You are on page 1of 50

Provokatif & Tak Tahu Diri, Pusat Sekte Syi'ah Sampang Dibakar Oreng Madure

SAMPANG-MADURA (voa-islam.com) Dinilai provokatif dan tak tahu diri dalam menyebarkan ajaran menyimpang kepada umat Islam, pusat sekte Syi'ah di Sampang Madura diserbu warga. Kompleks Pesantren Sekte Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang Madura, dibakar massa, Kamis pagi (29/12/2011). Aksi pembakaran pada pukul 09.30 WIB ini, dilakukan warga sekitar karena warga terusik dan tidak suka dengan keberadaan pesantren Syiah di sana. Sambil mengumandangkan takbir, massa membakar mushalla, madrasah, asrama dan rumah pemimpin Syiah Sampang, Tajul Muluk. Bangunan berupa mushalla, pesantren putra dan putri, rumah pribadi dan salah satu toko milik Kiai Tajul Muluk, tokoh sekte Syiah, yang diduga dibakar massa, membuat kondisi di kawasan tersebut menarik perhatian masyarakat.

Kitab Syi'ah Melaknat dan Mengafirkan Abu Bakar, Umar dan 'Aisyah
Oleh: Badrul Tamam Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb pencipta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Semoga salam dan shalawat juga dilimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya, serta siapapun yang mencintai mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya kebencian Syi'ah kepada para sahabat Nabi, khususnya Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lainnya tidaklah diragukan lagi. Dengan berbagai alasan yang mereka buatbuat, mereka berani melawan ketetapan Al-Qur'an yang telah jelas-jelas memuliakan mereka. AlQur'an menerangkan bahwa Allah telah meridhai mereka, menjanjikan surga-Nya bagi mereka, dan menyatakan dengan gamlang bahwa mereka sebagai umat yang mulia. Allah Ta'ala berfirman,


"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. Al-Taubah: 100)


"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)." (QS. Al-Fath: 18) Dalam ayat lain, Allah memuji para sahabat Nabi yang telah masuk Islam sebelum Fathu Makkah, begitu juga yang masuk Islam sesudahnya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah lebih baik dan lebih utama, namun semuanya dijanjikan kebaikan.


"Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hadid: 10) Lebih luas lagi, Allah memuji seluruh sahabat beliau dari kalangan Muhajirin dan Anshar secara keseluruhan. Kemudian Dia menjelaskan bahwa orang-orang beriman sesudah mereka adalah

orang-orang yang senantiasa mendoakan kebaikan untuk mereka dan memintakan ampun untuk mereka. Bukan sebaliknya, yang selalu melaknat dan mencela mereka di pagi dan sore hari. Allah Ta'ala berfirman:


"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orangorang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang"." (QS. Al-Hasyr: 10) Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi dan utusan-Nya dalam menyebarkan risalah Islam. Mereka berjuang bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dengan mengorbankan jiwa raga sehingga Allah memanggil kembali utusan-Nya. Dan tidaklah Islam tersebar ke penjuru dunia kecuali juga melalui mereka. Karenanya sangat pantas setiap orang Islam untuk mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk mereka. Memang di antara mereka ada yang melakukan kesalahan karena pribadi mereka memang tidak maksum dari dosa. Tetapi satu hal yang harus diingat bahwa mereka memiliki kebaikan yang sangat banyak. Bahkan kesabaran dan keteguhannya dalam beriman bersama Nabi serta menolong beliau sudah cukup untuk menebus kesalahan-kesalahan tersebut. Karenanya, kesalahan mereka lebih berhak dimaafkan dan diampuni oleh Allah daripada kesalahan bapakdan ibu kita. Dan inilah madhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Hal ini sangat berbeda dengan keyakinan Aqidah Syi'ah yang menjadikan laknat dan cela atas sahabat sebagai sarana meningkatkan keimanan yang seolah-olah mereka diciptakan untuk mencela. Dalam aqidah Syi'ah, mencaci dan menghina sahabat menjadi tiket utama untuk masuk ke surga. Dan terhadap orang-orang yang mencintai sahabat Nabi, Syi'ah mengkafirkan dan menghalalkan darahnya.

Keyakinan Aqidah Syi'ah: Menjadikan laknat dan cela atas sahabat sebagai sarana meningkatkan keimanan yang seolah-olah mereka diciptakan untuk mencela.
Ni'matullah al-Jazairi (seorang ulama Syi'ah) dalam kitabnya Al-Anwar al-Nu'maniyah, II/307 menukilkan sebuah riwayat dari al-Shaduq, ia bertanya kepada Abu Abdillah, ''Apa pendapat Anda tentang membunuh seorang Nashib (Ahlus Sunnah)?'' Ia menjawab, "Darahnya halal (boleh membunuhnya), tapi aku khawatir atas keselamatan kamu. Jika kamu bisa, robohkan dinding atasnya atau kamu tenggelamkan dia ke dalam air supaya tidak bisa memberikan kesaksian (yang memberatkan) atasmu, maka lakukanlah." Aku bertanya lagi, "Apa pendapat Anda dalam hartanya?" Ia menjawab, "Ambillah hartanya semampumu." Berikut ini kami nukilkan beberapa keterangan tentang aqidah Syi'ah terhadap para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, khususnya Abu Bakar al-Shiddiq, Umarbin Khathab, Utsman bin 'Affan, Ali bin Abi Thalib, dan 'Aisyah radliyallaahu 'anhum dalam kitab-kitab mereka: 1. Muhammad al-Tuursiirkani, dalam kitabnya La-aliul Akhbar, IV/92 menyebutkan doa-doa yang berisi laknat terhadap Abu Bakar, Umar, dan sahabat lainnya serta istri-istri Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. "Ya Allah laknatlah Umar, lalu Abu Bakar dan Umar, lalu Ustman dan Umar, lalu Mu'awiyah dan Umar, lalu Yazid dan Umar, lalu Ibnu Ziyad dan Umar,

lalu Ibnu Sa'ad dan Umar, lalu bala tentaranya dan Umar. Ya Allah, laknatlah 'Aisyah, Hafshah, Hindun, Ummu Hakam, dan laknatlah orang-orang yang ridha dengan perbuatan mereka hingga hari kiamat." 2. Ahmad al-Ahsa'i dalam kitabnya al-Raj'ah, hal. 12, ketika menjelaskan tentang perjalanan Imam Mahdi, bahwa dia (Imam Mahdi) akan menegakkan had atas Abu Bakar dan Umar serta 'Aisyah. Dan dikatakan,


"Dan apabila dia memasuki Madinah, dia akan mengeluarkan berhala Lata dan Uzza, lalu membakarnya." (yang dimaksud Lata dan Uzza di sini adalah Abu Bakar dan Umar). 3. Ni'matullah al Jazairi dalam kitabnya al-Anwar al-Nu'maniyah, III/53 menfitnah Abu Bakar radliyallaahu 'anhu telah bersujud kepada berhala.


"Dan janganlah heran dengan hadits ini, karena sesungguhnya telah diriwayatkan dalam beberapa hadits khusus bahwa Abu Bakar pernah shalat di belakang Rasulullah sambil mengalungkan berhala di lehernya, dan sujudnya itu kepada berhala." 4. Ali al-Hara-iri dalam kitabnya Ilzam al-Nashib fii Itsbaat al-Hujjah al-Ghaib, II/266 menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai Fir'aun dan Hamman. "Al-Mufadhall bertanya, 'Wahai tuanku, siapakah Fir'aun dan Hamman itu?' Sang Imam menjawab, 'Abu Bakar dan Umar'." (Kalau memang ini benar, kenapa Rasulullah tidak pernah menjelaskan semua ini, padahal beliau dibimbing oleh wahyu? Apakah para Imam Syi'ah lebih pintar dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam.-penulis).

"Al-Mufadhall bertanya, 'Wahai tuanku, siapakah Fir'aun dan Hamman itu?' Sang Imam menjawab, 'Abu Bakar dan Umar'." (dari kitab Syi'ah Ilzam al-Nashib fii Itsbaat al-Hujjah
al-Ghaib) 5. Al-Kaf'ami dalam kitabnya al-Mishbah, hal. 552 menyebutkan doa yang berisi laknat terhadap Abu Bakar dan Umar yang dinamakan dengan Doa Shanamai Quraisy (Doa atas dua berhala Quraisy). Dia menyebutkan bahwa doa ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radliyallaahu 'anhu.


"Ya Allah limpahkan shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, dan laknatlah dua berhala Quraiys, dan kedua jibt dan thaghutnya (maksudnya: syetan yang disembah selain Allah-Pent), kedua tukang dustanya, dan kedua putrinya yang telah menyelisihi perintah-Mu dan mengingkari wahyu-Mu.. . . (dan seterusnya yang berisi penghinaan dan laknat atau kutukan atas keduanya). 6. Yusuf al-Bahrani dalam Lu'luah al Bahraini, yang ditahqiq oleh Sayyid Muhammad Bahr al-'Ulum, hal. 133 menyebutkan bahwa syaikh/ulama mereka kerjaannya melaknat dan mencaci

Syaikhaini (Abu Bakar dan Umar) serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka dengan terang-terangan. Ini menjadi kegemaran dan kebiasaannya. 7. Al-Majlisi dalam kitabnya Mir'ah al-'Uqul, Juz 26, hal. 488 meneyebutkan riwayat dari Abu Abdillah tentang tafsir QS. Al-Fushilat: 29:


"Dan orang-orang kafir berkata: "Ya Tuhan kami perlihatkanlah kami dua jenis orang yang telah menyesatkan kami (yaitu) sebagian dari jin dan manusia agar kami letakkan keduanya di bawah telapak kaki kami supaya kedua jenis itu menjadi orang-orang yang hina"." Dia (Abu Abdillah) berkata, "keduanya." Kemudian berkata, "Dan si fulan adalah syetan." Maksud perkataan Abu Abdillah, "keduanya" adalah Abu Bakar dan Umar. Sedangkan "fulan" adalah Umar, yaitu jin yang disebutkan dalam ayat adalah Umar. Dan dinamakan dengannya karena dia itu syetan, baik karena dia itu sekutu syetan karena termasuk anak zina atau dia suka berbuat makar dan menipu sebagaimana syetan. Ada penafsiran lain, bahwa maksud fulan adalah Abu Bakar. (Maka perhatikan dengan seksama, apakah mungkin Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam rela menikahi putri seorang yang memiliki sifat seperti ini? kedustaan Syi'ah sudah tidak bisa dimaafkan lagi,- Redaksi) 8. Al-Majlisi dalam Bihar al Anwar hal 235: menuliskan kalimat laknat atas Abu Bakar dan menggolongkannya sebagai salah satu Ahli Tabut yang akan kekal dalam kerak api neraka bersama Firaun dan lainnya. 9. Muhammad bin Umar al-Kasyi, dalam kitabnya Rijal al-Kasyi, 61: Dari Abu Ja'far 'alaihis salam, bahwa Muhammad bin Abi Bakar membai'at Ali 'alaihis salam untuk berlepas diri dari bapaknya karena dia kafir. Dalam riwayat lain dia (Muhammad bin Abu Bakar) menyatakan bahwa bapaknya di neraka. 10. Muhammad bin Ya'kub al-Kulaini dalam kitabnya al-Ushul min al-Kaafi, kitab al Hujjah, I/373, hadits no. 4, menukilkan sebuah riwayat yang disandarkan kepada Abu Abdillah: "Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan disucikan, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang mengaku berhak imamah dari Allah yang bukan haknya, dan orang yang menentang imamah dari Allah, dan orang yang meyakini bahwa mereka berdua (Abu Bakar dan Umar) termasuk orang Islam."

. . . upaya Taqrib antara Ahlus Sunnah dan Syi'ah tidak mungkin tewujud dengan baik sebelum kaum Syi'ah meninggalkan ajaran batil mereka yang mencaci, mengutuk, dan mengafirkan mayoritas sahabat Nabi . . .
Penutup Dari kitab-kitab yang menjadi rujukan sekte Syi'ah di atas membuktikan bahwa orang Syi'ah telah mengafirkan sahabat Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam yang mulia, yaitu Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin al-Khathab. Mereka memandang baik perbuatan mencela dan mengutuk serta melaknat keduanya. Padahal Ahlus Sunnah meyakini keduanya sebagai manusia termulia sesudah Nabinya. Dengan demikian upaya Taqrib antara Ahlus Sunnah dan Syi'ah tidak mungkin tewujud dengan baik dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah sebelum kaum

Syi'ah meninggalkan ajaran-ajaranya yang batil, di antaranya mencaci, mengutuk, dan mengafirkan mayoritas sahabat Nabi, lalu menuju pemahaman Islam yang telah diamalkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Wallahu Ta'ala A'lam. (PurWD/voaislam.com)

Dusta Syi'ah: Mengaku Pecinta Ahlul Bait, Padahal Menghina Rasulullah & Ahlul Bait
Syiah secara dusta mengaku sebagai pecinta ahlul bait. Ucapan dan perbuatan mereka bertolak belakang dengan klaim mereka. Hal seperti ini tidaklah aneh atau asing pada diri anak cucu Majusi. Mereka telah berani menginjak-injak rumah tangga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, mereka telah menghina Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam semoga Allah melaknat mereka- mereka telah menghina istri-istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menjadi ibuibu bagi kaum mukminin. Mereka juga telah berani menginjak-injak imam pertama mereka yang diyakini mashum. Sifat mereka ini menjadi sempurna dengan menghinakan al-Hasan, al-Husain, Ali ibn al-Hasan dan para imam lainnya. Sebagaimana pula mereka telah menghina putri-putri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan yang utama adalah Fathimah az-Zahra Radhiyallahu Anha. Ini belum lagi dengan penghinaan mereka terhadap semua Nabi dan Rasul. Ash-Shadug di dalam kitab al-Amal meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada Ali Radhiallahu Anhu: Seandainya aku tidak menyampaikan apa yang aku diperintah dengannya dari perkara wilayahmu (kepemimpinanmu) maka leburlah seluruh amalku. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, jilid I, hal 654). Sepertinya Allah yang Maha Suci tidak mengutus Rasul-Nya yang mulia melainkan hanya untuk menyampaikan wilayah Ali. Orang-orang yang tidak tahu diri itu telah mengecilkan kedudukan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam demi mewujudkan kepentingan dan tujuan mereka yang kotor. Ini semua mereka lakukan karena mustahil bagi mereka untuk mendatangkan bukti dan dalil tentang wilayah Ali Radhiyallahu Anhu. Al-Bahrani menukil dari as-Syyid ar-Ridah dari Ibnu Masud, bahwa ia berkata: Saya keluar menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, saya dapati beliau sedang ruku dan sujud, beliau berdoa, Ya Allah dengan (demi) kehormatan hamba-Mu Ali ampunilah orang-orang yang bermaksiat dari umatku. (Al-Burhan fi Tafsir Al-Quran, jilid IV, hal 226). Coba perhatikanlah kenistaan ini, yang dengannya mereka ingin menunjukkan keutamaan Ali Radhiyallahu Anhu di atas Rasul yang diutus sebagai rahmat untuk alam semesta dan yang menjadi sayyid bagi manusia dari awal hingga akhir, Sayyid kita Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. An-Numani secara dusta meriwayatkan dari imam Muhammad al-Baqir Alaihi Sallam, ia berkata: Ketika imam Mahdi muncul ia didukung oleh para malaikat dan orang pertama yang membaiatnya adalah Muhammad Alaihi Sallam kemudian Ali Alaihi Sallam. Syaikh athThusi meriwayatkan dari imam ar-Ridha Alaihi Sallam bahwa di antar tanda-tanda munculnya al-Mahdi adalah dia akan muncul dalam keadaan telanjang di depan bulatan matahari. (Al-Kafi fil-Ushaul, jilid I, hal 504), Perhatikan baik-baik pengakuan mereka tentang pembaiatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kemudian Ali Radhiyallahu Anhu kepada al-Mahdi yang diduga. Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam adalah makhluk Allah yang terbaik, apakah beliau akan berbaiat kepada orang yang di bawahnya? Berbaiat kepada orang yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun? Kerendahan macam apa yang dialamatkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini? Perhatikan orang-orang Syiah yang dungu itu. Mereka menetapkan telanjangnya keturunan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam dan dia akan muncul di hadapan umat dalam keadaan telanjang! Apakah ini yang disebut sebagai penghormatan kepada ahlul bait? Ataukah ini justru menjadi penghinaan yang terang-terangan?! Al-Qummi menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika ada di Makkah tidak ada orang yang berani mengganggu beliau karena kedudukan Abu Thalib. Mereka memprovokasi anak-anak kecil untuk mengganggu beliau. Jika beliau keluar anak-anak kecil itu melemparinya dengan batu dan kerikil (dan debu). Maka beliau mengadukan hal itu kepada Ali Radhiyallahu Anhu. (Tafsir Al-Burhan, jilid II, hal 404). Mereka meriwayatkan, ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam miraj ke langit beliau melihat Ali Radhiyallahu Anhu dan anak-anaknya yang telah sampai di sana sebelum Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Nabi mengucap salam kepada mereka. Padahal beliau telah berpisah dengan mereka di bumi. (Tafsir Al-Burhan, jilid II, hal 404). Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ditanya: Dengan bahasa apakah Rabb anda berbicara dengan anda pada waktu miraj? Beliau menjawab: Dia berbicara kepadaku dengan bahasa Ali bin Abi Thalib, hingga saya berkata Engkaukah yang sedang berbicara kepadaku ataukah Ali?! (Kasyf Al-Ghummah, jilid I, hal 106). Aku memohon ampun kepada-Mu ya Ilahi.!!! Kita biarkan kebebasan para pembaca yang mulia untuk menginterpretasikan apa yang dimaksud dengan riwayat yang keji ini!! Mereka begitu rajin mengikuti langkah-langkah penghinaan, dengan berbagai rupa bentuk dan ukuran, sampai mereka meragukan kenabian Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam karena tiga putrinya; Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqayyah. Hal ini terjadi ketika mereka menafikan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai bapak mereka. Mereka semoga dilaknat oleh Allah, para malaikat dan manusia semuanya-mengatakan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak melahirkan mereka, tetapi mereka adalah anak-anak tirinya. Muhsin al-Amin menambahkan: Para sejarawan menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya memiliki empat putri, dan setelah meneliti teks-teks sejarah ternyata kita tidak mendapatkan bukti yang menetapkan adanya putri Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam selain Fathimah az-Zahra. (Dairah al-Maarif al-Islamiyah asy-Syiiyyah, jilid I, hal 27, Dar alMaarif, Beirut; Kasyf al-Ghitha, Jafar An-Najefi, hal 5). Apakah semisal mereka bisa disebut sebagai pecinta ahlul bait?! Jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak selamat dari kejahatan mereka, maka istri-istri beliau pun lebih tidak selamat. Bahkan telah keluar fatwa kafir bagi ibu-ibu kaum mukminin terutama Aisyah dan Hafshah Radhiyallahu Anha. (Bihar Al-Anwar, jilid XXII, hal 227-247). Cukuplah mengisyaratkan kepada apa yang beredar di kalangan Syiah bahwa firman Allah Dan Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat (at-Tahrim: 10). Al-Qummi pembesar Syiah dalam bidang tafsir (dusta) itu menyatakan: Demi Allah yang dimaksud dengan pengkhianatan itu adalah zina.

Artinya hendaklah menegakkan hukuman zina terhadap Fulanah yang telah melakukan zina dalam perjalanan ke Bashrah. Ada seorang laki-laki mencintainya, maka tatkala dia (Aisyah) hendak menuju Bashrah Fulan tadi berkata kepadanya: Kamu tidak halal pergi tanpa mahram. Maka dia mengawinkan dirinya dengan Fulan tersebut. (Bihar Al-Anwar, jilid XXII, hal 240245; Tafsir al-Qummi, jilid II, hal 344). Dan yang dimaksud dengan Fulan adalah Thalhah. Kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Taala bahwa Aisyah Radhiyallahu Anha adalah ibu bagi kaum mukminin semata. Sebagaimana mereka menghina Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, putri-putrinya dan istriistrinya, mereka juga telah menghina imam mereka yang pertama Ali Radhiyallahu Anhu. (Menurut mereka), ketika mereka melukiskannya sebagai pengemis wa al-iyadzu billah-. Telah disebutkan oleh Salim ibn Qais penulis buku Syiah pertama kali bahwa Ali telah menaikkan Fathimah di atas himar, dan ia menuntun al-Hasan dan al-Husain. Disebutkan bahwa Ali tidak meninggalkan satu shahabat pun melainkan ia telah mendatanginya di rumahnya untuk meminta haknya atas nama Allah. (Kitab Salim ibn Qais, hal 82-83). Lihatlah penghinaan yang luar biasa ini, penghinaan terhadap Ali yang menuntun kedua putranya dan putrinya yang menaiki himar. Mereka berjalan berkeliling mendatangi rumah-rumah sahabat untuk meminta belas kasih mereka!! Apakah sifat seperti ini layak bagi kedudukan ahlul bait dan bagi seorang pemimpin dari pemimpin-pemimpin kaum muslimin? Cerita, hikayat dan dongeng! Sebagaimana al-Kulaini meriwayatkan di dalam al-Kafi bahwa Fathimah tidak suka diperistri oleh Ali. Riwayat itu sebagai berikut: Tatkala Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam menikahkan Ali dengan Fathimah Alaihi Sallam. Ali masuk menemui Fathimah yang ketika itu ia menangis. Maka Ali menanyakan: Apa yang membuatmu menangis?! Demi Allah seandainya dalam keluargaku ada yang lebih baik dengannya, aku tidak akan menikahkan engkau dengannya, dan aku tidak akan menikahkannya akan tetapi Allah yang telah menikahkannya. (Al-Furu min alKafi). Hingga imam mereka yang pertama dihina dan diturunkan derajatnya seperti ini?! Di mana cinta yang selama ini diumbar? Di mana ia bersembunyi? Disebutkan oleh al-Ashfahani dari Ibn Abu Ishaq bahwa ia berkata: Aku dimasukkan oleh ayahku ke dalam masjid pada hari Jumat. Ia mengangkatku maka aku melihat Ali berkhutbah di atas mimbar, dia adalah orang tua yang botak, menonjol dahinya, bidang dadanya (lebar jarak antara dua pundaknya), jenggotnya memenuhi dadanya dan lemah matanya.(Maqatil athThalibin, hal 27-48). Sebagaimana mereka meyakini bahwa Ali adalah hewan bumi. Jafar berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatangi amirul mukminin ketika ia tidur di masjid dan berbantal tumpukan kerikil yang ia kumpulkan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerak-gerakkannya (menggugahnya) dengan kakinya kemudian mengatakan: Bangunlah wahai hewan Allah. Maka seorang sahabatnya bertanya, Wahai Rasulullah! Apakah sebagian kita boleh menyebut sebagian yang lain dengan nama ini? beliau bersabda: Tidak. Demi Allah. Nama tadi khusus untuknya. (Bihar al-Anwar, jilid XIII, hal 213).

Inilah imam pertama mereka yang mereka katakan bahwa ia akan menjadi Dabbah (hewan melata)! Betapa khawatirnya kita jika yang dimaksud adalah Ali Radhiyallahu Anhu akan menjadi hewan tunggangan bagi al-Mahdi ciptaan Syiah. hasbunallah!! Mereka pun telah menghina paman Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abbas dan putranya Abdullah dan juga Aqil ibn Abi Thalib Radhiyallahu Anhu. Diriwayatkan oleh al-Kulaini bahwa Sudair bertanya kepada imam Muhammad al-Baqir: Di manakah kecemburuan (ghirah) Bani Hasyim, kekuatan (syaukah) dan bilangan mereka yang banyak itu setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika dikalahkan oleh Abu Bakar, Umar dan orangorang munafik lainnya? Imam Muhammad al-Baqir berkata: Siapa yang masih tersisa dari Bani Hasyim? Jafar dan Hamzah yang menjadi bagian as-Sabiqun al-Awwalun dan alMukminun al-Kamilun telah meninggal dunia. Sementara dua orang yang lemah keyakinannya, yang hina jiwanya dan yang baru kenal Islam itulah yang tersisa, Abbas dan Aqil. (Hayat alQulub, jilid II, hal 846; Furu al-Kafi, jilid III, kitab ar-Rawdhah). Sebagaimana Syiah telah menuduh Ibn Abbas Radhiyallahu Anhu mencuri dari baitul mal di Bashrah sewaktu pemerintahan Ali Radhiyallahu Anhu. Mereka mengklaim bahwa Ali naik mimbar dan berkhutbah ketika mendengar kabar, dia menangis dan berkata: Ini adalah putra paman Rasulullah, dia dalam ilmu dan kedudukannya melakukan hal seperti ini. Bagaimana bisa dipercaya orang-orang yang berada di bawah tingkatannya. Ya Allah aku telah bosan dengan mereka, tenangkan aku dari mereka dan cabutlah aku kepada-Mu bukan sebagai orang yang lemah. (Rijal al-Kasysyi, hal 57). Al-Majlisi telah menyebutkan dalam bahasa Persia yang artinya: Muhammad al-Baqir meriwayatkan dari imam Zainal Abidin Alaihi Sallam dengan sanad yang dapat diandalkan bahwa ayat ini Barang siapa di dunia ini buta maka di akhirat dia (juga) buta dan lebih sesat jalannya (Qs Al-Isra: 72) turun pada diri Abdullah ibn Abbas dan bapaknya. Inilah penghinaan Syiah terhadap paman Nabi, Abbas dan Aqil dengan kelemahan, kehinaan dan pengecut serta tidak sempurna imannya. Begitu pula penghinaan terhadap Abbas dan putranya Habr al-Ummah Abdullah ibn Abbas Radhiallahu Anhu. Adapun ayat tadi telah diturunkan tentang perihal orang-orang kafir..Akan tetapi masalahnya bukan untuk orang yang melihat melainkan untuk orang yang memiliki! Mereka juga telah menghina al-Hasan dengan ucapan yang sangat menyakitkan. Mereka berkata tentangnya: Wahai orang yang menghinakan kaum mukminin. (Rijal al-Kasysyi, hal 111). Begitu juga mereka telah menghina Ali Zainal Abidin imam keempat yang mashum bagi mereka, mereka menuduhnya sebagai ornag yang pengecut dan budak. Telah disebutkan dalam al-Kafi bahwa putra Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir berkata: Sesungguhnya Yazid ibn Muawiyah memasuki Madinah ingin menunaikan haji. Dia mengutus kepada seorang Quraisy. Setelah ia datang dia menanyainya, Apakah engkau mengakui bahwa engkau adalah budakku, jika aku mau aku menjualmu dan jika aku mau aku menjadikan kamu budak? Orang itu menjawab: Demi Allah! Wahai Yazid hasabmu (kebaikanmu dan keluargamu) tidak lebih mulia dariku di kalangan Quraisy, ayahmu juga tidak lebih utama dari ayahku, waktu jahiliyah ataupun waktu Islam dan engkau juga tidak lebih mulia dan tidak lebih baik dariku dalam agama ini. Bagaimana aku mengakui permintaanmu? Maka Yazid berkata: Jika kamu tidak menyukainya, Demi Allah aku pasti membunuhmu. Orang tadi menjawab: Pembunuhan terhadapku olehmu tidak seagung pembunuhanmu terhadap al-Husain ibn Ali Alaihi Sallam, putra Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka dia memerintahkan untuk membunuhnya. Dan terbunuhlah dia. Kemudian dia mengutus kepada Ali ibn al-Husain Alaihi Sallam, kemudian ia mengatakan kepadanya apa yang telah dikatakan kepada seorang Quraisy di atas. Maka Ali ibn al-Husain bertanya: Bagaimana seandainya aku tidak mau mengakui apakah engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin? Yazid berkata: Allah melaknatinya, ya. Maka Ali ibn al-Husain (Ali Zainal Abidin) Alaihi Sallam berkata: Aku mengakui apa yang engkau minta. Aku adalah hamba yang dipaksa, jika kamu mau pertahankanlah aku dan jika kamu mau juallah aku. (Ar-Rawdhah min al-Kafi, jilid VIII, hal 234-235). Mereka menjadikan imam mereka yang tidak lain adalah cucu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mau mengakui dirinya sebagai budak yang diperjualbelikan! Kami tidak habis pikir, bukankah orang-orang Majusi saja telah memiliki prinsip Hidup mulia atau mati mulia. Kalian benar-benar telah menghina ahlul bait secara habis-habisan hingga merampas harga diri dan kemuliaan! Adapun Muhammad al-Baqir imam kelima yang mashum bagi mereka, juga telah merasakan sengatan orang-orang Syiah. Zurarah ibn Ayun menjulukinya sebagai: Orang tua yang tidak mengerti ilmu permusuhan. (Al-Kafi fi al-Ushul) Dia juga berkata: Allah merahmati Abu Jaafar, sesungguhnya di dalam hatiku ada unsur berpaling dari padanya. (Rijal al-Kasysyi, hal 152, Biografi Abu Bashir). Dia juga berkata: Sahabat kamu juga tidak memiliki pengetahuan tentang ucapan para tokoh (orang-orang besar). (Rijal al-Kasysyi, hal 133). Mereka juga menjuluki Jafar, imam yang keenam sebagai bermuka ganda. Pernah ia memuji Abu Hanifah di hadapan Muhammad ibn Muslim, setelah ia keluar Jafar mencelanya. Hal ini diriwaytkan oleh al-Kulaini dalam kisah yang panjang. Mereka menasabkannya kepada Jafar bahwa ia berkata: Sesungguhnya aku berbicara di atas 70 wajah, di dalam semuanya ada jalan keluar bagiku. (Bashair ad-Darajat, jilid III). Ahli hadits mereka, Muhammad al-Baqir al-Majlisi dalam kitan Jala al-Uyun menyebutkan: Dari kakekku dari Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, Jika dilahirkan Jafar ibn Muhammad ibn Ali ibn al-Husian maka julukilah shadiq, karena jika lahir anak kelima dari anak-anaknya (ash-Shadiq) yang bernama Jafar dan mengaku sebagai imam secara dusta dan membuat kebohongan atas nama Allah, dia di sisi Allah adalah Jafar al-kadz-dzab. (Jala al-Uyun, Al-Majlisi, hal 348). Yang mereka maksud dengan Jafar al-kadz-dzab adalah putra imam yang suci salah satu imam mashum bagi Syiah. Jafar al-kadz-dzab berdasarkan klaim mereka adalah saudara kandung imam ghaib, Muhammad al-Hasan al-Ashari (al-Mahdi, imam kedua belas). Sebagaimana mereka berkata tentangnya: Dia pelaku maksiat secara terang-terangan, fasik, rusak, pemabuk berat, tokoh paling rendah yang pernah aku lihat dan yang paling menghina diri sendiri, tak bernilai dan tak berharga! (Jala al-Uyun, Al-Majlisi, hal 348). Setelah ini semua apakah Syiah pecinta ahlul bait?! Sesungguhnya ahlul bait lebih mulia dan lebih suci dari pada bangkai-bangkai seperti mereka itu! Yang anjing pun tidak akan sudi mengendusnya!!

Mengapa Mereka Menyerang Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab?


Oleh: Ganna Pryadha Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Sejak awal kemunculannya, dakwah yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab senantiasa mendapatkan serangan menohok dan selalu berhadapan dengan musuh-musuh keji, baik dari pihak penguasa, kalangan yang mengklaim berafiliasi kepada ilmu (baca: ulama jahat), kelompok-kelompok sesat, ataupun orang-orang kafir. Beragam metode dan konsep diterapkan mereka guna membendung dakwah Ahlussunnah yang dikembangkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Mulai dari penulisan dan pendistribusian buku-buku yang menyerang dakwah salafiyyah reformis itu, semisal buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi yang ditulis oleh Syaikh Idahram (Marhadi Muhayyar); lalu agitasi, provokasi, dan intimidasi para penguasa kafir terhadap para pengikut dakwah Syaikh Ibnu Abdul Wahhab, dan bahkan dengan kekerasan fisik (senjata). Bahkan musuh-musuh itu tidak segan-segan memberikan stigma negatif-ofensif kepada dakwah yang mengajak manusia untuk bertauhid secara lurus dan purfikatif itu. Mereka mencap para pengikut dakwah Syaikh yang tumbuh-besar di Nejed itu sebagai teroris, ekstremis, radikalis, kelompok eksklusif, dan sederet terminologi buruk lainnya. Mereka mengistilahkan Wahhabi untuk setiap pengikut dakwah Syaikh. Para pengikut dakwah tauhid disebut sebagai orang-orang yang melanggar tradisi dan kepercayaan, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Quran Al-Karim dan hadits-hadits shahih. ...Fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi sejoli bagi julukan Wahhabi. Semua tak sesuai dengan realitanya... Fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi sejoli bagi julukan Wahhabi. Tak ayal, yang lahir adalah citra buruk dan keji tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang tak sesuai dengan realitanya. Sehingga istilah Wahhabi nyaris menjadi momok dan monster yang mengerikan bagi umat. Fenomena timpang ini, menuntut kaum muslimin untuk jeli dalam menerima informasi. Terlebih ketika narasumbernya adalah orang kafir, munafik, atau para pelaku bidah. Mengomentari serangan seperti itu, di dalam Majmuah Muallafat Asy-Syaikh Muhammad ibni Abdil Wahhab (26/5), Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menceritakan, Tatkala aku muncul ke permukaan untuk membenarkan dakwah Rasulullah, orang-orang mencaciku dengan keji. Mereka mengira bahwa aku telah mengafirkan semua orang Islam dan menganggap halal harta-harta mereka. Dalam surat korespondensinya kepada As-Suwaidi seorang ulama asal Irak sebagai jawaban atas surat As-Suwaidi kepadanya, Syaikh Ibnu Abdul Wahhab mengutarakan kebencian dan fitnah dusta yang dilayangkan musuh-musuh mereka. Syaikh berkata: Bermacam-macam tuduhan telah dilontarkan kepada kami, fitnah pun makin menjadi-jadi, mereka mengerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dari kalangan iblis untuk menyerang kami. Dan di antara kebohongan yang mereka sebarkan, adalah tuduhan bahwa aku mengkafirkan seluruh kaum muslimin kecuali pengikutku, dan menikah dengan mereka hukumnya tidak sah. Untuk menukil tuduhan tersebut saja orang yang berakal merasa malu,

apalagi untuk mempercayainya. Bagaimana mungkin orang yang berakal memiliki keyakinan seperti itu? Apakah mungkin seorang muslim meyakini keyakinan demikian? Aku berlepas diri dari tuduhan itu. Tuduhan itu tidaklah dilontarkan melainkan dari orang yang tidak waras dan linglung. Semoga Allah Taala memerangi orang-orang yang bermaksud jelek. (Kitab AdDurar As-Saniyyah, I/80) Jika kita meneliti kitab-kitab dan tulisan-tulisan yang menyerang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya, maka kita bisa mendapatkan fakta bahwa kebanyakan mereka berasal dari kelompok Syiah Rafidhah, kelompok Sufi ekstrim, kaum sekular-liberalis, orang-orang kafir, Para ulama su yang memandang kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran, dan yang lainnya. Kelompok Syiah Rafidhah melancarkan serangan kepada dakwah Syaikh Ibnu Abdul Wahhab demi membela akidah dan imam-imam mereka. Akidah Syiah menyatakan bahwa kelompok Ahlussunnah telah murtad dari Islam, dikarenakan tidak mendahulukan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khatthab. Tak aneh jika Syiah sampai menyatakan halal atas darah dan harta Ahlussunnah. Dalam akidah Syiah, mencaci dan menghina sahabat mempunyai keutamaan besar, sehingga termasuk tindakan yang diganjar hadiah surga. Kebencian Syiah kepada para sahabat Nabi Muhammad, khususnya Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, dan lainnya sungguh mengurat-akar. Tidak sedikit ulama Ahlussunnah yang membantah ajaran-ajaran sesat Syiah melalui kitab-kitab dan tulisan-tulisan. Termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Melalui Risalah fi Ar-Radd ala Ar-Rafidhah (Risalah untuk Membantah Syiah Rafidhah), Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah sejumlah prinsip dan ajaran Syiah melalui argumentasi singkat dan dalil-dalil yang meyakinkan. Belum lagi kemarahan mereka semakin menghebat, karena para ksatria dakwah tauhid telah menghancurkan bangunan kubah di atas kuburan Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala. Semua ini mendorong mereka untuk memusuhi dakwah tauhid, dan menebarkan kedustaan-kedustaan tentangnya. Pun demikian dengan golongan Sufi yang melakukan hal-hal bidah dalam agama. Prinsipprinsip kelompok tasawuf banyak bertentangan dengan ajaran Islam sesuai pemahaman Rasulullah dan para sahabat beliau. Sehingga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta para muridnya merasa perlu untuk meluruskan pemikiran kelompok Sufi dengan hujjah-hujjah yang gamblang dan tegas. Satu persatu syubhat dan kerancuan kaum Sufi pun terbantahkan. Seluruh bidah dan amalan-amalan keagamaan yang bernuansa kesyirikan dan bertentangan dengan Sunnah Rasulullah lambat-laun menghilang dari bumi Najed dan Hijaz. Tak pelak lagi, hal tersebut membuat murka kalangan Sufi, sehingga pengikut mereka semakin susut. Kemudian mereka menghalalkan segala cara untuk membendung dakwah tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sementara orang-orang sekular dan liberalis serta orang-orang yang mengaku reformismoderat sengaja menyerang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab demi mempreteli prinsip-prinsip syariat Islam, berlepas diri darinya, serta memarjinalkan Islam dari sendi-sendi kehidupan masyarakat demi kepuasan hedonistik dan kehidupan permisif. Ditambah lagi pihakpihak yang mencoba untuk memprovokasi orang-orang agar menyerang dakwah tauhid, dikarenakan prinsip-prinsip dakwahnya semisal jihad fi sabilillah dan al-wala wa al-barra (loyalitas dan anti-loyalitas dalam Islam) menghalangi syahwat keduniaan mereka. Sehingga mereka, misalnya, terhalang untuk bisa bermesraan dengan orang-orang kafir dan terhalang meraup keuntungan materialistik. Tujuan para pengusung akal adalah kehidupan dunia; makan

enak, tidur nyenyak, dan harta banyak, meskipun harus mengorbankan prinsip-prinsip akidah dan hukum-hukum syariat. Adapun permusuhan Barat kepada dakwah yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sudah jauh lebih lama menyeruak, sejak dakwah penuh keberkahan ini muncul. Jalal Abu Alrub, dalam Biography and Mission of Muhammad Ibn Abdul Wahhb, menyebutkan bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan Wahhabisme, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ulama di India yang memeluk dan menyokong dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Dalam situs Wikipedia disebutkan, imperialis Inggris yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala itu pun khawatir terhadap dampak buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdul Wahhab terhadap eksistensi mereka. Sebab Syaikh menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk syirik dan bidah, sedangkan Inggris justru mempertahankan hal-hal tersebut, karena di situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin kembali kepada tauhid dan meninggalkan semua bentuk syirik dan bidah, niscaya mereka akan angkat senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris memunculkan istilah Wahhabi dan merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan yang mereka lekatkan pada pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sehingga banyak dari kaum muslimin di negeri-negeri jajahan Inggris yang termakan hasutan tersebut dan serta merta membenci mereka. Hal demikian senada dengan analisa W.W Hunter dalam bukunya yang berjudul The Indian Musalmans. Dia mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim Wahhbi yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menulis, Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhabi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi (membangkitkan semangat) umat dengan atas nama jihad untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka. ...Barat begitu gigih menentang dakwahsalafiyah. Orang-orang Kristen Barat merupakan penganut trinitas dan melakukan kesyirikan kepada Allah... Tidaklah mengherankan jika Barat begitu gigih menentang dakwah salafiyah ini. Orang-orang Kristen Barat merupakan penganut trinitas dan melakukan kesyirikan kepada Allah. Sedangkan dakwah yang dikomandoi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berdiri di atas prinsip pengesaan (tauhid) Allah SWT. Orang-orang Barat begitu menikmati hubungan mesra mereka dengan syahwat dunia, harta, tahta, dan wanita. Sementara dakwah tauhid menyeru orang-orang agar patuh kepada Allah, mau beribadah kepada-Nya tanpa dibarengi kemusyrikan, dan berpaling dari segala sesuatu selain-Nya. Secara definitif, Syaikh Abdul Aziz Abdul Latif menerangkan faktor-faktor pemicu pertentangan orang-orang awam terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang diringkas ke dalam poin-poin berikut: 1. Ketidaktahuan akan agama Islam secara komprehensif dan terstruktur, berkembangnya penyimpangan-penyimpangan akidah yang dianut kebanyakan orang Islam, sikap fanatik terhadap pendapat-pendapat ulama yang tidak memiliki pemahaman lurus tentang Islam, taklid buta, pemujaan terhadap kuburan, berhukum kepada thaghut (segala sesuatu yang disembah dan ditaati selain Allah), condong dan merasa nyaman bermesraan dengan orang-orang kafir. Semua fenomena di atas terlihat jelas dari kehidupan kaum muslimin kontemporer. Sementara

dakwah tauhid meniscayakan ketundukan kepada teks-teks wahyu dan penyembahan kepada Allah semata. Dakwah tauhid mengajarkan bahwa para ulama hanyalah sekadar sarana dan wasilah untuk memahami Islam. Jika para ulama itu menyimpang dari akidah yang benar, maka pendapat mereka tidak bisa diikuti. Islam menetapkan bahwa siapa saja yang menuhankan ulama atau penguasa dalam proses menghalalkan apa yang Allah haramkan, atau mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka para ulama dan penguasa itu tak ubahnya tuhan-tuhan selain Allah. Islam juga melarang umatnya untuk loyal kepada orang-orang kafir. Siapa saja muslim yang membantu mereka untuk menyerang kaum muslimin, maka sesungguhnya dia telah keluar dari Islam. Wajar jika dakwah tauhid yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini muncul, maka para ulama su (jahat) dan orang-orang awam beramai-ramai menentangnya. Ini mengingat, dakwah tauhid menyelisihi kebiasaan-kebiasaan syirik dan bidah yang biasa mereka lakukan. ...Segenap musuh beramai-ramai melakukan kedustaan atas nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Abdullah bin Suhaim menulis surat ke sejumlah ulama negeri muslim untuk memprovokasi mereka agar menentang dakwah Syaikh... 2. Faktor kedua yang memicu serangan bertubi-tubi kepada dakwah tauhid adalah stigma yang melekat pada dakwah dan tokoh-tokohnya. Tak terhitung lagi banyaknya distorsi, tuduhan dusta, dan kerancuan-kerancuan yang diarahkan musuh-musuh tauhid kepada dakwah dan tokohtokohnya. Segenap musuh beramai-ramai melakukan kedustaan atas nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sebagaimana dilakukan Abdullah bin Suhaim salah seorang musuh Syaikh Ibnu Abdul Wahhab. Dia menulis surat ke sejumlah ulama negeri muslim untuk memprovokasi mereka agar menentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Dalam surat yang ditulisnya terdapat berbagai kebohongan dan kedustaan. Tak heran jika kemudian orang-orang termakan hasutan dan kedustaan para ulama su itu, sehingga mereka dengan sukarela melancarkan serangan. 3. Pertikaian-pertikaian politik dan peperangan yang terjadi antara para pengikut dakwah tauhid dengan orang-orang Turki Utsmani, serta antara para pengikut dakwah tauhid dengan para penguasa. Pertikaian-pertikaian ini masih menyisakan bekas hingga saat ini. Di majalah AlManar, Muhammad Rasyid Ridha pernah menulis, Sesungguhnya penyebab munculnya tuduhan bahwa Wahhabiyah melakukan bidah dan kekafiran adalah murni karena persoalan politik an-sich, agar kaum muslimin yang telah menguasai daerah Hijaz menghindar darinya. Orang-orang Turki Utsmani merasa ketakutan bahwa kaum muslimin akan mendirikan sebuah Negara Arab. Sejatinya, apabila badai politik mereda, maka orang-orang Turki Utsmani tidak akan mengotak-atik para Wahhabis. ...Orang-orang yang mau bersikap adil akan mengetahui betapa istimewanya dakwah tauhid yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Istimewa dari segi pengambilan-pengambilan hukum, kemurnian akidah, dan keabsahan manhajnya... 4. Termasuk ke dalam faktor yang membuat musuh-musuh menentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah ketidaktahuan mereka tentang hakikat dakwah tauhid dan keengganan mereka untuk menelaah karya-karya dan tulisan-tulisan tokoh-tokoh dakwah tauhid. Disebabkan kedengkian dan sikap apriori, mereka enggan untuk mau meneliti karya-karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab atau tokoh-tokoh lainnya, secara fair dan dengan hati serta pikiran terbuka. Adakah dari mereka yang secara tulus mau menelaah kitab Ushul Al-Iman,

Al-Qawaid Al-Arbaah, Tsalatsah Ushul, Kitab At-Tauhid, Kasyfu Asy-Syubuhat, dan lain sebagainya? Jika memang mereka merasa keberatan dengan dakwah yang diusung Syaikh, maka silahkan kritisi dan bantah dengan dalil-dalil yang kuat dan mutabar (kredibel). Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Quran, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya. Mayoritas intelektual dan ulama mengetahui dakwah yang diusung Syaikh Ibnu Abdul Wahhab melalui kitab-kitab dan tulisan-tulisan musuh-musuhnya. Sebagaimana dinyatakan sebuah ungkapan: Manusia selalu memusuhi sesuatu yang tidak diketahuinya. Bagi orang-orang yang mau bersikap adil, mereka akan mengetahui betapa istimewanya dakwah tauhid yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Istimewa dari segi pengambilanpengambilan hukum dan prinsip melalui sumber-sumber primer Islam yang purifikatif, kemurnian akidah, dan keabsahan manhajnya. Membela dakwah tauhid bukan sekadar membela para ulama dan tokohnya semata, namun juga membela prinsip-prinsip dan hukum-hukum Allah dan manhaj salafush-shalih. Akhirnya, semoga kita semua bisa mengambil manfaat dari upayaupaya ilmiah dan khazanah intelektual berharga yang diwariskan para ulama dan tokoh dakwah tauhid. Sebagaimana juga mengambil manfaat dari kehidupan dan pengalaman mereka. Wallahu Alam. [voa-islam.com]

MUI: Syi'ah di Madura Seperti Bom Waktu, Akidahnya Beda dengan Islam
SURABAYA (voa-islam.com) Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur, KH Abdusshomad Buchori menyebut peristiwa pembakaran mushalla dan rumah penganut Syiah di Dusun Nangkrenang, Sampang, Madura, Jawa Timur sebagai bom waktu yang telah meledak. Karenanya, MUI Jatim menyarankan agar pengikut kelompok itu dilokalisir atau dipindahkan ke tempat khusus. Selain untuk menghindari konflik berkepanjangan, juga karena kelompok itu mempunyai keyakinan berbeda yang mudah menyulut kemarahan warga. Konflik itu akan terus terjadi, jalan keluarnya kelompok itu harus dipindah, kata KH Abdusshomad Buchori, Kamis (29/12/2011). Menurutnya, sudah sejak lama warga Madura menginginkan agar penganut Syiah hijrah, tidak berdiam di sana. Mengembangkan Syiah di Madura memang berat dibandingkan dengan daerah lain. Sebab, mayoritas warga tidak menyetujuinya, katanya. Selama Syiah masih ada di Sampang, kata Abdusshomad, maka akan terus menimbulkan masalah. Sebaiknya, Syiah yang tahu diri, imbuhnya. KH Abdusshomad menuturkan, faham Syiah di Indonesia tidak berkembang besar. Sebab, katanya, kalau Syiah kuat ada kemungkinan akan merebut kekuasaan. Kekuasaan, ditambahkannya, memang menjadi program dan faham Syiah di seluruh dunia. Seperti yang

terjadi di Iran. Di sana Syiah dan Sunni sama-sama besar sehingga sering terjadi konflik, urainya. Sebelumnya, MUI Jatim telah mengeluarkan saran kepada pemerintah dan masyarakat agar mewaspadai keberadaan Syiah. Sebaiknya penganut Syiah dilokalisir saja. Tidak bermasyarakat dengan warga lain yang berfaham beda. Dan ini menjadi tugas pemerintah, tegasnya. Terhadap aksi pembakaran, MUI Jatim menginstruksikan MUI Sampang turun ke lokasi peristiwa mengupayakan suasana kondusif. Perwakilan MUI Jatim yang rumahnya di Madura juga diperintahkan meninjau lokasi guna ikut meredam provokasi yang mungkin akan muncul kembali. Dari sisi ajaran, urai KH Abdusshomad, Islam dan Syiah memiliki banyak perbedaan, di antaranya sistem ibadah yang tidak sama, doktrin nikah mutah (kawin kontrak), azan dan iqamat yang ditambah. Azan mereka itu ditambahi dengan kalimat hayya ala khoiril amal, asyhadu anna aliyyan waliyullah dan asyhadu anna aliyyan hujjatullah. Bagi masyarakat non Syiah, sudah tentu ini melenceng, ujarnya. Aliran Syiah juga ada bermacam-macam. Mulai yang ekstrim, sampai yang hampir menyerupai Sunni. Di Jatim, mereka tersebar di Bangil, Pasuruan, Bondowoso, Madura, dan beberapa di daerah timur Jatim.

Fatwa MUI Nyatakan Syi'ah Sesat!!


Sebagaimana pernah diberitakan voa-islam.com, sejak tahun 1984 MUI Pusat telah memfatwa Syiah sebagai sekte sesat. Inilah kutipan fatwa MUI Pusat yang menyatakan kesesatan Syiah: FATWA MUI TENTANG SYIAH Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H/Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syiah sebagai berikut: Faham Syiah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaanperbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamaah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia. Perbedaan itu di antaranya : 1. Syiah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu musthalah hadits. 2. Syiah memandang Imam itu ma sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan). 3. Syiah tidak mengakui Ijma tanpa adanya Imam, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama ah mengakui Ijma tanpa mensyaratkan ikut sertanya Imam. 4. Syiah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jamaah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi dakwah dan kepentingan umat. 5.Syiah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Ibnul Khatthab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah mengakui keempat Khulafa Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).

Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syiah dan Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang Imamah (pemerintahan), Majelis Ulama Indonesia mengimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jamaah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syiah. Ditetapkan di Jakarta, 7 Maret 1984 M (4 Jumadil Akhir 1404 H) Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML Ketua H. Musytari Yusuf, LA Sekretaris Sejak dirilis tahun 1984 hingga saat ini, Fatwa MUI tentang kesesatan Syiah itu belum pernah diamandemen apalagi dicabut. [taz/dbs] Baca artikel terkait:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Bukti Kekufuran Syi'ah terhadap Al-Qur'an. Kebencian dan Permusuhan Syi'ah Terhadap Ahlus Sunnah. Umat Islam Indonesia Sepakat Tolak dan Bubarkan Sekte Sesat Syi'ah. Pernyataan Sikap Umat Islam Indonesia tentang Bahaya Syi'ah (Kutipan Lengkap). Mempertanyakan Infiltrasi Yahudi dan Kristen Dalam Doktrin Syi'ah. Akibat Nikah Mut'ah, Wanita Syi'ah Mengidap Gonore. MUI: Syi'ah di Madura Seperti Bom Waktu, Akidahnya Beda dengan Islam. Provokatif & Tak Tahu Diri, Pusat Sekte Syi'ah Sampang Dibakar Oreng Madure

Habib Zein: Said Aqil Lebih Jelek dan Lebih Berbahaya daripada Syi'ah
JAKARTA (voa-islam.com) Bela sekte Syiah sebagai aliran tak sesat, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj dituding ulama Jatim sebagai makhluk yang lebih jelek dan lebih berbahaya daripada Syiah. Hal itu diungkapkan Ketua bidang Organisasi Albayyinat, Habib Achmad Zein Alkaf, menanggapi pernyataan Said Aqil bahwa Syiah bukan aliran sesat. Bagi kami Albayyinat kalau ada seorang yang mengaku Sunni tapi dia justru membela Syiah, maka bagi kami dia lebih jelek dan lebih berbahaya dari pada Syiah, tegas Habib yang juga A'wan Syuriyah Pimpinan Wilayah NU (PWNU) Jatim itu. Secara terang-terangan, Habib Zein mendukung pernyataan Menteri Agama Suryadarma Ali bahwa Syiah adalah aliran sesat. Dalam masalah ini kami Albayyinat mendukung Menteri

Agama Suryadarma Ali, dan kami berada di belakang Menteri Agama dalam menghadapi Said Agil Siraj, tegas Habib Zein yang juga Anggota Komisi Fatwa MUI Jatim itu. Habib yang sudah menulis belasan buku tentang kesesatan Syiah itu menengarai, saat ini banyak tokoh membela Syiah demi mendapat gelontoran dana dari Syiah. Para tokoh itu mati-matian membela Syiah dari fatwa sesat, karena fatwa sesat ini bisa mengentikan dana upeti dari Iran. Bagi orang-orang yang sudah diberangus oleh Syiah atau dibeli oleh Syiah, Fatwa Syiah sesat tersebut akan merugikan pribadinya yang biasa menerima upeti dari Syiah, tegas Habib Zein. Apabila Syiah sampai dilarang di Indonesia, maka gelontoran dana dari Iran akan berhenti. Itulah sebabnya mereka mati matian membela Syiah, tandasnya. [taz, ahmed widad]

Ulama Jatim Juluki Said Aqil ''Pengecut & Pendusta Pembela Syi'ah''
JAKARTA (voa-islam.com) Lantang bicara di media untuk membela Syiah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj dituding sebagai pemimpin pengecut. Karena hal yang sama tidak berani dipertanggungjawabkan di hadapan para ulama NU. A'wan Syuriyah Pimpinan Wilayah NU (PWNU) Jatim, Habib Achmad Zein Alkaf menyebut Said Aqil sebagai seorang pengecut. Pasalnya, sebelumnya, rombongan ulama dari Jawa Timur bertandang ke PBNU di Jakarta untuk menemui Said Aqil guna menyampaikan Fatwa MUI Jatim bahwa Syiah adalah sekte sesat. Namun Said tak berani menemui para ulama Jatim dengan alasan jalanan macet. Bagi kami yang berada dalam rombongan ulama dari Jatim yang ke Jakarta baru baru ini, kami menilai Said Agil Siraj adalah seorang pengecut. Terbukti ketika Ulama Jatim ke PBNU membawa Fatwa MUI Jatim bahwa Syiah sesat, maka dia tidak berani menghadapi para ulama dengan alasan macet di jalan, ujarnya kepada voa-islam.com, Jumat sore (27/1/2012). Menurut Ketua bidang Organisasi Albayyinat itu, alasan macet di jalan yang dikemukakan Said Aqil untuk tidak hadir dalam pertemuan dengan para ulama Jatim, dinilai sebagai alasan yang mengada-ada untuk menutupi kepengecutannya. Acara tersebut sudah dijadwalkan sebelumnya, dan terbukti semua pengurus PBNU hadir, tegas Habib Zein yang juga Anggota Komisi Fatwa MUI Jatim itu. Terkait pembelaan Said Aqil terhadap Syi'ah dengan mengatasnamakan para ulama itu, ulama Jatim menantng Said Aqil agar berani mempertanggungjawabkan secara ilmiah dalaf forum debat terbuka dengan ulama Jatim. "Kami Albayyinat siap berdialog dengan Said agil siraj mengenai kesesatan Syiah. Dan dia telah berdusta atas nama Ibnu Khazm dan para ulama di Timur tengah," pungkas Habib yang sudah menulis belasan buku tentang kesesatan Syiah.

Beberapa karya ilmiah Habib Zein Alkaf di antaranya: Mengenal Syiah, Export Revolusi Syiah Ke Indonesia, Dialog Apa Dan Siapa Syiah, Fatawa Para Imam Dan Ulama Tentang Syiah, Tragedi Karbala, Aqidah Ahlussunnah Adalah Aqidah Ahlul Bait, Asyura, Fathimah AtThohiroh RA, Al-Hasan dan Al-Husin RA, Imamah Dan Khilafah, Ummunaa Fathimah RA wa Ahlul Kisa, Ali bin Abi Thalib wa Ahlul Kisa', Al-Firqah An-Najiah, dan masih banyak lagi. [taz, ahmed widad]

Sikapi Natal dengan Dakwah & Toleransi, Bukan dengan Faham Pluralisme
Oleh: Herman anas Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah guluk-guluk Sumenep
Perayaan Natal sungguh wah dan gemerlap, dengan pohon-pohon cemara digantungkan hiasanhiasan, kerlap-kerlip lampu dan hadiah-hadiah di dalamnya. Malamnya, tepat pukul 24.00 dilakukan misa (kebaktian). Rumah, toko, plasa, gedung, dan kantor penuh dengan hiasan cemara. Acara-acara televisi marak oleh nuansa Natal. Instansi-instansi pun juga tidak ketinggalan untuk turut merayakannya. Begitu semaraknya perayaan tersebut seolah membawa kesan: Pertama, perayaan Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember adalah sebuah ritus yang berlandaskan nilai kebenaran. Kedua, seolah-olah mayoritas penduduk negeri ini adalah kaum Nasrani, padahal secara statistik, jumlah mereka tidak lebih dari 15%. Ketiga, sebagai simbol yang membanggakan bagi orang yang merayakannya atau yang menyambut perayaan Natal. Natal (dari bahasa Portugis yang berarti "kelahiran") adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari. Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agamaagama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi "kelompok" yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum liberal maupun konservatif. (Wikipedia.com) Seringkali ritual natal dikaitkan dengan toleransi. Banyak kaum Nasrani mengucapkan selamat Idul Fitri atau Idul Adha pada hari raya kaum muslimin. Mungkin kita sendiri pernah dan seringkali mendapatkan ucapan selamat tersebut dari teman non muslim. Kemudian pada saat perayaan natal, bagaimana seharusnya sikap kaum muslimin?

Antara Toleransi dan Mendakwahi Ada dua pandangan yang sudah diadopsi: Pertama, Sebagian mengatakan bahwa mengucapkan selamat natal sah-sah saja dengan alasan toleransi asalkan tidak membenarkan perbuatan tersebut dalam hati. Kedua, Sebagian mengatakan bahwa mengucapkan selamat natal hukumnya haram karena natal adalah perayaan kelahiran Yesus menjadi Tuhan. Jadi tidak ada toleransi karena masalah akidah. Berkaitan dengan pendapat pertama yang menyatakan boleh untuk mengucapkan selamat natal. Sekali lagi bahwa di dalam Islam perbuatan harus terikat dengan hukum syara ( ) dan tujuan baik tidak menghalalkan segala cara ( ) ) meskipun mungkin banyak mengatakan apa susahnya sih hanya mengatakan selamat natal? Kisah Bilal bin Rabah cukup membuat umat Islam kagum dan tidak mudah mengucapkan yang tidak sesuai dengan keyakinannya karena meskipun disiksa tidak mengubah lisannya untuk mengucapkan ahad, ahad dan ahad. Bila dibandingkan dengan muslim saat ini dengan mudahnya mereka mengatakan selamat natal yang tentunya hal ini bertentangan dengan ahad yang diucapkan oleh sahabat Bilal. Padahal seperti kasus sahabat Bilal dibolehkan di dalam islam untuk berbohong karena sangat pedihnya siksaan. Sedangkan pada saat ini tidak ada siksaan apapun hanya dengan alasan toleransi mereka mengatakan selamat kepada orang kafir. Natal adalah perayaan orang Nasrani yang mana meyakini Yesus sebagai Tuhannya. Hal ini jelas masalah akidah mereka bukan masalah kemanusiaan. Islam sudah jelas mengatakan ( )bagimu agamamu dan bagiku agamaku. di sini maksudnya akidah (keimanan) dan syariah (hukum islam atau ajaran islam). Jadi toleransi (( mengakui bahwa ada agama lain selain islam tapi tidak sampai meyakini kebenarannya ataupun mengucapkan selamat. Islam dan Pluralitas Islam mengakui pluralitas (keberagaman) tapi tidak dengan pluralisme (menyamakan semua agama) sebagaimana dalam Al-Quran Al-Hujurat ayat 13 : . , Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal Menganggap semua agama sama (karena sama-sama mengajak pada kebaikan), berarti sama saja dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad melakukan hal yang sia-sia di dalam berdakwah karena beliau mengajak orang-orang kafir penyembah berhala, yahudi dan nashrani masuk islam. Padahal nabi bersabda termasuk sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat .() Memang dalam masalah akhlak semua agama mengajak kebaikan tapi akhlak islam berbeda dengan orang kafir. Misal, orang berbuat jujur di dalam islam bukan hanya karena melihat jujur perbuatan baik, disenangi banyak orang akan tetapi jujur mereka karena memang Allah memerintahkan bahwa umat Islam wajib jujur. Sikap jujur seperti ini akan abadi karena perintah Allah tetapi kalau jujurnya karena manusia maka bisa saja berubah tidak jujur karena sekarang ada istilah terlalu jujur hancur dan tidak cepat kaya. Jadi, orang yang jujur

karena ingin disenangi teman bukanlah akhlak islam dan tidak akan mendapat pahala di sisi Allah. Jadi Islam mengakui adanya keberagaman warna kulit, kabilah-kabilah, bangsa-bangsa dan sukusuku. Makanya dalam pernikahan masalah kufu tidak disyaratkan misalnya harus satu bangsa, warna kulit dan kabilah namun yang disyaratkan adalah kufu secara agama (.) Islam tidak perlu belajar lagi masalah pluralitas karena dulu sudah mengayomi perbedaan agama, kabilah, suku dan warna kulit. Terbukti pada zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz mereka mencapai kemakmuran yang luar biasa sehingga orang-orang Afrika hartanya mencapai nishab semua. Hal tersebut karena pemimpin Islam tidak ada diskriminasi antara orang kafir dan muslim di depan hakim. Syariat Islam saling terkait antara yang satu dengan yang lain dan tidak bertentangan. Misal syariat menikah yang berkaitan erat dengan masalah nasab dan kewajiban menafkahi. Nasab dan kewajiban menafkahi tersebut tidak akan terlaksana kalau tidak ada pernikahan maka segala hal yang menyebabkan rusaknya nasab dan tidak jelasnya kewajiban menafkahi adalah dilarang. Jadi satu syariat ditinggalkan maka berakibat syariat yang lain tidak bisa atau sulit dilaksanakan. Begitupun juga kaum muslimin diwajibkan untuk berdakwah yakni fardhu kifayah. Bagaimana cara mengajak kaum muslimin terhadap orang kafir sedangkan mereka sudah mengucapkan selamat? Hadits yang menerangkan tentang nabi menghormati jenazah orang kafir sangat tidak tepat digunakan dalih sebagai toleransi dalam masalah akidah. Hadits tersebut diriwayatkan dari Qais bin Saad RA. dan Sahal bin Hunaif RA.: Dari Ibnu Abu Laila bahwa ketika Qais bin Saad RA. dan Sahal bin Hunaif RA. sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya: Jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat (yakni orang kafir). Mereka berdua berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah dilewati iringan jenazah, lalu beliau berdiri. Ketika dikatakan: Jenazah itu Yahudi, Rasulullah saw. bersabda: Bukankah ia juga manusia?. (Shahih Muslim No.1596) Dari hadits ini jelas bahwa Nabi Muhammad Saw menghormati orang tersebut sebagai manusia bukan membenarkan terhadap ritual keyakinannya. Jadi, baik jenazah tersebut orang kafir ataupun orang Islam diwajibkan umat Islam untuk menghormati. Hal ini sangat berbeda faktanya dengan natal yang merayakan kelahiran Yesus sebagai Tuhan. Khatimah Cukuplah Nabi Muhammad sebagai contoh untuk kita, meskipun diiming-iming kaum kuffar dengan tawaran harta, takhta dan wanita supaya berhenti mendakwahi mereka tapi nabi tidak berkenan karena semua agama tidak sama (Tidak Ada Pluralisme). Toleransi sudah di contohkan dengan dilarangnya menghancurkannya tempat ibadah-ibadah mereka ketika perang, dimenangkannya orang Yahudi saat berperkara dengan khalifah Ali bin Abi Thalib masalah baju perang. Padahal baju tersebut benar-benar milik khalifah tapi karena tidak bisa mendatangkan saksi, meskipun seorang khalifah tetap kalah sama orang Yahudi (Islam Mengakui Pluralitas). Wallahu Alam Bisshowab

Pesta Tahun Baru Masehi, Rayakan Kebodohan dan Kekafiran


Perayaan tahun baru Masehi biasanya dirayakan sangat meriah: meniup terompet dan menyalakan kembang api pada saat detik jarum jam tepat di angka 12 atau pada jam digital menunjukkan kombinasi angka 00.00. Tahun Masehi sebenarnya berhubungan dengan keyakinan agama Kristen. Masehi adalah nama lain dari Isa Al-Masih (Yesus Kristus). Dengan demikian bisa dimaknai bahwa merayakan tahun baru Masehi adalah merayakan tahun kelahiran Yesus. Padahal telah disebutkan sebelumnya, bahwa tahun 1 Masehi yang disandarkan kepada hari kelahiran Yesus adalah tindakan yang salah kaprah. Jadi, merayakan tahun baru Masehi sejatinya adalah merayakan kesalahkaprahan dan ketidaktahuan. Selain itu, perayaan tahun baru Masehi adalah tindakan konyol untuk melestarikan ritual pagan, disadari atau tidak. Karena pesta ulang tahun baru adalah tindakan kaum paganis Romawi untuk memuja Dewa Janus, dewa penjaga pintu gerbang yang digambarkan bermuka, yang satu selalu tersenyum menghadap ke depan, dan yang lain menghadap ke belakang dengan muka muram. Ada juga yang menyambut Natal dan tahun baru Masehi dengan berkirim ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru (Merry Christmas and Happy New Year). Sikap ini lebih konyol lagi. Di samping salah kaprah tentang tahun baru Masehi yang terkontaminasi tradisi paganis Romawi, juga mengandung dosa pelecehan kepada Nabi Isa AS (Yesus Kristus). Karena tanggal 25 Desember itu bukan hari kelahiran Yesus, tapi hari Natal dua dewa terkemuka pada masa purba, yaitu Dewa Matahari bangsa Roma yang dikenal dengan perayaan Solis Invictus (matahari yang tak terkalahkan) dan Dewa Mithras (dewa matahari kebenaran dan kebijakan). Untuk menyesuaikan dengan hari perayaan penyembahan berhala yang populer pada saat itu itu, para misionaris Kristen mengadopsi perayaan Natal Dewa Matahari dan Dewa Mitra tanggal 25 Desember sebagai Natal Yesus. Inilah misi kristenisasi agar para paganis beralih menjadi penganut Kristen. Karena sudah terlanjur jadi tradisi Kristen, maka tanpa malu-malu, sejak abad ke-4 Masehi Gereja Katolik mencaplok 25 Desember sebagai Natal Yesus Kristus. Dengan demikian, orang yang merayakan Natal maupun mengucapkan selamat Natal atas hari ulang tahun kelahiran Yesus tanggal 25 Desember adalah tindakan yang melecehkan kewibawaan Yesus. Sebagai nabi utusan Allah, bisa dipastikan Yesus akan marah besar jika hari kelahirannya disamakan dengan hari kelahiran dewa kafir. Subhanallah amma yashifuun. [A Ahmad Hizbullah/suaramuslim] Promosikan produk anda voa-islam.com h

Anggapan Akidah Sunni Sama dengan Syiah, Sangat Rancu & Menyesatkan
Jakarta (Voa-Islam) - Sesungguhnya, akidah kita umat Islam tidak sama dengan akidah Syiah. Jelas, Syiah itu merupakan induk kesesatan. Jadi anggapan akidah Sunni sama dengan akidah Syiah adalah sebuah kerancuan yang luar biasa. Ini penipuan yang nyata. Meski kelak suatu saat, ada kerja sama antara umat Islam dengan kalangan Syiah di dalam memerangi kemiskinan dan keterbelakangan, bukan berarti akidahnya sama, ujar Ustadz Hartono Ahmad Jaiz dalam situsnya Nahi Munkar. Seorang tokoh NU sendiri, seperti KH Irfan Zidny MA (almarhum), pernah merasa gusar terhadap sikap sejumlah intelektual dan ulama yang memposisikan Syiah sama saja dengan Sunni, padahal mereka itu tidak tahu banyak soal Syiah. Perbedaan akidah itu jelas, jika menyimak doktrin tentang Tahrif al Quran yang dimunculkan syiah untuk mendukung konsep Imamah, maka akan didapati hampir seluruh ayat-ayat Al Quran ditakwilkan untuk mendukung kekhilafahan Ali bin Abu Thalib ra, seperti dalam QS Al Maidah : 55 dan 67. Bahkan untuk tujuan tersebut, mereka tidak segan-segannya untuk menambah ayat ayat di dalam Al Quran. Sehingga muncullah doktrin-doktrin di bawah ini : Al Quran yang sebenarnya terdiri dari 17.000 ayat. Yang bisa mengumpulkan dan menghafal al Quran persis seperti apa yang diturunkan oleh Allah hanyalah para imam. Mereka mempunyai Mushaf Fatimah, yang tebalnya tiga kali lipat dari al Quran yang dipegang kaum muslimin sekarang, dan tidak ada satu hurufpun yang ada dengan al Quran sekarang. Tentunya, masih banyak doktrin-doktrin Syiah yang bertentangan dengan aqidah umat Islam, bahkan doktrin-doktrin tersebut bisa mengganggu keamanan masyarakat, karena berujung pada revolusi berdarah untuk merebut kekuasaan. Oleh karenanya, umat Islam harus selalu waspada dengan gerakan-gerakan seperti ini, agar peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau seperti pembantaian umat Islam secara masal yang terjadi di Baghdad pada masa Khilafah Abbasiyah.

Kemudian terulang kembali di saat jatuhnya Saddam Husain, begitu juga sabotase berdarah yang terjadi di Mekkah al Mukarramah yang diikuti dengan pencurian Hajar Aswad, konflik berdarah yang tidak kunjung selesai yang terjadi di Pakistan, Yaman, dan Bahrain serta peristiwa peristiwa lainnya, agar semua itu bisa dihindari khususnya di negara Indonesia yang mayoritas umat Islamnya bermadzhab Ahlus Sunah. Sebenarnya orang yang mengatakan Al Quran Syi`ah tidak ada bedanya dengan Al Quran Sunni, dakwaan dan perkataan ini adalah usaha untuk mendekatkan antara syi`ah dan sunni. Akan tetapi bagi siapa yang mengetahui hakikat ajaran syi`ah, maka ia akan mengetahui bahwa usaha itu tidak mungkin. Al Qurannya saja sudah berbeda apalagi yang lain. Maka janganlah kita terpikau oleh rayuan Syi`ah yang mengakatakan kita harus bersatu dan harus bersaudara, karena kita tidak akan bisa bersatu dengan mereka bagaikan air dengan minyak. (Desastian/dbs)

Benarkah Syiah Indonesia Tak Merisaukan? (Tanggapan terhadap Rektor IAIN Sunan Ampel)
Oleh: Kholili Hasib, M.A Alumnus Program Pasca Sarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor Ponorogo Beberapa kalangan menyebut penganut Syiah di Indonesia berbeda dengan di Iran dan Irak. Salah satu di antaranya Prof. Dr. Nur Syam, Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya, di harian Surya, Sabtu (31/12/2011) mengatakan bahwa Syiah di Indonesia telah mengindonesia. Syiah telah beradaptasi dengan kultur Indoensia, sehingga Syiah Indonesia tidak perlu dirisaukan. Benarkah demikian? Dalam konteks ini, menarik jika kita membaca hasil penelitian disertasi Prof. Dr. Mohammad Baharun, M.Ag di IAIN Surabaya tentang karakter Syiah Indonesia. Menurut Rektor Universitas Nasional Pasim Bandung ini, Syiah di Indonesia itu tidak monolitik. Meski begitu, penelitian Prof. Baharun selama bertahun-tahun itu menyimpulkan, bahwa mereka disatukan oleh satu doktrin esensial, yakni doktrin Imamah. Ternyata, faktor perbedaan karakter Syiah di Indonesia itu bukan karena budaya, kultur keindonesiaan. Akan tetapi, tingkat pemahaman penganut Syiah terhadap doktrin Imamah itu yang melahirkan tipologi yang berbeda. Adapun faktor budaya dan kultur Indonesia hanya mewarnai kulitnya saja, tidak sampai kepada mengubah pandangan akidah, atau doktrin-doktrin utamanya. Kesimpulannya, pada dasarnya Syiah di Indonesia itu menurut Prof. Baharun sama dengan Syiah di Iran yakni Syiah Istna Asyariyah. Apalagi, penyebarannya dibawa oleh orang-orang Indonesia alumni Universitas Qom Iran. Doktrin Utama Akidah yang paling sentral dan sifatnya mutlak dalam Syiah Itsna Asyariyah adalah akidah Imamah. Mengimani dua belas Imam yang disebutnya mashum (bebas dari kesalahan), sebagaimana kemashuman para Nabi. Dalam pengertian Syiah, Imammah ini bukan seperti

Imamah dalam konsep Ahlus Sunnah wal Jamaah. Akan tetapi imamah adalah doktrin primer dalam ideologi dan teologi. Dalam pemahaman Ahlus Sunnah Imamah disebut pula khalifah, yaitu penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat sesudah Nabi SAW. Kata imam pun disebut dalam al-Quran dengan berbagai bentuk, selain berarti pemimpin juga bermakna lain, misalnya yang disebut dalam QS. Al-Ahqaf Imam bermakna al-Quran. Kata imam juga memiliki arti pemimpin pasukan dan pengatur kemaslahatan (QS. Al-Baqarah: 24). Imam dalam pengertian di sini bukan pemimpin pengganti Nabi SAW. Dalam hadis Nabi SAW, dapat ditemukan istilah-istilah imamah, khilafah, dan imarah yang semuanya bermakna pemimpin. Baik pemimpin shalat, atau pemimpin kenegaraan. seperti hadis Nabi SAW yang menyuruh Abu Bakar r.a mempimpin shalat ketika Nabi SAW sedang sakit. Dari Abdullah ia berkata: Ketika Rasulullah SAW wafat, maka kaum Anshar berkata: Sebaiknya dari kami dipilih seorang pemimpin dan dari kalian seorang pemimpin. Umar ra bertanya; Apakah kalian tidak tahu bahwa Rasulullah SAW memilih Abu Bakar untuk menjadi imam dalam shalat? Karena itu jika salah satu dari kalian yang lebih afdhal dari Abu Bakar, maka belakangilah (tinggalkan) Abu Bakar. Mereka menjawab: Kami berlindung dari Allah untuk membelakangi Abu Bakar. Bagi Syiah Imamiyah, memahami hadis-hadis doktrin imamah bukan saja harus bersumber dari Rasulullah SAW, namun juga dari para imam dua belas sebagai manusia-manusia suci (mashum). Kemutlakan imam sebagai pemimpin yang bebas dari dosa berimplikasi kepada konsep hadis. Ucapan-ucapan para imam disebut hadis. Seperti yang ditulis dalam al-Kafi Jilid I halaman 52 hadis no. 14: Abu Abdillah as (Imam Jafar al-Shadiq) berkata, bahwa hadisku adalah hadis ayahku (imam Muhammad al-Baqir), hadis ayahku adalah hadis kakekku (Imam Ali Zainal Abidin), hadis kakekku adalah hadis al-Husein (imam ke-3), hadis al-Husein adalah hadis al-Hasan (imam ke-2) dan hadis al-Hasan adalah Hadis Amir al-Muminin (Imam pertama), dan hadis Amir al-Muminin adalah hadis Rasulullah SAW sedang hadis Rasulullah SAW adalah firman Allah SWT. Kategorisasi dan parameter pengukuran hadis disebut shahih atau tidak juga berbeda dengan hadis dalam konsep Ahlus Sunnah wal Jamaah. Menurut Syiah, hadis disebut shahih dengan syarat; Pertama, karena hadis itu diriwayatkan dari sumber yang dipercaya. Kedua, karena hadis itu sejalan dengan dalil lain yang bersifat pasti (qati) dan sejalan pula dengan konteks yang dipercaya. Dari pemahaman seperti ini (hadis Nabi identik dengan hadis para Imam), maka doktrin imamah dalam Syiah Itsna Asyariyah adalah satu keniscayaan. Dimananpun Syiah dua belas berada, pasti mengamalkan doktrin esensial ini. Saya pernah mengonfirmasi doktrin ini ke sejumlah orang-orang dan lembaga pendidikan Syiah di Jawa Timur. Mereka jujur meyakini bahwa perkataan Imam itu disebut hadis, dan katanya tidak mungkin salah. Perkataan imam menjadi hukum yang pasti. Dalam pandangan mereka, imamah itu penerus nubuwwah yang ditunjuk berdasarkan nash Ilahi, karena ucapan-ucapan para Imam itu adalah identik dengan hadis Nabi yang bersumber dari wahyu Allah SWT. Sejumlah kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah di daerah Jawa Timur menilai ajaran ini aneh. Seringkali perdebatan-perdebatan mewarnai di daerah ini. Menurut mereka ajaran aneh ini bertentangan dengan ajaran para pendahulu. Lebih menghawatirkan lagi jika perdebatan mereka sampai kepada debat tentang keadilan sahabat. Saya mendapat informasi dari beberapa orang di

Pasuruan, Jember dan Bondowoso, kalangan Sunni merasa gerah dengan ajaran Syiah yang merendah-rendahkan sahabat Abu Bakar, Umar dan Aisyah istri Rasulullah SAW. Sebelum isu bentrok Syiah merebak, ada pengikut Syiah yang terang-terangan mengucapkan penistaan. Bahkan penistaan blak-blakan ditulis aktivis Syiah di jejaring sosial. Pengikut Syiah memang ada yang terang-terangan ada pula yang mengajarkan secara tertutup untuk kalangan mereka sendiri. Ragam respon penganut Syiah itu juga dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka terhadap doktrin kemutlakan imamah. Model penghayatan terhadap akidah imamah yang bertingkat-tingkat itu melahirkan model perilaku pengikut Syiah yang berbeda pula. Selain itu pola adaptasi Syiah di tengah mayoritas Sunni juga mempengaruhi perilaku pengikut Syiah Imamiyah. Umumnya, Syiah enggan berterus terang kepada kelompok lain, kecuali kepada sesama ikhwan Syiah. Seperti dalam kesimpulan Prof. Dr. Mohammad Baharun dalam penelitian Syiah di Jawa Timur, bahwa lahirnya tipe-tipe Syiah itu tergantung seberapa banyak mereka menyerap doktrin imamah yang diajarkan. Ada tiga tipe yang ditemukan Prof. Baharun: 1. Syiah ideologis. Jamaah Syiah imamah ini dididik secara sistematis, intens, serius melalui program kaderisasi. Ada yang dikader melalui pesantren ada pula di lembaga pendidikan formal. Materi-materinya meliputi mantiq, filsafat dan akidah-akidah penopang seperti konsep imamah. Kader ini ini biasanya menjadi pengikut yang militant yang tidak saja memahami teologi namun sekaligus ideology yang bersumber dari imamah. Banyak dari kader tipe ini yang disekolahkan ke pusat Syiah di kota Qom Iran. 2. Syiah Su-Si. Jamaah Syiah model ini diperkenalkan melalui pengajian dan selebaran. Sasarannya biasanya para santri di pondok pesantren. Ada pula yang semula bersimpatik kepada Syiah. Model pendekatannya tidak terlalu intensif bahkan kadang setengah-setengah. Rata-rata mereka tidak memahami referensi-referensi penting Syiah. Pemahamannya setengah-setengah. Saya pernah menjumpai tipe ini di sebuah daerah di Pasuruan. Orang tersebut mengaku Sunni, akan tetapi ia juga mengikuti ritual-ritual yang diadakan oleh Syiah, seperti karbala, menghormati para dua belas Imam, dan mengkultuskan Khomeini. Ketika shalat orang itu mengikuti cara ala Sunni. Syiah sama saja, yang berbeda kulitnya. Maka saya ambil yang sekiranya baik dari Syiah dan Sunni, begitu alasan tipe Su-Si. Namun tetap orang tersebut mengimani dua belas Imam sebagai pemimpin pengganti Nabi SAW. Ada pula tipe ini adalah calon kader militan. Seperti sebuah tahapan untuk meningkat ke jenjang berikutnya. 3. Syiah Simpatisan. Biasanya mereka pemuda yang gemar pemikiran filsafat Syiah. Jamaah ini mengenal Syiah imamah melalui buku-buku, seminar yang diadakan di kampus-kampus dan pendekatan individual. Mereka juga mengagumi Revolusi Iran yang dipelopori Khomeini tahun 1979. Mereka memahami pemikiran aja. Mereka juga disebut Syiah pemikiran. Mereka bersifat lebih adaptif dengan Sunni tapi mereka elaboratif dalam memahami Syiah dua belas. Syiah Imamiyah di Indonesia khususnya di Jawa Timur pada dasarnya memiliki rujukanrujukan yang sama. Yang berbeda itu tingkat memahami rujukan-rujukan tersebut. Boleh jadi Syiah Simpatisan atau Syiah Su-Si meningkat menjadi Syiah Ideologis, setelah mereka memahami dan memasuki kader intensif. Syiah Ideologis yang militan pun bisa sangat adaptif, meski keyakinannya termasuk fundamental. Alasannya mereka itu untuk berdakwah lebih dekat dengan Sunni, sebagai sebuah strategi merekrut anggota.

Pola adaptif di tengah mayoritas Sunni di Indonesia dipraktikkan sejak awal dari strategi seoranttokoh senior Syiah di kota Bangil Pasuruan. Majalah AULA majalah milik Nahdlatul Ulama pada edisi November 1993 pernah menurunkan berita tentang strategi Syiah berdakwah di Indonesia. AULA mengutip sebuah surat rahasia dari seorang di Iran. Berikut sebagaian isi surat tersebut: Saya ucapkan terima kasih kepada tuan atas usulan yang benar terhadap saya dan sudah lama menjadi pemikiran saya. Yaitu sejak kemenangan Imam atas Syiah. Walaupun saya tangguhkan hal itu, namun saya tidak ragu sedikitpun tentang kebenaran Ahlul Bait dan bukan karena takut kepada orang-orang atau jika saya tinggalkan taqiyah maka bukan supaya dipuji orang-orang. Sama sekali tidak! Akan tetapi saya sekarang mempertimbangkan situasi disekitar saya. Fanatisme Sunni secara umum masih kuat. Untuk mendekatkan mereka (kaum Sunni), saya ingin nampak dengan membuka kedok, kemudian membela serangan ulama mereka yang Nawasib (anti Syiah) mereka akan mengatakan: Syii membela Syiah. Saya telah berhasil merangkul sejumlah ulama mereka yang lumayan banyaknya, sehingga mereka memahami jutaan madzhab Ahlul Bait atas lainnya. Saya anggap ini sebagai kemajuan dalam langkah-langkah perjuangan kita. Surat ini juga sempat menjadi berita heboh di Pasuruan dan membuka pikiran sejumlah orang. Banyak yang kemudian menyadari bahwa selama ini akidah Syiah diajarkan secara sembunyisembunyi. Beberapa ulama kemudian tertarik untuk mempelajari kitab-kitab rujukan Syiah yang asli, terutama kitab al-Kafi. Dari pendekatan pustaka ini banyak yang sudah mengenal apa dan bagaimana Syiah di Indonesia. Memang mengkaji Syiah secara proprosional haruslah dengan mendekati kepada litelaturlitelatur yang diajarkan oleh Syiah di Indonesia. Mengkaji Syiah dari pernyataan tokoh-tokoh Indonesia dipastikan tidak mampu mendapatkan hakikat yang sebenarnya. Sebab, mereka mengamalkan doktrin taqiyyah (pura-pura/menyembunyikan keyakinan) untuk mengelabuhi mayoritas sunni. Yang tepat, mempelajari kitab-kitab yang menjadi rujukan mereka. Tanpa itu, pengetahuan kita tentang Syiah remang-remang dan kabur. [voa-islam.com]

Bantahan Terhadap Hakim Agung Mukhtar Zamzami Soal Waris


Oleh: Badrul Tamam Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabba yang senantiasa kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan meminta ampun kepada-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari keburukan diri kita dan jeleknya amal perbuatan kita. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada

seorangpun yang sanggup menyesatkannya. Sebaliknya, siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tak seorangpun yang sanggup memberinya petunjuk. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, penyampai risalah, pembawa kebenaran, dan suri teladan dalam kehidupan berislam. Semoga shalawat dan salam juga dilimpahkan kepada keluarga, para sahabat, dan siapa yang mengikuti sunnah-sunnahnya hingga akhir zaman. Sejarah selalu berulang. Karenanya Al-Qur'an banyak membicarakan tentang kaum terdahulu. Sehingga kaum muslimin pintar dalam mengambil pelajaran.


"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan." (QS. Al-Hasyr: 2) Begitu juga sejarah kesesatan akan berulang. Hanya saja bentuknya sedikit berbeda. Jika dahulu Prof. DR. H. Munawir Sjadzali MA, dengan pemikirannya "Reaktualisasi Islam"-nya melakukan penggusuran hukum waris antara laki-laki dan perempuan dari dua banding satu (2:1) menjadi sama, satu banding satu (1:1). Maka sekarangpun muncul Dr. H. Mukhtar Zamzami, SH, MH, yang menganggap Pembagian Waris Sama Rata Tidak Masalah tulis pelitaonline.com, Rabu, 11 Januari 2012. Perbedaan alasan keduanya, kalau Munawir Sjadzali berangkatnya dari konsep "Reaktualisasi Islam" yang intinya melakukan pembaharuan pemikiran Islam dan sekaligus melakukan koreksi terhadap Al-Qur'an dan al-Sunnah. Munawir berpijak di atas QS. Al-Baqarah: 106 yang berbicara tentang nasikh dan mansukh. Berbeda dengan Mukhtar Zamzami, anggapannya terhadap pembagian waris sama rata tidak masalah berangkat dari teori justice as fairness (teori keadilan yang bertumpu pada kewajaran). Kesamaan keduanya, bahwa ketetapan sama rata antara laki-laki dan perempuan dalam pembagian warisan didasarkan pada rasa keadilan. Ini berarti menganggap bahwa hukum Allah di atas dianggap tidak adil. Guru kami, Ustadz Ahmad Husnan, pernah memberikan jawaban terhadap pemikiran semacam ini saat menanggapi nyelenehnya Munawir Sjadzali, saat itu menjabat Menteri Agama RI di zaman Orde Baru, yang "mengaktualkan" firman Allah Ta'ala:


"Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, bagi laki-laki itu (bagiannya) seperti dua anak perempuan." (QS. Al-Nisa': 11) Selanjutnya kami nukilkan bantahan Ustaz Ahmad Husnan dari salah satu buka karya beliau, "Ketetapan Allah tentang harta waris bagi anak laki-laki mendapat dua kali lipat dari bagian anak eprempuan yang terdapat dalam surat an-Nisa': 11, oleh [akar yang saat itu menjabat Menteri Agama, dirasakan tidak adil. Padahal Allah Mahaadil. Menurutnya, pengetian adil itu adanya persamaan 1:1 atau 2:2. Tanpa harus memperhatikan latar belakang dari perbedaan kelamin, fitrah kejadiannya, kondisi anggota badan dan tanggung jawab. Dinilainya pengertian adil itu yang sesuai dengan rumusan HAM yang dimunculkan dari Barat. Bukan adil menurut konsep Allah yang menciptakan manusia dan membuat aturan faraid tersebut. Jadi tidak ditangkap dan diyakini sebagai kebenaranwahyu yang dijadikan pegangan. Berdasarkan penegertin tersebut,

maka para ulama dan pakar muslim lain yang tidak dapat menerima reaktualisasi ala menteri agama saat itu, memandang dan bereaksi keras terhadapnya karena dinilai tidak benar dan melakukan penyimpangan. Karena pengertian reaktualisasi yang dimaksud, tidak lain hanya memiliki arti untuk menggusur, merubah atau membekukan dalil yang telah ditentukan Allah." (Meluruskan Pemikiran Pakar Musilm, Ahmad Husnan, Al-Husna-Surakarta, Cet. Pertama, 2005, hal. 43-44) Pembagian Waris Sama Rata: Bermasalah Kesimpulan Hakim agung kelahiran Palemban, 11 September 1948 lalu, di atas sangat disadari olehnya memang melenceng dari hukum Islam. "Jika hukum Islam menyaratkan pembagian waris laki-laki dan wanita adalah 2:1, maka Mukhtar menemukan pembagian sama rata ternyata tidak masalah." (Dikutip dari detikNews, Senin, 09/01/2012). Padahal dengan jelas Allah berfirman, sesudah menyebutkan ketentuan Islam berkaitan dengan pembagian waris,


"(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (QS. Al-Nisa': 13-14) Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mejelaskan tentang maksud ayat di atas: "Inilah ketentuanketentuan dan ketetapan-ketetapan yang telah Allah jadikan untuk ahli waris sesuai dengan hubungan kekerabatan mereka dengan mayit dan butuhnya mereka kepadanya serta rasa kehilangan mereka dengan kepergiannya; merupakan HUDUDULLAH (batasan-batasan dari Allah), maka janganlah kalian melampaui batas dan jangan pula melanggarnya. Oleh karena ini Dia berfirman, "Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Artinya, dalam masalah tersebut. Sehingga ia tidak menambahkan atau mengurangi sebagian ahli waris dengan tipuan atau cara-cara lain. Akan tetapi, ia menetapkannya sesuai hukum Allah, ketentuan dan pembagian-Nya." Bagi mereka yang taat, maka Allah janjikan, "Niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar." Sementara bagi orang yang tidak mengindahkan ketentuan dan jatah yang telah Allah tetapkan dari hukum waris, "niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." Hal ini karena ia tidak menegakkan hukum Allah, untuk itu dibalaslah ia dengan kehinaan berupa azab yang sangat pedih. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir terhadap QS. Al-Nisa': 13-14)

. . . Sementara bagi orang yang tidak mengindahkan ketentuan dan jatah yang telah Allah tetapkan dari hukum waris, "niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." . . .
Imam Abu Ja'far al-Thabari menjelaskan maksud QS. Al-Nisa': 12 di atas, pembagian warisan ini adalah sebagai pasal untuk membedakan antara ketaatan kepada-Nya dan kemaksiatan terhadapNya. Dan ketetapan di atas sebagai batasan bagi manusia agar tidak melampauinya. Semua ini untuk Dia mengetahui siapa dari mereka yang taat kepada-Nya dan siapa yang bermaksiat terhadap perintahkan-Nya dalam pembagian warisan. Sementara maksud, " Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya", yakni dalam mengerjakan perintah keduanya berupa pembagian warisan yang telah keduanya perintahkan, serta perintah-perintah Allah lainnya. Ia menyimpang dari perintah keduanya kepada apa yang keduanya larang. "Dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya" yakni melanggar batas-batas ketaatan yang telah Dia jadikan sebagai pembatas dengan kemaksiatan terhadap-Nya kepada larangan-Nya, berupa pembagian harta peninggalan mayit kalian di antara ahli warisnya, dan batasan-batasan Allah lainnya. Jika itu dilakukan maka, "niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya," yakni ia kekal di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak mati dan tidak dikeluarkan darinya untuk selama-lamanya. "dan baginya siksa yang menghinakan," yakni baginya siksa yang menghinakan dan merendahkan bagi orang yang disiksa dengannya. (Diringkaskan dari Tafsir Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an, Abu Ja'far al-Thabari) Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di dalam Tafsirnya Taisir al-Karimi al-Rahman fi Tafsiir Kalaam al-Mannaan atau yang lebih dikenal dengan Tafsir al-Sa'di juga menyebutkan tentang ketentuan warisan ini, bahwa ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan dalam hukum waris adalah batasan Allah yang wajib dilaksankan dan tidak boleh dilanggar atau dikurangi. . . . ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan dalam hukum waris adalah batasan Allah yang wajib dilaksankan dan tidak boleh dilanggar atau dikurangi. . . Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Aisar Tafasir-nya menyebutkan, "Dan siapa yang durhaka kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya dengan melanggar batasan-batasan Allah di atas dan (batasan lainnya dari syariat dan hukum Allah) dan mati di atasnya, maka balasannya adalah Allah akan memasukkannya ke dalam neraka yang ia kekal di dalamnya dan baginya azab yang menghinakan."

. . . ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan dalam hukum waris adalah batasan Allah yang wajib dilaksankan dan tidak boleh dilanggar atau dikurangi. . . (al-Sa'di)
Kesimpulan Bahwa menetapkan hukum warisan dengan menyamakan jatah bagi laki-laki dan perempuan adalah melanggar ketetapan hukum Allah dan termasuk bagian dari maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Karenanya, ini merupakan perilaku dosa besar. Bahkan Allah mengancamkan dengan memasukkannya ke dalam neraka dan mendapat siksa yang menghinakan. Tentu bagi seorang muslim ini bukan persoalan biasa dan bukan perkara yang tidak masalah. Karena bagi muslim yang meyakini jaza' ukhrawi, kehidupan akhirat lebih diperioritaskan.

"Dan sesungguhnya akhir (akhirat) itu lebih baik bagimu dari permulaan (dunia)." (QS. AlDhuha: 4) "Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al-A'laa: 17) Dan suksesnya kehidupan akhirat adalah, "Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung." (QS. Ali Imran: 185) Maka bagaimana melanggar ketentuan hukum Allah dalam warisan dan berlaku durhaka kepada Allah dan utusan-Nya yang diancam dengan azab neraka dan siksa yang menghinakan dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermasalah? Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com] Promosikan produk anda voa-islam.com h

Kiyai NU Membantah Hujatan Keji Said Aqiel terhadap Para Sahabat Nabi
:
"Tidaklah dilarang menggunjing orang fasiq" (HR Turmudzi).

:
"Apabila orang fasiq telah disanjung-sanjung, maka Allah SWT akan murka" (HR Baihaqi).

PENGANTAR PENERBIT :.
Buku yang kami terbitkan ini adalah kumpulan dari dua makalah KH. Abdul Hamid Baidlowi yang disampaikan pada acara pertemuan Ulama dan Habaib di Pondok Pesantren AthThohiriyyah Jakarta pada tanggal 14 Rojab 1416 H/ 7 Desember 1995 M. yang berjudul: "Kritik Terhadap Gus Dur dan Sa'id Aqil" dan makalah beliau yang berjudul: "Menyiasati Bahaya Syi'ah di Kalangan Nahdlatul Ulama di penghujung Abad Ini" yang disampaikan pada acara sarasehan IPNU-IPPNU cabang Jombang pada tanggal 1 Shafar 1417 H/ 17 Juni 1996 M. Makalah tersebut hadir disaat umat Islam mulai resah atas bahaya pemikiran Gus-Dur yang pada saat itu berkapasitas sebagai Ketua Umum organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan membongkar kerancauan ideologi Syi'ah Rafidloh yang dipasarkan lewat pemikiran Said Aqil Siradj yang pada saat itu menjabat Katib Am Nahdlatul Ulama. Mereka mencoba menyesatkan umat Islam dari ajaran yang benar, ajaran yang bertentangan dengan nash-nash alQuran, Sunnah Rasul dan ajaran-ajaran Salafussholih. Semoga dengan hadirnya buku ini, dapat memberikan manfaat untuk kita dalam rangka ikut andil membentengi aqidah umat Islam dari faham-faham sesat dan dari segala bentuk kesesatan berfikir yang berupaya menghancurkan agama Islam. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita, amin.

KRITIK TERHADAP SA'ID AQIL


Segala puji bagi Allah SWT, semoga kita dalam rahmat dan lindungan-Nya, shalawat dan salam semoga bertaburan di pusara Nabi Muhammad SAW dan berhembus kepada keluarga dan shahabat Nabi. Yang terhomat shahibul bait KH Thohir Rokhili, pengasuh Pondok Pesantren at-Thohiriyyah Jakarta. Yang terhomat KH. Yusuf Hasyim. Yang terhomat para ulama dan pejabat pemerintah sipil maupun militer . Serta hadirin semua yang saya hormati. Sesungguhnya kritikan, kecaman, penghinaan terhadap Khalifah Utsman RA itu semenjak dulu sudah dilakukan oleh golongan Saba'iyah di bawah pimpinan Abdullah bin Saba' dan golongan Syi'ah. Apalagi Sa'id Aqil mengatakan dalam makalahnya: bahwa Abdullah bin Saba' adalah tidak hanya dibuat kambing hitam oleh sejarah atas dasar keterangan dari Dr. Thoha Husain dllnya. Padahal sebenarnya pegingkaran terhadap keberadaan Abdullah bin Saba' tak ubahnya sama dengan mengingkari wujudnya matahari, tak seorangpun ahli sejarah masa lalu baik dari kalangan Syi'ah atau Ahlussunnah wal Jama'ah mengingkari kehadiran Abdullah bin Saba' dalam proses sejarah yang panjang. Siapakah yang lebih tahu tentang hakikat keberadan Ibnu Saba', apakah ulama masa lalu atau masa kini yang lebih tahu? Bukankah ulama' Syi'ah sendiri yang namanya Abu Ishaq bin Muhammad Ats-tsaqofi Al-kufi telah mengakui adanya Abdullah bin Saba', sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya al-Ghaarat jilid 1 halaman 302-303, kitab ini ditulis pada tahun 250 H dan an-Naubakhti wafat tahun 288 H dalam kitabnya Firoqus Syi'ah, kemudian disusul oleh Ibnu Abil Khadid dalam Nahjul Balaqhoh-nya dan al-Hulli dalam Khulashohnya dan kitab-kitab yang lain, demikian pula dari kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah diantaranya adalah ath-Thobari, Ibnul Atsir, Ibnu Katsir, Ibnu Kholdun dan banyak lagi yang lain. Paham pengingkaran atas adanya Ibnu Saba' adalah upaya jaringan-jaringan Yahudi dalam rangka melepaskan diri dari keterlibatannya sebagai pelopor penghancuran terhadap Islam dan umat Islam.

Para ulama dan hadirin yang saya hormati, karena waktu sangat terbatas, kiranya tidak patut jika saya memperpanjang pembahasan pokok makalah, tetapi hanya sebagian yang penting yang insya Allah akan saya sampaikan, maka saya akan mencoba menolak fitnah yang dialamatkan kepada sayyidina Utsman dan shahabat Marwan bin Hakam dan Amar bin Yasir.

Marilah kita simak bersama, apakah kecaman dan hinaan terhadap khalifah Utsman itu benar? Apakah benar khalifah Utsman membagi-bagikan pengurusan wilayah-wilayah kepada keluarganya? Ataukah tuduhan dan kecaman itu sekedar buatan kaum Saba'iyah yang mereka ada-adakan guna mendorong orang lain untuk beroposisi yang kemudian memberontak dan selanjutnya membunuh khalifah? Ahli sejarah kaum Syi'ah al-Ya'qubi menyatakan: bahwa khalifah Utsman dibenci orang adalah karena mengutamakan keluarga dalam pengangkatan Gubenur wilayah, kemudian Al-Ya'qubi sendiri membuat perincian wilayah-wilayah dengan Gubenur masing-masing, dan ternyata dapat kita lihat bahwa sebagian besar yang diangkat oleh khalifah Utsman adalah bukan dari keluarga khalifah Utsman, maka marilah kita lihat keterangan Al-Ya'qubi di bawah ini sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Ya'la bin Mun-yah at-Tamimi untuk Yaman. Abdullah bin Amr al-Hadlromi untuk Makkah . Jarir bin Abdullah al-Bajali untuk Hamdan . Al-Qosim bin Robi'ah ats-Tsaqofi untuk Thoif. Abu Musa al-Asy'ari untuk Kufah. Abdullah bin 'Amir bin Kariz untuk Bashrah. Abdullah bin Sa'ad bin Abi Saroh untuk Mesir. Mu'awiyyah bin Abi Sofyan di Syam.

Sejarawan terkenal ath-Thobari dan Ibnul Atsir menambahkan nama-nama Gubernur untuk daerah lainnya serta para pemangku jabatan tinggi Negara yang diangkat oleh khalifah Utsman RA sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Untuk Hims Abdurrahman bin Kholid bin Walid. Untuk Qinnasrin Habib bin Maslamah. Untuk Palestina 'Alqomah bin Hakim al-Kanani Untuk Yordania Abul A'war as-Salami. Untuk Laut Merah Utara Abdullah bin Qois al-Fazari. Untuk Azerbajian al-Asy'ats bin Qois al-Kindi. Untuk Hulwan Utaibah bin an-Nahhas. Untuk Mah Malik bin Habib. Untuk Roy Sa'id bin Qois. Untuk Asbahan as-Saib bin Aqra'. Untuk Masabdzan Hubaisy. Untuk Qorqisia Jarir bin Abdullah. Pengadilan: Zaid bin Tsabit Baitul mal : 'Uqbah bin Amir Urusan jizyah dan pajak: Jabir bin Fulan al-Mazani Pertahanan dan peperangan: al-Qo'qo' bin 'Amr Pimpinan haji : Abdullah bin Abbas. Kepala polisi : Abdullah Qunfudz

Kemudian jabatan tinggi Negara yang lain adalah:


1. 2. 3. 4. 5. 6.

Jadi hanya tiga keluarga Utsman yang menjadi Gubernur dari 20 Gubernur dan 6 jabatan tinggi Negara, itu saja hanya dua Gubernur yang dilantik oleh khalifah Utsman, yaitu yang untuk Bashroh dan Mesir, sedang yang satu yaitu untuk Muawiyyah di Syam dilantik oleh khalifah sebelum Sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah.

Kemudian apakah pengangkatan dua Gubernur itu cukup menjadi alasan untuk mencela dan mengecam kepada khalifah Utsman? Sebagaimana dilakukan oleh golongan Saba'iyah, Syi'ah, dan Sa'id Aqil serta orang yang mengikutinya, mengekor mereka. Apakah haram menurut syari'ah seorang khalifah mengangkat salah satu keluarga yang dipandang ahli dalam jabatannya, hanya karena ia salah satu dari keluarganya? Jawabanya hanyalah satu, "tidak haram". Jika hal itu dapat dijadikan alasan untuk mengecam khalifah Utsman, mengapa kaum Syi'ah dan penulis makalah diam membisu tanpa komentar apalagi mengecam ketika khalifah Ali mengangkat Qustam bin Abbas (pernah menjabat pimpinan haji tahun 37 H) sebagai Gubernur di Makkah, dan mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai Gubernur di Yaman (al-Ya'qubi juz 2 halaman 179), dan Muhammad bin Abu Bakar (anak tiri Sayyidina Ali) untuk Mesir, Ya'ad Ibnu Hubairoh (putra saudara perempuan sayyidina Ali bin Abi Thalib yang bernama Ummu Hani') sebagai Gubernur di Kharasa, dan mengangkat Muhammad Ibnu Hanafiyah sebagai panglima. Mengapa kalian diam membisu, padahal khalifah Ali banyak mengangkat keluarganya?. ....Sa'id Aqil gegabah menuduh shahabat Ammar bin Yasir rodliallahu 'anhuma sebagai pemompa semangat memberontak. Sungguh tuduhan ini palsu dan penuh kebohongan. Bukankah Allah SWT dengan firman-Nya yang indah telah berjanji memberikan pahala yang baik terhadap mereka yang dalam kategori shahabat?.... Dengan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka keterangan dan memutarbalikkan fakta yang dipropagandakan lingkaran setan yang dibuat oleh mereka, mereka adalah bohong dan dusta serta merupakan fitnah yang keji terhadap khalifah Utsman RA. Marwan bin Hakam RA: ia adalah sasaran kecaman dan pusat caci maki yang dilontarkan oleh golongan Saba'iyah dan Syi'ah. Tuduhan dan kecaman yang paling bayak dilontarkan kepadanya antara lain: diangkatnya Marwan bin Hakam oleh khalifah Utsman sebagai sekretarisnya, penguasa seperlima harta rampasan perang di Afrika, surat Marwan bin Hakam yang isinya perintah untuk membunuh pemberontak yang dari Mesir, dan dikembalikannya Marwan bin Hakam ke Madinah dari tempat pembuangan di Thoif oleh khalifah Utsman. Saya insya Allah dalam pertemuan hari ini akan memberikan jawaban satu persatu berdasarkan dari keterangan-keterangan ulama: tentang perizinan bagi Marwan bin Hakam meninggalkan tempat pembuangannya di Thoif, kemudian pindah ke Madinah. Maka hal itu sepanjang kenyataanya: bahwa Nabi Muhammad SAW pada saat-saat terakhir telah mengizinkan kembalinya shahabat Marwan ke Madinah atas usul permohonan sayyidina Utsman, namun beliau mendadak wafat sebelum terlaksana pemindahan Marwan ke Madinah. Perizinan itu didengar dan diterima langsung oleh sayyidina Utsman. Jikalau pada saat sayyidina Abu Bakar menjadi khalifah menolak kembalinya Marwan ke Madinah demikian pula khalifah Umar, maka hal itu sesuai dengan ketentuan syariat Islam: bahwa kesaksian satu orang itu tidak diterima. Tetapi pada saat sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah dan beliau yakin sepenuhnya bahwa perizinan itu sungguh telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, maka khalifah Utsman melaksanakan (artinya beliau tidak salah), (dari kitab ath-Thobari fi Manaqibil 'Asyroh). Tentang harta rampasan perang di Afrika yang dikatakan dijual dengan harga tidak layak kepada shahabat Marwan bin Hakam yakni sejumlah 500.000 dinar, maka sebenarnya adalah sebagai berikut: Dari rampasan perang yang bersifat emas, perak, mata uang, panglima Abdullah bin Abi Saroh mengeluarkan khumus (seperlima) yaitu sebesar 500.000 dinar, karena khumus merupakan hak baitul mal, maka jumlah itu dikirimkan panglima kepada khalifah Utsman di Madinah.

Kemudian khalifah menyerahkan kepada baitul mal. Masih adalagi khumus dari harta rampasan perang yakni seperlima dari peralatan dan seperlima dari jumlah ternak hewan. Maka jumlah seperlima dari jumlah benda dan ternak itu sulit diangkut karena jauhnya jarak, maka jumlah itulah yang dijual pada shahabat Marwan bin Hakam dengan harga 100.000 dirham, dan merupakan hak baitul mal di Madinah, kemudian empat seperlima dari harta rampasan perang itu dibagi-bagikan kepada anggota pasukan yang ikut dalam perang, karena itu adalah hak mereka. ....Mengapa Sa'id Aqil dengan lancang menghina shahabat Utsman dan shahabat Ammar, padahal Rasulullah SAW bersabda: Jangan kalian mencaci-maki Shahabat-Shahabatku.... Tentang surat Ibnu Khaldun mengatakan, mereka (kaum pemberontak dari Kufah, Bashrah, Mesir) berangkat meninggalkan Madinah tetapi tidak lama kemudian mereka kembali lagi dengan membawa surat yang dipalsukan yang mereka katakan: bahwa mereka mendapatkannya dari tangan pembawanya untuk di sampaikan kepada Gubernur Mesir, sedang surat itu berisikan perintah membunuh pemberontak. Khalifah Utsman bersumpah ia tidak tahu-menahu tentang surat yang dimaksud, mereka berkata kepada khalifah: berilah kuasa kepada kami untuk bertindak terhadap Marwan bin Hakam, sebab ia adalah sekretaris Anda. Tetapi Marwan bersumpah bahwa ia tidak melakukannya, ia berkata: tidak ada dalam hukum Lebih dari pada ucapan saya (Ibnu Khaldun hal 135). Jauh sebelum itu, sayyidina Ali telah mengatakan: bahwa surat itu hanya karangan belaka yang diada-adakan, beliau mengatakan: bagaimana kalian wahai ahli Kufah dan ahli Basroh dapat mengetahui apa yang dialami ahli Mesir, padahal kalian telah menempuh jarak beberapa marhalah dalam perjalanan pulang, tetapi kemudian kalian berbalik menuju Madinah, demi Allah persengkokolan ini diputuskan di Madinah, mereka menjawab: terserah bagaimana kalian menanggapi, kami tidak membutuhkan orang itu biarkanlah ia meninggalkan kami (Ath-Thabari juz 11 hal 150). Sedangkan analisisnya apakah mungkin orang seperti shahabat Marwan bin Hakam menjadi sekretaris khalifah Utsman jika dianggap orang yang tidak baik tanpa mendapat reaksi tokohtokoh shahabat, seperti sayyidina Ali bin Abi Tholib pahlawan perang Khaibar, Sa'ad bin Abi Waqqos, penakluk Persia termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga, Tolhah Ibnu Ubaidillah yang menjadi perisai Rasulullah SAW di perang Uhud dan lain-lainnya, jawabannya: tidak mungkin. Padahal kenyataan sejarah membuktikan mereka tokoh-tokoh shahabat sama sekali tidak memberikan reaksi bahkan tidak protes sama sekali. Oleh karena itu cerita buruk tentang shahabat Marwan bin Hakam adalah Isu, fitnah yang di hembuskan oleh kaum Saba'iyah dan Syi'ah. Bukankah Romlah bin Ali dikawinkan mendapatkan anak shahabat Marwan bin Hakam yang bernama Muawiyyah bin Marwan bin Hakam, bukankah putra Hasan yang kedua (Hasan bin Hasan bin Ali) telah dikawinkan mendapat cucu Marwan bin Hakam yaitu Walid bin Abdul malik bin Marwan, seandainya Marwan bin Hakam betul-betul orang jelek, saya kira tidak bakal terjadi hubungan kekeluargaan (besanan) antara sayyidina Ali dengan shahabat Marwan. Oleh karena itu, Ibnul Arobi, Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyah, adz-Dzahabi dan lain-lainnya mengatakan: Bahwa riwayat-riwayat tentang peristiwa-peristiwa itu saling bertentangan dan sedikitpun tidak dapat dipakai sebagai dalil yang sohih (al-Awashim hal 100, as-Shawa'iq hal 68, Minhajus Sunnah juz III hal 192) Sehubungan dengan itu, para ulama hadits ketika membaca riwayat palsu menjelaskan bahwa kebanyakan riwayat mengenai kecaman terhadap shahabat Mu'awiyah, Amr Ibnul 'Ash dan Bani

Umayyah, begitu pula kecaman terhadap Walid bin Uqbah dan Marwan bin Hakam, adalah riwayat palsu dan dusta yang dibuat serta yang diada-adakan oleh golongan pendusta yang menjadi kebohongan dan kedustaan sebagai agama mereka. Demikian menurut Ibnul Qoyyum dan lain-lainnya. Tentang Ammar bin Yasir yang dituduh menghembuskan sikap anti khalifah, memompakan semangat memberontak oleh Said Aqil. Jawabannya: sungguh saya amat sangat terkejut pada saat saya membacanya, sungguh kejam apa yang dituduhkan kepadanya, bukankah dia putra Yasir? Bukankah Nabi Muhammad SAW telah memberikan jaminan sebagai penghuni surga kepada Yasir dan keluarganya? (shobron yaa ala Yasir inna mau'idakum al-jannah) Artinya: sabarlah wahai keluarga Yasir sesungguhnya janji kalian di surga. Memang telah terjadi perselisihan antara Ammar dengan khalifah Utsman akan tetapi perselisihannya tidak sampai memompakan semangat memberontak. Buktinya, pada saat pembangkang bersenjata mengepung rumah khalifah Utsman dan mereka menghalang-halangi masuknya air dirumah Khalifah, maka marahnya Ammar dan berteriak sambil berkata: maha suci Allah, akankah kalian menghalangi air kepada orang yang membeli sumur Raumah dan memberikannya kepada kaum muslimin. Kemudian Ammar membawa air itu sendiri tanpa mendapat halangan dari mereka, karena mereka takut, segan dengan sebab kebesarannya. Jadi perselisihan tokoh-tokoh shahabat terhadap sayyidina Utsman tidak bakal mendorong mereka untuk berontak sebab mereka telah mewarisi ukhuwwah Islamiyah yang ditanamkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Sa'id Aqil gegabah menuduh shahabat Ammar bin Yasir rodliallahuanhuma sebagai pemompa semangat memberontak, bahkan melakukan penghinaan terhadap shahabat Utsman RA. Lebih jauh Said Aqil menuduh bahwa runtuhnya khalifah Utsman dan akhirnya menjadi bencana bagi Islam adalah disebabkan adanya kelompok-kelompok munafiqin yang sebagian besar dari Bani Umayyah. Sungguh semua tuduhan tersebut adalah palsu dan penuh kebohongan terhadap mereka. Pernahkah Allah SWT dan Rasul-Nya serta tokoh-tokoh shahabat menuduh mereka seperti yang dilakukan oleh Said Aqil? Bukankah Allah SWT dengan firman-Nya yang indah telah berjanji memberikan pahala yang baik terhadap mereka yang dalam kategori shahabat serta yang lain jika perilakunya sama dengan shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW. "Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q. Al-Hadid: 10 ) Bahwa ayat ini adalah sekaligus menolak tuduhan palsu Saudara Sa'id Aqil kepada penduduk Makkah (bukan karena Allah), tapi karena slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Bani Tsaqifah al-Aimmatu Min Quraisy (halaman tiga makalah Sa'id Aqil). ....Sungguh ini adalah su'udhon terburuk terhadap shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah berat bagi NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga NU.... Sungguh ini adalah su'udhon terburuk terhadap shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah berat bagi NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga NU. Oleh karena itu, semua ini harus dihentikan tidak boleh terus berkepanjangan.

Bukankah shahabat Utsman RA dan Ammar bin Yasir RA termasuk arti makna kandungan firman Allah: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (QS. At-Taubah: 100 ) Bukankah beliau (Utsman RA) kawan Nabi Muhammad SAW di surga sebagaimana di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:


Mengapa Sa'id Aqil dengan lancang menghina shahabat Utsman? Dan secara serampangan menuduh shahabat Ammar sebagai pelopor pemberontakan terhadap khalifah Utsman.


"Barangsiapa yang memusuhi Ammar, maka Allah memusuhinya dan barangsiapa yang membenci Ammar, maka Allah membecinya". Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka dalam Ayat-Ayat tersebut dan Ayat-Ayat yang lain dan sebaliknya betapa buruknya kata-kata yang keluar dari mulut Sa'id Aqil terhadap mereka. Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda :


"Jangan kalian mencaci-maki Shahabat-Shahabatku, maka jika seandainya salah satu orang diantara kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, maka pahalanya tidak akan sampai satu mud dibanding dengan pahala mereka". ....Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka dalam ayat-ayat Al-Quran, dan sebaliknya betapa buruknya kata-kata yang keluar dari mulut Sa'id Aqil terhadap mereka.... Betapa besar penghargaan Nabi Muhammad terhadap Ammar dan jasa mereka dan dalam hadits ini Nabi Muhammad juga secara langsung memperingatkan dengan keras kepada generasi sesudah shahabat agar mereka hati-hati, tidak asal bicara, apalagi sampai menuduh, menghina, dan mencaci maki terhadap shahabat dan Nabi Muhammad SAW. Disini saya yang dlaif, penuh kekurangan sudah memperingatkan dan menasehati semua pihak khususnya pada Sa'id Aqil agar jangan gegabah terhadap shahabat Nabi Muhammad SAW dan jika tidak menghiraukan maka saya terpaksa mengatakan:


"Semoga Allah melaknat kejahatan kalian" Sungguh masih banyak hal-hal yang penting untuk dikemukakan dalam masalah Gus-Dur dan Sa'id Aqil, tetapi sekali lagi waktu sangat terbatas sekali. Oleh karena itu penjelasan dan penolakan kami akhiri sekian saja dan mohon maaf.


(Disadur dari buku: Kritik terhadap Gus Dur dan Said Aqil & Menyiasati Bahaya Syi'ah di Kalangan Nahdlatul Ulama di Penghujung Abad ini, karya KH. Abdul Hamid Baidlowi,

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah Sumber Girang Lasem Rembang Jawa Tengah, Penerbit Pondok Pesantren Al-Wahdah, Rajab 1431/Juni 2010, halaman 13-26). Promosikan produk anda voa-islam.com

aid Aqil Antek Syi'ah Menurut Buku ''Membuka Kedok Tokoh Liberal di Tubuh NU'' (3)
Said Aqiel juga bukan untuk sekedar suksesi belaka. Namun, sebenarnya dia mengemban misi Syiah Iran ke Indonesia. Lebih tepatnya semua penduduk Indonesia (khususnya warga Nahdlatul Ulama) akan dimasukkan ke aliran Syiah, biar bareng-bareng masuk neraka bersama dia. Betapa kejam dan liciknya manusia bernama Said Aqiel itu. Sengaja dia duduk di atas berpakaian Pengurus Besar NU, tapi ternyata ingin menghancurkan NU dan umumnya umat Islam dengan pikiran-pikiran Syiahnya. Sebagai bukti menonjol bahwa Said Aqil adalah antek Syiah, dia gemar mengungkap tulisan sejarah yang melecehkan para Shahabat Nabi. Sebagaimana budaya Syiah juga menjelekjelekkan dan mengkafirkan para Shahabat Rasulullah SAW.

: . "" - - 74-73 .) . )
Itulah mulut kotor Khomeini, seorang tokoh yang didewa-dewakan orang Iran dan manusia yang telah rusak mata hatinya. Shahabat Abu Bakar yang telah mendapat gelar al-Shiddiq justru dikecam dan dihinanya. Dan langkah Khomeini tersebut juga ditiru oleh si Said Aqil. Katanya, Abu Bakar tak punya integritas, Umar hanyalah putra mahkota yang berarti terpilihnya tidak lewat pemusyawaratan, tapi ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Dan lebih tragis adalah nasib Sayyidina Utsman. Beliau dipikun-pikunkan oleh Said Aqil dan dituduh suka menghamburhamburkan uang pada kerabatnya. Di antara kesalahan Said Aqil pada Sayyidina Utsman bin Affan Ra adalah: Pertama, dalam makalahnya no.14, Said mengatakan bahwa pada enam tahun terakhir dari kekhilafahan Utsman terjadi banyak kesalahan yang bersumber-kan dari Marwan dengan mengangkat pejabat dari golongan Bani Umayyah.

Bagaimanakah sebenarnya permasalahan ?tersebut? Siapakah sebenarnya Marwan? Apakah dia seorang yang tak pantas jadi pejabatnya Dan salahkah bila kekhalifahan Sayyidina Utsman diwarnai kelompok Bani Umayyah? Atau bagaimanakah sebenarnya peristiwa tersebut? Maka, tulisan-tulisan di bawah ini akan memberi penjelasan secara gambling dan panjang lebar kepada Said Aqil yang sebenarnya belum begitu .pengalaman tentang sejarah para Shahabat Rasulullah SAW

. .)) 98 .) . ) 5/ 62 .) . ) 83 : . : . : . ) .) 6/ 842 : : ) : ( . . ) ( . : .

: ) .) (. ):16 : : . . : . : . . : : . .) . ) 832-142 . : . . . .)) 49 . .) . ) 3/ 736-836 . . . . .) . ) 3/ 881 . . . :

. : . ) .) 43-53 . .) . ) 7/ 781 .) . ) 7/ 291 : : ) ( ): 33(, . .)) 7/ 402 : )( : : ) (. : ! : . . : . .). ) 7/ 891 : . : : . .) . ) 6/ 442 : ) ! (. : .) . ) 241 : .

. . . . . . ) .) 6/ 542 : . : . : .) . ) 6/ 642 : : : . : : . : . . . ) ( ) : 43(. : . . . . : )) . ((. : . . . : ) ( . : ) ( . . . .

. : ) , (. . . ) . ) 6/ 072-672 . : : : ) ( ):43( : : . . : . . : : . : .) : . ) 1/ 695 : ) ( : .) . ) 93-04 : : : . : : : : . : : : . : : : : : . : . ) .)2/ 516-616(. ) 3/ 11 : . ,

. . : : * : 45-44 .) . ) 3/
Dari data-data di atas dapat dicatat beberapa kesalahan Said Aqil di antaranya adalah sebagai berikut. Sayyidina Utsman dalam menjalankan pemerintahannya sama sekali tidak didikte oleh Marwan bin Hakam. Justru Marwan mendapat amarah dari Khalifah Utsman manakala hendak campur tangan urusan beliau dalam menangani para demonstran. Ini suatu bukti bahwa walaupun Sayyidina Utsman sudah tua namun tak bersedia dicampuri pihak lain dalam melaksanakan amanat kekhalifahannya. Entah sumber dari mana yang mendikte Said Aqil untuk melontarkan tuduhan keji pada sayyidina Utsman sampai mengatakan bahwa, pada masa ini (6 tahun terakhir) khalifah Utsman sudah mulai usia senja (harom) sehingga hampir semua urusan pemerintahan banyak didikte oleh sekretarisnya, Marwan bin Hakam. Mungkin Marwan telah banyak melakukan kesalahan dalam masa pemerintahan sayyidina Utsman serta manuver dan sepak terjang politiknya banyak merugikan dan berdampak terpecahbelahnya ummat Islam sehingga menjadikan tidak wibawa dan lemahnya kekuatan ummat Islam dimata musuh-musuh Islam, diantara kesalahannya adalah:
1. 2. 3. 4. 5. 6.

Mengobarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Utsman dan merusak gagasan islah antara Utsman dan para pemberontak yang telah dicanangkan oleh para tokoh shahabat. Memalsukan suratnya Utsman RA yang ditujukan kepada Gubernur Mesir, Ibnu Abi Saroh, yang isinya agar membunuh penduduk Mesir. Memprovokasi para pemberontak untuk membunuh shahabat Ali RA. Melaknat shahabat Ali RA. Membunuh shahabat Tholhah bin Ubaidillah. Marwan bersama anaknya, Abdul Malik, memberitahukan tempat-tempat persembunyian penduduk Madinah kepada pasukan Yazid sehingga menjadi penyebab terbunuhnya penduduk Madinah di tanah Harroh. (Muhammad Al-Arobi Ath-Thabbani (Abu Hamid Marzuq), Baroatul Asyariyin min Aqoidil Mukholifin).

Tapi, hal itu bukanlah merupakan satu-satunya penyebab timbulnya kekacauan dan pemberontakan. Sebab utamanya adalah munculnya isu-isu negatif yang ditiupkan oleh orang Yahudi bernama Abdullah bin Saba. Dan jikalau Said Aqil mengingkari adanya Abdullah bin Saba sehingga menganggapnya sebagai tokoh fiktif, maka itu adalah suatu pertanda bahwa dia (Said Aqil) benar-benar terpengaruh dengan kebohongan pemikiran Syi'ah. Karena, athThobari, al-Kamil dan al-Bidayah telah memuatnya. Sungguh memalukan sekali kalau Said Aqil malah tak mengetahuinya. Inilah akibatnya bila mata hati telah rusak dan teracuni ajaran sesat Syiah. Buktinya, Said Aqil ikut menghadiri pertemuan Peringatan Arbain di Malang. Dan di sana dia mengaku terus terang sebagai gedibal Syiah. Demikian pula dalam pertemuan Peringatan Karbala yang diadakan pengikut-pengikut Syiah di Jakarta, dia juga ikut mendatanginya.

Sungguh suatu hal yang sangat ganjal sekali, mengapa peristiwa di atas lepas dari pantauan Said Aqil, mengapa dia tak mampu mengatakan bahwa sumber fitnah di masa akhir kekhalifahan sayyidina Utsman adalah berita bohong yang direkayasa Abdullah bin Saba. Hal ini layak dijadikan sebagai bahan pertanyaan atas kebenaran pengakuan Said Aqil. Mestinya kalau dia seorang yang jujur dan mengemban amanat ilmiyah juga mengungkapkan catatan sejarah di atas. Sehingga tidak hanya memilih karangan manusia tak bertanggung jawab (baca: antek Syiah) yang menyudutkan Sayyidina Utsman maupun Marwan. Padahal sebenarnya Marwan bukanlah seorang yang pantas untuk dijadikan satu-satunya kambing hitam terhadap kasus kudeta yang melanda kekhalifahan Sayyidina Utsman bin Affan. Dia (Marwan), dalam pandangan para tokoh Shahabat, Tabiin dan Fuqohaul Ummah adalah seorang yang adil dalam meriwayatkan Hadits. Maka apabila ada cerita atau fakta sejarah yang mendiskreditkan Marwan saja dengan menafikan sepak terjang Abdullah bin Saba', perlu di teliti kebenarannya atau dengan suatu penakwilan yang tepat, tidak asal ngawur dan serampangan, membabi buta. Perlu jadi tambahan pelajaran bagi Said Aqil yang pura-pura tidak mengenal ilmu Hadits bahwa dengan adanya fakta di atas Marwan bin Hakam bukanlah orang yang pantas untuk dijadikan bahan kecaman maupun melontarkan kesalahan. Di samping dia (Marwan) terbukti membela Sunnah Rasul sebagaimana dalam riwayat Imam Ahmad bin Hambal juga diakui oleh kalangan ahli Hadits. Bahkan beliau adalah sebagai guru dari para tokoh ahli Hadits dari kalangan Tabiin, di antaranya adalah Imam Said ibn Musayyab yang merupakan Ra'su Ulama al-Tabiin (ketua ulama tabiin). Begitu juga Imam al-Laits bin Said (tokoh ulama Mesir), Imam Abdurrozaq (tokoh ulama Yaman) dan lainnya juga mengambil riwayat dari Marwan bin Hakam. Ini suatu syahadah (baca: bukti kuat) bahwa nama Marwan sangatlah harum dan terhormat di kalangan para ulama Ahli Hadits. Dan perlu diingat bahwa tidak sembarang orang diakui dan diterima riwayatnya oleh para ahli Hadits kecuali setelah lewat seleksi yang ketat dan persyaratan yang rumit. Hanya orang adil dan benar-benar tsiqoh-lah yang tercatat sebagai rawi-rawi Hadits. Apalagi jikalau orang tersebut adalah guru dari pemimpin ulama tabiin, maka hal itu sudah lebih dari cukup sebagai bukti akan keutamaan kehormatannya. Untuk lebih mempertajam masalah ini, haruslah diketahui oleh Said Aqil bahwasanya para ulama sampai mengarang kitab al-Jarhu wa al-Tadil adalah karena banyaknya bermunculan manusia-manusia fasiq dan pendusta yang tak bertanggung jawab dalam menyampaikan berita yang diterima maupun yang disampaikan. Maka, para Ulama sunnah bangkit untuk mendata orang yang dapat diterima riwayatnya (baca: orang adil) dengan yang tertolak riwayatnya. Lebih jelasnya, Imam al-Hafidz Ahmad ibn Hajar al-Asqalaniy mengatakan: Terbilangnya Marwan bin Hakam sebagai Fuqaha tentunya menjadi isyarat bagi siapa saja yang menguak sepak terjang dan kiprah Marwan dalam gelanggang politik untuk lebih mengedepankan kaca mata Husnudzdzon dari pada mengklaim-nya sebagai sumber malapetaka dan fitnah. Apalagi jikalau ternyata Marwan terbukti tidak bersalah, maka sangat gegabah sekali bila Said Aqil membesar-besarkan kesalahan yang belum tentu terbukti tersebut. Ini suatu bukti kesalahan Said Aqil. Seperti halnya peristiwa yang paling disoroti Said Aqil adalah surat palsu yang menjadikan marahnya demonstran Mesir. Seandainya memang benar surat tersebut dari Marwan, itupun belum pantas dijadikan alasan untuk merendahkan martabat Sayyidina Utsman atas manuver politik Marwan. Sebab, sebagaimana yang tertulis dalam al-Bidayah wa al-Nihayah juz; 7 hal. 204 (lihat no.8 dalam makalah ini) adalah berdasarkan ayat;

( 33 : .) (. )
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar. (QS. Al-Maidah:33) Dan memang para demonstran Mesir yang berdatangan ke Madinah untuk meminta ganti gubernurnya (Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh) adalah kaum Khawarij yang berbuat kerusakan di bumi. Maka sudah pantaslah bila Marwan dengan meminjam kekuasaan khalifah Utsman mengirim surat rahasia kepada gubernur lama (Ibnu Abi Sarah) untuk membasmi manusiamanusia durjana tersebut. Tindakan itu adalah suatu bukti ketajaman mata politik Marwan yang memang telah berhak untuk ijtihad. Sebab, mungkin saja dalam pandangannya kalau tidak dengan cara demikian tentunya tak akan mungkin membasmi orang-orang yang selalu bikin ribut. Karena siapa pun tahu bahwa khalifah Utsman adalah seorang khalifah yang bersikap lembut dan tak suka kekerasan. Maka, seandainya siasat politik tersebut diusulkan pada khalifah Utsman tentu ditolaknya. Mungkin logika politik yang demikianlah yang mengilhami Marwan untuk melaksanakan kehendaknya mem-basmi kaum Khawarij.

53 . . : 186 .) . ) 7/
Dari data di atas, terlihat jelas bahwa demonstran Mesir yang menuntut khalifah Utsman untuk mengganti gubernurnya adalah orang-orang brengsek yang senang bertualang dalam gelanggang politik. Semakin dituruti kemauannya maka, mereka semakin berani dan menginjak-injak kebijaksanaan pemerintah yang sah (khalifah Utsman). Lihat saja dalam khutbah sayyidina Utsman:

: . . 648 .) . ) 2/
Dan ada lagi fakta yang lebih jelas bahwa sebenarnya surat tersebut tidaklah dari kalangan pemerintahan (baik khalifah Utsman maupun Marwan), namun sengaja direkayasa oleh para demonstran yang sengaja hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Buktinya, mereka para demonstran Mesir, Kufah dan Bashrah mengapa sama-sama kembali ke Madinah setelah mereka hendak kembali ke negaranya? Ini tentu ada fihak ketiga yang mendalangi dan berdiri di belakang mereka. Siapa orangnya, tak sulit untuk ditebak. Siapa lagi kalau bukan Abdullah bin Saba, tokoh Yahudi yang telah menebarkan isu politik di antara para demonstran sehingga mereka ramai-ramai berdatangan ke Madinah untuk menggugat Khalifah Utsman. Dialah

sebenarnya biang keladi utama timbulnya segala kekacauan di akhir masa pemerintahan Sayyidina Utsman. Hasutannya begitu tajam dan mengena. Sehingga dengan jargon bahwa Alilah yang lebih berhak menjadi khalifah dan Utsman telah merebutnya, orang-orang yang bodoh akhirnya termakan rekayasa politik yang kotor tersebut. Demikian pula orang yang tak kenal sejarah juga akan termakan hasutan Said Aqiel, padahal dia tak lebih sebagai penjual berita yang ingin mengeruk keuntungan pribadi dengan menjual nama dan kehormatan shahabat. Sungguh kasihan sekali orang yang mengidolakan antek Syi'ah dan syetan tersebut. Kami juga pencinta shahabat Ali RA, tapi bukan Rafidloh yang menolak dan tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman seperti yang mereka lakukan. Dengan gaya diplomasi yang sok manthiqnya dia (Said Aqiel) memutar balikkan fakta dan menyelidiki Ahlussunah wal Jamaah yang sebenarnya. Padahal maksudnya ingin menghancurkan Aqidah Ahlussunah wal Jamaah. Semoga Allah memberi hidayah kepada Said Aqil dan cukong-cukongnya.

. , , . " ". " ) ( ." : . ) 44).


Dan sebagai akhir dari tulisan ini perlu di renungkan firman Allah SWT. dalam kitab suci AlQuranul Karim:

( 23 : .) (. )
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah Subhanahu Wata'ala membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya dan Allah Subhanahu wa ta'ala telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. AL-Jatsiah: 22). Sungguh memalukan perkataan Said Aqil. Inilah akibatnya bila mata hati telah rusak dan teracuni ajaran sesat Syiah. Buktinya, Said Aqil ikut menghadiri pertemuan Peringatan Arbain di Malang dan Surabaya dengan pidatonya yang penuh semangat dan menggebunggebu. Dan di sana dia mengaku terus terang sebagai agen Syiah. Demikian pula dalam pertemuan Peringatan Karbala yang diadakan pengikut-pengikut Syiah di Jakarta, dia juga ikut mendatanginya.

Said juga pernah mengusulkan, bahwa sebaiknya Departemen Agama (Depag) dihapus-kan, sebab keberadaannya itu hanya akan mengkotak-kotak agama Islam di Indonesia. Menurutnya, Depag hanya ada di Indonesia dan Israil. Kata Said ketika menjadi pembicara tunggal diskusi Pluralitas agama di Unika Widya Mandala, Kamis 9 Juli 1998. selanjutnya Said mengatakan mengenai mereka yang mengatakan non-muslim itu kafir, padahal tidak pernah Al-Quran menyatakan agama lain itu kafir. Justru orang yang memper-mainkan agama itu kafir. Itulah fenomena kang Said, Katib Aam PBNU, orang yang berani menghina Allah, Rasulnya, mengkritisi bahkan menghina Shahabat Nabi. Yang pernah dikafirkan oleh empat belas kyai karena dengan lancang berani mengkafirkan imam Ghozali dalam disertasinya untuk meraih gelar doktor di Universitas Ummul Quro Makkah, dia juga mencari makan kepada orang kristen dengan menjadi Penasehat Angkatan Muda Kristen Republik Indonesia, juga sebagai agen Syi'ah di Indonesia. Dia juga tanpa canggung berkhotbah dalam acara misa Kristiani di sebuah gereja di Surabaya. Dengan background belakangnya berupa salib patung Yesus dalam ukuran yang cukup besar. Beritanya pun dimuat majalah aula milik warga NU. Dia juga pernah melontarkan gagasan pluralnya, yaitu merencanakan pembangunan gedung bertingkat, dengan komposisi lantai dasar akan diperuntukkan sebagai masjid bagi umat Islam, sedangkan lantai tingkat satu diperuntukkan sebagai gereja bagi umat kristiani, lantai tingkat dua diperuntukkan sebagai pura bagi penganut Hindu, demikian dan seterusnya. Apa kang Said rela seandainya penyakit AIDS (diagnosis Gonore) yang disebabkan gonta-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual karena melakukan nikah Mut'ah yang mereka halalkan itu menimpa putra-putrinya......?!!! Ingat pengaduan seorang pasien AIDS, perempuan berjilbab, mahasiswi dari Pekalongan yang kost di wisma Fathimah jalan Alex Kawilarang 63 Bandung kepada Dokter Hanung, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin dari kota Bandung, kota dimana kang Jalal (Jalaludin Rahmat) gembong Syi'ah di Indonesia bertempat tinggal. Perempuan tadi menganggapnya bahwa kehidupan yang selama ini dijalani sudah sesuai dengan Syari'at Islam sesuai dengan keyakinannya. Perempuan tadi baru tahu, bahwa petualangan seks yang selama ini dia lakukan yang disebabkan nikah mut'ah itu beresiko dengan panyakit kelamin (gonore) yang sangat mengerikan, dan ini akan terus terjadi pada generasi-generasi umat Islam penganut aliran Syi'ah. (Majalah Asa Edisi 5 1411 H). Di Iran sendiri, sebagai negara yang mayoritas Syi'ah, akibat dari legalnya nikah mut'ah, dikabarkan setiap bulannya 82 meninggal akibat terserang penyakit AIDS, pernyataan tersebut dari Muhammad Azmudeh, Dirjen Departemen Penyakit Menular, Kementerian, Kesehatan Iran juga mengatakan bahwa 283 orang termasuk 35 wanita diketahui telah terinfeksi virus yang mematikan itu. Bahkan pada bulan November tahun 1991 warga Iran yang sudah positif terserang penyakit HIV sudah sampai 5000 orang. Kata wakil Menteri Kesehatan Iran, Husein Malik Afzall. Dalam rangka untuk mengetahui hakekat Syi'ah, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian) mengadakan seminar sehari, pada hari Ahad tanggal 21 September 1997/ 19 Jumadil Awal 1418. yang di antaranya dalam rangka menjaga stabilitas masyarakat bangsa dan negara Indonesia, seminar merekomendasikan: 1. Mendesak Pemerintah Republik Indonesia cq. Kejaksaan Agung RI. Agar segera melarang paham Syi'ah di wilayah Indonesia. Karena selain telah meresahkan masyarakat, juga merupakan suatu sumber destabilisasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Karena tidak mungkin Syi'ah

akan loyal pada pemerintah karena pada ajaran Syi'ah tidak ada konsep musyawarah melainkan keputusan mutlak dari Imam, dan karena Syi'ah berkeyakinan bahwa kekuasaan selain Imamimam mereka adalah ilegal. 2. Memohon Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan seluruh jajaran pemerintah yang terkait agar bekerjasama dengan MUI dan Balitbang Depag RI agar segera meneliti buku-buku yang berisi paham dan melarang peredarannya di Indonesia. 3. Mendesak kepada pemerintah Indonesia cq. Menteri Kehakiman RI agar segera mencabut kembali izin semua yayasan Syi'ah atau yang mengembangkan ajaran Syi'ah di Indonesia, seperti:

Yayasan Muthahhari Bandung. Yayasan Al-Muntazhar Jakarta. Yayasan Al-Jawad Bandung. Yayasan Mulla Shadra Bogor. Yayasan Pesantren YAPI Bangil. Yayasan Al-Muhibbin Probolinggo. Yayasan Pesantren Al-Hadi Pekalongan. Yayasan Pesantren Asshodiq Bondowoso.

4. Mengajak kepada seluruh masyarakat Islam Indonesia agar senantiasa waspada terhadap aliran Syi'ah, karena paham Syi'ah kufur serta sesat menyesatkan. 5. Menghimbau kepada segenap kaum wanita agar menghindarkan diri dari praktek nikah mut'ah (kawin kontrak) yang dilakukan dan dipropaganda-kan oleh pengikut Syi'ah. Bagaimana masyarakat tidak resah, kalau anak-anak gadisnya, mahasiswi-mahasiswi di berbagai kota dan bahkan wanita secara umum terancam bahaya penyakit kelamin bahkan AIDS yang sangat berbahaya gara-gara ajaran yang menurut Islam adalah ajaran kufur yang bejat dan binatang. (Disadur dari buku Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal dalam Tubuh NU: Informasi, Penyimpangan dan Jawabannya karya H. Muhammad Najih Maimoen, penerbit Toko Kitab Al-Anwar, Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang, cet. III, Januari 2011/Shafar 1432, halaman 67-101).

Baca berita terkait:


Said Aqil Terjangkit Virus Sesat Menurut Buku ''Membuka Kedok Tokoh Liberal di Tubuh NU'' (1) 2. Pola Pikir Said Aqil & Yahudi Menurut Buku ''Membuka Kedok Tokoh Liberal di Tubuh NU'' (2) 3. Said Aqil Antek Syi'ah Menurut Buku ''Membuka Kedok Tokoh Liberal di Tubuh NU'' (3) Promosikan produk anda voa-islam.c
1.

You might also like