Professional Documents
Culture Documents
6
0
0
0
_
0
,
7
5
a
t
a
u
_
1
,
2
5
2
>
1
0
d
a
n
<
1
5
>
1
,
5
d
a
n
<
2
,
5
_
6
0
0
0
d
a
n
9
0
0
0
>
0
,
7
5
a
t
a
u
<
1
,
2
5
3
_
1
0
_
2
,
5
_
9
0
0
0
33
3.3.3 Uji kesesuaian sistem(UKS)
Uji kesesuaian sistem dilakukan sesuai metode Farmakope
Indonesia (1995) dengan cara menyuntikkan salah satu larutan baku seri
ke dalam sistem KCKT minimal 5 kali pengulangan. Kondisi KCKT
sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi, kemudian dihitung %
RSD dari waktu retensi dan luas area dari vitamin A. SD dan RSD
dihitung dengan menggunakan rumus:
UKS diterima bila memenuhi kriteria apabila % RSD dari waktu retensi
dan luas area dari vitamin A kurang atau sama dengan 1.
3.3.4 Pembuatan kurva baku dan uji linieritas
Untuk pembuatan kurva baku dan uji linieritas, sebelumnya dibuat
larutan baku seri vitamin A dengan konsentrasi 0,5 4 IU/mL. Larutan
baku dibuat dengan cara menimbang dan memasukkan 2,5 g minyak
goreng sawit yang tidak mengandung vitamin A dan 2,5 mL n-pentana ke
dalam labu takar berwarna coklat 25 mL lalu dikocok sehingga minyak
goreng sawit larut, kemudian ditambahkan baku vitamin A dengan cara
memipet 0,57,0 mL larutan baku vitamin A 50 IU/mL dan dimasukkan
ke dalamnya. Selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama seperti pada
pembuatan larutan larutan uji pada penetapan kondisi optimum KCKT.
Larutan baku seri disuntikan ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur yang
telah dipilih pada uji optimasi dan masing-masing larutan baku seri
disuntikan dengan 3 kali pengulangan, kemudian dibuat kurva antara
konsentrasi analit yang berbeda-beda (x) terhadap respon instrumen atau
luas area (y) dan dikaji secara visual, apakah linier atau tidak. Selanjutnya
ditetapkan kurva linier: y = bx + a, dimana a adalah intersept (perpotongan
dengan garis dengan sumbu y) dan b adalah slope (kemiringan garis
regresi), kelinieran kurva ditentukan dengan cara menghitung koefesien
korelasi (r) dan standar deviasi relatif regresi linier (V
xo
). Linieritas
3.3
3. 3. 3. 33333333333333. 3. 3333333333. 333. 3333. 33333333. 3333. 3. 33. 3. 33333333333. 3. 333. 33333333333333333333333333333. 33333333333333333333333333333. 3333333. 333333333333333333. 3333.333
34
diterima apabila nilai r > 0,995 dan V
xo
_ 5. Untuk menentukan nilai a,
b, r dan V
xo
digunakan rumus sebagai berikut:
Selanjutnya dibuat kurva konsentrasi versus faktor respon detektor
dan kurva konsentrasi versus residual. Faktor respon detektor dihitung
dengan menggunakan rumus:
Residual dihitung menggunakan rumus:
Residual = (Y^ - Y)
Y^ = Luas area vitamin A secara teoritis (dari persamaan garis regresi).
Y = Luas area vitamin A yang diamati.
Masing-masing kurva tersebut diamati secara visual, jika terjadi
penyebaran titik-titik secara random antara konsentrasi vitamin A dengan
faktor respon detektor dan konsentrasi vitamin A dengan residual yang
mendekati garis tengah menunjukkan linieritas yang baik.
d
b
d
d
R
YYYYY
YYYYYY
ppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp
ffa ff
mmmm
35
3.4.5 Uji presisi
Untuk pembuatan larutan uji presisi, sebelumnya disiapkan terlebih
dahulu sampel minyak goreng sawit yang mengandung vitamin A dengan
3 tingkat konsentrasi yang berbeda yaitu: kadar rendah 22,5 IU/g, kadar
menengah 45 IU/g dan kadar tinggi 67,5 IU/g. Masing-masing sampel
tersebut ditimbang dengan saksama sejumlah 2,5 gram, dimasukkan ke
dalam labu takar berwarna coklat 25 mL, kemudian ditambahkan 2,5 mL
n-pentana, lalu dikocok sehingga minyak goreng sawit larut. Selanjutnya
dilakukan perlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan larutan uji
pada penetapan kondisi optimum KCKT. Uji presisi dilakukan dengan
cara menyuntikkan larutan uji ke dalam sistem KCKT menggunakan
prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi. Masing-masing sampel
dengan 3 tingkat konsentrasi yang berbeda dianalisis sebanyak 6 kali
pengulangan. Perhitungan kadar sampel dilakukan menggunakan
persamaan kurva kalibrasi dengan menggunakan rumus:
Kemudian kadar dari masing-masing uji presisi dihitung dan
ditentukan nilai rata-ratanya, standar deviasi (SD) dan standar deviasi
relatif (RSD). Presisi diterima bila memenuhi kriteria: untuk satu penguji
(repeatabilitas): % RSD sampel _ x RSD Horwitz dan untuk intralab
(intra reprodubilitas): % RSD sampel _ RSD Horwitz. RS D Horwitz
dihitung menggunakan rumus:
3.4.6 Uji akurasi
Untuk pembuatan larutan uji akurasi, digunakan sampel minyak
goreng sawit yang sama pada uji presisi. Masing-masing sampel minyak
goreng tersebut ditimbang dengan saksama sejumlah 1,25 gram,
dimasukkan ke dalam labu takar coklat 25 mL, kemudian ditambahkan 2,5
mL n-pentana, lalu dikocok sehingga minyak goreng sawit larut. Untuk
akurasi pada tingkat kadar rendah ditambahkan baku vitamin A 50 IU/mL
3.4
333. 3. 3333. 3. 3. 33. 3. 3. 3. 3. 33. 3. 33. 3. 33. 3. 3333. 33333. 3333. 33. 333333333. 33. 33. 3. 333. 33. 333. 3. 3. 33. 3. 3. 3. 3. 3. 3333. 3333. 3333. 333333333 44444
36
sebanyak 0,6 mL, untuk tingkat kadar menengah 1,2 mL dan untuk akurasi
tingkat kadar tinggi ditambahkan 1,8 mL. Selanjutnya dilakukan perlakuan
yang sama seperti pada pembuatan larutan larutan uji pada penetapan
kondisi optimum KCKT. Uji akurasi dilakukan dengan cara menyuntikkan
larutan uji ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur penetapan kadar yang
telah ditentukan dari hasil uji optimasi. Masing-masing sampel dengan 3
tingkat konsentrasi yang berbeda dianalisis sebanyak 6 kali pengulangan.
Berdasarkan luas area yang didapat, dengan menggunakan kurva kalibrasi
baku selanjutnya dihitung jumlah total vitamin A, vitamin A dari sampel
dan rekoveri vitamin A. Akurasi metode dinyatakan sebagai % rekoveri
yang dihitung dengan menggunakan rumus:
Akurasi diterima bila memenuhi kriteria: rekoveri yang diperoleh pada
rentang 80110 %
3.4.7 Uji selektivitas (spesifisitas)
Larutan untuk uji selektivitas dibuat dengan cara menimbang dengan
saksama sejumlah 2,5 gram sampel minyak goreng sawit yang sama pada
uji presisi (mengandung vitamin A dengan konsentrasi 45 IU/g), kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar coklat 25 mL, ditambahkan 2,5 mL n-
pentana lalu dikocok sehingga minyak goreng sawit larut, ditambahkan 2,5
mL larutan butil hidroksi toluena 0,25 % dalam 2-propanol, 1 mL
campuran larutan butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena
(BHT), propil galat, tersier butil hidrokuinon (TBHQ), vitamin D dan
vitamin E masing-masing 1000 ppm serta beta karoten 100 ppm dalam 2-
propanol dan 10 mL larutan tetra-n-butil amonium hidroksisida 0,1 M
dalam 2-propanol, kemudian larutan diencerkan dengan 2-propanol hingga
tanda tera, lalu dikocok hingga homogen. Kemudian larutan disaring
menggunakan membran filter 0,2 m dan dilakukan sonifikasi selama 10
menit. Uji selektivitas (spesifisitas) dilakukan dengan cara menyuntikkan
larutan ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji
s
ti
y
k
la
te
ti ti ti ti ti ti ti ti tti ti ttti tii tii tti ti ti ti ti tti ti tti ti ttti ti ttti ti tti ti tii ttttttttti tttti ttttttttttttttttttttttttttt
BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb
ddddd
yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
AAAAAAAAAA
rrrre rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
3.4.777 UUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU
s
u
d
p
m
ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc
((B (((
vvvvvv
pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp
ddddddd
tta ttt
mmmm
mmmmmm
la la la la la llllllllllllllllllllllllllllllllla l
37
optimasi. Uji selektivitas (spesifisitas) dilakukan sebanyak 6 kali
pengulangan. Perhitungan kadar dilakukan menggunakan kurva kalibrasi,
kadar rata-rata dan SD dari masing-masing uji selektivitas (spesifisitas)
dihitung. Dengan menggunakan uji t, dibandingkan kadar rata-rata dan SD
yang diperoleh dari uji selektivitas (spesifisitas) dengan kadar rata-rata dan
SD yang diperoleh dari perhitungan presisi. Selektivitas (spesifisitas)
diterima apabila nilai yang diperoleh dari perhitungan uji t seperti di atas
memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna.
3.4.8 Uji robustness
Larutan untuk uji selektivitas dibuat dengan cara menimbang dengan
saksama sejumlah 2,5 gram sampel minyak goreng sawit yang sama pada
uji presisi (mengandung vitamin A dengan konsentrasi 45 IU/g).
Selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama seperti pada pembuatan
larutan uji pada presisi. Uji robustness dilakukan dengan cara
menyuntikkan larutan uji ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur yang
telah dipilih pada uji optimasi, namun pada metode tersebut dilakukan
sedikit perubahan kecil seperti: perubahan penambahan atau pengurangan
jumlah pereaksi yang digunakan, perubahan komposisi fase gerak,
perubahan laju alir, dan perubahan merek kolom. Pada penelitian ini, uji
dilakukan dengan cara melakukan sedikit perubahan pada:
1. Pengurangan jumlah pereaksi n-pentana 2 mL, larutan antioksidan
butil hidroksi toluena 2 mL dan larutan tetra-n-butil amonium
hidroksida 9,5 mL
2. Penambahan jumlah pereaksi n-pentana 3 mL, larutan antioksidan butil
hidroksi toluena 3 mL dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida
10,5 mL
3. Perubahan komposisi fase gerak menjadi asetonitril : air (81:19) dan
laju alir 1,74 mL/menit.
4. Perubahan komposisi fase gerak menjadi asetonitri : air (79:21) dan
laju alir 1,76 mL/menit.
3. 3. 3. 3. 3. 3. 3. 33. 3333333333. 3333. 33333333. 3. 33333.. 3... 3. 33333333333333333333 444
38
5. Perubahan penggunakan merek kolom yang berbeda: kolom C 18
panjang 250 mm, diameter dalam 4,6 mm dan ukuran partikel 5 Pm
(Shimadzu Shim-pack, Jepang).
Masing-masing perubahan kondisi pada uji robutsness dilakukan
sebanyak 6 kali pengulangan. Perhitungan kadar dilakukan menggunakan
kurva kalibrasi, kadar rata-rata dan SD dari masing-masing uji dihitung.
Dengan menggunakan uji t, dibandingkan kadar rata-rata dan SD yang
diperoleh dari uji robustness dengan kadar rata-rata dan SD yang diperoleh
dari perhitungan presisi. Uji robustness diterima apabila nilai yang
diperoleh dari perhitungan uji t seperti di atas memberikan hasil yang tidak
berbeda bermakna.
3.4.9 Uji batas deteksi dan batas kuantisasi
Untuk pembuatan larutan untuk penentuan uji batas deteksi dan batas
kuantisasi, sebelumnya disiapkan terlebih dahulu sampel minyak goreng
sawit yang mengandung vitamin A dengan 7 tingkat konsentrasi yang
berbeda yaitu: kadar 0,5 IU/g, 0,625 IU/g, 1 IU/g, 1,25 IU/g, 2,5 IU/g, 5
IU/g dan 10 IU/g. Penyiapan larutan uji dilakukan dengan cara dilakukan
perlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan uji pada presisi. Uji
penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ) dilakukan
dengan cara menyuntikkan larutan uji ke dalam sistem KCKT sesuai
prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi. Kromatogram yang
diperoleh dianalisis dengan membuat data kadar spike yang berbeda-beda
(X), tinggi noise (N), tinggi sinyal atau puncak (S) dan perbandingkan
sinyal dengan noise (S/N). Kemudian dibuat kurva hubungan antara
konsentrasi spike (X) terhadap respon S/N (Y) dan dibuat persamaan garis
regresi kurva linier: y = bx + a. Berdasarkan kurva linier tersebut,
kemudian dihitung nilai LOD dan LOQ dengan menggunakan rumus:
LOD = harga nilai X pada S/N = 3, sedangkan nilai LOQ = harga nilai X
pada S/N = 10
5
s
k
DDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDD
ddddddddddddddddddddddd
ddddddddddddddddddddddd
dddddd
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb
3.4.9999 UUUUUUUUUUUUUUUUU
kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
sssssssssss
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb
IU III
p
p
d
p
d
(X
ssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss
kkkkkk
re rrrr
kkkkkkkkkkk
LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL
ppppppppppppppppppppppppppppppppp
39
3.4.10 Penetapan kadar vitamin A pada minyak goreng sawit yang beredar
di pasaran
Untuk penetapan kadar vitamin A pada minyak goreng sawit yang
beredar di pasaran, sebelumnya dilakukan pembelian sampel beberapa
merek minyak goreng sawit yang pada labelnya mengklaim akan
kandungan vitamin A. Penyiapan larutan uji dilakukan dengan cara
dilakukan perlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan uji pada
presisi. Masing-masing sampel dilakukan pengulangan pengujian minimal
2 kali. Masing-masing larutan uji tersebut kemudian disuntikkan ke dalam
sistem KCKT sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi.
Kromatogram yang dihasilkan diamati dan perhitungan kadar vitamin A
dilakukan menggunakan kurva kalibrasi.
3.4