You are on page 1of 7

Hidupku tidak ada yang menarik. Pergi sekolah tanpa ada niat belajar.

Pulang sekolah, tidak langsung pulang alias nongkrong. Itupun nongkrong dengan teman pria. Teman wanita? Aku tidak punya teman wanita. Aku juga tidak butuh mereka! Kehidupanku memang berbeda dengan saudara kembarku, Evelyn. Well, dia cantik, pintar, dan berkepribadian baik. Memang, kami adalah kembar identik tapi Mom dan Dad memisahkan sekolah dan tempat tinggal kami. Mom tinggal di apartemen bersama Eve, dan aku bersama ayahku disebuah rumah kecil. Sebenarnya ada beberapa alasan, tapi aku benar-benar tidak peduli dengan alasan mereka misahin kami berdua. Whoops, apa aku lupa mengenalkan diriku pada kalian? Okey, aku Jocelyn dari sekolah Inggris tepatnya di Charterhouse School, sekolah yang mengedepankan olahraga. And, welcome to my life! ** Dimana aku? Tempat apa ini? Dimana yang lainnya? Yang kulihat hanyalah ruangan hampa, kabut tebal dan jalan tanah yang sekarang kupijak. Pakaian putih dan bersih ini, bagaimana bisa aku memakai pakaian ini? Entahlah. Aku merasa aneh pada diriku. Aku meletakkan bokongku diatas tanah yang terasa sangat dingin ini. Menyilangkan kaki dan mencoba berfikir sejenak. Kupejamkan mataku, perlahan-lahan ingatanku kembali. Kewaktu dimana aku sebelum berada ditempat aneh ini. ** FLASHBACK Lihat, Joce! Aku punya permen karet kesukaanmu! seorang pria berpostur tubuh mungil itu berlarilari kecil menghampiri seorang gadis yang terduduk sambil bersandar dibawah pohon besar sendirian. kita tidak akan bertemu lagi.. lirih seorang bocah berkuncir dua sambil memeluk. Ia menenggelamkan kepalanya dan terlihat sedang menangis sesenggukan. aku akan kembali kesini, Joce. Aku janji. Ucap pria berumur 6 tahun itu. Ia membungkukkan tubuhnya sambil mengelus pucuk kepala gadis berkuncir dua itu. Joce mendongakkan kepalanya, Nah, ini permen karet untukmu! pria kecil itu menyodorkan beberapa buah permen karet berwarna warni kepada gadis yang disebutnya Joce. Salahkah saat kita bertemu? Yang membuat mimpiku penuh dengan dirimu.. Meski sebentar mengenalmu Banyak yang bisa kukenang saat ini.. Aku menunggumu. Cepat kembali. Ms. Hailey! kau tertidur lagi! temui saya diruang guru! perintah wanita paruh baya dengan nada getir. Jocelyn! Bagaimana? bagaimana? Apakah kau di skors lagi? beberapa langkah dari segerombolan pria dengan cepat mengerumuni Jocelyn yang baru saja keluar dari ruang guru. Jocelyn menunduk lemas menyambut teman-temannya itu, why? Tell me what happened to you! tambah pria tersebut seraya menggoyang-goyang kedua bahu Jocelyn untuk mendapatkan jawaban darinya.

Gadis berambut pirang itu memiringkan kepalanya sedikit ke kanan dan tersenyum menunjukkan sederetan gigi-gigi mungilnya yang berwarna putih, Haha, aku tidak apa-apa! jawabnya ringan. Ia menjulurkan lidahnya lalu tertawa kecil. benar-benar manis.. batin pria itu. Ding.. Dong.. Bel berbunyi menandakan jam istirahat. Semua murid menghilang untuk sekadar bermain atau membeli makanan. Di cuaca yang sangat terik itu, tampak seorang gadis yang memiliki tinggi 173cm sedang berdiri dipinggir lapangan dengan helm kecil dikepalanya, pakaian pelindung (protective gear), sepatu pool (cleats). Ia tersenyum angkuh sambil memainkan tongkat pemukul yang berada ditangannya. Sedikit menghela nafas saat melihat seorang pria yang yang berada ditengah lapangan melempar bola sebesar kepalan tangan remaja ke arah gadis yang sudah bersiap-siap dipinggir lapangan. Bola berwarna kuning dengan benang grip berwarna merah itu melesat cepat ke arahnya. ayo, pukul bolanya! teriak salah seorang pria yang sedang menyaksikan pertandingan sofbol (softball) antar kelas. Dengan cepat gadis itu menggoyangkan tongkat pemukulnya untuk menangkis bola tersebut hingga membuat home run, run!! sapa suara lain. Gadis itu berlari secepat mungkin mengitari lapangan menginjak semua marka (base) secara berurutan hingga langkahnya tiba di home plate sebelum bola pukulannya dikembalikan atau di tangkap oleh penjaga marka. Semua bersorak setelah gadis itu berhasil menginjak home plate walaupun gadis itu terpeleset. Mereka mengerumuni gadis yang mempunyai nama lengkap Jocelyn Karen Hailey. Ia adalah satu-satunya gadis yang tangguh dalam permainan olahraga softball disekolahnya. wow! kau hebat! Home run yang keren! seru seorang pria yang tampaknya sahabat Joce. Zayn, ini biasa. Jocelyn tersenyum simpul kepada sahabatnya yang sedang merangkulnya itu. Kelas yang dijuluki Insolent Class ini tampak seperti biasanya, ramai dan rusuh walaupun guru sedang mengajarTatapan hijau kecoklatan milik seorang bocah berambut pirang begitu terpaku pada layar iPad dikedua tangannya. Tampaknya ia sedang berbicara dengan seorang gadis yang muncul dilayar iPadnya. baiklah. Aku akan menunggumu pukul satu siang ini di taman seperti biasa. Ujar Jocelyn. kau bicara dengan siapa, Joce? Tanya Zayn yang berusaha mendekatkan penglihatannya ke arah iPad yang berada ditangan Jocelyn. haha, ini ayahku.. dustanya seraya memasukkan iPad-nya ke dalam tas. Sebetulnya yang tadi itu adalah saudara kembar Joce, yaitu Evelyn. Hanya saja.. menurut Jocelyn, belum saatnya untuk Zayn mengetahui hal ini. Saat jam pelajaran berganti, akhirnya guru yang dijuluki killer itu memasuki ruang kelas Jocelyn. Memang, guru itu sangat ditakuti oleh semua murid di Charterhouse School. Tidak terkecuali, Jocelyn yang terkenal nakalnya itu juga takut pada guru yang mempunyai tatapan mematikan itu. Ding.. Dong..

Bel pertanda pulang sekolah terdengar hingga keluar area sekolah. Kini gadis yang akrab disapa Joce itu berada di koridor yang ramai dengan siswa-siswi Charterhouse School. Ia berjalan menyusuri koridor dengan kecepatan yang lumayan cepat walaupun sedikit berdesakan. Di pintu gerbang terlihat segerombolan pria yang diyakini adalah sahabat-sahabat Jocelyn, ntah bagaimana cara mereka menembus siswa-siswi yang berdesakan disepanjang koridor, hai, Zayn! sapa Joce yang berjalan gontai ke arah Zayn dan teman-temannya. hai! balasnya, ia menyingkirkan tubuh beberapa gadis yang sejak tadi mengerumuni Zayn. Mereka adalah gadis-gadis murahan yang rela melakukan apapun demi mendapatkan Zayn. Tapi, dengan angkuhnya Zayn menolak mereka. Itu lucu. maaf, guys. Kali ini aku tidak bisa berkumpul dengan kalian. Ucap Joce sembari menepuk-nepuk pelan pipi kanan Zayn. Itu membuat gadis yang berada disekitarnya berwajah merah padam. Zayn mengangkat alis kirinya sambil menatap Joce dengan tatapan bingung, ku rasa aku sedikit letih. Jadi, aku harus pulang untuk mengistirahatkan tubuhku sejenak. Joce tersenyum canggung kepada Zayn. Ia mencoba meyakinkan Zayn dengan alasan-alasan palsunya itu. Zayn mengangguk, lalu tersenyum lebar. Evelyn, gadis yang bersifat lembut, penyayang, cantik, pintar, dan segala sifat positif ada pada dirinya. Setelah mendengar bel berbunyi, para murid Westminister School dengan cepat meniggalkan kelas namun seorang gadis hanya termenung menatapi jendela, entah apa yang ada di pikirannya itu. Ketika kelas mulai kosong, terdengar suara langkah kuat dari luar kelas. Langkah itu semakin mendekat, dear.. apakah kau sudah siap? Tanya seorang pria mendesah kecil sembari membuka pintu kelas. Gadis itu menghela nafas dengan berhati-hati, Maaf, tapi.. aku harus menemui seseorang hari ini. balasnya gugup tanpa menoleh ke arah pria yang baru saja memasuki ruang kelas ini. APA?! pria itu setengah menjerit hingga membuat gadis itu tersentak. Langkah pria itu dengan cepat menghampiri gadis yang terpaku dijendela ruang kelas. Dengan kasar, pria itu membalikkan tubuh sang gadis untuk menghadapnya. Gadis itu menunduk sehingga rambut ikalnya yang panjang menutupi wajah cantiknya. Jari panjang pria yang mempunyai gelar tinggi di Westminister School menyusup ke dalam helaian rambut gadis itu. Mengulum bibir gadis berparas manis itu. giginya mulai menggigit-gigiti bibir bawahnya hingga bibirnya terluka dan berdarah. Gadis itu hanya mengerang kesakitan, matanya mulai berwarna merah yang dipenuhi air yang hampir menetesSatu persatu air menetes di pipinya. Jocelyn bersenandung manis duduk di tepi taman. Kakinya terus bergerak berirama ketika jari-jari mungilnya mengetuk-ngetuk pelan kursi taman yang didudukinya. Tak lama, terlihat seorang gadis berjalan menghampiri Joce dengan high heels-nya yang lumayan tinggi. Jocelyn sudah mengira bahwa itu adalah adiknya, Evelyn. Joce berdiri dengan sigap, ia membersihkan pakaiannya yang menurutnya kotor, ia juga sedikit merapihkan rambutnya yang agak berantakan, Evelyn! gadis tomboy itu berlari menghampiri Evelyn, dengan cepat ia memeluk sang adik, aku tidak percaya, kau semakin cantik! katanya membuka topik pembicaraan. Tiba-tiba Jocelyn terdiam saat melihat sesuatu dibibir Evelyn, seperti luka goresan, ada apa dengan bibirmu itu? Tanya Jocelyn. Matanya menerawang. Evelyn menghela nafas berat, aku ceroboh, tadi aku menabrak pintu kelas. Dustanya. Ia tersenyum canggung kepada Jocelyn.

Jocelyn POV Aku mengangguk mengiyakan alasan yang terlontar dari mulut Evelyn. Tiba-tiba hujan deras mengguyur tubuh kami, padahal siang ini terik sekali, ayo ke apartemen-ku saja! Evelyn menarikku ke mobilnya pribadinya, apartemen-nya memang dekat dari taman ini. Ia berlari tanpa melepas high heels-nya, bagiku itu luar biasa. high heels? Itu sangat menakutkan. tidak ada yang menduga kalau disiang yang terik seperti ini akan turun hujan besar. Ucap Eve. Aku hanya tersenyum melihatnya yang duduk di jok belakang bersamaku. Kini kami terdiam cukup lama, terduduk lelah seakan semua energi sudah tersedot habis oleh percakapan yang bahkan tidak sampai lima belas menit. Eve memejamkan matanya. Kepalanya teronggok nyaman di sandaran kursi. Embusan nafas yang teratur serta dada yang bergerak naik turun perlahan adalah pertanda bahwa nyawanya masih di raganya. Mata yang tertutup itu menolak terbuka untuk beberapa saat lamanya. Ia tampak sangat kelelahan. Aku tak percaya, setelah beberapa tahun tak bertemu akhirnya aku bertemu dengan saudara kembarku, Eve. Aku terpaku pada setiap rintik-rintik hujan yang membasahi kaca mobil ini sambil mendengarkan suara hujan yang deras serta guntur. Hawa semakin dingin. Orang-orang berlalu-lalang menaiki motor dan mobilnya. Jalanan semakin sesak. Setelah beberapa menit lamanya, hujan pun mulai menipis. Kecepatan mobil ini semakin melambat hingga berhenti di depan gedung megah. Aku dapat menebak ini apartemen dimana Eve tinggal. Eve kini membuka matanya dan melirikku sekilas, kita sudah sampai.. desisnya. Ia melangkahkan salah satu kakinya keluar mobil. Berdiri ditempat sejenak untuk merapihkan rambutnya yang menurutku tidak berantakan. Kami berdua berjalan memasuki apartemen megah itu. Beberapa pasang mata menatap kami. Tidak hanya pengunjung, satpam pun ikut menatap kami. Mungkin karna kami kembar identik, hampir tidak ada perbedaan kecuali sifat- menurutku, ini apartemen yang megah, Eve! Pasti mahal, ya? kataku kagum. Senyum mengembang diwajah Eve. Aku berjalan menyusuri lorong di apartemen ini bersama Eve yang berjalan didepanku. Kami berhenti dan menunggu sejenak didepan nolift. Aku berdiri melipat kedua tanganku didada sambil memakan beberapa permen karet dan sesekali membuat balon besar di mulutku. Lift pun terbuka. Seorang pria yang berada didalam lift itu tercekat melihat balon (permen karet) yang pecah dan memenuhi wajahku. Ia keluar dari lift sedangkan aku dan Eve baru saja memasuki lift. Sebelum pintu lift tertutup otomatis, pria bermata coklat itu sedikit melirik ke arahku. Ah, mungkin ke arah Eve. Aku menelan ludah menatap matanya yang tak asing itu. Apakah aku mengenalnya? Aku memegangi dadaku yang mendadak berdegup kencang. Eve menatapku dan tertawa kecil, Joce, kau menyukainya? Tanya Eve sembari menutup mulutnya dengan tangan mungilnya itu, mungkin untuk menahan agar tidak tertawa. Aku menaikkan alis kiriku, menatapnya seolah-olah baru pertama kali mendengar kosakata menyukai. Aku tidak membalas pertanyaan Eve. Aku masih melipat kedua tanganku didada sambil berfikir sejenak. Apa benar aku menyukainya? Aku saja belum pernah menyukai seseorang. Pernah sih aku menyukai seseorang, tapi itu dulu saat umurku 6 tahun. Mungkin itu hanya cinta monyet. Menurutku itu bukan cinta sesungguhnya. Aku masih mengira bahwa aku belum pernah mencintai seseorang. Ya, itu memang tidak wajar untuk umur 16 tahun sepertiku. Tapi, aku tidak ingin mereka tahu tentang hal ini. Jadi jika mereka mengira aku sedang menyukai seseorang, biasanya aku mengiyakan perkataan mereka walaupun sebenarnya tidakTiba-tiba pintu lift terbuka (otomatis). Dengan langkah serentak, aku dan Eve melangkahkan kaki keluar lift. Aku menoleh kanan kiri seperti ingin menyebrang-. Koridor ini memang indah. Banyak sederetan pintu dimana-mana. Aku yakin salah satunya adalah kamar Eve. Eve mengkayuh

langkahnya, disusul olehku dari belakang. Ia berhenti didepan salah satu pintu. Kemudian ia merogoh tasnya, mengambil dompet, dan mengeluarkan sebuah card kecil seukuran kredit card lalu memasukannya ke sebuah alat yang berbentuk kotak kecil seukuran kotak rokok, dan pintu itu otomatis terbuka dengan sendirinya. Pintu terbuka. Eve menarikku masuk ke dalam kamarnya. Kini aku tengah memperhatikan setiap sudut kamar Eve. Aromanya kamar ini benar-benar merindukan. Seperti beberapa tahun yang lalu saat kami masih bersama, mana Mom? cetusku. Dia sedang berada dinegri orang sekarang. Ya, maklum lah. Jelas Eve ringan. Penjelasannya membuatku mengkerutkan kening, maksudmu? Ibu kembali menjadi detektif? Eve mengangguk kecil. Aku berjalan mengitari setiap sudut ruangannya. Menyentuh sesuatu yang menurutku unik atau lucu. Aku kagum dengan kamarnya yang sangat girly ini. bunga-bunga dibalkon kamar membuat kamar ini terasa nyaman dan damai. Nah, sekarang.. ayo ceritakan tentang sekolahmu! ujarku sembari merebahkan tubuhku dikasurnya, pasti menarik! tambahku. Eve menghela nafas berat, kau benar-benar ingin tahu? Tanya Eve menggodaku. Aku mengangguk kuat, kenapa tidak kita bertukar tempat? Sehari atau dua hari. Bagaimana? tanyanya lagi. bertukar tempat? aku berpikir sejenak. Aku masih belum mengerti apa yang ia maksud dengan bertukar tempat. Setelah beberapa menit berfikir, aku tersentak menyadari tawaran Eve, apa katamu?! Kau gila. Sambungku sembari menutup wajahku dengan bantal. Sebenarnya aku ingin bertukar tempat, apalagi diposisi Eve. Pasti menyenangkan. gila? Eve terkekeh pelan, kita ini kan kembar identik. Mom dan Dad saja susah payah membedakan mana aku dan mana kamu. Eve mengedipkan mata kirinya padaku. Dengan cepat, Eve meraih tanganku dan menarikku ke meja rias. Untuk apa aku dibawa kesini? Aku duduk diatas kursi yang terletak didepan meja tata rias sementara Eve berdiri disampingku sambil merangkulku. Ia membungkuk sedikit dan menjajarkan wajah kami berdua, lihat! Kita sangat mirip! katanya. Memang sih, kami benar-benar mirip. Tinggi kami, warna rambut kami, bentuk rambut kami, warna kulit kami, wajah kami, ya hampir semua mirip. Mom pernah memberitahu kami kalau sifat kami sungguh berlawanan. Tapi yang anehnya, dulu aku cengeng dan penakut. Dan dari pandanganku saat itu.. Eve adalah jagoan, malaikatku, pahlawanku. Mungkin itu yang aku pikirkan 10 tahun yang lalu. Tapi sekarang, kurasa keadaan berbalik. aku setuju! seruku tanpa berhenti menatap diriku dicermin. baiklah, sebelumnya.. aku akan mengenalkanku pada alat make-up. Hmm, lihat wajahmu itu. Apakah kau tidak pernah berdandan? Eve menyentuh sudut-sudut wajahku. Ia mengambil beberap alat make-up, kau tahu? Aku sangat benci berdandan. Ini membuatku terlihat seperti badut! gerutuku sambil sedikit memberontak. Eve diam, jari-jarinya yang lentik bermain dengan wajahku. Aku tidak tahu apa yang ia lakukan terhadapku karna aku membelakangi kaca, Umm, apa ada badut secantik ini? Eve memutar kursiku hingga aku dapt melihat diriku dicermin. Ia tersenyum puas melirikku dari cermin rias ini.

Aku terpekik didepan cermin. Mendekatkan wajahku dengan cermin yang cukup besar ini, astaga.. aku tak percaya.. gumamku seraya menyentuh bulu mata palsuku. jangan sentuh! buru-buru Eve menangkis jari-jari nakalku, nah, sekarang.. kau harus beritahuku bagaimana menjadi dirimu! lagi-lagi, Eve menarikku. Kini kami duduk bersebelahan ditepi ranjang. kau tidak perlu make-up! aku mencabut bulu mata Eve dengan kasar, sedikit mengacak rambutnya, dan menghapus sisa make-up nya dengan kedua tanganku. Eve memberontak. Tapi tenagaku lebih kuat darinya. astaga!! Apa yang kau perbuat padaku!! Eve menjerit histeris. Bersyukur pada tiap dinding telah dirancang kedap suara, mempersempit kemungkinan akan lolosnya suara keluar. Seakan menutup rapat semua dari pandangan luar, Selanjutnya, aku punya sahabat bernama Zayn, beralis tebal, berambut hitam, tinggi 178 cm, dan warna mata coklat tua. Kebiasaan ku adalah aku selalu tertidur saat jam pelajaran. Terkadang, aku diam-diam bermain iPad saat guru tengah menerangkan pelajaran. Dan kau pasti tahu kan, aku sangat menyukai olahraga softball. wow, luar biasa! katanya setengah menjerit, bagaimana dengan teman wanitamu? tanyanya kemudian. Hahahhaa.. aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Ya, itu pertanyaan normal, kenapa aku tertawa? Eve mengkerutkan keningnya saat melihatku tertawa, aku tidak punya teman wanita. Eve mendelikkan matanya. Ia kini benar-benar terperangah. Ia menatapku tak percaya dan memastikan pendengarannya tak salah, bagaimana denganmu? Apakah kau punya pacar? Tunggu..tunggu, pasti kau punya! Kau itu kan cantik dan baik. Lagi-lagi Eve tersenyum canggung padaku, ia mengalihkan pandangannya ke suatu tempat. Lalu tak lama, ia menjawab pertanyaanku, Ya, aku punya pacar. Dia tampan, pintar, baik, terlebih lagi.. orang tuanya adalah pemegang saham tertinggi disekolahku. Eve tersenyum tipis sambil menunduk. Wah, kau hebat! Lalu, bagaimana dengan teman-temanmu? tanyaku tak sabar. Eve meraih tasnya yang terletak tak jauh dari kasur. Ia mengeluarkan sebuah buku, semua teman sekelasku ada disini. Foto dan sifat-sifatnya juga ada. Kau bisa pelajari buku ini. ia menyodorkan buku yang cukup tebal itu. Aku kagum padanya. Ia sangat perhatian dan peduli kepada teman sekelasnya. Aku? Teman yang paling dekat denganku, itu pasti Zayn. Siapa lagi? Aku membolak balik lembaran buku milik Eve. Teman-temannya cantik dan tampan. Mendadak, tangan kananku berhenti dihalaman tengah. Aku menatap sejenak seorang pria yang berada dihalaman ini berikut, anehnya disini tidak tertera sifat-sifatnya. Pria ini? Pria ini kan yang tadi bertemu denganku di lift? Karna rasa penasaranku yang mulai memuncak itu, dengan hati-hati aku bertanya kepada Eve. Aku menyodorkan halaman itu kepada Eve sambil menunjuk foto pria bermata coklat itu, Umm, bukankah ini pria yang. Sebelum aku menyelelesaikan pertanyaanku, Eve lebih dulu menjawabnya. Haha, iya! Dia pria tadi yang bertemu dengan kita di lift. Katanya tertawa kecil. Aku terdiam, menatap fotonya dengan cermat, Dia tampan kan? Tanya Eve. Aku masih terdiam, tak bergerak. Eve pun menatapku curiga, ia bertanya lagi, kau menyukainya? tanyanya dengan nada rendah sembari menatap foto pria itu juga. Aku tersentak dan menggeleng cepat, ayo, jujur saja! godanya. kuakui, pria ini memang tampan. Tapi.. nada bicaraku merendah, aku merasa tak asing dengan wajahnya. Apa mungkin aku pernah bertemu dengannya? tanyaku tanpa berhenti menatap foto pria ini.

Eve ikut menatap foto pria ini dengan serius, ia menghela nafas sembari mengkerutkan keningnya. Ia menatapku sambil mengangkat kedua bahunya dan menggeleng, aku tidak akrab dengannya. bahkan, kami tidak pernah berbicara. Aku mendapatkan foto ini dari temanku yang bernama Daisy, dia ketua murid dikelasku. Dia ditugaskan mengumpulkan foto semua murid. Jelasnya, dia itu misterius. Pendiam sih tidak. Hanya saja, ia lebih sering menyendiri. Tidak pernah bergaul dengan teman-teman sekolah. Setelah 2 tahun dikelas yang sama dengannya, aku belum pernah melihatnya tertawa, menangis, atau ekspresi lainnya. Tambah Eve. Aku mengangguk, lalu membolak-balikkan lembaran buku itu. Setelah itu, Eve tampak bersiap-siap. Pandanganku teralih kepada Eve yang berputar-putar dikamar ini, Sedang apa kau? cetusku. aku mencari sisirku, kemana dia! dengusnya kesal. memang kau ingin pergi kemana? tanyaku lagi seraya menutup buku yang baru saja selesai kubaca. Eve menghentikan langkahnya, ia berdiri ditempat sembari menatapku dan melipat kedua tangannya didadanya, ini sudah menjelang sore. Dan aku harus kembali ke rumahmu. Apa kau lupa dengan tawaranku untuk bertukar tempat? kau tak perlu sisir. Ingat, Jocelyn tidak suka berdandan. kataku sambil menunjuk diriku dengan jari telunjukku. apakah begitu? Payah! gerutunya. kau harus membiasakannya, Eve! Jangan manja! ketusku, nah, kurasa ini sudah hampir gelap, jadi.. cepatlah pulang! aku mendorong Eve hingga keluar dari pintu. aku tidak bisa keluar dengan rambut berantakan layaknya gadis yang depresi ditinggal seorang kekasih! Aaaaah, Joce buka pintunya!! teriak Eve nyaring dari balik pintu. apa? siapa disana? Maaf, silahkan tinggalkan pesan. kataku sembari terkekeh pelan dari dalam kamar. Dari lubang kecil yang berada dipintu ini aku dapat melihat wajah Eve yang terlihat kesal. Kau harus lihat wajahnya itu. Aku yakin, kau akan tertawa. Sayangnya, aku tidak bisa mengabadikan wajah lucunya saat kesal itu dengan kamera canggihku yang tertinggal dirumah. Hihi.

You might also like