You are on page 1of 62

SISTEM INFORMASI PRODUKSI KAKAO

(Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN LIMA KOTO


KAMPUNG DALAM, KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Santosa*), Azrifirwan*), dan Dede Pranata**)


*)
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Padang
**)
Alumni Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK

Penelitian tentang sistem informasi produksi kakao (Theobroma cacao L.)


di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman telah
dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2007. Tujuan
penelitian ini adalah untuk merancang suatu sistem informasi kakao berbasiskan
komputer yang berisikan tentang kegiatan budidaya, prapanen, panen, dan
pascapanen yang dilakukan oleh petani kakao serta informasi produksi kakao di
Kecamatan V Koto Kampung Dalam. Penelitian ini dilaksanakan melalui
wawancara langsung ke petani kakao di Kecamatan V Koto Kampung Dalam,
Kabupaten Padang Pariaman dengan metode pengambilan sampel acak
terstratifikasi (stratified random sampling). Strata yang digunakan yaitu
berdasarkan luas lahan petani dan dengan ukuran sampel lima persen dari total
petani kakao di Kecamatan V Koto Kampung Dalam. Pengolahan data menjadi
basisdata dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office
Access 2003 yang ditampilkan menjadi sebuah program sistem informasi dengan
menggunakan perangkat lunak Visual Basic 6.0. Kegiatan ini dilaksanakan di
Laboratorium Komputer Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Andalas,
Padang. Dari penelitian yang telah dilaksanakan maka dihasilkan sistem
informasi produksi kakao (Theobroma cacao L.) di Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman yang berisikan informasi
perkembangan kakao di sentra kakao Provinsi Sumatera Barat tersebut serta
rekomendasi komprehensif kegiatan usahatani kakao.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padang Pariaman merupakan kabupaten di Sumatera Barat yang dijadikan
sebagai basis pengembangan tanaman kakao sejak tahun 1991/1992. Dengan pola
perkebunan rakyat, Kabupaten Padang Pariaman dijadikan Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat sebagai pilot proyek pengembangan kakao dan memulai
2

pengembangannya di Nagari Sikucur Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam


(www.pariaman.go.id, 2007).
Perkembangan lahan dan produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman
diperkirakan akan meningkat di tahun berikutnya sehubungan dengan bertambahnya
areal perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman serta dukungan pemerintah
pusat yang mencanangkan Provinsi Sumatera Barat sebagai sentra kakao di
Indonesia Bagian Barat (Disbun Sumbar, 2006).
Peningkatan kuantitas belum diikuti oleh peningkatan mutu yang dihasilkan.
Permasalahan pemasaran mutu kakao yang rendah akan mengakibatkan harga
kakao yang dihasilkan murah. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi
Sumatera Barat (2006), biji kakao perkebunan Kabupaten Padang Pariaman saat
ini di pasar lokal harga rata-rata pada tahun 2005 adalah Rp 11.750/kg. Padahal,
harga ini tidak sebanding dengan harga luar negeri yang dijual seharga Rp
18.578/kg (Disbun Sumbar, 2006 dan www.icco.org, 2007).
Upaya konkrit yang perlu dilakukan adalah dengan mengadakan penyuluhan
kepada petani-petani kakao di Kabupaten Padang Pariaman oleh penyuluh
pertanian ataupun pemerintah sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan
kualitas perkebunan kakao di daerah tersebut.
Penyuluhan pertanian dilaksanakan dengan sasaran untuk merubah pelaku
petani dengan tolak ukur mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Salah
satu media informasi yang digunakan sebagai media penyuluhan adalah komputer
yang merupakan media visual. Kelebihan media informasi yang berupa visual
yaitu dapat menyentuh indra penglihatan sehingga lebih cepat diserap daripada
indra yang lainnya. Selain itu, komputer sebagai media informasi berupa visual
dapat meningkatkan kemampuan penyerapan informasi yang diberikan kepada
pengguna komputer tersebut (Santosa, 2002).
Penerpan sistem informasi di bidang pertanian semakin berkembang. Situs-
situs informasi di internet tentang informasi pertanian juga semakin banyak.
Namun akses informasi di tingkat daerah belum maksimal karena keterbatasan
sarana dan sumber daya manusia yang ada. Pengembangan sistem informasi lokal
perlu dikembangkan sehingga penyerapan informasi ke daerah semakin baik.
3

Penerapan sistem informasi di daerah masih terbatas. Penggunaan arsip dan


Microsoft Office Excel sebagai sumber basis data di daerah perlu ditingkatkan
menjadi sistem informasi yang lebih aman dan efektif. Salah satunya adalah
dengan menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0.
Microsoft Visual Basic 6.0 merupakan salah satu perangkat lunak
pemrograman komputer yang dapat diaplikasikan untuk mengembangkan sistem
informasi. Selain bahasa pemrograman yang lebih mudah dipelajari, software ini
sangat aplikatif untuk komputer yang memiliki sistem operasi Windows.
Kebanyakan petani Indonesia tidak mampu mengoperasikan komputer
dengan baik, namun pengadaan media informasi berupa basis data kakao ini perlu
dikembangkan sehingga dapat dijadikan oleh pemerintah sebagai informasi serta
media penyuluhan kepada petani kakao. Dengan kata lain, basis data komputer
dapat digunakan sebagai media perantara penyuluh dan pemerintah untuk
disampaikan kepada petani kakao. Selain itu basis data tentang teknik
menghasilkan kakao yang berkualitas baik yang meliputi kegiatan prapanen,
panen, dan pascapanen yang dilakukan oleh petani kakao di Kabupaten Padang
Pariaman dapat dijadikan sebagai bahan koreksi bagi pemerintah untuk
menyampaikan teknik perkebunan kakao yang benar.
Teknologi informasi perlu digunakan untuk meningkatkan penyediaan
informasi agar dapat mendukung proses pengambilan keputusan. Kecepatan
informasi sangat menentukan berhasil tidaknya strategi dan rencana yang
tersusun. Sehingga penerapan sistem informasi yang berbasis komputer menjadi
kebutuhan yang mutlak. Dengan adanya sistem informasi yang berbasis komputer,
kecepatan, ketelitian dan penyediaan data akan lebih maksimal, mudah disimpan,
dimodifikasi dan dipanggil kembali dengan cepat serta dapat memberikan
keunggulan kompetitif lainnya, sehingga mendapat prioritas yang tinggi.
Penerapan komputer sebagai sistem informasi produksi kakao memiliki
beberapa keunggulan yaitu: (1) proses pengolahan yang cepat, (2) tingkat akurasi
informasi yang dihasilkan cukup tinggi, (3) efisiensi sumber daya manusia,
4

(4) kemudahan berinteraksi dengan penggunanya, dan (5) peningkatan nilai


informasi.

Kelebihan sistem informasi ini dibandingkan sistem informasi sejenisnya


diantaranya adalah (1) informasi diperoleh langsung dari data petani lokal
sehingga dapat meminimalisasi bias, dan (2) memberikan rekomendasi ke petani
lokal sesuai dengan evaluasi yang diperoleh dari data kuisioner.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan membuat suatu sistem
informasi kakao (Theobroma cacao L.) berbasiskan komputer yang berisikan
tentang kegiatan budidaya, prapanen, panen, dan pascapanen yang dilakukan oleh
petani kakao serta informasi produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao (Theobroma cacao L.)


2.1.1Sistematika Tanaman Kakao
Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988),
sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Menurut Cheesman (cit. Wood dan Lass, 2001), kakao dibagi tiga kelompok
besar, yaitu criollo , forastero dan trinitario. Sifat criollo adalah pertumbuhannya
kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero, relatif gampang terserang
hama dan penyakit. Permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjol-bonjol, dan
alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal tetepi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar
lemak dalam biji lebih rendah daripada forastero tetapi ukuran bijinya besar,
bentuknya bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Lama fermentasi
bijinya lebih singkat daripada tipe forastero. Dalam tata niaga kakao criollo
termasuk kelompok kakao mulia (fine-flavoured), sementara itu kakao forastero
termasuk kakao lindak (bulk).
Kelompok kakao trinitario merupakan hibrida criollo dengan forastero.
Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam, demikian juga daya dan mutu
hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok trinitario dapat masuk ke dalam kakao
mulia dan lindak, bergantung pada mutu bijinya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2006).
6

Poedjiwidodo (1996) menggambarkan perbedaan antara kakao criollo dan


forastero seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri-Ciri Kakao Criollo dan Forastero
Ciri-ciri Criollo Forastero
Pertumbuhan tanaman lemah kuat
Produksi rendah tinggi
Masa berbuah lambat cepat
Ketahanan terhadap peka/rentan tahan/toleran
hama/penyakit
Kulit buah tipis, lunak, permukaan tebal, keras, permukaan
kasar halus
Warna kulit buah merah – oranye hijau – merah
Alur pada kulit buah dalam dan dangkal dalam
berselang-seling
Ujung buah tumpul agak bengkok bottle neck ada/tidak ada
tidak ada bottle neck
Biji bulat gepeng
Warna endosperma putih ungu tua
Rasa enak kurang enak
Fermentasi cepat lambat

2.1.2Syarat Tumbuh Tanaman Kakao


Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam pada daerah-daerah
o o
yang berada pada 10 LU sampai dengan 10 LS. Walaupun demikian,
o
penyebaran pertanaman kakao berada pada daerah-daerah antara 7 LU sampai
o
dengan 18 LS. Hal ini berkaitan dengan distribusi curah hujan dan jumlah
o
penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao pun masih toleran pada daerah 20
LU sampai 20 o LS. Indonesia yang berada pada 5 o LU sampai dengan 10 o LS
masih sesuai untuk penanaman kakao. Daerah-daerah di Indonesia tersebut ideal
jika tidak lebih tinggi dari 800 m dari permukaan laut (Siregar et al., 2007).
7

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993) mengelompokkan syarat-


syarat agroklimatogi untuk pertumbuhan tanaman kakao seperti disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Syarat-Syarat Agroklimat Pertumbuhan Kakao
No. Komponen Agroklimat Lahan Kriteria
1. Temperatur (oC) 25 – 28
2. Bulan Kering (< 75mm) 1–2
3. Curah Hujan (mm/tahun) 1.500 - 2.500
4. Tekstrur Tanah SL, L, SCL, SiL, Si, CL, SiCL
5. pH Tanah 5,5 - 6,5
6. Salinitas Tanah (mmhos/cm) <1
7. Kedalam Sulfidik (cm) > 175
8. Lereng Lahan (%) <8
9. Batuan Permukaan (%) <5
10. Singkapan Batuan (%) <5
11. Kedalam Efektif (cm) > 100
Keterangan tekstur tanah:
C = Liat
L = lempung
Si = Debu
S = Pasir
Lahan yang tidak sesuai akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
kakao. Curah hujan yang melebihi 4.500 mm/tahun akan mengakibatkan penyakit
buah busuk (black pods). Temperatur yang lebih randah dari 10o C akan
mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga laju
pertumbuhannya berkurang. Sedangkan temperatur yang tinggi akan memacu
pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur. Pengamatan yang dilakukan PT
Perkebunan XIII menunjukkan bahwa temperatur tinggi selama kurun waktu yang
panjang juga akan mempengaruhi berat biji. Temperatur yang relatif rendah akan
menyebabkan biji kakao banyak mengandung asam lemak yang tidak jenuh
(Siregar et al., 2007).
8

2.1.3Teknis Budidaya Tanaman Kakao


2.1.3.1Pembibitan
Perbanyakan tanaman kakao lebih sering dilakukan dengan cara generatif
karena bibit dihasilkan dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.
a. Persyaratan Benih
Benih yang baik berasal dari buah berbentuk normal, sehat dan masak di
pohon. Buah tersebut berwarna kuning, jika diguncang timbul suara dan jika
diketuk dengan tangan timbul gema. Bibit yang baik harus memenuhi persyaratan,
antara lain: (1) pertumbuhan bibit normal, yaitu tidak kerdil dan tidak terlalu
jagur, (2) bebas hama dan penyakit serta kerusakan lainnya, dan (3) berumur 4-6
bulan.
b. Penyiapan Benih
Buah dipotong membujur, lalu benih yang berada di bagian tengah diambil
sebanyak 20 - 25. Lendir buah dibersihkan dengan meremas-remasnya dalam
serbuk gergaji lalu dicuci dengan air dan direndam dengan fungisida. Benih
dijemur di bawah sinar matahari. Benih yang baik memiliki daya kecambah
sedikitnya 80 %.
c. Teknik Penyemaian Benih
Lokasi bedengan persemaian dibersihkan dari pohon dan rumput serta batu
dan kerikil. Ukuran bedengan 1,2 x 1,5 m panjang 10-15 m dan tinggi 10 cm arah
utara-selatan. Tanah bedengan dicangkul 30 cm, setelah dirapikan diberi lapisan
pasir 5 - 10 cm dan tepi bedengan diberi dinding penahan dari kayu/batu bata.
Bedengan diberi naungan dari anyaman daun alang-alang, kelapa/tebu dengan
tinggi atap di sisi Timur 1,5 m dan di sisi Barat 1,2 m. Sebelum disemai benih
dicelup ke dalam formalin 2,5 % selama 10 menit. Benih dibenamkan (mata benih
diletakkan di bagian bawah) ke dalam lapisan pasir sedalam 1/3 bagian dengan
jarak tanam 2,5 x 5 cm. Segera setelah penyemaian, benih disiram. Penyiraman
selanjutnya dilakukan dua kali sehari dan disemprot insektisida jika perlu. Keping
biji terbuka tidak serentak sehingga perlu dibantu dengan tangan. Setelah 4-5 hari
di persemaian benih sudah berkecambah dan siap dipindahtanamkan ke polybag.
9

d. Pemeliharaan Pembibitan
Media pembibitan berupa campuran tanah subur, pupuk kandang dan pasir
dengan perbandingan 2:1:1, kemudian media ini diayak dan dimasukkan ke dalam
polybag 20 x 30 cm sampai 1-2 cm di bawah tepi polybag. Kecambah yang
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke dalam pembibitan berkecambah pada hari
ke 4 - 5 dan akarnya lurus. Satu kecambah kakao dimasukkan ke dalam lubang
sedalam telunjuk, lalu lubang ditutup dengan media. Polybag berisi kecambah
disimpan di lokasi pembibitan dengan jarak 60 cm dalam pola segitiga sama sisi.
Supaya tidak bergerak, polybag diletakkan di dalam alur sedalam 5 cm atau
ditimbun dengan tanah secukupnya. Pembibitan dinaungi oleh pohon pelindung
atau dibuat atap dari anyaman bambu. Pembibitan disiram dua kali sehari kecuali
jika hujan. Air siraman tidak boleh menggenangi permukaan media. Bibit dipupuk
setiap 14 hari sampai berumur 3 bulan dengan ZA (2 gram/bibit) atau urea (1
gram/bibit) atau NPK (2 gram/bibit). Pupuk diberikan pada jarak 5 cm
melingkarai batang kecuali untuk urea yang diberikan dalam bentuk larutan.
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida
setiap 8 hari.
e. Pemindahan Bibit
Setelah berumur 3 bulan, bibit dalam polybag dipindahkan ke lapangan dan
naungan dikurangi secara bertahap. Bibit yang baik untuk ditanam di lapangan
berumur 4 - 5 bulan, tinggi 50 - 60 cm, berdaun 20 - 45 helai dengan sedikitnya 4
helai daun tua, diameter batang 8 mm dan sehat. Dengan jarak tanam 3 x 3 m,
kebutuhan bibit untuk satu hektar adalah 1250 batang termasuk untuk penyulaman
(www.lc.bppt.go.id, 2007).

2.1.3.2Pengolahan Media Tanam


a. Persiapan
Lahan perkebunan kakao dapat berasal dari hutan asli, hutan sekunder,
tegalan, bekas tanaman perkebunan atau pekarangan. Lahan yang miring harus
10

dibuat teras-teras agar tidak terjadi erosi. Areal dengan kemiringan 25 - 60 %


harus dibuat teras individu.
11

b. Pembukaan Lahan
Cara penyiapan lahan dapat dengan cara pembersihan selektif dan
pembersihan total. Alang-alang di tanah tegalan harus dibersihkan/dimusnahkan
supaya tanaman kakao dan pohon naungan dapat tumbuh baik. Untuk
memperlancar pembuangan air, saluran drainase yang secara alami telah ada harus
dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan tersier
dibangun sesuai dengan keadaan lapangan.
c. Pengapuran dan Pemupukan Lahan
Tanah-tanah dengan pH di bawah 5 perlu diberi kapur berupa batu kapur
sebanyak 2 ton/ha atau kapur tembok sebanyak 1.500 kg/ha. Pemupukan sebelum
bibit ditanam dapat dilakukan guna untuk merangsang pertumbuhan bibit cokelat.
Lubang-lubang tersebut perlu diberi pupuk dengan pupuk Agrophos sebanyak 300
gram/lubang atau pupuk urea sebanyak 200 gram/lubang, dan pupuk TSP
sebanyak 100 gram/lubang. Pupuk-pupuk tersebut diberikan 2 (dua) minggu
sebelum penanaman bibit cokelat, kemudian lubang tersebut ditutup kembali
dengan tanah atas yang dicampur dengan pupuk kandang/kompos
(www.lc.bppt.go.id, 2007).

2.1.3.3Teknik Penanaman
a. Penentuan Pola Tanaman
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai
tanaman lorong di antara tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua macam pohon
pelindung yaitu:
1) Pohon pelindung sementara
Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum
berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat
ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia
congesta atau Clotaralia sp.
2) Pohon pelindung tetap
12

Pohon ini harus dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan


berfungsi sebagai melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan
sinar matahari dan menghambat kecepatan angin. Jenis pohon yang cocok adalah
lamtoro (Leucena sp.), sengon jawa (Albizia stipula), dadap (Erythrina sp.) dan
kelapa (Cocos nucifera).
Pohon pelindung tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m. Jarak tanam
yang dianjurkan adalah 3 x 3 m2 dengan kerapatan pohon 1.100 batang
pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk tajuk
yang seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang.
b. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat 2 - 3 bulan sebelum tanam dengan ukuran:
1) 40 x 40 x 40 cm untuk tanah bertekstur sedang,
2) 60 x 60 x 60 cm atau 80 x 80 x 80 cm untuk tanah bertekstur berat, dan
3) 30 x 30 x 30 cm untuk tanah bertekstur ringan.
Lubang dipupuk dengan Agrophos 300 gram/lubang atau campuran urea 200
gram/lubang dan Sp-36 100 gram/lubang, kemudian lubang tanam ditutup
kembali.
c. Cara Penanaman
1) Polybag disayat pada bagian sisi dan bawah, bibit dikeluarkan dan media
dalam keadaan utuh.
2) Lubangi lubang tanam yang telah ditutup lagi tersebut selebar diameter
polybag. Bibit diletakkan sehingga permukaan media sejajar dengan tanah.
3) Tanah galian dimasukkan kembali dan tanah dipadatkan di sekeliling bibit.
4) Batang bibit ditopang dengan dua potong kayu/bambu.
5) Untuk mencegah gangguan hewan, tanaman kakao harus diberi pagar
pengaman dari bambu (www.lc.bppt.go.id, 2007).

2.1.3.3Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiangan
13

Pengendalian gulma dilakukan dengan membabat tanaman pengganggu


sekitar 50 cm dari pangkal batang atau dengan herbisida sebanyak 1,5 - 2,0
liter/ha yang dicampur dengan 500 - 600 liter air. Penyiangan yang paling aman
adalah dengan cara mencabut tanaman pengganggu. Tujuan
penyiangan/pengendalian gulma adalah untuk mencegah persaingan dalam
penyerapan air dan unsur hara, untuk mencegah hama dan penyakit serta gulma
yang merambat pada tanaman cokelat/kakao. Dalam pemberantasan gulma harus
dilakukan rutin minimal satu bulan sekali, yaitu dengan menggunakan cangkul,
koret/dicabut dengan tangan.
b. Pemangkasan
Tujuan pemangkasan adalah untuk menjaga/pencegahan serangan hama atau
penyakit, membentuk pohon, memelihara tanaman dan untuk memacu produksi.
1) Pemangkasan bentuk
− Fase muda
Dilakukan pada saat tanaman berumur 8 - 12 bulan dengan membuang
cabang yang lemah dan mempertahankan 3 - 4 cabang yang letaknya merata ke
segala arah untuk membentuk jorquette (percabangan).
− Fase remaja
Dilakukan pada saat tanaman berumur 18 - 24 bulan dengan membuang
cabang primer sejauh 30 - 60 cm dari jorquette (percabangan).
2) Pemangkasan pemeliharaan.
Membuang tunas yang tidak diinginkan, cabang kering, cabang melintang
dan ranting yang menyebabkan tanaman terlalu rimbun.
3) Pemangkasan produksi.
Bertujuan untuk mendorong tanaman agar memiliki kemampuan
berproduksi secara maksimal. Pemangkasan ini dilakukan untuk mengurangi
kelebatan daun.
c. Pemupukan
Dosis pemupukan tanaman yang belum berproduksi (gram/tanaman) adalah
sebagai berikut:
14

1) Umur 2 bulan: ZA = 50 gram/pohon.


2) Umur 6 bulan: ZA = 75 gram/pohon; TSP = 50 gram/pohon; KCl = 30
gram/pohon; Kleserit = 25 gram/pohon.
3) Umur 12 bulan: ZA = 100 gram/pohon.
4) Umur 18 bulan: ZA = 150 gram/pohon; TSP = 100 gram/pohon; KCl = 70
gram/pohon; Kleserit = 50 gram/pohon.
5) Umur 24 bulan: ZA = 200 gram/pohon.
Dosis pemupukan tanaman berproduksi (gram/tanaman) adalah sebagai
berikut:
1) Umur 3 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 50 gram/pohon, TSP =
2 x 50 gram/pohon, dan KCl = 2 x 50 gram/pohon.
2) Umur 4 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 100 gram/pohon, TSP =
2 x 100 gram/pohon, dan KCl = 2 x 100 gram/pohon.
3) Umur 5 tahun: ZA = 2 x 250 gram/pohon, Urea = 2 x 125 gram/pohon, TSP =
2 x 125 gram/pohon, dan KCl = 2 x 125 gram/pohon.
Pemupukan dilakukan dengan membuat alur sedalam 10 cm di sekeliling
batang kakao dengan diameter kira-kira ½ tajuk dan waktu pemupukan dilakukan
pada awal musim hujan dan akhir musim hujan.
d. Penyiraman
Penyiraman tanaman cokelat yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik
dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan
menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon cokelat
dilakukan pada tanaman muda terutama tanaman yang tak diberi pohon
pelindung.
e. Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida dilakukan dengan dua tahapan, pertama bersifat
untuk pencegahan sebelum diketahui ada hama yang benar-benar menyerang.
Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan tahapan kedua adalah usaha
pemberantasan hama, selain jenis juga kadarnya ditingkatkan. Misal untuk
pemberantasan digunakan insektisida berbahan aktif seperti Dekametrin (Decis
15

2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil


Nudrin 24 (WSC/Lannate 20 L) dan Fenitron (Karbation 50 EC).
f. Penyerbukan Buatan
Dari bunga yang muncul hanya 5 % yang akan menjadi buah, peningkatan
persentase pembuahan dapat dilakukan dengan penyerbukan buatan. Bagian
bunga yang mekar digosok dengan bunga jantan yang telah dipetik sebelumnya,
kemudian bunga ditutup dengan sungkup. Penggosokan dilakukan dengan jari
tangan.
16

g. Rehabilitasi Tanaman Dewasa


Tanaman dewasa yang produktivitasnya mulai menurun tidak diremajakan
(ditebang untuk diganti tanaman baru), tetapi direhabilitasi dengan cara okulasi
tanaman dewasa dan sambung samping tanaman dewasa. Cara yang kedua lebih
unggul karena peremajaan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat,
murah dan lebih cepat berproduksi. Entres (bahan sambungan) diambil dari kebun
entres atau produksi yang telah diseleksi, berupa cabang berwarna hijau, hijau
kekakaoan atau kakao, diameter 0,75 - 1,50 cm dan panjang 40 - 50 cm.
Sambungan dapat dibuka setelah 3 - 4 minggu (www.lc.bppt.go.id, 2007).

2.1.3.4Hama dan Penyakit


1. Hama
a. Penggerek cabang (Zeuzera coffeae)
Bagian yang diserang adalah cabang berdiameter 3 - 5 cm dengan gejalanya
cabang mati atau mudah patah. Pengendalian dilakukan dengan membuang
cabang yang terserang atau dengan predator alami menggunakan jamur Beauveria
bassiana.
b. Kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.)
Bagian yang diserang buah, daun muda, dan kuncup bunga. Gejalanya
adalah bercak kakao kehitaman berbentuk cekung berukuran 3 - 4 mm.
Pengendalian dilakukan dengan membuang bagian yang terserang. Predator untuk
hama ini adalah belalang sembah dan kepik predator. Selain itu gunakan
insektisida Baytroid 50EC, Lannate 25 WP, Sumithion 50 EC, Leboycid 50 EC,
dan Orthene 75 SP.
c. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella atau Cocoa Mot.)
Bagian yang diserang adalah buah kakao dengan gejala daging buah busuk.
Pengendalian dilakukan dengan cara membuang dan mengubur buah sisa panen
dengan serempak, menutupi buah dengan kantung plastik dengan lubang di bagian
bawah.
17

d. Kutu putih (Planococcus citri.)


Bagian yang diserang adalah tunas, bunga, dan calon buah. Gejala kakao
yang terkena hama ini adalah timbul tunas tumbuh tidak normal (bengkok). Selain
itu, terlihat pertumbuhan bunga dan calon buah tidak normal. Sedangkan
pengendaliannya dengan menggunakan insektisida berbahan aktif monokrotofas,
fosfamidon, dan karbaril.
e. Ulat kantong (Clania sp., Mahasena sp.)
Bagian yang diserang adalah daun dan tunas dengan gejala tanaman gundul
dan kematian pucuk. Pengendalian dilakukan dengan parasit Exoresta
uadrimaculata atau Tricholyga psychidarum. Selain itu gunakan insektisida racun
perut, Dipterex dan Thuricide.
f. Kutu jengkal (Hyposidra talaca.)
Bagian yang diserang adalah daun (muda dan tua) dengan gejala habisnya
helaian daun, tinggal tulang daun saja. Pengendaliannya menggunakan insektisida
Ambush 2 EC, dan Sherpa 5 EC (0,15 - 0,2 %).
2. Penyakit
a. Busuk buah hitam
Penyebabnya adalah Phytopthora palmivora dan bagian yang diserang yaitu
buah. Gejala penyakit ini biasanya ada bercak kakao di titik pertemuan tangkai
buah dan buah atau ujung buah. Gejala pada serangan berat adalah buah diliputi
miselium abu-abu keputihan. Pengendalian dilakukan dengan cara buah yang sakit
diambil dan mengurangi kelembaban kebun dengan cara pemangkasan. Selain itu
gunakan insektisida dengan bahan aktif Cu: Cupravit 0,3 %, Cobox 0,3 % atau
insektisida bahan aktif Mankozeb: Dithane M-45 dan Manzate 200 0,3 % dengan
interval 2 minggu.
b. Kanker batang
Penyebab penyakit ini adalah Phytopthora palmivora. Bagian yang diserang
adalah batang dengan gejala bercak basah berwarna tua pada kulit batang atau
cabang, keluarnya cairan dari batang atau cabang yang akan mengering dan
mengeras. Pengendalian dilakukan dengan cara buah yang sakit diambil,
18

mengurangi kelembaban kebun denga cara pemangkasan. Selain itu gunakan


fungisida dengan bahan aktif Cu: Cupravit 0,3 % atau Cobox 0,3 %, atau
fungisida bahan aktif Mankozeb: Dithane M-45 dan Manzate 200 0,3 % dengan
interval 2 minggu. Bagian yang sakit dikerok dan diolesi dengan fungisida.
19

c. Busuk buah diplodia


Penyebab penyakit ini adalah Botrydiplodia theobramae (jamur). Gejalanya
yaitu bercak kekakaoan pada buah, lalu buah menghitam menyeluruh.
Pengendalian dilakukan dengan mencegah timbulnya luka serta buah yang sakit
dibuang. Kemudian gunakan fungisida dengan bahan aktif Cu: Vitigran Blue,
Trimiltox Forte, dan Cupravit OB pada konsentrasi 0,3 %.
d. Vascular Steak Dieback (VSD)
Penyebab penyakit ini adalah Oncobasidium theobromae (jamur) dan bagian
yang diserang meliputi daun, ranting/cabang. Gejala penyakit ini adalah bintik-
bintik kecil hijau pada daun terinfeksi dan terbentuk tiga bintik kekakaoan, kulit
ranting/cabang kasar, pucuk mati (dieback). Pengendalian dilakukan dengan
menggunakan bibit bebas VSD, memperhatikan sanitasi tanaman, mengurangi
kelembaban, meningkatkan intensitas cahaya matahari dan memperbaiki drainase
dan pemupukan.
e. Bercak daun, mati ranting, dan busuk buah
Penyebab penyakit ini adalah Colletorichum sp. (jamur). Bagian yang
diserang meliputi daun, ranting, dan buah. Gejala penyakit ini yaitu adanya bercak
nekrotik pada daun, daun gugur, pucuk mati, dan buah muda keriput kering
(busuk kering). Pengendalian dilakukan dengan cara peningkatan sanitasi,
memotong ranting dan buah yang terserang, pemupukan berimbang dan
memperbaiki drainase. Kemudian gunakan fungisida sistemik Karbendazim 0,5 %
dengan interval 10 hari.
f. Busuk buah monilia
Penyebab penyakit ini adalah Monilia roreri (jamur). Bagian yang diserang
yaitu buah muda dengan gejala adanya benjolan dan warna belang pada buah
berukuran 8-10 cm, penumpukan lendir di dalam rongga buah, serta dinding buah
mengeras. Pengendalian dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dan
tanah dan membuang buah rusak. Kemudian gunakan fungisida dengan bahan
aktif Cu: Cobox 0,3 %, dan Cupravit 0,3 % selama 3 - 4 minggu.
g. Penyakit akar
20

Penyebabnya adalah Rosellinia arcuata R bumnodes, Rigidoporus liginosus,


Ganoderma pseudoerrum, dan Fomes lamaoensis (jamur). Bagian yang diserang
adalah akar dengan gejala daun menguning dan layu dan pada leher akar/pangkal
batang terdapat miselium. Pengendalian dilakukan dengan pembuatan parit isolasi
di sekitar tanaman terserang serta pemusnahan tanaman sakit. Kemudian
fungisida dioleskan pada permukaan akar yang lapisan miseliumnya telah
dibuang. Fungisida yang digunakan adalah dengan bahan aktif PNCB: Fomac 2,
Ingro Pasta, Shell Collar Protectant, dan Calixin Cp.

2.1.4Pemanenan dan Pascapanen Kakao


Ada 3 perubahan warna kulit buah pada kakao yang telah mengalami
kematangan. Ketiga perubahan warna kulit itu juga menjadi kriteria kelas
kematangan buah di kebun-kebun yang menghasilkan kakao. Secara umum
perubahan warna dan kelas kematangan itu seperti dijelaskan oleh Siregar et al.
(2007) dalam Tabel 3.
Tabel 3. Perubahan Warna dan Pengelompokkan Kelas Kematangan Buah
Perubahan Bagian kulit buah yang mengalami Kelas kematangan
Warna perubahana warna buah
Kuning Pada alur buah C
Kuning Pada alur buah dan punggung alur buah B
Kuning Pada seluruh permukaan buah A
Kuning tua Pada seluruh permukaan buah A+

2.1.4.1Teknik Memetik Buah


Untuk memanen kakao digunakan pisau tajam. Jika buah tinggi maka pisau
disambungkan dengan bambu. Pisau berbentuk huruf L, dengan bagian tengah
agak melengkung. Selama memanen buah kakao harus diusahakan untuk tidak
melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah. Pelukaan akan mengakibatkan
bunga tidak akan tumbuh lagi pada tempat tersebut untuk periode berikutnya
(Siregar et al., 2007). Heddy (1990) menambahkan skema penanganan pasca
panen kakao dapat di lihat pada Gambar 1.
21

Pemanenan buah kakao hendaknya dilakukan hanya dengan memotong


tangkai buah tepat di batang/cabang yang ditumbuhi buah. Dengan demikian
tangkai buah pun tidak tersisa di batang/cabang sehingga tidak menghalangi
pembungaan pada periode berikutnya (Siregar et al., 2007).
22

Di Kebun

1. Pemetikan buah Di Pabrik

Pemecahan buah 2. Pemeraman (fermentasi)

3. Perendaman

4. Pencucian

5. Pengeringan

6. Sortasi dan Grading

7. Pengepakan/ Penyimpanan
dan Pengiriman

Gambar 1. Skema Penanganan Pascapanen Biji Kakao


2.1.4.2Pemecahan Buah
23

Pemecahan buah pada prinsipnya adalah memecahkan kulit buah dengan


memukul secara langsung dengan alat pemukul kayu/pisau kemudian mengambil
bijinya. Yang perlu diperhatikan di sini harus dengan hati-hati agar: (a) biji tidak
pecah, (b) biji tidak tersentuh logam, dan (c) biji tidak kotor oleh tanah. Ketiga hal
tersebut di atas dapat menurunkan kualitas biji kakao kering.
Setelah biji-biji dikumpulkan di tempat tertentu (misalnya keranjang bambu,
karung plastik dan sebagainya) kemudian diangkut ke pabrik untuk diproses lebih
lanjut. Dalam proses ini pun biji-biji yang baik harus dipilih dan dipisahkan dari
biji-biji yang kurang baik (hasil sortasi kebun tersebut di atas). Jika hal tersebut
tidak dilaksanakan akan merusak mutu biji kakao kering yang didapatkan (Heddy,
1990).
2.1.4.3Fermentasi
Menurut Siregar et al. (2007), tujuan utama fermentasi adalah untuk
mematikan biji sehingga perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi,
seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, serta perbaikan konsentrasi
keping biji. Tujuan lainnya adalah untuk melepaskan pulp. Selama fermentasi biji
beserta pulp-nya mengalami penurunan berat sampai 25 persen. Perubahan-
perubahan biji selama fermentasi meliputi peragian gula menjadi alkohol,
fermentasi asam cuka dan menaiknya suhu. Di samping itu, aroma pun meningkat
selama proses fermentasi dan pH biji mengalami perubahan.
Siregar et al. (2007) menambahkan bahwa ada beberapa mikroorganisme
yang diketahui berperan dalam proses fermentasi, antara lain Saccaromyces
cerevisiae, S. theobromae, S. ellipsoides, S. apiculatus, S. mumalus dan
Eutrorulopsis theobromae. Mikroorganisme tersebut dapat dimanfaatkan
peranannya dalam mempercepat proses fermentasi. Penambahan mikroorganisme
tersebut (dalam bentuk ragi) sebanyak 0,5 gram per kilogram biji segar pada
proses fermentasi dapat mempersingkat masa fermentasi biji dari 108 menjadi 84
jam.
Fermentasi dilakukan dengan memasukkan biji kakao ke dalam peti
fermentasi dan ditutup. Fermentasi berlangsung selama 5 - 7 hari untuk kakao
24

lindak dan 3 - 4 hari untuk kakao mulia. Selama fermentasi diadakan pengadukan
agar proses fermentasi berjalan merata. Di samping itu, harus dijaga agar biji
tidak berhubungan langsung dengan logam supaya tidak terjadi kontaminasi
(Poedjiwidodo, 1996).
Poedjiwidodo (1996) menjelaskan bahwa peningkatan mutu biji kakao
selama proses fermentasi, berhubungan dengan panas yang dihasilkan. Panas
menyebabkan suhu biji meningkat secara bertahap dari 45 - 60 oC sehingga
mempercepat terbentuknya asam dari pulp. Kerja zat-zat racun mematikan biji
(hilang daya tumbuhnya) tanpa merusak kegiatan enzim yang ada dalam biji
sehingga proses-proses enzimatis untuk membentuk aroma, rasa dan warna dapat
terus berlangsung. Secara skematis proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar
2.

Biji basah

Dimasukkan dalam kotak fermentasi (terjadi


penguraian pulp dan pengeringan lender
peragian gula pada pulp menjadi alkohol)

Adanya oksigen (udara)

Terjadi oksidasi alkohol menjadi asam asetat

Biji kakao mati (hilang daya tumbuhnya) terjadi


penguraian zat warna

Aroma khas kakao

Gambar 2. Bagan Proses Fermentasi


25

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah: (a)


jumlah biji, (b) tempat fermentasi, dan (c) tebal lapisan biji dan pengadukan. Suhu
optimal dalam proses fermentasi adalah 48 - 50 oC. Untuk mencapai suhu itu
diperlukan ketebalan biji tertentu. Agar fermentasi terjadi secara merata pada
seluruh biji diperlukan pengadukan. Pengadukan biasanya dilakukan dua atau tiga
kali tergantung tebal lapisan biji. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk
mendapatkan fermentasi yang optimal dilakukan pengadukan pada 12 jam
pertama, kemudian setiap dua hari sekali selama enam hari. Pengadukan yang
hanya dilakukan sekali akan menyebabkan tumbuhnya jamur pada bagian atas
yang dapat mengakibatkan slaty. Sebaliknya, bila pengadukan berlebihan (over
aerasi) akan menyebabkan kulit biji berwarna gelap, biji tengik, dan rapuh.
Bila fermentasi penuh (fully fermented) ditandai dengan adanya warna
cokelat gelap pada 80 % kulit luar biji, lendir yang melekat pada biji mudah
dilepas, dan apabila biji dipotong penampangnya berwarna cokelat (untuk kakao
mulia) dan untuk kakao lindak sudah tidak ada warna ungu (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.4.4Perendaman dan Pencucian


Heddy (1990) menjelaskan bahwa tujuan perendaman ialah: (a) untuk
meningkatkan persentase biji bulat dan berat biji, (b) untuk mengurangi keasaman
biji kakao kering, dan (c) untuk memperbaiki warna kulit biji. Selain itu
Poedjiwidodo (1996) menambahkan bahwa perendaman biji juga bertujuan untuk
menghentikan proses fermentasi, memperbaiki penampakan biji, mengurangi
asam cuka yang timbul, dan mengurangi warna hitam pada biji.
Perendaman dilakukan dalam air selama ± 3 jam. Alat yang digunakan
adalah terbuat dari kayu berukuran 200 x 100 x 90 cm, tetapi tidak berlubang-
lubang yang memuat biji bersih ± 1 ton dan air untuk merendam. Bisa pula
dipergunakan bak porselin (tetapi terlalu mahal).
Setelah direndam dilakukan pencucian. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan sisa-sisa pulp dan asam-asam yang ada, untuk memperoleh
kemampuan warna yang baik dan dengan dicuci, biji kakao kering akan tahan
26

terhadap jamur dan hama penyimpanan. Tetapi apabila pencucian terlalu bersih
akan mengakibatkan kerugian sebab dapat menaikkan persentase biji pecah dan
menurunkan berat biji. Alat yang digunakan untuk pencucian ini adalah
dilaksanakan dalam bak perandaman, dengan menggunakan sekop (pengaduk)
dari kayu. Pada perkebunan-perkebunan besar biasanya menggunakan tempat/alat
khusus, namun hal ini pun masih langka (Heddy, 1990).

2.1.4.5Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dari biji sampai
mencapai 4 - 6 % dan mendapatkan warna kulit biji yang baik (merah cokelat dan
mengkilat) serta merata. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara:
1. Dijemur pada sinar matahari langsung (sundrying),
2. Menggunakan alat pengering buatan (artificial drying), dan
3. Kombinasi antara sundrying dan artificial drying.
Pada perkebunan besar biasanya menggunakan cara kombinasi. Pada
prinsipnya penjemuran adalah cara pengeringan yang lebih baik, namun karena
mungkin cuaca yang berubah-ubah dan jumlah yang dikeringkan banyak, maka
lebih sering digunakan cara kombinasi tersebut (Heddy, 1990).
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2005) menjelaskan bahwa cara
pengeringan biji kakao yang murah dan mudah adalah penjemuran. Energi untuk
penguapan air diperoleh dari radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, jika cuaca
memungkinkan, proses pengeringan biji kakao sebaiknya dilakukian dengan
penjemuran secara penuh (full sun drying). Secara teknis cara ini akan
memberikan hasil yang baik jika: 1) sinar matahari mempunyai intensitas yang
cukup dan dapat dimanfaatkan secara maksimal, 2) lantai jemur dibuat dari bahan
yang mempunyai sifat menyerap panas, 3) tebal tumpukan biji kakao di lantai
jemur optimal, 4) pembalikan yang cukup, 5) biji kakao telah difermentasi dengan
baik, dan 6) penyerapan ulang dari permukaan lantai jemur dapat dicegah.
Pada pengeringan dengan panas matahari biji kakao dihamparkan pada
lantai jemur dengan ketebalan 5 cm (2 - 3 lapis biji). Penggunaan alas pada lantai
27

jemur seperti kepang atau tikar akan menghasilkan biji kering lebih baik daripada
langsung dihamparkan di atas lantai semen. Selama penjemuran diadakan
pembalikan 1-3 jam sekali. Pada saat hujan dan pada saat malam hari sebaiknya
biji diangkat dari tempat penjemuran. Lama penjemuran tergantung pada cuaca
(intensitas penyinaran, awan dan hujan). Pada umumnya dengan cuaca yang baik
(cerah) waktu penjemuran antara 5 - 7 hari. Apabila cuaca kurang baik, misalnya
terjadi hujan atau berawan maka pengeringan kurang sempurna sehingga biji
berjamur dan bermutu rendah.
Pada pengeringan buatan udara panas dihembuskan pada hamparan biji.
Alat yang digunakan untuk membuat hembusan udara panas antara lain visdrier,
cacao drier, samoan drier, dan barico drier. Pada samoan drier biji kakao
dihamparkan setebal 5 - 15 cm dengan waktu pengeringan antara 48 - 60 jam.
Suhu pemanasan pada tahap pertama 50 oC, tahap kedua 45 - 50 oC, dan pada
tahap ketiga 45 oC. Agar kekeringan merata perlu diadakan pembalikan biji. Pada
tahap pertama pembalikan dilakukan 2 jam sekali, tahap kedua 3 jam sekali, dan
tahap ketiga 4 jam sekali. Selama pemanasan api tidak boleh mati dan pipa tidak
boleh bocor agar biji tidak berbau asap.
Dengan alat pengering barico drier biji kakao dihamparkan pada kasa,
selanjutnya dihembusi udara panas 35 - 45 oC dari bagian bawah, selama 32 jam
dengan pembalikan biji setiap 3 jam. Pada tahap berikutnya biji dimasukkan ke
dalam peti pengering selama 24 jam dan dipanasi dengan suhu 46 - 50 oC.
Dalam pengeringan biji kakao, yang perlu diperhatikan adalah suhu dan
waktu pemanasan. Biji kakao tidak menghendaki pemanasan yang cepat dengan
suhu tinggi. Pemanasan hendaknya dilakukan secara perlahan dengan suhu aekitar
50 oC. Pengeringan yang cepat menyebabkan coshardining (bagian luar kering
tetapi bagian dalam masih basah).
Pengeringan dengan cara kombinasi antara pengeringan alami
(menggunakan panas matahari) dan pengeringan buatan (dengan alat pemanas)
dapat memberikan hasil yang baik. Pengeringan dimulai dengan penjemuran biji
kakao selama 14 - 16 jam, dilanjutkan dengan pengeringan dengan alat selama 33
28

- 34 jam. Pembalikan dilakukan dalam tiga tahap. Pembalikan tahap pertama 2


jam sekali, tahap kedua 3 jam sekali dan tahap ketiga 4 jam sekali.
Biji yang telah kering ditandai oleh kadar air biji 6 - 7 % yang dapat diukur
dengan moisture tester. Kemudian bila diremas dengan tangan, timbul suara
krepyek dan biji agak rapuh, serta mudah patah bila ditekan. Ciri lainnya, berat
kering biji sudah mencapai sepertiga berat basahnya (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.4.6Sortasi
Poedjiwidodo (1996) menjelaskan bahwa sortasi biji dilakukan berdasarkan
pada berat biji, kemurnian, warna, bahan ikutan dan jamur. Dalam menentukan
kualitas biji faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, dan kadar air turut
diperhitungan. Pengelompokan mutu (grading) dilakukan mengikuti persyaratan
yang telah ditetapkan oleh Departemen Perdagangan RI, seperti tercantum pada
Tabel 4 dan 5. Pusat Penelitian Kopi dam Kakao Indonesia (2005) menambahkan
bahwa tujuan sortasi adalah untuk mengelompokkan biji kakao berdasarkan
ukuran fisiknya sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di
dalamnya.
Siregar et al. (2007) menjelaskan bahwa sortasi biji dilakukan secara visual,
dengan membuang biji-biji yang jelek dan rendah mutunya. Sebanyak akar
pangkat dua dari sejumlah karung diambil (maksimum 30 karung) sebagai contoh.
Dari tiap karung diambil 500 gram untuk keperluan analisis mutu biji kakao.
Tabel 4. Syarat Umum Pengelompokan Mutu Biji Kakao Kering
Karakteristik Syarat
− Kadar air (%) (bobot / bobot maksimal) Maks. 7,5%

− Biji berbau asap, abnormal dan berbau asing tidak ada


tidak ada
− Serangga hidup
Maks. 2%
− Kadar biji pecah dan pecahan biji dan atau pecahan kulit (%)
(bobot / bobot maksimal)
Maks. 0,2%
− Kadar benda-benda asing (%) (bobot / bobot maksimal)
29

Tabel 5. Syarat Khusus Pengelompokan Mutu Biji Kakao Kering


Jenis Mutu Kadar Biji
Kadar Biji
Kadar Biji Berserangga,
Tidak Ter-
Jumlah biji Berkapang % Pipih dan
fermentasi %
Kakao mulia Kakao lindak (100 g maks) (biji / biji Berkecambah
(biji / biji
maks.) % (biji / biji
maks.)
maks.)
I—AA—F I--AA 85 3 3 3
I--A--F I--A 100 3 3 3
I--B--F I--B 110 3 3 3
I--C--F I--C 120 3 3 3
I—sangat kecil I--sangat kecil >120 3 3 3
II—AA—F II—AA 85 4 8 6
II--A--F II--A 100 4 8 6
II--B--F II--B 110 4 8 6
II--C--F II--C 120 4 8 6
II--sangat kecil II--sangat kecil >120 4 8 6
Keterangan:
F = kakao mulia
A, B, C = menunjukkan ukuran biji
% biji cacat = (jumlah biji cacat : 300 biji kakao) 100 %

2.1.4.7Penyimpanan
Biji yang telah disortasi, dimasukkan ke dalam karung goni dengan berat
maksimum 60 kg. Penyimpanan biji dapat dilakukan selama tiga bulan tanpa
merusak mutu biji. Penyimpanan yang lebih dari tiga bulan biasanya
menyebabkan biji ditumbuhi jamur dan asam lemak bebasnya meningkat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan adalah sebagai
berikut.
a. Biji sebaiknya dikemas dalam karung goni yang bersih dan kuat lalu dijahit
dengan rapi.
b. Kadar air biji kakao antara 6 - 7 %.
c. Tempat penyimpanan harus bersih, ventilasi baik dan tidak berbau kurang
sedap (berbau tajam), karena biji kakao mudah menyerap bau di sekitarnya.
Selain itu, ruangan juga harus bebas hama gudang.
30

d. Tumpukan karung goni diberi alas kayu dengan jarak ± 10 cm dari lantai
(Poedjiwidodo, 1996).

2.2 Sistem Informasi


Menurut Poerwadarminta cit Aziz dan Pujiono (2006), sistem adalah
sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang berkerja bersama-sama
untuk melakukan suatu maksud, sedangkan Wahyono (2004) menyimpulkan
bahwa sistem adalah suatu kesatuan utuh yang terdiri dari beberapa bagian yang
saling berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Kadir
(2003) menambahkan bahwa sistem adalah sekumpulan elemen yang saling
terkait atau terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan. Elemen-
elemen sistem terdiri atas: (1) tujuan, (2) masukan, (3) keluaran, (4) proses, (5)
mekanisme pengendalian, dan (6) umpan balik.
McFadden et al. (1999) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah
diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang
menggunakan data tersebut. Menurut Davis (1999), informasi adalah data yang
telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat
dalam pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang.
Wahyono (2004) menjelaskan bahwa setiap informasi, memiliki beberapa
karakteristik yang menunjukkan sifat dari informasi itu sendiri. Karakteristik-
karakteristik informasi tersebut antara lain adalah: (1) benar atau salah, (2) baru,
(3) tambahan, (4) korektif, dan (5) penegas. Sedangkan parameter untuk
mengukur nilai sebuah informasi tersebut, ditentukan dari dua hal pokok yaitu: (1)
manfaat (use)dan (2) biaya (cost). Suatu informasi dikatakan bernilai bila
manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya untuk mendapatkannya dan
sebagian besar informasi tidak dapat tepat ditaksir keuntungannya dengan satuan
nilai uang, tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya.
Kualitas informasi (quality of information) sangat dipengaruhi atau
ditentukan oleh tiga hal pokok, yaitu relevancy (relevansi), accuracy
(akurasi) dan timelinness (tepat waktu). Informasi dikatakan berkualitas jika
31

relevan bagi pemakainya. Informasi akan relevan jika memberikan manfaat bagi
pemakainya. Relevansi informasi untuk tiap-tiap orang satu dengan yang lainnya
berbeda.
Sebuah informasi dapat dikatakan akurat jika informasi tersebut tidak bias
atau menyesatkan, bebas dari kesalahan-kesalahan dan harus jelas mencerminkan
maksudnya. Ketidakakuratan sebuah informasi dapat terjadi karena sumber in-
formasi (data) mengalami gangguan atau kesengajaan sehingga merusak atau
merubah data-data asli tersebut. Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap
keakuratan sebuah informasi antara lain adalah kelengkapan (completeness),
kebenaran (correctness, dan keamanan (security) informasi.
Informasi yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan data, datangnya
tidak boleh terlambat. Informasi yang terlambat tidak akan mempunyai nilai
yang baik, sehingga jika digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
dapat menimbulkan kesalahan dalam tindakan yang akan diambil (Wahyono, 2004).
Informasi yang tepat akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Agar
analisis kebijaksanaan dan keputusan dapat memberikan alternatif yang sebaik-
baiknya diperlukan informasi yang lengkap, benar dan cukup up to date. Karena
informasi itu merupakan hasil pengolahan data, berarti datanya pun harus lengkap,
terpercaya dan up to date juga. Setelah data diolah menjadi informasi, maka
informasi haruslah setiap saat dapat dibutuhkan, untuk itu informasi perlu disusun
dan disimpan secara sistematis agar mudah ditemukan kembali dengan cepat
(Syamsi, 2000).
Wahyono (2004) menjelaskan bahwa data adalah bahan baku
informasi, didefinisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang
mewakili kuantitas, tindakan, benda, dan sebagainya. Data terbentuk dari
karakter, dapat berupa alfabet, angka, maupun simbol khusus seperti *, $ dan /.
Data disusun untuk diolah dalam bentuk struktur data, struktur file, dan basis data.
Pengolahan data menjadi suatu informasi dapat digambarkan sebagai
sebuah siklus yang berkesinambungan seperti Gambar 3. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa data diolah menjadi suatu informasi. Dan pada tahapan
32

selanjutnya, sebuah informasi akan menjadi data untuk terciptanya informasi yang
lain.
33

Data

Proses

Informasi

Keputusan

Tindakan

Hasil Tindakan

Gambar 3. Siklus Informasi


Informasi dapat dikelola dengan baik melalui sebuah sistem informasi.
Kadir (2003) menjelaskan definisi beberapa sistem informasi di dalam suatu tabel
seperti pada Tabel 6.
34

Tabel 6. Definisi Sistem Informasi


Sumber Definisi
Alter (1992) Sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja,
informasi, orang dan teknologi informasi yang
diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah
sistem.
Bodnar dan Sistem informasi adalah kumpulan perangkat keras dan
Hopwood (1993) perangkat lunak yang dirancang untuk
mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang
berguna.
Gelinas, Oram dan Sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia
Wiggins (1990) yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen
berbasis komputer dan manual yang dibuat untuk
menghimpun, menyimpan, dan mengelola data serta
menyediakn informasi keluaran kepada pemakai.
Hall (2001) Sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur
formal di mana data dikelompokkan, diproses menjadi
informasi, dan didistribusikan kepada pemakai.
Turban (1995) Sebuah sistem informasi mengumpulkan, memproses,
meyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi
untuk tujuan yang spesifik.
Wilkinson (1992) Sistem informasi adalah kerangka kerja yang
mengkoordinasikan sumber daya (manusia, komputer)
untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran
(informasi), guna mencapai sasaran-sasaran.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
mencakup sejumlah komponen (manusia, komputer, teknologi informasi dan
prosedur kerja), ada sesuatu yang diproses (data menjadi informasi), dan
dimaksudkan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan (Kadir, 2003).
Kadir (2003) menjelaskan bahwa sistem informasi yang menggunakan
komputer biasa disebut sistem informasi berbasis komputer (Computer-Based
Information System atau CBIS). Menurut Wahyono (2004) sistem informasi
35

berbasis komputer merupakan sebuah sistem yang terintegrasi, sistem


manusia-mesin yang memanfaatkan perangkat keras dan perangkat lunak
komputer, prosedur dan basis data yang bertujuan untuk menyediakan
informasi yang mendukung operasi, manajemen dan fungsi pengambilan ke-
putusan dalam suatu organisasi.
Wahyono (2004) memaparkan bahwa John Burch dan Gary Grudnitski
dalam bukunya Information System Theory and Practice memberikan
gambaran komponen sistem informasi seperti pada Gambar 4.
user user

input model output


user user

technolog database control


y

user user

Gambar 4. Blok Komponen Sistem Informasi


Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sistem informasi memiliki
komponen-komponen yang saling terintegrasi membentuk satu kesatuan dalam
mencapai sasaran sistem.
1. Blok Masukan (Input Block)
Blok masukan dalam sebuah sistem informasi meliputi metode-metode dan
media untuk menangkap data yang akan dimasukkan, dapat berupa dokumen-
dokumen dasar.

2. Blok Model (Model Block)


Blok model ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model
matematik yang berfungsi memanipulasi data untuk keluaran tertentu.
36

3. Blok Keluaran (Output Block)


Blok keluaran berupa data-data keluaran seperti dokumen output dan informasi
yang berkualitas.
4. Blok Teknologi (Technology Block)
Blok teknologi digunakan untuk menerima input, menjalankan model,
menyimpan dan mengakses data, menghasilkan dan mengirimkan keluaran
serta membantu pengendalian dari sistem secara keseluruhan. Blok teknologi
ini merupakan komponen bantu yang memperlancar proses pengolahan
yang terjadi dalam sistem.
5. Blok Basis Data (Database Block)
Merupakan kumpulan data yang berhubungan satu dengan lainnya, tersimpan
di perangkat keras komputer dan perangkat lunak untuk memanipulasinya.
6. Blok Kendali (Controls Block)
Meliputi masalah pengendalian terhadap operasional sistem yang berfungsi
mencegah dan menangani kesalahan/kegagalan sistem.
Menurut O’Brien (1999), komponen sistem informasi terdiri dari: (a) suatu
perangkat keras (hardware resource), (b) sumber data (data resource), (c) sumber
daya manusia (people resource), dan (d) sumber perangkat lunak (software
resource). Sumber perangkat keras merupakan komputer yang terdiri dari Unit
Pemroses Pusat (Central Processing Unit/CPU), unit masukan, unit keluaran, dan
unit penyimpanan file. Sumber data berupa elemen, ataupun basis data. Sumber
data ini akan diolah oleh analyst, programmer, operator komputer, dan pengguna
(end user). Sumber perangkat lunak dapat berupa : (a) perangkat lunak sistem,
misalnya sistem operasi dan sistem utilities, (b) perangkat lunak bahasa
pemograman, misalnya Visual Basic, Delphi, dan (c) perangkat lunak yang
berbahasa umum misalnya pengolahan lembaran kerja (spread sheet) dan
pengolah kata (word processing). Sumber jaringan meliputi media komunikasi,
misalnya fiber optic, cable dan microwave. Di dalam implementasinya, sistem
yang dirancang ini belum mempunyai jaringan.
37

Transformasi informasi adalah komponen proses dalam pengelolaan sistem


informasi, yang berfungsi memproses data menjadi informasi. Transformasi
informasi pada hakikatnya merupakan suatu proses perubahan wujud, sifat, ciri-
ciri data sehingga menjadi informasi, yang selanjutnya disajikan secara statistik
atau secara visual untuk disebarluaskan dan atau didokumentasikan. Proses
transformasi ini bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, selanjutnya data itu
diolah, dianalisis, dan ditafsirkan dengan teknik tertentu. Data yang telah diproses
itu membuahkan hasil yang disebut informasi (Sutabri, 2004).
Desain sistem didefinisikan sebagai proses dimana kebutuhan sistem
diterjemahkan ke dalam model presentasi perangkat lunak. Tujuan dari desain
sistem adalah agar diperoleh gambaran mengenai sistem yang nantinya akan
dibuat. Pada tahap ini ditentukan proses dan data yang diperlukan dalam
pengembangan sistem. Desain sistem dapat dibagi menjadi tiga yaitu desain input,
desain proses dan desain output. Desain input dirancang sesuai dengan kebutuhan
pemakai, yaitu memberikan kemudahan pada user dalam melakukan input data.
Desain proses dirancang untuk menentukan urutan kejadian mulai dari input
sampai diperoleh output yang diinginkan berdasarkan data-data masukan yang
ada. Desain output dirancang agar user dapat dengan mudah memahami dan
memperoleh keluaran dari sistem (O’Brien, 1999).

2.3 Basis Data


Pengumpulan data disesuaikan dengan jenis data, objek, dan sumber serta
persiapan pengumpulan data. Pengolahan data dapat dilakukan secara manual
ataupun dengan bantuan komputer. Penyajian data dan informasi dilakukan baik
secara visual maupun dalam bentuk publikasi, dengan metode komunikasi
langsung atau tidak langsung. Sedangkan dokumentasi berfungsi untuk
menyimpan data dan informasi secara sistematis dan cermat dalam bentuk basis
data (database) (Sutabri, 2004).
Sistem basis data menempati posisi penting dalam masyarakat berbasis
informasi dan pengetahuan. Database dapat diartikan dengan kumpulan data yang
38

membentuk suatu informasi. Dalam pemakaian komputer secara umum, database


adalah kumpulan tabel yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang
lainnya, dan dari hubungan tersebut akan didapatkan suatu informasi yang tepat,
cepat, dan akurat (Kasmoni, 2003).
Nugroho (2004) menjelaskan bahwa basis data adalah koleksi dari data-data
yang terorganisasi dengan cara sedemikian rupa sehingga data mudah disimpan
dan dimanipulasi (diperbaharui, dicari dan diolah dengan perhitungan-perhitungan
tertentu, serta dihapus). Fatansyah (1999) mendefinisikan basis data sebagai
sekolompok tabel data berisi informasi yang saling berelasi atau berhubungan.
Tabel merupakan sekelompok record data yang masing-masing berisi informasi
dan record adalah sebuah entry dalam tabel yang terdiri dari beberapa field
sedangkan field adalah objek dalam suatu tabel. Salah satu tujuan dari basis data
adalah menyediakan pengguna suatu pandangan abstrak dari data, yaitu sistem
menyembunyikan rincian bagaimana data disimpan dan dipelihara.
Sistem basis data adalah merupakan suatu sistem penyusunan dan
pengelolaan record-record dengan menggunakan komputer dengan tujuan
menyimpan atau merekam dan memelihara data operasional lengkap dari suatu
organisasi sehingga mampu menyediakan informasi optimal yang diperlukan
untuk proses pengambilan keputusan (Marlinda, 2003).
Microsoft Acces merupakan salah satu perangkat lunak (software) untuk
pengembangan sistem informasi dan merupakan software dengan kriteria dbms
(Database Management System) yang merupakan program untuk melaksanakan
manajemen data yang menyediakan fasilitas untuk membuat, memelihara,
mengontrol dan mengakses basis data dengan cara yang praktis dan efisien.
DBMS dapat digunakan untuk mengakomodasikan berbagai macam pemakai
yang memiliki kebutuhan akses yang berbeda-beda (Kadir, 2003).
McLeod dan Schell (2004) mendefinisikan Database Management System
(DBMS) sebagai suatu aplikasi perangkat lunak yang menyimpan struktur
database, data itu sendiri, hubungan antar data di dalam database, dan format
laporan yang berhubungan kepada database.
39

Endrawati (2005) menambahkan bahwa Microsoft Access adalah program


yang dirancang untuk mengorganisasikan seluruh informasi/kejadian yang
dituangkan ke dalam file database tunggal. Di dalam file database ini, data dibagi
dalam ruang yang lebih luas lagi, yaitu terdiri dari baris dan kolom berupa tabel.
Dengan adanya database terkomputerisasi dalam Microsoft Access, kita dapat
menyimpan tiga/lebih informasi, dan mengatur data dengan berbagai cara yang
diinginkan.
Firdaus (2006) menjelaskan bahwa Microsoft Access merupakan sebuah
sistem pengelolaan database yang bersifat RDBMS (Relational Database
Management System). Microsoft Access menyusun informasi yang banyak secara
sistematis dan disimpan ke dalam komputer dalam bentuk tabel pada sebuah
database. Selain itu Microsoft Access dapat membuat aplikasi database dalam
waktu yang relatif singkat dan dilakukan secara visual. Dengan menggunakan
Microsoft Access juga, proses pencarian, pengurutan, penghapusan dan
pengelompokkan data jauh lebih mudah.
Adapun komponen database dalam Microsoft Access adalah tables, query,
form, report, dan macros. Tables adalah kumpulan data yang merupakan
komponen utama dari sebuah database dan sekaligus objek pertama yang harus
dibuat. Query digunakan untuk mencari dan mengaplikasikan data-data tertentu
yang memenuhi syarat yang kita inginkan dari sebuah tabel. Form digunakan
untuk mengatur tampilan data di layar monitor agar lebih menarik dibandingkan
tampilan sebuah tabel, sedangkan report yang dicetak dengan printer. Macros
merupakan fasilitas mengautomasi selakigus menghemat waktu yang diperlukan
dalam pembuatan aplikasi database (Wempen, 1999).
Tim Divisi Litbang Madcoms (2007) menjelaskan bahwa tabel terdiri dari
beberapa bagian sebagai berikut. Field merupakan tempat data atau informasi
dalam kelompok sejenis yang dimasukkan pada bagian kolom tabel. Record
merupakan kumpulan dari beberapa field yang saling berhubungan tersimpan
dalam bentuk baris pada tabel. Satu tabel bisa terdiri dari beberapa record
sekaligus.
40

Menurut Endrawati (2005), tahapan-tahapan mendesain database adalah


membuat terlebih dahulu desain database, menentukan tujuan pembuatan
database dan tabel yang diperlukan. Setelah itu menentukan field-field yang
diperlukan pada tiap tabel dan tentukan satu field yang bersifat unik (primary
key). Setiap tabel harus memiliki satu buah field yang bersifat unik dan tidak
boleh ada data yang sama. Tim Divisi Litbang Madcoms (2007) menambahkan
bahwa primary key adalah field yang digunakan sebagai field index utama atau
field kunci pengurutan data dari sebuah tabel.
Langkah selanjutnya menentukan bentuk koneksi (relationship) antar tabel,
yang berfungsi untuk mengatur operasi terhadap database. Hubungan itu adalah
one-to-one, one-to-many, dan many-to-many. Hubungan one-to-one (1-1) adalah
setiap baris data pada tabel pertama dihubungkan hanya satu baris data pada tabel
kedua. One-to-many (1- ~), pada relasi ini setiap baris data pada tabel pertama
dapat dihubungkan ke satu atau lebih data pada tabel yang kedua. Many-to-many
(~ - ~), jenis ini berarti satu baris atau lebih data pada tabel pertama bisa
dihubungkan ke satu baris atau lebih data pada tabel kedua (Endrawati, 2005).
Teliti ulang dan sempurnakan desain database yang telah dibuat. Periksa
apakah database dapat menghasilkan informasi yang diinginkan. Setelah itu
tambahkan seluruh data dan buat juga objek-objek database yang lainnya (query,
form, report, dan sebagainya) sesuai dengan kebutuhan. Gunakan fasilitas
Analysis Tools yang ada pada Microsof Access (Endrawati, 2005).
41

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam,
Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat pada bulan Oktober sampai
dengan Desember 2007 dan pengembangan sistem informasi dilakukan di
Laboratorium Komputer Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Andalas,
Padang.

3.2 Bahan dan Alat


Spesifikasi perangkat keras (hardware) yang digunakan dalam
pengembangan sistem informasi ini adalah komputer Intel Pentium Dual Core
dengan spesifikasi sistem Microsoft Window XP, Profesional Version 2002,
Service Pack 2. Komputer Intel (R) Pentium (R) Dual CPU E2140 @1.60 GHz,
1,00 GB of RAM.
Spesifikasi perangkat lunak (software) yang digunakan dalam
pengembangan sistem informasi ini adalah:
1. Sistem operasi berbasis Windows XP digunakan untuk sistem operasi
komputer, sehingga pengguna bisa mengaktifkan software.
2. Microsoft Office Access 2003, digunakan untuk membuat database yang
diperlukan.
3. Microsoft Visual Basic 6.0, digunakan sebagai interface (antar muka)
sehingga diperoleh tampilan yang lebih menarik.
4. Seagate Crystal Reports 7 untuk mendesain laporan (report) sehingga
informasi bisa dicetak.
5. Microsoft Office Word 2003 untuk membuat file teks dengan format RTF
(Rich Text Format).
42

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer berupa data syarat agroklimat kakao, data teknis budidaya,
panen dan penanganan pascapanen kakao yang diperoleh dari pengamatan
langsung di lapangan dan hasil kuisioner/wawancara dengan petani kakao di
Kabupaten Padang Pariaman. Data sekunder bersumber dari studi pustaka atau
jurnal ilmiah, data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Kabupaten Padang Pariaman, data dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
Barat, serta data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat dan
Kabupaten Padang Pariaman.

3.3.2 Prosedur Penelitian


Pembuatan sistem informasi produksi kakao ini diawali dengan metode
pengumpulan informasi mengenai produksi kakao di Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat.
Kemudian dilakukan pengumpulan data teknis budidaya, pemanenan dan
pascapanen yang dilakukan oleh petani kakao setempat.
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data teknis
budidaya, panen dan pascapanen yang dilakukan petani kakao di Kecamatan Lima
Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman adalah dengan menggunakan
kombinasi metode kuisioner dan wawancara terhadap sampel/responden petani
kakao. Kemudian dilakukan observasi ke lapangan agar akurasi data yang
diperoleh lebih baik untuk dibandingkan dengan informasi dari literatur.
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode pengambilan sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling).
Stratified random sampling adalah metode pemilihan sampel dengan cara
membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut
strata, dan kemudian sampel diambil secara acak dari tiap strata tersebut. Melalui
cara ini diharapkan sampel dapat terambil dan mewakili semua kelompok yang
43

ada, sehingga ada jaminan tidak ada kelompok yang terabaikan. Selain itu dapat
diharapkan pula bahwa pengaruh tiap kelompok terhadap sampel dapat diabaikan.
Tanpa stratifikasi, dapat terjadi bahwa sampel (atau sebagian besar sampel) yang
terambil hanya akan terambil dari kelompok (strata) tertentu saja. Setelah
ditentukan strata dari sampel, maka perlu ditetapkan ukuran sampel.
Ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima persen dari
total petani yang ada di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam. Sampel ini
merupakan sampel yang telah mewakili seluruh strata-strata petani yang
digunakan. Kriteria petani kakao yang dijadikan sampel/responden adalah petani
yang memiliki lahan kakao lebih dari setengah hektar. Lahan kakao yang dimiliki
petani merupakan lahan yang sudah produktif dan sudah pernah menghasilkan.
Sistem yang akan didesain diilustrasikan mempunyai kemampuan seperti
yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rancangan Kemampuan Sistem dan Data yang Diperlukan
No Kemampuan Sistem Data yang Diperlukan
1 Basis Data :
a. Basis data nagari • Data nama nagari di Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam
b. Basis data produksi kakao • Data jumlah produksi kakao di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam
2 Dokumen Informasi Kakao:
a. Informasi sistematika tanaman • Divisi, anak divisi, kelas, anak kelas,
kakao bangsa, suku, marga, jenis
b. Informasi syarat agroklimat kakao • Syarat pertumbuhan kakao
c. Informasi teknis budidaya kakao
• Informasi teknis pembibitan • Teknik penyiapan benih, penye-maian benih,
pemeliharaan pem-bibitan dan cara
pemindahan bibit
• Informasi teknis pengolahan • Persiapan lahan, pembukaan lahan,
media tanam pengapuran dan pemupukan lahan.
• Informasi teknis penanaman • Pola tanam, jarak tanam, waktu tanam, cara
penanaman
• Informasi teknis pemeliharaan • Teknis penyiangan, pemangkasan,
tanaman pemupukan, penyiraman, penyemprotan
pestisida, rehabilitasi tanaman dewasa
• Informasi pengendalian hama • Hama dan penyakit yang berbahaya dan
dan penyakit pengendaliannya
d. Informasi teknis pemanenan dan
penanganan pascapanen kakao
• Informasi teknis pemetikan • Waktu pemetikan, alat yang digunakan, cara
buah pemetikan buah
44

• Informasi teknis pemecahan • Cara pemecahan buah dan alat yang


buah digunakan
• Cara fermentasi (pemeraman), jumlah biji
• Informasi teknis fermentasi yang difermentasi, tempat fermentasi, alat
(pemeraman) yang digunakan
• Lama perendaman dan alat yang digunakan
• Informasi teknis perendaman • Lama pencucian dan alat yang digunakan
• Informasi teknis pencucian • Cara pengeringan, alat yang digunakan dan
• Informasi teknis pengeringan lama pengeringan
• Cara sortir kakao, syarat umum dan khusus
• Informasi teknis sortasi dan pengelompokkan mutu biji kakao kering
grading kakao

3.3.3 Analisis dan Rancangan Sistem


Berdasarkan kepada tahapan yang diutarakan Waljiyanto (2003), dalam
pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan ini ada beberapa tahapan kegiatan.
Tahapan pertama adalah analisis sistem, yang terdiri dari :
1. mengindentifikasi sistem, dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data
dari setiap bagian yang terlibat dalam bentuk pengolahan data yang telah ada,
2. memahami kerja dari sistem yang ada, dengan cara mempelajari aliran
informasi dari setiap bagian yang terlibat serta mempelajari format masukan
dan keluaran informasi pada setiap bagiannya, dan
3. menganalisis sistem, berdasarkan data yang sudah didapatkan ditarik suatu
kesimpulan mengenai aliran data yang terwakili dengan dibuatnya suatu
diagram aliran data (DAD).
Tahapan kedua dari kegiatan penelitian adalah perancangan sistem, yang
terdiri dari :
1. merancang masukan, keluaran dan merancang program secara keseluruhan,
berdasarkan masukan dan keluaran,
2. merancang form beserta object-object dan menulis kode program (routine)
yang dibutuhkan berdasarkan rancangan masukan dan keluaran yang telah
ditentukan sebelumnya,
3. melakukan uji jalan (run), diperiksa apakah ada terjadi error/kesalahan pada
tiap-tiap object yang terdapat pada form,
45

4. melakukan diagnosis kesalahan yang terjadi, kemudian diperbaiki dan diuji


jalankan lagi sampai tidak terdapat error lagi,
5. bila program sudah benar maka segera melakukan pengujian dengan
menggunakan data,
6. memeriksa masukan-masukan dan keluaran dari pengujian yang dilakukan
dengan data. Jika hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan rancangan, dicari
sumber error dan melakukan perbaikan, dan
7. membuat dokumentasi program.

Microsoft Office
Word 2003

Rich text file (RTF)

Data Informasi
Microsoft Office Microsoft Visual Sistem Informasi
Access 2003 Basic 6.0 Produksi Kakao

Reports

Data Seagate Crystal


Reports 7

Gambar 5. Proses Perancangan Sistem


Data-data yang telah terkumpul dimasukkan ke dalam basis data dengan
menggunakan Microsoft Office Access 2003. Data-data yang terdapat pada
Microsoft Office Access 2003 ini dikoneksikan ke Microsoft Visual Basic 6.0
dengan fungsi koneksi ActiveX Data Objects (ADO) sehingga basis data dapat
ditampilkan pada project.
Tampilan reports pada sistem dibuat dengan mengelola Data Environment
pada Microsoft Visual Basic 6.0 dengan provider Microsoft Jet 3.51 OLE DB.
Kemudian desain reports dirancang dengan menambahkan (adding project)
Crystal Reports 7 ke dalam project. Report yang dirancang datanya bersumber
dari basis data pada Microsoft Office Access 2003. Report ini dirancang ke dalam
Microsoft Visual Basic 6.0 agar informasi bisa dicetak.
Microsoft Office Word 2003 berfungsi untuk membuat file dengan format
Rich Text Format (RTF). Format file RTF berfungsi untuk ditampilkan pada
46

project Microsoft Visual Basic 6.0. Kelebihan format RTF ini adalah tulisan yang
dibuat dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan yang terjadi tanpa harus
merubah sistem.
Pada project Microsoft Visual Basic 6.0 yang dirancang ada tiga jenis
format data yang ditampilkan, yaitu data basis data dari Microsoft Office Access
2003, data reports dari Seagate Crystal Reports 7 dan data text dari Microsoft
Office Word 2003. Data-data tersebut terkumpul menjadi informasi dalam sebuah
sistem informasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengolahan Data


4.1.1Hasil Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel acak
terstratifikasi (stratified random sampling). Sampel diambil secara acak
berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Cabang Dinas dan Staf Penyuluh
Lapangan Kantor Cabang Dinas Pertanian, Kecamatan Lima Koto Kampung
Dalam yang menyebutkan bahwa jumlah populasi petani kakao di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam hingga tahun 2007 dari program swadaya berbantuan
adalah sekitar 920 orang petani dan diasumsikan bahwa populasi petani yang
berkebun kakao secara mandiri adalah sekitar 60 orang, sehingga total petani
kakao yang ada di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam adalah sekitar 980
orang. Ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 persen dari
total jumlah petani. Dari total populasi petani, maka didapatkan jumlah sampel
petani yang dijadikan sebagai responden adalah sebanyak 49 orang petani.
Sampel yang didapatkan sebanyak 49 orang petani dibagi kedalam strata-
strata. Strata-strata atau kelompok-kelompok homogen yang digunakan dalam
pengambilan sampel penelitian ini terdiri atas tiga strata, yaitu 1) strata petani
yang memiliki lahan kakao sempit (luas lahan ≤ 1 hektar), 2) strata petani yang
memiliki lahan kakao sedang (luas lahan 1 – 3 hektar) dan 3) strata petani yang
47

memiliki lahan kakao luas (luas lahan ≥ 3 hektar). Persentase yang digunakan
untuk mewakili masing-masing strata untuk sampel penelitian ini adalah 51
persen (25 orang petani) untuk strata lahan kakao sempit, 37 persen (18 orang
petani) untuk strata lahan kakao sedang dan 12 persen (6 orang petani).
Tabel 8 memperlihatkan bahwa hampir seluruh lahan kakao di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam yang luasnya 1.335 Ha pada tahun 2007, baik
tanaman belum menghasilkan ataupun tanaman menghasilkan berada di
Kanagarian Sikucur. Luas lahan tanaman menghasilkan pada tahun 2007 di
Kanagarian Sikucur adalah 98,84 persen, sedangkan Kanagarian Campago hanya
memiliki 1,16 persen lahan kakao dari seluruh lahan kakao menghasilkan. Hal ini
membuat penulis mengambil sampel petani yang dijadikan responden hanya dari
Kanagarian Sikucur saja karena dapat mewakili hampir seluruh petani di
Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam.
Tabel 8. Luas Areal Perkebunan Kakao Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
Berdasarkan Nagari Tahun 2007
Tanaman Belum Tanaman
Total
Nagari Menghasilkan (TBM) Menghasilkan (TM)
Ha % Ha % Ha %
Campago 20 42,55 15 1,16 35 2,62
Sikucur 27 57,44 1273 98,84 1300 97,38
Jumlah (Ha) 47 100 1288 100 1335 100
Sumber: Kantor Cabang Dinas Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, 2007
4.1.2Deskripsi Kegiatan Petani Kakao Lokal
4.1.2.1Pembibitan
Berdasarkan hasil rekapitulasi kuisioner yang diperlihatkan pada Lampiran
5 dan 6 didapatkan sebanyak 49 orang sampel yang didata diketahui bahwa 95.92
persen orang petani kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
mendapatkan bibit kakao dari pemerintah melalui program swadaya berbantuan.
Data dari Kantor Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Lima Koto Kampung
Dalam (2007) menyebutkan bahwa bibit yang digunakan dalam program ini
adalah varietas kakao forastero yang berasal dari PT. Inang Sari seperti
diperlihatkan pada Tabel 9. Sedangkan dari pembibitan sendiri semua petani
memperhatikan bahwa bibit–bibit dipilih dari induk yang bagus. Pengetahuan
48

petani akan perlunya sortasi bibit-bibit yang akan ditanam sangat baik yaitu
sebanyak 95,92 % dari total responden.
Tabel 9. Perkembangan Benih/Bibit Perkebunan Kakao Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam Tahun 2007
Jenis Bibit/Benih Forastero
Luas Pembibitan (Ha) 0,5
Perusahaan PT. Inang Sari
Sertifikasi Bersertifikat
Jumlah Bibit/Benih Tersedia 50000
Penyaluran Bibit/Benih 47500
Harga Rata-rata (Rp) 2500
Sumber: Kantor Cabang Dinas Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, 2007

Kakao sangat memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai tanaman


lorong di antara tanaman-tanaman kakao. Hampir seluruh petani di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam memberikan penaungan ketika melakukan
pembibitan kakao. Biasanya petani menanam kakao pada wadah polybag. Namun
dalam melakukan pembibitan sendiri, petani jarang sekali mengupas biji kakao
yang dijadikan bibit. Selama pembibitan, petani yang melakukan penyiraman
yang teratur hanya sebanyak 57,14 % responden. Sedangkan pemupukan serta
pengendalian hama dan penyakit yang teratur terhadap bibit dilakukan masing-
masing sekitar 71,43 % dan 75,51 % dari seluruh responden. Pemupukan terhadap
pembibitan kakao Secara rutin dilakukan petani satu kali empat bulan. Petani
kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam biasanya memindahkan bibit
yang telah disortasi pada musim hujan yang umurnya 4 - 6 bulan.
Pembibitan yang baik dan terkendali akan menghasilkan tanaman kakao
yang berumur panjang dan sehat, sehingga dapat mempercepat pembuahan
tanaman kakao. Apabila pembibitan yang terkendali ini dilakukan oleh seluruh
petani di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, maka dapat meningkatkan
produktivitas dan kualitas tanaman kakao yang ditanam sehingga dapat
meningkatkan penghasilan bagi para petani.
49

4.1.2.2Pengolahan Media Tanam


Sebelum melakukan penanaman bibit kakao, maka perlu dilakukan
penyeleksian lahan terlebih dahulu sehingga dapat meminimalisasi kegagalan
pembudidayan kakao. Kegiatan penyeleksian sebelum penanaman bibit dilakukan
oleh hampir seluruh petani kakao. Setelah penyeleksian, petani kakao biasanya
melakukan penyiangan terhadap lahan. Petani di Kecamatan Lima Koto Kampung
Dalam kurang memperhatikan tempat pembuangan air lahan kakao dan hanya
sekitar 22,45 % yang mengelola pembuangan air dengan baik. Pengapuran lahan
tidak dilakukan petani di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam karena menurut
petani, lahan yang mereka miliki tidak masuk kelas tanah yang asam. Walaupun
pengapuran tidak dilakukan, pemupukan terhadap lahan sebelum penanaman
kakao dilakukan oleh 73,47 % dari total 49 orang responden.

4.1.2.3Teknik Penanaman
Berdasarkan rekapitulasi kuisioner, dapat diketahui bahwa penaung yang
digunakan oleh petani kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam untuk
lahan mereka sifatnya adalah penaung tetap. Kelapa merupakan penaung yang
sangat banyak digunakan setelah pinang, pisang serta kayu manis. Lahan yang
memiliki penaung kelapa kegiatan penanaman bibit kakao tidak didahului dengan
penanaman tanaman pelindung karena di kebun tersebut sudah ada tanaman
kelapa terlebih dahulu.
Jarak rata-rata yang dipakai petani dalam penanaman kakao adalah 3 x 3
meter, 3 x 4 meter dan 4 x 4 meter dengan jumlah tanaman kakao rata-rata dalam
satu hektar lahan 400-1000 batang yang pola penanamannya disesuaikan dengan
kondisi alam lahan. Sebelum kakao ditanam, petani biasanya melakukan
penyayatan terhadap polybag bibit kakao yang akan ditanam. Lubang tanam
kakao dibuat petani kurang dari 1 bulan sebelum penanaman yang sebelumnya
diberi pupuk kandang. Rekapitulasi kegiatan penanaman yan dilakukan petani
kakao Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam.
50

4.1.2.4Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting
dalam usahatani kakao. Petani kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
melakukan penyiangan gulma dengan cara kombinasi pemberian herbisida dan
cara perambatan yang dilakukan 1 – 3 kali sebulan dengan menggunakan cangkul
dan parang. Berdasarkan survey langsung yang dilakukan penulis terhadap lahan
kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam terlihat bahwa walaupun hampir
seluruh petani melakukan pemangkasan terhadap tanaman kakao namun
pemangkasan ini tidak rutin dilaksanakan, sehingga mengakibatkan pertumbuhan
kakao kurang maksimal akibat buruknya kerangka dasar percabangan, kurang
meratanya penyebaran cabang dan daun-daun produktif di tajuk, masih banyaknya
bagian-bagian tanaman yang tidak dikehendaki seperti tunas air serta cabang
sakit, patah, menggantung dan cabang membalik, kurang terpacunya tanaman
membentuk daun baru yang potensial untuk sumber asimilat dan mudahnya kakao
teresrang hama dan penyakit .
Selain pemangkasan kegiatan lain penting dalam usahatani kakao adalah
pemupukan. Pemupukan lahan kurang dilakukan oleh petani kakao di Kecamatan
Lima koto Kampung Dalam karena kurangnya bantuan pupuk yang diberikan
pemerintah dan kurangnya kesadaran petani dalam menjaga kebun kakao yang
mereka tanam. Kegiatan pemupukan hanya dilakukan 45,86 % dari total
responden. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan kakao tidak terlalu bagus dan
murah terserang penyakit tanaman sehingga memperlambat pembuahan kakao.
Biasanya petani melakukan pemupukan pada awal musim hujan. Kegiatan
pemupukan seharusnya dilakukan petani rutin dua kali dalam setahun yaitu pada
awal musim hujan (Oktober-November) dan akhir musim hujan (Maret-April)
seperti yang dijelaskan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (2006). Jenis pupuk
yang digunakan untuk pemupukan lahan kakao petani adalah jenis NPK dengan
volume penggunaan pupuk sebanyak 1,125 ton yang sumbernya dari swadaya
pemerintah seperti diterangkan pada Tabel 10.
51

Tabel 10. Penggunaan Pupuk dan Pestisida Perkebunan Kakao Kecamatan Lima
Koto Kampung Dalam Tahun 2007
Jenis Pupuk Yang Digunakan NPK
Volume Penggunaan Pupuk (Ton) 1,125
Sumber Pupuk Swadaya
Jenis Pestisda Yang Digunakan Trigodarma
Volume Penggunaan Pestisida (Liter) 1
Sumber: Kantor Cabang Dinas Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, 2007

Dari data kuesioner diperoleh bahwa hanya sebanyak 34,69 % responden


yang melakukan penyemprotan pestisida terhadap tanaman kakao dan 16,3 %
responden yang melakukan okulasi terhadap tanaman dewasa. Penyemprotan
pestisida sebaiknya dilakukan untuk mencegah serangan hama dan memberantas
hama. Tabel 10 menerangkan bahwa jenis petisida yang banyak digunakan petani
adalah trigodarma dengan volume penggunaannya sebanyak satu liter.

4.1.2.5Pengendalian Hama dan Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit merupakan salah satu kegiatan yang sangat
penting dalam berkebun kakao. Sebanyak 79,59 % responden melakukan
pengaturan terhadap pencegahan hama dan penyakit. Namun berbanding terbalik
dengan pencegahan hama dan penyakit, penyemprotan insektisida terhadap
tanaman kakao hanya dilakukan oleh sebanyak 36,73% responden. Alat yang
biasa digunakan petani kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam adalah
sprayer dan teko.
Jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) yang banyak menyerang
tanaman kakao petani adalah hama penggerek buah kakao (PBK) yang pada akhir
triwulan tahun 2007 menyerang lahan sebanyak 20 hektar seperti dijelaskan pada
Tabel 11.
52

Tabel 11. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Perkebunan Kakao Kecamatan


Lima Koto Kampung Dalam Tahun 2007
Jenis OPT Penggerek Buah Kakao (PBK)
Luas Serangan Triwulan yang Lalu (Ha) 200
Luas Tambahan Serangan (Ha) 0
Luas Pengendalian OPT (Ha) 40
Cara Pengendalian Agensia Hayati dan Mekanis
Luas Serangan Akhir Triwulan (Ha) 20
Sumber: Kantor Cabang Dinas Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam 2007

4.1.2.6Panen dan Pascapanen Kakao


Kegiatan panen dan pascapanen kakao yang dilakukan petani kakao di
Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam dilakukan secara mandiri oleh masing-
masing pemilik kebun. Pemanenan biasanya terjadi pada umur kakao 2 - 4 tahun
yang puncaknya terjadi dua kali setahun. Alat yang biasanya digunakan untuk
memanen buah kakao adalah pisau, parang, sabit dan dengan menggunakan
tangan. Warna kakao yang telah bagus untuk dipanen adalah kekuning-kuningan
dan merah tua.
Setelah buah dipanen perlu dilakukan sortasi untuk mengelompokkan buah
kakao yang bagus. Kegiatan sortasi dilakukan oleh 65,31 % responden petani
kakao di Kecamatan Lima koto Kampung. Buah yang masak dibuka petani
dengan cara membelahnya dengan pisau/parang dan dengan cara memukulnya
dengan balok. Untuk mengumpulkan buah kakao yang sudah dipanen petani
biasanya menggunakan karung, ember dan gerobak panen. Sedangkan kulit buah
kakao yang sudah diambil bijinya, pada umumnya dibuang dengan cara
menimbun dekat kebun atau dibuang dari lahan kakao.
Setelah pemecahan buah, maka 1-24 jam kemudian dilakukan fermentasi
terhadap biji kakao. Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh responden dengan
perlakuan yang berbeda-beda dengan menggunakan karung atau kotak kayu (peti).
Banyak responden yang telah memiliki peti fermentasi adalah sebanyak 40,81 %
dari total responden. Lama fermentasi yang dilakukan petani kakao di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam bervariasi dari 3 – 5 hari. Selama proses fermentasi
perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan oleh 65,31 % dari total
53

responden. Namun perendaman dan pencucian terhadap kakao yang telah


difermentasi tidak dilakukan oleh petani.
Pengeringan merupakan hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam kegiatan
panen dan pascapanen kakao. Petani di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
melakukan pengeringan dengan cara menjemur langsung di bawah sinar matahari.
Ketebalan, pembalikkan dan alas sangat diperhatikan petani dalam penjemuran
kakao. Pembalikkan terhadap pengeringan kakao dilakukan petani 1 - 3 kali
sehari. Pengeringan kakao berlangsung 5 - 7 hari tergantung cuaca. Setelah
didapatkan biji kakao kering, maka dilakukan kegiatan sortasi. Kegiatan ini
dilakukan oleh 63,27 % dari total responden dengan cara manual.
Penyimpanan merupakan tahap akhir dari kegiatan pascapanen kakao. Dari
49 orang responden, gudang khusus penyimpanan hanya dimiliki sebanyak 26,53
persen responden. Penyimpanan biji kakao kering biasa disimpan di dalam karung
goni yang ukurannya 40-80 kg. Setelah di kemas dengan karung, petani biasanya
menjual langsung biji kakao mereka kepada pedagang pengumpul/koperasi
pertanian.
54

4.1.3Hasil Pengolahan Data Produksi Kakao Kecamatan Lima Koto


Kampung Dalam
Dari pengumpulan data didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 12. Perkembangan Kakao Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
Produktif Belum Jumlah Produksi Produktivitas
Tahun
(Ha) Produktif (Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha)
1994 0 310 310 0 0,00
1995 0 310 310 0 0,00
1996 28 285 310 6 0,02
1997 258 3 310 10 0,03
1998 310 0 310 103 0,33
1999 310 0 310 104 0,34
2000 310 500 810 103 0,13
2001 300 500 800 105 0,13
2002 450 356 806 89 0,11
2003 650 150 800 64 0,08
2004 650 216 866 208 0,24
2005 660 234 844 211 0,25
2006 950 280 1230 855 0,70
Sumber: BPS Kabupaten Padang Pariaman (1994-2006)
Pada Tabel 12 diperlihatkan bahwa pada tahun 1994, Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam memiliki total lahan kakao sebanyak 310 hektar. Seluruh lahan
kakao petani pengadaan bibitnya berasal dari bantuan pemerintah daerah melalui
Proyek P2WK seperti dijelaskan pada Lampiran 3. Pada tahun 1996 lahan kakao
di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam sudah mulai menghasilkan. Dari total
lahan kakao yang ada, 28 hektar lahan sudah mulai menghasilkan dengan
produksi biji kakao sebanyak 6 ton dan produktivitas lahan 0,02 ton/hektar.
Seluruh lahan pada tahun 1999 merupakan lahan yang produktif dengan produksi
104 ton.
Implementasi dari Proyek P2SP Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat
tahun 1998/1999 terjadi pada tahun 2000 yaitu pengadaan bibit kakao sebanyak
500 hektar lahan. Pada tahun tersebut jumlah lahan kakao di Kecamatan Lima
Koto Kampung Dalam adalah 810 hektar. Peningkatan jumlah lahan produktif
pada tahun 2004 menjadi 650 hektar lahan dari 866 hektar lahan mengakibatkan
produksi kakao meningkat menjadi 208 ton dengan produktivitas sebanyak 0,24
55

ton/hektar. Produktivitas lahan kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam


mengalami kenaikkan yang tertinggi menjadi 0,70 ton/hektar tahun 2006. Pada
tahun tersebut dari total lahan sebanyak 1.230 hektar 950 diantaranya merupakan
lahan kakao produktif dan lahan kakao tidak produktif hanya 280 hektar. Produksi
kakao pada saat itu mengalami kenaikkan tertinggi yaitu menjadi 855 ton.

4.2 Rancangan Basis Data


Salah satu komponen penting sistem informasi adalah database yang
berfungsi sebagai basis penyedia informasi bagi para pemakainya. Penerapan
database dalam sistem informasi disebut dengan database system. Sistem basis
data (database system) ini adalah suatu sistem informasi yang mengintegrasikan
kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga
membuatnya tersedia untuk beberapa aplikasi yang bermacam-macam di dalam
suatu organisasi. Tujuan dari desain database ini adalah untuk menentukan data-
data yang dibutuhkan dalam sistem, sehingga informasi yang dihasilkan dapat
terpenuhi dengan baik. Salah satu alasan desain database perlu dilakukan adalah
untuk menghindari pengulangan data. Metode untuk meminimalisasi pengulangan
data (data redudancy) yaitu dengan Diagram Entity Relationship (Diagram E-R).
Model Entity Relationship berisi komponen himpunan entitas dan relasi
yang masing-masing dilengkapi dengan atribut-atribut yang mempresentasikan
seluruh informasi beragam seperti yang terlihat pada Gambar 6. Pada gambar
tersebut gugus atribut dari entiti nagari adalah kode nagari, nama nagari dan
jorong-jorong. Entiti kelompok tani memiliki gugus atribut kode kelompok dan
alamat kelompok. Gugus atribut dari entiti varietas adalah kode varietas, nama
varietas dan asal negara. Dari ketiga entiti tersebut terdapat relasi diantara masing-
masing entiti berupa luas tanam, produktivitas rekomendasi budidaya dan cara
produksi kakao petani lokal.
56

Rekomendasi Cara Produksi


Budidaya Kakao Petani Lokal
Asal Negara Jorong-jorong

VARIETAS NAGARI

Nama Varietas Luas Tanam Produktivitas Kode Nagari*

Kode Varietas* KELOMPOK Nama


PETANI

Alamat Kelompok Kode Kelompok*

Gambar 6. Entity Relationship Diagram (ERD) Varietas Kakao di Kecamatan


pada Wilayah Kabupaten Padang Pariaman

4.3 Transformasi Entity Relationship Diagram ke dalam Tabel


Data-data yang telah diperoleh dari lapangan serta informasi dari literatur
diinputkan ke dalam tabel dengan menggunakan software Microsoft Office Access
2003. Dari Entity Relationship Diagram dapat didesain tabel-tabel yang perlu
dibuat untuk penginputan data-data yang diperoleh dari lapangan dan literatur.
Untuk mendesain sistem informasi ini dibutuhkan tabel-tabel diantaranya adalah
tabel syarat agriklimat, luas produksi, varietas, kelompok tani, nagari, jorong, data
responden, kuisoner, pembibitan, pengolahan media tanam, teknik penanaman,
pemeliharaan tanaman, pencegahan hama dan penyakit, kelas kematangan buah,
teknik petik dan pecah buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan,
sortasi, dan penyimpanan.

Setelah data-data diinputkan ke dalam tabel-tabel, maka tabel-tabel tersebut


dihubungkan satu sama lain melalui fungsi relationships yang terdapat pada
57

Microsoft Offioce Access 2003. Relationships ini bertujuan mempermudah


pengaksesan tabel pada Microsoft Visual Basic 6.0.
Relasi antar tabel-tabel penginputan data di atas menentukan bentuk koneksi
dari satu tabel ke tabel lainnya yang bertujuan untuk mengatur operasi terhadap
database. Relasi yang terjadi antar tabel penginputan data adalah bentuk koneksi
one-to-many (1-~), artinya setiap baris data pada tabel yang satu terhubung ke satu
atau lebih data pada tabel yang lainnya. Setelah itu perlu dirancang form, query,
dan report yang sesuai dengan kebutuhan sistem informasi dengan menggunakan
Microsoft Offioce Access 2003.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penelitian sistem informasi kakao (Theobroma cacao L.) di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman ini telah menghasilkan
sebuah program aplikasi interaktif yang menyediakan informasi produksi,
kegiatan budidaya, panen dan pascapanen kakao yang dilakukan petani kakao di
Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman serta
rekomendasi dari seluruh kegiatan tersebut. Sistem informasi ini telah dapat
digunakan sebagai media informasi visual yang menarik dan bermanfaat, praktisi,
petani perkebunan kakao maupun pemerintah daerah Sumatera Barat, khususnya
Kabupaten Padang Pariaman dalam memberikan rekomendasi komprehensif
untuk pengembangan industri kakao di Kabupaten Padang Pariaman
Kegiatan budidaya yang dilakukan petani masih belum optimal diantaranya
dalam pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta pemangkasan yang
berpengaruh terhadap lambatnya pertumbuhan dan perkembangan kakao.
Penerapan teknologi pascapanen dan pengolahan kakao di Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam masih dilakukan secara tradisional dengan alat-alat yang
58

sederhana. Ketersediaan alat dan mesin pascapanen kakao yang diberikan oleh
pemerintah belum dimanfaatkan secara efektif untuk pengolahan hasil kakao.

5.2 Saran
Sistem informasi ini perlu ditingkatkan dari berbasiskan informasi menjadi
sistem penunjang keputusan untuk kesesuaian lahan kakao. Selain itu, sistem ini
perlu dikembangkan lebih lanjut dari aspek pemasaran serta alat dan mesin
pascapanen kakao sehingga informasi yang disajikan lebih lengkap. Aplikasi web
dengan jaringan internet pada sistem informasi merupakan salah satu peningkatan
dalam penyajian informasi sehingga jangkauan penyebaran lebih luas. Sistem
informasi kakao ini juga perlu diterapkan pada masing-masing daerah di Sumatera
Barat sehingga ketersediaan informasi produksi kakao bagi pemerintah dan
instansi terkait lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alter, Steven. 1992. Information Systems: A Management Perspective. USA: The


Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Aziz, Muhammad dan Slamet Pujiono. 2006. Sistem Informasi Geografis
Berbasis Desktop dan Web. Yogyakarta: Gaya Media.
Bodnar, George H., dan William S. Hopwood. 1993. Accounting Information
Systems. Fourth Edition. New Jersey: Peason Education, Inc.
[BPPT] Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Kakao (Theobroma cacao
.L). http://lc.bppt.go.id/iptek. [2 Maret 2007].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1994. Padang Pariaman dalam Angka 1994.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1995. Padang Pariaman dalam Angka 1995.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1996. Padang Pariaman dalam Angka 1996.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1997. Padang Pariaman dalam Angka 1997.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
59

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1998. Padang Pariaman dalam Angka 1998.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Padang Pariaman dalam Angka 1999.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Padang Pariaman dalam Angka 2001.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Padang Pariaman dalam Angka 2002.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Padang Pariaman dalam Angka 2003.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Padang Pariaman dalam Angka 2004.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Padang Pariaman dalam Angka 2005.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Padang Pariaman dalam Angka 2006.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
Davis, Gordon B. 1999. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian I:
Pengantar. Terjemahaan Andreas S. Adiwardana. Cetakan ke-11. PT Ikrar
Mandiriabadi.
[Disbun Sumbar] Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat. 2006. Statistik
Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat. Padang: Disbun Sumbar.
Endrawati. 2005. Modul Aplikasi Komputer II: Microsoft Access. Padang:
Politeknik Negeri Padang.
Fatansyah. 1999. Basis Data. Bandung: Informatika.
Firdaus. 2006. 7 Jam Belajar Interaktif Acces 2003 untuk Orang Awam.
Palembang: Maxikom.
Firdaus. 2006. 7 Jam Belajar Visual Basic. Net untuk Orang Awam. Palembang:
Maxikom.
Gelinas, Ulric J., Allan E. Oram, dan William P. Wiggins. 1990. Accounting
Information Systems. DHTML & JavaScript. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hall, James A. 2001. Accounting Information Systems. Third Edition. USA: South
Western College Publishing.
Heddy, Suwarsono. 1993. Budidaya Tanaman Cokelat. Bandung: Angkasa.
Kadir, Abdul. 2003. Penegenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi.
Marlinda. 2003. Sistem Basis Data. Yogyakarta: Andi.
McFadden, Fred R., Jeffrey A. Hoffer, dan Mary B. Prescott. 1999. Modern
Database Management. Fifth Edition. New York: Addision Wesley.
60

McLeod, Raymond dan George Schell. 2004. Management Information System.


Edisi ke-9. New Jersey: Prentice Hall.
Nugroho, A. Konsep Pengembangan Sistem Basis Data. Bandung: Informatika.
O’Brien, J.A. 1999. Management Infoemation System: Managing Information
Technology in the Network Enterprice. Third Edition. USA: Times Mirror
Higher Education Group Inc.
[Pemkab Padang Pariaman] Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman.
2007. Gubernur Dukung Padang Pariaman Sentra pengembangan Sejuta
Kakao. http://www.pariaman.go.id/. [2 Maret 2007].
Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Ungaran: Trubus Agriwidya.
Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap
Budi Daya Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2005. Pengolahan Produk
Primer dan Sekunder Kakao. Jember: PPKKI.
[PPTA] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan. Bogor:PPTA.
Santosa. 2000. Aplikasi Sistem Pakar untuk Pemilihan Budidaya Agroindustri
Tanaman Perkebunan [Makalah]. Bogor: PERTETA.
Siregar, Tumpal H.S., Slamet Riyadi dan Laeni Nuraeni. 2007. Pembudidayaan,
Pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sutabri, Tata. 2004. Analisa Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi.
Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Bumi Jakarta:
Aksara.
Tim Divisi Litbang MADCOMS – MADIUN. 2007. Mahir dalam 7 Hari
Microsoft Office Access 2007. Yogyakarta: Andi.
Tjiptrosoepomo, Gembong. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Turban, Efraim. 1995. Decision Support and Expert System, Management Support
Systems. Fourth Edition. USA: Prentice Hall, Inc.
Wahyono, Teguh. 2004. Sistem Informasi (Konsep Dasar, Analisis Desain dan
Implementasi). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wempen, F. Microsoft Acces 2000. 1999. Yogyakarta: Andi.
Wilkinson, Joseph W. 1992. Accounting and Information Systems. USA: John
Wiley & Sons, Inc.
61

Word, G.A.R dan R.A. Lass. 2001. Cocoa (Tropical Agricultural Series). Fourth
Edition. USA: Blackwell Science.

Catatan :
Tulisan ini merupakan bagian dari makalah :
Santosa, Azrifirwan, dan Dede Pranata. 2008. Sistem Informasi Produksi
Kakao (Theobroma cacao L.) di Kecamatan Lima Koto Kampung
Dalam, Kabupaten Padang Pariaman. Makalah Disampaikan pada
Seminar Nasional Teknologi Pertanian Seri Komoditi dan Teknologi
Pengolahan Kakao, di Padang, Tanggal 22 Agustus 2008.
62

You might also like