan Malang, dengan perincian masing-masing
Salma Maroef
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta
ABSTRACT
A review of Toxoplasmosis prevalence studies in Indonesia was done. Toxoplas-
mosis has spread throughout Indonesia; the highest prevalence was found in Irian Jaya
(34.6%) with a positive titre 1 : 256 followed by South Kalimantan 31.0%, Jakarta
18.0% Palu 16.0%, Surabaya and North Sumatera 9.0%.
The antibody's prevalence in males was 39.4% out of 71 males examined and in
females 31.6% out of 117 females examined in Irian Jaya. In Palu 18.0% out of 119
males and in females 13.0% out of 64 females examined. The hosts were dogs, cats,
goats and pigs. The highest prevalence was found in Jakarta in dogs (75.6%), and in
cats (72.7%). The prevalence in goats was 61.0% in South Kalimantan; and in pigs it
was 51.0% in West Java, 50.0% in Irian Jaya and 28.0% in Jakarta.
Toxoplasma in animal and man is widespread in Indonesia. Further research of
toxoplasmosis in man is needed and measures to prevent transmission, e.g. thorough
cooking of meals and avoidance of cat feces should be initiated.
ABSIRAK
Telah dilakukan survei untuk mendapatkan gambaran banyaknya resep-resep DOPB
yang ditulis oleh dokter gigi, frekuensi penulisan obat DOPB dan lain-lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan program tersebut. Survei retrospektif dilakukan dengan
menganalisis resep-resep DOPB dari dokter gigi yang diterima oleh 24 apotik terpilih di
Jakarta, sejak bulan Oktober 1986 sampai dengan bulan Juli 1987. Wawancara dilakukan
terhadap 41 dokter gigi sukarela yang ditentukan berdasarkan kemudahan mendapatkan
dokter gigi tersebut.
Dari 5041 lembar resep DOPB terdapat 497 lembar resep dokter gigi (9,8%). Dar. 497
lembar resep tersebut, 92,2% resep mengandung antibiotika, 68,8% mengandung analgetik-
antipiretika dan obat-obat lain sebanyak 16,1%.
Dan basil wawancara, 70,7% dokter gigi pernah menulis resep DOPB, 29,3% di
antaranya bekerja pada unit pelayanan kesehatan pemerintah, 34,1% bekerja di kantor
pemerintah dan 7,3% bekerja pada unit pelayanan kesehatan swasta.
Dan 29,3% dokter gigi yang belum pernah menulis DOPB, 75% di antaranya me-
nyatakan tidak mempunyai persediaan blanko resep DOPB, dan 16,7% menyatakan bahwa
pasiennya tidak menghendaki resep DOPB.
Hasil observasi ini hanya merupakan informasi tentang gambaran pemanfaatan Daftar
Obat Program Bersama (DOPB) di kalangan dokter gigi yang mungkin dapat digunakan
lebih lanjut dalam studi yang lebih luas.
HASIL
Dari kelompok lain-lain yang banyak ditulis adalah pred
Dari observasi ini didapatkan jumlah resep yang
memenuhi kriteria tersebut sebanyak 5041 lembar resep DOPB. nison (50%) dan Danen ® (22,5%). Dari wawancara diperoleh
basil sebagai berikut :
Dari jumlah tersebut, 497 lembar resep ditulis oleh dokter gigi
(9,8%) dan berisi 862 Rx's. Tabel 5. Jenis pekerjaan dan penulisan resep DOPB
Dari resep-resep dokter gigi yang dianalisis tersebut, 458
lembar (92,2%) mengandung antibiotika (tabel 1). Jenis pekerjaan
1 2 3 4 5 Jumlah
Menulis DOPB
Tabel 1. Jenis obat DOPB yang ditulis oleh dokter gigi menurut golong- Pemah 12 3 14 - - 29
an famakologi. 29,3% 7,3% 34,1% - - 70,7%
Janis obat DOPB yang ditulis Jumlah lembar resep Tidak pemah 1 2 7 2 - 12
menurut gol. farmakologi. (%) 2,4% 4,9% 17,1% 4,9% - 29,3%
Antibiotika 458 (92,2) Jumlah 13 5 21 2 - 41
31,7% 12,2% 51,2% 4,9% 100%
Analgetika-antipiretika 342 (68,8)
Lain-lain 80 (16,1) Keterangan : 1 - unit pelayanan kesehatan Pemerintah.
2 - unit pelayanan kesehatan swasta.
3 - /cantor pemerintah.
Untuk melihat jenis antibiotika dan analgetika yang ditulis 4 - swasta non medik
oleh dokter gigi dapat dilihat pada tabel 2 dan 3. 5 - lain-lain.
Ampisilin masih tetap merupakan antibiotika terbanyak ditulis 70,7% Dokter gigi pernah menulis resep DOPB dan 34,1% di
oleh dokter gigi (82,1%). antaranya bekerja di unit pelayanan kesehatan Pemerintah.
ABSTRAK
Infus serbuk daun sembung ekivalen dengan 140 mg/50 ml Tyrode memperlihat-
kan efek oksitosik sama dengan oksitosin. Oleh karena itu infus daun sembung diuji
pengaruhnya terhadap perkembangan janin tikus putih. Bahan diberikan secara oral
dengan dosis ekivalen 200 mg, 100 mg, 50 mg/100 gbb. Pemberian bahan percobaan
pada hari ke-9 sampai hari ke-12 dari kehamilan.
Hasil percobaan menunjukkan pemberian bahan mengurangi jumlah janin, tapi
secara makroskopis tidak menunjukkan adanya kelainan organ tubuh janin.
Dharma K. Widya
Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
PENDAHULUAN1-3 diri dari 41 buku kuno tentang pengobatan, 277 karya peng-
Pengetahuan tentang herbs dalam pencegahan dan peng- obatan dan buku resep, dan 440 jilid buku sejarah. Ia sendiri
obatan penyakit telah dikenal sejak jaman purbakala. Suatu mengumpulkan 413 macam obat dad pengalamannya sendiri
studi sistematis tentang kehidupan tanaman dimulai di kalang- dan dari informasi yang dikumpulkan dari masyarakat. Buku
an pendudukMesirdan Yunani kuno. Hippocrates merupakan tersebut berisikan 1892 obat dan indikasinya, terdiri dari
orang pertama yang melaksanakan pengobatan sebagai suatu 52 bab yang terbagi atas 16 bagian dan subbagian. Terdapat
seni. Dalam tulisannya, ia menerangkan tanaman sebagai obat. 492 jenis ()bat yang berasal dari binatang (ikan, burung,
Tanaman digunakan sebagai obat secara meluas sampai tahun mammalia dan lain-lain), 1094 jenis yang berasal dari tanaman,
1500 ketika Hohenhein. memulai penggunaan zat kimiawi 275 jenis yang didapat dari logam dan mineral, dan 31 jenis
untuk mengobati penyakit. dari benda sehari-hari. Sampai saat ini buku tersebut me-
Penggunaan. herbs untuk pengobatan telah tercatat pula rupakan karya yang sangat penting dalam pengobatan tradisi-
sejak periode sangat awal dalam sejarah Cina, dan dalam kurun onanl Cina.
waktu yang panjang banyak farmakopoeia ditulis dan direvisi.
Salah satu yang tertua adalah Pen Ts 'ao Ching, di mana Red KLASIFIKASI3
Emperor (Shen-ung) menjelaskan berbagai obatobatan dan Ramuan obat dalam pengobatan tradisonal Cina dibagi atas
menyertakan petunjuk penggunaannya. Red Emperor wafat tiga kelompok besar yaitu yang berasal dari tanaman, binatang,
pada tahun 2697 sebelum Masehi dan digantikan oleh Yellow dan mineral. Kelompok yang berasal dari tanaman merupakan
Emperor (Huang Ti) yang memerintah sejak 2697 sampai kelompok yang terbesar.
dengan 2595 sebelum Masehi. Ia menyusun buku yang terkenal Sifat kandungan zat aktif suatu tanaman ()bat berubahubah
yaitu The Yellow Emperor's Book of Internal Medicine (Huang sesuai dengan tahap pertumbuhan tanaman. Kandungan isi
Ti Nei Ching). Dalam buku tersebut terdapat kesamaan yang tertinggi dicapai pada waktu tanaman dalam keadaan segar,
menarik dengan pandangan modern tentang pengobatan tetapi tanaman tidak dapat disimpan lama dalam keadaan
pencegahan. Dinyatakan bahwa tubuh manusia dapat demikian. Oleh karena itu sebagai konsekuensinya umumnya
terlindung terhadap penyakit dengan adaptasi terhadap tanaman dikeringkan. Akar, bunga, daun, biji dan buah ke-
perubahan lingkungan. Penyakit haruslah diobati sebelum seluruhannya dapat dipergunakan. Dikenal cara preparasi
timbul dengan diet yang cocok, istirahat, bekerja, serta dengan ramuan obat dengan mempergunakan api, air, atau gabungan
menjaga ketenangan pikiran dan hati. Mengobati suatu keduanya. Cara preparasi dengan api meliputi pengeringan,
penyakit setelah timbul bagaikan menempa senjata setelah pencoklatan, pemanggangan dan pembakaran, dan dalam hal
perang mulai atau bagaikan menggali sumur setelah merasa bahan yang berasal dari logam, dilakukan peleburan. Cara
haus. Dalam buku tersebut dijelaskan pula tentang sirkulasi preparasi dengan air meliputi perendāman dan pelembaban.
darah di seluruh tubuh, juga tentang konsep penyakit Dan cara gabungan meliputi perebusan, penguapan dan
psikosomatis yang telah dikenal oleh para pengobat Cina pengeringan.
ribuan tahun yang lalu. Seni pengobatan tradisional juga membedakan antara
Li Shih-chen, seorang dokter dan farmakologis yang ter- bahan obat yang bersifat "dingin" dan "panas". Penyakit
kenal, telah menyusun sebuah farmakopōeia (Pen-ts ao Kang dengan sifat "panas" seharusnya diobati denganobat "dingin",
Mu) yang berisikan bahan-bahan dad masa sebelumnya dan dan `sebaliknya. Sebagai tambahan, bahan obat dibagi pula me-
karyanya sendiri. Buku ini disusun selama tiga puluh tahun dan nurut rasa – pahit, asam, manis, asin, pedas. Dinyatakan bahwa
diterbitkan pada tahun 1596 sebelum Masehi setelah rasa pahit mempengaruhi jantung, rasa asam dan mempe-
kematiannya. Dalam buku ini ia menganalisa 758 karya, ter- ngaruhi hati, rasa manis mempengaruhi limpa, rasa asin
GINSENG2,6
Salah satu jenis herbs yang barangkali paling terkenal ada-
lah ginseng. Sejak ribuan tahun yang lalu telah diketahui bahwa
akar tanaman ini merupakan obat par excellence untuk
pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit, juga me-
ngandung kekuatan luar biasa untuk mengembangkan enersi
dan semangat, menajamkan penglihatan, memperbaiki pen-
dengaran, meningkatkan efisiensi otak, memulihkan virilitas,
dan memperpanjang umur. Ginseng tumbuh liar dalam hutan KEPUSTAKAAN
pegunungan yang lebat. Tanaman ini menghindari sinar mata- 1. Bethel M. The Healing Power of Herbs. California : Wilshire Book
had yang langsung dan kuat, dan daunnya terbentuk unik untuk Company, 1977.
2. Lucas R. Secrets of the Chinese Herbalists. New York : Parker Publishing
menerima hanya sedikit sinar. Apabila tanaman lain Company Inc., 1977.
mengumpulkan zat makanannya dari akar, daun, bunga dan 3. Palos S. The Chinese Art of Healing. New York : Bantam Books Inc.
tunas, zat makanan ginseng terutama dikumpulkan dari akar. 1972.
Pada waktu lampau dianggap ginseng tidak dapat dibudidaya- 4. Wallnofer H & Anna _von Rottauscher. Chinese Folk Medicine. New
York : Crown Publishers Inc. 1965.
kan, tetapi kini ternyata dapat dikembangbiakkan di banyak 5. N.N. A Barefoot Doctor's Manual.
tempat. Dikenal adanya ginseng Cina, ginseng Korea, ginseng 6. Henry Lu. Use and Abuse of Ginseng. Vancouver : The Academy of
Jepang, dan ginseng Barat. Oriental Heritage, 1977.
Pengetahuan para Dokter yang
berpraktek di DKI Jakarta tentang
Program Bersama dan Pengaruhnya
pada Penggunaan Obat DOPB
Sarjaini Jamal
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan R.L, Jakarta
ABSTRAK
Sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi keluhan masyarakat tentang mahalnya
harga obat, telah diadakan program bersama IDI, ISFI, PDGI dan GP Farmasi untuk
menyediakan sejumlah obat esensial yang banyak digunakan bagi masyarakat kurang
mampu di perkotaan. Terdapat 50 items obat yang disusun dalam suatu daftar yang di-
sebut daftar obat program bersama (DOPB) dengan kualitas yang terjamin dan harga
yang terjangkau oleh masyarakat banyak. Obat-obat tersebut disediakan di apotek-
apotek dan dapat dibeli bebas atau menggunakan resep dokter bagi obat-obat keras.
Setelah berjalan beberapa lama temyata obat-obat itu kurang laku dan sedikit sekali
para dokter yang menuliskan dalam resep. Sebanyak 58,9% dokter/dokter gigi di DKI
Jakarta pernah menggunakan obat DOPB, sedangkan yang sering menggunakannya
barn mencapai 3%. Sebanyak 65,4% dokter/dokter gigi di DKI Jakarta mempunyai
pengetahuan yang kurang tentang program DOPB. Melalui uji statistik dapat dibuktikan
bahwa tingkat pengetahuan dokter berpengaruh kuat pada penggunaan obat DOPB oleh
dokter/ dokter gigi di DKI Jakarta.
Tulisan ini membahas faktor-faktor yang menyebabkan kurang suksesnya program
DOPB ini di DKT Jakarta.
Beberapa usul telah diutarakan untuk peningkatan penggunaan obat DOPB.
KESIMPULAN
1) Sebanyak 58,9% dokter praktek di DKI Jakarta pernah
menggunakan obat DOPB tetapi yang betul-betul sering
menggunakannya baru sebanyak 3%.
2) Sebanyak 65,4% dokter praktek di DKI Jakarta mempunyai
pengetahuan yang kurang tentang program DOPB.
3) Dokter yang mempunyai pengetahuan cukup tentang prog-
ram DOPB kebanyakan pemah menggunakan obat DOPB di
DKI Jakarta.
4) Pengetahuan dokter tentang program DOPB berpengaruh
kuat pada penggunaan obat DOPB oleh dokter praktek di DKI
Jakarta.
SARAN
1) Kepada kelompok dokter yang kurang mendukung program
DOPB karena berbagai sebab perlu dilakukan pendekatan per-
suasif misalnya dengan cara menatar mereka, memberikan
informasi yang rinci tentang obat-obat DOPB (pokok pikiran
konsep obat DOPB, jenis obat, efek farmakologis, harga dan
jaminan mutu), pengiriman brosur serta blanko resep DOPB
dan mengadakan forum diskusi obat DOPB.
2) Perlu dilakukan pengembangan dan peningkatan dukungan
sosial serta faktor-faktor yang mendorong penggunaan obat
DOPB oleh dokter dan masyarakat.
Kegiatan llmiah
Second international
Pediatric Headache Symposium,
Sydney, Australia, 15 th October 1989
Masalah nyeri kepala di kalangan anak-anak akhir-akhir ini ngurangi keluhan. Selain itu pemeriksaan oftalmologik dapat
mulai mendapatkan perhatian yang tersendiri, antara lain menemukan kelainan fundus okuli yang dapat mengarah ke
karena, prevalensinya yang cukup menonjol dan sifat kelainan intrakranial, atau tanda-tanda neuritis optika; dapat
keluhannya yang sering kurang spesifik sehingga tidak cepat juga dilihat adanya gangguan gerakan bola mata yang dapat
dikenali. Oleh karena itu, bersamaan dengan IV International dikaitkan dengan migren oftalmoplegik.
Headache Congress, baru-baru ini telah pula diadakan II Faktor alergi dibicarakan oleh AS Kemp dari Australia. Dia
International Pediatric Headache Symposium yang berlangsung berpendapat bahwa sampai saat ini belum dapat dibuktikan
pada tanggal 15 Oktober 1989 di Sydney, Australia. adanya reaksi IgE mediated sehingga lebih baik disebut sebagai
Para pembicara dari tujuh negara telah membawakan maka- intoleransi makanan.
lahnya, yang meliputi berbagai masalah nyeri kepala pada anak. Jenis makanan yang paling sering dihubungkan dengan
M. Sillanpaa dan kawan-kawan meneliti prevalensi nyeri migren ialah coklat dan keju; pada anak-anak juga dikaitkan
kepala pada anak-anak prasekolah di Turku, Finlandia. Semua dengan susu dan telur. Penelitian atas coklat menunjukkan
bayi yang dilahirkan antara 1 Juni 1981 sampai dengan 31 Mei bahwa tiramin tidak selalu dapat ditemukan pada coklat, se-
1982, diikuti sampai berusia 5 tahun; terdapat 4425 anak yang hingga tidak dapat dianggap sebagai pencetus migren;
berhasil menyelesaikan studi ini. meskipun demikian coklat diketahui mengandung feniletilamin
Nyeri kepala diderita oleh 861 (19,5%) anak dan yang hampir serupa dengan tiramin, sehingga dianggap bahwa
kejadiannya berhubungan bermakna dengan situasi tempat pada penderita migren tertentu dapat hipersensitivitas terhadap
tinggal yang ditinggali bersama oleh beberapa keluarga, zat tersebut. Walaupun zat aktif yang dapat mencetuskan
masalah sosial-ekonomi, banyaknya orang yang tinggal serangan migren belum dapat ditentukan, penelitian buta-ganda
serumah dan seringnya berpindah-pindah rumah. Selain itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet dengan
anak-anak penderita nyeri kepala, lebih banyak yang menderita cetusan serangan migren pada anak-anak tertentu, bahkan ada
sakit perut, temper tantrum, enuresis nokturna dan mempunyai juga yang mengaitkannya dengan serangan epilepsi.
masalah dalam pergaulan. Mereka menyimpulkan bahwa nyeri Penanganan migren pada anak-anak hendaknya juga mem-
kepala cukup banyak diderita di kalangan anak-anak dan perhatikan faktor diet,bila perlu dapat dicoba suatu diet oligo-
merupakan sebagian dari cermin stres psikososial. antigenik selama jangka waktu tertentu.
FC Tulunay mengedarkan kuesioner kepada 2550 pelajar JM Hockaday dari Inggris menyarankan, bila anak tidak
sekolah dasar di Turki. Ternyata 93,3% pernah menderita nyeri segera pulih kembali setelah serangan nyeri kepala, hendaknya
kepala dalam jangka waktu 1 tahun; 3,3% di antatanya setiap dipikirkan penyebab lain; demikian pula bila serangan tersebut
hari, tetapi umumnya tidak lama diderita, hanya 4,8% yang men- menjadi makin sering, makin berat dan makin sulit diatasi
deritanya lebih dari 24 jam. Umumnya nyeri kepala dirasakan dengan analgesik biasa. Sēlain itu juga perlu waspada bila
berdenyut (61,4%) dan terutama bermula dari daerah temporal ditemukan pula gangguan pertumbuhan dan perubahan
(35,89%), orbital (10,84%) atau frontal (24,13%). Hanya 17,2% kepribadian, tingkah laku dan/atau inteligensi. Hal-hal yang
yang ke dokter untuk konsultasi, meskipun tidak kurang dari menyebabkan si anak baru pada saat tersebut dibawa ke dokter
75,8% yang menyatakan minum obat untuk menghilangkan dapat merupakan petunjuk ke arah penyebab, baik organik
nyerinya. Nyeri terutama diderita pada hari-hari sekolah maupun psikogenik. Apapun penyebabnya, faktor pencetus
(85,2%), hanya 4,3% yang merasakannya di hari-hari libur. hams dikenali untuk kemudian dihilangkan. Conversion
Kebanyakan bersifat moderat (55,56%) dan hanya 20,84% di headache sudah dapat ditemukan pada usia 8 - 9 tahun.
antaranya yang didahului oleh gejala-gejala prodromal. Mungkin diperlukan beberapa kali kunjungan untuk me-
S Hing dari Australia membahasnya dari segi kelainan okuler; negakkan diagnosis yang pasti, selain itu kunjungan-kunjungan
meskipun jarang ditemukan kelainan mata yang dapat dikaitkan tersebut dapat sekaligus dimanfaatkan untuk memberikan pen-
dengan keluhan nyeri kepala, pemeriksaan ke arah tersebut dan jelasan dan mengurangi kekuatiran orang tuanya.
koreksi atas kelainan yang ditemukan dapat membantu me- Pengobatan yang dianjurkan ialah parasetamol atau aspirin
dalam bentuk mudah larut untuk mempercepat absorpsinya; Tigapuluh tiga anak berusia antara 6 - 15 tahun diterapi
metoklopramid kurang disukai pada anak-anak karena ke- dengan rangsangan atas m. trapezius dengan kekuatan 100 Hz
mungkinan distonia yang lebih besar daripada di kalangan selama 4 minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa cara tersebut
dewasa. Bila cara tersebut gagal, dapat dicoba kodein, terbukti mengurangi frekuensi nyeri kepala lebih dari 50%
diazepam (parenteral) atau klorpromazin; ergotamin hendaknya pada 14 (73%) anak; hasil ini terutama menonjol pada kasus-
dihindarkan penggunaannya pada anak-anak di bawah 10 kasus nyeri kepala setelah trauma servikal atau tortikolis,
tahun. Obatobat tersebut hanya digunakan pada keadaan- sebaliknya kurang memuaskan pada kasus-kasus migren –
keadaan yang berat saja karena kemungkinan efek samping dan hanya 56% di antara kasus migren yang mengalami remisi.
bahaya "overmedication": Self-help relaxation diberikan olehDoberl dan kawan-
Kebanyakan anak-anak tidak memerlukan terapi kawan atas 160 remaja yang menderita tension headache (80%)
profilaktik; dan sampai saat ini belum ada obat profilaktik yang dan migren (20%) selama 5 minggu. Kepada mereka diberi
terbukti bermanfaat pada anak-anak. Beberapa yang pernah catatan harian nyeri kepala dan diikuti sampai 3 - 4 tahun.
dicoba ialah propranolo, timolol maleat, klonidin dan pizotifen; Hasilnya ialah 60% dari remaja tersebut merasakan
dan akhirakhir ini dilaporkan juga penggunaan flunarizin. pengurangan frekuensi nyeri kepala lebih dari 50%; lebih dari
F. Sorge dan kawan-kawan dari Italia memberikan 2,5 - 5 itu, penurunan frekuensi tersebut menetap walaupun training
mg. flunarizin untuk pencegahan migren pada anak selama 3 - telah selesai diberikan. Cara ini mungkin dapat merupakan
6 bulan. Mereka menyimpulkan bahwa obat tersebut sangat altematif bagi kasus nyeri kepala di kalangan remaja.
efektif sebagai profilaktik dan tidak/belum mengakibatkan efek Pembicara terakhir ialah G Lanzi dan kawan-kawan dari
samping. Italia yang mengetengahkan penelitiannya mengenai aspek
Pengobatan cara lain dikemukan oleh K. Winter dan R. psikopatologi penderita migren. Mereka menyimpulkan bahwa
Pothman dari Jerman Barat berupa transcutaneus electric nerve nyeri kepala cenderung menetap pada pasien-pasien yang
stimulation (TENS), dan oleh Doberl, Larsson dan Melba dari mempunyai mekanisme pertahanan yang kurang efektif dan
Swedia yang memberikan latihan self-help relaxation pada rapuh, dan pada pasien-pasien yang mempunyai defisit dalam
penderita nyeri dan remaja. hal kapasitas in-sight nya.
BRW