Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padang Pariaman merupakan kabupaten di Sumatera Barat yang dijadikan
sebagai basis pengembangan tanaman kakao sejak tahun 1991/1992. Dengan pola
perkebunan rakyat, Kabupaten Padang Pariaman dijadikan Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat sebagai pilot proyek pengembangan kakao dan memulai
2
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan membuat suatu sistem
informasi kakao (Theobroma cacao L.) berbasiskan komputer yang berisikan
tentang kegiatan budidaya, prapanen, panen, dan pascapanen yang dilakukan oleh
petani kakao serta informasi produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman.
5
d. Pemeliharaan Pembibitan
Media pembibitan berupa campuran tanah subur, pupuk kandang dan pasir
dengan perbandingan 2:1:1, kemudian media ini diayak dan dimasukkan ke dalam
polybag 20 x 30 cm sampai 1-2 cm di bawah tepi polybag. Kecambah yang
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke dalam pembibitan berkecambah pada hari
ke 4 - 5 dan akarnya lurus. Satu kecambah kakao dimasukkan ke dalam lubang
sedalam telunjuk, lalu lubang ditutup dengan media. Polybag berisi kecambah
disimpan di lokasi pembibitan dengan jarak 60 cm dalam pola segitiga sama sisi.
Supaya tidak bergerak, polybag diletakkan di dalam alur sedalam 5 cm atau
ditimbun dengan tanah secukupnya. Pembibitan dinaungi oleh pohon pelindung
atau dibuat atap dari anyaman bambu. Pembibitan disiram dua kali sehari kecuali
jika hujan. Air siraman tidak boleh menggenangi permukaan media. Bibit dipupuk
setiap 14 hari sampai berumur 3 bulan dengan ZA (2 gram/bibit) atau urea (1
gram/bibit) atau NPK (2 gram/bibit). Pupuk diberikan pada jarak 5 cm
melingkarai batang kecuali untuk urea yang diberikan dalam bentuk larutan.
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida
setiap 8 hari.
e. Pemindahan Bibit
Setelah berumur 3 bulan, bibit dalam polybag dipindahkan ke lapangan dan
naungan dikurangi secara bertahap. Bibit yang baik untuk ditanam di lapangan
berumur 4 - 5 bulan, tinggi 50 - 60 cm, berdaun 20 - 45 helai dengan sedikitnya 4
helai daun tua, diameter batang 8 mm dan sehat. Dengan jarak tanam 3 x 3 m,
kebutuhan bibit untuk satu hektar adalah 1250 batang termasuk untuk penyulaman
(www.lc.bppt.go.id, 2007).
b. Pembukaan Lahan
Cara penyiapan lahan dapat dengan cara pembersihan selektif dan
pembersihan total. Alang-alang di tanah tegalan harus dibersihkan/dimusnahkan
supaya tanaman kakao dan pohon naungan dapat tumbuh baik. Untuk
memperlancar pembuangan air, saluran drainase yang secara alami telah ada harus
dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan tersier
dibangun sesuai dengan keadaan lapangan.
c. Pengapuran dan Pemupukan Lahan
Tanah-tanah dengan pH di bawah 5 perlu diberi kapur berupa batu kapur
sebanyak 2 ton/ha atau kapur tembok sebanyak 1.500 kg/ha. Pemupukan sebelum
bibit ditanam dapat dilakukan guna untuk merangsang pertumbuhan bibit cokelat.
Lubang-lubang tersebut perlu diberi pupuk dengan pupuk Agrophos sebanyak 300
gram/lubang atau pupuk urea sebanyak 200 gram/lubang, dan pupuk TSP
sebanyak 100 gram/lubang. Pupuk-pupuk tersebut diberikan 2 (dua) minggu
sebelum penanaman bibit cokelat, kemudian lubang tersebut ditutup kembali
dengan tanah atas yang dicampur dengan pupuk kandang/kompos
(www.lc.bppt.go.id, 2007).
2.1.3.3Teknik Penanaman
a. Penentuan Pola Tanaman
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai
tanaman lorong di antara tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua macam pohon
pelindung yaitu:
1) Pohon pelindung sementara
Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum
berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat
ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia
congesta atau Clotaralia sp.
2) Pohon pelindung tetap
12
2.1.3.3Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiangan
13
Di Kebun
3. Perendaman
4. Pencucian
5. Pengeringan
7. Pengepakan/ Penyimpanan
dan Pengiriman
lindak dan 3 - 4 hari untuk kakao mulia. Selama fermentasi diadakan pengadukan
agar proses fermentasi berjalan merata. Di samping itu, harus dijaga agar biji
tidak berhubungan langsung dengan logam supaya tidak terjadi kontaminasi
(Poedjiwidodo, 1996).
Poedjiwidodo (1996) menjelaskan bahwa peningkatan mutu biji kakao
selama proses fermentasi, berhubungan dengan panas yang dihasilkan. Panas
menyebabkan suhu biji meningkat secara bertahap dari 45 - 60 oC sehingga
mempercepat terbentuknya asam dari pulp. Kerja zat-zat racun mematikan biji
(hilang daya tumbuhnya) tanpa merusak kegiatan enzim yang ada dalam biji
sehingga proses-proses enzimatis untuk membentuk aroma, rasa dan warna dapat
terus berlangsung. Secara skematis proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar
2.
Biji basah
terhadap jamur dan hama penyimpanan. Tetapi apabila pencucian terlalu bersih
akan mengakibatkan kerugian sebab dapat menaikkan persentase biji pecah dan
menurunkan berat biji. Alat yang digunakan untuk pencucian ini adalah
dilaksanakan dalam bak perandaman, dengan menggunakan sekop (pengaduk)
dari kayu. Pada perkebunan-perkebunan besar biasanya menggunakan tempat/alat
khusus, namun hal ini pun masih langka (Heddy, 1990).
2.1.4.5Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dari biji sampai
mencapai 4 - 6 % dan mendapatkan warna kulit biji yang baik (merah cokelat dan
mengkilat) serta merata. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara:
1. Dijemur pada sinar matahari langsung (sundrying),
2. Menggunakan alat pengering buatan (artificial drying), dan
3. Kombinasi antara sundrying dan artificial drying.
Pada perkebunan besar biasanya menggunakan cara kombinasi. Pada
prinsipnya penjemuran adalah cara pengeringan yang lebih baik, namun karena
mungkin cuaca yang berubah-ubah dan jumlah yang dikeringkan banyak, maka
lebih sering digunakan cara kombinasi tersebut (Heddy, 1990).
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2005) menjelaskan bahwa cara
pengeringan biji kakao yang murah dan mudah adalah penjemuran. Energi untuk
penguapan air diperoleh dari radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, jika cuaca
memungkinkan, proses pengeringan biji kakao sebaiknya dilakukian dengan
penjemuran secara penuh (full sun drying). Secara teknis cara ini akan
memberikan hasil yang baik jika: 1) sinar matahari mempunyai intensitas yang
cukup dan dapat dimanfaatkan secara maksimal, 2) lantai jemur dibuat dari bahan
yang mempunyai sifat menyerap panas, 3) tebal tumpukan biji kakao di lantai
jemur optimal, 4) pembalikan yang cukup, 5) biji kakao telah difermentasi dengan
baik, dan 6) penyerapan ulang dari permukaan lantai jemur dapat dicegah.
Pada pengeringan dengan panas matahari biji kakao dihamparkan pada
lantai jemur dengan ketebalan 5 cm (2 - 3 lapis biji). Penggunaan alas pada lantai
27
jemur seperti kepang atau tikar akan menghasilkan biji kering lebih baik daripada
langsung dihamparkan di atas lantai semen. Selama penjemuran diadakan
pembalikan 1-3 jam sekali. Pada saat hujan dan pada saat malam hari sebaiknya
biji diangkat dari tempat penjemuran. Lama penjemuran tergantung pada cuaca
(intensitas penyinaran, awan dan hujan). Pada umumnya dengan cuaca yang baik
(cerah) waktu penjemuran antara 5 - 7 hari. Apabila cuaca kurang baik, misalnya
terjadi hujan atau berawan maka pengeringan kurang sempurna sehingga biji
berjamur dan bermutu rendah.
Pada pengeringan buatan udara panas dihembuskan pada hamparan biji.
Alat yang digunakan untuk membuat hembusan udara panas antara lain visdrier,
cacao drier, samoan drier, dan barico drier. Pada samoan drier biji kakao
dihamparkan setebal 5 - 15 cm dengan waktu pengeringan antara 48 - 60 jam.
Suhu pemanasan pada tahap pertama 50 oC, tahap kedua 45 - 50 oC, dan pada
tahap ketiga 45 oC. Agar kekeringan merata perlu diadakan pembalikan biji. Pada
tahap pertama pembalikan dilakukan 2 jam sekali, tahap kedua 3 jam sekali, dan
tahap ketiga 4 jam sekali. Selama pemanasan api tidak boleh mati dan pipa tidak
boleh bocor agar biji tidak berbau asap.
Dengan alat pengering barico drier biji kakao dihamparkan pada kasa,
selanjutnya dihembusi udara panas 35 - 45 oC dari bagian bawah, selama 32 jam
dengan pembalikan biji setiap 3 jam. Pada tahap berikutnya biji dimasukkan ke
dalam peti pengering selama 24 jam dan dipanasi dengan suhu 46 - 50 oC.
Dalam pengeringan biji kakao, yang perlu diperhatikan adalah suhu dan
waktu pemanasan. Biji kakao tidak menghendaki pemanasan yang cepat dengan
suhu tinggi. Pemanasan hendaknya dilakukan secara perlahan dengan suhu aekitar
50 oC. Pengeringan yang cepat menyebabkan coshardining (bagian luar kering
tetapi bagian dalam masih basah).
Pengeringan dengan cara kombinasi antara pengeringan alami
(menggunakan panas matahari) dan pengeringan buatan (dengan alat pemanas)
dapat memberikan hasil yang baik. Pengeringan dimulai dengan penjemuran biji
kakao selama 14 - 16 jam, dilanjutkan dengan pengeringan dengan alat selama 33
28
2.1.4.6Sortasi
Poedjiwidodo (1996) menjelaskan bahwa sortasi biji dilakukan berdasarkan
pada berat biji, kemurnian, warna, bahan ikutan dan jamur. Dalam menentukan
kualitas biji faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, dan kadar air turut
diperhitungan. Pengelompokan mutu (grading) dilakukan mengikuti persyaratan
yang telah ditetapkan oleh Departemen Perdagangan RI, seperti tercantum pada
Tabel 4 dan 5. Pusat Penelitian Kopi dam Kakao Indonesia (2005) menambahkan
bahwa tujuan sortasi adalah untuk mengelompokkan biji kakao berdasarkan
ukuran fisiknya sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di
dalamnya.
Siregar et al. (2007) menjelaskan bahwa sortasi biji dilakukan secara visual,
dengan membuang biji-biji yang jelek dan rendah mutunya. Sebanyak akar
pangkat dua dari sejumlah karung diambil (maksimum 30 karung) sebagai contoh.
Dari tiap karung diambil 500 gram untuk keperluan analisis mutu biji kakao.
Tabel 4. Syarat Umum Pengelompokan Mutu Biji Kakao Kering
Karakteristik Syarat
− Kadar air (%) (bobot / bobot maksimal) Maks. 7,5%
2.1.4.7Penyimpanan
Biji yang telah disortasi, dimasukkan ke dalam karung goni dengan berat
maksimum 60 kg. Penyimpanan biji dapat dilakukan selama tiga bulan tanpa
merusak mutu biji. Penyimpanan yang lebih dari tiga bulan biasanya
menyebabkan biji ditumbuhi jamur dan asam lemak bebasnya meningkat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan adalah sebagai
berikut.
a. Biji sebaiknya dikemas dalam karung goni yang bersih dan kuat lalu dijahit
dengan rapi.
b. Kadar air biji kakao antara 6 - 7 %.
c. Tempat penyimpanan harus bersih, ventilasi baik dan tidak berbau kurang
sedap (berbau tajam), karena biji kakao mudah menyerap bau di sekitarnya.
Selain itu, ruangan juga harus bebas hama gudang.
30
d. Tumpukan karung goni diberi alas kayu dengan jarak ± 10 cm dari lantai
(Poedjiwidodo, 1996).
relevan bagi pemakainya. Informasi akan relevan jika memberikan manfaat bagi
pemakainya. Relevansi informasi untuk tiap-tiap orang satu dengan yang lainnya
berbeda.
Sebuah informasi dapat dikatakan akurat jika informasi tersebut tidak bias
atau menyesatkan, bebas dari kesalahan-kesalahan dan harus jelas mencerminkan
maksudnya. Ketidakakuratan sebuah informasi dapat terjadi karena sumber in-
formasi (data) mengalami gangguan atau kesengajaan sehingga merusak atau
merubah data-data asli tersebut. Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap
keakuratan sebuah informasi antara lain adalah kelengkapan (completeness),
kebenaran (correctness, dan keamanan (security) informasi.
Informasi yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan data, datangnya
tidak boleh terlambat. Informasi yang terlambat tidak akan mempunyai nilai
yang baik, sehingga jika digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
dapat menimbulkan kesalahan dalam tindakan yang akan diambil (Wahyono, 2004).
Informasi yang tepat akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Agar
analisis kebijaksanaan dan keputusan dapat memberikan alternatif yang sebaik-
baiknya diperlukan informasi yang lengkap, benar dan cukup up to date. Karena
informasi itu merupakan hasil pengolahan data, berarti datanya pun harus lengkap,
terpercaya dan up to date juga. Setelah data diolah menjadi informasi, maka
informasi haruslah setiap saat dapat dibutuhkan, untuk itu informasi perlu disusun
dan disimpan secara sistematis agar mudah ditemukan kembali dengan cepat
(Syamsi, 2000).
Wahyono (2004) menjelaskan bahwa data adalah bahan baku
informasi, didefinisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang
mewakili kuantitas, tindakan, benda, dan sebagainya. Data terbentuk dari
karakter, dapat berupa alfabet, angka, maupun simbol khusus seperti *, $ dan /.
Data disusun untuk diolah dalam bentuk struktur data, struktur file, dan basis data.
Pengolahan data menjadi suatu informasi dapat digambarkan sebagai
sebuah siklus yang berkesinambungan seperti Gambar 3. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa data diolah menjadi suatu informasi. Dan pada tahapan
32
selanjutnya, sebuah informasi akan menjadi data untuk terciptanya informasi yang
lain.
33
Data
Proses
Informasi
Keputusan
Tindakan
Hasil Tindakan
user user
ada, sehingga ada jaminan tidak ada kelompok yang terabaikan. Selain itu dapat
diharapkan pula bahwa pengaruh tiap kelompok terhadap sampel dapat diabaikan.
Tanpa stratifikasi, dapat terjadi bahwa sampel (atau sebagian besar sampel) yang
terambil hanya akan terambil dari kelompok (strata) tertentu saja. Setelah
ditentukan strata dari sampel, maka perlu ditetapkan ukuran sampel.
Ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima persen dari
total petani yang ada di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam. Sampel ini
merupakan sampel yang telah mewakili seluruh strata-strata petani yang
digunakan. Kriteria petani kakao yang dijadikan sampel/responden adalah petani
yang memiliki lahan kakao lebih dari setengah hektar. Lahan kakao yang dimiliki
petani merupakan lahan yang sudah produktif dan sudah pernah menghasilkan.
Sistem yang akan didesain diilustrasikan mempunyai kemampuan seperti
yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rancangan Kemampuan Sistem dan Data yang Diperlukan
No Kemampuan Sistem Data yang Diperlukan
1 Basis Data :
a. Basis data nagari • Data nama nagari di Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam
b. Basis data produksi kakao • Data jumlah produksi kakao di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam
2 Dokumen Informasi Kakao:
a. Informasi sistematika tanaman • Divisi, anak divisi, kelas, anak kelas,
kakao bangsa, suku, marga, jenis
b. Informasi syarat agroklimat kakao • Syarat pertumbuhan kakao
c. Informasi teknis budidaya kakao
• Informasi teknis pembibitan • Teknik penyiapan benih, penye-maian benih,
pemeliharaan pem-bibitan dan cara
pemindahan bibit
• Informasi teknis pengolahan • Persiapan lahan, pembukaan lahan,
media tanam pengapuran dan pemupukan lahan.
• Informasi teknis penanaman • Pola tanam, jarak tanam, waktu tanam, cara
penanaman
• Informasi teknis pemeliharaan • Teknis penyiangan, pemangkasan,
tanaman pemupukan, penyiraman, penyemprotan
pestisida, rehabilitasi tanaman dewasa
• Informasi pengendalian hama • Hama dan penyakit yang berbahaya dan
dan penyakit pengendaliannya
d. Informasi teknis pemanenan dan
penanganan pascapanen kakao
• Informasi teknis pemetikan • Waktu pemetikan, alat yang digunakan, cara
buah pemetikan buah
44
Microsoft Office
Word 2003
Data Informasi
Microsoft Office Microsoft Visual Sistem Informasi
Access 2003 Basic 6.0 Produksi Kakao
Reports
project Microsoft Visual Basic 6.0. Kelebihan format RTF ini adalah tulisan yang
dibuat dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan yang terjadi tanpa harus
merubah sistem.
Pada project Microsoft Visual Basic 6.0 yang dirancang ada tiga jenis
format data yang ditampilkan, yaitu data basis data dari Microsoft Office Access
2003, data reports dari Seagate Crystal Reports 7 dan data text dari Microsoft
Office Word 2003. Data-data tersebut terkumpul menjadi informasi dalam sebuah
sistem informasi.
memiliki lahan kakao luas (luas lahan ≥ 3 hektar). Persentase yang digunakan
untuk mewakili masing-masing strata untuk sampel penelitian ini adalah 51
persen (25 orang petani) untuk strata lahan kakao sempit, 37 persen (18 orang
petani) untuk strata lahan kakao sedang dan 12 persen (6 orang petani).
Tabel 8 memperlihatkan bahwa hampir seluruh lahan kakao di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam yang luasnya 1.335 Ha pada tahun 2007, baik
tanaman belum menghasilkan ataupun tanaman menghasilkan berada di
Kanagarian Sikucur. Luas lahan tanaman menghasilkan pada tahun 2007 di
Kanagarian Sikucur adalah 98,84 persen, sedangkan Kanagarian Campago hanya
memiliki 1,16 persen lahan kakao dari seluruh lahan kakao menghasilkan. Hal ini
membuat penulis mengambil sampel petani yang dijadikan responden hanya dari
Kanagarian Sikucur saja karena dapat mewakili hampir seluruh petani di
Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam.
Tabel 8. Luas Areal Perkebunan Kakao Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
Berdasarkan Nagari Tahun 2007
Tanaman Belum Tanaman
Total
Nagari Menghasilkan (TBM) Menghasilkan (TM)
Ha % Ha % Ha %
Campago 20 42,55 15 1,16 35 2,62
Sikucur 27 57,44 1273 98,84 1300 97,38
Jumlah (Ha) 47 100 1288 100 1335 100
Sumber: Kantor Cabang Dinas Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, 2007
4.1.2Deskripsi Kegiatan Petani Kakao Lokal
4.1.2.1Pembibitan
Berdasarkan hasil rekapitulasi kuisioner yang diperlihatkan pada Lampiran
5 dan 6 didapatkan sebanyak 49 orang sampel yang didata diketahui bahwa 95.92
persen orang petani kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
mendapatkan bibit kakao dari pemerintah melalui program swadaya berbantuan.
Data dari Kantor Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Lima Koto Kampung
Dalam (2007) menyebutkan bahwa bibit yang digunakan dalam program ini
adalah varietas kakao forastero yang berasal dari PT. Inang Sari seperti
diperlihatkan pada Tabel 9. Sedangkan dari pembibitan sendiri semua petani
memperhatikan bahwa bibit–bibit dipilih dari induk yang bagus. Pengetahuan
48
petani akan perlunya sortasi bibit-bibit yang akan ditanam sangat baik yaitu
sebanyak 95,92 % dari total responden.
Tabel 9. Perkembangan Benih/Bibit Perkebunan Kakao Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam Tahun 2007
Jenis Bibit/Benih Forastero
Luas Pembibitan (Ha) 0,5
Perusahaan PT. Inang Sari
Sertifikasi Bersertifikat
Jumlah Bibit/Benih Tersedia 50000
Penyaluran Bibit/Benih 47500
Harga Rata-rata (Rp) 2500
Sumber: Kantor Cabang Dinas Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, 2007
4.1.2.3Teknik Penanaman
Berdasarkan rekapitulasi kuisioner, dapat diketahui bahwa penaung yang
digunakan oleh petani kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam untuk
lahan mereka sifatnya adalah penaung tetap. Kelapa merupakan penaung yang
sangat banyak digunakan setelah pinang, pisang serta kayu manis. Lahan yang
memiliki penaung kelapa kegiatan penanaman bibit kakao tidak didahului dengan
penanaman tanaman pelindung karena di kebun tersebut sudah ada tanaman
kelapa terlebih dahulu.
Jarak rata-rata yang dipakai petani dalam penanaman kakao adalah 3 x 3
meter, 3 x 4 meter dan 4 x 4 meter dengan jumlah tanaman kakao rata-rata dalam
satu hektar lahan 400-1000 batang yang pola penanamannya disesuaikan dengan
kondisi alam lahan. Sebelum kakao ditanam, petani biasanya melakukan
penyayatan terhadap polybag bibit kakao yang akan ditanam. Lubang tanam
kakao dibuat petani kurang dari 1 bulan sebelum penanaman yang sebelumnya
diberi pupuk kandang. Rekapitulasi kegiatan penanaman yan dilakukan petani
kakao Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam.
50
4.1.2.4Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting
dalam usahatani kakao. Petani kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam
melakukan penyiangan gulma dengan cara kombinasi pemberian herbisida dan
cara perambatan yang dilakukan 1 – 3 kali sebulan dengan menggunakan cangkul
dan parang. Berdasarkan survey langsung yang dilakukan penulis terhadap lahan
kakao di Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam terlihat bahwa walaupun hampir
seluruh petani melakukan pemangkasan terhadap tanaman kakao namun
pemangkasan ini tidak rutin dilaksanakan, sehingga mengakibatkan pertumbuhan
kakao kurang maksimal akibat buruknya kerangka dasar percabangan, kurang
meratanya penyebaran cabang dan daun-daun produktif di tajuk, masih banyaknya
bagian-bagian tanaman yang tidak dikehendaki seperti tunas air serta cabang
sakit, patah, menggantung dan cabang membalik, kurang terpacunya tanaman
membentuk daun baru yang potensial untuk sumber asimilat dan mudahnya kakao
teresrang hama dan penyakit .
Selain pemangkasan kegiatan lain penting dalam usahatani kakao adalah
pemupukan. Pemupukan lahan kurang dilakukan oleh petani kakao di Kecamatan
Lima koto Kampung Dalam karena kurangnya bantuan pupuk yang diberikan
pemerintah dan kurangnya kesadaran petani dalam menjaga kebun kakao yang
mereka tanam. Kegiatan pemupukan hanya dilakukan 45,86 % dari total
responden. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan kakao tidak terlalu bagus dan
murah terserang penyakit tanaman sehingga memperlambat pembuahan kakao.
Biasanya petani melakukan pemupukan pada awal musim hujan. Kegiatan
pemupukan seharusnya dilakukan petani rutin dua kali dalam setahun yaitu pada
awal musim hujan (Oktober-November) dan akhir musim hujan (Maret-April)
seperti yang dijelaskan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (2006). Jenis pupuk
yang digunakan untuk pemupukan lahan kakao petani adalah jenis NPK dengan
volume penggunaan pupuk sebanyak 1,125 ton yang sumbernya dari swadaya
pemerintah seperti diterangkan pada Tabel 10.
51
Tabel 10. Penggunaan Pupuk dan Pestisida Perkebunan Kakao Kecamatan Lima
Koto Kampung Dalam Tahun 2007
Jenis Pupuk Yang Digunakan NPK
Volume Penggunaan Pupuk (Ton) 1,125
Sumber Pupuk Swadaya
Jenis Pestisda Yang Digunakan Trigodarma
Volume Penggunaan Pestisida (Liter) 1
Sumber: Kantor Cabang Dinas Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, 2007
VARIETAS NAGARI
5.1 Kesimpulan
Penelitian sistem informasi kakao (Theobroma cacao L.) di Kecamatan
Lima Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman ini telah menghasilkan
sebuah program aplikasi interaktif yang menyediakan informasi produksi,
kegiatan budidaya, panen dan pascapanen kakao yang dilakukan petani kakao di
Kecamatan Lima Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman serta
rekomendasi dari seluruh kegiatan tersebut. Sistem informasi ini telah dapat
digunakan sebagai media informasi visual yang menarik dan bermanfaat, praktisi,
petani perkebunan kakao maupun pemerintah daerah Sumatera Barat, khususnya
Kabupaten Padang Pariaman dalam memberikan rekomendasi komprehensif
untuk pengembangan industri kakao di Kabupaten Padang Pariaman
Kegiatan budidaya yang dilakukan petani masih belum optimal diantaranya
dalam pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta pemangkasan yang
berpengaruh terhadap lambatnya pertumbuhan dan perkembangan kakao.
Penerapan teknologi pascapanen dan pengolahan kakao di Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam masih dilakukan secara tradisional dengan alat-alat yang
58
sederhana. Ketersediaan alat dan mesin pascapanen kakao yang diberikan oleh
pemerintah belum dimanfaatkan secara efektif untuk pengolahan hasil kakao.
5.2 Saran
Sistem informasi ini perlu ditingkatkan dari berbasiskan informasi menjadi
sistem penunjang keputusan untuk kesesuaian lahan kakao. Selain itu, sistem ini
perlu dikembangkan lebih lanjut dari aspek pemasaran serta alat dan mesin
pascapanen kakao sehingga informasi yang disajikan lebih lengkap. Aplikasi web
dengan jaringan internet pada sistem informasi merupakan salah satu peningkatan
dalam penyajian informasi sehingga jangkauan penyebaran lebih luas. Sistem
informasi kakao ini juga perlu diterapkan pada masing-masing daerah di Sumatera
Barat sehingga ketersediaan informasi produksi kakao bagi pemerintah dan
instansi terkait lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1998. Padang Pariaman dalam Angka 1998.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Padang Pariaman dalam Angka 1999.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Padang Pariaman dalam Angka 2001.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Padang Pariaman dalam Angka 2002.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Padang Pariaman dalam Angka 2003.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Padang Pariaman dalam Angka 2004.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Padang Pariaman dalam Angka 2005.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Padang Pariaman dalam Angka 2006.
Pariaman: Pemkab. Padang Pariaman.
Davis, Gordon B. 1999. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian I:
Pengantar. Terjemahaan Andreas S. Adiwardana. Cetakan ke-11. PT Ikrar
Mandiriabadi.
[Disbun Sumbar] Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat. 2006. Statistik
Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat. Padang: Disbun Sumbar.
Endrawati. 2005. Modul Aplikasi Komputer II: Microsoft Access. Padang:
Politeknik Negeri Padang.
Fatansyah. 1999. Basis Data. Bandung: Informatika.
Firdaus. 2006. 7 Jam Belajar Interaktif Acces 2003 untuk Orang Awam.
Palembang: Maxikom.
Firdaus. 2006. 7 Jam Belajar Visual Basic. Net untuk Orang Awam. Palembang:
Maxikom.
Gelinas, Ulric J., Allan E. Oram, dan William P. Wiggins. 1990. Accounting
Information Systems. DHTML & JavaScript. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hall, James A. 2001. Accounting Information Systems. Third Edition. USA: South
Western College Publishing.
Heddy, Suwarsono. 1993. Budidaya Tanaman Cokelat. Bandung: Angkasa.
Kadir, Abdul. 2003. Penegenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi.
Marlinda. 2003. Sistem Basis Data. Yogyakarta: Andi.
McFadden, Fred R., Jeffrey A. Hoffer, dan Mary B. Prescott. 1999. Modern
Database Management. Fifth Edition. New York: Addision Wesley.
60
Word, G.A.R dan R.A. Lass. 2001. Cocoa (Tropical Agricultural Series). Fourth
Edition. USA: Blackwell Science.
Catatan :
Tulisan ini merupakan bagian dari makalah :
Santosa, Azrifirwan, dan Dede Pranata. 2008. Sistem Informasi Produksi
Kakao (Theobroma cacao L.) di Kecamatan Lima Koto Kampung
Dalam, Kabupaten Padang Pariaman. Makalah Disampaikan pada
Seminar Nasional Teknologi Pertanian Seri Komoditi dan Teknologi
Pengolahan Kakao, di Padang, Tanggal 22 Agustus 2008.
62