You are on page 1of 34

PENDEKATAN HOLISTIK DAN KONTEKSTUAL DALAM MENGATASI KRISIS KARAKTER DI INDONESIA Siti Irene Astuti D.

FIP Universitas Negeri Yogyakarta, (e-mail:ireneast@yahoo.com 08156876626)

; Hp.

Abstract: A Holistic and Contextual Approach to Overcome Character Crisis in Indonesia. Indonesia has been confronting character crisis structural in nature as it occurs in all orders of societys life. Life practice has lost its important values needed to build people with character. Such values as honesty, self-confidence, appreciation to diversity, and enthusiasms for learning and working have been decreasing. Actually, such values play an important role in solving problems that Indonesia is now facing, such as corruption, continuous-horizontal conflicts, inferior feelings, and low enthusiasms for learning and working. In relation to this, education can be a means to build people with character. It can be implemented with a holistic and contextual approach. Such an approach deals with not only the cognitive factor but also all potentials belonging to people. Principles of character education should be socialized and implemented in all levels of society. Keywords: character education, holistic and contextual approach

PENDAHULUAN pengkatrolan nilai oleh guru, plagiatisBangsa Indonesia saat ini dihadap-me naskah-naskah skripsi dan tesis, kan pada krisis karakter yang cukup menjamurnya budaya nyontek para mumemprihatikan. Demoralisasi mulai rid, korupsi waktu mengajar, dan seba-

m eram bah ke dunia pendidikan yang 4 1 tidak pernah m em berikan mainstream untuk berperilaku jujur karena proses pem belajaran cenderung m engajarkan pendidikan m oral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang m em persiapkan siswa untuk m enyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Bahkan, fenom ena lahirnya praktek korupsi juga berawal dari kegagalan dunia pendidikan dalam m enjalankan fungsinya yang ditandai deng gejala terean duksinya m oralitas dan nurani sebagian dari kalangan akademisi. Banyak bukti menunjukkan masih tingginya angka kebocoran di institusi terkait,

gainya. Di sisi lain, praktik pendidikan Indonesia cenderung terfokus pada pengembangan aspek kognitif sedangkan aspek soft skils atau nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung diabaikan. Saat ini, ada kecenderungan bahwatarget-target aka-

d menjadi tujuan utama e dari hasil pendidikan, seperti halnya m Ujian Nasional (UN), sehingga proses ik pendidikan karakter masih sulit dilakum kan (Raka,2006). Dari segi kehidupan masyarakat, as korupsi sebagai salah satu bentuk pemih bunuhan karakter bangsa terus terjadi

42
di Indonesia. Praktek korupsi pada m amenjadi penghambat utama kemajuan sa orde baru telah menjadi pem icu berekonomi bangsa ini, dan pada gilirankembang dan berbuahnya praktek ko-nya menjadi sumber dari berkembangrupsi pada era reformasi hingga terus nya kemiskinan di Indonesia. Dalam meningkat sampai sekarang.Tidak he- pergaulan internasional, posisi Indoneran jika kemudian kebijakan presiden sia sebagai salah satu negara yang terSoesilo Bambang Yoedoyonotentang korupdiduniatelah menyebabkan bangpembersihan korupsi yang dimulai dari lingkungan presiden dan membentuk Tim Koordinasi Pemberant Tindak asan Pidana Korupsi Presiden (Inpres No.5/ 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi) serta Keputusan No.11 2005. Namun demikian, kebijakan tersebut belum diterapkan secara optim al, sehingga Indonesia masih menduduki peringkat 10 besar dalam indeks persepsi korupsi yang ditulis oleh Transparency International tentang perkembangan posisi Indonesia dari tahun ke tahun. Dari data tersebut peringkat terburuk yang pernah dicapai Indonesia adalah pada tahun 1995 yang menduduki posisi terbawah sebagai negara paling korup se-Asia. Jika kita lihat pada tahun 1997 posisi Indonesia sedikit mengalami peningkatan, dan ini merupakan indeks terbaik yang pernah diperoleh Indonesia pada 12 tahun terakhir yakni dengan skor 2,72. Namun setelah tahun 1997, indeks persepsi korupsi tersebut terus mengalami penurunan. Pada akhirnya pada tengah tahun1997itu,Indonesiadinyatakan mengalami krisis ekonomi yang kemudian

diikuti dengan berbagai krisis lain seperti politik, budaya, sosial dan multi krisis lain hingga pada parahnya krisis moral dan kepercayaan. Korupsi adalah salah satu bentuk krisis karakter yang dampaknya sangat buruk bagi bangsa Indonesia. Korupsi

sa ini kehilangan martabat di tengahtengah bangsa lain. Korupsi terjadi karena orang-orang kehilangan beberapa karakter baik, terutama sekali kejujuran, pengendalian diri (self regulation), dan tanggung jawab sosial (Raka, 2007: 2). Sebagaimana fenomena sosial yang terjadi pada akhir-akhir ini korupsi sudah terjadi di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif danBUMN, seperti halnya: kasus korupsi perpajakan, kasus Bank Century, kasus suap pada anggota DPR, Markus (makelar kasus), mafia pengadilan dan lain-lain . Fenomena tersebut mengambarkan bahwa aktivitas kelembagaan, semakin lama semakin terjebak kepada hal-hal yang pragmatis materialistik. Pada hal, buda-

ya kelembagaan adalah juga pendidikan hati (kualitatif spiritualitas). Budaya kelembagaan mestinya mampu membangun sikap dan sifat-sifat seperti jujur, tegas, hati-hati, percaya diri, penuh pertimbangan, berani, sopan, bersemangat, lembut, dan halus, sikap ramah, moderat dan bijaksana, rendah hati, adil, mengamalkan kebaikan, menabur kasih sayang, hidup sederhana, taat dan patuh, sabar menjaga kedamaian, dapat mempercayai dan dipercaya (TIM Pasca sarjana, 2010:35). Di samping korupsi, memudarnya karakter manusia di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya kesenangan dari sebagian warganya terlibat da-

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

43
lam kegiatan atau aksi-aksi yang ber- nyebab rusaknya ekonomi Indonesia dampak merusak atau menghancurkan sekarang kita punya kambing hitam diri bangsa kita sendiri (act of self baru, konspirasi Amerika Serikat, IMF, disWorld Bank, dan akibat dominasi gotruction). Ketika bangsa-bangsa lain longan minoritas. Seandainya bangsa bekita yang menyebabkan kita beratuskerja keras mengerahkan potensi ma- ratus tahun bisa dijajah oleh Belanda syarakatnya untuk meningkatkan kerajaan yang sangat kecil dari jumlah daya penduduk dan luas wilayah; bisa mensaing negaranya, sebagian dari jadi korban konspirasi Amerika Serikat, IMF, Worldbank, dan kelompok mayowarga di Indonesia malah dengan bersema- ritas belum bisa menguasai sebagian ngat m em akai energi m asyarakat untuk besar ekonomi di Indonesia? Pertanyamencabik-cabik dirinya sendiri, dan se- an terakhir ini jarang sekali dikemukabagian besar yang lain terkesan kan, karena adanya arogansi bahwa memkami selalu benar. Akibatnya, bangsa biarkannya. Memecahkan perbedaan kita kurang bisa belajar dari pengpendapatataupandangan dengan alamannya sendiri, dan kurang mampu mengberubah ke arah yang lebih baik karena gunakan kekerasan, yang secara sistemerasa bahwa tak ada yang perlu dimatik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah dua bentuk dari kegiatan merusak diri sendiri, seperti halnya; kasus Trisakti , kasus Koja Priok. Hal ini terjadi karena makin memudarnya perbaiki pada diri kita (Raka,2007:2). nilai-nilai e m anusiaan yang m encakup k semangat dan kesediaan untuk tumbuh kem bang bersama secara dam ai dalam kebhinekaan (Raka, 2007:2). Fenomena lain yang menunjukkan krisis karakter adalah sikap mental yang memandang bahwa kemajuan bisa diperoleh secara m udah, tanpa kerja keras, bisa dicapai dengan menadahkan tangan dan dengan menuntut ke kiri dan ke kanan. Lebih lanjut, dijelaskan oleh Gede Raka bahwa kebiasaan menim pakan kesalahan kepada orang lain merupakan salah satu karakter yang menghambat kemajuan. Hal ini bukan kekuatan, namun kelemahan. Di masa lalu kita sering mendengarkan banyak

orang menyatakan bahwa sulitnya Indonesia mencapai kemajuan lama sesudah kemerdekaan adalah akib ulah

Krisis karakter sudah waktunya yang benar-benar mampu memberikan untuk diatasi secara struktural oleh kontribusi bagi pembangunan pendibangsa Indonesia. Karena itu, penadikan karakter. Dalam konteks inilah , nganan krisis karakter haruslah dimulai prosespendidikan karakter perlu dirandari pemahaman akan penyebab krisis cang dalam perspektif holistik dan kondi Indonesia sehingga solusi terhadap tekstual sehingga mampu membangun masalah krisis karakter didasarkan papemikiran yang dialogis-kritis dalam da sumber masalah. Di samping itu, membentuk manusia yang berkarakter, peran lembaga pendidikan diharapkan dalam semua level masyarakat yakni lebih proaktif, kreatif dan inovatif dalam merancang proses pembelajaran penjajah Belanda. Dalam mencari pePendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

44
keluarga, sekolah, masyarakat dan ne- Pembangunan ekonomi yang terlalu gara. bertumpu pada modal fisik Walaupun tidak dinyatakan secara resmi, namun seara tersirat sangat PENYEBAB KRISIS KARAKTER DI INDONESIA jelas bahwa pembangunan ekonomi Mengurai persoalan krisis karakter selama tiga dekade pada zaman pebukanlah pekerjaan yang mudah kamerintahan Presiden Suharto adalah rena penyebab krisis Indonesia sudah pembangunan yang bertumpu pada bersifat struktural dalam dinamika ke- modal fisik. Ukuran keberhasilan hidupan m asyarakat. Bahkan, dalam di- pembangunan yang kita banggakan mensi sosiologis, krisis karakter sudah pun sebagian besar lebih bersifat fiterjadi pada unsur-unsur masyarakat sik. Inilah penyebab utama mengapa yang telah berkem bang secara sistem ik selama periode tersebut kita mengsehingga efek sosialnya mulai dirasa- abaikan pengembangan modal yang kan oleh masyarakat. Dalam hal ini, bukan bersifat fisik, atau modal yang penyebab yang menjadi pemicu krisis nirwujud atau modal maya, seperti karakter yang terus bekelanjutan tingkat kecerdasan bangsa, pembangunan karakter bangsa, yang justru hingga kini sebagaimana dipaparkan oleh menjadi tumpuan utama kemajuan ekonomi bangsa-bangsa lain di duRaka (2007:4-6) sebagai berikut. Terlena oleh sumber daya alam yang nia. Surutnya idealisme, berkembangnya melimpah pragmatisme overdoses Di setiap pikiran orang Indonesia Kecenderungan yang terlalu mengesejak puluhan tahun ditanamkan pandangan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Sumber daya depankan keberhasilan ekonomi alam nyam elim pah. Hal ini dijadikan (jangka pendek) telah membuat sesalah satu unsur kebanggaan bagian dari masyarakat terperangkap dalam pragmatisme yang overdoses, bangsa kita. Memang memiliki sumber daya dan kemudian terjebak dalam sikap alam melimpah perlu disyukuri, na- atau perilaku tujuan menghalalkan mun dipihak lain hal itu juga bisa segala cara. Idealisme saat itu tidak membawa permasalahan. Masalah penting, bahkan sering menjadi bapertama, merasa bahwa persediaan han cemoohan. Ini adalah era di sum berdaya alam identik d engan kemana banyak orang percaya bahwa kayaan. Padahal untuk mengubahorang jujur tidak bisa maju secara nya menjadi kekayaan sumber daya ekonomik. alam ini harus diolah melalui proses Kurang berhasil belajar dari pengyang mem erlukan kecerdasan manu- alaman bangsa sendiri sia. Artinya: tanpa diintervensi keDalam perjalanan sejarah perjuangan cerdasan m anusia sum ber daya tetap bangsa kita, untuk mencapai kemertidak mempunyai nilai atau nilainya dekaan ada perubahan cara berjuang sangat rendah, bahkan bisa menjadi dari berjuang dengan mengandalkan sumber malapetaka.
Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

45
kekuatan atau modal fisik menjadi Saat ini, pendidikan harus menjadi the power in building character dalam berjuang dengan mengandalkan keera globalisasi yang membutuhkan kekuatan atau modal maya. Beberapa kuatan adaptip bagi masyarakat terhapahlawan nasional kita, seperti Pattidap perubahan. Kekuatan adaptasi hamura, Diponegoro, Teuku Umar, rus dibangun pada pada proses pendimengangkat senjata, mengobarkan dikan karakter dengan mengembangpeperangan untuk engusir penjajah kan energi pembelajaran secara optimal. m Belanda dari bumi Indonesia. Me- Energi dasar ini perlu dienergikan unreka adalah tokoh-tokoh yang tuk pengembangan potensi secara optigagah mal peserta didik maupun masyarakat berani yang tidak takut memper- dalam rangka pembentukan karakter taruhkan nyawanya untuk sebuah anak didik. cita-cita luhur. Namun demikian, m ereka belum berhasil m engalahkan PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN KARAKTER lewat kekuatan senjata. Karakter adalah distinctive trait, disDalam analisis ESQ dijelaskan adanya tujuh krisis moral yang terjadi di tinctive quality, moral strength, the pattern tengah-tengah masyarakat Indonesia ofbehavior found in an individual or group. antara lain adalah krisis kejujuran, kri-Kamus Besar Bahasa Indonesia belum sis tanggung jawab, tidak berpikir jauh memasukkan kata karakter, yang ada ke depan, krisis disiplin, krisis keber- adalah kata watak yang diartikan sesamaan, krisis keadilan (Zuchdi, bagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah 2009: 39-40). Berdasarkan paparan di atas laku, budi pekerti, tabiat. Dalam risalah daini, dipakai pengertian yang pertama, pat disim pulkan bahwa penyebab krisis dalam arti bahwa karakter itu berkaitan karakter bersifat multidimensional, sedengan kekuatan moral, berkonotasi hingga solusi terhadap masalah krisis positif, bukan netral. Jadi, orang berkarakter adalah orang punya kualitas karakter harus diatasi secara struktural. Dengan pendekatan struktural mem- moral (tertentu) yang positif. Dengan berikan efek perubahan pada dimensi demikian, pendidikan membangun kastruktur dan proses sosial dalam ma- rakter, secara implisit mengandung arti syarakat, sehingga pem bentukan karakmembangun sifat atau pola perilaku ter lebih dinamis. Hal ini bisa terjadi yang didasari atau berkaitan dengan dikarena dimensi struktur terkait dengan mensi moral yang positif atau yang pranata dan peran yang ada dalam baik, bukan negatif atau yang buruk m asyarakat, sedangkan dim ensi proses (Raka, 2007:5). Karakter merupakan keseluruhan m enekankan pada int eraksi sosial yang terjadi antar peran dalam kehidupan disposisi kodrati dan disposisi yang temasyarakat. Lebih khusus lagi, peran lah dikuasai secara stabil yang menpendidikan sangat diharapkan menjadi kekuatan yang mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan karakter di Indonesia. definisikan seorang individu dalam ke-

Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

46
seluruhan tata perilaku psikisnya yang orang untuk mengembangkan kebiasamenjadikannya tipikal dalam cara ber-an baik dalam kehidupan sehari-hari. pikir dan bertindak. Lebih lanjut dije- Kebiasaan ini timbul dan berkembang laskan Diana memetakan dua aspek dengan didasari oleh kesadaran, keyapenting dalam diri individu, yaitu ke- kinan, kepekaan, dan sikap orang yang satuan (cara bertindak yang koheren) bersangkutan. Dengan demikian, kadan stabilitas (kesatuan berkesinam- rakter bersifat inside-out, dalam arti bahbungan dalam kurun waktu), karena wa perilaku yang berkembang menjadi itu ada proses strukturisasi psikologis kebiasaan baik ini terjadi karena adadalam diri individu yang secara kodrati nya dorongan dari dalam, bukan karesifatnya reaktif terhadap lingkungan. na adanya paksaan dari luar (Raka, Beberapa kriteria s eperti halnya: stabi-2007:6). litas pola perilaku; kesinambungan da- Proses pembangunan karakter pada lam waktu; koherensi cara berpikir da-seseorang dipengaruhi oleh faktor-faklam bertindak. Hal tersebut telah m ena- khas yang ada pada orang yang bertor rik perhatian serius para pendidik dan sangkutan yang sering juga disebut pedagogis untuk memikirkan dalam faktor bawaan (nature) dan lingkungan kerangka proses pendidikan karakter. (nurture) di mana orang yang bersangDengan demikian, pendidikan karakterkutan tumbuh dan berkembang. Namerupakan dinamika pengembangan mun demikian, perlu diingat bahwa kemampuan yang berkesinambungan faktor bawaan boleh dikatakan berada dalam diri manusia untuk mengadakan luar jangkauan masyarakat untuk di internalisasi nilai-nilai sehingga meng-mempengaruhinya. Hal yang berada hasilkan disposisi aktif, stabil dalam didalam pengaruh kita, sebagai individu ri individu. Dinamika ini membuat per-maupun bagian dari masyarakat, adatumbuhan individu menjadi semakin lah faktor lingkungan. Jadi, dalam usautuh. Unsur-unsur ini menjadi dimensi ha pengembangan atau pembangunan yang menjiwai proses formasi setiap karakter pada tataran individu dan individu. Jadi, karakter merupakan se- masyarakat, fokus perhatian kita adalah buah kondisi dinamis struktur antropopada faktor yang bisa kita pengaruhi logis individu yang tidak hanya seke- atau lingkungan, yaitu pada pembendar berhenti atas determ ininasi kodrati- tukan lingkungan. Dalam pembentukan nya, m elainkan sebuah usaha hidup unlingkunganinilahperan lingkungan pentuk m enjadi sem akin integral mengatasi didikan menjadi sangat penting, bahdeterminasi alam dalam dirinya sema-kan sangat sentral karena pada dasarkin proses penyempurnaan dirinya nya karakter adalah kualitas pribadi se(Koesoema, 2004:104). seorang yang terbentuk melalui proses Pendidikan untuk pembangunan belajar, baik belajar secara formal maukarakter pada dasarnya mencakup pepun informal (Raka,2007:7). ngembangan su bstansi, proses dan suaMasalah yang dihadapi dalam mesana atau lingkungan yang ngembangkan karakter adalah kemammenggugah, puan untuk tetap menjaga identitas mendorong, dan memudahkan seseCakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

47
PRINSIP UNTUK MEMBANGUN permanen dalam diri manusia yaitu sePENDIDIKAN KARAKTER m akin m enjadi sempurna dalam proses penyempurnaan dirinya sebagai Pendidikan karakter harus dikembangkan secara holistik sehingga hasilmanunya akan lebih optimal. Karena dalam sia. Oleh karena itu, karakter bukanlah membangun manusia yang berkarakter kekuasaan hidup. Karakter dengan demikian tidak dapat dimaknai sekedar bukan hanya dari dimensi kognitif saja, sebagai keinginan untuk mencapaike- tetapi dalam prosesnya harus mampu bahagiaan, ketentraman, kesenangan, dan lain-lain. Yang lebih merupakan mengembangkan potensi manusia. perpanjangan kebutuhan psikologis m Oleh karena itu, pendidikan karakter anusia. Karakter merupakan ciri dasar harus dirancang secara sistemik dan melalui mana pribadi itu terarah ke holistik agar hasilnya lebih optimal. depan dalam membentuk dirinya se- Sebagaim ana dijelaskan oleh Tom cara penuh sebagai manusia apapun Lickona, bahwa untuk mengembangpengalaman psikologi yang dimiliki- kan pendidikan karakter perlu memnya. Dalam hal ini, pengembangan kaperhatikan sebelas prinsip agar efektif rakter merupakan proses yang terjadi yakni (2004: 53-54) seperti berikut. secara terus-menerus, karakter bukan Character education in holds, as starting philosophical principle, that there are kenyataan melainkan keutuhan perilaku. Karakter bukanlah hasil atau pro- widely shared pivotelly important, core, duk melainkan usaha hidup. Usaha ini ethical values, suach as caring, honesty, fairnesss, responsibility, and respect for akan semakin efektif, ketika manusia melakukan apa yang menjadi kemam- self and other. puan yang dimiliki oleh individu Character must be comprehensivelly dekarakter.

(Koesoema, 2004:103) Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pe n didikan karakter tidak mudah untuk dibangun pada setiap individu maupun kelompok karena dalam prosesnya banyak faktor yang menentukan keberhasilan dalam membentuk manusia karakter. Kekuatan dalam proses pembentukan karakter sangat ditentukan oleh realitas sosial yang bersifat subjektif yang dimiliki oleh individu dan realitas obyektif di luar individu yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk pribadi yang ber-

fined to include thinking felling, and behaviour. Effective character education requires an intentional, proactive, and comprehensive approach that promotes the core values in all phases of life. The program enviroment must be a carrying communty. To delevelop character children need op-

portunity for moral action. Effective character education include a meaningfull and challenging curiculum that respects all learners and helps them succed. Character education sholud strive to develop instrinsic motivation.

Staff must become a learning and moral community in which all shared responsiPendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

48
bility for character education and attem ptto adhere to sam e core values that guide chlidren. Character education require m oral leadership. Program must be recruit parent and community member as full patners. Evaluation of chararter education sholud asses the program , the staff s functioning as character education and the extent to which are program is effective children. Di samping prinsip-prinsip di atas, proses pendidikan karakter tidak hanya untuk sebuah idealism e saja, tetapi m emiliki makna dalam membangun kesejahteraan hidup masyarakat. Sebab itu, pembangunan karakter pada tataran individu dan tataran masyarakat luas perlu bersifat kontekstual. Artinya, untuk Indonesia, perlu dirum uskan karakter apa saja yang perlu dikuatkan agar bangsa Indonesia lebih m am pu secepat mungkin meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Paterson dan Seligman, mengidentifikasikan 24 jenis karakter yang baik atau kuat character strength Sem entara ( ). peringkat karakter CEO IDEAL mengembangkan beberapa karakter yang menjadi pilihan untuk dibudayakan antara lain honest, foward looking, competent, inspiring, intelligent, fair-m inded, broad m inded, supportive, straightfoward, de pe ndab le , coope rative , de term ine d, im aginative, am bitious, courageous, caring, m ature, loyal, self-co ntrolled, independent (Zuchdi, 2009:44). Namun demikian, se-

bagaimana dijelaskan oleh Gede Raka dari berbagai jenis karakter, untuk Indonesia ada lima jenis karakter yang sangat penting dan sangat mendesak dibangun dan dikuatkan sekarang ini,

yaitu: kejujuran, kepercayaan diri, apresiasi terhadap kebhinnekaan, semangat belajar, dan semangat kerja. Karakter ini sangat diperlukan sebagai modal dasar untuk memecahkan masalah besar yang menjadi akar dari kemunduran bangsa Indonesia selama ini, yaitu korupsi, konflik horizontal yang berkepanjangan, perasaan sebagai bangsa kelas dua, semangat kerja dan semangat belajar yang rendah (Raka,2007). Di antara kelima jenis karakter tersebut kejujuran sebagai salah satu karakter yang sangat penting, tetapi justru mulai melemah dalam kehidupan individu dan masyarakat kita. Padahal, nilai ini dianggap sangat penting dalam berbagai hal dan segala segmen dalam kehidupan. Nilai ini juga dijadikan salah satu hal kunci sukses seseorang, bahkan selevel CEO sekalipun nilai ini dianggap

yang paling penting. Jika kita melihat formulasi Stephen Covey dalam buku Speed of Trust tentang Hasil kerja , dia merumuskan bahwa Result (R1) adalah Initiave (I) dikalikan Execution (E) (R1 = I x E), jika komponen ini kemudian ditambah nilai kejujuran maka proses eksekusi atau pelaksanaan semakin cepat dalam hal ini formula menjadi R1 = I x E x T (Trust). Nilai kejujuran merupakan nilai fundamental yang diakui oleh semua orang sebagai tolak ukur kebaikan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya, bagaimanapun pintarnya, bagaimanapun berwibawa dan bijaksanannya seseorang jika dia tidak jujur pada akhirnya tidak akan diakui orang sebagai pemimpin yang baik atau bahkan dicap menjadi manusia yang tidak baik. Untuk itu, marilah kita menjadikan nilai kejujuran menjadi hal

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

49
yang sangat penting dalam rut Widoyoko (2009:1-2). Pertama, perkehidupan caya akan kompetensi/kemampuan di(Yasa, 2009). ri, hingga tidak membutuhkan pujian, Menghargai kebhinekaan adalah sipengakuan, penerimaan, atau pun rasa kap positif yang harus dibangun hormat orang lain. Kedua, tidak terdodalam rong untuk menunjukkan sikap konfordiri sem ua w arga Indonesia. Perbedaan mis demi diterima oleh orang lain atau bukan sumber konflik tetapi sebagai kelompok. Ketiga, berani menerima bagian kekayaan modal budaya yang dan menghadapi penolakan orang lain, seharusnya dapat dikelola sebagai po-berani menjadi diri sendiri. Keempat, tensi bagipengembangankarakter punya pengendalian diri yang baik (tibangdak moody dan emosinya stabil). Kesa yang berbudaya. Sikap saling lima, memiliki internal locus of control meng(memandang keberhasilan atau kegahargai dan menghormati harus diba- galan, tergantung dari usaha diri senngun sejak usia dini. Pendidikan berba- dan tidak mudah menyerah pada diri sis budaya harus mulai digalakan kemnasib atau keadaan serta tidak terganbali dari keluarga, sekolah dan masyatung/mengharapkan bantuan orang larakat. Negara harus memperhatikan in. Keenam, mempunyai cara pandang potensi budaya sebagai sum ber kekuatyang positif terhadap diri sendiri, ornag an untuk membangun identitas sosial lain dan situasi di luar dirinya. Ketujuh, di tengah percaturan dan kekuatan bumemiliki harapan yang realistik terhadaya global. Nilai kearifan lokal harus dap diri sendiri, sehingga ketika harapdigali kembali sebagai kekuatan buda- itu tidak terwujud, ia tetap mampu an ya yang mampu menggerakan melihat sisi positif dirinya dan situasi dimensi yang terjadi. moral dalam tatanan masyarakat. Membangun semangat belajar tidak Kepercayaan diri adalah sikap posimudah karena banyak faktor yang metif seorang individu yang memamnurunkan motivasi belajar. Oleh karena pukan dirinya untuk itu, pendidikan perlu untuk memotimengembangkan vasi semangat belajar dengan cara (Sukpenilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten m elakukan segala sesuatu seorang diri, alias sakti. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya mana, 2008:2) memberi motivasi; hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dim ana ia m erasa mem iliki kom petensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri

yang proporsional, di antaranya menu-

menjelaskan tujuan belajar; menjelaskan manfaat belajar dan memberi kesempatan belajar; menciptakan suasana bersaing; mencukupi sarana belajar; memberi contoh dan memberikan hadiah dan memberi hadiah. Dalam kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat perlu dibangun sebuah konunitas manusia pembelajar yang selalu termotivasi untuk menjadikan belajar sebagai

Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

50
bagian dari dinamika kehidupannya yang tak pernah berhenti. Life long education perlu dibangun dalam pikiran semua orang Indonesia yang sudah tentu harus didukung oleh negara dengan memberikan kesempatan bagi sem ua orang n tuk benar-benar dapat beu lajar sampai ke jenjang pendidikan yang tertinggi. Semangat belajar tidak cukup sebagai slogan tetapi yang ter, penting adalah dibangun conditioning bagi semua orang untuk senang dan bersemangat untuk belajar. Semangat bekerja menjadi modal penting bagi pembangunan perekonomian bangsa ini. Melalui etos kerja dapat dibangun sebuah spirit untuk mengembangkan dinamika ekonomi melalui berbagai cara-cara yang kreatif dan inovatif dalam persaingan industri dunia. Bangsa Indonesia sudah waktunya menanamkan etos kerja melalui spirit kewirausahaan sehingga setiap orang mempunyai peran untuk berkreasi dan berusaha kreatif dalam memperbaiki perekonomian yang semakin melemah dalam persaingan global. Sosialisasi ke lim jenis karakter ini a hendaknya menjadi tema pembangunan pada tataran nasional dan tidak hanya pada tataran individual saja . Oleh karena itu penerapan pendidikan karakter bersifat holistik dan kontekstual pada masing-masing tataran kehidupan harus disosialisaskan. Hal ini sependapat dengan pem ikiran Gede Raka bahwa dalam seluruh substansi, proses, dan iklim pendidikan di Indonesia, secara langsung atau tidak langsung hen-

daknya menyampaikan peran yang jelas kepada setiap warga Indones apapun latar belakang suku, agama, ras

dan golongan mereka, bahwa tidak ada bangsa Indonesia yang sejahtera, berkeadilan dan bermartabat di masa depan tanpa kemampuan untuk bersatu dan maju bersama dalam kebhinekaan, tanpa kejujuran, tanpa kepercayaan diri, tanpa belajar dan tanpa kerja keras. Lebih khusus, lagi lima karakter yang paling dasar yang dibutuhkan untuk menghela kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia yakni (Raka, 2007). Membangun dan menguatkan kesadaran mengenai akan habisnya dan rusaknya sumber daya alam di Indoneia. Membangun dan menguatkan kesadaran serta keyakinan bahwa tidak ada keberhasilan sejati di luar kebijakan. Membangun kesadaran dan keyakinan bahwa kebhinekaan sebagai hal

yang kodrati dan sumber kemajuan. Membangun kesadaran an menguatkan kayakinan bahwa tidak ada martabat yang dapat dibangun dengan menadahkan tangan. Menumbuhkan kebanggaan berkontribusi. Kelima modal diatas sudah saatnya menjadi spirit bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasiyang telah membawa pada kelemahan dan kehancuran tatanan nilai , sehingga terbangun kembali semangat juang dan nasionalisme baru yang sangat dibutuhkan untuk bangun dari keterpurukan. Saat ini , tidak cukup dengan modal ekonomi yang selalu diperjuangkan oleh negara untuk tetap dapat bertahan dalam mempertahankan keberlangsungan kehidupan masyarakatnya, tetapi yang lebih utama adalah meng-

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

51
kuatkan modal sosial, modal budaya tekstual terkait dengan nilai-nilai pokok dan modal intelektual, bahkan modal yang diperlukan untuk membentuk kemaya yang akan mengkuatkan kuatan karakter bangsa mulai diinternalisasikan pada semua tataran nasyakekuatan modal ekonomi bangsa ini. Saat ini rakat. Dengan pendekatan yang holistik kehidupan kesejahteraan rakyat masih dan kontestual dapat membentuk jauh dari standar kehidupan masyara- orang-orang yang berkarakter dalam kat modern, oleh karenanya sudah sa-semua tataran kehidupan. Sebagaimana atnya bangsa ini mencermati kembali dijelaskan oleh Thomas Lickona (1991) kekuatan nilai-nilai kehidupan yang mendefinisikan orang yang berkarakter cenderung materialistik, ke arah pengembangan nilai-nilai kehiduapan sebagai sifat alami seseorang dalam meyang lebih bermakna. respons situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata PENDIDIKAN KARAKTER SECARA melalui tingkah laku yang bak, jujur, HOLISTIK DAN KONTESKTUAL bertanggung jawab, menghormati

Sebagaimana telah dipaparkan se-orang lain serta karakter mulia lainnya. belum nya, bahwa m asalah krisis karakSeperti yang diungkapkan Aristoteles ter sudah bersifat struktural, m aka penbahwa karakteristik itu erat kaitannya didikan karakter harus dilakukan se- dengan habit atau kebiasaan yang dilacara holistik dan kontekstual. Secara kukan secara terus -menerus. Jadi konstruktural artinyamembangun karakter sep yang dibangun dari model ini adabangsa Indonesia dimulai dari keluar- lah habit of the mind, habit of the heart dan ga, sekolah, masyarakat dan negara. habit of the hands (Ratna, 2005:1). Secara Adapun model yang dikembangkan sederhana deskripsi tentang pendekatadalah usaha untuk melakukan pendi-an holistik dan kontekstual dalam pendikan karakter secara holistik yang m edidikan karakter dapat digambarkan libatkan aspek know ledge, felling, loving, sebagai berikut. dan acting (Ratna, 2005:2). Aspek konNegara (Pemerintah)

Masyarakat Sekolah

Keluarga
Knowledge

Habit of the mind Habit of the heart Loving Habit of the hands

Feeling

Action

Kejujuran Percaya Diri Apresiasi terhadap Kebhinekaan Semangat Belajar, Semangat Kerja

Gambar 1. Pendekatan Holistik dan Kontekstual dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

52

Gambaran di atas dimaknai bahwa Keluarga adalah komunitas perdidamika dalam proses pendidikan ka-tama di mana manusia, sejak usia dini, rakter besifat dinam is dari arah dan pebelajar konsep baik dan buruk, pantas ngaruhnya. Artinya, dari segi dan tidak pantas, benar dan salah. Deperannya ngan kata lain, di keluargalah sesependidikan karakter dapat dimulai dari orang, sejak dia sadar lingkungan, bekeluarga maupun negara, sedangkan lajar tata nilai atau moral. Karena tata dari tanggung jawab negara paling nilai yang diyakini seseorang akan tertinggi kedudukannya, sehingga cermin dalam karakternya, maka di keluargalah proses pendidikan karakter negara berawal. Pendidikan di keluarga ini sudah saatnya benar-benar serius untuk memikirkan grand desain dalam pendi-akan menentukan seberapa jauh sedikan karakter. Adapun deskripsi ten- orang anak dalam prosesnya menjadi tang masing-masing peran dapat di- orang yang lebih dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu, uraikan sebagai berikut. seperti kejujuran, kedermawanan, kesederhanaan, dan menentukan bagaimaPERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER na dia melihat dunia di sekitarnya, seKeluarga sebagai basis pendidikan perti memandang orang lain yang tidak karakter, maka tidak salah kalau krisissama dengan dia berbeda status sokarakter yang terjadi di Indonesia se- sial, berbeda suku, berbeda agama, berkarang ini bisa dilihat sebagai salah beda ras, berbeda latar belakang budasatu cerminan gagalnya pendidikan ya. Di keluarga juga seseorang medi ngembangkan konsep awal mengenai keberhasilan dalam hidup ini atau pankeluarga. Korupsi misalnya, bisa dilihat sebagai kegagalan pendidikan untuk dangan mengenai apa yang dimaksud m enanam kan dan m enguatkan nilai kedengan hidup berhasil, dan wawasan jujuran dalam keluarga. Orang tua m em mengenai masa depan (Raka, 2006). bangun kehidupannya di atas tindakan yang korup, akan sangat sulit mena- PERAN SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN KARAKTER namkan nilai kejujuran pada anakSekolah mempunyai peran yang saanaknya. Mereka mungkin tidak menyuruh anaknya agar menjadi orang ngat strategis dalam membentuk manuyang tidak jujur, namun mereka cen- sia yang berkarakter. Di sekolah, guru derung tidak akan melihat sikap dan dan dosen adalah figur yang diharapperilaku jujur dalam kehidupan sebagai kan mampu mendidik anak yang bersalah satu nilai yang sangat penting karakter, berbudaya, dan bermoral. Guyang harus dipertahankan matiru merupakan teladan bagi siswa dan matian. memiliki peran yang sangat besar daIni mungkin bisa dijadikan satu pen- lam pembentukan karakter siswa. Pejelasan mengapa korupsi di Indonesia ran pendidik sebagai pembentuk genemengalami alih generasi. Ada pewarisan sikap permisif terhadap korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya (Raka, 2006:5).

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

53
rasi muda yang berkarakter sesuai UU Guru dan Dosen, UU No. 14 Tahun 2005, guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, m elatih, m enilai, dan m engevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Lebih jauh Slavin (1994) menjelaskan secara um um bahwa perform a mengajar guru meliputi aspek kemampuan kognitif, keterampilan profesional dan keterampilan sosial. Di samping itu, Borich (1990) menyebutkan bahwa perilaku mengajar guru yang baik dalam proses belajar-m engajar di kelas dapat ditandai dengan adanya kemampuan penguasaan materi pelajaran, kem am puan penyam paian m ateri pelajaran, keteram pilan pengelolaan kelas, kedisiplinan, antusiasm e, kepedulian, dan keramahan, guru terhadap siswa. Dalam menghadapi tantangan global, guru atau pendidik menjadi agen transf rm asi. Dalam proses transform ao si melalui pendidikan formal di sekolah, guru atau dosen memegang peran yang sangat penting. Menurut Gede Raka, prestasi guru atau dosen dilihat dari keberhasilannya dalam membantu para peserta didik mentrasformasikan diri ke tingkat kualitas pribadi yang lebih tinggi atau lebih baik. Hal ini dimaknai bahwa guru dan dosen tidak hanya sebagai agen transformasi pada tatanan individu atau peserta didik, nam un juga secara bersama-sama dapat berperan sangat besar dalam sebuah

transformasi sebuah masyarakat atau bangsa. Artinya, titik awal dalam transformasi pembentukan karakter bangsa,

maka titik awalnya adalah trasformasi guru atau transformasi pendidikan. Sebagai agen tranformasi, guru dan dosen diharapkan memahami dan menerapkan sebelas prinsip yang minimal diperlukan dalam pendidikan karakter, yang kemudian disosialisasikan dengan integrated learning dalam proses pembelajaran. Nilai-nilai yang dibutuhkan dalam pendidikan karakter sebaiknya sudah menyatu dalam diri seorang pendidik, hal ini dimaksudkan agar sebagai seorang pendidik memiliki keyakinan baru, bahwa dalam dirinya sangat dituntut untuk menjadi orang yang memiliki karakter yang kuat, sehingga dalam proses transformasi kepada anak didik dapat menjadi model atau teladan sebagai orang yang memiliki karakter. Ibaratnya pendidik adalah sebuah lilin, maka pendidik akan gagal

menyalakan lilin orang lain/anak didik. Artinya, pendidik akan mengalami kesulitan membentuk generasi yang berkarakter, jika pendidik belum menjadi manusia berkarakter juga. Aspek lain yang perlu dimiliki oleh seorang pendidik adalah tetap mengajarkan nilai-nilai penting yang dibutuhkan dalam proses pendidikan, yakni care (kasih sayang), respect (saling menghormati), responsible (bertanggung jawab), integrity (integritas), harmony (keseimbangan),resilience (daya tahan atau tangguh), creativity (kreativitas), dan lainlain. Profil guru dan dosen transformasional menurut Raka (2006:2), yakni pendidik yang memiliki ciri-ciri: dapat melihat pekerjaan sebagai guru atau dosen sebagai panggilan; tidak memandang siswa atau mahasiswa sebagai de-

Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

54
retan gelas kosong, tetapi bibit-bibit tuan melalui radio. Mereka dalam kedeterbatasannya, memanfaatkan secara ngan potensi keunggulan yang bera- cerdas dan arif teknologi yang ada pada gam; melihat inti dan fungsi pendidik- saat itu untuk membangun karakter an adalah mengembangkan potensi inbangsa, terutama sekali: kepercayaan disani untuk kehidupan yang lebih ber- ribangsa, keberanian, kesediaan berkormakna; memandang sekolah sebagai ban, dan rasa persatuan. Sayangnya kekom unitas belajar , bukan m esin; penuh cerdasan dan kearifan yang telah ditunkepedulian; apresiatif; pembelajar pri-jukkan generasi pejuang kemerdekaan ma; berintegritas. dalam memanfaatkan media massa unGambaran tentang kualitas guru tuk kepentingan bangsa makin sulit kiatau dosen transformasional bukan pekerjaan yang sulit untuk dilakukan ta temukan sekarang. Sebagaimana di-

oleh seorang pendidik. Jika dalam diri pendidik muncul suatu kesadaran yang kuat untuk berkembang menjadi pribadi yang berkarakter kuat yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini dalam menghasilkan generasi yang bermartabat dan berkarakter. PERAN MASYARAKAT DAN MEDIA MASSA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER Dalam era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan atau sebaliknya juga perusak karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya media eletronik, dengan pelaku utamanya adalah televisi. Sebenarnya,besarnya peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam pem bangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. BungKarno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan bangsa untuk menguatkan karakter bangsa melalui tulisan-tulisan

di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian dan persa-

paparkan oleh Gede Raka berikut. Media massa sekarang memakai teknologi yang makin lama makin canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang didukung teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak karakter bangsa. Saya tidak ragu mengatakan, media elektronik di Indonesia, khususnya televisi, sekarang ini kontribusinya nihil dalam pembangunan karakter karakter bangsa. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa tidak ada program televisi yang baik. Namun sebagian besar program televisi justru lebih menonjolkan karakter buruk dari-

pada karakter baik. Seringkali pengaruh lingkungan keluarga yang baik justru dirusak oleh siaran media televisi. Di keluarga, anak-anak dididik untuk menghindari kekerasan, namun acara TV justru penuh dengan adegan kekerasan. Di rumah, anak dididik untuk hidup sederhana, namun acara sinetron di televisi Indonesia justru memamerkan kemewahan. Di rumah anak-anak dididik untuk hidup jujur, namun tayangan di televisi Indonesia justru secara tidak langsung menunjukkan kepahlawanan tokoh-tokoh yang justru

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

55
di mata publik dianggap kasar atau daripada itu, sangat dibutuhkan (kepangeran-pangeran koruptor. Para kuatan) peran serta masyarakat dalam gumengontrol media massatersebut (Raka, ru agama mengajarkan bahwa membi2007). carakan keburukan orang lain dan ber- Dari pengaruh media massa tersegosip itu tidak baik, namun acara tele-but, maka ke depan perlu dipikirkan visi, khususnya infotainm entpenuh de- kembali fungsi media massa sebagai , ngan gosip. Bapak dan ibu guru di se- media edukasi yang memiliki cultural of kolah mendidik para murid untuk ber- power dalam membangun masyarakat perilaku santun, namun suasana seko-yang berkarakter karena efek media lah di sinetron Indonesia banyak me- massa sangat kuat dalam membentuk nonjolkan perilaku yang justru tidak pola pikir dan pola perilaku masyasantun dan melecehkan guru. Secara rakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikumum, banyak tanyangan di televisi an karakter perlu diinternalisasikan daInlam program-program yang ditanyakan donesia, justru membongkar anjuran oleh media massa, sebagai bentuk tangberperilaku baik yang ditanamkan di gung jawab bersama dalam mengatasi rumah oleh orang tua dan oleh para krisis karakter bangsa. Pengelola media guru di sekolah (Raka, 2007:4). massa perlu untuk mengembangkan Media massa berperan ganda. Di dirinya sebagai agen perubahan yang satu sisi memutarkan iklan-iklan layanmimiliki jiwa yang berkarakter, sehingan m asyarakat atau iklan yang m enyen- seni dan karya yang dihasilkan dan ga tuh hati, di sisi lain menyiarkan acara/ditayangkan akan sarat dengan nilaisinetron yang justru malah nilai kebajikan, nilai-nilai kemanusiaan, menampilnilai-nilai humanis-religius dan dijauhkan hal-hal negatif, yang akhirnya bu- kan dari tayangan yang merusak moral kannya dijauhi, malah ditiru oleh para bangsa, dan virus-virus yang melepenontonnya. Media media harus di- mahkan etos dan budaya kerja . kontrol oleh negara. Negara memiliki kewajiban untuk m engontrol segala akPERAN NEGARA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER tivitas media, agar sesuai dengan tujuPembangunan karakter tidak hanya an negara itu sendiri.Perangkat hukum untuk sebuah idealisme namun hal ini nya harus jelas dan adil. Indonesia senjuga hendaknya memiliki makna nyata diri mempunyai Depkominfo, tapi ha- dalam membangun kesejahteraan hinya sekedar mengatur kebijakan fre- dup bangsa Indonesia. Pembangunan kuensi, hak siar, dsb. Lebih khusus lagi, karakter pada tataran individu dan taada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), taran masyarakat luas perlu dikuatkan yang dibentuk lebih independen, na- agar bangsa Indonesia lebih mampu mun diakui pemerintah. KPI diharap- cepat meningkatkan kesejahteraan makan dapat memfilter aktivitas media syarakat Indonesia (Raka, 2007:1). (terutama televisi) agar sesuai dengan tujuan negara, norma, kebudayaan, adat, dan tentunya agam a. Nam un sam pai saat ini, KPI dirasa masih cukup le-

mah dalam bertindak (memfilter), maka


Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

56
Karakter yang perlu diperbaiki adadiknas Nomor 20 Tahun 2003. Kurilah kedisiplinan. Bangsa Indonesia te- kulum disusun sesuai dengan jenjang lah dikenal dengan bangsa dengan jam pendidikan dalam kerangka Negara karetnya, jika tidak terlambat maka diKesatuan Republik Indonesia dengan anggap bukan orang Indonesia. Disip- memperhatikan:,peningkatan iman dan lin nasional perlu digalakkan dengan takwa; peningkatan akhlak mulia; pesungguh-sungguh dalam upaya ningkatan potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan mewujudkan masyarakat, bangsa, negara nasional; tuntutan dunia kerja; perkemyang bercita-cita luhur. Disiplin bertu- bangan ilmu pengetahuan, teknologi, juan memperbaiki tingkah laku dan dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional moral bagi seluruh manusia yang tingdan nilai-nilai kebangsaan. Kekuatan untuk menjalankan amagal di Indonesia, baik bagi kalangan akademisi dan juga para pelaku bisnisnah UU sangat ditentukan oleh kekuatan di Indonesia. Pengertian disiplin adalah hukum. Hal ini membawa konsedisiplin kerja, disiplin cara hidup sehat, kuensi bahwa pembangunan karakter disiplin berlalu-lintas, sanitasi, pelestabangsa ini sangat ditentukan oleh perilaku penegak hukum sebagai penjaga rian lingkungan. Disiplin nasional berhasil jika indi- ketertiban dan ketentraman dalam kevidu m elaksanakan disipli n tersebut de- hidupan berbangsa dan bernegara unngan kesungguhan hati dan tuk tujuan kesejahteraan, keadilan mamemahami syarakat, ketentraman masyarakat. bahwa disiplin diri merupakan cikal Oleh karena itu, para penegak hukum bakal untuk disiplin nasional. Dengan haruslah dipegang oleh orang-orang demikian, dengan adanya pendidikan yang berkarakter kuat, demikian juga karakter, budaya dan moral bukan ha-para elite politik, birokrat, teknokrat nya generasi yang telah menjadi yang menjadi menjalankan semua amaguru, nah UUD 45 pun haruslah orang-orang tetapi juga setiap anak, pemuda, dan terplih karena memiliki karakter yang orang dewasa yang ada di Indonesia kuat dan tangguh sebagai pemimpin dapat m elaksanakannya dengan sebaikrakyat. Dengan demikian, kedudukan baiknya. Melalui pendidikan karakter, mereka benar-benar kuat sebagai pependidikan budaya, dan pendidikan juang bangsa yang selalu ingin memmoral akan menghasilkan watak dan bawa bangsa ini pada kemajuan dan manusia Indonesia yang seutuhnya. Di kesejahteraan. satu sisi, pihak pemerintah berusaha Negara Indonesia sudah saatnya didengan gigih untuk memberikan tela- pimimpin oleh pemerintahan yang baik yang dan bagi warga m asyarakat (Raka, 2007: mampu mengembangkan Good Corporate Governance yang harus me3). Negara memiliki tanggung jawab numbuhkan nilai-nilai dengan komitmen yang tinggi seperti halnya: transm oral untuk m elakukan pendidikan karakter, budaya, dan moral bangsa Indonesia. Hal ini seuai dengan prinsip sudah ditetapkan baik dalam UUD 1945 maupun dalam Undang-Undang Sis-

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

57
parency, independence, accountability, bermakna melalui berbagai pemikiran responsibility, fairness, social awarness kritis dari tulisan-tulisan tentang pen(Zuchdi, 2009:46). Dengan nilai-nilai tersebut, menjadi awal kebangkitan bangsa kita untuk mau belajar dari bangsa lain, sebagaimana pernyataan Kaisar Jepang, Meiji yang menegaskan: I have dreamed of a unified Japan, our country, strong, independent, and m odern. Now we have railroads and cannons, western clothing. But, we cannot forget. W ho weare, and where we cam e from . Pernyataan Kaisar Jepang menjadi insipirasi dan motivasi bagi kita bersama untuk membangun mimpi kita sebagai bangsa yang besar tanpa kehilangan makna kita sebagai bangsa yang berbudaya dan bermartabat .....!!! PENUTUP Pendidikan karakter dengan pendekatan yang holistik dan kontekstual tidak mudah diterapkan jika tidak didukung oleh semua warga masyarakat yang pada setiap tataran kehidupan m asyarakat. Keluarga, sekolah dan m asyarakat serta negara perlu menyadari bahwa membangun pendidikan karakter harus menjadi kebutuhan bersama sehingga bangsa Indonesia m em iliki kekuatan untuk mengatasi krisis karakter yang sudah bersifat dimensional dan struktural. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam akhir tulisan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Gede Raka, Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D dan Thomas

Lickona yang telah memberikan inspirasi kepada penulis dalam memahami bagaim ana m em aham i kehidupa lebih

didikan karakter. DAFTAR PUSTAKA Megawati, Ratih. 2005. Pendidikan Karakter: Sebuah Agenda Perbaikan Moral Bangsa. EDUKASI. Jakarta. September 2005. Koesoma, Dony. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo. Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character : How Our School Can Do Teach Respect and Responsibility. Brantam Book: New York. ______. 1999. Eleven Principles of Effective Character, Scholastic Early Childhood to Day. PreQuest Education Journals. November/De-

cember 1998, 13.1. Raka, Gede. 2006. Guru Tranformasional dalam Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa. Makalah, Orasi Dosen Berpretasi Tingkat Poltekes dan Tingkat Nasional. Jakarta: 10 Nopember 2006. ______. 2006. Pendidikan Untuk Kehidupan Bermakna. Makalah, Orasi Ilmiah pada Hari Wisuda Universitas Kristen Maranatha. Bandung, 25 Maret 2006. ______. 2007. Pendidikan Membangun Karakter. Makalah, Orasi Perguruan Taman Siswa. Bandung 10 Februari 2007.

Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter

58

Slavin, R. E. 1994. Educational Psychology Widoyoko, Eko Putra. 2009. Strategi (3rd ed.). Englewood Cliffs, New Membangun Rasa Percaya Diri. www.e-psikologi.com. Diunduh Jersey: Prentice-Hall Inc. Kamis 15 Januari 2009. Sukmana. 2009. http://id.shvoong.com/humanities/1833122menumbuhkansem an gat-belajar-an ak/. Diunduh pada 20 Maret 2010. Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan. Yogyakarta. Bumi Aksara.

Raksa, Teguh Yoga. 2009. Arti ______. 2009. Pendidikan Karakter. YogKejujuryakarta: UNY Press. an, Wisdom from Expert Rabu, 1 . Juli 2009.

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

You might also like