You are on page 1of 10

MORFOLOGI KOLONI BAKTERI

I.

Tujuan : Mengamati ciri-ciri, bentuk dan pertumbuhan bakteri koloni suatu bakteri

II.

Dasar Teori : Bakteri terbentuk pada media padat agar-agar lempeng, yang digunakan penyebab infeksi kulit (Propane bacterium acne)

III.

Alat dan Bahan : 1. Bakteri penyebab infeksi kulit 2. Loupe 3. Agar-agar bernutrisi untuk bakteri 4. Cawan petri, cotton buds, inkubator 5. NaCl Fisiologis

IV.

Cara Kerja : 1. Siapkan cotton buds yang sudah disterilkan, kemudian dicelupkan pada NaCl Fisidogis 2. Apuskan NaCl Fisiologis pada bakteri yang akan diisolasi 3. Apuskan kembali bakteti pada media pada agar lempeng secara terpilih. Yaitu bagian pinggir lempeng dipakai untuk menipiskan bahan pemeriksaan sedang pada bagian tengah diharapkan tumbuh koloni yang terpisah satu sama lain. Seperti pada gambar berikut :

4. Setelah selesai diapuskan, lalau masukan pada inkubator dengan suhu 350 C, selama 24 jam

V.

Hasil Pengamatan : Media kultur bakteri penyebab infeksi kulit terbentuk dengan koloni-koloni yang terpisah satu sama lain

VI.

Pembahasan : Gambar sederhana morfologi bakteri penyebab infeksi kulit yang dilihat dengan loupe a. Bentuk b. Rupa c. Pinggir d. Permukaan : Kokus (bulat) : Circular (bulat) : Rata : Smooth (licin)

e. Daya tembus cahaya : Semitransparant f. Kepadatan VII. Jawaban Pertanyaan : 1. Apa fungsi agar pada kultur bakteri? Jawab : Fungsi agar sebagai media berkembangnya bakteri, karena pada agar tersebut sudah ada nutrisi untuk bakteri yang akan mendukung pertumbuhan bakteri dengan baik. 2. Apakah agar tersebut dimetabolisme oleh bakteri? Jelaskan ! Jawab : Agar merupakan suatu jenis karbohidrat kompleks yang diisolasi dari Alga agar membentuk matriks padat yang serupa dengan gelatin karena kebanyakan bakteri tidak bisa mencerna agar, namun bisa mencerna gelatin. VIII. Kesimpulan : Bakteri yang terbentuk terjadi dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat instrinsik bakteri dan kondisi lingkungan. : Seperti Mentega

IX.

Daftar Pustaka : Susan Elrod, Ph.D. & Ph. D. William Stansfield. Teori Genetika edisi keempat. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2002.

PEWARNAAN BAKTERI

I.

Tujuan : 1. Membedakan bakteri gram (+) dan gram (-) 2. Mengamati bentuk sel bakteri infeksi kulit

II.

Dasar Teori : 1. Pewarnaan diferensial : Menggunakan lebih dari satu macam zat warna 2. Chistian Gram (1984) : Tentang adanya teknik pewarnaan untuk membedakan kuman menjadi dua golongan yaitu kuman gram positif dan kuman gram neagatif

III.

Alat dan Bahan : 1. Bakteri penyebab infeksi kulit yang sudah dikulturkan 2. Gelas objek, Mikroskop 3. Zat warna ungu dan safranim (zat warna merah) 4. Air, alkohol, lugol, api 5. Kertas saring

IV.

Cara Kerja : A. Tekhnik sediaan oles : 1. Ambil satu gelas objek yang bersih dan bebas lemak, kemudian ditetesi air. 2. Ambil koloni bakteri penyebab infeksi kulit dan disebarkan merata dan tipis pada gelas objek 3. Sediaan dikeringkan dengan melakukan fiksasi diatas api kecil tiga kali berturut-turut dengan cara dilewatkan diatas api 4. Dinginkan sebentar diudara, untuk kemudian dilakukan pewarnaan B. Tekhnik pewarnaan gram : 1. Pada sedian oles yang sudah disiapkan, tuangkan satu tetes zat warna gentian viloet, biarkan 1 menit. 2. Zat warna dibuang dan segera diberi larutan lugol 1 tetes (tanpa dicuci terlebih dahulu), biarkan 1 menit. 3. Lugol dibuang dan sediaan dicuci dengan alkohol 96% sampai tak ada lagi zat warna yang terlarut dengan cara dicelupkan. 4. Cuci dengan air sampai bersih 5. Ditetesi zat warna safranin 1 tetes dan biarkan 1 menit. Cuci kembali dengan air sampai bersih

6. Keringkan dengan kertas saring lalu amati dengan mikroskop V. Hasil Pengamatan : 1. Bakteri yang dihasilkan berwarna unggu sehingga merupakan gram positif. 2. Bentuk sel bakteri yang dihasilkan dilihat dari mikroskop a. Bentuk : Tidak beraturan

b. Pinggirnya : Berfilamen VI. Pembahasan : Hasil pewarnaan tergantung dari reaksi bakteri terhadap pewarnaan, hal ini didasarkan pada kemampuan bakteri untuk mempertahankan warna ungu dan kristal violet selama pelunturan warna ( decolorization) oleh alkohol. VII. Jawaban Pertanyaan : 1. Jelaskan faktor-faktor / alasan-alasan yang menyebabkan perbedaan warna pada bakteri yang diuji ! Jawab : Yang menyebabkan perbedaan warna pada bakteri adalah kepekaannya terhadap berbagai macam antibiotika, nutrisinya, produksi toksin, dll. Karena bakteri gram negatif mempunyai kandungan lipid (magnesium ribonukleat, asam lemak tak jenuh) yang tinggi dalam dinding selnya, perendaman/pencucian dengan alkohol akan melarutkan lemak dan kristal violet dari dinding sel, mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis (1-2 lapisan), susunan dinding selnya tidak kompak, permiabilitas selnya lebih besar, sehingga memungkinkan terlepasnya kompleks kristal ungu-yodium. Sedangkan bakteri gram positif mempunyai lipid yang lebih sedikit, sehingga zat warna tidak larut, dindingnya mempunyai peptodoglinkan (30 lapis) yang memerangkap ikatan kristal ungu-yodium dalam berbagai ikatan saling membentuk molekul yang besar, sehingga tidak dapat lepas keluar pada saat diberi alkohol, dinding selnya mengalami denaturasi protein. 2. Jelaskan fungsi alkohol pada proses pewarnaan ? Jawab : Untuk membersihkan lemak pada gelas objek, dan untuk melepaskan zat warna violet-yodium pada bakteri sehingga dapat memperjelas dalam penentuan warna bakteri, baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.

3. Jelaskan fungsi Lugol pada proses pewarnaan ? Jawab : Bereaksi dengan kristal violet untuk membentuk senyawa relatif tidak larut pada bakteri gram positif. VIII. Kesimpulan : Bakteri gram positif tidak dapat didekolorisasi oleh alkohol dan tetap berwarna ungu. IX. Daftar Pustaka : Susan Elrod, Ph.D. & Ph. D. William Stansfield. Teori Genetika edisi keempat. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2002.

UJI KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA

I.

Tujuan : Untuk mengetahui apakah suatu jenis bakteri resisten, intermedit atau sensitif terhadap antibiotika tertentu.

II. III.

Dasar Teori : Metode Kirby-Baueur : Kepekaan bakteri terhadap antibiotika Alat dan Bahan : 1. Cawan petri, incubator, pinset steril 2. Jarum inokulasi, cotton buds 3. Bakteri uji strapilococcus aureus 4. Standar Mc-Farland 0,5 5. Cakram antibiotika 6. NaCl Fisiologis, Muller Hinton Agar

IV.

Cara Kerja : 1. Membuat inokultum bakteri dengan mengambil 3-5 bakteri yang akan diuji 2. Koloni yang diambil tersebut dimaksukkan pada tabung reaksi berisi NaCl Fisiologis steril, sehingga terbentuk bakteri yang akan diuji 3. Suspensi tersebut dibandingkan dengan standar Mc-Farland 0,5 kalau terlalu keruh ditambah NaCl Fisiologis steril, kalau encer ditambah koloni bakteri sampai dicapai kekeruhan 4. Suspensi bakteri diambil dengan cotton buds steril. Supaya tidka terlalu banyak suspensi yang terambil setelah dicelupkan lidi kapas tersebut ditekan-tekan pada dinding tabung reaksi. 5. Cotton buds tersebut, lalu diapuskan pada semua permukaan media. Inokulum dibiarkan mengering selama 3-5 menit pada temperatur kamar dengan tertutup. 6. Cakram antibiotika diletakan pada inokulum diatas permukaan Mueller Hinton agar dengan menggunakan pinset steril, kemudian ditekan 7. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 370 C selama 24 Jam 8. Mengukur zona hambat yang terbentuk dengan menggunakan kalifer 9. Menentukan apakah bakteri tersebut resisten, intermedit atau sensitif terhadap antibiotik tertentu, dengan cara membandingkan zona hambat hasil pengukuran dengan tabel yang tersedia.

V.

Hasil Pengamatan : 1. Setelah di inkubasi selama 24 jam inokulum diambil sehingga menghasilkan : Hasil uji kepekaan bakteri strapilococcus aureus terhadap anti biotika

MET

AZM

Diukur secara keseluruhan dengan cakram antibiotiknya

Zona bening AMP CIP Antibitika Batas Zona hambat

2. Kemudian mengukur zona hambat yang terbentuk dengan kalifer Tabel diameter kepekaan bakteri terhadap antibitika berdasarkan SI No 1 2 3 4 Antibiotika MET = Metisilin AZM = Azitromycin AMP = Ampicillin CIP = Ciprofloxacin Tabel hasil pengukuran : No Antibiotik
Kel I Kel II Kel III Kel IV Kel V Kel VI Kel VII Kel VIII

Diameter zona hambat (mm) R (Resisten) I (Intermedit) S (Sensitif) 9 10-13 14 13 14-17 18 28 29 15 16-20 21

Kesimpulan
7 (R) 22 (S) 7 (R) 20 (S) 6 (R) 19 (S) 7 (R) 21 (S) 6 (R) 6 (R) 7 (R) 30 (S) 25(R) 26 (S) 7 (R) 10 (S) 12 (R) 22 (S) Resisten Kel I-VVII Sensitif, Kel VIII Resisten Resisten Sensitif

1 2

MET AZM

25 (S) 19 (S)

3 4 VI.

AMP CIP

20 (R) 26 (S)

19 (R) 6 (R) 20 (R) 21(R) 18(R) 25 (S) 25 (S) 23 (S) 25 (S) 27 (S)

Pembahasan 1. Bakteri strapilococcus aureus resisten terhadap antibiotika Metilisin dan Ampicillin.

2. Pada abtibiotika Azitromycin bakteri sensitif tetapi pada bakteri Kel. VIII resisten karena belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada antibiotik ciproflo xacin bakteri bersifat sensitif. VII. Jawaban Pertanyaan : 1. Plasmid DNA, gen, dinding bakteri 2. Perbedaan Tranposon dan Plasmid a. Transposon : Tidak mengandung gen yang esensial bagi kesintasan pada kondisi normal, tetapi dalam lingkungan yang tidak bersahabat (misalnya jika tidak ada antibiotik atau sistem imun). Gen yang dikandung oleh sebuah transposon bisa menentukan hidup matinya sel bakteri. b. Plasmid : Mudah ditransfer secara konjugasi kebakteri yang sensitif terhadap antibiotik dan dengan bantuan seleksi alam, dengan amat cepat menyebarkan resistensi keseluruh spesies bakteri tersebut dalam tubuh manusia. 3. Bakteri tidak bisa masuk dalam zona tersebut karena terdapat antibakteri dalam zona tersebut. VIII. Kesimpulan : Tidak semua antibiotik dapat bersifat sensitif terhadap bakteri karena sesuai denagan kepekaan berbagai bakteri. IX. Daftar Pustaka : Susan Elrod, Ph.D. & Ph. D. William Stansfield. Teori Genetika edisi keempat. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2002.

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Mikrobiologi

Disusun Oleh : Agus Diawan Agus Permana 2119080012 Devi Hermanasari 2119080049 Khaerul 2119080039 Yuni Marlina 2119070124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS 2012

You might also like