You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan keluarnya urine. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain: masalah medic, social, maupun ekonomi. Masalah medic berupa iritasi dan kerusakan kulit di sekitar kemaluan akibat urine, masalah social berupa perasaan malu , mengisolasi diri dari pergaulannya, dan mengurung diri di rumah. Pemakaian pemper atau perlengkapan lain guna menjaga supaya tidak selalu basah oleh urine, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan. Stigma tentang inkontinensia urin disertai dengan kurangnya pemahaman tenaga profesional kesehatan tentang pilihan intervensi menyebabkan kurang tepatnya terapi untuk kondisi ini dengan konsekuensi yang serius pada pasien-pasien berusia lanjut (usila). Beberapa bentuk terapi termasuk intervensi terapi fisik yang umum dilakukan seperti terapi latihan, latihan beban, biofeedback dan stimulasi elektrik, bersifat efektif dalam memperbaiki atau mengobati inkontinensia urin sesuai dengan kondisi individual sebagai suatu bentuk terapi utama ataupun terapi tambahan untuk terapi medikamentosa ataupun operasi. Terapi inkontinensia urin secara dini dan efektif diperlukan untuk mengembalikan fungsi fisik dan emosional orang yang menderitanya.

Epidemiologi Inkontinensia urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), Pada tahun 1998 Asia Pacific Continence Advisory Board (APCAB) menyatakan prevalensi inkontinensia urin pada wanita Asia adalah sekitar 14,6%. Di Amerika Serikat saat ini tercatat 13 juta orang mengalami inkontinensia dengan 11 juta diantaranya berjenis kelamin wanita. Dua puluh lima persen wanita antara usia 30-59 tahun pernah mengalami inkontinensia urin, sementara pada individu berusia 60 tahun atau lebih, 15%30% menderita inkontinensia urin. Di antara wanita berusia pertengahan, suatu penelitian mengindikasikan bahwa dari 58% populasi yang melaporkan inkontinensia hanya 25% yang mencari terapi untuk kondisi tersebut. Thomas mengidentifikasikan bahwa hanya 1 dari 10 wanita akan mencari pelayanan kesehatan profesional untuk masalah inkontinensianya. Tahun 1997, berdasarkan hasil dari 21 penelitian, Hampel menemukan bahwa stress incontinence merupakan bentuk paling sering (49%) inkontinensia pada wanita sementara urge incontinence merupakan bentuk tersering (40-80%) pada pria. Thomas et al melaporkan bahwa gejala stress incontinence lebih sering terjadi pada wanita berusia 45-54 tahun, sementara urge incontinence kejadiannya akan meningkat seiring dengan pertambahan usia (antara 35-64 tahun). Sementara Kondon dan rekannya menemukan prevalensi stress incontinence maksimum (43%) pada kelompok usia 50 tahun). Fisiologi Berkemih Normal Pada orang dewasa sehat, kerja kandung kemih dapat dibagi dalam dua fase; fase pengisian, dengan kandung kemih berfungsi sebagai reservoar urine yang masuk secara berangsur-angsur darsi ureter, dan fase miksi dengan kandung kemih befungsi sebagai pompa serta menuangkan urine melalui uretra dalam waktu relatif singkat.

Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan intraabdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncatloncat atau kencing dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran mekanisme penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks).

Terjadi pengisian kandung kemih Tekanan di dalam kandung kemih meningkat Otot detrusor relaksasi Volume daya tampung membesar Distimulus lewat serabut refleks eferen

Sfingter interna menutup Urine masuk ke uretra posterior

sfingter eksterna relaksasi isi kandung kemih keluar

Definisi Inkontinensia Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan hygiene serta secara objektif tampak nyata. Inkontinensia urin dapat merupakan suatu gejala, tanda ataupun suatu kondisi. Kondisi ini bukan merupakan bagian yang normal dari proses penuaan, walaupun prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Kapasitas kandung kemih normal (tanpa mengalami ketidaknyamanan) adalah 250-400 ml. keinginan untuk mengosongkan terjadi bila urine dalam kandung kemih sebanyak 150-250 ml.

Jenis inkontinensia urine Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas beberapa jenis yang paling sering ditemukan yaitu : A. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence) Inkontinensia urine stress (SUI) Adalah keluarnya urine dari uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena factor sfingter (uretra) yang tidak mampu mempertahankan tekanan intrauretra pada saat tekanan intravesika meningkat (buli-buli) terisi.

Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk dan mengangkat benda berat. Pada pria kelainan pada uretra yang menyebabkan inkontinensia biasanya adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi, sedangkan pada wanita penyebab kerusakan uretra dibedakan dalam dua keadaan, yakni hipermobilitas uretra dan deisiensi intrinsic uretra. Kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatetomi radikal lebih sering terjadi daripada pasca TURP. Tidak jarang pasien mengalami kerusakan total sfingter eksterna sehingga mengeluh inkontinensia totalis.

Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang berfungsi sebagai penyanggah uretra dan buli-buli. Kelemahan otot ini menyebabkan terjadinya penurunan (herniasi) dan angulasi leher buli-buli uretra pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Herniasi dan angulasi itu terlihat sebagai terbukanya leher buli-buli uretra sehingga menyebabkan bocornya urine dari buli-buli meskipun tidak ada peningkatan tekanan intravesika. Defisiensi sfingtter intrinsic (ISD) dapat disebabkan karena suatu trauma , penyulit dari operasi, radiasi, atau kelainan neurologi. Cirri-ciri dari jenis ISD adalah leher buli-buli dan uretra posterior tetap terbuka pada keadaan istirahat meskipun tidak ada kontraksi otot detrusor sehingga uretra proksimal tidak lagi berfungsi sebagai sfingter. Klasifikasi inkontinensia stress Klasifikasi yang ditemukan oleh blaivas dan Olsson (1988), berdaasarkan pada penurunan letak lehher buli-buli dan uretra setelah pasien diminta melakukan maneuver valsava. Penilaian ini dilakukan berdasarkan pengamatan klinis berupa keluarnya (kbocoran) urine dengan bantuan video urodinamik

Tipe 0 Pasien mmengeluh tentang inkontinensia stress tetapi pada pemeriksaan tidak diketemukan adanya kebocoran urine. Pada video urodinamika setelah maneuver valsava , leher buli-buli dan uretra menjadi terbuka.

Tipe 1 Jika terdapat penurunan kurang dari 2 cm dan kadang-kadang disertai dengan sistokel yang masih kecil.

Tipe II Jika penurunan lebih dari 2 cm dan seringkali disertai dengan adanya sistokel, dalam hal ini sistokel mungkin berada di dalam vagina (tipe IIa) atau di luar vagina (tipe IIb)

Tipe III Leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanya kontraksi detrusor maupun maneuver valsava, sehingga urine selalu keluar karena factor gravitasi atau penambahan tekkanan intravesika (gerakan yang minimal). Tipe ini disebabkan defisiensi sfingter intrinsic atau intrinsic sphincter defisience (ISD).

B. Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence) Inkontinensia desakan adalah keluarnya urine secara involunter dihubungkan dengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi). Biasanya terjadi akibat kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi tanpa sadar secara spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk). Kandung kemih dengan keadaan semacam ini disebut kandung kemih tak stabil. Biasanya kontraksinya disertai dengan rasa ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal enuresis. Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan hanya karena detrusor (urgensi motorik), akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi sensorik). Urgensi sensorik terjadi karena adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan dengan gangguan meatus uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi pada vagina dan serviks.Burnett, menyebutkan penyebabnya adalah tumor pada susunan saraf pusat, sklerosis multipel, penyakit Parkinson, gangguan pada sumsum tulang, tumor/batu pada kandung kemih, sistitis radiasi, sistitis interstisial. Sedang urgensi motorik lebih sering dihubungkan dengan terapi suportif, termasuk pemberian sedativa dan antikolinegrik.
6

C. Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence) Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter ketika tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal uretra akibat dari distensi kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar tetes demi tetes. Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat cedera vertebra, sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular, meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor otak dan medula spinalis.

D. ikontinensia kintinua Inkotinensi kontinua adalah urine yang selalu keluar stiap saat dan dalam berbagai posisi. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula system urinaria yang menyebabkan urine tidak melewati sfingter uretra. Pada fistula vesikovagina terdapat lubang yang menhubungkan buli-buli dan vagina. Jika lubangnya cukup besar, buli-buli tidak pernah terisi dengan urine , karena urine yang berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung di buli-buli dan keluar melalui fistula ke vagina. Fistula vesikovagina seringkali disebabkan oleh operasi ginekologi , trauma obstetric atau pasca radiasi di daerah pelvic fistula system urinaria yang lain adalah fistula ureterovagina yaitu terdapat hubungan langsung antara ureter dengan vagina. Keadaan ini juga disebabkan karena cedera ureter pasca operasi daerah pelvis. Diagnosis Perlu ditanyakan sampai seberapa jauh inkontinensia ini mengganggu kehidupan dan berapa banyak urine yang dikeluarkan pada saat inkontinensia. Keluarnya tetesan-tetesan urine yang tidak mampu dicegah dapat dijumpai pada inkontinensia paradoksa. Keluarnya urine dalam jumlah yang cukup banyak dijumpai pada inkontinensia kontinua akibat suatu fistula, ektopik ureter , ataupun kerusakan sfingter uretra. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga biasanya ditemukan pada inkontinensia stress sednagkan pada

inkontinensia urgensi didapatkan adanya gejala khas berupa urgensi , frekuensi, nokturia dan nocturnal enuresis. Pada pemeriksaan abdomen dicari kemungkinan dijumpai adanya distensi buli-buli yang merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa atau adanya massa di pinggang dari suatu hidronefrosis. Sedangkan jika ditemukan buli-buli kosong merupakan tanda dari inkontinensia kontinua. Pada region urogenitalia, perhatikan orifisium uretra dan vagina dicari kemungkinan adanya kelainan dinding vagina anterior maupun posterior. Perhatikan adanya perubahan warna dan penebalan mukosa vagina yang merupakan tanda dari vaginitis atrofikans akibat defisiensi estrogen. Hal ini biasanya disertai dengan peningkatan sensitifitas buli-buli dan uretra yang dapat terlihat pada inkontinensia urge. Perhatikan kemungkinan adanya sistokel, enterokel, prolaps uteri, atau rektokel yang menyertai suatu SUI. Pemeriksaan palpasi bimanual untuk mencari adanya massa pada uterus atau adneksa. Perhatikan posisi orifisium externum. Jika didapatkan penonjolan dari orifisium externum mungkin merupakan suatu proses inflamasi atau divertikulum. Mintalah pasien untuk melakukan maneuver valsava, jika terdapat penurunan leher buli-buli uretra dan dijumpai urine yang keluar, kemungkinan pasien menderita suatu SUI. 1. Pemeriksaan Penunjang Selain dilakukan urinalisis dan kultur urin, pemeriksaan laboratorium juga harus mencakup pemeriksaan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum (National Institutes of Health, 1990; Resnick, 1990a). Kultur urin akan membantu untuk menyingkirkan infeksi, yang berhubungan dengan inkontinensia Test diagnostik lanjut yaitu sistourethroskopi dan diagnostik imaging. Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa anestesi, dapat dilihat keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum. Test urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter ektopik).

Gambar 4. uroflowmetri Pada pemeriksaan uroflowmetri tidak ada persiapan khusus. Pasien akan diminta minum banyak kemudian berkemih pada suatu alat yang memakai detektor (probe). Selanjutnya komputer akan menganalisis kekuatan pancarannya.

Gambar 5. Sistometri Sistometri merupakan test yang paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun hipoaktif Terapi Inkontinensia urine adalah merupakan gejala atau manifestasi klinis dari suatu kelainan yang ada di buli-buli, uretra, atau organ lain. Untuk itu terapi ditujukan pada penyakit yang menyebabkan timbulnya inkontinensia urine , disamping dilakukan usaha-usaha untuk mengatasi problematic social akibat inkontinensia. Pada inkontinensia yang disebabkan oleh fistula ureterovagina, fistula vesikovagina yang cukup lebar , dan ureter ektopik, pilihan terapi adallah berupa operasi. Begitupula pada inkontinensia paradoksa yang disebabkan adanya obstruksi infravesika, terapi paling tepat adalah desobstruksi.

Pada inkontinensia urine stress atau urge, pilihan terapi tergantung dari derajat keparahan inkontinensia. Terapi yang dipilih berupa 1) latihan/rehabilitasi 2) medikamentosa 3) operasi Latihan / Rehabilitasi Bantuan ahli rehabilitasi medic sangat diperlukan untuk keberhasilan program ini. p elvic floor exercise atau disebut kegel exercise bertujuan untuk meningkatkan resistensi uretra dengan cara memperkuat otot-otot dasar panggul dan otot periuretra. Pasien dilatih belajar cara melakukan atau mengenal kontraksi otot dasar panggul dengan cara mencoba menghentikan aliran urine (melakukan kontraksi otot-otot pelvic) kemudian mengeluarkan kembali urine melalui relaksasi otot sfingter. Setelah itu pasien diinstruksikan untuk melakukan kontraksi otot dasar panggul (seolah-olah menahan urine) selama 10 detik sebanyak 10-20 kali kontraksi dan dilakukan dalam 3 kali setiap hari. Untuk mendapatkan efek yang diharapkan mungkin diperlukan 6-8 minggu latihan. Dikatakan bahwa latihan ini menyebabkan terjadinya hipertrofi otot-otot dasar panggul. Hal ini dapat meningkatkan tekanan mekanik pada uretra sehingga memperbbaiki fungsi sfingter uretra. Hipertrofi otot dasar panggul dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyanggah organ-organ pelvis sehingga mampu mencegah desensus buli-buli-uretra. Tidak jarang latihan ini dikombinasikan dengan stimulasi elektrik dan biofeedback.latihan ini dapat dipakai sebagai prevensi terjadinya inkontinensia urine pada wanita muda sebelum melahirkan. Pada terapi behavioural pasien diberi pengetahuan tentang fisiologi system urinaria sebelah bawah dan kemudian mengikuti jadwal miksi seperti yang telah ditentukan. Dalam hal ini pasien dilatih untuk mengenal timbulnya sensasi urgensi , kemudian mencoba menghambatnya, dan selanjutnya menunda saat miksi. Jika sudah terbiasa dengan cara ini , interval diantara miksi menjadi lebih lama dan didapatkan volume miksi yang lebih banyak Medikamentosa Antikolinergik. Antikolinergik adalah obat penghambat system parasimpatik eferen pada otot detrusor. Ikatan obat ini pada reseptor muskarinik lebih kuat daripada ikatan Ach-reseptor muskarinik sehingga menghambat transmisi impul yang mencetuskan kontraksi detrusor. Obat ini dapat meningkatkan kapasitas buli-buli dan menunjukkan hasil yang cukup baik pada
10

overaktivitas buli-buli jenis obat yang digunakan adalah: propanthelin bromide, oksibutinin (ditropan), dan talterodine tartrate. Dalam hal ini oksibutinin dapat diberikan secara sistemik ataupun intravesika. Tabel 1. Obat pilihan pada inkontinensia urge Secara sistemik 1. Antikolinergik prophantelin tartrate) 2. Pelemas flavoxate) 3. Antidepresan trisiklik (imipramine) 4. Antiprostaglandin 5. Penghambat kanal kalsium otot polos (dicyclomine, bromide, (oksibutinin, tolterodine Secara topical 1. Menghambat jalur eferen (transmisi kolinergik nervus pelvikus detrusor) Oksibutinin Atrofin

2. Menghambat jalur aferen Anestesi local Capsaicin Resiniferatoxin

Pelemas otot polos. Dicyclomine dan flavoxate merupakan pelemas otot polos yang mempunyai efek antispasmodic. Keduanyan berguna pada keadaan hiperefleksia otot detrusor Trisiklik antidepresan. Imipramin adalah obat golongan antidepresan trisiklik yang mempunyai berbagai macam efek pada inkontinensia urge. Obat ini dikatakan mampu berfungsi sebagai pelemas otot, memberikan anestesi local pada buli-buli, dan mempunyai efek antikolinergik. Secara klinis obat ini menurunkan kontraktilitas buli-buli dan meningkatkan resistensi uretra. Efek samping yang dapat terjadi adalah kelemahan, mudah lelah, hipotensi postural, pusing dan sedasi . pada usia lanjut sebaiknya penggunaan obat ini dibatasi. Penghambat kanal kalsium. Kalsium dikenal sebagai ion yang keberadaannya di dalam sel dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot. Kadar ion kalsium di dalam sel dapat diturunkan dengan menghalangi masuknya ke intraselular diharapkan dapat menurunkan kontraksi otot detrusor pada instabilitas buli-buli. Efek samping yang dapat terjadi berupa flushing, pusing, palpitasi, hipotensi dsn reflek takikardi.

Inkontinensia stress Tujuan terapi pada inkontinensia stress adalah meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan resistensi bladder outlet. Obat-obatan yang dipakai adalah agonis adrenergic , estrogen, dan antidepresan trisiklik.
11

Agonis

adrenergic. Obat ini merupakan suatu stimulator reseptor adrenergic

yang dapat

mmenyebabkan kontraksi otot polos pada leher buli-buli dan uretra posterior. Jenis obat yang diberikan adalah efedrin , pseudoefedrin dan fenilpropanolamin. Obat ini cukup efektif jika diberikan pada inkontinensia stress derajat ringan dan sedang. Estrogen. Pemakaian estrogen pada inkontinensia masih dalam perdebatan. Beberapa ahli menyebutkan bahwa pemakaian kombinasi bersama obat adrenergic atau sinergistik. Pemberian estrogen pada menopause dapat resepptor adrenergic mempunyai efek aditif

meningkatkan kembali jumlah

pada uretra. Pada saat menopause terjadi penurunan estrogn sehingga

semua jaringan yang keberadaannya membutuhkan estrogen menjadi atrofi, diantaranya adalah otot dan jaringan pada dasar panggul. Estrogen dapat diberikan peroral atau pervagina. Pemberian perooral dapat mengembalikan atau mencegah terjadinya atrofi jaringan urogenitalia. Pembedahan Pada inkontinensia yang disebakan oleh fistula atau kelainan bawaan ektopik ureter tindakan yang paling tepat adalah pembedahan, berupa penutupan fistula atau neoimplantasii ureter ke buli-buli. Inkontinensia urge dan inkontinensia stress tindakan pembedahan dilakukan jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang maksimal. Pada inkontinensia urge untukk mengurangi overaktivitas buli-buli dapat dilakukan rhizolis, sedangkan penurunan komplians buli-buli dilakukan augmmentasi buli-buli. Hipermobilitas uretra dikoreksi dengan melakukan suspense leher buli-buli dengan berbagai teknik, antara lain : marshall marchetti kranzt (MMK), burch, stamey, tension free vaginal tape (TVT), atau teknik yang lain. Pada keadaan defisiensi sfingter uretra intrinsic (ISD) dapat dilakukan pemasangan pubovaginal sling, injeksi kolagen periuretra, atau sfingter artificial.

12

KESIMPULAN Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan hygiene serta secara objektif tampak nyata. Inkontinensia urin dapat merupakan suatu gejala, tanda ataupun suatu kondisi. Kondisi ini bukan merupakan bagian yang normal dari proses penuaan, walaupun prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan usia Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas beberapa jenis yang paling sering ditemukan yaitu : A. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence) B. Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence) C. Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence) D. ikontinensia kintinua E. Fistula urine Inkontinensia urine adalah merupakan gejala atau manifestasi klinis dari suatu kelainan yang ada di buli-buli, uretra, atau organ lain. Untuk itu terapi ditujukan pada penyakit yang menyebabkan timbulnya inkontinensia urine , disamping dilakukan usaha-usaha untuk mengatasi problematic social akibat inkontinensia. Pada inkontinensia yang disebabkan oleh fistula ureterovagina, fistula vesikovagina yang cukup lebar , dan ureter ektopik, pilihan terapi adallah berupa operasi. Begitupula pada inkontinensia paradoksa yang disebabkan adanya obstruksi infravesika, terapi paling tepat adalah desobstruksi. Pada inkontinensia urine stress atau urge, pilihan terapi tergantung dari derajat keparahan inkontinensia. Terapi yang dipilih berupa 1) latihan/rehabilitasi 2) medikamentosa 3) operasi

13

DAFTAR PUSTAKA Andrianto, 2011. Inkontinensia urine. Available from http://www.scribd.com/doc/11489146/Inkontinensia-urin(Accesed : 2011, September 24). Vitriana, dr. 2002. Evaluasi dan Manajemen Medis inkontinensia urine. http://www.scribd.com/doc/51088744/evaluasi dan manajemen medis inkontinensia urine. (Accesed : 2011, September 24 ). Purnomo B. Basuki. 2021. Dasar-dasar urologi edisi ketiga. Jakarta .: sagung seto Tanagho, A. Emil. 2011. Smith general urology. San fransisco: University of California School of Medicine.

14

You might also like