You are on page 1of 3

Miastenia Gravisvis Miastenia gravis adalah kelainan neuromuskular yang di tandai oleh kelemahan otot dan cepat lelah

akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga jumlah AchR berkurang di neuromuscular juction.

Patofiologi Dalam keadaan normal, di neuromuscular juction, Ach di sintesis di terminal saraf motorik dan di simpan dalam vesikel-vesikel. Ketika potensial aksi merambat sepanjang saraf motorik dan mencapai terminal saraf tersebut, Ach dari 150-200 vesikel di lepaskan dan melekat pada AchR sehingga memungkinkan masuknya berbagai kation terutama Na sehingga menimbulkan depolarisasi end plate serabut otot yang pada akhirnya menimbulkan kontraksi otot. Proses ini secara cepat berakhir dengan cara hidrolisi Ach oleh asetilkolinesterase (AchE) yang banyak terdapat pada synaptic folds. Pada keadaan miastenia gravis, jumlah AchR menurun dan postsynaptic folds menjadi lebih rata sehingga transmisi neuromuskular tidak efisien sehingga kontraksi otot melemah. Kelainan neuromuskular pada miastenia gravis di sebabkan oleh proses autoimun akibat adanya antibody spesifik terhadap AchR, sehingga jumlah AchR menurun. Etiopatogenesis proses autoimun pada miatenia gravis, tidak semua di ketahui, walaupun demikian diduuga kelenjar timus turut berperan pada patogebesis miastenia gravis. Sekitar 75% pada pasien miastenia gravis menunjukkan timus yang abnormal, 65% pasien menunjukkan hiperplasia timus dan 10% berhubungan dengan timoma.

Gambaran klinik Insiden miastenia gravis mencapai 1 dari 7500 penduduk, menyerang semua kelompok umur, terutama wanita pada dekade kedua dan ketiga atau laki-laki pada dekade kelima dan keenam. Secara keseluruhan wanita lebih banyak dari pada laki-laki dengan rasio 3:2. Gambaran klinis yang khas adalah kelemahan otot dan cepat lelah, terutama akibat kegiatan fisik atau latihan berulang yang akan membaik dengan istirahat atau tidur. Distribusi kelemahan otot bervariasi. Kelemahan otot okuler terutama palebradan otot ekstraokular akan di serang pada awal timbulnya penyakit yang menyebabkan ptosisi dan diplopia. Keterlibatan otot muka akan mempersulit pasien bila akan tersenyum atau mengunyah makanan dan bila berbicara terdengar sengau akibat kelemahan otot palatum. Selain itu pasien akan sulit menelan makanan sehingga beresiko timbulnya regurgitasi dan respirasi. Kelemahan otot ekstermitas terutama menyerang otot proksimal dan bersifat asimetri. Bila menyerang otot pernapasan akan membutuhkan alat bantu napas yang akan mempersulit keadaan pasien.

Diagnosis Diagnosis miastenia gravis di tegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang khas, tes antikolinesterase, EMG, serologi untuk antibodi AchR dan CT-Scan atau MRI toraks untuk melihat adanya timoma.

Tes antikolinesterase Untuk tes ini di gunakan endrofonium (tensilon), suatu antikolinesteras kerja pendek, yang di berkan intravena dalam beberapa detik dan efeknya akan berakhir dalam beberapa menit. Mula-mula endrofonium diberikan dalam dosis 2 mg intravena selama 15 detik, bila dalam waktu 30 detik tidak terdapat respon, dapat di tabahkan 8-9 mg. Respon yang diharapkan meliputi derajat ptosis, deraja gerak mata dan kekakuan menggenggam. Efek samping kolinergik yang dapat muncul antra lain fasikulasi, lakrimasi, kejang otot perut, nausse, vomitus dan diare. Endrofonium harus di berikan secara berhati-hati pada pasien dengan kelainan jantung karena dapat menyebabkan bradikardi, blok antiventrikular, bahkan sampai henti jantung. Untuk mengatasi toksisitas endrofonium, dapat di gunakan atropin.

Elektromiografi Akan tampak gambaran frekuensi yang rendah (2-4 Hz), estimulasi berulang akan menghasilkan penurunan amplitudo dari evoked motor respons. Antibodi AchR Hasil positif bersifat diagnosis, walupun demikian, hasil positif tidak berkorelasi dengan derajat penyakit. Diagnosis deferensial Meliputi sindrom miastenik Lambert-Eaton, neurastenia, hipertiroidisme, botulisme, diplopia akibat tekanan NII, progresside external ophtalmoplegia (miopati mitokondrial).

Penatalaksanaan Pemberian antikolinesterase, pitidostigmin bromida (mestinon)60 mg, 3-5 kali perhari akan membantu pasien untuk mengunyah, menelan dan beberapa aktivitas sehari-hari. Pada malam hari, dapat diberikan mestinon long-acting 180 mg. Efek samping muskarinik berupa diare, kejang otot abdominal, salivasi dan nause, dapat di atasi dengan atropin 0,4-0,6 mg per-oral diberikankan 2-3 kali perhari. Plasmafaresis dan imunoglobulin intravena (IV Ig 400mg/kgBB/hari, selama 5 hari) dapat di berikan untuk memperbaiki keadaan sebelum tindakan operatif atau pada keadaan ktritis

miastenik. Krisis mistenik adalah eksaserbasi keleahan otot yang di ikuti gagal nafas yang mengancam nyawa dan membutuhkan perawatan intensif. Selain itu juga dapat di berikan glukokortikoid, di mulai dengan presdnison dosis rendah 15 mg/hari yang dapat di tingkatkan sampai mencapai efek yang di harapkan atau sampai mencapa dosis 50 mg/hari. Dosis tersebut di pertahankan selama 1-3 bulan kemudian di turunkan perlahan-lahan sampai dosis pemeliharaan. Dosis pemeliharaan daat dipertahankan dalam jangka panjang. Obat-obatan imunosupresif, seperti azatioprin, siklosporin, mofetil mikofenoat dan siklofosfamid, dapat diberikan bersama glukokortikoid. Timektomi dapat di lakukan dan mengahasilkan remisi jangka panjang terutama pada pasien dewasa.

You might also like