You are on page 1of 10

UTILIZATION OF AMORPHOPHALLUS ONCOPHYLLUS FOR DECREASING

BLOOD SUGAR ON HYPERGLYCAEMIC RAT

Reki Wicaksono Ashadi, Mardiah


Faculty of Agribusiness and Food Technology, Djuanda University
Jl. Tol Ciawi No. 1 Bogor 16720. Phone 0251240773 Fax. 0251 240985

ABSTRACT

There are many significant achievements in treatment and preventive measures, the
prevalence on diabetes has risen exponentially. An increasing number of people are using
dietary and herbal supplements. A glucomannan has been purified partially from
Amorphophallus oncophyllus (in Indonesia calls iles-iles or porang) with using
combination between alcohol 95% and heating at 55ºC.
Twenty rats (170-210 gram) were fed stock diet for one week and induced with alloxan
20 mg/kg weight to become hyperglycaemic rats. After treated with alloxan, blood sugar
of those rats were increased became from 200 mg/dl until 600 mg/dl. Four groups of five
animals were then fed one of the three diets : basal; basal with glucomannan 2.5%; basal
with glucomannan 5%; and basal with glucomannan 10% for three weeks period. The
effect of feeding glucomanan were shown after 15 days that blood sugar was decreased
from 492 mg/dl and became 200 mg/dl after treated with glucomannan 10%. The effect
was also shown on the amount of langerhans island and β cells. The amounts of
langerhans island were 0.2; 1.7; 2.2; and 1.8 for 0; 2.5%; 5%; and 10% glucomannan
respectively and β cells were 15.7; 33.3; 37.3 and 45.7 for 0; 2.5%; 5% and 10%
glucomannan. This research also showed that there were no significant different on
feeding using 2.5%, 5% and 10% glucomannan for giving affect to the hyperglycaemic
rats.

This research was supported by Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi through Hibah
Fundamental fund in 2006

PENDAHULUAN

Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat Indonesia maka perubahan pola makanan
menjadi hal yang umum, munculnya berbagai jenis fast food yang relative kurang baik
untuk kesehatan menyebabkan timbulnya beberapa penyakit seperti obesitas, kolesterol
tinggi, arterisclerosis. Sejalan dengan hal tersebut muncul pula berbagai alternative obat
dan suplemen untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Penelitian mengenai khasiat tanaman sejenis iles-iles yang berasal dari Jepang yaitu
Amorphopallus konjac telah banyak dilakukan dan di klaim memiliki khasiat sebagai
penurun obesitas, Kholesterol dan gula darah dalam tubuh. Akan tetapi penelitian
mengenai jenis Amorphophallus oncophillus (iles-iles) yang merupakan tanaman khas
Indonesia masih sedikit dilakukan dari segi khasiat iles-iles tersebut terhadap tubuh dan
sifat fisiko kimianya apabila digunakan sebagai functional food. Penelitian ini
diharapkan dapat mendukung dan meningkatkan nilai iles-iles tersebut sebagai salah satu
tanaman yang berpotensi sebagai obat/jamu.
Umbi dan tepung iles-iles diperoleh dari Saradan kabupaten Madium kemudian diekstrak
glukomannan dengan metode penggilingan dan dimurnikan dengan metode alcohol,
dikeringkan untuk dijadikan tepung iles-iles murni. Tepung iles-iles tersebut dianalisis
sifat fisiko kimianya.
Beberapa penelitian dalam bidang medis menyatakan bahwa konsumsi tepung iles-iles
(konjac flour) dapat menurunkan gula darah, menurunkan tekanan darah serta kadar
kolesterol. Menurut Blackburn et al (1984) mekanisme iles-iles dalam menurunkan
kandungan glukosa adalah diakibatkan oleh kemampuannya menurunkan absorpsi
glukosa dalam usus halus (intestine). Laboratorium David Jenkins di Universitas Toronto
(Vuksa et al, 1989) melakukan uji terhadap 9 orang pengidap penyakit diabetes terhadap
biskuit yang disubtitusi dengan tepung konjac dengan yang tidak disubtitusi. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (99%) nilai indeks glikemia
antara yang disubtitusi (37±5). dengan yang tidak disubtitusi (94±8). Tepung konjac
dapat menurunkan respon glikemia hingga 70-75% jauh lebih tinggi dibanding dengan
gum guar atau pektin yang juga dilaporkan dapat menurunkan respon glikemia sebesar
30-35% (Wolever, 1985).

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan adalah umbi iles-iles kuning (Amorphophallus onchopyllus)
yang diperoleh dari daerah Jawa Timur. Bahan kimia yang digunakan yaitu Natrium
bisulfit, Alkohol 95%, aquadest, tikus sparague dawley jantan dengan berat ± 170-210 gr,
umbi iles-iles, natrium bisulfit, etanol 96%, NaCL fisiologis, alkohol 70%. Selain itu juga
diperlukan alloxan, sekam, ransum standar, ransum perlakuan. Pada akhir penelitian
diperlukan organ pankreas,larutan pengawet (formalin), asam asetat glasial, alkohol
dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I, II, III), xylol I,
II, III, parafin cair I, II, dan III. Selain itu juga diperlukan air kran, pewarna
Hematoxylin-Eosin, entelan, pemucat Hematoxylin (HCL 0,5% dalam alkohol 70%) serta
bahan perekat preparat (neophren : toluen = 1 : 9), Na 2HPO4.12H2O, NaH2PO4.2H2O,
NaCL, NaOH, HCL, timerosal, deionized water, cairan Bouins, Sodium Bisulfite 5%,
Chromium Hematoxylin, Phloxine 0,5%. Phosphotungstic Acid 5%, Potasium
Permanganat.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Mortar, timbangan analitik, Rotary
shaker, Fin mill, pemanas listrik, saringan, kain saring, gelas piala, oven, alumunium foil,
pompa vacuum, dan Centrifuse. Sedangkan alat-alat yang dipergunakan untuk analisa
adalah HPLC, timbangan, pisau, wadah plastik (baskom), oven, blender, saringan 200
mesh, gelas piala, termometer, pengaduk, kain saring, hot plate, magnet stirer, timbangan
analitik, alat pemeliharaan tikus (kandang metabolik, botol minum, wadah ransum,
gunting, kapas steril, suntikan), timbangan untuk menimbang berat badan tikus,
glukometer smart scan beserta stripnya untuk mengukur kadar glukosa darah, alat
pengamatan histologi pankreas (gelas objek, gelas penutup, mikrotom), sonde lambung,
dan alat-alat untuk pewarnaan histologi.
Pembuatan tepung iles-iles
Pembuatan tepung iles-iles dimulai dari penerimaan umbi yang dilanjutkan dengan
melakukan penimbangan umbi. Setelah itu umbi dikupas kulitnya dengan menggunakan
pisau untuk dipisahkan bagian kulitnya dan daging buah, kemudian kulit dan daging buah
tersebut masing-masing ditimbang kembali. Daging buah kemudian diiris-iris dengan
ketebalan 0,5cm, setelah dilakukan pengirisan kemudian bahan di pisahkan untuk tahap
selanjutnya bahan (A) tanpa perlakuan perendaman dalam larutan Natrium Bisulfit,
bahan (B) yang di beri perlakuan perendaman dalam larutan Natrium Bisulfit, dengan
konsentrasi (B1) 1500 ppm dan (B2) 3000 ppm masing-masing selama 15 menit, setelah
itu dilakukan penirisan terendam semua kemudian bahan ditiriskan kurang lebih 15
menit.
Irisan umbi iles-iles yang telah ditiriskan dari masing-masing perlakuan ditebarkan diatas
loyang alumunium, untuk dikeringkan didalam oven dengan suhu 80°C selama 8 jam.
Setelah bahan kering seperti keripik kemudian bahan didinginkan sampai mencapai suhu
kamar. Kemudian bahan tersebut digiling untuk membuat tepung iles-iles menggunakan
blender kemudian disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh.

Ekstraksi Glukomannan
Tepung dimasukkan kedalam gelas piala yang berisi Air dengan perbandingan 30ml/gr
kemudian dipanaskan menggunakan pemanas listrik dengan suhu 45oC dengan
pengadukan tetap selama 1 jam, setelah bahan menjadi gel bahan ditiriskan pada suhu
ruang, kemudian ditambahkan alkohol 96% dengan perbandingan 1:2, kemudian diaduk
kembali, kemudian bahan disaring dengan menggunakan kain saring, setelah itu bahan
ditebarkan pada kertas alumunium foil, kemudian dimasukkan kedalam oven dengan
suhu 60oC selama 48 jam sampai bahan menjadi kering. Kemudian bahan di giling
dengan blender untuk membuat tepung glukomannan.

Penentuan Kadar Glukomannan


Pengukuran kadar tepung mannan dilakukan dengan menggunakan cara estraksi oleh
etanol berdasarkan metode Whistler dan Richards (1970) dan dilakukan Murtinah
( 1977 )

Analisa Pengaruh Glukomannan pada Tikus Sparaque Dawley

Pengujian Tepung Glukomanan


Semua tikus dipelihara selama satu minggu untuk diadaptasikan dengan memberikan
ransum standar dan air minum secara ad libitum sebelum dilakukan penelitian. Masing-
masing tikus yang akan digunakan dalam penelitian ditimbang dan dicatat berat
badannya, kemudian sebanyak 16 ekor tikus akan dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
 Kelompok I sebagai kelompok kontrol, terdiri dari enam ekor tikus yang disuntik
dengan alloxan, hanya diberi ransum standar dari masa adaptasi hingga masa
perlakuan.
 Kelompok II, disuntik dengan alloxan dan terdiri dari enam ekor tikus, mendapat
ransum standar dari masa adaptasi hingga masa perlakuan. Pada masa perlakuan
disonde setiap hari dengan tepung glukomanan 2,5 % sebanyak 0,5 gr.
 Kelompok III, disuntik dengan alloxan dan terdiri dari enam ekor tikus, mendapat
ransum standar dari masa adaptasi hingga masa perlakuan. Pada masa perlakuan
disonde setiap hari dengan tepung glukomanan 5 % sebanyak 1 gr.
 Kelompok IV, disuntik dengan alloxan dan terdiri dari enam ekor tikus, mendapat
ransum standar dari masa adaptasi hingga masa perlakuan. Pada masa perlakuan
disonde setiap hari dengan tepung glukomanan 10 % sebanyak 2 gr.
Seluruh tikus percobaan dalam setiap kelompoknya akan diberi perlakuan
selama 23 hari. Selama perlakuan berlangsung akan dilakukan pengukuran kadar
glukosa darah, pengukuran berat badan, pengukuran jumlah konsumsi ransum,
dan analisis histologi jaringan pankreas.

Pengukuran Kadar Glukosa Darah


Pengukuran kadar glukosa darah pada tikus percobaan dilakukan setiap 3 hari sekali
selama 23 hari. Pengukuran dilakuakan dengan menggunakan glukometer.
Pengukuran Berat Badan
Pengukuran berat badan tikus percobaan dilakukan setiap dua hari sekali selama 23 hari.
Pengukuran Jumlah Konsumsi Ransum
Pengukuran konsumsi ransum dilakukan setiap hari selam 23 hari. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui jumlah ransum yang dikonsumsi setiap hari oleh tiap ekor tikus
percobaan. Konsumsi ransum dapat ditentukan dengan mengumpulkan dan menimbang
ransum sisa. Ransum sisa yang dikumpulkan diayak terlebih dahulu untuk memisahkan
sekam yang tercampur dalam ransum. Setelah diayak, sisa ransum ditimbang dengan
timbangan dan dinyatakan dalam satuan gram. Jumlah konsumsi ransum dihitung dengan
mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang telah ditimbang.
Analisis Histologi Jaringan Pankreas
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau metode
standar. Tahapan–tahapan yang harus dilalui dalam metode parafin meliputi tahap
pembiusan (narcose), pengambilan jaringan (diseksi), fiksasi (fixation), pencucian
(washing), dehidrasi (dehydration), penjernihan (clearing), infiltrasi (infiltration),
penanaman (embedding), penyayatan (sectioning), afiksing (afixing), deparafinisasi
(deparafinitation), dan pewarnaan (staining) (Gunarso, 1989).

Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)


Pewarnaan HE termasuk dalam jenis pewarnaan ganda (double staining) karena
menggunakan dua jenis zat warna. Pada pewarnaan ganda, umumnya pewarna yang
digunakan satu bersifat asam dan yang lain bersifat basa. Paduan sifat tersebut
menyebabkan bagian-bagian jaringan yang bersifat asidofilik dan basofilik dapat
ditonjolkan. Penggunaan pewarna ganda atau lebih bertujuan agar terjadi kekontrasan
antara bagian yang bersifat asidofilik dengan bagian yang bersifat basofilik, sehingga
pengenalan bagian tertentu dapat lebih cepat dan jelas terlihat (Gunarso, 1989).
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan untuk penelitian ini adalah rancangan acak lengkap.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap tiga hari sekali selama 16 hari. Hasil
pengukuran kadar glukosa darah untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel
1. menurut Soegondo, et al. (2004), kriteria diagnostik Diabetes Melitus adalah memiliki
kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) lebih dari 200 mg/dl. Berdasarkan hal
tersebut, tikus yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan menderita DM setelah
diinduksi dengan alloxan, apabila kadar glukosa darahnya mencapai 200 mg/dl atau
lebih. Jika kadar glukosa darah tikus DM pada penelitian ini menurun atau kadar glukosa
darahnya berada pada kisaran di bawah 200 mg/dl, maka tikus tersebut dapat dikatakan
telah sembuh dari pengaruh alloxan sebagai penginduksi penyakit DM.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Kadar Glukosa Darah (Mg/dl)


Hari Ke-
Kelompok
0 3 6 12 15
Kontrol 517 600 503 475 275

TG 2,5% 465 408 351 322 210

TG 5% 474 431 427 259 202

TG 10% 492 196 316 272 200

Keterangan :
TG : Tepung Glukomanan

Semua tikus pada penelitian ini disuntik dengan alloxan. Pada kelompok kontrol
kadar glukosa darahnya > 200 mg/dl hingga hari ke- 16, kelompok ini hanya diberi
ransum standar dan air minum. Pada kelompok tepung glukomanan 2,5% kadar glukosa
darah dapat mencapai keadaan normal pada hari ke- 6. Sedangkan pada kelompok tepung
glukomanan 5%, kadar glukosa darah menjadi normal pada hari ke-12. Pada kelompok
tepung glukomanan 10% kadar gklukosa darah bersifat fluktuatif, meskipun kadar
glukosa darahnya bisa mencapai normal pada hari ke- 15. Hal ini mungkin karena dosis
pemberian tepung glukomanan yang terlalu tinggi, meskipun belum ada literatur yang
menyebutkan bahwa tepung glukomanan dapat menyebabkan efek toksik bila dikonsumsi
terlalu banyak.
Analisis Histologi Jaringan Pankreas

Preparat hasil pewarnaan HE kemudian difoto dengan menggunakan mikroskop


foto, dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Pengamatan yang dilakukan pada
preparat ini, adalah menghitung jumlah pulau Langerhans per lapang pandang dengan
perbesaran 40X. Kemudian dilakukan juga penghitungan jumlah sel β per lapang
pandang dengan perbesaran 40X.

Gambar 1. Pulo langerhans dengan sel α


dan sel β di langerhans
Pulau dalamnya.

Sel α

Sel β

Gambar 2. Preparat hasil pewarnaan dengan HE pada pankreas


Pulau Langerhans memiliki empat jenis sel utama, yaitu sel alpha (menghasilkan
hormon glukagon), sel beta (menghasilkan hormon insulin), sel delta (menghasilkan
somatostatin), dan sel F (menghasilkan pancreatic polypeptida). Sel beta merupakan sel
yang paling banyak ditemukan (60-70%). Sel alpha merupakan sel terbanyak kedua
(20%). Sel alpha umumnya terletak didaerah tepi dari pulau Langerhans, sedangkan sel
beta terletak lebih kedalam (Gepts, 1981).
Pulau Langerhans yang diwarnai HE menunjukkan secara deskriptif bahwa
ukuran pulau Langerhans pada kelompok TG 2.5%, 5%, dan 10% memiliki ukuran pulau
Langerhans yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa secara deskriptif ukuran pulau Langerhans pada kelompok yang diberi perlakuan
TG mengalami peningkatan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Pengamatan juga dilakukan secara kualitatif, dengan menghitung jumlah pulau
Langerhans per lapang pandang dengan perbesaran 40X. Hasil perhitungan jumlah pulau
Langerhans dapat dilihat pada Tabel 5. Pada kelompok kontrol, jumlah pulau Langerhans
sebanyak 0,2 buah, kelompok TG 2,5% sebanyak 1.7 buah, kelompok TG 5% sebanyak
2.2 buah dan kelompok TG 10% sebanyak 1.8 buah. Pada kelompok kontrol jumlah
pulau Langerhans sangat sedikit dibanding kelompok dengan perlakuan Tepung
Glukomanan. Penurunan jumlah pulau Langerhans pada kelompok kontrol terjadi karena
tikus pada kelompok ini tidak mengalami kesembuhan selama percobaan, dan
menunjukkan bahwa pemberian ransum standar tidak membantu kesembuhan tikus
penderita DM. Pada kelompok perlakuan TG, terjadi peningkatan jumlah pulau
Langerhans dibanding kelompok kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa, pemberian
TG memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah pulau Langerhans.

Tabel 3. Jumlah pulau Langerhans serta jumlah sel β


Kelompok Jumlah pulau Jumlah sel β
Langerhans
Kontrol 0.2 buah 15.7 buah
TG 2,5% 1.7 buah 33.3 buah
TG 5% 2.2 buah 37.3 buah
TG 10% 1.8 buah 45,7 buah
Keterangan :
TG = Tepung Glukomanan
Hasil analisis sidik ragam untuk jumlah pulau Langerhans per lapang pandang
dengan perbesaran 40X dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa, kelompok TG berbeda sangat nyata (p< 0.01) dengan kelompok kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan TG mampu meningkatkan jumlah pulau Langerhans.
Selain itu, ketiga dosis pemberian TG tidak menunjukkan perbedaan nyata. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dengan dosis TG 2,5% sudah dapat memberikan pengaruh
perbaikan jumlah pulau Langerhans.
Jumlah dan luas pulau Langerhans berkaitan dengan jumlah sel β penghasil
insulin pada jaringan pankreas. Jumlah dan luasan pulau Langerhans yang semakin besar
mengindikasikan jumlah sel β yang semakin besar pula, karena 60-70% pengisi pulau
Langerhans adalah sel β (Gepts, 1981).
Hasil perhitungan jumlah sel β per lapang pandang dengan perbesaran 40X dapat
dilihat pada Tabel 5. Semakin besar ukuran pulau Langerhans, maka semakin banyak
pula jumlah sel β pada pulau Langerhans. Pada kelompok perlakuan TG terjadi
peningkatan jumlah sel β dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pemberian TG
sebanyak 2,5% sudah dapat meningkatkan jumlah sel β pada pulau Langerhans.
Hasil analisis sidik ragam jumlah sel β per lapang pandang dengan perbesaran
40X dapat dilihat pada Lampiran 4. Jumlah sel β pada kelompok TG 2.5%, 5%, dan 10%
berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah sel β padakelompok yang diberi perlakuan TG relatif meningkat dibanding
dengan kelompok kontrol.
Perlakuan TG secara nyata berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah,
peningkatan jumlah pulau Langerhans per lapang pandang dengan perbesaran 40X, serta
peningkatan jumlah sel β (penghasil insulin) per lapang pandang dengan perbesaran 40X
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan jumlah sel β berhubungan dengan
jumlah insulin yang dapat dihasilkan. Semakin meningkat jumlah sel β dalam pulau
Langerhans, akan meningkatkan kadar insulin yang dihasilkan. Insulin dalam jumlah
yang cukup akan menjaga kadar glukosa darah pada kisaran normal, sehingga mencegah
terjadinya kondisi hiperglikemia (diabetik).
Peningkatan dosis pemberian TG tidak berbeda nyata terhadap penurunan kadar
glukosa darah, peningkatan jumlah pulau Langerhans per lapang pandang dengan
perbesaran 40X, serta peningkatan jumlah sel β (penghasil insulin) per lapang pandang
dengan perbesaran 40X. Hal tersebut menunjukkan bahwa dosis TG sebesar 2.5% sudah
dapat memberikan pengaruh terhadap kesembuhan tikus DM.
KESIMPULAN

Pengaruh pemberian tepung glukomannan pada tikus Sparaque Dawley yang telah
diinduksi dengan alloxan menunjukkan hasil yang baik. Perlakuan pemberia
glukomannan secara nyata berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah,
peningkatan jumlah pulau Langerhans dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Peningkatan jumlah sel β berhubungan dengan jumlah insulin yang dapat dihasilkan.
Semakin meningkat jumlah sel β dalam pulau Langerhans, akan meningkatkan kadar
insulin yang dihasilkan. Insulin dalam jumlah yang cukup akan menjaga kadar glukosa
darah pada kisaran normal, sehingga mencegah terjadinya kondisi hiperglikemia
(diabetik). Peningkatan dosis pemberian glukomannan tidak berbeda nyata terhadap
penurunan kadar glukosa darah. Hal tersebut menunjukkan bahwa dosis TG sebesar
2.5% sudah dapat memberikan pengaruh terhadap kesembuhan tikus DM. Hal diatas
menunjukkan bahwa potensi iles-iles local (Amorphophallus oncophillus) tidak kalah
baiknya seperti juga tanaman konjak (Amorphophalus konjac) yang berasal dari Jepang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1984. Guide to The Care and Use of Experimental Animals. Volume II.
Canadian Council on Animal Care, Ottawa.
Backer, A. and Brink, R.C.D.B. 1968. Flora of java. Vol III. Wolters Noodroff.
Gronongen.
Boelhasrin., Sudana dan Budiman, T. 1970. Iles-iles dan penggunaannya dalam
teknologi. Acta Pharmaceutica I : 1-5
BPS. 1999. Journal ekspor statistik perdagangan luar negeri Indonesia. Vol 2: 1029-
1038
BBIHP. 2001. Glukomannan : polimer alami asal iles-iles. Seminar Prospek polimer
alami untuk industri pangan, kosmetika dan farmasi (Januari 2001).
Blackburn, N.A., Redfern,J.S., Jargis, H., Holgate, A.M., Haning, I., Scarpello, J.H.B.,
Johnson, I.T. and Read, N.W. 1984. The mechanism of action of guar gum in
improving glucose tolerance in Man Clinical Science. 66: 329-336
Cooperstein, S,J.,and Watkins, D. 1981. Action of Toxic Drugs on Islet Cell : In S.J.
Cooperstein, Dudley Watkins (ed) The Islet of Langerhans Biochemistry,
Phisiology, and Pathology. Academic press. New York.
Dunn., J. Shaw., H. L. Sheehan., M.D. Manc., MRCP, N.G B. Mc Letchie., dan M.B.
Glasg. 1943. Necrosis of Islet of Langerhans Produced Experimentally. Lancet 1 :
484-497.
Doi, K., Matsuura, M., Kawara, A., Uenoyama, R and Baba, S. 1981. Effect of
glukomannan (Konjac Fiber) on glukose and lipid metabolism in normal and
diabetic subject. Genetic Evironmental interaction in diabetes melitus. Proceedings
of the third symposium on diabetes melitus in Asia and Oceania. Excerpta Medica
Amsterdam.
Doi, K. 1995. Effect of konjac fiber (glucomannan) on glucose and lipids. Eur. J. of.
Clin. Nutr. 49: 190-197.

Francis, R. 2000. Does caffeine causes diabetes ? http:/www.beyondhealth.com


Guyton, A.C. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-7. ECG, Jakarta.
Henriksen, J.E., dan Bech-Nielsen, H. 2000. Blood Glucose Level
http://www.netdoctor.co.uk/.
Gao, S and Nishinari K. 2003. Effect of degree of Acetylation on Gelation of Konjac
Glucomannan. Biomacromolesules, 5 (1), 175-185Biomacromolecules, 5 (1),
175 -185
Guyton, A.C. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-7. ECG, Jakarta.
Henriksen, J.E., dan Bech-Nielsen, H. 2000. Blood Glucose Level. http://www
.netdoctor.co.uk/.
Jacon, S.A., Rao, M.A., Cooley, H.J. and Walter, R.H. 1993. The isolation and
characterization of a water extract of conjact flour Gum. Carbohydrate Polymers,
20: 35-41
Morelli, L., Zonenschain, D., Callegari, M.L., Grossi, E., Maisano, and Fusillo, M. 2003.
Assessment of a new symbiotic preparation in healthy volunteers: survival,
persistence of probiotic strain and its effect on the indigenous flora. Nutrition
Journal 2003, 2:11. Milan Italy.
Murtinah, S. 1977. Pembuatan kripik dan isolasi glukomannan dari umbi iles-iles. Balai
Penelitian Kimia. Semarang.
McDonald, L.E. 1980. Veterinary Endocrinology and Reproduction. 3rd ed. Lea and
Febiger, Philadelphia. pp 131-147.
Milne, Elspeth. 1989. Diabetes Melitus, In : In Practice (13) 3. British Veterinary Record
In Conjuction with The Veterinary Record. pp 105-109.
Milwicki, Mark. 2002. Animal with Diabetes. http://www.ADA-Basicinformationanimal
withdiabetes.html.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan
Gizi. IPB.Bogor
Ohtsuki, T. 1968. Studies on reverse carbohydrate of flour Amorphophallus sp with
special reference to mannan. Botanical magazine Tokyo 81: 119-126
Retnaningsih, C., Zuheid, N., dan Marsono, Y. 2001. Sifat hipoglikemik pakan tingkat
tinggi protein kedelai pada model diabetic induksi alloksan. Jurnal Teknol dan
Industri Pangan, Vol. XII, No. 2. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor.
Rowland, I.R., and Tanaka, R. 1993. The effects of transgalactosylated oligosaccharides
on gut flora metabolism in rats associated with a human faecal microflora. J. Appl
Bacteriol 74 (6), 667-674.
Soedarsono dan Abdulmanaf. 1963. Berbagai keterangan mengenai iles-iles. PDIN.
Jakarta: 20-35
Sugiyama, N., Shimara, S and Ando, T. 1972. Studies on mannan and related
compounds I. The purification of konjac mannan. Bulletin Chem. Soc. Of Japan
45:561-563
Suharmiani. 2003. Pengujian Bioaktivitas anti diabetes melitus tanaman obat. Jurnal
Cermin Dunia Kedokteran no. 140.
Scherten, Bengt dan Per. Olof Bitzen. 1983. The Diagnosis of Diabetes Melitus. In :
Proceedings of a Symposium on Diabetes Melitus type II. Stockholm. pp 11-17.
Soegondo, S. P. Soewondo., I Subekti. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Szkuldeski, T. 2001. Thae Mechanism of Alloxan and Steptozotocin Action in β Cells of
The Rats Pancreas. Physiology. Rev. 50 : 536-546.
Tye, R.J. 1991. Konjac Flour: Properties and Applications. Food Tech, 45:82-92
Votey, Scott. R. 2001. Diabetes Melitus Type I-Areview ; In : EMedicine Journal 2 : 1-5 ;
Lober (ed). http://www.Emedicine.com.
Vuksa, V., Wolever, T.M.S., Spadafora, P., Kaminsky, T. and Jenkins, D.J.A. 1989.
Exceptionally low blood glucose response of konjac mannan (glukomannan)
enriched biscuit in normal and diabetic volunteers. Unpublished report.
Woelever,T.M.S. and Jenkins, D.J.A. 1985. The effect of fiber and foods on
carbohydrate metabolism. Handbook of dietary fiber. Ed. Spiller, G. CRC Press,
Bocca Raton.
WHO. Expert Committe on Diabetes Mellitus. 1980. Second Report. Technical Report
Series 646. Geneva : WHO. pp 66.
Watanabe, K., Kato, K and Matsuda, K. 1970. Studies on chemical structure of konjack
mannan. Part II. Isolation and characterization of oligosaccharides from the
enzymatic of the mannan. Agric. Biol. Chem. 34 : 532-539

You might also like