You are on page 1of 4

Sepanjang perjalanan, aku mengamati jalan didepan, dari balik kacamataku.

Langkahku terhenti pada sebuah rumah sederhana yang kotor dan tampak sepi. Dalam benak ku berfikir mungkin Andi sedang tidak ada dirumah. Andi, Andi.., Aku mencoba memastikan bahwa rumah itu benar-benar kosong. Ya..sudahlah sebaiknya aku pulang. Nak Deni suara itu memanggil dari balik pintu setelah aku memalingkan pandangan menuju jalanan. Eehh..Ibu jawabku pendek, Nak Deni mau ketemu Andi ya? Ibunya bertanya dengan penuh senyuman. Iya bu, Andinya ada aku pun menjawab dengan tersenyum. Ibunya mempersilahkanku masuk dan mengantarku sampai depan pintu kamarnya yang penuh dengan tempelan stiker, dipintu itu tertulis Jangan ganggu, aku selalu sibuk. Bau menyegat segera menyergap hidungku. Tak secuil pun cahaya bias memaksa masuk kamar itu. Kamu mau minum apa Den? ibunya bertanya. Tidak usah repot bu jawabku segera. kalau begitu ibu tinggal dulu ya Den Ibunya berkata kepadaku dengan nada getir sambil meninggalkan kamar itu dengan pintu terbuka. Sebenarnya aku sangat canggung berada dalam kamar itu karena Andi tidak menyambut kedatanganku. Dia menyembunyikan kepalanya didalam selimut biru yang pernah aku berikan kepadanya. Kunyalakan lampu dan membuka gorden, menyilahkan cahaya untuk masuk. Woy! Siapa yang suruh buka gorden! Dia terbangun dengan mata menyipit karena silau. Ini gue dit. wah elu den. Gordennya ditutup lagi dong den. Ku tak hiraukan permintaannya. dit lu kok ga masuk-masuk sekolah sih? hmmm.., lu kan tau den, kenapa gue gak masuk sekolah ujarnya sambil menghempaskan tubuhnya ke kasur. Ehh, bangun lo, udah jam 2 ni ujarku untuk mengalihkan pembicaraan gue masih ngantuk dit. Kulempar bantal ke wajahnya. ayo bangun lango Dia tersenyum mendengar aku memanggilnya dengan sebutan itu. Sebutan lango yang kuberikan karena joget dangdutnya yang khas tentara, dengan jempol diangkat keatas. eh lu kok udah balik sekolah? gue cabut pelajaran tambahan buat Ujian Nasional, lagi jadwalnya fisika. Lu kan tau dit, itu guru ngajarnya bikin bingung hahahaha, tuh guru kepinteran ampe ga bisa ngajarin muridnya aku segera mengambil sebuah kertas dalam tasku dan menunjukkan kepadanya liat ni, mantep .....najis amat den, lu bisa dapet nilai 2 ujar adit sambil tersenyum melihat angka dua yang kujadikan gambar bebek bermata indah. permisi tiba-tiba ibunya datang membawa minuman segar berwarna kuning dengan sebuah nampan kusam. ayo diminum nak deni.

Aku segera mengambil gelas dari tangan ibunya. Adit, kamu jangan lupa minum obatnya ya kata ibunya sebelum keluar kamar. mana obat lu dit, biar gue ambilin 2 butir tablet dan 1 butir pil yang harus dia minum. Tapi dia malah memasukkan obatnya kedalam air dan setelah agak larut dia membuangnya keluar jendela. Melihat hal itu aku hanya termenung memperhatikannya. ......dit, lu tau kan yang lu lakuin udalah den!......., itu obat tidur, kalo gue minum Cuma bikin ngantuk, nanti gue malah ketiduran, ga bisa ngobrol sama lu Aku tak bisa berkata-kata lagi, sosok dihadapanku bukan lagi Adit yang tampak sombong saat memamerkan keahliaanya bermain gitar. Bukan lagi Adit yang selalu merapihkan rambutnya saat cewek cantik lewat dihadapnya, Adit yang penuh semangat dan percaya diri. Aku mengnalnya sejak kelas 1 SMA, saat pertama kali masuk lebih tepatnya. Rambut penangkal petirnya yang sedang ngetren saat itu membuatku ingin berkenalan dengannya, apalagi dia selalu diantar dan dijemput dengan mobil mewah, tapi itu dulu. Ternyata kami mempunyai hobi musik yang sama. Sejak saat itu kami sering nongkrong bareng untuk sekedar menghabiskan waktu sampai sore mendengarkan lagu band kesukaan kami. Saat kelas 2, kami berbeda kelas tapi masih tetap akrab. Kami masih sering nongkrong bareng. Bahkan saat Adit punya cewek, akupun harus punya cewek, agar kami bisa nongkrong bersama. Namun menjelang kenaikan kelas 3, Adit jadi jarang masuk sekolah dan rumahnya pun selalu kosong. Begitu ketemu di sekolah, mukanya lesu dan tampak pucat. Adit pun jadi jarang keluar kelas walaupun waktu istirahat. Dia segera pulang kerumah setelah bel pulang sekolah berbunyi, tidak pernah menghabiskan sore bersamaku lagi. Kupikir mungkin dia ingin fokus belajar untuk kelas 3. namun makin lama dia terlihat semakin pucat dan semakin sering tidak masuk seklah lagi. Dia selalu menghindari ikut upacara. Terakhitr kudatangi rumahnya, ternyata orang lain sudah menempati rumah mewah itu, rumah itu telah dijual. Aku selalu menanyakan masalah apa yang terjadi pada dirinya dan keluarganya. Dia selalu mengalihkan pembicaraan, namun suatu hari aku bertemu dengan ibunya. Dengan tagar ibunya bercerita kepadaku bahwa Adit adalah 2 dari 1000 orang yang beruntung mengidap leugentimia, penyakit kelainan darah yang segera mengambil nyawanya. Walaupun ku tahu batinnya menangis pedih menceritakan penyakit anak semata wayangnya itu. Den...,Deni...gimana lu sama Dona? ehhhh..., gue putus serius lu?, itukan gebetan abdi lu dari kelas 1. kenapa emang? dia emang cantik dit, tapi kecantikannya itu membuat dompet gue bolong. hahaha..

kalau jalan bareng dia tuh gak bisa makan di tempat murah kaya pinggiran jalan. Paling gak harus di restoran dit jawabku sambil memaksa tersenyum untuk menghibur dirinya. Ada sesuatu yang harus kulakukan untuknya, ada sesuatu yang harus kusampaikan padanya. dit lu masih mau kuliah kan? udalah den, lu kan bisa liat gue yang udah semakin lemah, mungkin tinggal beberapa lembar kalender lagi yang bisa gue sobek, gue udah gak mikir kuiah. Apakah Adit udah gak percaya lagi sama kekuasaan Tuhan? Lu masih bisa sembuh dit. Lu bisa sembuh, lu harus semangat. Itulah kata-kata yng ingin aku katakan padanya. dit, mau bedoa bareng gue ga? ga usah den, capek-capek ga ada gunanya dit, Tuhan tuh ada dan......... aku tak bisa menemukan kata yang tepat untuk berbicara dengannya, aku mengerti tentang kekecewaannya... ehhh.., udah sore nih, lu ga balik? Aku sangat mengerti maksudnya oke gue ngerti ohh ya dit, sebulan lagi kan Ujian Nasional, lu masuk sekolah lagi dong dit gue...... adit terlihat bimbang. pokoknya mulai besok gue tunggu lu di halte depan gang rumah lu yak, biar kita berangkat bareng tapi den..... mulai besok ya siap-siap den yang bener aja lu ayo sekolah bareng gue aku terus memaksanya agar ia mau kesekolah lagi. Sudah hampir 3. minggu Adit tidak masuk sekolah. gue coba ya. Gue tunggu lu di depan halte depan gang rumah gue, besok ya den siiip, besok yang rapih kesekolahnya ya. Gue balik dulu sebelum pulang, aku pamit pada ibunya. Wajahnya tampak senang melihatku. kamu sering-sering kesini ya, bantuin ibu kasih semangat ke Adit. Aku memeberikan senyumanku sebagai jawabannya dan segera pamit pulang. Aku berjalan menuju kedepan gang sambil terus berfikir. Padahal rumah gue kan jauh dari sini, mulai besok gue harus bangun lebih pagi deh. Hosh...hosh...hosh..., aku mengatur nafas didalam bus setelah berlari dari rumah menuju halte. Jam tangannya menunjukkan pukul 06.50. mampus ni telat, mana jam pertama ulangan lagi! bentakku kesal pada diriku sendiri. Aku segera membuka buku matematika dan mulai belajar. Sebenarnya sejak di bus aku teringat pada Adit. Aku telah janji untuk menjemputnya berangkat ke sekolah. mungkin Adit bisa megerti, kenapa aku tak datang hari ini. Pikirku dalam hati. Aku pasti akan menjemputmu besok dit.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku segera melangkahkan kaki menuju rumah Adit. Aku ingin meminta maaf karena tak menjemputnya. Setelah turun dari bus, aku siap berlari kerumah Adit. Tapi kakiku tidak bisa bergerak, matakku terpaku, dalam pikiranku terngiang janjiku dengan Adit. gue tunggu lu di halte depan rumah gue, besok ya den. Sebagai lelaki aku tak boleh menangis, namun sebagai sahabat aku tak bisa menahan kesedihan ini. Adit tetap menungguku di halte depan gang, dia tertidur pulas tanpa nyawa.

You might also like