Professional Documents
Culture Documents
Fenomena preman di Indonesia mulai berkembang hingga sekarang pada saat ekonomi
semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat
usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui
pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Contoh:
• Preman di terminal bus yang memungut pungutan liar dari supir-supir, yang bila
ditolak akan berpengaruh terhadap keselamatan supir dan kendaraannya yang
melewati terminal.
• Preman di pasar yang memungut pungutan liar dari lapak-lapak kaki lima, yang
bila ditolak akan berpengaruh terhadap dirusaknya lapak yang bersangkutan.
Sering terjadi perkelahian antar preman karena memperebutkan wilayah garapan yang
beberapa di antaranya menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Preman di Indonesia makin lama makin sukar diberantas karena ekonomi yang semakin
memburuk dan kolusi antar preman dan petugas keamanan setempat dengan mekanisme
berbagi setoran.Dengan adanya kongkalikong dengan para petugas , para preman dapat
melenggang dengan bebas.
Relief candi
Beberapa candi yang memuat adegan kekerasan dapat dilihat di Candi Mendut, Jawa
Tengah, bercorak Buddhis. Pada tangga masuk di sisi selatan candi peninggalan abad ke-
9-10 M itu terdapat panil relief yang menggambarkan dua figur, salah satunya memegang
gada/parang (?), sedangkan figur yang satunya memegang alat semacam perisai.
Di Jawa Timur, panil-panil relief yang menggambarkan kekerasan dapat dilihat pada
Candi Surawana (Pare, Kediri), merupakan peninggalan sekitar abad ke-14 M, bercorak
keagamaan Buddhis. Pada bagian kaki candi sisi utara terlihat relief yang
menggambarkan adegan kekerasan/perkelahian, yakni seorang tokoh sedang memilin
kepala seseorang. Sementara pada Candi Rimbi di Bareng, Jombang, (peninggalan abad
ke-13-14 M), pada bagian kaki candi, di sisi selatan, terdapat gambar dua pria sedang
berkelahi di tengah hutan dengan menggunakan kain cancut.
Fenomena masyarakat Jawa kuno tentang dunia kekerasan tidak terlepas dari kondisi
sosial, ekonomi, dan politik. Para penguasa pada masa itu sudah mengindahkan aturan-
aturan dan nilai-nilai hidup yang harmonis berupa pandangan hidup berdasarkan
kepercayaan/agama. Aturan-aturan tersebut disosialisasikan dengan cara pembuatan
prasasti dan gambar-gambar pada relief candi yang sarat akan pesan-pesan moral dan
etika, sebagai tuntunan hidup manusia.
Walaupun peraturan dengan segala sanksi hukum begitu kerasnya, bahkan desa-desa
dalam wilayah kekuasaan kerajaan tertentu juga harus berperan aktif dalam menjaga
ketertiban, tetapi masih sering terjadi tindak kekerasan. Apalagi jika penegakan hukum
tidak diimbangi dengan disiplin dan dedikasi dari aparatur pemerintah beserta kesadaran
seluruh masyarakatnya, niscaya tindak kekerasan masih sering terjadi di mana-mana,
bahkan secara kualitas dan kuantitas semakin merebak di negeri ini. (Sumber : TM Hari
Lelono, Peneliti pada Balai Arkeologi Yogyakarta)
Penumpasan Premanisme
Sebenarnya Undang-undang mengenai meremanisme dan tindakan kekerasannya sudah
banyak, akan tetapi sangat sulit ditegakkan. Karena banyaknya “kongkalikong” para
petugas hukumnya. Untuk itu, sebagai langkah utama untuk memberantas premanisme
adalah dengan membenahi sikap para petugas hukum yang tidak professional.
Premanisme pada dasarnya disebabkan oleh lemahnya tingkat ekonomi masyarakat. Oleh
karena itu, perlu penciptaan tenaga kerja yang memadai untuk mengurangi
pengangguran. Apabila para pengangguran berkurang, niscaya tindakan premanisme juga
akan berkurang.