You are on page 1of 147

ALIRAN RIFAIYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG (KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN TASAWUF K.H.

AHMAD RIFAI)

TESIS Diajukan sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Agama Islam

Oleh: MUSLICH NIM : 520163

PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2006

PROF. DR. H. ABDUL JAMIL MA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO PROGRAM PASCA SARJANA Jl.Raya Ngaliyan (Kampus 3) Semarang 50185 Telpon / Fax. (024) 614454

NOTA PEMBIMBING Dengan ini menerangkan bahwa tesis Muslich, NIM; 520163 yang berjudul: ALIRAN RIFAIYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG (KAJIAN

TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN TASAWUF K.H. AHMAD RIFAI) telah memenuhi syarat untuk diujikan sebagai tesis pada konsentrasi Etika Tasawuf, Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang tahun akademik 2006/2007.

Semarang, 4 Desember 2006

PROF. DR. H. ABDUL DJAMIL M.A. NIP: 150208253

iINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO PROGRAM PASCA SARJANA Jl.Raya Ngaliyan (Kampus 3) Semarang 50185 Telpon / Fax. (024) 614454 INDONESIA _________________________________________

PENGESAHAN

Tesis berjudul

: ALIRAN RIFAIYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG (KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN TASAWUF K.H. AHMAD RIFAI) : MUSLICH : 520163 : Etika Tasawuf

Ditulis oleh NIM Program Studi

Telah dapat diterima sebagai syarat memperoleh gelar Masgister dalam Ilmu Agama Islam.

Semarang, 1 Agustus 2005 Direktur, Prof. Dr. H. Abdurrahman Masud, M.A. NIM: 150240107

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa tesis yang berjudul: ALIRAN RIFAIYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG (KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN TASAWUF K.H. AHMAD RIFAI) tidak berisi material yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga tesis ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 4 Desember 2006 Yang mendeklarasikan

MUSLICH NIM : 520163

Abstraksi Islam way of live, mengenal tiga asas yakni; Iman, Islam, dan Ihsan. Ketiganya merupakan kesatuan yang utuh, dimana manusia dapat mencipta dirinya menjadi insan kamil.. Secara ringkas dalam Islam dikenal ilmu dhohir dan ilmu batin yang terinci dalam ilmu; syariah, tariqah, haqiqah dan marifah. Kumpulan dari pengetahuan tentang syariah, dengan melalui tariqah untuk mencapai haqiqah, dan marifah. Maksudnya seseorang yang menjalani tariqah yang seimbang dengan syariah secara lahir dan batin, untuk menuju kepada tujuan tertentu dalam tasawuf, insyallah tercapailah kondisi mental yang menciptakan insan kamil. Tasawuf merupakan istilah khusus mistisisme Islam, bertujuan memperoleh hubungan khusus langsung dengan Tuhan, ber-asensi hidup dan berkembang dari bentuk ke-zuhudan dengan bentuk tasawuf amali dan falsafi. Pandangan kaum sufi ibadah formal belum memenuhi kebutuhan spiritual, melainkan harus melalui proses takhalli, tahalli dan tajalli. Tasawuf amali merupakan pancaran dari cahaya Allah pada hati muslim, yang ter-interprestasikan dalam pengamalan kehidupan. Walaupun dalam tasawuf dikenal adanya istilah maqam (sikap hidup) dan hal (sikap mental). Namun, dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diketahui adalah sikap hidup, ter-realisasi dalam kehidupan dan tingkah laku, dalam hidup bermasyarakat dan berhubungan dengan lingkungan kita. Kyai H. Rifai adalah seorang tokoh Islam, pengikut aliran faham Sunni dan bermadzhab Syafii, penganut ajaran Al-Ghazali, ajarannya merupakan basic ajaran Islam, yakni; syariah, usul ad-din dan tasawwuf, ia mencipta kitab syair berbahasa arab/jawa pegon, sebagai pedoman ajaran bagi umatnya, agar memudahkan pemahaman dan penerapan ajaran Islam, penganutnya membentuk dirinya dengan nama golongan Islam Tarojumah. Dikabupaten Temanggung terkenal dengan istilah Umat nglakoni printah ngedohi cegah, umat yang mendukungnya sekitar berjumlah 70.000 anggota yang tersebar di daerah kelahirannya, Kalisalak, Wonosobo, Temanggung, bahkan sampai di Sulawesi dan Ambon. Dengan dalih beberapa hal tersebut diatas, kami mengangap penting untuk mendalami ajaran kyai dan implementasi para umat pengikutnya, dengan tujuan; selain memenuhi tugas akademis, juga mengetahui perkembangan khazanah Islam. Fokus penelitian ini pada; mengetahui dengan sebenarnya ajaran Rifaiyah dan memahami implementasi ajaran itu pada umatnya, mengambil sampel di daerah Kabupaten Temanggung khususnya daerah Kecamatan Wonoboyo, dengan menggunakan metode penelitian kwalitatif, deskriptif, reflektif, induktif dan menggunakan sistem groundeed research agar dapat memahami posisi dan praktek pengikutnya dalam kehidupan sehari- hari. Kenyataan yang diperoleh; sampai sekarang jati-diri umatnya masih bersikukuh, dengan kemurnian ajarannya, baik

dalam ajaran fiqh, tauhid maupun tasawuf-nya, walaupun dalam perkembangan areal umatnya masih lamban karena hanya didukung oleh faktor hubungan keluarga melalui tali perkawinan dan arus perpindahan penduduk.

HALAMAN PERSEMBAHAN

UNTUK ISTRIKU TERCINTA DAN ANAK- ANAKKU

MOTTO

ALLAH MAHA BESAR

TRANSLITERASI Sistim transliterasi yang digunakan penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: ARAB INDONESIA , b t ts j h kh d dz r z s sy sh ARAB INDONESIA dl th dh gh f q k l m n w h y

Keterangan ; 1. Hamzah (`) yang terletak diawal kata mengikuti vokalnya, tanpa diberi tanda apapun. Jika terletak ditengah atau akhir, maka ditulis dengan tanda () 2. Vokal dan diftong. a. Vokal atau bunyi (a), (i) dan (u) ditulis dengan ketentuan sebagai berikut : Harakat Fathah Kasrah Dlammah b. Pendek a i u Panjang aa ii uu

Diftong yang sering dijumpai dalam transliterasi adalah (ai/ay) dan (au/aw) misalnya bain/bayn ( )dan qaul/qawl () c. Syiddah dilambangkan dengan konsonan ganda. d. Kata sandang al-( alif lam marifah) ditulis dengan huruf kecil, kecuali jika

terletak diawal kalimat. e. Ta Marbuthah ( ) ditraansliterasikan dengan hutuf t, tetapi jika ia terletak di akhir kalimat, maka ia ditransliterasikan dengan huruf h. f. Lafdh al-Jalalah ( ) yang didahului partikel, seperti huruf jar dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mudlof ilaihi ditransliterasikan tanpa huruf hamzah. Adapun singkatan- singkatan yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut ; swt saw w. ra. tt. ; subhanahu wa taala ; shalallahu alaihi wasallam ; tahun wafat ; radliallahahu anhu ; tanpa tahun tp. H M hlm. dll. ; tanpa penerbit ; tahun hijriyyah ; tahun masehi ; halaman : dan lain-lain

10

11

KATA PENGANTAR Al-Hamdulillahirabbil alamn. Puji syukur penulis haturkan kepada Allah dengan limpahan rakhmat-Nya, taufiq serta hidayah-Nya tesis ini dapat selesai sesuai dengan target, semata-mata hanya ridha-Nya dan kemurahan-Nya, sehingga dapat terlaksana dengan baik, semoga dapat bermanfaat bagi semuanya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi agung Muhammad SAW., sebagai rasul terakhir, pembawa risalah ajaran Tuhan, penyelamat umat muslim dari dunia hingga akhirat kelak. Penulisan tesis ini dapat diselesaikan bukan dari upaya sendiri, namun sangat bergantung dari dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan rasa terima kasih tak terhingga kepada mereka yang membantu dan mendukung, utamanya kami haturkan kepada : 1. Direktur Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, Dr. Ahmad Gunaryo, M.Soc.Sc. atas advis yang melegakan hati saat awal penulisan ini, dari dorongan semangat yang diberikan. 2. Staf perpustakaan yang membantu tercapainya cita pengajaran 3. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA, selaku pembimbing, dengan kesabaran dan pengarahannya, serta dukungan moril, sehingga dalam penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik dan sempurna. 4. Dr. H. Abdul Muhaya, MA, dan Drs. H. M. Darori Amin, MA., selaku team penasehat akademis, yang tiada kusangka memberi advis yang besar nilainya.

12

5. Para dosen Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, baik dari dalam maupun dari luar kampus, selaku pembuka wawasan yang luas dalam ilmu pengetahuan dan pertanggungan jawab intelektual, guna mengembangkan wawasan ke-Islaman dimasa depan. 6. Ibu tercinta, yang selalu berdoa siang dan malam agar penulis selamat dan berhasil dengan ilmu yang bermanfaat. 7. Istri tersayang, selaku pemacu dan pendorong dalam penyelesaian study ini. 8. Drs. Budi Karim, selaku pembuka wawasan pikiran dan kesegaran berpikir 9. Bapak Drs. H. Masyhuri beserta istri, yang membantu, semangat jiwa, dan memberikan keleluasan waktu dan tempat bermukim. 10. Rekan-rekan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis satu persatu yang telah memberikan dukungan dan motivasi yang kondusif untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. 11. Semua Kyai, tokoh baik formal maupun non-formal, yang mendukung, dan menyediakan sarana materil maupun spirituil. 12. Semuanya, penulis sangat menghaturkan banyak terima kasih, semoga semua banuan yang di berikan dan di aturkan pada penulis mendapat limpahan pahala yang berlipat ganda. Akhirnya, dengan segala keterbatasan kemampuan dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari sepenuhnya, atas kekurangan dan kenaifan karya ini.

13

Namun penulis berharap, semoga hasil penulisan tesis ini dapat bermanfaat dan berkah dapat menjadi sumbangan ilmu pada akademisi, masyarakat dan umat Islam semuanya. Amiin, amiin, Ya Rabbal alamiin

Semarang, 4 Desember 2006.

14

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING. ii HALAMAN PENGESAHAN iii HALAMAN iv HALAMAN ABSTRAKSI. v HALAMAN vii HALAMAN viii HALAMAN TRANSLITERASI ix HALAMAN KATA PENGANTAR.. xi HALAMAN DAFTAR ISI. xiv MOTTO. PERSEMBAHAN. DEKLARASI..

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. B. Rumusan dan Ruang Lingkup Masalah C.

1 1 9

Tujuan dan Signifikasi Penelitian. 9

15

D. Kajian Teoritis... 10 E. Telaah Pustaka12 F. Metode Penelitian.. 14 G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II. PERSEPSI TASAWUF K. H. AHMAD RIFAI..

20

A. Konsep Tasawwuf 20 B. Biografi dan Karya K.H.Ahmad Rifai.. 32

C. Pemikiran Tasawuf K.H. Ahmad Rifai. 40

BAB III. PELAKSANANAAN AJARAN RIFAIYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG 59 A. Demografi Komunitas Pengikut Rifaiyah Kabupaten Temanggung 59 B. Kondisi Sosial Keagamaan Komunitas Pengikut Rifaiyah di Kabupaten Temanggung.. 63 C. Jaringan Pengikut Rifaiyah di Kabupaten Temangggung 68 D. Perkembangan Jamaah Pengikut Rifaiyah di Kabupaten Temanggung. 75

BAB IV. ANALISA IMPLEMENTASI AJARAN RIFAIYAH. 78

16

A. Ajaran Tasawwuf Kyai Rifai.. 78 B. Penerapan Tasawwuf Kyai Haji Rifai 97 C. Faktor Penghalang dan Penunjang yang Mempengaruhi Beberapa Ajaran Rifaiyah 103

BAB V. PENUTUP.. 106 A. Kesimpulan 106 B. Saran- Saran.. 107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

17

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Konsep dasar agama Islam adalah Iman, Islam dan Ihsan . Kesempurnaan Islam hanya dapat dibangun dan ditegakkan melalui tiga konsep itu. Ketiga konsep ini selain sebagai ilmu, sepatutnya jika dalam kehidupan sehari-hari diterapkan pada bidang apapun, baik ibadah maupun muamalah dalam kehidupan bermasyarakat. Ihsan adalah satu upaya penghayatan mendalam terhadap suatu ibadah. Konsep ihsan merupakan landasan kemunculan ilmu tasawuf yang dianggap sebagai suatu ilmu yang diakui sukar dipelajari, apalagi pengamalan dan pelaksanaannya. Umumnya, seseorang mengenal tasawuf sebatas istilah, kurang memahami hakikatnya, seperti yang dapat diperhatikan dalam lembaga tariqat. Tasawuf disebut juga spiritualisme Islam, atau Islam misticisme, merupakan ungkapan pengalaman subyektif pada diri seseorang. Yakni pengalaman kerohanian dan sifat batiniah, berciri individual-subyektif. Sasaran (tujuan) tasawuf ialah sampai kepada Dzat al-Haqq atau Mutlak (Tuhan) dan bersatu dengan Dia, lazim disebut marifat al-Allah. Jalan mencapai marifat dikenal dengan tariqat, kunci pembukanya menenggelamkan hati dan dzikir pada Allah berakhir dengan fana di dalam Allah, melintasi maqamat dan ahwal dalam mujahadah dan riyadhah yang terus menerus. Perilaku tariqat ini

18

sebenarnya telah dilakukan sejak Rasulullah masih hidup, diikuti oleh para sahabat yang amat memperhatikan kehidupan kerohanian. Keteladanan kaum sufi bukan hanya tampak dalam ibadah, tetapi rumah dan pakaian mereka yang amat sederhana dan pakaian se adanya. Pada masa modern, ajaran tasawuf memiliki daya tarik dan melahirkan dinamika kaum muslimin, sehingga lebih relevan untuk diamalkan dan mampu memberikan kontribusi yang konstruktif bagi masyarakat. Ajaran tasawuf di Indonesia khususnya di Jawa, pada umumnya berbentuk tariqat, yang berkembang diantaranya; tariqat Satariyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Qadariyah, dan lainnya, namun gerakan thariqat di Indonesia zaman awal pada dasarnya mengasingkan diri dan menyingkir mencari ketenangan di pelosok-pelosok atau sudut- sudut kota, terutama sewaktu jaman penjajahan, diantaranya; gerakan tariqat Akmaliyah yang dipimpin Kyai Nurhakim (1866 M), dan gerakan Haji Akhmad Ripangi di Kalisalak (1855 M). Thariqat KH. Rifai inilah yang saat ini umatnya berkembang di daerah Temanggung. Umatnya menamakan diri dengan sebutan Islam Tarojumah atau dikenal dengan istilah; Umat nglakoni printahngedohi cegah. Di dalam melaksanakan ajaran Islam mempunyai perbedaan dengan ajaran Islam pada umumnya, misalnya: dalam penguburan mayat liang lahad harus diukur menggunakan kompas dengan arah tepat kiblat, shalat jamaah imamnya harus sepaham dan tidak sah makmum mengikut jamaat lain yang tidak sealiran, rukun Islam hanya satu, yakni syahadat, kaum wanita haram menemui tamu pria bukan

19

muhrim, menjalankan kehidupan dengan delapan tabiat sufi, dan suatu hal yang menarik adalah dalam bidang tasawuf terjadi kesalah-fahaman. Kesalah-fahaman di sini maksudnya, apabila seseorang telah mendalami bidang fiqih dan tauhid, kemudian mereka masuk kedalam bidang tasawuf, yang lazimnya tasawuf adalah sarana taqarrub kepada Allah atau jalan mencapai marifat ila al-Allah, disalahtafsirkan sebagai sarana mempelajari ajaran sesat, dengan tujuan memperteguh dirinya, agar mereka dapat merubah diri, sesuai dengan kehendaknya, umpamanya: menjadi hewan, yang dapat mengganggu ketenteraman masyarakat dan sebagai sarana untuk memenuhi hajat kepentingan kehidupannya, memperdaya seseorang, atau menyengsarakan kehidupan seseorang melalui ilmu batin mereka. Demikian ini adalah anggapan dan suatu prasangka masyarakat di luar lingkungan pengikut Islam Tarajumah. Di daerah ini diakui bahwa seseorang yang mengikuti lembaga Islam Tarajumah, merupakan sarana menuju ke suatu pengajaran yang keliru dan bertujuan kearah ajaran negatif. Hal inilah yang menjadi pemikiran penulis dan berkeinginan untuk memahami permasalahannya, diantaranya; Benarkah prasangka demikian? Bagaimana ajaran aslinya ? Seberapa jauh jangkauan pengikutnya serta bagaimanakah implementasi ajaran tersebut pada umatnya?. Kemudian setelah mengadakan studi awal, ternyata kelompok ini adalah pengikut ajaran K.H. Ahmad Rifai, kitab ajarannya sejumlah lima puluh dua, isinya terdiri dari fiqh, tauhid dan tasawuf, umatnya tersebar di kabupaten Temanggung hampir

20

enam dari sejumlah dua-puluh kecamatan. Pada umumnya pengamalan ajaran thariqat bagi salik, hanya tertumpu pada bentuk amalan menuju marifat ila al-Allah, bahkan tidak sebatas demikian di dalam kehidupan sosial, umat Tarajumah merelisasikan ajaran Kyai Haji Ahmad Rifai telah menjadi pegangan hidup dan membudaya dalam kehidupan masyarakat. Di dalam melaksanakan ajaran fiqih dan tauhid, pengikutnya konsisten dalam mengamalkannya, walaupun belum optimal, contohnya: seorang wanita tidak melakukan pertemuan dengan kaum lelaki bukan muhrim sebatas di dalam rumah, sekalipun kenyataannya dalam urusan muamalah, seperti; di pasar, tetap bergaul dengan lelaki walaupun bukan muhrim, di dalam bidang tauhid, pengakuan dan pedoman mereka rukun Islam hanya satu, namun di dalam mengajarkan kepada masyarakat, masih menggunakan dan mengikuti kitab-kitab Syafiiyah, yang berpedoman kepada rukun Islam yang berjumlah lima. Bagaimanakah di bidang tasawuf ?. Diakui oleh mereka, bahwa masalah ini belum dapat menentukan realisasinya di lapangan, karena fokus ajaran yang diberikan kepada umatnya sebagian besar adalah bidang fiqh. Pemikiran Kyai Rifai dalam bidang tasawuf pada dasarnya merupakan bagian dari gagasan untuk mempertahankan hubungan harmonis antara syariat dan hakikat yang dirumuskan dengan istilah ushul fiqih, dan tasawuf. Pandangan tasawuf-nya terdiri dari tiga masalah pokok, yaitu; (1) Keseimbangan antara syariat dan hakikat, (2) Tasawuf bercorak amali dan falsafi, (3) Tariqat. Syariat berkaitan dengan hal-hal

21

yang bersifat jasmani yakni; tentang tata cara berhubungan dengan Allah, sedangkan hakikat lebih banyak berhubungan dengan hal-hal yang bersifat ruhani yang menghiasi ibadah fisik. Gagasannya bermuara pada pandangan al-Ghazali, namun ia tidak penganut tariqat Qadiriyah, tetapi sebagai penganut tariqat Ahlussunni. Kitab yang berisi tasawuf diantaranya; Riayah al-Himmah, Abyan al-Hawaij, Husn alMithalab, dan Ahsan al-Miqasad. Menurutnya, seorang sufi sudah barang tentu menguasai ilmu fiqih, namun seorang ahli fiqh belum tentu menguasai tasawuf . Kyai Rifai membagi ilmu menjadi dua hal, ilmu zahir adalah ilmu Fiqh sedangkan ilmu batin adalah Ushul al-din dan Tasawuf. Seseorang yang belajar tasawuf tidak melalui tahapan belajar fiqih, dianggap tidak sah ketaatannya, pandangan ini merupakan bagian dari ciri kecenderungan tasawuf amali sebagai reaksi terhadap tasawuf yang hanya mementingkan aspek batiniah dan mengabaikan syariat. Fiqih dikatakan sebagai ilmu zahir karena berkaitan dengan ibadah secara lahiriah, keterkaitan hubungan antara syariat dan hakikat secara global memiliki unsur persamaan dengan Junaid al-Baghdadi dan al-Ghazali, meskipun dalam aspek detailnya agak berbeda. Junaid al-Baghdadi memperlihatkan sikap cukup keras terhadap orang yang mengabaikan syariat. Dia menyatakan bahwa, belajar ilmu tasawuf dan mengamalkannya adalah wajib dan bahkan orang yang mengabaikan dapat menjadi kafir dari imannya. Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal, menyatakan pengalaman ruhaninya ketika sampai pada kesimpulan akan pentingnya

22

tasawuf setelah syariat. Aspek persamaannya terlihat pada pandangan secara global mengenai pentingnya hubungan antara syariat dan hakikat. Di kalangan murid-murid dan para pengikutnya, kitab yang membicarakan tiga ilmu secara sekaligus ini, dijadikan sebagai kitab yang mendapat prioritas untuk di pelajari. Kitab-kitab tersebut amat berpengaruh terhadap pola kehidupan pengikut Rifaiyah hingga sekarang, hal ini terlihat pada penampilan mereka yang mengesankan kesederhanaan masyarakat pedesaan serta kemandirian mereka dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan kitab-kitab tersebut. Pemikiran tasawufnya termasuk dalam kategori tasawuf amali atas dasar pertimbangan bahwa isi ajaran tasawuf berupa latihan ruhani dengan jalan; (1) Pengisian diri dengan sifat terpuji (tahalli), (2) Pengosongan sifat tercela (takhalli) yang kemudian ditindak-lanjuti dengan kedekatan kepada Allah (taqarrub), dan (3) Pengenalan Allah dengan mata hati (makrifat). Dia menciptakan suatu pedoman ajaran syariat, aqidah dan tasawuf dalam kitab-kitab Tarajumah, dalam bidang tasawuf, dimensi utamanya berpedoman/ berfokus pada delapan ajaran, yakni yang termaktub dalam syairnya; Bab ikilah bab nyatakake tinemune, ilmu tasawuf kang diwajibake ngudi, ugo wajib dingamalaken sak kuwasane, ingatase mukallaf arep ngaweruhi ngilmune, setengah sifat kang pinuji dene syaringat, lan sifat kang cinelo ning ati maksiyat, utawi pertelane setengah sifat, kang pinuji dene syara mangfangat, yoiku wulung perkara iki wilangane, zuhad, qanaah, sabar, tawakal atine

23

mujahadah ridha syukur ikhlas nejane, khauf mahabah marifat kawengku maknane. Utawi pertelane setengah sifat cinela, dene syarak kang ana ati dadi ala, yoiku wulung perkara ikilah pertelane, hubbud dunnya tama, itbaul hawa katula. ujub riyatakabbur hasud sumah,ikulah mbesuk artine ugo winelah, insyaallah kelawan tulung Allah sarta berkah nabi Muhammad rasul kalenggah. Kemudian puncak menuju marifat bi al-Allah adalah khauf, mahabbah dan marifat, , dengan melalui akhwal dan maqamat. Umat Rifaiyah saat ini terus berkembang di lain daerah, umumnya di Temanggung. Mungkinkah tidak terpengaruh dengan kemajuan zaman?. Mungkinkah dengan ajaran tasawuf, melakukan tabiat delapan ini dapat memperteguh diri, atau menuju kemarifatullah ? Bagaimanakah realisasi atau penerapan ajaran ini di lapangan? Bagaimana implementasi mereka dalam menafsir ajaran Rifai. Apakah konsisten penerapannya atau sudah bercampur dengan ajaran lain? Seorang sufi telah mencapai maqam tertentu, biasanya diberi kurnia oleh Allah, berujud karamah. Suatu karamah difungsikan kearah perbuatan bentuk positif, bukan digunakan pada bentuk negatif. Benarkah hasil dari penafsiran dan pengamalan ajaran tasawuf KH Rifai, yakni; tabiat delapan yang diajarkan bagi seorang sufi, dapat menuju kearah kesesatan?, Apakah ajaran tersebut bercampur dengan ajaran lain pada umatnya?, dimanakah letak perbedaan pengamalan ajaran mereka ? Jika ajaran tasawufnya sesat, mengapa saat ini terus berkembang ? Sejauhmana ajaran ini diamalkan?. Hal inilah yang diteliti, khususnya yang ada

24

hubungannya dengan bidang tasawuf, dengan judul; Aliran Rifaiyah di Kabupaten Temanggung. Tesis ini akan menjawab pertanyaan diatas. Mengenai judul, pengertian tentang Alir artinya: haluan, pendapat (politik, pandangan hidup dsb.) misalnya: aliran politik; aliran komunis, aliran falsafah modern. Disini maksudnya adalah haluan atau ajaran KH. Rifai. Ajaran ialah: barangsiapa yang diajarkan: nasehat, petunjuk; misalnya, demikianlah ajaran guruku, maksud di sini adalah petunjuk dari KH. Rifai. Kemudian pengertian Rifaiyah adalah sekelompok umat yang mengamalkan ajaran konsep atau pemikiran KH. Rifai. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dicari jawabannya, dapat dirumuskan sebagai berikut; 1. 2. Bagaimana konsep ajaran tasawuf K H. Akhmad Rifai? Sejauhmana implementasi, respon konsep ajaran tersebut pada umatnya di

Kabupaten Temanggung? 3. C. 1. Bagaimana respon masyarakat di sekitar umat Rifaiyah?. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini mengarahkan kajiannya untuk mengetahui tentang pemahaman umat Tarojumah terhadap konsep atau pemikiran Kyai H. Ahmad Rifai, khusus dalam bidang tasawuf dan mengetahui sejauhmana umatnya merealisasikan atau menerapkan dan mengamalkan ajaran tersebut pada kehidupan sehari-hari, serta

25

mengetahui peta pengembangan atau perkembangan umat, faktor-faktor pendukungnya, baik dari segi internal maupun eksternal, respon masyarakat di lingkungan umatnya. 2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang berupa pengertian tentang ajaran ulama, utamanya ajaran tasawuf yang masih asing direalisasikan di daerah yang kondisi sosial, budaya dan ekonominya heterogen. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat jika di kaji secara mendetail, apalagi apabila ajaran tersebut dapat ter-realisasi dengan baik di masyarakat, dan pedomannya menjadi pegangan di lingkungan umatnya, bahkan dapat membudaya di lingkungan sosial dari semua tingkatan, serta mengetahui sejauh-mana ajaran tersebut dapat dijangkau dan dilaksanakan oleh umatnya, sebatas mana daerah dan pemahaman penganutnya, sesuaikah dengan kondisi zaman sekarang, apakah masih relevan jika diterapkan, khususnya di dalam mengamalkan ajaran tasawuf-nya. D. Kajian Teoritis

Tingkah-laku selalu didasarkan pada makna hasil konsepsi terhadap kehidupan pelakunya. Apa yang dilakukan dan mengapa seseorang melakukan berbagai hal, selalu didasarkan pada batasan-batasan menurut pendapatnya sendiri, dan dipengaruhi oleh latar belakang budaya, yang khusus (Spradley, 1980). Budaya yang berbeda, melatih orang berbeda pula dalam menangkap makna suatu konsep (Knobler, 1971), karena kebudayaan merupakan cara khusus yang membentuk

26

pikiran dan pandangan manusia (Cohen, 1971). Konsein (hati nurani) selalu berkaitan dengan pengalaman dan tujuan terjadinya proses konsepsi. Ia merupakan tingkahlaku selektif dan bertujuan (Bigge, 1984). Budaya sangat berperan dalam proses kognitif karena tanggapan dan pikiran merupakan alat utama, semua tingkah laku bersumber padanya (Mc. Fee, 1970). Kebudayaan sangat berhubungan erat dengan perilaku manusia dan kepercayaan (Goetz dan Le Compte, 1984), yang meliputi berbagai hal dalam kehidupan manusia diantaranya; kepercayaan kepada ajaran. Dengan demikian konsepsi ajaran selalu mempengaruhi setiap peristiwa sosial (Van Maanen, Dabbs & Faulkner, 1982). Tasawuf merupakan aspek aspek ketiga dalam Islam disamping syariah dan aqidah, sebab agama Islam berpokok pada Islam, Iman dan Ikhsan, baik tasawuf amali atau akhlaqi maupun falsafi sebagai sarana dalam perjalanan menuju Alloh, dengan mendaki berbagai tingkatan maqam dan hal, , jalan spiritual dan merupakan dimensi batin atau kehidupan batin, guna mencapai tujuan derajat yang tinggi, berada sedekat mungkin kepada Allah, mensucikan jiwa, melepaskan jiwanya dari kungkungan jasadnya, juga melepaskan diri dari noda sifat dan perbuatan tercela. Yang mana jika seseorang dapat mengembangkan hukum luar (entitas materi) dan mengembangkan realitas sebelah dalam, jika disatukan disebut kesejatian, namun yang dapat dibuktikan secara lahir adalah maqam ). Suatu sikap yang harus diterapkan sufi adalah merealisasikan maqam pada lingkungan kehidupan dalam hal meng-implementasikan keyakinannya dalam melayani umat atau masyarakat lingkungan kehidupannya. Dalam memahami dan menghayati suatu

27

ajaran yang diterapkan pada suatu organisasi, golongan atau umat tertentu, kondisi budaya juga ikut menentukan, dan frekuensi mempelajari ajarannya-pun demikian juga, semakin memahami terhadap ajaran tersebut kesiapan mereka merealisasikan dan menerapkan dalam tingkah laku kehidupannya semakin konsisten dan stabil, dan sebaliknya semakin kurang paham ajaran, semakin banyak terpengaruh dengan ajaran lain, dan semakin masa-bodoh dengan ajaran tersebut, walaupun mereka mengakui sebagai anggota organisasinya, justru dapat sesat atau menyesatkan. E. Telaah Pustaka

Penelitian ajaran Rifaiyah sudah sering diteliti oleh berbagai pakar ilmu pengetahuan diantaranya; Abdul Jamil, meneliti tentang sejarah Gerakan Kyai Haji Rifai dengan judul Perlawanan Kiai Desa, membahas karya, pemikiran maupun gerakan serta jaringan pengikutnya, serta perkembangan gerakan KH. Rifai. Kemudian kajian yang lain dari penulis di atas, berjudul; Islam Indonesia Abad Sembilan Belas: (Studi tentang protes keagamaan K.H. Ahmad Rifai Kalisalak), isinya merupakan gerakan protes KH. Rifai terhadap Pemerintah Belanda dan mengindentifikasikan tipologi gerakannya, serta perkembangan jemaat Rifaiyah pasca KH. Rifai. Kajian yang lain, yaitu Dartini berbentuk skripsi, dengan judul Gerakan Haji Ahmad Rifai di Kalisalak, Batang Abad XIX, berisi gerakan Rifai dan dampak ajaran bagi pengikutnya, masyarakat di wilayah atau daerah Batang, serta kebijaksanaan Pemerintah Belanda. Muslich Maruzi, judulnya: Perkembangan Pengikut KH. Rifai, isinya tentang keadan jamaah Rifaiiyah, perkawinan jamaat Rifaiyah,

28

resepsi perkawinan, dan hukum nikah. Muhamad Adabi Darban, judulnya: Gerakan Sosial Keagamaan di pedesaan Jawa Tengah 1850-1982 berupa tesis, isinya; corak gerakan Rifaiyah, sebagai gerakan sosial keagamaan, gerakan protes KH. Rifai dan pengikutnya, serta mengungkapkan corak gerakan Rifaiyah setelah ia meninggal. Karel A. Steenbrink berjudul: Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke 19, isinya, Survei historis tentang sejarah Islam Indonesia pada abad ke 19, pembahasannya mengenalkan sosok Akmad Rifai. Ahmad Sadzirin Amin, judulnya Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh Ahmad Rifai, RH maupun Pemikiran KH Rifai tentang Rukun Islam Satu, isinya penjelasan pemikiran dan ajaran Kyai Haji Rifai dan menunjukkan sumber rujukan yang diambil sebagai dasar dan pemikiran dari AlQuran, al-Hadits, dan Ulama Salaf dahulu. Nahar Nahrowi, berjudul: Potensi Lembaga Keagamaan Seri IV, Gerakan Rifaiyah, isinya; Survei umum gerakan Rifaiyah diwilayah Jawa Tengah, dari beberapa aspek paham keagaman, sejarah, potensi organisasi, usaha, pembiayaan, sasaran pisik dan hubungan luar. Mat Solikhin, judulnya: Kitab Kuning (Syafiiyah) dalam Fikih Ahmad Rifai; (Suatu kajian kitab kuning sebagai sumber rujukan kitab Tarajumah Ahmad Rifai), isinya; uraian tentang pengambilan rujukan kitab kuning sebagai dasar pemikian diantaranya, Ianah, Taqrib, Bughyah al-Murtarsyidin, dll, serta penjelasan tentang kitab kuning mulai abad XVII sampai XIX M, pemikiran ulama pertengahan abad X M. sampai XV. Murfi Hartoni, berjudul: Pelaksanaan Aqad Nikah berbahasa Jawa, isinya; tentang nikah memakai bahasa daerah sekitar KH. Rifai. Khabib meneliti

29

tentang dasar rukun Islam hanya satu yaitu sahadat, judulnya Syahadat sebagai Satu-Satunya Rukun Islam. Jika diperhatikan, sebagian besar penelitian kajiannya terfokus pada gerakan, profil, dan protes KH. Rifai terhadap penjajah, sedangkan inti ajaran terbatas hanya pada bidang fiqh, sebagian tasawuf kemudian penulis ingin mengetahui implementasi ajaran kyai, karena teori bukanlah suatu kenyataan yang terjadi di lapangan, yang menurut hemat penulis jauh dari kenyataannya, dan peta pengembangannya khusus di daerah Kabupaten Temanggung. F. Metode Penelitian

Berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian yang dapat dijelaskan secara singkat, sebagai berikut: 1. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Wonoboyo, Tretep, Candiroto, Bejen dan sekitarnya, yang dianggap sebagai basis penganut Rifaiyah atau umumnya masyarakat di kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, penghidupan masyarakatnya, adalah; petani, tokoh non formal, pegawai negeri, tingkat sosial ekonomi bawah dan menengah, dan sebagian besar menganut golongan Rifaiyah yang umatnya perkiraan mencapai 7.000 anggota. Kecamatan Wonoboyo adalah merupakan basis Rifaiyah, sehingga informasi dapat ditampung peneliti dengan lebih mendetail 2. Bentuk Penelitian.

Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian social fenomenologi, yakni peneliti menafsir beragam informasi dan masalah yang telah digali dan dicatat dari hubungan

30

pergaulan dimasyarakat (Bogdan dan Taylor 1975) dan hermeneutik, di mana mengarah pada penafsiran ekspresi yang penuh makna dengan melakukan interpretasi yang telah di lakukan pribadi atau kelompok manusia terhadap situasi mereka sendiri (Smith, 1974), jadi nantinya terjadi dialektik interaktif, serta tidak meninggalkan budaya agar dapat melihat perilaku pada masyarakat, kemudian strategi yang dipakai adalah penelitian kualitatif deskriptif dan reflektif agar menghasilkan hasil penuh nuansa dengan bentuk apa adanya, bukan sekedar jumlah ataupun informasi dengan bentuk angka. Karakteristiknya memakai natural setting, yang kajiannya adalah pada perilaku manusia sehari-hari, dalam keadaan yang rotin secara apa-adanya. Kemudian tekniknya cenderung purpossive sampling agar tidak terlalu banyak informan (diarahkan pada sumber yang memiliki data penting yang berkaitan dengan permasalahan), sedang analisisnya digunakan pada analisis induktif, dengan buktibukti yang terkumpul dan saling berkaitan (bottom-up grounded teory), sedangkan hal yang lain, karena fokus penelitian sudah ditentukan, maka studi kasus yang digunakan adalah studi kasus terpancang (embedded case study research). 3. Sumber data.

Data atau informasi yang paling penting dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini, sebagian besar digali dari beragam sumber data dan jenis sumber data antara-lain meliputi: Informan atau nara-sumber, yang terdiri dari para kyai, tokoh masyarakat baik formal maupun non formal, dan sebagian besar anggota masyarakat Islam Tarajumah, guna

31

mengetahui anggapan-anggapan negatif dari luar aliran Islam Tarajumah, serta mengetahui luas jangkauan wilayah Rifaiyah di daerah Temanggung. Dokumentasi yang tersedia di lokasi penelitian, namun sebagai acuan tasawuf hanya digunakan 4 kitab tersebut diatas, dan mengetahui kegiatan anggotanya di daerah. 4. Tehnik Pengumpulan Data.

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka tenik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah: a. Wawancara mendalam (indepth interviewing).

Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal, dan bisa di lakukan berulang pada informan yang sama. Pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi yang bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Kelonggaran dan kelenturan cara ini akan mampu mengorek kejujuran informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya, terutama yang berkaitan dengan perasaan, sikap dan pandangan mereka terhadap konsep ajaran kyai. Teknik wawancara dilakukan pada semua informan. b. Observasi langsung. atau observasi berperan pasif dengan cara formal maupun

informal pada kehidupan sehari- hari di lingkungannya. Mencatat dokumen (content analysis). Tehnik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersumber pada dokumen dan arsip pada saat pertemuan rotin tokoh atau dokumen.

32

Tehnik cuplikan (sampling). Penelitan kualitatif cenderung menggunakan tehnik cuplikan yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik empirisnya atau singkatnya (criterion base selection), dikembangkan dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dari sumber (internal sampling) agar dapat di ambil kesimpulan oleh peneliti suatu pikiran umum yang muncul mengenai apa yang dipedomani, sedang validitas data mengambil bentuk triangulasi data sumber, yaitu mengumpulkan data sejenis dari sumber data yang berbeda . 5. Tehnik Analisis. Tehnik analisis dalam penelitian ini adalah beberapa desa atau lingkungan, maka yang digunakan adalah analisis antar kasus (cross site analysis) dan proses analisis-nya menggunakan model analisis interaktif, kemudian dibentuk simpulannya atau verifikasinya, aktifitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus antara pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan. G. Sistematika Penulisan

Tesis ini disusun dalam tiga bagian, yaitu bagian pertama, bagian isi dan bagian terakhir. Bagian muka, halaman judul, nota pembimbing, pengesahan, deklarasi, abstraksi, kata pengantar, transliterasi, persembahan, motto, daftar isi, dan daftar tabel.

33

Bagian isi memuat lima bab pembahasan: Bab pertama sebagai bab pendahuluan, di paparkan mengenahi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan tesis. Dalam bab ini diuraikan, mengapa kajian mengenai implementasi tasawuf seorang tokoh KH. Ahmad Rifai perlu diteliti dan penting dilakukan. Bab kedua, dikemukakan uraian mengenai konsep tasawuf secara umum, bibliografi, karya dan konsep tasawuf Kyai Haji Ahmad Rifai yang digunakan sebagai pedoman umat Rifaiyah. Bab ketiga memuat pembahasan peta daerah perkembangan Rifaiyah di Temanggung, dijelaskan pula tentang demografi kabupaten Temanggung secara umum dan khususnya daerah kecamatan Wonoboyo dan daerah sekitarnya yang dijangkau oleh jaringan pengikut Rifaiyah, serta sistem perkembangan jaringan Rifaiyah di daerah ini. Bab keempat merupakan inti pembahasan dalam penulisan tesis ini, di mana dalam bab ini dijelaskan tentang implementasi, pengamalan dan penerapan tasawuf Rifaiyah pada umatnya, serta di sini dapat diketahui ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di daerah Rifaiyah, anggapan-anggapan yang benar atau yang keliru dalam penerapan ajaran Rifaiyah, di jelaskan juga tentang faktor-faktor pendukung perkembangan ajaran maupun faktor lain yang menjadikan umat Rifaiyah bersikukuh mempedomani serta memegang ajaran KH. Rifai.

34

Bab kelima merupakan penutup dari rangkaian penulisan tesis ini. Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan dari analisis-analisis pembahasan sebelumnya. Selain itu dikemukakan saran-saran yang bermanfaat, baik masalah pengkajian sebelumnya, maupun tentang hakikat pengamalan ajaran Rifaiyah ini. Bagian akhir, dikemukakan lampiran-lampiran, bibliografi penulis, dan peta/lokasi daerah Kabupaten Temanggung dan daerah Rifaiyah.

BAB II PERSEPSI TASAWUF KH. AHMAD RIFAI

A. KONSEP TASAWUF 1. Tasawuf Dalam Pengertian Umum Agama Islam mempunyai tiga konsepsi yaitu; Iman, Islam dan Ihsan. Ihsan sebagai asas pokok ketiga dari agama Islam merupakan sumber ajaran tasawuf. Dikatakan bahwa tasawuf adalah jantung Islam, karena tasawuf merupakan aktualisasi dari trilogi ajaran Islam yaitu ihsan, di mana dalam setiap keadaan manusia selalu dalam

35

pantauan penglihatan Tuhan.Tasawuf merupakan ungkapan pengalaman keagamaan bersifat subjektif dari seseorang dalam menanggapi Allah dengan menitikberatkan pada aspek pemikiran dan perasaan, sehingga dapat dianggap sebagai seni atau cara yang mengantarkan manusia untuk berada dalam keselarasan dan keseimbangan penuh. Bangsa Barat menyebut istilah tasawuf dengan Islamic mysticism. Atau dengan kata lain sufi identik dengan mistik, bahasa Yunani yang merembet ke bahasa Arab yang akhirnya disebut sufi. Dari segi lughat, asal kata sufi terdapat berbagai macam pendapat ulama, sebagian mengatakan bahwa kata sufi berasal dari kata shuf (bulu), dinisbatkan kepada pakaian lahirnya, di mana berpakaian bulu merupakan kebiasaan para sufi, karena lebih mendekati kepada kerendahan diri dan zuhud. Ulama lain mengatakan dari kata shuffah yakni golongan ahl al-Shuffah yakni golongan orang miskin yang berhati mulia, tidak mementingkan keduniaan, dan inilah sifat-sifat kaum sufi. Pendapat yang lain menyatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shfa yang berarti bersih. Dikatakan juga berasal dari kata shf, shufanah, bahkan ada yang mengatakan berasal dari kata theosofi bahasa Yunani; yang berarti ketuhanan, namun penulis cenderung pada pendapat yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari shuf, dinisbatkan dengan orang yang berpakaian bulu domba disebut sufi, dan perilakunya disebut tasawuf, mereka memilih kain wol yang kasar sebagai simbul kesederhanaan. Pengamal tasawuf disebut shufi karena hatinya tulus dan bersih di hadapan Tuhannya. Di dalam bentuk mufrad, kata sufi dikenal dalam masyarakat Islam pada masa pertengahan abad kedua hijriyah, dan orang yang mula-

36

mula digelari sebagai sufi adalah Abu Hasyim al-Kufi (w. 150 H.) dan Jabir ibn Hayyan (w. 208 H.), sedangkan kata shufiyyah bentuk jamak, baru dikenal tahun 199 H. Sufisme dianggap sebagai sesuatu yang rumit, sehingga tidak ada jawaban yang bersahaja, yang dapat menjawab asal usul ajaran tersebut. Jika ditanyakan Apakah bibit sufisme memang benar ada didalam Al-Quran ? Maka penulis menjawab Ya. Munculnya sufi adalah saat setelah banyak orang Islam yang gemar berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi, pada zaman kehidupan sahabat Nabi, sebagian para sahabat dan tabiin memilih jalan hidayah, berpegang teguh kepada ajaran Al-Quran dan Sunah Nabi dalam kehidupannya. Mereka gemar beribadat, menjauhkan diri dari kemewahan hidup duniawi dan mengasingkan diri dari keramaian untuk beribadat, berzikir dan sebagainya, mereka yang mengarahkan hidupnya kepada ibadat, mensucikan diri dari kelezatan duniawi, sehingga mereka disebut shufiyyah dan mutashwwifiin, orang yang berusaha menjadi sufi di sebut mutashwwif, jamaahnya disebut mutashawwifah. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu tasawuf sebagai suatu ilmu yang lahir kemudian dalam Islam. Tasawuf merupakan ilmu yang berhubungan erat dengan pengalaman kerohanian dan bersifat batiniah, berciri individual-subyektif, setiap sufi memiliki pengalaman berbeda, sehingga mereka dalam membuat definisi dan pengertianpun berbeda-beda, mengikuti pengalaman yang dirasakan dalam jiwa atau batinnya para sufi saat taqarrub dengan Allah, sehingga dapat dikatakan setiap

37

Ulama mendefinisikan tasawuf sesuai dengan tingkatan maqamnya. setiap ungkapan selalu dikaitkan dengan pengalaman sufi sendiri. Tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara orang muslim dengan Tuhan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah bagian dari ajaran Islam, karena dia membina akhlaq manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin dunia dan akhirat. Oleh karena itu siapapun boleh menyandang predikat mutashawwif, sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh rizki tidak lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya, yang pada pokoknya menyandang sifatsifat mulia, dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Aspek-aspek itulah yang sebenarnya dikehendaki dalam bertasawuf. Apapun akar kata yang merupakan bibit dari tasawuf, sebenarnya arti yang terkandung di dalamnya, secara umum merujuk kepada kebersihan batin yang menjadi inti sikap dan ajaran di dalam mendekatkan diri kepada Allah, Dia hanya bisa didekati dengan kesucian dan kebersihan diri serta keagungan tingkah laku hamba-Nya. Sufi mempunyai dua aspek, yakni aspek lahiriyah dan batiniyah. Ahl alSuffah dalam menjalani kehidupan tasawuf memakai bulu domba merupakan aspek lahiriyah, mereka di anggap sebagai orang yang meninggalkan dunia dan hasrat jasmani; benda dunia ini hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pakaian, makan, sekedar menghindarkan diri dari kepanasan, kedinginan serta kelaparan,

38

sedangkan teori yang melihat sufi sebagai orang yang mendapat keistimewaan dihadapan Tuhan, lebih menitikberatkan pada aspek batiniyah. Dalam aspek ini tasawuf bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, mereka sadar berada di hadirat Tuhan. Intisari sufisme adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara manusia dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontempelasi mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan Tuhan. Tujuan akhir tasawuf ialah sampai kepada Dzat al-Haq dan bersatu dengan Dia. Jalan yang harus ditempuh dalam kehidupan tasawuf untuk mencapai marifat dikenal dengan tarekat, berawal dengan kesucian hati dengan cara dzikir dan berakhir dengan fana, dengan menempuh maqamat dan ahwal. Kesucian dan kebeningan hidup manusia itu, paling tidak meliputi tiga aspek penting yang ada dari dalam diri manusia dan harus diekspresikan dalam kehidupan. Mengenai jumlah maqamat yang harus ditempuh para sufi berbeda-beda, sesuai dengan pengalaman pribadi yang bersangkutan. Abu Nasr al-Sarraj menyebut tujuh maqamat, yaitu; taubat, wara, zuhud, faqir, sabar, tawakal dan ridla. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadzi mengemukakan beberapa maqamat, yaitu; tabat, zuhud, sabar, al-fakr, al-tawadlu, taqwa, tawakkal, ridla, mahabbah, marifat dan ridla. Pendapat lain mengatakan bahwa kesufian sah bagi seseorang bila telah melampui empat puluh maqamat dari ikhlas hingga berakhir ke tasawuf sebagai maqam terakhir. Dalam perjalanannya, seorang sufi sering menemui istilah hal yaitu sikap rakhaniyah yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia tanpa di usahakan olehnya,

39

seperti; khauf, tawadlu, ikhlas, ins, wajd dan sukr. Kemudian sebagian pendapat bahwa melalui bentuk fana dan ittihad, dan bentuk hulul dan wihdat al-wujud.

2.

Realisasi Pengamalan Tasawuf Dan Perkembangannya

Pengamalan dan kehidupan tasawuf telah dilakukan sejak Rasulullah masih hidup, dengan wujud tahanuts yang dilakukan di Gua Hira, yang merupakan awal Nabi SAW mendapat hidayah, membersihkan hati, mensucikan jiwa dari noda penyakit yang menghinggapi sukma, dan waktu itulah puncak kebesaran, kesempunaan dan kemuliaan jiwa Nabi, yang membedakan beliau dari kebiasaan hidup manusia biasa, mimpi hakiki memancar dari sela-sela renungannya, memancar kebenaran yang telah ditunjukkan jalan menuju Tuhannya. Selama hidupnya, segenap perikehidupan beliau menjadi tumpuan perhatian masyarakat karena segala sifat terpuji terhimpun pada dirinya. Bagaikan lautan budi yang tidak pernah kering dari air, kendati diminum semua makhluk yang memerlukannya. Sikap khauf dan raja ditampakkan olehnya dengan sedu sedan tangisnya, syukur setiap saat bersujud, munajat dan sembahyang sampai pecah kedua telapak kakinya, Kesederhanaannya diikuti Khulafa Al-Rasyidin, bagai ucapan Abubakar; Kemuliaan itu merupakan buah dari taqwa, fana merupakan hasil dari keyakinan dan kemuliaan itu adalah hasil dari tawadlu. Demikian juga Umar bin al-Khathab tentang keadilan dan amanahnya, pidato dihadapan orang hanya pakaian bertambal dua belas, karena tidak mempunyai

40

kain selainnya, bahkan saat ditanyakan kepadanya tentang keterlambatan mengimami shalat, dia menjawab: Kain saya sedang dicuci, tiada kain lain yang kumiliki. Sahabat Usman bin Affan, dikenal pemurahnya, penolong perjuangan Islam, demikian juga Ali bin Abi Thalib juga dikenal dalam ibadahnya dan kesederhanaannya di mana tidak peduli pakaian robek dan menjahit sendiri, sehingga pernah di tanyakan kepadanya; Mengapa sampai begini ya Amirul Mukminin? jawabnya; Untuk menghusyukkan hati dan menjadi teladan bagi orang yang beriman. Kesederhanaan hidupnya terealisasi di dalam rumah-tangganya, hingga di dalam rumahnya hanya tergantung sebuah pedang, baju dan sehelai kain yang dia pakai bergantian dengan istrinya, Fatimah. Dia dermawan, mengutamakan fakir miskin daripada dirinya. Hal demikian diikuti di antara sahabat yang amat memperhatikan kehidupan kerohanian dan berusaha menganalisis serta cermat di perbagai aspeknya. Salah seorang di antara mereka adalah Huzaifah bin Yaman. Esoterisme yang kuat memancar dari celah-celah kehidupan mereka dan memberikan daya tarik dalam keteladanan dan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga, Hasan dari Basrah, dia hidup dengan sederhana dan mengajarkan hidup kerohanian dalam bentuk teori-teori yang berpusat kepada rasa takut (khauf) dan harapan (raja). Adapun tokoh sufi masa klasik diantaranya: Dari masa Huzaifah bin Yaman, Imam Abu Hanifah, Sofyan Tsauri, Ibrahim bin Adham, Imam Malik bin Anas, Malik bin Dinar, Rabiah al-Adawiyah, Fudhail bin Iyadh, Makruf al-Karkhi, Imam Syafii,

41

Imam Ahmad bin Hambal, Al-Harist al- Muhasibi, Zunnun al-Misri, Sarri al-Saqati, Abu Yazid al-Bisthami, Junaid al-Baghdadi, Ibrahim al-Khawwas, Abul Husain, alNuri, Al-Khallaj, Abu Bakar al-Syibli sampai Abu Thalib al-Makki. Kisah kehidupan selanjutnya, semakin berkembangnya Islam dan semakin mekarnya budaya, ilmu pengetahuan, politik dan ekonomi maka kehidupan Islampun mulai terpengaruh dengan budaya bangsa lain, akibatnya duniawi dan kecenderungan yang materialistis mendorong orang berpikir formalistis, sementara ajaran-ajaran Islam yang bersifat formalitis dan kering dari penghayatan kerihanian berkembang pesat dalam ajaranajaran syariah atau fiqh, dan ajaran-ajaran kerohanian yang sudah membentuk ajaran-ajaran sendiri dalam tasawuf, mulai menampakkan perbedaan-perbedaan. Golongan eksoteris (ahl al-zahir) menganggap jalan syariah sebagai satu-satunya jalan yang benar, sedang kalangan tasawuf yang mementingkan pengalaman esoteris (ahl al-bathin) menganggap tasawuf sebagai satu-satunya jalan kebenaran. Silang pendapat mulai tampak, ukhuwah Islamiyah mulai terganggu dan dinamika Islam mulai pudar. Usaha memadukan antara dua kubu pemikiran itu telah diusahakan oleh Harist al-Muhasibi dan Abu Thalib al-Makki, namun yang paling berhasil adalah Imam Ghazali melalui karya besarnya Ihya Ulumiddin. Secara sistematis al-Ghazali menggabung syariah dan tasawuf dalam ilmu yang menghidupkan Islam dalam kehidupan seorang muslim. Dalam masa-masa berikutnya, di samping tasawuf juga mulai berkembang tarikat dengan berbagai latar belakang aliran yang mendasarinya. Kalangan sufi sendiri yang

42

mengamati perkembangan itu merasakan mulai tumbuhnya kehidupan eksklusif, kultus individu dan berbagai penyimpangan dari ajaran yang sebenarnya. Ibnu Taimiyah berusaha memurnikan kembali, menolak segala bentuk penyimpangan (bidah dan khurafat) dalam tubuh tasawuf dan segera mengembalikannya ke dalam ajaran al-Quran dan Sunah Nabi secara ketat. Usaha ini dilanjutkan oleh pengikut setianya Ibnu al-Qayim al-Jauziyah. Pada masa modern, keadaan kaum muslimin pada umumnya terbenam dalam kancah yang statis, lemah dan tertinggal dari bangsa-bangsa lain, maka Dr. Muhamad Iqbal yang berusaha mengadakan pemahaman baru dan mendinamisasikannya melalui ajaran-ajaran tasawuf yang berpusat pada insan kamil. Demikian juga Hamka mengemukakan perlunya ajaran tasawuf yang bersifat modern hingga memiliki daya tarik dan melahirkan dinamika kaum muslimin. Dr. Abdul Halim Mahmud menganggap penting tasawuf dalam penghayatan dan religiositas yang utuh dalam menghadapi arus teknologi canggih dan globalisasi. Lebih jauh, usaha pembentukan dan pembinaan diri sufi dilakukan melalui usaha-usaha yang serempak dalam takhalli, tahalli, dan tajalli. Seorang sufi yang telah menemukan kebenaran, akan tetap dan selalu bersama kebenaran itu sampai akhir hayatnya, mereka berusaha untuk mencapai marifatullah dan ibadah yang didirikan adalah karena kelayakan bagi-Nya sebagai satu-satunya yang sewajarnya disembah. Maka kerelaan Allah, pengenalan dan penyaksian atas-Nya adalah tujuan akhir satu-satunya bagi sufi.

43

Melihat pentingnya tasawuf, maka tasawuf merupakan wahana yang sangat representatif untuk dipelajari dan diamalkan, karena mampu menyentuh dua dimensi yang ada pada setiap diri yaitu nasut dan lahut, sehingga manusia mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai hamba Tuhan dan mahluk sosial secara seimbang. Ajaran tasawuf dan kehidupan sufi ibarat samudera luas, mengandung ribuan mutiara amat berharga dan kekayaan yang berlimpah ruah, seperti yang disaksikan, ajaran tariqat dari Timur Tengah merembes ke Indonesia melalui Aceh terus ke Jawa, diantaranyaa; tarikat Satariyah, Qadariyah Naqsabandiyah, Syadziliyah dan lainnya. Gerakan tarekat di Indonesia pada dasarnya mengasingkan diri dan menyingkir mencari ketenangan di pelosok-pelosok atau sudut-sudut kota, terutama sewaktu jaman penjajahan, diantaranya gerakan Tarekat Akmaliyah yang dipimpin Kyai Nurhakim (1866 M.), dan gerakan Haji Akhmad Ripangi di Kalisalak (1855 M.). B. BIOGRAFI DAN KARYA - KARYA KH. AHMAD RIFAI 1. Awal Kehidupan KH Rifai.

KH. Ahmad Rifai lahir di desa Tempuran, arah selatan dari Masjid Kendal, pada tanggal sembilan bulan Muharram tahun 1207 H/ 1786 M, dari ayah seorang penghulu bernama Muhammad bin Abi Suja. Ditinggal mati ayahnya saat ia berumur enam tahun. Anak yatim ini, selama kira-kira enam bulan dalam pemeliharaan ibunya, kemudian diserahkan kepada pamannya Syekh Asyari, di pondok Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Di pondok Kaliwungu Rifai menimba ilmu

44

alat, diantaranya: nahwu, sharaf dan ilmu ilal, serta politik, tasawuf, tauhid dan marifat dll. Karena dia anak cerdas maka tak aral lagi bila K. Asyari sangat mengasihi dan memperhatikannya. Menjelang umur 25 tahun dia berangkat ibadah haji ke Mekah pada tahun 1232 H. Usai ibadah haji dia berguru bersama dua temannya di Tanah suci kepada: Syeikh Abd. al-Rahman, dan Syeikh Abu Ubaidah, Syeikh Abd al-Aziz, Syeikh Usman dan Syeikh Abd al-Malak. Dari Abdul Aziz sendiri ia belajar ilmu makrifat atau dikenal oleh ahli Tarajumah dengan ilmu istiqrab. Selesai belajar di tanah suci, ketiganya bersama-sama pulang ke tanah Jawa. 2. Sepak Terjang Perjuangan KH Ahmad Rifai. Saat Ahmad Rifai kembali di Jawa, pulau Jawa saat itu dikuasai Bangsa Belanda dan kehidupan bangsa Jawa sangat menderita akibat penjajahan, sehingga mulai saat itulah dia berusaha untuk menentang penjajah agar keluar dari tanah Jawa. Dia berjuang dengan cara menguatkan aqidah dan jiwa kaumnya dan ketajaman fatwa. Mula-mula ia mengajar di pesantren kakak iparnya, kepada muridnya ia mengutamakan pelajaran usul al-din (teologi), fiqh (hukum) dan tasawuf. Disamping mengajar, dia rajin berdakwah sampai Wonosobo, Magelang dan Banyumas. Dia melakukan dawah mengenai rukun Islam, utamanya masalah ibadah lahir dan memperkuat keimanan bagi masyarakat sekitarnya. Akhirnya didaerah tersebut didirikan organisasi tradisional Islam, yang sederhana dan cukup efektif, sesuai dengan zaman dan lingkungannya berbentuk poros iman umat, guru-murid, dengan tujuan membentuk kader pemimpin alim-adil, mukmin-muslim yang berani

45

mengatakan kebenaran dan kepribadian. Semakin banyak penganutnya, timbul kedengkian diantara ulama, terjadi adu domba antara kyai Rifai dengan pemerintah saat itu dengan tuduhan makar, tetapi dengan kejujuran fatwanya, dia dibebaskan dari tuduhan dan justru semakin banyak pengikutnya. Kejadian yang sama berulang dengan meminta dukungan penguasa di daerahnya dan pada tuduhan kedua inipun dia dibebaskan. Setelah dua kali mendapat masalah dengan penjajah maka ia pindah ke Kalisalak, Limpung, Kabupaten Batang. Ibarat emas adalah emas murni, kemana dia berada orang mencari, demikian juga Akhmad Rifai pindah dari keramaian ketempat sepi, umatnya selalu mengikuti. Di Kalisalak justru didatangi murid dari daerah lain, seperti; Kyai Ilham, dari Batang, (Kyai ini yang kemudian hari menjadi sumber mata rantai umat Tarajumah di Kabupaten Temanggung), Kyai Abu Hasan dari Kepil Wonosobo, dan Muhamad Tuba, dll. Mulai saat itulah Kyai Haji Rifai mulai menciptakan kitab Tarajumah dari bahasa arab kedalam bahasa jawa pegon, dengan tujuan untuk memudahkan kaum awam dalam pemahaman ajaran aqidah dan hukum Islam, sekaligus agar digemari masyarakat lingkungannya karena sebagian banyak uraian ajarannya berbentuk untaian syair, disamping menanamkan keyakinan kepada mereka. Oleh karena itu kyai Rifai dikenal sebagai seseorang ahli ilmu bayan, ilmu filsafat dan ahli siir. Kitab pertama diciptakan adalah untuk mendalami ibadah, tauhid dan makrifah, dia meringkas kitab-kitab Hiyarat al-mukhtasar yang berisi syariat, tariqat dan hakikat.

46

Menurut penuturan manaqib Rifaiyah, Syekh Ahmad Rifai mempunyai sifat-sifat; rendah diri (tawadhu), laisa al-maru anaaniyyun, dia tidak bermegahan (zuhud), tidak sombong (takabur), tidak mementingkan atau membanggakan diri sendiri (ujub) dan sabar dalam melayani murid maupun umatnya, menghormati kepada murid, selalu menutupi rasa malu orang lain, senang berkunjung ketempat umatnya, jika suatu saat tidak hadir di majlis pertemuannya. sesuai dengan ajaran tasawwuf yang ditulis dalam kitabnya. Dia termasuk tokoh karismatik. Dia masyhur dengan ilmu terawangan dan ilmu batin atau ilmu gaib serta ilmu jiwa, maka bagi orang yang kurang memahami hal ini (yakni ilmu hak) akan selalu membuat fitnah kepada kyai Haji Rifai. Kegiatan KH. Rifai di Kalisalak, antara lain: 1. Menerjemah kitab-kitab dari bahasa arab ke bahasa Jawa guna menyuburkan

hukum Allah dan Rasulullah agar dipahami dan diamalkan bagi mukallaf yang bodoh supaya cepat paham. 2. Meningkatkan pembinaan kaifiyah ibadah, supaya orang Islam beribadah

diterima oleh Allah. 3. Persatuan umat Islam dan persaudaraan umat Islam (Ikhwanul Muslimin)

supaya jangan bertentangan paham di antara umat Islam dan bersatu aqidahnya untuk memberantas kaum penjajah supaya merdeka. (Nima al-abdu innahu hurrun, wa yuhzamu hukuumat al-daulati hairun, inna al-abda bi hukuumat al-daulati syarrun, inna silah al-muminu al-duaau wa dlairu)

47

4.

Memberantas tindakan yang tidak mendapat ridho dari Allah SWT.(yaitu

tindakan fasiq), supaya berbuat adil. 5. Membuat madrasah al-Wiqayah al-Islam untuk menjaga kemurnian Islam dan

untuk mendidik anak anak supaya akhlaqnya bagus dan mulya serta menjaga kemurnian ajaran KH. Rifai. Dengan adanya kegiatan, yang makin lama makin kuat dan hebat, maka timbulah kedengkian para kyai sekitar Kalisalak, sehingga membuat fitnah kepadanya dan melaporkan kepada pemerintah dengan tuduhan; 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. KH Rifai adalah kyai yang membenarkan dirinya dan menyalahkan kyai lain. KH Rifao menyalahkan orang sholat berjamaah imamnya selain dia. Kyai membubarkan jemaat dimasjid Batang. Pemerintah dianggap fasiq. Kyai membatalkan perkawinan rakyat yang sudah dikawinkan pemerintah. Kyai melarang orang membaca Al-Quran. Kyai meng-anjing gilakan pemerintah.

Dari sekian banyak tuduhan yang dianggap keliru oleh kyai adalah tentang jamaah bukan kepada dirinya, tetapi tidak sah makmum kepada imam fasiq. Masa akhir kehidupannya, oleh pemerintah Belanda dia disingkirkan ke Ambon, kemudian dipindah ke Makasar, akhirnya ke Menado dan meninggal disana waktu berusia 91 tahun. Walaupun berada di pengasingan, untuk membuat kitab masih tetap dilakukan dan selalu mengirimkan pesan-pesan kepada para muridnya.

48

Mengenai keorganisasian Rifaiyah perkembangannya agak tersendat-tersendat perjalanannya, walaupun sampai kini terus berkembang. 3. Karya Karya KH. Akhmad Rifai. Menurut penuturan Abdul Jamil, jumlah kitab karangan KH Rifai belum ada kepastian, walaupun kalangan pengikutnya sudah membuat daftar nama kitabnya, karena banyak dari kitab karangannya yang dirampas kaum penjajah. Kemudian dikatakannya bahwa kitab yang tersimpan di Universitas Leiden, yang merupakan koleksi dari sejumlah tokoh, pejabat Hindia Belanda diantaranya: Snouck Hurgronje, Hazeau, DA. Rinkes, dan GWJ. Drewes. Sebagian besar, kitab Rifaiyah berbentuk syair, dan sebagian lain berbentuk prosa serta menggunakan bahasa jawa atau melayu. Kitab yang ditulis dalam daftar yang bersumber dari jamaah Rifaiyah Paesan, kecamatan Kedungwuni, Pekalongan berjumlah limapuluh dua kitab, sedangkan yang memuat tentang tasawuf sejumlah enam kitab yakni: Ahsan al-Mitholab, Asn alMiqhasad, Jam al-Masaail, Abyan al-Hawaij, Riayah al-Himmah, dan Asad. C. Pemikiran Kyai Rifai dalam Bidang Tasawuf

Pemikiran tasawuf KH. Ahmad Rifai sebenarnya sangat ringkas dan padat isinya eperti yang dinyatakan diatas bahwa ajaran yang memuat tentang tasawuf sejumlah enam kitab yakni: Ahsan al-Mitholab, Asn al-Miqhasad, Jam al-Masaail, Abyan alHawaij, Riayah al-Himmah, dan Asad merupakan realisasi ilmunya yang dijelaskan dengan syair-syairnya, yaitu:

49

Utawi ilmu tasawuf kapertelanan, Yaiku ngaweruhi ing setengah kelakuan, Sifat kang pinuji lan kang kacelanan, Kang ana ing dalem batin panggonan Supaya bener ati marang Allah nejane, Lan ilmu tasawuf kang wus tinutur, Iku perintah ambeciki ati milahur, Maring Allah kang sineja ati sabenere.

Artinya:

Adapun ilmu tasawuf penjelasannya, Yaitu mengetahui sebagian dari perbuatan, Sifat yang terpuji dan yang tercela Yang ada dalam batin tempatnya, Supaya benar dalam kepada Allah tujuannya, Dan ilmu tasawuf yang sudah disebutkan Yaitu perintah untuk memperbaiki hati Kepada Allah yang dituju hati sebenarnya.

50

Utawi pertelane setengah sifat, Kang pinuji dene syara mangfangat, Yoiku wulung perkara iki wilangane, Zuhad, qanaah, sabar, tawakal atine Mujahadah ridha syukur ikhlas nejane, Khauf mahabah marifat kawengku maknane. Utawi pertelane setengah sifat cinela, Dene syarak kang ana ati dadi ala, Yoiku wulung perkara ikilah peRtelane, Hubbud dunya tama, itbaul hawa katula. Ujub riyatakabbur hasud sumah,

Artinya:

Adapun penjelasan sebagian sifat Yang terpuji oleh syara manfaat Yaitu delapan perkara bilangannya Zuhud, qanaah, sabar, tawakal hatinya Mujahadah ridha syukur ikhlas tujuannya Khauf mahabbah makrifat sudah terkandung maknanya. Adapun penjelasan sebagian sifat yang tercela,

51

Oleh sarak yang dihati menjadi jelek Yaitu delapan perkara inilah penjelasannya Hubb al- dunya tamak itbaul hawa, Ujub riya takabbur hasud sumah

Kiai Rifai menekankan hubungan erat antara syariat, tarikat, dan hakikat. Syareat tarekat hakikat bercampur, Wong ibadah maring Allah begja lan jujur, Wong tinggal syariat ora sah taat lebur, Wong tinggal tarekat saking Allah mungkur Tinggal hakikat suwung sepi ganjaran, Terkadang kufur iman makbul kerusakan.

Artinya :

Syariat tarikat hakikat bercampur, Orang ibadah kepada Allah beruntung dan jujur, Orang meninggalkan syariat tidak sah ketaatannya hancur, Orang meninggalkan tarikat berarti membelakangi Allah, Meninggalkan hakikat akan sepi pahalanya, Terkadang kufur iman menjadi kerusakan.

52

Tasawufnya menekankan agar menguasai syariat, dia mencela terhadap sufi yang hanya mementingkan aspek batiniah dan mengabaikan syariat. Lebih lanjut syairnya sebagai berikut; Pura-pura ahli sufi inggonan, Yektine bodo tan weruh syara penggeran Ing dalem ilmu tasawuf kebodohan, Patut sasar kufur sebab kataqsiran Ngugemi ilmu syariat mung kedik, Durung cukup ginawe amal becik Kesusu sengit ing setengah syara nampik.

Artinya :

Pura-pura menjadi ahli sufi tempatnya, Kenyataannya bodoh tidak mengetahui aturan syara, Di dalam tasawuf kebodohan, Patut sesat kufur sebab masih kurang, Menguasai ilmu syariat hanya sedikit, Belum cukup untuk beramal kebajikan, Tergesa-gesa benci pada sebagian syariat menolak,

53

Itu adalah orang sesat kafir munafiq.

Kiai Rifai membagi ilmu menjadi dua hal, yaitu ilmu zahir (fiqih) dan ilmu batin (tasawuf), sebagaimana dinyatakan; Maka mahesna sira ing dahir kelakuan, Lan ing batin neja ing Allah pangeran Kelawan saben ilmu dahir kinaweruhan, Lan ilmu batin ana syara panggeran Ilmu dahir iku ilmu fiqh hukumane.

Artinya:

Maka hiasilah dirimu dalam zahirnya perbuatan, Dan di batin bermaksud menuju tuhan Allah, Dengan menggunakan ilmu zahir yang sudah diketahui, Serta ilmu batin sesuai dengan aturan syara, Ilmu zahir itu ilmu fiqih yang bertalian dengan hukum.

Kyai Rifai menyatakan bahwa belajar ilmu tasawuf dan mengamalkannya adalah wajib dan bahkan orang yang mengabaikan dapat menjadi kafir dari imannya sebagaimana dinyatakan;

54

Babun ikulah bab nyataaken tinemune, Ilmu tasawuf kang diwajibaken ngupayane Uga wajib dingamalaken sakuwasane, Ingatase mukalaf arep ngaweruhi ilmune.

Artinya :

Bab inilah bab menyatakan jadinya, Ilmu tasawuf yang diwajibkan mengupayakan, Juga wajib diamalkan semampunya, Bagi orang mukallaf yang ingin mengetahui ilmunya.

Kemudian KH. Ahmad Rifai menjelaskan tentang amaliyah tasawuf berupa latihan ruhani dengan jalan; pertama, mengisi diri sendiri dengan akhlak mahmudah meliputi delapan hal, yaitu; zuhud, qanaah, sabar, tawakal, mujahadah, ridha, syukur, dan ikhlas. Kedua, mengosongkan diri sendiri dari akhlak mamdudah meliputi delapan hal pula, yaitu; Hubb al- dunya, tamak itbaul hawa, ujub, riya, takabbur, hasud, dan sumah yang kemudian ditindak-lanjuti dengan kedekatan kepada Allah dan pengenalan Allah dengan mata hati. Dia menjelaskan ajarannya sebagai berikut; a. PENGISIAN DIRI DENGAN AMALIAH TERPUJI, YAITU:

55

1). ZUHUD MAKNA ZUHUD TAPA MENGO KADONYAN, IKU ORA NANA IBARAT KEKAREPAN, SAKING NYEPEAKEN WONGIKU TANGAN, SAKING ARTA BALIK YAIKU TINEMUNE, NYEPEAKEN WONGIKU TINEMUNE, NYEPEAKEN WONGIKU ING ATINE SAKING GUMANTUNG KELAWAN ARTANE.

ARTINYA: MAKNA ZUHUD BERTAPA MEMBELAKANGI DUNIA, BUKANLAH GAMBARAN SESEORANG, YANG MENGGOSONGKAN TANGAN, DARI HARTA BENDA, SEBALIKNYA, MENGOSONGKAN HATI DARI KETERGANTUNGAN KEPADA HATA BENDANYA.

ZUHUD ITU PADA HAKIKATNYA ADALAH PENGENDALIAN HATI TERHADAP KEDUNIAAN. ZUHUD YANG TIDAK MEMBELAKANGI DUNIA, NAMUN MENGANJURKAN MEMPERBOLEHKANNYA, UNTUK MENCUKUPI KEBUTUHAN POKOK DALAM KEHIDUPAN.

56

2. Qanaah Utawi wong kang anteng nerima atine, Ing paparinge Allah qadar rizki anane Ikulah aran wong kang sugih tinemune, Lan senadyan ana luwe kadang kalane. Utawi pertelane wong pinaringan nikmat, Kawilang taufiq manfaat ning akhirat YAIKU PINARINGAN ILMU LAN ARTA MANFAAT, LAN KAMULYAN DADI NULUNGI ING IBADAH NETEPI WAJIB NGEDOHI MAKSIATAN, DAHIR BATIN NEJA ING ALLAH KARIDAAN.

Artinya :

Adapun orang yang tenang hatinya ridha Pada pemberian Allah rezeki sekadarnya Itulah yang disebut orang yang kaya jadinya Meskipun terkadang lapar. Adapun penjelasannya orang yang mendapat nikmat Terbilang taufik manfaat di akhirat Yaitu diberi ilmu dan harta yang bermanfaat

57

Dan kemuliaan sehingga bisa membantu dalam beribadah Melaksanakan kewajiban dan menjauhi kemaksiatan Lahir dan batin bermaksud mencari ridha Allah

SECARA HARFIAH, QANAAH ADALAH HATI YANG TENANG SEDANGKAN MENURUT ISTILAH ADALAH HATI YANG TENANG MEMILIH RIDHA ALLAH, MENCARI HARTA DUNIA SESUAI DENGAN KEBUTUHAN UNTUK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN DAN MENJAUHI KEMAKSIATAN.. 3. Sabar Maka sapa wonge dilaraaken ing atine, Dene wong liyane kelawan haram pemerihane Sebab ora kaduga dene karepe hawane, Maka ora patut sabar meneng tinemune Balik nulako wong iku ing wong tan jujur, Sekira sakuwasane wong iku milahur. Wajib mukalaf arep ngaweruhi cobane Allah, Tumiba maring wong kang ibadah pertingkah Galib wong pada ibadah ana fitnah, Iku wajib nyita sabar bener ing manah.

58

Artinya :

Maka barang siapa disakiti hatinya, Oleh orang lain dengan tujuan kepada yang haram, Sebab tidak sesuai dengan harapan hawa nafsunya, Maka tidak patut sabar diam jadinya, Tetapi tolaklah orang yang tidak jujur tersebut, Sekuat mungkin agar orang tersebut mengerti.

Secara harfiah sabar berarti menanggung penderitaan. Secara istilah adalah menanggung penderitaan yang mencakup tiga hal, yaitu; (1) Menanggung penderitaan di dalam menjalankan ibadah dengan

sesungguhnya, (2) Menanggung penderitaan dengan melakukan taubat dan berusaha menjauhkan

diri dari perbuatan maksiat, (3) Menanggung penderitaan apabila tertimpa suatu musibah dunia dan tidak

mengeluh. 4. Tawakkal Tan nana makna tawakal iku tan ikhtiar, Lan tinggal kasab ngupaya rizki sakadar Balik tan kena ora sakuwasane ngajar,

59

Memerangi saking hawane ngajak nasar, Lan ora ilang tawakale wong hajat, Ngupaya tetamba nulak saking madarat.

Artinya :

Tidak ada makna tawakkal itu tanpa ikhtiar, Dan meninggalkan usaha mencari rezeki sekadarnya, Sebaliknya tidak boleh tidak sekuat tenaga mencarinya, Memerangi hawa nafsu yang mengajak sesat , Dan tidak hilang tawakal seseorang yang bermaksud Mencari obat untuk menolak kemudaratan.

Tawakal secara harfiyah artinya; pasrah kepada Allah terhadap seluruh pekerjaan, sedangkan secara istilah adalah pasrah kepada seluruh apa yang diwajibkan Allah dan menjauhi dari segala yang diharamkan-Nya. Tawakkal tanpa meninggalkan ikhtiyar, bahkan usaha dengan sekuat tenaganya untuk menolak kemudharatan. 5) Mujahadah Perang sabil ing hawa wajib kinara, Uga kang dadi gegeraken raja negara Tur iku perang sabil luwih gede ukara,

60

Kacukupan tan kanti akeh bala kuncara Karena apa alim fasiq tan hajat, Memerangi hawane ngajak gede maksiat.

Artinya :

Perang sabil pada hawa nafsu wajib dikira, Juga yang jadi menggegerkan raja negara, Juga perang sabil itu lebih besar katanya, Sudah cukup dan tidak banyak kawan yang kuat, Karena apa alim fasiq tidak membutuhkan , Memerangi hawa nafsunya yang mengajak maksiat besar, Karena senang kepada neraka dan badan sengsara , Menjadi kafir dan tidak bermaksud tobat.

Secara harfiyah mujahadah berarti; bersungguh-sungguh Secara istilah adalah bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah, memerangi segala bujukan hawa nafsu dan dosa besar serta berlindung kepada Allah dari kekufuran. 6) Ridha. Ridho tegese makna tarojumah tinemune,

61

Yoiku nerimo suka ati kadhohirane, Utawi makna istilah pertelane, Yaiku nerimo ing Allah pandumane, Lan nerimo ing hukume Allah syaringat Diwajibake nglakoni ikhlas taat, Lan ngedohi saking alane maksiyat Lan nrimo tumibane bilahi mudhorot Saking kersane Allah lan pestine Dadi kafir wong sengit ing Allah hukumane.

Artinya:

Ridha menurut arti tarajumah yaitu menerima dengan suka hati lahirnya Adapun arti istilah penjelasannya yaitu menerima pembagian dari Allah Dan menerima hukumnya Allah syariat yang diwajibkan dengan ikhlas dan taat. Dan menjauhi dari kejelekan maksiat dan menerima jatuhnya balak dan kesusahan Dari kehendak Allah dan kepastian, jadi kafir bagi yang benci kepada hukumNya

Ridha arti harfiyah: menerima dengan suka hati. Sedangkan menurut istilah tarajumah diartikan: pertama sikap rela menerima pemberian Allah, kedua sikap rela menerima ketentuan hukum syariat yang diwajibkan oleh Allah secara ikhlas dan

62

penuh ketaatan serta menghindari kedurhakaan, ikhlas saat menerima musibah dan sengsara. 7) Syukur. Kawilang wong buang nikmate Allah, Ingatase wong ngawula ing wong salah, Mengo saking syukur nikmate Allah, Wong sasar nasaraken ditut sinembah, Anut perintahe tinggal saking cegahane, Wong alim ditut ginawe gustine.

Artinya:

Terbilang orang membuang nikmatnya Allah, Terhadap orang yang mengabdi pada orang salah, Berpaling dari syukur nikmatnya Allah, Orang sesat menyesatkan ikut disembah, Ikut perintahnya dan meninggalkan larangannya-Nya, Orang zalim diikuti dan menjadi Tuhannya.

Syukur diartikan dengan mengetahui segala nikmat Allah berupa nikmat keimanan dan ketaatan dengan jalan memuji Allah yang telah memberikan sandang pangan,

63

ditindak lanjuti dengan berbakti kepada Allah, dikatakan seseorang tidak syukur apabila mengikuti ajakan orang sesat. 8) Ikhlas. Lan pada ibadata sira kabeh temenan, Ing Allah ikhlas ing dalem kebatinan Lan aja nyekutoake sira sekabehan, Ibadah ing Allah saitik aja kaworan Dadi kafir wong nyekutoake ing Allah.

Artinya :

Dan beribadahlah kamu semua dengan sungguh-sungguh, Pada Allah ikhlas di dalam batin, Dan jangan menyekutukan kamu semua, Ibadah kepada Allah sedikit jangan sampai bercampur, Menjadi kafir orang yang menyekutukan Allah.

Berbuat ikhlas, yaitu dalam ketaatan tidak bertujuan pada sesuatu selain mendekatkan diri kepada Allah, jangan sekali-kali punya pamrih dunia dalam mendekatkan kepada Allah itu seperti mendapat pujian manusia atau yang sejenisnya, karena dianggap kafir jika menyekutukan Allah.

64

b. Mengosongkan Diri dari Amaliah Tercela 1) Mencintai Dunia ( hubb al-dunya)

Utawi aran dunya saben sawijine, Kang tan manfaat ning akhirat tinemune Ikulah aran dunya haram anane, Atawa halal dadi fitnah akehe artane.

Artinya :

Adapun yang disebut dunia segala sesuatunya, Yang tidak bermanfaat bagi akhirat jadinya, Itulah yang disebut dunia haram jadinya, Atau jang halal jadi fitnah banyak hartanya.

Kyai Rifai mencela terhadap memperoleh dan menikmati keduniaan yang dapat membawa lupa pada akibat dan memberi peluang sebaliknya yakni menyisihkan dunia dibolehkan asal tidak menjadikan lupa serta bermanfaat untuk kehidupan akhirat 2) Tamak

Ya ugo sebab loba dunya pinaluhur Syara dihina kafir ginawe luhur.

65

ARTINYA :

Ya juga sebab rakus terhadap dunia perhatiannya Syara dihina orang kafir dijadikan luhur.

Tamak diartikan hati rakus terhadap dunia sehingga tidak memperhitungkan halal dan haram. Menghina hukum Allah, dan memuja orang kufur. Manusia diangap bertindak tamak selama menyimpang dari akhlak dan mengangagap fasik baginya. 3. Itba al-Hawa

Iku nuruti ing hawane winarah, Utawi makna istilah syara genah, Iku wong nuruti luwih alane manah, Kang diharamake dene hukum syariat Ikulah wong manut hawa maksiyat, Akeh wong sasar sebab anut hawa salah Setengahe dadi kafir tinggal mujahadah, Anut pangajake howo kufur diarah ora ono wong luwih sasar kabanjur, Timbang saking wong anut hawane piniluhur Pangajake hawa maring haram lan kufur,

66

Tan anut ing Quran pituduh jujur.

Artinya :

Yaitu mengikuti hawa nafsu, Adapun makna menurut istilah syara yang sebenarnya Yaitu orang yang mengikuti hatinya yang jelek Yang diharamkan oleh hukum syariat, Itulah orang yang mengikuti hawa nafsu maksiat Banyak orang tersesat karena menuruti sahwat salah Sebagian jadi kafir karena meninggalkan mujahadah, Menuruti ajakan kufur, Tidak ada yang lebih tersesat Kecuali orang yang mengikuti nafsu sahwat, Ajakan kearah haram dan kufur, Tidak menuruti Al-Quran petunjuk benar

Wong kangelan salah kawitane lakune, Yaiku anut ing hawa ginawe bendarane Iku sifat wong munafik mardud imane, Tan asih narimo ing syara hukumane.

67

Artinya :

Orang berlaku salah pertama dalam perbuatannya Yaitu mengikuti hawa nafsu yang dijadikan tuannya, Itulah sifatnya orang munafik mardud imannya, Tidak senang menerima syara hukumnya.

Pengertian itbaul-hawa secara lafdhiyah, adalah menuruti hawa nafsu, sedang menurut istilah: menuruti kejelekan hati dalam melanggar yang diharamkan oleh hukum syara dan kemaksiatan. Seseorang dianggap sesat jika menuruti hawa nafsu dan kufur bagi manusia yang tidak bersungguh-sungguh meninggalkannya serta tidak menuruti petunjuk Kitab Al-Quran. ia menerangkan dinyatakan sebagai munafik, bahwa mereka yang melanggar hukum syarak dan tiada ikhlas menerima hukum syara. 4. Ujub

Ujub tegese angawoaken dalem kebatinan, Utawi makno istilah kapertelanan Iku majibaken sentosaning badan, Saking sikso akherat keslametane Iku kawilang dosa gede ning batine,

68

Alim kang tobat iku sinikso ing neroko Sebab dosane ngajak gede duroko, Ditut dene wong akeh iko Ikulah dosa dhahir dadi gede ciloko.

ARTINYA :

Ujub artinya mengherankan dalam batin , Adapun makna istilah penjelasaanya Yaitu memastikan kesentosaan badan Dari siksa akhirat keselamatannya. Itu tebilang dosa bessar dibatinnya, Orang alIm yang bertobat disiksa dineraka, Sebab mengajak dosa besar kedurhakaan, Diikuti orang banyak, Itulah dosa lahir yang menjadi besar mencelakakan

Ujub dalam arti lafdhiyah yaitu menganggap dirinya punya kelebihan pada batin dirinya, sedang makna istilah menganggap dirinya kebal terhadap siksa diakherat karena perasaan kelebihan ibadahnya. Seseorang dianggap ujub walaupun alim

69

namun mengajak orang lain ke sifat durhaka kepada Allah walaupun dianut oleh khalayak. 5. Riya Iku ngetokaken ing menungso kabecikakane, Utawi makno istilah kekarepane Iku gawe ibadah nejo ing atine, Amrih krono menungso dunya kan diarah Tan nejo ibadah sabenere kerana Allah, Anapun nganggo dodot becik milahur Lan gawe omah becik dahire tinutur, Kang dudu wernane ibadah jujur Maka iku ora riya haram masyhur, Kaya sekehe kafir munafik Pada sadaqah ing artane kerana kadunnya, Haram krono menungso podo riyaan.

Artinya :

Yaitu melahirkan kepada manusia kebaikannya, Adapun makna istilah maksudnya Yaitu membuat ibadah sengaja dalam hatinya

70

Bertujuan karena manusia dunia Yang dituju tidak bertujuan ibadah sebenarnya karena Allah.

Riya arti harfiyah : pamer sedant menurut istilah diartikan penyimpangan dalam ibadah kepada selain Allah, justru mengarahkan ibadah kepada keduniaan. Riya dibagi menjadi dua macam yaitu; riya khalis artinya melakukan perbuatan karena condong kepada manusia dan riya syirik melakukan perbuatan condong manusia dan Tuhan. 6. Takabur Iku gumede romoso keluhurane, Utawi makno istilah pratelane Yaiku netepaken ing sarira kabecikane, Ana sifat becik atawa kaluhuran Sebab akeh hartane tuwin kapinteran

Artinya:

Yaitu sombong merasa luhur Adapun makna istilah penjelasannya Yaitu menetapkan pada dirinya kebajikannya, Ada sifat baik atau keluhuran

71

Sebab banyak harta dan kepandaian.

Lan satuhune wong netepi lakune, Kelawan penggawe batil kang ala nyatane Lan takabur angina saking hak hukumane, Iku kufur kaduwe wong iku ilang imane.

Artinya:

Dan sebenarnya orang yang melakukan perbuatan, Terhadap perbuatan batil yang jelek kenyataannya

7.

Hasud

Hasud tegese makna tarojumah anane, Iku drengki istilah syara artine Iku ngarep- arep ilange nikmate pengeran, Kang ono ing wong Islam kabecikane Ilmu tuwin ibadah kang sah jujur, Tuwin arto lan saumpamane tinutur.

Artinya:

72

Hasud arti terjemah adanya adalah dengki Dalam istilah syara artinya Yaitu berharap akan hilangnya nikmat Tuhan Yang ada pada orang Islam, Ilmu juga ibadah yang sah jujur, Juga uang seumpamanya yang disebutkan.

Hasud dalam arti lafdhiyah diartikan dengki, sedang menurut istilah mengharapkan hilangnya kenikmatan, ilmu , ibadah atau harta orang lain.

8.

Sumah

Sumah tegese makna tarajumah tinemune, Iku dirungok-rongoaken ing wong liyane, Utawi makno istilah pertelane, Yoiku agawe ibadah bener nyatane, Ikhlas kerana Allah asih milahur, Nuli maring liyane becik tinutur, Supaya wong liyane gaweha luhur Maring sarirane iku haram becampur.

73

Artinya :

Sumah arti makna terjemah jadinya Yaitu memperdenGarkan kepada orang lain Adapun makna istilah penjelasannya Yaitu membuat ibadah benar kenyataanya , Ikhlas karena Allah memperhatikan Kemudian kepada lainnya menuturkan kebaikan Agar orang lain berbuat keluhuran Kepada dirinya hal itu adalah haram bercampur.

Sumah secara lafdhiyah diartikan memperdengarkan ibadahnya kepada orang lain, sedang menurut istilah diartikan dengan beribadah ikhlas dan khusuk kepada Allah namun kebaikan perbuatannya disebut-sebut dihadapan orang agar dirinya berbuat akhak luhur dan ahli ibadah. Demikian sifat terpuji dan tercela yang merupakan pedoman moral dalam melengkapi amaliyah lahiriyah dan batiniayah, sebagai pengamalan tasawuf. Kemudian puncak menuju makrifat adalah khauf, mahabbah dan marifat , dengan melalui akhwal (sikap mental) dan maqamat (sikap hidup). Tentang pemikiran tasawuf Rifai hanya sederhana, seperti pernyataannya; Utawi ilmu tasawuf kapretelanan. Yaiku arep ngaweruhi ing setengan kelakuan,

74

sifat kang pinuji lan sifat kacelanan kang ana ing batin panggonan, Supaya bener ati marang Allah nejane, Lan ilmu tasawuf kang wus tinutur, Iku perintah ambeciki ati milahur, Maring Allah kang sineja ati sabenere.

Artinya:

Adapun ilmu tasawuf penjelasannya yaitu mengetahui sebagian dari perbuatan, Sifat terpuji dan yang tercela. Yang ada dalam batin tempatnya, Supaya benar hati kepada Allah tujuannya, dan ilmu tasawuf yang Sudah disebutkan, yaitu perintah untuk memperbaiki hati, kepada Allah yang dituju hati sebenarnya.

Tasawuf adalah mengetahui sifat terpuji dan tercela sekaligus menjalankan sifat yang terpuji dan menjauhi sifat tercela, agar hati kita benar-benar menuju kepada Allah. Kemudian secara ringkas akhlak terpuji dan tercela telah diuraikan diatas yang termaktub dalam ajaran Rifai, sebagai pernyataannya: Bab ikilah bab nyatakake tinemune, Ilmu tasawuf kang diwajibake ngudi, Ugo wajib dingamalaken sak kuwasane, Ingatase mukallaf arep ngaweruhi ngilmune, Setengah sifat kang pinuji dene syaringat, Lan sifat kang cinelo ning ati maksiyat,

75

Utawi pertelane setengah sifat, Kang pinuji dene syara mangfangat, Yoiku wulung perkara iki wilangane, Zuhad qanaah sabar tawakal atine, Mujahadah ridha syukur ikhlas nejane, Khauf mahabbah marifat kawengku maknane. Utawi pertelane setengah sifat cinela, Dene syarak kang ana ati dadi ala, Yoiku wulung perkara ikilaH pertelane, Hubbud dunnya tama, itbaul hawa katula, Ujub riya takabbur, hasud sumah, Ikulah mbesuk artine ugo winelah, Insyaallah kelawan tulung allah, Sarta berkah nabi Muhammad rasul kalenggah. Tujuan puncak marifat kepada Allah adalah kondisi khauf, mahabbah dan marifat, dengan melakukan akhwal dan maqamat diatas melakukan akhlak pinuji dan meninggalkan akhlak cela yang masing-masing jumlahnya delapan. Khauf (takut) dia menyatakan : Derajat parek iku Marifat ning manah, Cukule makrifah ngedohi panegah, Kinarepan dipurih parek ing Allah luhur,

76

Iku wajib wedi lan asih anut milahur Maring Allah taat saking haram mungkur, Kuwasane netepi wajib tan mundur. Artinya :

Derajat dekat itu makrifat dalam hati, Munculnya makrifat menjauhi larangan, Bertujuan mendekat Allah luhur, Itu wajib takut dan cinta taat memperhati

Uraian di atas merupakan pikiran Kyai Rifai dalam bertasawufnya, sebagai cerminan aturan dalam bertasawuf tarekat Rifaiyah.

77

BAB III PELAKSANAAN AJARAN RIFAIIYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG

A. 1.

Demografi Komunitas Pengikut Rifaiyah Kabupaten Temanggung Letak Geografis Kabupaten Temanggung Kabupaten Temanggung, merupakan kota kecil yang letaknya berada di tengah

dari daerah-daerah di propinsi Jawa Tengah. Kota daerahnya sejuk karena terletak di antara garis 110 0 31 - 110O 46 30 Bujur Timur dan garis 7 014 - 7 032 35 Lintang Selatan, dibatasi sebelah barat dengan Kabupaten Wonosobo, sebelah timur dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang, sebelah selatan Kabupaten Magelang dan sebelah utara Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang. 2. Luas Daerah

Jarak terjauh dari Barat sampai ke ujung Timur : 43,437 km, dan dari Utara ke Selatan : 24,375 km. Letak Kabupaten Temanggung hampir berada di tengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari arah barat ke timur. Karena letak geografis tersebut, daerah ini termasuk beriklim tropis dengan dua (2) musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Kondisi musim yang cukup bersahabat, sehingga sangat potensial sebagai pusat pendidikan, bisnis dan industri, maupun pertanian maupun peternakan, bahkan pertanian padi dapat panen 3 kali dalam setahun.

78

Secara administratif Kabupaten Temanggung terdiri dari 20 kecamatan yaitu; Kecamatan Kledung, Bansari, Parakan, Kedu, Bulu, Tlogomulyo, Temanggung, Tembarak, Selopampang, Kranggan, Pringsurat, Kaloran, Kandangan, Gemawang, Jumo, Ngadirejo, Candiroto, Tretep, dan Wonoboyo, Bejen. Jarak terjauh dari pusat kota ke utara adalah Ngalian yang masuk wilayah kecamatan Bejen, ke timur adalah Pringsurat, sebelah barat desa Kledung berbatasan dengan kabupaten Wonosobo dan terletak tengah-tengah lembah Sindoro-Sumbing merupakan daerah berudara dingin sering berkabut karena ketinggiannya hampir 1300 m dari permukaan laut, sedangkan sebelah selatan kecamatan Tembarak yang terletak di lereng Gunung Sumbing. Dari dua puluh (20) kecamatan tersebut yang dipilih sebagai lokasi daerah penelitian, adalah empat (4) kecamatan yaitu; kecamatan Candiroto, Bejen, Tretep dan Wonoboyo, karena daerah ini merupakan basis Rifaiyah dan sebagian banyak penduduknya mengikuti ajarannya dalam perilaku kehidupannya. Sedangkan pusat penghuni pengikut Rifaiyah terbanyak adalah daerah kecamatan Wonoboyo, bahkan dapat dikatakan mutlak penduduknya memakai ajaran Rifaiyah dalam pola kehidupan agma maupun sosial budayanya. Untuk lebih jelasnya dikemukakan tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Batas Wilayah Komunitas Pengikut Rifaiyah di Kabupaten Temanggung No Nama

79

Wilayah

Batas Wilayah Utara Selatan Timur Barat

Temanggung Kendal, dan Semarang Wonosobo Bejen Ngadirejo

Magelang,

Semarang, dan

Magelang. 2 3 4 5

Candiroto

Jumo Wonoboyo Ngadirejo Semarang Kendal

Bejen Kendal, dan Semarang Tretep Kendal Candiroto Wonoboyo

Wonoboyo

Wonosobo Tretep

Kendal Candiroto

Candiroto

Wilayah Candiroto, Bejen, Tretep dan Wonoboyo, terletak di kawasan Kawedanan Candiroto termasuk bagian wilayah daerah Utara dari daerah Kabupaten Temanggung, yang berdekatan dengan wilayah Kabupaten Kendal, Wonosobo dan Semarang. Dengan demikian sudah sepatutnya jika daerah ini merupakan areal pengembangan Rifaiyah, karena lokasinya berdekatan dengan Kabupaten Kendal. 3. Wilayah Komunitas Pengikut Rifaiyah Di Kabupaten Temanggung

Luas daerah Kabupaten Temanggung 87,065 km, Sedangkan untuk keempat daerah kecamatan di atas yaitu daerah Kecamatan Candiroto luasnya 5, 994 km, Kecamatan Bejen Bejen 6, 884 km, Kecamatan Tretep 3,365 km, dan Kecamatan Wonoboyo 4,398 km . Dengan jumlah desa, RW dan RT dapat diperhatikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 3.2

80

Wilayah Komunitas Pengikut Rifaiyah di Kabupaten Temanggung No Nama Luas Wilayah

Wilayah

(km 2) Jumlah Kecamatan atau Desa, RW, RT Kec. 1 2 3 4 5 Desa RW 20 4. 398 14 9 RT 281 4. 020 167. 512 13 387 438 13 392 4. 533 4. 272 408 5 560 7. 387

Temanggung 87. 065 Candiroto Bejen 6. 884 5. 994

Tretep 3. 365 Wonoboyo

Jika dilihat dari tabel di atas luas wilayah terbanyak jumlah wilayah dan terluas daerahnya adalah Kecamatan Candiroto, sedangkan paling sedikit Kecamatan Bejen. Walaupun pengikut Rifaiyah paling banyak di Kecamatan Wonoboyo. Lokasi Rifaiyah menempati daerah seluas 20.641 km persegi atau 23,70 persen jika dibanding dengan luas seluruh wilayah kabupeten Temanggung, atau 20 persen dari jumlah kecamatan (4 kecamatan), yang terdiri dari 13 desa dari seluruh desa di empat kecamatan (49 desa) tersebut atau 26,.53 persen yang tersebar di seluruh desa keempat kecamatan di atas.

81

B.

Kondisi Sosial Keagamaan Komunitas Pengikut Rifaiiyah Di Kabupaten

Temanggung Berdasarkan hasil sensus tahun 2002, jumlah penduduk Kabupaten Temanggung tercatat sebesar 676. 912 jiwa dengan laki-laki 333. 803 jiwa dan perempuan 340. 109 jiwa sesuai dengan tabel di bawah ini: Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Komunitas Pengikut Rifaiyah No Nama Wilayah Penduduk Perempuan 333. 803 14. 141 5. 725 9. 032 22. 711 11. 233 340. 109 14. 811 8. 832 9. 249 11. 475

Jumlah Laki laki 1 2 3 4 5 Temanggung Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo 676. 912 28. 952 17. 557 18. 281

Dari paparan tabel di atas dapat disebutkan bahwa pengikut Rifaiyah di empat kecamatan tersebut dapat dikalkulasikan sejumlah 12,92 persen dari jumlah jiwa daerah Kabupaten Temanggung, atau 87. 501 jiwa. Sedangkan jumlah anggota Rifaiyah bila dibanding jumlah desa tersebut adalah 26.53 dari 87.501 jiwa, yaitu 23.214 jiwa, jika dihitung dari perhitungan jumlah kepala keluarga 5 jiwa per RT adalah 46 428 RT. atau sejumlah 4. 643 KK.

82

Di daerah empat (4) kecamatan, yaitu; Candiroto, Bejen, Tretep, dan Wonoboyo bila dibandingkan dengan wilayah kabupaten, jumlah lulusan sekolah dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : Tabel 3.4 Kondisi Pendidikan Penduduk di Komunitas Pengikut Rifaiyah No Nama Lulusan D IV/ S1 1 D 1,2,3SLTA SLTP SD BT Jumlah 233 930

Wilayah

Temanggung 5 139 10. 090 616.027

49 983 73.379 234. 506

Candiroto 26 465

127

329

1 610 2 992 11 058

10 349

3 16 049 4 16 711 5 20 760

Bejen

78

199

977 1 815

6 705

6 275

Tretep

19

91

447 1 286

7 284

7 584

Wonoboyo

24

113

556 1 597 9 048

9 422

Wilayah Temanggung utara adalah merupakan daerah pegunungan, sehingga dapat diyakini bahwa pengikut Rifaiyah sebagian besar adalah lulusan SD, kemudian

83

berlanjut SLTP dan SLTA, lulusan diatasnya masih langka. Hal ini disebabkan kecuali jauhnya daerah pendidikan, juga dikerenakan sedikitnya minat untuk melanjutkan keperguruan yang diatasnya, akibatnya dapat dikatakan jumlah terbanyak adalah lulusan sekolah tingkat rendah. Namun diakhir tahun ini karena perguruan tinggi didekatkan, maka banyak memberi peluang kepada mereka untuk meningkatkan pendidikan sekolahnya. Sebagian banyak untuk melanjutkan pendidikan, mereka memilih ke pesantren, utamanya yang memuat ajaran rifaiyah atau ke IAIN Semarang dan Yogyakarta. Daerah Rifaiyah adalah bermukim penduduk pegunungan dan pedalaman pedesaan, sehingga jika melihat daftar di bawah ini, pengikut Rifaiyah terbanyak bermata pencaharian petani, kemudian dagang dan jasa. Sedangkan untuk data mata pencaharian penduduk Temanggung, Candiroto, Bejen, Tretep dan Wonoboyo berturut-turut petani, industri, buruh bangunan, dagang, angkutan, trasportasi, jasa, dan lain-lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 3.5 Mata Pencaharian Komunitas Pengikut Rifaiyah No Nama Mata Pencaharian Tani Jasa dll; Industri Jumlah Bangunan Dagang Angkutan

Kab. Kec.

84

Temanggung 253 982 371 105

18 326 12.925 46 957 6 250 25 414 7 211

2 16 713 3 4 5 13 554

Candiroto

14 420

12

406

998

171

497

99

Bejen Tretep

8 650 4 492 11 973

74 48

243 276 19

398 319 347

103 33 403

298 148 41

61 36 186

10 027 10 352 45

Wonoboyo

Dilihat dari ragam keagamaan masyarakat Temanggung, mayoritas beragama Islam (muslim), yakni 92,86 % dengan perbandingan; 2,80 % pemeluk Kristen 2,14 % pemeluk katolik 0,03% pemeluk Hindu, dan 1,70 % pemeluk Budha. Sedangkan untuk empat kecamatan yaitu; Candiroto, Bejen, Tretep, dan Wonoboyo mayoritas beragama Islam (muslim) yakni; 12,18% dengan perbandingan 0,30% pemeluk Kristen 0,29% pemeluk Katolik 0,03% pemeluk Hindu, dan 0,10% pemeluk Budha. Untuk lebih kongkritnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 3.6 Pemeluk Agama di Komunitas Pengikut Rifaiyah No Nama Pemeluk Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha

Kab. Kec.

85

1 2 3 4 5

Temanggung 628 610 Candiroto Bejen 17 065 25 345 139 227 22 479

18 960 14 547 225 1 568 1 447 59 445 141 36 206 294 -

11 570 386

Tretep 17 609 Wonoboyo

55

Dari tabel di atas umat Islam (muslim) merupakan jumlah mayoritas di Kabupaten Temanggung dan sekitarnya, selanjutnya berturut-turut Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Begitu juga, jumlah sarana dan prasarana ibadah dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 3.7 Sarana dan Prasarana Ibadah Komunitas Pengikut Rifaiyah No Nama Sarana Ibadah Pondok dan Santri Langgar 1 2 3 4 5 Masjid Pondok 7 205 329 51 4 100 santri

Wilayah

Temanggung 1 532 1 263 79 Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo 28 83 55 39 34 67 64 3

86

Dari tabel di atas dapat disebutkan bahwa konteks pembangunan bidang agama (Islam), terdapat perkembangan yang cukup signifikan dalam pola pembinaan keagamaan. Indikasi tersebut dapat dilihat, salah satunya pada perbandingan jumlah sarana ibadah, pemeluk agama dan pondok pesantren. Di samping sebagai tempat ibadah masyarakat muslim juga berfungsi sebagai tempat pengajian, pendidikan agama khususnya bagi anak-anak dalam belajar Al-Quran dan agama.

C. 1.

Jaringan Pengikut Rifaiyah di Kabupaten Temanggung Asal Usul Terbentuknya Jaringan Rifaiyah

Kyai Ilham termasuk murid pertama Kyai Haji Ahmad Rifai di desa Kalisalak, bermukim di desa Kalisaren wilayah Kabupaten Kendal, kehidupannya menjadi pedagang keliling di daerah kecamatan Tretep dan sekitarnya, lokasi wilayah utara Kabupaten Temanggung. Di samping menawarkan dagangan dia mengunjungi rumah-rumah penduduk melakukan dawah bi al-qaul dengan mengenalkan kitabkitab ajaran gurunya. Selanjutnya kyai sering mengajak murid-muridnya memberikan ceramah-ceramah pengajian di daerah lingkungan Kecamatan Tretep diantaranya Kyai Aghus dan seorang lagi Kyai Basari dengan dasar mengembangkan ajaran Rifaiyah ke daerah Kecamatan Tretep dan Wonoboyo. Tak aral lagi tumbuhlah anggota masyarakat yang sepaham ingin mengetahui ajaran ini lebih mendalam, yang kemudian dianggap sebagai murid pertama dari daerah Temanggung dengan mengikuti jejak serta mengirim utusan untuk mengkaaji lebih

87

dalam kepusat pemukiman kyai yaitu; Kalisalak. Perkembangan selanjutnya tumbuh anggota-angota lain yang membentuk cabang pengajaran Rifayah secara berjenjang dan tumbuh subur murid-murid baru di daerah sekitar Tretep, bahkan meluas ke daerah timur, sehingga menjangkau daerah Kecamatan Bejen dan Candiroto. Sekaligus di antara desa-desa yang dijangkau para dai Rifaiyah terbentuk semacam tarikat tradisional sesuai dengan kelompok tarikat gurunya. Pengembangan tarikat ini disebarkan oleh tokoh-tokoh baru Rifaiyah dan sekaligus menyatakan dirinya sebagai santri Rifaiyah, diantaranya; Kyai Makhfudh (Bendungan), Kyai Djupri (Batok), Kyai Mukhsin (Wonoboyo), dan murid lainnya adalah; Kyai Abdul Razaq, H Rusdi yaitu mertua H. Ikhsan (Nangsri), Kyai Soleh (Limbagan), Kyai Abdullah Beni, Kyai Bahri. Kemudian dari murid sebanyak itu berkembang melalui alur perkawinan, perpindahan penduduk maupun keturunan-keturunannya, sehingga kelompok Rifaiyah semakin berkembang dan mulai muncul tokoh-tokoh periode selanjutnya diantaranya: H. Ridwan (Seneng), Kyai Abdullah, Kyai Rokhani (Purwosari), Kyai Ahmad (Simbang), Kyai Minwar dari Wonoboyo pindah ke Nangsri, Kyai Ilyas (Batok, Wonoboyo), Kyai Sukemi. Periode pengembangan selanjutnya, diantaranya: H Syam Sukur (Joho), Kyai H. Sutardi (Nangsri), Kyai Makhsun (Wonoboyo), Mabuny (Simbang), H. Wardoyo (Purwosari), Kyai Zuhri dan Daroji (Tegalsari), dan kemudian sambung bersambung beranak-bercucu, pindah tempat ataupun menimba ilmu, berkembang sebagai tokoh

88

di samping kurun di atas masih segar bugar, ikut mengembangkan santri Rifaiyah diantaranya: Kyai H. Solihin, Kyai Wahid, K, Sihabuddin, Kyai Muh Hisyam, Kyai Faishol, Kyai Imbuh, Kyai Yasin, Kyai Sabiqun, Yasman, Surahmad, Aminuddin, Kyai Khabib dan lain-lainnya. Sampai kini santri dari pengikut Tarojumah berkembang di daerah Tretep, Wonoboyo, Candiroto dan Bejen. Untuk mengkoordinir dan pengikat jaringan dan keutuhan pembinaan kegiatan dan perilaku umat Rifaiyah dibentuk susunan organisasi kepengurusan Rifaiyah di Kabupaten Temanggung. 2. Susunan Organisasi Rifaiyah Cabang Temanggung : Kyai Imbuh Jumali. : Kyai Nur Yasin : Kyai Muhyiddin : Ustad Shobiqun : Imam Santoso : Ustad Rokhmad : Ustad Soleh

Ketua Umum Ketua I Ketua II Sekertaris I Sekertaris II Bendahara I Bendahara II Ketua Bidang 1. 2. 3. 4. Kaderisasi Syariah/ Sosial

: 1. Sobirun, 2 Walmuji. : 1. Ustad Syamsul Maarif, 2. Amin.

Pendidikan/ Dakwah : 1. Ilham, 2. Sobikhun. Seni/ Budaya : 1. Ustad Zakaria al-Amin, 2. Ustad Fuad Arifin.

89

5. 6. 7. 3.

Humas/ Publikasi Usaha/ Koperasi Litbang

: 1. Samhudi 2. Fatkhur- Rozi. : 1. Suroso 2. Fatkhur- Rohman.

: 1. Amin Wasthoni, 2. Imron Mujahidin

Wilayah / Areal Pengikut Jamaah Rifaiyah Di Kabupaten Temanggung.

Wilayah Rifaiyah tersebar di tiga belas desa di empat wilayah Kabupaten Temanggung, untuk jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini; Tabel 3.8 Wilayah Jamaah Pengikut Rifaiyah di Kabupaten Temanggung Kecamatan Desa Ranting Bendungan 50 30 160 160 200 Jumlah KK 80 Desa. Kec.

Tretep Bendungan

Dadapan Gemawang Wonoboyo Wonoboyo Kleseman Joho Kebonsari 80

Wonoboyo 130 410 75

Kebonsari 30

Bantengan

Bendan-Ringinsari Wonorejo 125

80

Pugeran/ Beteng Dengok 15

20 345

90

Pateken

Bongso Kidul 30 110

Seneng 80 Semen Semen 40 Jetak 15 Tening Nangsri I Namgsri II Semampir Kemesu Ngrecosari Wonocoyo

55 60 50 25 40 25 200 50

Wonocoyo

Sirno 10 Mujil 15 Gopakan Pesantren 50 125 80 95 100

Tegalsari 15

Pesantren Rejosari

Simbang Duwur 60

Simbang Tengah Pomahan Rejosari Bulu Purwosari 14 70 15 259

Sened 190

91

Karanganyar 75 Sembir 10 Candiroto Kentengsari 275 1874

Nglimbangan 25 2 15 2076 27 15 27 15

Ngabeyan Bejen Kemuning Jumlah

Ngabeyan Kemuning 2076 2076

Apabila dikalkulasi menurut perhitungan jumlah RT/KK, maka umat pengikut Rifaiyah di Temanggung, seperti terlihat dalam daftar sebagai berikut. Tabel 3.9 Jumlah Jamaah Pengikut Rifaiyah Di Kabupaten Temanggung Berdasarkan RK/RT No Nama Luas Daerah (km) Kecamatan 1 Temanggung 20. 641 Persen 23,70 87. 065 4 0,20 13 4,62 Jumlah dan Perbandingan dengan Kabupaten Desa RK 20 RT 281 21 752 12,98 4020 167 512

Wilayah

Candiroto

5. 994 2

13 27

392

7 387

Persen

15,38

0,36

92

Bejen

6. 884

14

387 15

4 533

Persen

7,14

0,33

Tretep 3. 365

438 160

4 272

Persen

11,11

3,74

Wonoboyo

4. 398 9

13 1 874

408

5 560

Persen

69,23

33,70

Dari data yang tersedia di atas dapat diketahui bahwa luas daerah Tarajumah secara keseluruhan di wilayah Kabupaten Temanggung adalah: 0,20 % dari seluruh

wilayah Kecamatan (Kabupaten), 4,62 % dari seluruh wilayah Desa, dan 12,98 % dari seluruh jumlah Kepala Keluarga. Jumlah anggota dan data mata pencaharian, lulus sekolah sampai sekarang belum didata secara rinci, merupakan pengikut terbanyak adalah di Kecamatan Wonoboyo.

D.

Perkembangan Jamaah Pengikut Rifaiyah Di Kabupaten Temanggung

93

Keorganisasian Rifaiyah, sampai kini terus berkembang walaupun agak tersendatsendat perkembangannya. Perkembangan umat Rifaiyah di Kabupaten Temanggung dapat dibagi menjadi 3 periode: periode pertama, Periode awal sekitar tahun 1901. Permulaan perkembangan adalah sebatas mengikuti ajaran Rifaiyah berbentuk menimba ilmu ajaran Rifai yang bentuk mengkaji ajaran agama melalui kunjungan rumah K. Ilham, dengan menjajakan perdagangan berkeliling, yang kemudian dengan mengirim calon-calon muridnya ke kawasan Kalisalak untuk mengkaji lebih dalam, sehingga semata-mata perkembangan tahap pertama terbatas pengkajian ajaran yang dibawa para murid-murid pertama. Periode kedua, perkembangan ajaran Rifaiyah dilakukan melalui pengajianpengajian keliling oleh peserta /pengikut keluarga yang dikirimkan oleh keluarga ke Kalisalak, dan mengirim anak-anak keturunan mereka untuk belajar kitab-kitab yang diajarkan oleh Kyai. Disamping itu perkembangan kedua ini berkisar didaerah tetangga dan daerah lokasi pengajian selapanan yang dikunjungi oleh para dai. Pada tahap ini belum dirinci tentang keanggotaan Rifaiyah, sebagian banyak hanya mengikuti aturan aturan yang diajarkan yang ditulis didalam kitab-kitab Rifaiyah. Kemudian yang ditekankan pada awal perkembangan periode ini sekitar masalah usuluddin dan sebagian besar mendalami permasalahan fiqhiyah, berkisar pada keimanan dan kesempurnaan beribadah, utamanya dalam hal peraturan ibadah shalat. Kemudian tentang keimanan/usuluddin terutama tentang rukun iman, dan mulai berpengaruh ajaran tentang rukun iman yang satu yakni syahadat dan selainnya

94

hanyalah merupakan pelaksananan syahadah. Diutamakan pada tahapan ini para santri dapat mengkaji dan memahami tentang 10 kitab utama. Periode ketiga, atau tahapan ketiga adalah perkembangan ideologi yang ditanamkan oleh para dai, dan pemahaman ajaran yang dikembangkan dengan kitab syafiiyah yang lain. Perkembangan umat selanjutnya adalah dengan mendaftar dan membentuk organisasi dalam mengorganisir umat. Perluasan jajaran pengikut Rifaiyah dilakukan dengan perkembangan penduduk melaui perkawinan antar anggota keluarga Rifaiyah, sesuai yang dilakukan Kyai Rifai di Kalisalak, dimana ia mengawinkan anaknya kepada aggota Rifaiyah. Di sisi lain perkembangan dilakukan oleh perpindahan akibat perkawinan atau perpindahan penduduk kedaerah lain. Perkembangan terakhir jika dilihat dari daftar pengikut organisasi Rifaiyah adalah pernyataan diri dari masing-masing peserta pengajian rutin dari umat Rifai dengan diberi tanda anggota, tetapi sebagian besar umat Rifai berkisar akibat perkawinan dan perpindahan tempat pemukiman.

95

96

97

Bab IV a. Pengamalan/ Penerapan tasawuf Rifaiyah pada umatnya.

Sebagaimana dituturkan pada konsepsi tasawuf Rifaiyah, dimana setiap umat Rifaiyah, pada tingkat awal dalam mendalami ajaran Rifaiyah, ditekankan pada teori penghafalan syair-syair pada kitab Rifaiyah, utamanya dalam hal pengamalan tasawuf adalah syair tentang arti tasawuf dan definisinya. Kemudian tentang delapan akhlak terpuji dan akhlak tercela Dapat dikatakan disini bahwa sebagian besar dari umat Rifaiyah mesti hafal dengan lancar tentang syair-syair yang dialunkan tentang kedelapan sifat terpuji dan tercela. Mengenahi penerapan kedelapan sifat tersebut, semata-mata hanyalah poengalam jkarena merupakan implementasi hasil pengajaran bentuk ucapan, kemnudian

98

terealisasi dalam bentuk kehidupan dimasyarakat, dengan dukungan penjelasan dari guru atau dai yang mengajar didaerah Rifaiyah. Jika diteliti lebih lanjut, sebenarnya penerapan tasawuf hanyalah naluri alamiyah semata, bukan karena melaksanakan hasil kajian kitab Rifaiyah. Kenyataan yang dilihat dilapangan, walaupun didaerah pedesaan yang didaerah itu bermukim umat Rifaiyah dan bukan tidak banyak perbedaan pengamalannya, sebab hal ini sudah menjadi perbuatan naluriyah dari dasar kehidupan sosial didaerahnya ataupun budaya setempat. b. Faktor pendukung perkembangan ajaran Rifaiyah. APABILA DIFAHAMI SECARA TERINCI FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN UMAT RIFAIYAH DAPAT DIJELASKAN DARI BEBERAPA SEGI DIANTARANYA: 1. Faktor keorganisasian

Lembaga rifaiyah susunan kepengurusan maupun anggotanya tersebar luas diareal empat kecamatan, berarti setiap daerah mesti terdapat tokoh ataupum pemuka sebagai penguat ataupun pembimbing kepercayaaan, Dalam kenyataan kehidupan saosial dalam kelembagaan ini dapat dikatakan dengan jujur bahwa; Semua anggota yang telah mengakui dirinya dalam organisasi Rifaiyah dalam setiap bentuk kegiatan yang timbul dari kjeputusan maupun ketetapan dari lembaga Rifaiyah, setiap anggota maupun masyarakat/pengikutnya secara sadar saling dukung mendukung atas kelancaran program kelompoknya, bahkan dalam setiap kegiatan sosial , kesadaran

99

untuk sarana terwujudnya perkembangan maupun kemajuan organisasi sangat menyolok dukungan baik dorongan moril maupun spirituil dengan dasar menyadari tentang kesatuan paham organisasinya. 2. Faktor ideologi Ideologi dari inti ajaran Rifaiyah sangat kuat didalam jiwa mereka , bahkan setiap langkah maupun dalam berperilaku kehidupannya, disamping mengembangkan dan menjalankan ajaran ssesuai yang tertulis dalam kitab rifaiyah yang dijalankan secara rapi dan rotin, utamanya yang bisa diperhatikan realisasi dalam lapangan fiqh dan usul ad-din, sebagai realisasi ajaran tasawufnya. DELAPAN AJARAN TASAWWUF YANG DIAJARKAN SEBAGAI PEDOMAN POKOK, SUDAH DIANGGAP SEBAGAI MAKANAN HARIAN DALAM MENJALANKAN PERILAKU KEHIDUPAN, SEBAGAI PANGEJOWANTAHAN SYAIR-SYAIR TENTANG TASAWWUF, SELARAS DENGAN PENGAMALAN HUKUM SYARI, SEHINGGA TETAP MENGIKUTI PEDOMAN, WALAUPUN SEBAGIAN KECIL TETAP MENYESUAIKAN DENGAN PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DIMASYARAKAT. Perbedaan dalam ideologi didaerah lingkungan rifaiyah memang masih sangat berpengaruh, demikian juga sebagian besar didalam intern anggota rifayahpun sangat bergantung kepada kwalitas maupun pemahaman tentang pendalaman ajaran bagi anggota Rifaiyah dan kwantitas dilingkungan pendukung Rifaiyah.

100

Dapat diperhatikan untuk penduduk daerah Rifaiyah mutlaq, kehidupannya tampak harmonis dan kerukunan maupun kegotong-royongan, baik dalam lapangan ibadah maupun bermuamalah tetap memperhatikan ajarannya. Sedangkan untuk daerah yang berfariasi ideologi maupun kwantitas anggota/umat Rifaiyah, penerapan pedoman hanya berlaku bagi keluarganya, sedang untuk tasorruf keluar tetap menyesuaikan adat saetempat. Dapat dikatakan bagi anggota Rifaiyah yang minus anggotanya kegiatan Rifaiyah kurang berkembang seperti didaerah Desa Loning kecamatan Bejen dan desa Ngabeyan kecamatan Candiroto, sehingga aktifitas sosial budayanya hampir terpengaruh dengan kondisi lingkungannya.

3.

Faktor ikatan perkawinan dan kekeluargaan. Dengan berkembangnya umat Rifaiyah melalui hubungan perkawinan, sebagian

besar untuk pasangan keluarga baru yang berasal dari selain Rifaiyah, sebagian besar dapat dipastikan semua anggota keluarga mengikuti aturan dan ajaran Rifai dalam perilaku kehidupan, yang berarti perkembangan pendukung dominan dalam pengembangan pengikut ajaran Rifaiyah sebagian besar terletak akibat tali perkawinan ini.

101

102

BAB IV ANALISA IMPLEMENTASI AJARAN RIFAIYAH

A. Ajaran Tasawuf Kyai Haji Rifai. Sebagaimana tersebut dalam pernyataan ulama. Tasawuf itu merupakan usaha akal manusia untuk memahami realitas, dan dapat merasa senang apabila dapat sampai kepada Allah di dalam mencapai sedekat-dekatnya pada Allah. Pengetahuan tentang tasawuf yang secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yakni; taammuli dan amali. Tasawuf taammuli bertumpu pada pemikiran mendalam tentang realitas, menuruti jejak al-Hallaj, Suhrawardi, dan Ibnu Arabi. Tasawuf amali yang menitikberatkan pada usaha dan latihan atau mengutamakan amaliah dan latihan dalam rangka mencapai kedekatan batin dengan Allah, sebagaimana yang dilakukan Hasan al-Basri, Junaid al-Baghdadi dan Al-Ghazali. Hasan al-Basri menekankan kezuhudan dalam kehidupan di dunia, Husain al-Nuri menyatakan bahwa pelaku tasawuf merupakan pengamal akhlak sesuai dengan akhlak Allah, demikian juga Junaid menekankan tentang pentingnya tasawuf amali, dan memperlihatkan sikap cukup keras terhadap orang yang mengabaikan syariat. Ketika diceritakan kepadanya tentang seorang yang telah mencapai makrifat kemudian dibebaskan oleh Allah dari amal ibadah. Ia justru berkata bahwa orangorang tersebut sebenarnya berada dalam lumuran dosa dan mereka lebih berbahaya

103

daripada pencuri dan pembuat keonaran. Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min alDhalal menyatakan pengalaman ruhaninya ketika sampai pada kesimpulan akan pentingnya tasawuf setelah syariat. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa dengan tasawuf akan dapat diperoleh hasil yang tidak dapat dicapai oleh ilmu lain. AlGhazali menyatakan bahwa asensi tasawuf adalah mengosongkan batin atau membersihkan hati dari kotoran hawa nafsu dan amarah sehinggga hati menjadi suci dan bersih. Hakikat tidak akan dapat diperoleh tanpa melalui syariat. Pandangan ini merupakan ciri kecenderungan tasawuf amali sebagai reaksi terhadap tasawuf yang hanya mementingkan aspek batiniah dan mengabaikan syariat. Dia membagi ilmu menjadi dua hal, yaitu ilmu dzahir dan ilmu batin, yang masuk dalam kategori ilmu dzahir adalah ilmu fiqh yang bertalian dengan hukum. Sedangkan ilmu batin adalah ushuluddin dan tasawuf. Fiqh dikatakan sebagai ilmu dzahir karena berkaitan dengan ibadah secara lahiriah yang merupakan ciri bahwa tasawufnya berbentuk tasawuf amali, yakni fiqih beriringan dengan pengamalan tasawuf. Keterkaitan hubungan antara syariat dan hakikat secara global memiliki unsur kesamaan dengan Junaid al-Baghdadi, dan al-Ghazali. Rifai menyatakan bahwa belajar ilmu tasawuf dan mengamalkannya adalah wajib dan bahkan orang yang mengabaikan dapat menjadi kafir dari imannya. Bahkan dalam syairnya menjelaskan bahwa pandangannya mengenai pentingnya hubungan antara syariat dan hakikat, yang sejajar dengan pandangan Junaid al-Baghdadi dan al-Ghazali.

104

Penekanan pada aspek amaliah inilah maka tasawuf mereka terkesan menciptakan keseimbangan antara syariat dan hakikat. Al-Qusyairi sebagai pengembang tradisi al-Ghazali juga menekankan bahwa syariat yang tidak diperkuat dengan hakikat akan tertolak, hakikat yang tidak diperkuat dengan syariat juga akan tertolak. Syariat datang dengan taklif kepada makhluk, hakikat muncul dari pengembaraan kepada yang Haq (Allah). Kedekatan kepada Allah dapat dicapai apabila seseorang telah melaksanakan amaliah lahiriah berupa syariat, dan dilanjutkan hakikat berupa amaliah batiniah. Syariat berisi ketaatan pada agama dalam bentuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, tarikat menghiasi diri dengan sifat wara dan melaksanakan riyadhah, sedangkan hakikat adalah sampainya hamba pada Allah. Syariat diumpamakan sebagai perahu, tarikat sebagai laut yang tak bertepi, dan hakikat diumpamakan mutiara yang ada didasar laut, mencapai hakikat tidak akan dapat diperoleh tanpa melalui syariat. Di Indonesia, kehidupan tasawuf umumnya bertolak pada keseimbangan antara syariat dan hakikat bermuara pada gagasan al-Ghazali, yakni mengemukakan pentingnya aspek syariat sebelum seseorang memasuki dunia hakikat, yang dapat ditemukan pada kitab-kitab seperti Fath al-Muin dan Syarh al-Hikam yang menekankan hubungan erat antara syariat, tarikat, dan hakikat. Pemikiran tasawuf Kiai Rifai pada dasarnya juga merupakan bagian dari gagasan untuk mempertahankan hubungan keseimbangan antara syariat, tarikat dan hakikat yang dirumuskan dengan istilah ushul, fiqh, dan Tasawuf, namun gagasan tasawuf

105

Kiai Rifai hanya sebatas ajaran pembinaan akhlak melalui takhalli, dan tahalli, dan dilanjutkan dengan tajalli dalam rangka mencapai taqarrub pada Allah yakni marifatullah. Marifat dan taqarrub yang dapat dilakukan siapapun tanpa harus melalui tata-aturan sebagaimana yang lazim terjadi dalam dunia tarikat. Namun pernyataan Kiai Rifai, dalam tarekat mengakui dirinya sebagai penganut tarikat Ahlussunni (ikilah kitab saking Haji Ahmad Rifai bin Muhammad Marhum Syafiiyah madzhabe Ahlussunni tarekate) tanpa membentuk lembaga tarikat. Sekalipun tidak membentuk tarikat, namun pemikiran tasawufnya memberikan elemen moral bagi para muridnya dalam melaksanakan tasawuf. Pandangan tasawuf Kiai Rifai berisi tiga masalah pokok, yaitu; keseimbangan antara syariat dan hakikat, tasawuf amali dan falsafi, dan tarikat. Hubungan antara syariat dan hakikat banyak dibicarakan Kiai Rifai dengan menggunakan istilah ushul, fiqh, dan tasawuf dalam beberapa kitabnya seperti Riayah al-Himmah, Abyan al-Hawaij, Husn al-Mithalab, dan Asn al-Miqasad. Syariat berkaitan dengan hal-hal yang bersifat jasmani, tentang tata cara berhubungan dengan Allah, sedangkan hakikat lebih banyak berhubungan dengan akhwal ruhani yang menghiasi ibadah fisik. Sesuai pernyataannya: Seorang sufi sudah barang tentu menguasai ilmu fiqh, namun seorang ahli fiqh belum tentu menguasai tasawuf. Maksudnya adalah seorang yang telah mendalami ilmu tasawuf berarti dia telah mendalami ilmu fiqh. Dua ilmu ini harus dipelajari secara urut dimulai dari masalah ushuluddin, kemudian fiqh, dan

106

pada akhirnya tasawuf. Seseorang yang belajar tasawuf tanpa melalui tahapan belajar fiqh, dianggap tidak sah ketaatannya. Secara rinci pemikiran tasawuf KH. Ahmad Rifai yang memuat tentang tasawuf sejumlah enam kitab yakni: Ahsan al-Mithalab, Asn al-Miqhasad, Jam al-Masil, Abyan al-Hawaij, Riayah al-Himmah, dan Asad merupakan realisasi ilmunya yang dijelaskan dengan syair-syairnya. Keseluruhan pandangan Kyai Rifai mengenai pentingnya hubungan antara syariat dan hakikat ini tertulis di dalam kitabnya yang membicarakan ushul, fiqh, dan tasawuf secara sekaligus, seperti Riayah al-Himmah, Abyan al-Hawaij, Ahdz alMaqasid dan Husn al-Mithalab. Hal ini dimaksudkan agar tiga ilmu tersebut mendapat prioritas untuk dipelajari secara bersama-sama. Kitab-kitab tersebut amat berpengaruh terhadap pola kehidupan pengikut Rifaiyah hingga sekarang seperti terlihat pada penampilan mereka yang mengesankan kesederhanaan masyarakat pedesaan serta kemandirian mereka dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan kitab-kitab tersebut. Seperti dinyatakan dalam syairnya, Utawi ilmu tasawuf kapertelanan, Yaiku ngaweruhi ing setengah kelakuan, Sifat kang pinuji lan kang kacelanan, Kang ana ing dalem batin panggonan Supaya bener ati marang Allah nejane, Lan ilmu tasawuf kang wus tinutur,

107

Iku perintah ambeciki ati milahur, Maring Allah kang sineja ati sabenere.

Artinya: Adapun ilmu tasawuf penjelasannya, Yaitu mengetahui sebagian dari perbuatan, Sifat yang terpuji dan yang tercela Yang ada dalam batin tempatnya, Supaya benar dalam kepada Allah tujuannya, Dan ilmu tasawuf yang sudah disebutkan Yaitu perintah untuk memperbaiki hati Kepada Allah yang dituju hati sebenarnya.

Utawi pertelane setengah sifat, Kang pinuji dene syara mangfangat, Yoiku wulung perkara iki wilangane, Zuhad, qanaah, sabar, tawakal atine Mujahadah ridha syukur ikhlas nejane, Khauf mahabah marifat kawengku maknane. Utawi pertelane setengah sifat cinela, Dene syarak kang ana ati dadi ala,

108

Yoiku wulung perkara ikilah peRtelane, Hubbud dunya tama, itbaul hawa katula. Ujub riyatakabbur hasud sumah,

Artinya:

Adapun penjelasan sebagian sifat Yang terpuji oleh syara manfaat Yaitu delapan perkara bilangannya Zuhud, qanaah, sabar, tawakal hatinya Mujahadah ridha syukur ikhlas tujuannya Khauf mahabbah makrifat sudah terkandung maknanya. Adapun penjelasan sebagian sifat yang tecela, Oleh syara yang dihati menjadi jelek Yaitu delapan perkara inilah penjelasannya Hubb al- dunya tamak itbaul hawa, Ujub riya takabbur hasud sumah

Untuk mencapai kepada kesempurnaan kehidupan dunia dan menuju kepada akhirat ia juga menekankan tiga jalan jalan yakni hubungan harmonis antara syariat, tarikat dan hakikat yang dirumuskan dengan istilah ushul, fiqh, dan tasawuf. Kiai Rifai pun

109

menekankan hubungan erat antara syariat, tarikat, dan hakikat, syair yang terkenal,yaitu; Man tasawwafa wa lam yatafaqqaha faqad tazandaqa Wa man tafaqqaha wa lam yatasawafa faqad tafassaqa Wa man jamaa bainahuma faqad tahaqaqa.

kutipan salah satu

Artinya :

Barang siapa bertasawuf tetapi tidak mengamalkan fiqh maka ia adalah zindiq, Barang siapa melaksanakan fiqh tetapi tidak bertasawuf maka ia fasiq, Dan barang siapa menggabungkan antara keduanya, ia akan mendapatkan hakikat.

Pemikiran tasawuf KH. Ahmad Rifai terealisasi berupa latihan ruhani dengan empat amaliyah yakni; 1. pengisian diri dengan sifat terpuji (tahalli), 2. pengosongan sifat tercela (takhalli), yang kemudian ditindak-lanjuti dengan 3. kedekatan kepada Allah (taqarrub), dan 4. pengenalan Allah dengan mata hati (makrifat). Amaliah terpuji meliputi delapan hal, yaitu; zuhud, qanaah, sabar, tawakal, mujahadah, ridha, syukur, dan ikhlas. Menurut Rifai, zuhud lebih menekankan pada aspek pengendalian hati daripada aspek perilaku yang harus ditampilkan. Zuhud itu pada hakikatnya adalah pengendalian hati terhadap keduniaan, artinya tidak tergantung kepada hartanya

110

walaupun berlimpah ruah di sisinya, tanpa melakukan uzlah, dengan menarik diri dari keramaian, justru mengajak lingkungannya untuk mensiarkan agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. seperti pernyataannya: Lan ora minarahaken kinaweruhan, Kerana ikulah wong lanang kapinteran Uzlah ngedohi saking menuso kumpulan, Balik jenengaken sarirane kawajibane Pitutur kadwe makhluke Allah tinemune, Ngajak-ajak ngangkat ing Allah agamane.

Artinya :

Telah diketahui tidak diperbolehkan, Bagi orang laki-laki pandai Uzlah menjauhi masyarakat Sebaliknya mendirikan kewajiban Memberi nasihat bagi mahluk Allah Dan mengajak untuk menmgangkat agama Allah.

Selain menekankan pada aspek batin (hati), namun dalam rangka mencapai kondisi zuhud ini ia memberikan penjelasan yang berkaitan dengan amaliah konkrit berupa

111

hubungan dengan Allah yang dilandasi dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi segala macam yang diharamkan, memperhatikan kondisi umat yang memerlukan bimbingan agama dan hal ini menjadi tanggung jawab serta kewajiban bagi ulama. Penafsiran zuhud dengan yang tidak membelakangi dunia, bukan berarti menganjurkan sikap untuk mengejarnya, tetapi memperbolehkannya sebatas kebutuhan primair yang sifatnya mendesak. Seberapa jauh ukuran sesuatu dikatakan mendesak, dia tidak memberikan penjelasan secara rinci. Ini berarti memiliki unsur dinamis sejalan dengan tingkat kebudayaan suatu masyarakat. Tentang Qanaah hati yang tenang maksudnya adalah hati yang tenang memilih ridha Allah, mencari harta dunia sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi kemaksiatan, juga menyertakan penjelasan yang berisi pujian terhadap kefakiran, hal ini terlihat sebagai upaya untuk memberikan berita gembira kepada mereka dengan cara menafsirkan pengertian miskin dengan kemiskinan moral dan bukan kemiskinan harta benda. Kemiskinan bukan karena ketiadaan harta, melainkan ketiadaan ilmu dan amal, sekaligus ulama dan haji fakir yang tidak menyingkir dari keharaman seperti pernyataannya; Ora nana miskin sebab tan duwe arta, Lan tetapi aran miskin tan ilmu kacita Lan ora ikhlas amal gerahita, Kang tinemu manfaat akherat kabekta.

112

Artinya:

Tidak disebut miskin sebab tidak punya uang, Tetapi orang miskin adalah orang yang tidak punya ilmu dan Orang ikhlas adalah orang yang berpikiran bahwa amal itu Hanya bermanfaat dibawa keakherat. Setengah alim lan haji fakir kapiran, Ora duwe arta agamane karusakan Pada fasiq loba ing kendurenan, Tan nejo nyingkir saking haram majlisan.

Artinya :

Ada sebagian dari orang alim dan haji fakir yang sial, Tidak mempunyai harta dan agamanya rusak, Sama fasik mencintai kenduri, Dan tidak menyingkir dari majlis yang haram.

Pengertian qanaah dalam tasawuf Kiai Rifai, lebih banyak menekankan aspek pembelajaran hati agar memiliki sifat puas dengan keadaan apa-saja yang menimpanya. Rela miskin jika memang harus miskin dan bisa menjadi orang kaya

113

yang selamat jika memang diberi kekayaan oleh Allah. Tentang sabarmenanggung penderitaan adalah menanggung penderitaan yang mencakup tiga hal, pertama, menanggung penderitaan karena menjalankan ibadah yang sesungguhnya, kedua menanggung penderitaan karena tobat dan berusaha menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, dan ketiga menanggung penderitaan karena tertimpa suatu bencana di dunia dan tidak mengeluh. KH. Ahmad Rifai mengartikan tawakal sebagai pasrah kepada Allah terhadap seluruh pekerjaan, sedangkan secara istilah adalah pasrah kepada seluruh apa yang diwajibkan Allah dan menjauhi dari segala yang haram. Tawakal tanpa meninggalkan ikhtiyar, bahkan usaha dengan sekuat tenaganya dengan maksud menolak kemudharatan. Mujahadah yakni: bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perbuatan, sedang arti istilah adalah bersungguh-sungguh sekuat tenaga dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, memerangi ajakan hawa nafsu dan berlindung kepada Allah dari kafir laknat. Ridha menurut Rifai diartikan: pertama, sikap rela menerima pemberian Allah, kedua sikap rela menerima ketentuan hukum syariat secara ikhlas dan penuh syukur diartikan dengan mengetahui segala nikmat Allah berupa nikmat, keimanan, dan ketaatan dengan jalan: memuji Allah yang telah memberikan sandang pangan, ditindaklanjuti dengan berbakti kepada Allah, yakni sesuai dengan pemahaman Al-

114

Qusyairi yakni: bersyukur dilakukan dengan lisan, anggota badan dan hati, selaras dengan arti syair Rifai: Terbilang orang membuang nikmatnya Allah, Terhadap orang yang mengabdi pada orang salah, Berpaling dari syukur nikmatnya Allah, Orang sesat menyesatkan ikut disembah, Ikut perintahnya dan meninggalkan larangannya-Nya, Orang zalim diikuti dan menjadi Tuhannya.

Kemudian maqam terakhir ikhlas yang dijelaskan dengan pernyataan: Berbuatlah ikhlas, yaitu dalam ketaatan tidak bertujuan pada sesuatu selain mendekatkan diri kepada Allah. janganlah sekali-kali punya pamrih dunia dalam mendekatkan kepada Allah itu seperti mendapat pujian manusia atau yang sejenisnya. Dan hati-hatilah terhadap riya yang akan merusak ibadah. arti bait syairnya; Dan beribadahlah kamu semua dengan sungguh-sungguh, Pada Allah ikhlas di dalam batin, Dan jangan menyekutukan kamu semua, Ibadah kepada Allah sedikit jangan sampai bercampur, Menjadi kafir orang yang menyekutukan Allah.

Uraian pengosongan diri dari amaliah tercela (takhalli), diantaranya;

115

1)

Mencintai Dunia ( hubb al-dunya)

Kyai Rifai mencela terhadap memperoleh dan menikmati keduniaan yaang dapat membawa lupa pada akibat dan memberi peluang kepada pebuatan maksiat dan keharaman sebaliknya yakni menyisihkan dunia dibolehkan asal tidak menjadikan lupa terhadap akhirat. Tamak oleh K. Rifai diartikan hati rakus terhadap dunia, sehingga tidak memperhitungkan halal dan haram saja yang berakibat dosa besar, meremehkan hukum syara, artinya menjalankan kewajiban agama, sehingga dapat menyebabkan kefasikan bagi dirinya, tanpa memandang kepada siapapun. Bahkan dinyatakan bahwa tamak mengakibatkan seseorang tidak mempunyai sifat malu, walaupun harus menghasut dan merendahkan sifat dirinya, dengan tujuan mendapatkan keduniaan, sebab sifat lobanya kepada harta dunia. Sesuai dengan pernyataannya: Akeh alim kekel fasik tan wirang isin, Sebab loba donya sejane ing batin Tan etung nanggung dosa agung, Angger donyane kinasihdene tumenggung Artinya : Banyak alim kekal fasik tidak malu-malu, Sebab rakus dunia hasratnya dalam batin, Tidak mempertimbangkan menanggung dosa besar, Asal dalam dunia dicintai oleh pemerintah.

116

Terhadap Qadhi ia menyatakan: Dadi Qadhi ngawula maring tumenggung, Merintah ing menungso dilulu kahitung Alim fasik dadi guru mulyo rinubung, Dilulu merintah ing akeh murid bingung Pada rame- rame batalake sembahyang , Kang dadi pepeke syarat tan diwulang Pada loba donya amrih rame kasawang, Ngamale akeh maring neroko dicadang Artinya:

Menjadi qadhi mengabdi kepada pemerintah, Menyuruh kepada manusia diberi kebebasan terhitung, Alim fasik menjadi guru mulia dikelilingi, Diberi kebebasan menyuruh kepada banyak murid bingung, Sama beramai-ramai membatalkan sembahyang, Yang menjadi lengkap syarat tidak diajar, Sama rakus kepada dunia agar ramai dilihat, Amalnya banyak ke neraka dipersiapkan.

117

Dalam hal ini Rifai menekankan tentang seluruh manusia dianggap bertindak tamak selama menyimpang dari akhlak dan menganggap fasik baginya. Tentang Itba al-Hawa secara lafdiyah, adalah menuruti hawa nafsu sedang menurut istilah yakni: menurut kejelekan hati dalam kemaksiatan dan keburukan hati, melanggar yang diharamkan oleh hukum syara, dengan mempertimbangkan bahwa menuruti hawa nafsu mengakibatkan kesesatan, dan kekufuran, demikian juga dapat mengakibatkan kemunafikan, menyimpang dari tuntunan Al-Quran, sebagaimana pernyataan selanjutnya; Orang berlaku salah pertama dalam perbuatannya Yaitu mengikuti hawa nafsu yang dijadikan tuannya, Itulah sifatnya orang munafik mardud imannya, Tidak senang menerima syara hukumnya.

Begitu juga dalam hal munafik ia menerangkan bahwa mereka yang melanggar hukum syara dan tiada menerima aturan syara. Ujub dalam arti lafdhiyah yaitu menganggap dirinya punya kelebihan pada batin dirinya. Sedang makna istilah menganggap kebal pada dirinya terhadap siksa akhirat karena perasaan kelebihan ibadahnya, Baginya seseorang dianggap ujub walaupun alim namun mengajak kesifat durhaka kepada Allah walaupun dianut olek khalayak. Riya diartikan penyimpangan niat dalam ibadah kepada selain Allah, justru mengarahkan ibadah kepada kehidupan keduniaan. Bahkan Kyai Rifai membagi

118

riya menjadi dua yakni riya khalis yang artinya melakukan perbuatan karena condong kepada manusia dan riya syirik yaitu melakukan perbuatan karena manusia dan Tuhan. Takabur diartikan dengan merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain dalam hal keduniaan maupun kepandaian, menetapkan pada dirinya kebajikannya, ada sifat baik atau keluhuran pangkatnya, sehingga dapat mengakibatkan perbuatan kefasikan dan kekufuran, bahkan kehilangan imannya. Sebagaimana pernyataannya; Sebab banyak harta dan kepandaian. Dan sebenarnya orang yang melakukan perbuatan, Terhadap perbuatan batil yang jelek kenyataannya Dan takabur menghina dari kebenaran hukumnya, Adalah kufur bagi orang tersebut hilang imannya.

Hasud dalam arti lafdhiyah adalah dengki, sedang arti istilahnya mengharapkan hilangnya kenikmatan, ibadah atau harta orang lain, pernyataannya; Sumah secara lafdhiyah diartikan memperdengarkan ibadahnya kepada orang lain, sedang menurut istilah diartikan dengan beribadah ikhlas dan khusuk kepada Allah namun perbuatan itu dituturkan atau disebut-sebut di hadapan orang, agar dirinya berbuat akhak luhur dan ibadah baik. Demikian sifat terpuji dan tercela yang merupakan pedoman moral dalam melengkapi amaliyah lahiriyah dan batiniyah, sebagai pengamalan tasawuf Kyai Rifai.

119

Kemudian puncak menuju makrifat adalah khauf, mahabbah dan marifat, dengan melalui akhwal (sikap mental) dan maqamat (sikap hidup), diketahui bahwa pemikiran tasawuf Rifai hanya sederhana. Di sini dapat dilihat bahwa tasawuf bagi Rifai adalah mengetahui sifat terpuji dan tercela sekaligus menjalankan sifat yang terpuji dan menjauhi sifat tercela, agar hati kita benar-benar menuju kepada Allah. Kemudian secara ringkas akhlak terpuji dan tercela telah diuraikan di atas yang termaktub dalam ajaran Rifai. Klimaks dan tujuan puncak bagi Rifai adalah kondisi khauf, mahabbah dan marifat, dengan melakukan akhwal dan maqamat di atas melakukan akhlak terpuji dan meninggalkan akhlak tercela yang masing-masing jumlahnya delapan. Kemudian apakah ketiganya ? Khauf (takut) Rifai menyatakan : Derajat parek iku Marifat ning manah, Cukule makrifah ngedohi panegah, Kinarepan dipurih parek ing Allah luhur, Iku wajib wedi lan asih anut milahur , Maring Allah taat saking haram mungkur, Kuwasane netepi wajib tan mundur.

Artinya:

Derajat dekat itu makrifat dalam hati, munculnya makrifat menjauhi larangan, bertujuan mendekat Allah luhur, itu wajib takut dan cinta taat memperhatikan kepada Allah taat dari haram menghndar, berusaha memjalankan kewajiban

120

Jelas untuk mencapai marifat harus menjauhi segala larangan, taat kepada Allah dan menghindari yang haram Mahabbah bagi Rifai adalah berbakti kepada Allauh yang mencintai Allah sebenarbenarnya Tuhan dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi perbuatan maksiat dan jika berdosa segera bertaubat, disebutkan pula dalam pernyataannya: Adapun hati cinta kepada Allah taala sesungguhnya, itu iman menjadi rukh kehidupannya, dengan pembuktian Dalam hidupnya tetap melaksanakan kewajibannya, dan menjauhi dari yang haram sekuat tenaga, Itulah tanda cinta kepada Allah dalam hati yang sebenar-benarnya, bahkan memberi jaminan bahwa orang yang cinta kepada Allah dengan benar, itu menjadi sahnya iman jujur, bermanfaat dan diakhirat kelak mendapat kebahagiaan, apabila imannya terus bercahaya dan imannya kekal Kemudian klimaks dari mahabbah dan khauf, tertulis dalam pernyataannya: Melihat dalam hatinya sifatnya Tuhan, besar dan indah takut dan cinta dalam hati, Wajib khauf pada Allah dipacu dari belakang, dan mahabbah menarik tuntunan yang ada di depan.

Dilihat dalam hal ini Rifai juga menguraikan tentang tasawuf falsafi, di mana seseorang harus melakukan tajalli.

121

Kemudian tahap akhir makrifat, Rifai menjelaskan bahwa dengan takhalli dan tahalli, dengan munculnya kondisi khauf dan mahabbah, kemudian pada tahap akhir muncul nur dalam hatinya sebagai kenyataan kondisi makrifat, sebagaimana pernyataannya: Allah zat wajib al-wujud benar sempurna, dipandang melalui nur pemberian yang dicita-citakan, Yang letakkan dalam relung hati kebatinan, menjadikan hati memiliki kewaspadaan dalam penglihatan, pada sesuatu ciptaan Allah kenyataan , qudrat iradat ilmu hayat disifati, Itulah orang sudah sampai pada Allah makrifat, melihat pada kemurahan Allah berbuat taat.

Kemudian menyadari tentang segala perbuatan dan tingkah-laku manusia di dunia ini adalah kehendak dan semata-mata perbuatan Allah, sebagaimana dinyatakan, yang artinya : Dan barang siapa sudah mantap kebenaran, di dalam maqam marifat tempatnya, Maka orang itu melihat dalam kebatinan, pada semua perbuatan, Itu baik menjadi haram dalam lahiriahnya, sebab sesungguhnya letak perbuatan tersebut, Seluruhnya merupakan perbuatan Allah.

122

Mengenai tarikat Rifai tidak condong kearah guru yang wajib ditaati secara taklid buta, namun dapat diungkapkan guru sebagai penunjuk jalan, sedang tarikat sebagai jalan menuju kearah makrifat semata menuju Allah. Sesuai pernyataannya berikut ini: Adapun tarikatnya orang berdagang dan menanam, Yaitu berhasrat hatinya untuk taat kepada Allah, manfaat hati untuk menolong ibadah, Melaksanakan kewajiban dan menjauhi maksiat, tujuannya hati memperoleh manfaat akhirat.

Kemudian tentang kebersamaan pengamalan syariat dan hakikat dituturkan sebagai berikut: Artinya: Atau syariat dan hakikat lazimnya, saling menetapkan tidak jadi pisah, Syariat itu zahir hakikat dalam hati, tarikat itu sudah bercampur tindakan, Wajib setiap mukallaf menjalankan syariat, juga tarikat dan hakikat sesuai dengan kekuatan.

Dinyatakan pula: Maka syariat tanpa disertai dengan hakikat, itu menjadi kosong tanpa ada isinya, Adapun hakikat tanpa syariat jadinya itu menjadi rusak tidak ada manfaatnya.

123

Kehadiran guru tarekat, dinyatakan Rifai sebagai penunjuk jalan semata, seperti pernyataannya; Adapun berupaya guru alim keadilan, mengajarkan sebenarnya jalan yang menguntungkan kepada Allah itu wajib bertanya, Pada setiap orang mukallaf yang bodoh, dan sekalipun orang tersebut, termasuk kalangan ulama besar yang terkenal, Juga wajib mengusahakan guru dengan sungguh jika tidak tahu masih gelap dan samar.

Kemudian tentang bakti dan mengikuti guru , Rifai menyatakan: Artinya : Adapun tatakramanya anak murid jadinya, itu wajib memelihara hormat adanya, memulyakan guru sekuat tenaga, semasa hidup dan matinya. Dari hal tersebut di atas, dalam menghormati dan menuruti kepada guru, sematamata sebagai penunjuk jalan kearah marifat, dan semata sebagai kehormatan dan pengamalan akhlak sebagai etika murid terhadap guru, yang sudah lazim berlaku di adab atau etika ketimuran. B. Penerapan Tasawuf Kyai Haji Rifai.

Menurut definisi-definisi yang diungkapkan para pemula dan ulama tasawuf, menurut al-Ghazali semata-mata hanyalah merupakan karakter seorang sufi dan ungkapan-ungkapan dari hasil pengalaman para sufi setelah mendapatkan mukasyafah dan mencapai maqam tertentu, dan menghasilkan pencerahan batin yang

124

berlainan tingkatan maqamnya, akibatnya mencetuskan bermacam-macam kesimpulan yang berlainan dalam mengemukakan pengertian tasawuf, sebagian menjelaskan tentang subyektifitas seorang sufi misalnya, definisi Junaid, sufi adalah orang yang dekat dengan Allah tanpa perantara, dan sebagian yang lain mengatakan hasil akhir dari pencerahan batinnya, seperti juga yang diungkapkan Junaid, tentang tasawuf adalah kematian dan kehidupan hanyalah al-Haq yang menentukan, Bisyr alMaky mengatakan orang yang bersih hatinya karena Allah, kemudian definisi ulama mutaakhirin seperti, Hamka, dan lain-lain, hanyalah rangkuman dari berbagai definisi ulama sufi awwalin kemudian diabstraksikan dengan bentuk definisi yang sesuai, cocok dengan kehendaknya. Tasawuf Rifaiyah, sebenarnya merupakan pengejawantahan dari perilaku/ perbuatan (fiqhiyah) yang direalisasinya berbentuk syariah dalam lapangan ibadah maupun muamalah dengan indikator perilaku batin (akhlaq), sehingga dapat dikatakan bahwa tasawufnya sebagian besar berbentuk tasawuf amali. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kandungan ajaran tasawufnya bertitik tolak kepada melakukan perbuatan syari dalam menjalankan hukum Allah di dalam kehidupan dunia dan berhubungan dengan masyarakatnya agar menuruti tuntunan Islam yang disesuaikan dengan kehendak Allah sehingga mendapat ridhanya. Ringkasnya, pengamalan ajaran Rifaiyah merupakan kesatuan antara Iman, Islam dan Ihsan yang harus dilakukan dalam kehidupan dunia ini secara selaras dan seimbang. Kemudian dasar pokok ajarannya, sesuai dengan pengakuannya yakni,

125

dalam fikih sebagian besar menganut Syafiiyah, sedangkan dalam lapangan tasawufnya menganut mazhab Ghazaliyah. Oleh karena itu untuk mengetahui penerapan ajarannya, walaupun di sini adalah tentang tasawuf namun implementasinya mesti dihubungkan dengan perlakuan dan perbuatan fiqhiyah dalam realisasinya, hal ini untuk menunjukkan bahwa sikap batin sebenarnya hanya dapat diketahui dengan realisasi perbuatan lahir. Kemudian untuk menjelaskan implementasi atau pengamalan tasawuf Rifaiyah ternyata harus dikaji dari pokok ajaran, dan pemahaman umat dalam mengkaji ajarannya serta bentuk pengamalannya di kehidupan lingkungannya. Sampai dampak maupun perluasan jangkauan dan faktor-faktor yang lain yakni pendukung maupun penghambat perkembangan ajarannya maupun budaya penganutnya. Penerapan ajaran Rifaiyah, Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa, ajaran Rifaiyah di Kabupaten Temanggung dapat dibagi menjadi beberapa pokok masalah; sistem pengorganisasian/ kelembagaan; Pertama, masalah intern. Perlu disadari bahwa personal-personal dari organisasi Rifaiyah adalah terdiri dari beberapa unsur partai masa lalu akibatnya ideologi mereka masih sebagian kecil mempengaruhi cara mereka berorganisasi, akibatnya persesuaian paham seharusnya diseragamkan dengan melakukan: pertemuan rutin selapanan bagi pengurus dan pengiriman anggota mengikuti seminar maupun pertemuan rutin tingkat cabang, kemudian pelestarian ajaran selalu diupayakan dengan persesuaian kitab Tarojumah dengan kitab kuning lainnya.

126

Kedua, pokok masalah extern, sistem pengorganissian dan kelembagaan dibuat per anak cabang maupun per-ranting diambil tokoh-tokoh yang potensi dan memahami ajaran Rifaiyah sebagai pembina dan perluasan jangkauan penghayatan ajaran Rifai, sekaligus sebagai tokoh pembinaan keanggotaan. 1. Sistem pendidikan Secara umum pembinaan pendidikan dengan memakai kitab 10 (sepuluh) yang diutamakan, kemudian secara merata sarana kitab yang dimiliki oleh keluarga anggota Rifaiyah adalah 4 (empat) kitab yakni: Riayah al Himmah, Husn alMithalab, Asn al-Miqshad dan Abyan al-Hawaij. Dan kitab lain sebagian besar dimiliki oleh kyai ? Tokoh Rifaiyah senior diantaranya kitab Basir al-Islah Syariul Iman Tarihul Miftah Bismililah dan terbanyak dimiliki oleh tokoh hanya 20 (dua puluh) kitab (menurut penuturan kyai Jumali) 2. Pendidikan anak-anak

Untuk pendidikan kepada anak-anak sebagian besar dilakukan dengan pengajian khusus, istilahnya disebut sorogan atau bandongan, diupayakan dalam pertemuan ini mengkaji khusus yang diutamakan adalah hafalan bait syair yang ada di kitab Tarojumah 3. Pendidikan remaja

Untuk para remaja sebagian besar mengkaji kitab Rifaiyah ditambah dengan kitabkitab kuning, seperti taqrib, subul al-salam dan yang diutamakan adalah pengkajian

127

Ihya Ulumuddin terutama bagi yang telah mencari ilmu di pondok pesantren luar. Di samping perwujudan di dalam pergaulan dengan masyarakat 4. Pendidikan orang tua

Sebagai pembinaan penghayatan bagi orang tua difokuskan kepada pertemuan selapanan , yang kegunaannya adalah pemahaman 5. Pendidikan Umum

Diutamakan dengan pertemuan selapanan di lingkungan daerah ranting masingmasing dengan mengundang dai senior dari daerah lain se-wilayah kecamatan. Pertemuan diadakan pengajian putra sendiri dan putri sendiri sesuai dengan saat yang ditentukan. Sistem pengamalan secara pandangan umum, bentuk pengamalan yang diperhatikan adalah perwujudan amalan dari bidang fiqh, diantaranya pertemuan selalu dipisahkan antara pria dan wanita, pemakaian jilbab wajib bagi wanita, cara mengubur mayit, pelaksanaan jamah, cara menemui tamu antara muhrim dan lain muhrim Sedangkan secara pandangan khusus, dalam pengamalan Tasawuf, dilihat dari pengamatan sehari-hari khusus bagi orang dewasa sudah melembaga dan dilestarikan, karena pada hakikatnya pengamalan ini tidak dapat dilihat dengan konkrit, namun berdasarkan realitas perilaku yang ada di masyarakat. Misalnya, penghayatan sabar dapat dilihat saat menghadapi kematian bagi keluarga kenyataannya, ratapan tangis sudah tidak ada, kesabaran mengurus mayit walaupun tidak diberi makanan oleh

128

keluarga si mati, kenyataan terkubur dengan baik, justru untuk makan ditempat si mati adalah tabu, dikatakan dari seorang tokoh mengakibatkan penyakit buduken. Kemudian pelaksanaan tawakkal, kenyataannya di dalam pencarian rizeki mereka berupaya bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing (perlu diketahui sebagian banyak anggota Rifayah adalah petani dan usaha dagang), dalam pengolahan hasil di samping melaksanakan ikhtiyar yang baik banyak disalurkan kepada kesosialan di lingkungannya ( hal ini sifat qanaah, istiqomah, dan hubb al-dunya, syukur sangat terlihat dan dapat dipahami) (wawancara dengan tokoh Rifayah H. Supardi). Disamping itu kenyataan penghayatan tasawuf tentang penasharufan harta terlihat akan dibangunnya balai pertemuan dan pendidikan di daerah Wonoboyo dapat berjalan lancar, yang pembiayaannya hanya didukung oleh anggota Rifaiyah. Tama, masalah ini dapat terlihat dalam pelaksanaan muamalah. Hal ini, dapat diperhatikan dalam menjalankan warung tempat mereka berusaha, nampak betapa murahnya harga dan pengambilan hasil laba di warungnya, beda dengan pembuka usaha yang tidak hafal syair kitab Rifai yang berarti ajaran Rifai telah melembaga di hatinya. Demikian juga pedagang lain dan usaha kendaraan (hasil wawancara dengan tokoh Kyai Habib). Kemudian dalam rangkaian pelaksanaan ajaran zuhud, anggota Rifaiyah, walaupun kenyataan pengamalannya berpakaian dengan model pakaian modern, kenyataannya dalam mencari penghidupan belum pernah terjadi adanya kelakuan mengganggu orang lain ataupun korupsi, apalagi bekerjanya di lapangan pertanian.

129

Namun itu dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan ajaran akhlaq almadzmumah masih ada anggota yang tergiur oleh faktor itbaul hawa. Walaupun sebagian besar pengikut Rifaiyah melestarikan menjauhi larangan, namun kenyataan masih ada sebagian anggota yang kurang pemahamannya mengenahi hal ini. Terbukti dengan terjadinya peristiwa kawin gratis dan massal sebanyak 17 (tujuh belas) pasangan di daerah kecamatan Wonoboyo. Hal ini menurut pendapat tokoh Rifaiyah (K Jumali Simbang) berpendapat bahwa, permasalahan ini terjadi karena sebab-sebab sebagai berikut: pertama, pengaruh budaya modern di antara pemuda pemudi, kedua, kekuatan iman yang lemah atau tipis keimanan, kurang taqwa kepada Allah, kebodohan, kurang aktif dalam mengikuti pengajaran, dangkalnya pemahaman pada pendidikan person, dan unsur hidayah belum masuk. Kemudian dalam pelaksanaan faktor ujub, riya takabur dan sumah, karena hal ini timbul dalam waktu yang sangat relatif cepat, maka masih sering-sering dilakukan. Walaupun sebagian kecil jumlahnya ( wawancara dengan H. Supardi).

C.

Faktor Penghalang Dan Penunjang Yang Mempengaruhi Penerapan Ajaran

Rifaiyah Menurut pengamatan peneliti unsur penghalang dan penunjang ajaran Rifaiyah dapat diukur dengan indikator pengetahuan dan pemahaman ajaran yang tertulis dalam kitabnya. 1. Faktor Luar

130

a.

Pengaruh budaya Budaya modern memang sangat mempengaruhi kehidupan secara umum, namun

dalam lapangan pengamalan muamalah masih dapat dikendalikan, kenyataan seperti contoh di atas, kemudian dalam masalah tasawwuf masih tergantung kepada pemahaman dan kelembagan ajaran . b. Pengaruh politik

Secara garis besar unsur politik dalam lembaga Rifaiyah khususnya di Temanggung tidak menjadi penghalang, kenyataannya dalam organisasi inipun terjadi dari berbagai partai, ternyata dalam lingkungan muamalah dan pengamalan tasawwuf kurang begitu berpengaruh. c. Pengaruh Sosial

Pengaruh sosial justru di dalam pengamalan ajaran Rifaiyah sangat mendukung pelaksanaannya diantaranya, dalam pembangunan dan kerukunan antar anggota, saling membantu dapat dikatakan kesatuan jamaah Rifaiyah merupakan satu kekuatan yang optimal, mungkin terpengaruh dengan minoritas kuantitasnya. d. Kabar Negatif

Issue negatif, bahwa ajaran Rifaiyah mengajarkan ilmu-ilmu spiritual negatif seperti manusia dapat berubah bentuk, sihir dan ilmu batin lainnya yang negatif adalah hanya sebatas kebohongan dan hal ini dilakukan saat penjajahan Belanda dahulu. Akhirakhir ini terjadi saat partai di Indonesia masih banyak jumlahnya (perkiraan tahun enam puluhan), menurut penuturan Kyai Sam Sukur dari keturunan Kyai Beni).

131

2. a.

Faktor Dalam Keorganisasian

Untuk kelembagaan organisasi di dalam aliran Rifaiyah dikatakan sangat kuat, kecuali dalam pengembangan di daerah kecamatan baru, karena ajaran kitab ini walaupun isinya sangat baik, namun masih banyak tantangan di daerah lain. b. Peneladanan

Pengamalan di daerah wilayah Rifaiyah, masih terpengaruh oleh kelakuan-kelakuan para kyai dan tokoh senior. Yakni dalam pengamalan anggota sangat percaya dan yakin dengan pendapat dan aturan-aturan yang diberikan oleh para dai . Sedangkan faktor pendukung perkembangan ajaran Rifaiyah 1. Kekuatan Pengaruh

Seperti diuraikan di atas bahwa pengaruh tokoh dan kyai di lingkungan Rifaiyah masih menjadi pusat keteladanan, sehingga setiap angota yang telah masuk menjadi anggota, di luar daerah pun masih selalu diamalkan walaupun lingkungan kurang sepaham 2. Penghayatan ajaran /budaya

Diantara anggota Rifaiyah yang telah memahami dan menghayati isi dari kitabnya, sebagian besar pengimplemantasiannya tanpa dipengaruhi lingkungan . 3. Penanaman ajaran

Penanaman ajaran Rifaiyah selalu timbul dari dalam anggota keluarga, dan lingkungannya.

132

Demikian ajaran Rifaiyah yang terjadi pada pengikutnya, yang sangat mempengaruhi perilaku dalam bertasawuf bagi masyarakat kabupaten Temanggung.

133

BAB V PENUTUP

A. 1.

Kesimpulan. Ajaran tasawuf KH. Akhmad Rifai pada dasarnya merupakan bagian dari

gagasan yang mempertahankan hubungan harmonis antara syariat dan hakikat, dirumuskan dengan istilah ushul al-fiqih dan tasawuf dengan corak amali dan falsafi dengan jalan tahalli, takhalli, ditindaklanjuti dengan taqarrub dalam rangka mencapai makrifat billah. 2. Umat Rifaiyah di Kabupaten Temanggung sebagian besar merealisasikan

ajaran Kyai Rifai dengan penuh keyakinan dalam melakukan semua bentuk ajaran di dalam lingkungan masyarakat maupun anggota keluarganya, dengan kawasan pengikutnya terdapat Kecamatan Candiroto, Bejen, Tretep dan Wonoboyo, sedang pusat kegiatan dan motor terbesar adalah di Kecamatan Wonoboyo. 3. Perkembangan umat Rifaiyah didukung oleh kekuatan organisasi, ideologi

dan penyebarannya dilakukan dengan dakwah anggota dan perpindahan penduduk serta kekuatan tali perkawinan. Pengamalan tasawwuf, dilakukan dalam tasharruf, kehidupan di lingkungan umat Rifaiyah yang penduduknya secara mutlak, sedang di daerah yang lain tetap menyesuaikan dengan adat setempat, kecuali dalam hal fiqih dan usul ad-din sebagian besar amat kuat.

134

B. 1.

Saran- Saran Ajaran Rifaiyah adalah pedoman hidup umat Islam yang benar-benar

menuruti ajaran Islam yang lurus. 2. Bagi para anggota Rifaiyah masih perlu menekankan kepada umatnya untuk

mendalami dan memahami ajaran kitabnya lebih dalam dan hendaknya diselaraskan dalam tasharruf ajarannya dengan lingkungan dan daerah dengan kelapangan dan keterbukaan isi ajaran secara lebih luas.

135

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adzim, Ali Abdul al -, Falsafat al-Marifah fi al-Quranil al-Karim, Al-Kamirat: Risalah al-Ammah, 1973. Ali, Yunasril, Manusia citra Ilahi, Jakarta: Paramadina, November 1997, Cetakan I. Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Asjwadie, Syukur, Ilmu Tasawwuf, Surabaya: Bina ilmu, tt. Atjeh, Aboebakar, H. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, Solo: CV. Ramadhani, Nopember 1987, Cetakan III. Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat Tradisi- tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995. Collins, Harper, Essential Sufism, diterjemahkan James Fradiman & Ragip Robert Trager al-Jerrahi (ed.), Yogyakarta: Pustaka Sufi, April 2003, Cetakan II. Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, et-al., Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996. Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Tasawuf, Jakarta: Bulan Bintang, Februari 1998, Cetakan I. _____________, Allah Dan Manusia Dalam Konsepsi Syeikh Nuruddin Ar- Raniry. tt. Dimyathi, Sayyid Abi Bakar al-Maruf bin Sayyid bakar al-Maky bin Sayyid Muhammad Syatha, al- Kifayat al-Atqiya,Tp: al-Mahad al-Islami alSalafi, tt. Djamil, Abdul, Perlawanan Kyai Desa; Pemikiran dan Gerakan Islam K.H. Ahmad Rifai Kalisalak, Yogyakarta: LKIS, Januari 2001, Cetakan I. Fansuri, Hamzah, Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, Abdul Hadi W. M., Bandung: Mizan, Juli 1995, Cetakan I.

136

Ghazali, Munqid min al-Dhalal, disuting oleh Abd. Halim Mahmud, Tp: Dar alKutub al-Hadisah, tt. Ghazali, Ihya Ulumuddin, juz I, Semarang : CV. Toha Putra, tt. Haeri, Syaikh Fadhlalla, The Elements of Sufism, (ed); Ibnu Burdah dan Shohi fullah, Jenjang-Jenjang Sufisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juni 2000, Cetakan I. Hamka, Filsafat Ketuhanan, Surabaya: Karunia, 1985, Cetakan I. Hatta, Muhammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tinta Mas, 1983, Cetakan I. Jahja, Zurkani, H. M., Teologi al- Ghazali,.tt. Khaldun, Ibnu, Muqaddimah, Bairut: Dar al-Fikr, tt. Labib Mz., Rahasia Ilmu Tasawwuf, Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2001. Lawrens, Burhani MS-Hasbi, Referensi ilmiyah-politik, Kamus Ilmiyah Populer edisi milenium, Jombang: Lintas Media, tt. Lings, Martin, (Abu Bakr Sirajuddin), A Sufi Saint of the Twentieth Century; Syaikh Ahmad al-Alawi, London; George Allen & Unwin Ltd, edisi kedua, 1971, (ed); Abdul Hadi W.M., Wali Sufi Abad 20, Bandung: Mizan, Juli 1995, Cetakan VI. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, tt. Murtadha, Muthahhari, Perfect Man, Teheran: Forign Department of Bonyad Bethat, (ed); M. Hashem, Manusia Sempurna; Pandangan Islam tentang Hakikat Manusia, Jakarta: Lentera, 1994, Cetakan II. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Setia, tt. Najjr, Amir al-, Al Ilmu al-Nafsi al-Shufiyah, Cairo: (Dar al- Maarif, ed); diterjemahkan oleh; Hasan Abrori, Ilmu Jiwa Dalam Tasawwuf, Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer, Jakarta:Pustaka Azzam, Juli 2001 M, Cetakan II.

137

Nasr, Sayyid Husein, Living Sufism, Abdul Hadi W.M, Tasawuf Dulu Dan Sekarang, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cetakan I, Maret 1985. Nasution, Harun, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta; Bulan Bintang, Agustus 1978, Cetakan II. Poerwadarminto, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, Cetakan VII, 1984. Rifai, Ahmad , Abyan Al-Hawaij, tanpa tahun. ____________, Akhsan Mitholab, tanpa tahun. _____________, Ahsan al- Mitholab, tanpa tahun. Saefuddin, A.M. et-al. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi. tt. Said, Fuad, H.A. Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta; PT. Al-Husna Zikra, 1999, Cetakan II. Shadra, Mulla, Hikal al-Arsyiah, (ed); DR. Dimitri Mahayana M. Eng, Dedi Djuniardi, Kearifan Puncak, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, Maret 2001, Cetakan I. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989. Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Kwalitatif, Surakarta: Sebelas Maret University Press Indonesia, tahun 2002. Syakah, Mustota Muhammad al-, Islamu Bi Laa Madzaahib, (ed); Basamalah, AM. Islam Tidak Bermazhab, Jakarta: Gema Insani Press, Juli 1995 M, Cetakan II. Syukur, Amin, H. M., et al., Metodologi Studi Islam, Semarang: Gunung jati, tt. Tirmidzy, Abi Abdillah Muhammad bin Ali bin al-Hasan al-Hakim al-, Khotimul Awliya, Beirut: Al-Katsulikiyah, tt.

138

DAFTAR WAWANCARA 1. 2. 3. Benarkah sdr. adalah pengikut Rifaiyah ? Sudah berjalan berapa tahunkah sdr. mengikuti ajaran Rifaiyah? Mestinya sdr. pernah mengikuti pertemuan dikelompok lembaga ini, masalah apakah yang diketahui dari hasil pertemuan, berilah contohnya?. 4. 5. 6. 7. Jika terdapat pembahasan kitab, bagian manakah yang diperbincangkan? Manakah yang sering dibahas, fiqh, kalam atau tasawwuf ? Seringkah ajaran tasawwuf dibahas dalam topik khusus? Jika pernah atau sering membicarakan soal tasawwuf, apakah sdr. ikut jemaat tareqat? 8. Didalam ajaran tasawwuf, KH. Ahmad Rifai, memberi konsep delapan ajaran, diantaranya; zuhud, qanaah, sabar, tawakal, mujahadah, mahabbah,

139

ridho, syukur, iklas dan tiga tujuan akhir khauf, mahabbah dan marifat dan delapan perilaku tercela; itbaul hawa, hubbu al-dunnya, tama dan lain-lain, bagaimanakah pemahaman sdr. mengenahi hal ini? 9. Sekedar untuk itibar, bagimanakah jika sdr. menghadapi kejadian, misalnya; a. Kehidupan sdr. selalu berkekurangan, sementara tetangga sdr berkecukupan? b. Tetangga sdr. mendapat musibah, atau tetangga sdr. mendapat musibah? c. d. e. f. Kenakalan remaja sudah melapaui batas norma?. Dilingkungan sdr. terjadi huru-hara? Disekitar sdr. membangun rumah ibadah? Panutan sdr. berperilaku tercela?,

10. Bagaimanakah pemahaman sdr. mengenahi delapan konsep delapan perilaku terpuji dan perilaku tercela? 11. Bagaimanakah anggapan sdr. tentang perilaku pengikut Rifaiyah ini? Apakah sudah cukup sebagai pegangan perilaku bermasyarakat? 12. Bagaimanakah pendapat sdr. jika umat rifaiyah ini berkurang atau bertambah pengikutnya? 13. Apakah dukungan sdr. agar jamaah Rifaiyah ini berkembang? 14. Mengapa sdr. bersikukuh mengikuti jamaah ini?

140

15. Menurut sdr. apakah faktor-faktor Rifaiyah?

keteguhan hati mengikuti ajaran

16. Apakah keluarga sdr. semua menganut tariqat atau jemaat ini? 17. Apabila terjadi ajaran lain mempengaruhi ajaran Rifaiyah, apakah sdr. mengikuti mereka? 18. Menurut sdr. dimana sajakah pengikut Rifaiyah? 19. Menurut saya tasawwuf itu bertujuan taqarrub kepada Allah dan marifat, bagaimana menurut pemahaman sdr.? 20. Mengenahi issue negatif, bahwa anggota jemaat Rifaiyah, jika telah mendalam keyakinannya, dapat merubah dirinya menjadi makhluq lain? Bagaimanakah tanggapan sdr, tentang issue seperti ini? 21. Bagaimanakah sdr. menjelaskan kesalah-fahaman ini kepada klien, yang sdr. temui? 22. Menurut pendapat sdr. apakah ada usaha untuk perkembangan jemaat Reifaiyah? 23. Bagaimana saran-saran sdr. pada organisasi maupun jemaat Rifaiyah? 24. Saya, belum mengetahui, belum mengerti dan belum memahami ajaran Rifaiyah? Bagaimanakah keinginan sdr. untuk saya? 25. Mungkinkah sdr. keluar dari jemaat ini? Mengapa? 26. Dan lain-lain.

141

142

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1.

Abdul Djamil, Perlawanan Kyai Desa, Pemikiran dan Gerakan Islam K.H.

Ahmad Rifai Kalisalak, Yogyakarta, LKIS: Cetakan I, Januari 2001. 2. Amir an-Najjr, Al Ilmu an-Nafsi ash-Shufiyah, Dar al- Maarif, Cairo

(ed); diterjemahkan oleh; Drs.Hasan Abrori, M.A, Ilmu Jiwa Dalam Tasawwuf, Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer, Jakarta, Pustaka Azzam, Cetakan II, Juli 2001 M. 3. Dr. Mustota Muhammad asy- Syakah, Islamu Bi Laa Madzaahib, (ed); AM.

Basamalah, Islam Tidak Bermazhab, Jakarta, Gema Insani Press, Cetakan II, Juli 1995 M.

143

4.

Mulla Shadra, Hikal al-Arsyiah, (ed); DR. Ir. Dimitri Mahayana M. Eng, Ir.

Dedi Djuniardi, Kearifan Puncak, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan I, Maret 2001. 5. 6. 7. 8. A.M. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi (et-al). tt DR. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, tt Dr. H. M. Zurkani Jahja, Teologi al- Ghazali,.tt Syeh Abi Abdillah Muhammad bin Ali bin al-Hasan al-Hakim at-Tirmidzy

Khotimul Awliya, Beirut, Al-Katsulikiyah, tt. 9. Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, [et-al.], Jakarta, PT. Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1996. 10. Prof. DR. H. M. Amin Syukur, M.A. (dkk), Metodologi Studi Islam, Semarang, Gunung jati, tt. 11. Mustofa Pustaka, Akhlak Tasawuf, Setia, tt. 12. Akhmad Rifai. Ahsan al- Mitholab, tt. 13. Drs Muhammad Zain Yusuf, Akhlak/ Tasawuf, Semarang , Al-Husna, tt. 14. Muthahhari Murtadha, Perfect Man, Forign Department of Bonyad Bethat, Teheran, (ed); M. Hashem, Manusia Sempurna; Pandangan Islam tentang Hakikat Manusia, Jakarta, Lentera, Cetakan II, 1994 M. 15. Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, Abdul Hadi W. M., Bandung, Mizan, Cetakan I, Juli 1995.

144

16. Ali Abdul al Adzim,

Falsafat al-Marifah fi al-Quranil al-Karim, Al-

Kamirat, Risalah al-Ammah , 1973 M. 17. Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, Solo, CV. Ramadhani, Cetakan III, Nopember 1987. 18. Syaikh Fadhlalla Haeri, The Elements of Sufism, (ed); Ibnu Burdah dan Shohi fullah, Jenjang-Jenjang Sufisme, Yogya karta, Pustaka Pelajar, Cetakan I, Juni 2000. 19. Sayyid Husein Nasr, Living Sufism, Abdul Hadi W.M, Tasawuf Dulu Dan Sekarang, Jakarta, Pustaka Firdaus, Cetakan I, Maret 1985. 20. Dr.Ahmad Daudy, M.A., Kuliah Ilmu Tasawuf, Jakarta, Bulan Bintang, Cetakan I, Februari 1998. 21. Muhammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta, Tinta Mas, Cetakan I,83, 22. Martin Lings (Abu Bakr Sirajuddin), A Sufi Saint of the Twentieth Century; Syaikh Ahmad al-Alawi, George Allen & Unwin Ltd, edisi kedua, London, 1971, (ed); Abdul Hadi W.M., Wali Sufi Abad 20, Bandung, Mizan, Cetakan VI, Juli 1995. 23. Yunasril Ali, Manusia citra Ilahi, Jakarta,, Paramadina, Cetakan I, November 1997 24. Prof. DR. Harun Nasution, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, Cetakan II, Agustus 1978. 25. Prof. Dr. Hamka, Filsafat Ketuhanan, Surabaya, Karunia, Cetakan I, 1985.

145

26. Dr. Ahmad Daudy, M. A, Allah Dan Manusia Dalam Konsepsi Syeikh Nuruddin Ar- Raniry. tt. 27. H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta, PT Al-Husna Zikra, Cetakan II, 1999. 28. Kitab-kitab karangan K.H Akhmat Rifai, kira-kira sejumlah 12 kitab Jawa Pegon. 29. Ust. Labib Mz. Rahasia Ilmu Tasawwuf, Surabaya, Bintang Usaha Jaya, 2001. 30. H.M. Asjwadie Sjukur Lc. Ilmu Tasawwuf. , Surabaya, Bina Ilmu, tt. 31. Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat Tradisi- tradisi Islam di Indonesia, Bandung, Mizan, 1995. 32. Ali Abdul Adzim, Falsafah Marifah fil Quranil Karim, 1973. 33. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta LP3ES, 1989. 34. Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1997. 35. HB Sutopo, Metodologi Penelitian Kwalitatif, Indonesia, Sebelas Maret University Press Surakarta, tahun 2002. 36. Harper Collins, Essential Sufism, diterjemahkan James Fradiman & Ragip Robert Trager al-Jerrahi (Ed.), Yogyakarta, Pustaka Sufi, Cetakan II, April 2003. ,

146

37. Burhani MS-Hasbi Lawrens, Referensi ilmiyah-politik, Jombang.Kamus Ilmiyah Populer edisi millenium, tt, Lintas Media, tt.

147

You might also like