You are on page 1of 13

PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia secara fisik yang terdiri dari 17.

508 buah pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut 3.166.163 km2, menunjukkan bahwa luas wilayah lautan lebih luas dari pada luas wilayah daratannya atau sekitar 70 % dari luas daratan (Teritorial). Penetapan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) sehingga luas lautan bertambah sekitar 2.700.000 km2, berarti luas secara keseluruhan lautan yang dapat dikelola yang dimanfaatkan adalah sekitar 5.800.000 km2. (Dahuri, 2000). Letak geografis dan kandungan sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimiliki Indonesia ini memberikan pengakuan bahwa Indonesia merupakan Negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia. Bahkan 70 % wilayahindonesia merupakan lautan, dengan potensi ekonomi yang sangat besar. Kondisi geografis ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Indonesia berada pada posisi geopolitis yang penting yakni lautan Pasifik dan lautan Hindia, sebuah kawasan yang paling dinamis dalam percaturan politik, pertahanan dan keamanan dunia. Alas an di atas sudah cukup menjadi besar untuk menjadikan pembangunan kelautan sebagai arus utama (Maistrean) pembangunan nasional. (Dahuri, 2000). Potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia berjumlah 6,6 juta ton/tahun, terdiri dari 4,5 juta ton/tahun terdapat di perairan laut Indonesia dan 2,1 juta ton/tahun di perairan Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) dengan tingkat pemanfaatan beru mencapai + 45 % sedangkan sisanya sekitar 55 %. Potensi perikanan laut tersebut terdiri dari jenis ikan pelagis besar dan kecil serta ikan demersal (Departemen Pertanian, 1989). Propinsi Sulawesi Tengah mepunyai luas perairan 193.923,75 km2, meliputi Selat Makassar, Teluk Tolo dan Teluk Tomini. Wilayah laut tersebut mempunyai potensi penangkapan ikan sebesar 214.108 ton/tahun, dengan rincian sebagai berikut : Teluk Tomini Teluk Tolo : 77.652 ton : 68.456 ton

Selat Makassar

: 68.000 ton

Adapun tingkat pemanfaatan potensi tersebut pada tahun 1994 baru mencapai 75.023 ton atau 35,1 %. Jadi usaha penangkapan ikan di Propinsi Sulawesi Tengah masih tersedia sebesar 64,9 % atau sekitar 138.956,09 ton/tahun. Kabupaten Tolitoli menetapkan bahwa salah satu sektor unggulan adalah sektor Perikanan dan Kelautan, dengan wilayah perairan yang luasnya sekitar 124.838,75 km2 tersimpan potensi perikanan lestari sebesar 145.652 ton/tahun dengan panjang garis pantai 453,98 km. pada tahun 2001 produksi penangkapan ikan di perairan Kabupaten Tolitoli 34.079,3 ton, dengan demikian bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk Kabupaten Tolitoli baru sekitar 23 %. Sasaran umum dari pembangunan perikanan Kabupaten Tolitoli adalah pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang tersedia seoptimal mungkin dengan menjaga kelestarian fungsi lingkungannya (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tolitoli, 2004). Kecamatan Galang merupakan salah satu komoditas unggulannya adalah sektor Perikanan dan Kelautan serta Pertanian, dimana wilayah Kecamatan Galang sebagian terdiri atas perairan laut, termasuk Desa Lalos yang dijadikan lokasi penelitian Melihat potensi yang belum dimanfaatkan tersebut, maka pukat pantai (Beach Seine) jenis krakat merupakan salah satu alat yang cocok digunakan untuk mengeksploitasi kekayaan laut tersebut secara efektif dan efisien. Dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan alat pukat pantai ini adalah jenis ikan pelagis serta ikan demersal. Secara umum alat tangkap pukat pantai yang dimaksud tidak lain adalah alat tangkap yang bentuknya seperti payang (berkantong) dan bersayap (kaki) yang dalam operasi penangkapannya dengan melingkarkan jaring pada gerombolan ikan kemudian dengan tali panjang ditarik menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan kepantai (Departemen Pertanian, 1989).

Tujuan Dan Keguanaan Tujuan penelitian ini adalah untuk menegetahui tingkat kelayakan usaha perikanan pukat pantai (Beach Seine) jenis krakat di Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli ditinjau dari aspek teknis dan ekonomis. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi nelayan dalam mengembangkan usaha perikanan tangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat pantai di masa yang akan datang agar lebih maju sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan di daerah tersebut. 2. 3. Sebagai sumbangsi pemikiran dimana penulis dapat berpartisipasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tolitoli dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan, khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tolitoli 4. Sebagai masukan bagi pergurun tinggi dan lembaga-lembaga lainnya serta informasi bagi penelitian selanjutnya Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis mengangkat permasalahan dalam penelitian ini yaitu : apakah usaha penagkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat pantai (Beach Seine) jenis krakat di Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli secara teknis dan ekonomis layak untuk dikembangkan. Hipotesis Berdasarkan permasalahan di atas maka dikemukakan hipotesis yaitu diduga bahwa usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat pantai (Bech Seine) di Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli secara teknis dan ekonomis layak untuk dikembangkan.

TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Pukat Pantai (Beach Seine) Untuk merangkai alat tangkap yang baik, diperlukan pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) yang menjadi tujuan penangkapan secara baik. Sebab pengetahuan tentang alat tangkap sangat erat hubungannya dengan behavior ikan itu sangat penting terutama dalam meningkatkan hasil tangkapan. Demikian pula rangsangan untuk menarik perhatian ikan berkumpul salah satu cara dengan menggunakan lampu, sebab ikan-ikan muda akan mudah tertarik cahaya dari pada ikan-ikan yang lebih dewasa. Pada mulanya ikan muda bersifat fototaksis atau tertarik cahaya, kadang dalam waktu yang tidak lama menjadi fototaksis negatif atau tidak tertarik cahaya. Demikian juga ikan-ikan dalam keadaan normal dibandingkan dengan ikan-ikan yang sedang dalam masa bertelur. (Fatchicus Surur, 2002) Pukat pantai (Beach Seine) dalam arti sempit dimaksudkan adalah suatu alat tangkap yang bentuknya seperti payang (berkantong) dan bersayap (kaki) yang dalam pengoperasian penangkapannya dengan melingkarkan jaring pada gerombolan ikan kemudian dengan tali panjang (tali hela) ditarik menelusuri dasar perairan dan pada akhir panangkapan hasilnya didaratkan kepantai. Semua jaring baik yang dilengkapi kantong (menyerupai payang) maupun yang tidak dalam pengoperasiannya menelusuri dasar dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai tergolong pukat pantai. (Departemen Pertanian, 1989). Pukat pantai pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu yang mempunyai kantong dan tanpa kantong. Kantong dibuat bulat memanjang dan posisinya menggantung pada saat dioperasikan. Pada umumnya kantong Pukat pantai berukuran jauh lebih kecil dan pendek bila dibandingkan dengan ukuran sayapnya, lain dengan trawl yang ukuran sayap dengan kantong atau badan jaring seimbang panjangnya. Kantong jaring terletak ditengah, namun untuk pukat pantai modern, terkadang tidak hanya terdiri dari satu kantong, bahkan ada yang dua kantong, tempat kantongya tidak selalu berada ditengah. Persyaratan khusus untuk

keberhasilan pengoperasian pukat pantai jenis krakat yaitu dasar pantai harus mulus, licin, tidak berkarang (Fathicus Surur, 2002). Pukat pantai (Beach Seine) merupakan alat tangkap yang tepat digunakan untuk jenis ikan disekitar pantai. Daerah penyebaran pukat pantai hampir di seluruh perikanan Indonesia. Tiap daerah mempunyai ciri-ciri dan bentuknya tersendiri demikian juga nama dari pukat pantai itu sendiri. Seperti Krakat, Pukat tepi, Panambe, Soma, Pukat dampar, (Departemen Pertanian, 1989). Pukat pantai adalah pukat kantong yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat dan pelampung serta dioperasikan dengan menurunkan jaring dari lambung kanan atau kiri perahu kemudian ditarik dari tepi pantai (Ayodhyoa, 1979). Soemarto (1991) menjelaskan, pukat pantai adalah alat tangkap yang terdiri dari sebuah kantong dan dua buah sayap, serta dilengkapi dengan pelampung dan pemberat. Alat ini dioperasikan di perairan pantai yang mempunyai dasar lumpur atau pasir yang landai, dengan jumlah tenaga kerja dalam operasi penangkapan alat ini sebanyak 10 12 orang, yaitu 3 -5 orang di atas perahu untuk melepaskan jaring dan selebihnya sebagai tenaga penarik. Adapun cara pengoperasian alat tangkap ini adalah tali selambar (tali penarik) dan salah satu sayap ditinggalkan di pantai sedangkan sayap lainnya dan kantong dibawah kedalam perahu. Perahu tersebut melingkari suatu area perairan dekat pantai sedemikian rupa sehingga ujung sayap dan tali selambar berada di pantai. Dengan cara demikian maka ikan-ikan akan terkurung dan terperangkap kedalam lingkaran jaring danm akhirnya masuk kedalam kantong. Deskripsi Alat Tangkap Secara umum bentuk pukat pantai menyerupai empat persegi panjang yang kedua ujungnya mengecil. Besar kecilnya jaring bervariasi menurut kebutuhan tetapi pada umumnya 100 sampai 300 meter. Pada bagian atas jaring melalui ris atas diberi pelampung yang terbuat dari karet (sandal), sedangkan pada bagian bawah diberi 5

pemberat yang umumnya terbuat dari timah. Pada ujung luar kiri dan kanan disambung dengan tali panjang (tali penarik) atau tali slambar. Mata jaring (mesh size) pada tiap bagian berbeda-beda antara 1 sampai 5 cm. Bagian tengah yang berfungsi sebagai kantong adalah yang terkecil dan makin membesar kearah ujung luar sayap jaring. Pada umumnya pukat pantai jenis krakat terdiri dari beberapa bagian seperti pada gambar berikut yaitu : 1 2 3

C 5

C 4 8 Kayu Pemberat tali Pemberat Tali Ris Atas

6 7 Gambar : Bagian-bagian Pukat Pantai Keterangan : A. Kantong Pelampung B. Bahu Tali Pelampung C. Sayap Tali Ris Atas Tali Penarik 15-20 cm 1 2 3

Gambar : Jarak pemasangan pelampung satu dengan yang lain Keterangan : 1. Tali Pelampung 3. Pelampung Jenis Karet 2. Tali Ris Atas 4. Bagian Jaring

15-20 cm

Gambar : Jarak pemasangan pemberat satu dengan yang lain 6

Keterangan : 1. Tali Pemberat 2. Pemberat Jenis Timah 3. Tali Ris Bawah 4. Badan Jaring Sumber : Subani dan Barus, 1989. Bagian jaring terdiri dari beberapa bagian yaitu menurut besar kecilnya mata jaring, kantong, bagian sayap dan kaki. Pada bagian bawah kaki yang langsung diikatkan dengan tali ris diberi pemberat dari timah pada jarak tiap 5 meter, disamping itu masih ada pemberat lain yang terbuat dari timah juga cuma ukurannya agak kecil yang dipasang diantara jarak tima utama. Pada ujung tali ris bawah dan atas disambung dengan tali penarik disesuaikan dengan kebutuhan. Daerah Penangkapan (Fishing Ground) Menurut Subani dan Barus (1989), kemampuan jangkauan area penangkapan serta jenis alat tangkap yang digunakan, secara garis besar nelayan Indonesia dapat dibedakan anatara nelayan skala kecil, menengah, dan skala besar atau yang disebut nelayan industri. Dalam melakukan usaha penangkapan dari ketiga golongan nelayan tersebut menggunakan kurang lebih 29 golongan alat penangkap, termasuk diantaranya alat tangkap pukat pantai (Beach Seine) jenis krakat. Daerah penangkapan adalah suatu perairan dimana diharapkan ikan atau hasil laut lainnya dapat tertangkap dalam jumlah yang maksimal atau dimana daerah dapat dilakukan operasi penangkapan secara terus menerus (Anonimous, 1986). Menurut Sudirman (2004), daerah penangkapan yang baik adalah daerah yang mudah dijangkau dan memiliki jumlah ikan yang banyak serta dapat dioperasikan alat tangkap sepanjang tahun. Lebih lanjut Sudirman (2004), bahwa fishing ground ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan seperti alat tangkap pukat pantai, daerah penangkapannya di daerah pantai yang bentuknya landai mempunyai dasar perairan berpasir dan berlumpur dengan kedalaman 7-10 meter. Jenis-jenis ikan yang

menjadi sasaran penangkapan dengan pukat pantai jenis krakat adalah jenis ikan pelagis (permukaan) dan jenis ikan demersal (dasar). Usaha Perikanan Mata rantai pemasaran hasil produksi memiliki peran penting dalam sektor perikanan serta sektor lainnya. Menurut Swasta (1988) pemasaran adalah system keseluruhan dalam kegiatan yang ditujukan untuk menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen. Suatu usaha dilakukan dengan maksud agar dapat memberikan keuntungan atau manfaat sehingga pada setiap perencanaan usaha harus selalu dipertimbangkan dan dihitung, apakah usaha yang dilakukan dianggap layak untuk dikerjakan, sebaliknya bila hasil usaha diragukan untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat, maka usaha itu tidak layak dan sebaiknya ditangguhkan (Soesarsoeno, 1978). Bambang Riyanto (1990), menyatakan modal adalah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi barang selanjutnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada umumnya pengusaha mempunyai tujuan mendapatkan laba, dan mempetahankan atau bahkan berusaha meningkatkan untuk jangka waktu lama. Tujuan tersebut dapat direalisir apabila penjualan dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan. Untuk mengetahui biaya (cost) dan penghasilan penjualan dari suatu usaha maka digunakan analisa Break Event Point (BEP). Menurut Bambang Riyanto (1990), Break Event Point adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan keuntungan dalam volume penjualan. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah sesuai dengan volume produksi. Mubiyarto, (1985) bahwa perhitungan Benefid Cost Ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya. Apabila Benefid Cost Ratio lebih dari satu berarti usah tersebut layak dikembangkan. Laba adalah selisih penjualan dengan harga pokok penjualan dalam periode tertentu atau hasil dikurang dengan biaya (Winardi, 1987). 8

Menurut Bambang Riyanto (1990) Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuik dapat menutupi kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan Proceeds atau aliran kas.

METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksnakan di Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama 3 bulan, mulai dari bulan September sampai dengan bulan November 2007. Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang akan memaparkan secara mendetail dimana obyek yang akan menjadi sasaran adalah satu unit penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat pantai (Beach Seine) yang ada di Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli yang dipandang sebagai kasus. Menurut Maxfield, 1930 dalam Nazir, 1983 bahwa studi kasus adalah penelitian tentang kasus subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Dalam mencapai tujuan penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini bersifat : 1. Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu berdasarkan data-data atau teoritoeri dari berbagai literatur yang berhungan langsung dengan judul dan permasalahan yang dibahas dalam proposal penelitian ini. 2. Penelitian Lapang (Field Research) yaitu mengumpulkan data-data langsung di lapangan dengan metode penelitian langsung mengenai permasalahan yang akan dibahas. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh data primer dan data sekunder serta informasi yang dibutuhkan adalah melakukan survei ke unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat pantai (Beach Seine). Nawawi (1987) menyatakan survei adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, informasi dan keterangan-keterangan tentang obyek penelitian

10

melalui pengamatan, pengukuran, penafsiran, mencatat data sesuai dengan apa yang ada di lokasi penelitian. Metode Analisis Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan di analisa serta diperhitungkan sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk analisis teknis digunakan metode deskriptif beberapa uaraian dan gambaran yang ada di lapangan. Menurut Arikunto (1986) metode deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau mengungkapkan keadaan yang sebenarnya tentang obyek yang diteliti. Adapun alat analisis kelayakan usaha ditinjau dari aspek ekonomi, digunakan formula yang dikemukakan oleh : Perhitungan Break Event Point menurut Bambang Riyanto, 1990 : FC BEP = VC 1 S Keterangan : FC VC S : Biaya Tetap (Fixed Cost) : Biaya Variabel (Variabel Cost) : Penjualan (Sales) Perhitungan Benefit Cost Ratio Menurut Mubiyatro, 1985, adalah : Total Penerimaan B/C Ratio = Total Biaya Perhitungan Payback Period menurut Formula Bambang Riyanto, 1990 adalah: Investasi PP = Arus Kas 11

DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1985. Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan. Anonymous, 2002. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Ikan, Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Tolitoli Ayodhyoa, 1981. Metode Penangkapan Ikan. Penerbit Yasa Dewi Sri, Bogor Ayodhyoa, 1979. Fishing Metods. Diktat Kuliah Ilmu Teknik Penangkapan Ikan. Fakultas Pertanian, Bogor Barus, H. R. 1989. Perikanan Dengan Rumpon Di Sulawesi Tengah, LPPL. Jakarta Riyanto. B, 1990. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Lembaga informasi dan studi pembangunan Indonesia kerjasama dengan Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Fathicus Surur, 2002. Alat Dan Cara Penangkapan Ikan. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Perikanan. Jakarta Mubiyarto, (1985). Pengantar Ekonomi Pertanian, Cetakan VII, Penerbit Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta Nazir M, 1983. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta Sudirman dan Achmad Mallawa, 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta Soemarto,1991. Teknik Penangkapan Ikan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan , Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Soesarsoeno, 1987. Pengantar Kewiraswastaan, Penerbit Sinar Baru, Bandung Swasta, 1988. Manajemen Keuangan Perusahaan, Penerbit PT. Hanindta Tatang Djuhanda, 1981. Dunia Ikan, Penerbit Armiko Bandung

12

Departemen Pertanian, 1989. Ketentuan Kerja Pengumpulan, Pengolahan, Serta Penyajian Data Statistik Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta

13

You might also like