Professional Documents
Culture Documents
POST OP VP SHUNT HARI KE-2, EDEMA SEREBRI, PARESE N VII dan III, HIDROSEFALUS OBSTRUKTIF TERPASANG VP SHUNT
NAMA
No RM Ruang
: 01 56 49 10 : PICU
Pendidikan : -
Diagnosis medis : Agama : Islam Post Op Vp Shunt Hari Ke-2, Edema Serebri, Parese N VII Dan III Hidrosefalus Obstruktif Terpasang Vp Shunt
Penurunan kesadaran, demam, kejang 9HSMRS : demam (+), batuk (+) Puskesmas
6HSMRS : anak muntah menyemprot pada makanan dan air, batuk (+), sakit kepala (+) ke bidan
4HSMRS : keluhan menetap, di bawa ke Puskesmas. 10 jam di puskesmas anak kejang, kesan GTC, setelah kejang anak tidak sadar RSU Wonosari Di UGD RS Wonosari anak kejang 1x,kesan GTC 1,5 menit, 3 hari di RS Wonosari demam (+), kejang 1x, kesan GTC 5 menit, mengantuk Selama perawatan : Hb 11,6, AL 350.000, Hct 342, AE 3,8x106 Widal typus t 1/640 Tx : dexametosan 4 x 2,5 mg Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga Asma (-), kejang tanpa demam (-), kejang dengan demam (-) Kejang saat bayi usia 0 hari 1x, setelah itu tidak pernah lagi. Operasi hidrochepalus (+) saat usia 6 bln dan tidak pernah kontrol
Pembahasan Anamnesis :
Dihadapkan pasien usia 1 tahun, datang dengan keluhan umum penurunan kesadaran, demam dan kejang lalu di rujuk ke PICU RSS. Pasien mengalami hidrosefalus obstruktif dan sudah melakukan operasi VP shunt. Pasien mengalami edema serebri dan parese pada nervus VII dan III, pasien juga terkesan mengantuk. Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terdapat cairan serebrospinal (CSS) yang berlebihan di dalam ventrikel otak. Cairan serebrospinal merupakan cairan yang steril yang diproduksi oleh pleksus Choroideus di dalam ventrikel. Cairan serebrospinal secara normal mengalir dari ventrikel lateral menuju ventrikel tiga lalu ventrikel empat melalui saluran menuju sirkulasi di sekitar otak, kemudian cairan ini diabsorbsi. Terdapat keseimbangan antara jumlah CSS yang diproduksi dan laju absorbsinya (Engelhard, 2007). Hidrosefalus dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu hidrosefalus obstruktif (HO) dan hidrosefalus komunikan (HK) (Maliawan, 2009). Pengobatan hidrosefalus dapat melalui terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa digunakan hanya untuk sementara selama menunggu intervensi bedah. Terapi ini tidak efektif untuk terapi jangka panjang pada hidrosefalus kronik karena dapat mengganggu metabolisme. Pembedahan merupakan terapi definitif hidrosefalus gold standar yaitu pemasangan VP shunting menggunakan kateter silikon dipasang dari ventrikel otak ke peritonium. Kateter dilengkapi katup pengatur tekanan dan mengalirkan CSS satu arah yang kemudian diserap oleh peritonium dan masuk ke aliran darah (Engelhard, 2007; Espay, 2009; Bryant et al, 1988). Gejala klinis hidrosefalus pada anak-anak antara lain (Engelhard, 2007; Espay, 2009) a. Kapasitas mental lambat b. Nyeri kepala terutama di pagi hari c. Nyeri leher menunjukan herniasi tonsilar d. Muntah, terutama di pagi hari e. Pandangan kabur, terjadi karena papil edem atau atrofi papil pada tingkat lanjut f. Pandangan ganda, dikarenakan lumpuhnya nervus karanial VI, baik unilateral atau bilateral.
g. Terhambatnya pertumbuhan dan maturasi seksual akibat dilatasi ventrikel tiga, yang menyebabkan obesitas dan pubertas prekok atau onset puberta yang tertunda. h. Sulit berjalan akibat spastisitas karena traktur piramidalis periventrikuler menegang akibat hidrosefalus. i. Mengantuk
Lumpuhnya nervus kranial VI unilateral atau bilateral. Ventriculoperitoneal Shunt (VP Shunt) adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya cairan serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju rongga peritoneum ( Dean, 1972). Edema otak barangkali merupakan sebab yang paling lazim dari peningkatan tekanan intrakranial dan memiliki banyak penyebab antara lain peningkatan cairan intrasel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, iskemia serebral, meningitis, dan tentu saja cidera (Price, 2006). Berdasarkan analisa Ropper dan Shafran (gejala klinis dari edema serebri antara lain : a. Nafas periodik b. Paresis N VI c. Respon planiar ekstensor d. Pupil edema e. Sakit kepala/muntah f. Sikap ekstensor spontan bilateral
g. Apatis B. ANTROPOMETRI
TB 87cm
LLA awal 16 cm
LLA kasus 14 cm
BB/U = (10,5-13,3)/(13,3-11,8) = -1,8 (normal) TB/U = (87-91,9)/(91,9-88,5) = - 1,4 (normal) BB/tB = (10,5-12)/(12-11,1) = -1,7 (normal) Berdasarkan hasil Z-score di atas pasien berada dalam status gizi cukup baik
C. PEMERIKSAAN BIOKIMIA
Satuan/ Nilai Normal 3,5 -5 10-42 10-40 <110 0,6-1,3 136-145 3,1-5 98-107
Dari data diatas diketahui bahwa nilai albumin, kreatinin dan natrium berada di bawah normal. Hal ini berkaitan dengan adanya edema serebri dan post operasi VP shunt pada pasien.
D. PEMERIKSAAN FISIK KLINIK 1. Kesan Umum : lemah, apatis 2. Nadi : 109x/menit 3. RR : 21 x/ menit 4. Suhu : 37,40 C Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien maka disimpulkan suhu, respirasi pasien normal, sedangkan nadi tergolong cepat.
E. ASUPAN ZAT GIZI. Hasil Recall 24 jam diet : Rumah/rumah sakit Tanggal : 4/1/12 Diet RS : Dancow 8x100 cc, BBS 3 x
Implementasi
Energi (kal)
Protein (gr)
Lemak (gr)
KH (gr)
851,8
34,1
26,4
106,6
1099 77,5
31,5 108
30,5 86,5
174,5 61,2
Kesimpulan : Klasifikasi tingkat konsumsi menurut Gibson (2005) : > 80% : baik 51-80% : cukup masih perlu peningkatan <51% : buruk/kurang Berdasarkan hasil recall asupan makan pasien sudah mencukupi kebutuhan protein dan lemak dengan baik sedangkan pada energi dan karbohidrat masih memerlukan peningkatan.
F. Terapi Medis
Fungsi
Neuro protector
Gangguan misalnya
saluran nausea,
cerna muntah,
Injeksi ceftriaxone
sel bakteri (antibiotik dan anti cross alergi dengan penicilin, infeksi) dan beberapa bersifat