You are on page 1of 16

RINGKASAN Nuha Ulin Muhammad, Hidayat Riswan, Mufid Ainul Titim, Umri Nazmil ,Wahyudi David, Jurusan Teknik

Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo, PBT 01 Pengujian kekerasan, Desember 2007. Kekerasan merupakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan, pengikisan, indentasi, atau penetrasi. Sedang kemampukerasan ialah kemampuan untuk dikeraskan tanpa mengalami goresan, pengikisan dan tusukan. Dalam percobaan ini pengujian dilakukan dengan Brinnel Hardness Test, dimana pengujian dilakukan pada spesimen baja St-42 dengan perlakuan panas full annealing dan tanpa perlakuan panas, serta dengan perlakuan panas tempering dan tanpa perlakuan panas. Dari hasil pengujian diperoleh angka kekerasan Brinnel untuk spesimen baja St-42 dengan prlakuan panas full annealing berkisar antara -209,67 HB sampai 310,326 HB dan angka kekerasan tanpa perlakuan panas berkisar antara -150,152 HB sampai 291,848 HB. Sedangkan hasil angka kekerasan dengan perlakuan panas tempering berkisar antara -193,396 HB sampai 289,604 HB dan angka kekerasan tanpa perlakuan panas berkisar antara -162,6311 sampai 275,3689 HB. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa pengujian dengan perlakuan panas full annealing dan tempering dapat meningkatkan angka kekerasan bahan dibandingkan dengan pengujian tanpa perlakuan panas.

PBT O1 PENGUJIAN KEKERASAN A. PENDAHULUAN Dalam proses desain produk atau desain kontruksi sifat-sifat khas bahan industri perlu dikenal secara baik karena bahan tersebut dipergunakan untuk berbagi macam keperluan dalam berbagai keadaan salah satunya sifat mekanik yakni kekerasan. Dengan mengetahui kadar kekerasan bahan kita dapat mengambil keputusan bahan tersebut layak atau tidak untuk memenuhi kriteria kekerasan yang dibutuhkan dalam desain produk atau kontruksi yang akan direncanakan. Oleh karena itu pengujian kekerasan sangat dibutuhkan dalam hal ini. Dalam praktikum kali ini dibahas metode pengujian kekerasan dengan menggunakan brinell pengolahan data hasil praktikum serta membandingkan data hasil praktikum antara bahan tanpa perlakuan panas dan dengan perlakuan panas dan dengan perlakuan panas juga membandingkan anatra bahan dengan perlakuan panas full annelling dan tempering Praktikum pengujian kekerasan ini bertujuan untuk mengetahui angka kekerasan bahan dan juga untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan bahan. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Definisi kekerasan dan metode pengukuran kekerasan Kekerasan didefinisikan Sebagai kemampuan suatu bahan untuk menahan tusukan (penetrasi) benda yang lebih keras dari luar. Ada juga yang menyatakan dengan kemampuan menahan deformasi plastis. Kekerasan merupakan sifat mekanik yang penting karena kekerasan dapat diperkirakan kekuatan dari material tersebut.

Ada beberapa cara pengujian kekerasan yang terstandar digunakan untuk menguji kekerasan logam anatara lain : a. Cara Brinell b. Cara Vickers c. Cara Rockwell d. Cara Meyer e. Cara Microhardness Penjelasan metode pengukuran diatas sebagai berikut : a. Cara Brinell Pengukuran diameternya BHN = Keterangan : BHN : Angka kekerasan Brinell (kg/mm2) P D d : Beban yang dikenakan (kg) : Diameter bola baja (mm) : Diameter bekas tusukan (mm) kekerasan ini dilakukan benda uji dengan bekas cara yang menekan secara tegak lurus bola baja yang sudah diketahui pada P } permukaan ditimbulkan diukur dan kekerasannya di hitung dengan rumus: ........(1.1) D/2 {D - D2- d2

( sumber : Suherman,Wahid, Hal 25 )

Gamabar 1.1 : Brinell Sumber :www.Gordonengland.co.uk

Pengukuran ini harus dilakukan pada permukaan yang halus dan datar. Terak dan kotoran pada permukaan benda uji mengakibatkan pengukuran tidak tepat. b. Cara Vicker Pengukuran kekerasan ini dilakukan pada permukaan atau memakai indentor piramid intan atau baja yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya piramid 136o. Beban diberikan antara lain 5, 10, 20, 30, 50, 100 atau 120 kilogram. Angka kekerasannya dinyatakan dengan : VHN = 1, 8544 P d2 Keterangan : VHN P D d2 = 1, 8544 P d2 Keterangan : VHN P : Vicker Hardeness Number : Beban yang diberikan (kg) : Sudut puncak indentor 1360 : Vicker Hardeness Number : Beban yang diberikan (kg) : Diameter bekas indentor (mm) (/2) ) ............(1.2)

VHN = ( 2 P sin

( sumber : Suherman,Wahid, Hal 28 )

Gamabar 1.2 : Vickers test Tampak samping ( Sumber :www.Gordonengland.co.uk )

Gambar 1.2 : Vickers Test Tampak atas ( Sumber. www. Gordon England.co.uk ) c. Cara Rockwell Pada pengukuran kekerasan ini digunakan 2 macam Indentor, Yaitu: 1.Memakai kerucut intan dengan sudut puncak 120, ujung agak bulat berjari-jari 0,2 mm. 2.Memakai bola baja dengan diameter 1/16.

Gambar 1.3 : Rockwell test ( Sumber : www. Gordon England.co.uk )

Rumus yang digunakan dalam kekerasan dalam Rockwell adalah : HRC : k-(h1 h2) C ( Sumber : www. Gordon England.co.uk ) Keterangan: HRC : Angka kekerasan Rockwell K h1 h2 d. Cara Meyer Pengukuran kekerasan ini hampir sama dengan cara Brinell, yang juga menggunakan bola baja, tetapi kekerasanya dihitung berdasarkan luas proyeksi tapak tekan, Sehingga tidak tergantung pada besarnya tekanan. Angka kekerasanya di hitung dengan : Pm: 4P .d2 (Sumber: Suherman. Wahid .hal 28 ) P = gaya tekan D = diameter tampak tekan (mm) e. Cara Microhardness Untuk keperluan metalurgik seringkali diperlukan pengukuran kekerasan pada daerah yang sangat kecil, Misalnya pada struktur mikro. Untuk itu, gaya tekanya sangat kecil (1 1000 gr) dengan menggunakan mesin yang dikombinasikan dengan mikroskop, cara yang biasa digunakan adalah microVickers dan knoop. Cara yang biasa yang biasa digunakan adalah microVikcers caranya sama dengan cara (1.4) : Konstanta intan : 0,2 : bola baja =0,26
:

(1.3)

Kedalaman akibat beban mayor (mm)

: Kedalaman akibat beban minor (mm)

Vickers biasa hanya saja gaya tekan yang digunakan sangat kecil sehingga panjang diagonal indentasi diukur dalam micron. Pada knoop, di gunakan Indentor pyramid intan dengan alas berbentuk empat belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1:7. Angka kekerasan Knoop dapat di hitung dengan : HK : 14,229 P/I2 (1.5) (Sumber: Suherman. Wahid .hal 28 ) Keterangan: P : Gaya tekan (kg) I : Panjang diagonal tapak tekan yang panjang (dalam micron).

Gambar 1.4 : Micro hardness ( Sumber : www. Gordon England.co.uk )

2. Diagram Fe-Fe3 C dan fase-fase campuran yang ada di dalamnya. Diagram ini menyatakan hubungan antara kandungan kadar karbon, Perubahan suhu dan perubahan fase, struktur dari besi karbon (Fe3C). Diagram ini disebut juga diagram fase atau diagram keseimbangan. Pada diagram ini terdapat dua macam keadaan besi, yaitu daerah cair total (fase cair), daerah cair dan beku (fase cair dan padat) dan darah padat total (fase padat).

Gambar 1.5 : Diagram Fase

Gambar 1.5 : Diagram Keseimbangan FeFe3C (Sumber : Tata surdia dan shinroku saito 1999.hal 70) Titik-titik yang penting dalam diagram fase: A Ao :Titik cair besi. :Titik transformasi magnetik untuk cementit.

A2 B C

:Titik transformasi magnetik untuk ferit. :Titik pada cairan yang ada hubunganya dengan peritektik. :Titik eutektik,selama pendinginan fase j dengan komposit dan cementit pada komposisi f (6,67% )terbentuk dari cairan pada komposisi c,fase eutektik ini di sebut ledeburit.

:Titik menyatakan fase j ada hubungan dengan reaksi eutektik kelarutan maksimum dari karbon 2,14% .paduan besi karbon sampai pada posisi ini di sebut juga baja.

E2 G G9

:Garis yang membentuk hubungan antara temperatur dari komposisi, dimana mulai terbentuk sementit dan austenit. :Titik transformasi besi.titik transformasi besi transformasi A3 untuk besi. :Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi dimana mulai terbentuk ferrit dan austenit garis ini dinamakan garis A3. titik

H J N P

:Larutan padat yang ada hubunganya dengan reaksi peritektik pelarutan karbon maksimum adalah 0,10%. :Titik peritektik selama pendinginan austenit pada komposisi H dan cairan pada komposisi B. :Titik transformasi dari besi ,titik transformasi A dari besi murni. :Titik yang menyatakan ferrit, fase ada hubungan dengan reaksi eutektoid ke larutan maksimum dari karbon kira-kira 0,02%.

:Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposis P dan cementit pada komposisis K terbentuk simultan pada austenit pada komposisi S. Reaksi eutektoid ini dinamakan Transformarmasi A1 dan fase eutektoid ini disebut pearlit. Baja yang berkadar karbon sama dengan posisi eutektoid dinamakan baja eutektoid yang berkadar karbon kurang dari komposisi eutektoid disebut baja hipoeutektoid, dan yang

berkadar karbon lebih dari komposisi eutektoid disebut juga baja hypereutektoid.pada gambar diagram fase struktur mikro baja apabila baja didinginkan perlahan-lahan dari 50-100C diatas garis E atau A dan garis Se Acm. Pada eutektoid transformasi terjadi pada titik tetap, struktur yang disebut pearlit pada baja hipoeutektoid terbentuk dari fase ferrit mendekati besi murni yang komposisinya sama dengan pearlit.sedangkan pada hypereutektoid terbentuk pearlit dan cementit pada batas butir. Fase-fase yang terjadi pada campuran besi karbon adalah sebagai berikut: 1. Ferrit Adalah larutan padat karbon yang mempunyai struktur kristal BCC.sifat ferrit: -stabil di bawah suhu 910C -tidak dapat di keraskan karena kandungan karbonya sedikit,kandungan karbon temperatur 723C -lunak,tahan karat -BHN:60-100 2. Austenit Adalah larutan padat karbon yang mempunyai sistem kristal FCC. sifat austenit: -stabil pada suhu kristal 1350C -dapat dikeraskan dengan 2%C -dapat di tempa dimana tegangan tariknya sekitar 50000 psi -spesifik volumenya rendah dibanding mikro strukrur lain -lunak,non magnetik -BHN:170-200. maksimum 0,025 yaitu pada

3. Cementite Adalah senyawa besi dari karbon dengan kandungan karbon 6,67% yang di sebut juga besi carbide.sifat cementite yaitu: -stabil dibawah suhu 150C -BHN:820 -rapuh magnetis -campuran cementite dan austenit disebut ledeburitit -campuran cementite dan ferrit disebut pearlite. 4. Martensite Adalah larutan padat dari karbon dan besi.terbentuk dari pendingin cepat dan austenit sistem kristal-kristal BCT.sifatsifatnya yaitu: -stabil pada suhu 1500C -keras,rapuh,magnetis -kandungan karbon 0,2% -konduktor panas dan listrik yang lemah -BHN:650-700 5. Ledeburite Disebut juga besi eutektoid dengan kandungan karbon 4,3% terjadi di bawah suhu 723C.sifat ledeburite -rapuh,getas -BHN:700 6. Pearlite Adalah baja eutectoid yang tersusun atas dua fase, yaitu ferit dan sementit dengan kandungan karbonnya 0,83%. Sifatnya keras tak tahan karat

7. Troostie Adalah campuran ferit dan karbida.dibentuk pada pemanasan martensit pada suhu 250C - 400C atau pendinginan lambat dan austenit. Sifatnya : -Stabil diatas suhu 400C -Magnetis tidak kuat -Ulet, konduktifitasnya tinggi -BHN : 330-400 8. Besi Delta Adalah besi yang terjadi pada tempeatur 1400C - 1500C, kandungan karbonnya 0.1%. Sifatnya lunak dapat ditempa. 3. Pengaruh kadar karbon dan unsur paduan serta perlakuan panas terhadap kekerasan suatu bahan. Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang dimiliki baja. Penambahan kadar karbon sangat mempengaruhi kadar karbon kekerasan, maka dimana dengan semakin meningkatnya meningkat pula Perlakuan panas pada baja terdapat tiga tahap pelaksanaan yang utama, yaitu pemanasan ( heating), holding dan pendinginan (cooling) yang akan mengakibatkan perubahan logam ( struktur logam ) tersebut. Sedangkan macam-macam proses perlakuan panas antara lain : a. Hardening Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum pada baja. Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (2030)C. Untuk baja eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)C diatas Ac1. Selanjutnya ditahan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu dan didinginkan cepat didalam air atau oli, tergantung pada komposisi kimia, bentuk dan dimensinya. kekerasannya

Kecepatan pendinginan harus sesuai supaya transformasi yang sempurna dari austenit menjadi martensit. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi kadar karbon, semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang dicapai. b. Annealing Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan tegangan dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan memanaskan baja pada temperatur tertentu, kemudian holding beberapa saat, kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur pemanas atau media terisolasi c. Normalizing Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki sifat meknik. Prosesnya dengan pemanasan sampai(30-50)C diatas AC3 an didingingkan pada udara sampai temperatur ruang. Pendinginan disini lebih cepat dari pada annealing, sehingga pearlite yang terjadi menjadi lebih halus sehingga menjadikan kekerasan (lebih keras) dan lebih kuat dibanding yang diperolah dengan annealing.

d. Tempering Tempering digunakan untuk mengurangi tegangan dalam, melunakkan bahan setelah di hardening, dan meningkatkan keuletan.hal ini karena baja yang dikeraskan dengan pembentukan martensit biasanya sangat getas sehingga tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian.pembentukan martensit juga meniggalkan tegangan sisa yang sangat tinggi,dan ini

sangat tidak menguntungkan.oleh karena itu, biasanya setelah pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering.namun menghilangkan tegangan sisa ini mengorbankan sebagian kekerasan yang telah dicapai selama proses pengerasan. 4.Diagram TTT Diagram TTT sering disebut juga diagram c atau diagram s, karena bentuknya seperti huruf c atau huruf s.kurva ini memperlihatkan permulaan dan akhir dari suatu transformasi akibat proses pendinginan.misalnya gerak dari transformasi austenit menjadi campuran ferrit dan sementit (pearlite),sesuai dengan tingkat pendinginnya.untuk itu,contoh sederhana yaitu : pemanasan baja sampai temperatur dimana austenit dalam keadaan stabil (diatas titik kritis) dan kemudian didingainkan dengan cepat sampai suhunya mencapai 700C,600C,500C dan lain-lain.hasil dari penyelidikan dipetakan sebagai kurva yang menunjukkan besarnya dekomposisi austenit terhadap waktu yang diperlukan dari awal proses. Perhatikan gambar(a) dimana pada gambar (a) terlihat bahwa periode awal dari waktu,tidak terjadi dekomposisi. keadaan ini disebut periode inkubasi.Selanjutnya austenit akan mulai mengalami dekomposisi menjadi campuran sementit dan ferrrit.pada saat awal,jumlah dekomposisi berjalan sangat cepat, tetapi secara perlahan melambat dan akhirnya berhenti setelah mencapai periode tertentu (F1,F2,F3,F4). Kurva ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun kurva TTT.untuk itu,panjang dari waktu,dari proses (S1,S2,S3,S4) sampai akhir proses,dipindahkan ke diagram pada skala waktu,yang dibuat sepanjang skala obsisnya,sedang ordinatnya sebagai tempat temperaturnya.

Pada diagram ini, kurva (a) menunjukkan awal dekomposisi ausenit, sedang kurva (b) menunjukkan akhir proses penguraian austenit.

Gambar 1.6 : gambar diagram TTT Sumber : Lakhtin Y.1997 .hal 12 5. Faktor-fakor yang mempengaruhi kekerasan dan pergeseran permukaan. 1. Kadar karbon Semakin tinggi kadar karbon, maka logam akan semakin keras, tetapi rapuh.pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan hanya sampai 0,6% sampai 1%. 2. Unsur paduan Unsur pada umumnya dapat, bersenyawa dengan baja, antara lain : a. Nikel, untuk meningkatkan : -Ketahanan terhadap korosi.

-Kekuatan dan kekerasan baja. -Keuletan dan tahan gesek. b. Chromium, untuk : -Menambah kekerasan baja. -Membentuk karbida. -Menambah ke elastisan, sehingga baik untuk pegas. c.Mangan, untuk : -Menigkatkan kekerasan. -Menigkatkan ketahanan terhadap suhu tinngi. -Membuat bahan mengkilap. C. BAHAN DAN PERALATAN 1.Bahan -Baja ST42 2.Peralatan -Kertas gosok (amplas) -Portable Hardness Tester D. PROSEDUR PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Peralatan permukaan specimen yang akan diuji dengan menggunakan kertas gosok sampai halus dan rata. 2. Pengujian dengan menggunakan Portable Hardness Tester 3. Pengujian dilakukan terhadap spesimen dengan pengulangan pada 10 titik yang berbeda. 4. Pencatatan terhadap angka kekerasan dari masing- masing pengulangan.

You might also like