You are on page 1of 2

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan: Bagaimana syarat-syarat dan pelaksanaan poligami di Indonesia ?

PEMBAHASAN Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menganut asas monogami, akan tetapi masih memberi kelonggaran bagi mereka yang agamanya mengizinkan untuk melakuakn poligami dengan persyaratan yang cukup ketat. Pasal 3 undang-undang ini merupakan pasal kompromis antara penganut faham yang anti dan yang pro poligami. Golongan yang terakhir ini dapat menyetujui asas monigami, karena memang dianggap sesuai dengan ajaran agamanya, akan tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu masih dapat mengizinkan orang untuk kawin lebih dari satu. Adapun yang dimaksud dengan keadaan-keadaan tertentu yaitu: a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan (pasal 4 ayat 2 UU1/1974) Hal-hal tersebut di atas merupakan alasan untuk dapatnya seseorang mengajukan permohonan pada pengadilan untuk beristri lebih dari satu. Sebaliknya pengadilan akan dapat memberikan izinnya, bilamana dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Adanya persetujuan (lebih tepat kata sepakat/toestemming) dari istri/istrinya; b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak mereka; c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. Kesulitan memperoleh izin dari istri/istri-istrinya ialah, bahwa normaliter tiada seorang istripun yang suka, dimadu, sehingga bilamana ada yang mau memberikan izinnya tiada lain karena dalam keadaan terpaksa dengan pertimbangan-pertimbangan: a. Ia tidak dapat mencari nafkah sendiri; b. Karena usia yang sudah cukup tua, tidak ada harapan lagi untuk kawin lagi dengan orang lain; c. Tidak ingin pecahnya hubungan keluarga, demi kepentingan anak-anaknya. Apa yang dimaksudkan dengan mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anaknya adalah sangat relatif sifatnya, oleh karena sulit untuk mencari tolok ukur kemampuan itu. Oleh karena adanya perkembangan pandangan hidup masyarakat pada dewasa ini, bahwa orang harus selalu hidup berkecukupan dan diperlukan adil dalam kehidupan bermasyarakat. 2

Mengenai suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya adalah sangat subyektif sifatnya, sehingga akan bergantung pada rasa keadilan hakim sendiri. Bila kita telaah sulitnya untuk dipenuhinya syarat-syarat tersebut diatas oleh seorang suami, maka hal tersebut dapat menimbulkan: perkawinan dandestine dan hidup bersama (samemleven). Perkawinan clandestine adalah yang pelangsungannya (tata cara) secara sah memenuhi persyaratan, akan tetapi terdapat cacat yuridis di dalamnya. Misalnya, yang bersangkutan dalam pemberitahuan kehendak kawin, mengaku masih seorang jejaka atau menggunakan izin palsu. Seperti halnya di Bali, di mana poligami pada mulanya merupakan perkawinan yang dibolehkan tanpa persyaratan-persyaratan tertentu, setelah berlakunya undang-undang ini, perkawinan poligami masih dijumpai pula dengan frekuensi yang tidak besar. Adapun alasan-alasan yang digunakan kadang-kadang berada di luar ketentuan undang-undang, yaitu bahwa suami telah menghamili seorang gadis, sehingga terpaksa diberikan izin oleh istri. Selain itu ada pula alasan-alasan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, seperti istri tidak dapat melahirkan keturunan atau sakit-sakitan. Khusus bagi pegawai negeri, baik sipil maupun militer, untuk dapat melakukan poligami, kecuali harus memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, masih harus memperoleh izin khusus dari atasannya yang berwenang di tempat ia bekerja, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintahan Nomor 10 Tahun 1983, Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi pegawai negeri sipil. Sedangkan bagi anggota angkatan bersenjatapun harus memperoleh izin dari Komandan/Panglima Angkatan bersenjata No.Kep/B/12/III/1972, tanggal 10 Maret 1972.

KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan: 1. Pengadilan agama dapat mengijinkan suami berpoligami apabila: a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan (pasal 4 ayat 2 UU1/1974) 2. Suami yang berpoligami harus bersikap adil istri-istri dan anak-anaknya

DAFTAR PUSTAKA Nadimah Tandjung Islam Dan Perkawinan Bulan Bintang, Djakarta, Tanpa tahun. Otto Spies, Modern Turkij en de Islam, Inaugurele rede, dalam Islamic Review, Agustus 1934. Moch. Asnawi, Himpunan Peraturan dan Undang-Undang R.I. Tentang Perkawinan Serta Peraturan Pelaksanannya, Menara, Kudus, 1975, h. 397.

You might also like