You are on page 1of 13

A.

Latar Belakang Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Buangan limbah pabrik gula mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang dapat merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk. Buangan berupa asap menyebabkan meningkatnya kasus infeksi saluran pernafasan pada masyarakat sekitar kawasan industri. Sikap sejumlah perusahaan yang hanya berorientasi Profit motive tanpa memikirkan dampak lingkungan dan lemahnya penegakan peraturan terhadap pelanggaran pencemaran berakibat timbulnya beberapa kasus pencemaran oleh industri dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar industri hingga perusahaan harus mengganti kerugian kepada masyarakat yang terkena dampak. Salah satu industry yang banyak disoroti tentang masalah lingkungan yaitu pabrik gula. Sejumlah kasus pengaduan masyarakat disekitar pabrik gula yang berkaitan dengan limbah diantaranya seperti debu yang sering mengotori rumah mereka, asap yang menggangu kesehatan, limbah cair yang dibuang ke sungai, bau tak sedap dan lain-lain. Jika kasus seperti ini tetap dibiarkan, suatu saat nanti bisa menjadi boomerang bagi keberlanjutan usaha pabrik tersebut. Sebenarnya limbah pabrik gula dapat itu sendiri dapat dikelola dengan menjadikanya sebagai barang lain yang manfaat. Disini dibutuhkan suatu usaha dan komitmen dari perusahaan untuk mengelola limbahnya agar tidak merusak lingkungan, bahkan akan lebih baik memberikan nilai tambah bagi masyarakat disekitar, seperti dimanfaatkan sebagai pupuk pertanian. Pabrik gula di Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 59 pabrik.Produksi tebu tahun 2008 untuk daerah Jawa Timur saja mencapai 17 juta ton.Selain menghasilkan gula, pengolahan tebu juga menghasilkan pucuk tebu, ampas, blotong dan tetes sebagai produk sampingnya.Khusus untuk ampas pada umumnya digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler). Salah satu cara untuk melakukan diversifikasi produk pabrik gula adalah pengolahan hasil samping (limbah) tersebut menjadi produk yang lebih tinggi nilainya.

PEMBAHASAN

A. Proses produksi di dalam pabrik gula 1) Pemilihan bahan baku Sebelum melakukan proses produksi, hal pertama yang dilakukan adalah proses pemilihan bahan baku. Bahan baku salah satunya diperoleh melalui perkebunan sendiri yang dikelola oleh perusahaan dengan bekerjasama dengan masyarakat. Perkebunan tersebut diawasi mulai dari proses penanaman, pemanenan, serta pengolahannya sebelum diolah menjadi gula. Adapun cara pemilihan bahan baku yang baik adalah tebu yang layak dijadikan bahan produksi , persyaratannya antara lain: Tebu yang tua Rasanya Manis Mempunyai kadar gula yang tinggi, yaitu maksimal 9% dan minimal 7% 2) Proses produksi gula Ada beberapa tahapan dalam proses produksi gula, yaitu : Ekstraksi Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Pada proses ini, tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Pengendapan (liming) kotoran dengan kapur Liming adalah proses pembersihan jus hasil ekstraksi dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Penguapan/ evaporasi Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi.

Pendidihan/ kristalisasi

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Penyimpanan Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapurdapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang.Oleh karena itu gula ini dimurnikan lebih lanjut. Afinasi Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan Kristal. Karbonatasi Tahap ini bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] Penghilangan warna/ Decolorization Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular activated carbon, (GAC) yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. Pendidihan Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan. Pengolahan sisa/ Recovery Proses ini bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Proses ini menghasilkan Produk yang biasanya diolah lebih lanjutmenjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.

A. Limbah yang dihasilkan pabrik gula

Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis.Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Tanaman ini merupakan sumber bahan baku perusahaan gula. Dalam suatu produksi barang, pastilah didapat hasil samping (limbah).Begitu pula halnya dengan produksi pada pabrik gula.

Berikut adalah limbah yang dihasilkan dari produksi gula yang berasal dati tanaman tebu: Pucuk Tebu Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu giling ataupun bibit. Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat diperoleh sekitar 14 ton pucuk tebu segar. Pucuk tebu segar maupun dalam bentuk awetan, sebagai silase atau jerami dapat menggantikan rumput gajah yang merupakan pakan ternak yang sudah umum digunakan di Indonesia.  Ampas Tebu Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira dan bahan bersabut yang disebut ampas.Ampas terdiri dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi ampas rata-rata terdiri dari kadar air : 46 52 %; Sabut 43 52 %; padatan terlarut 2 6 %. Umumnya ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk pemenuhan kebutuhan energi pabrik.Pabrik gula yang efisien dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar boilernya dari ampas, bahkan berlebih. Ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket, partikel board, bahan baku pulp dan bahan kimia seperti furfural, xylitol, methanol, metana, dll. Blotong Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di clarifier akan menghasilkan nira kotor yang kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat ini akan dihasilkan nira tapis dan endapan yang biasanya disebut blotong (filter cake). Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air 67 %, kadar pol 3 %, sedangkan dari PG. Karbonatasi kadar airnya 53 % dan kadar pol 2 %. Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak, pupuk dan pabrik wax. Penggunaan yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan tebu. Tetes Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari masakan (massecuite) yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan

gula dengan kristalisasi konvensional. Penggunaan tetes antara lain sebagai pupuk dan pakan ternak dan pupuk. Selain itu juga sebagai bahan baku fermentasi yang dapat menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG, asam laktat dll. Asap Telah disebutkan di atas hasil sampingan (limbah) pabrik gula cukup beragam.Agar limbah ini tidak menjadi masalah bagi lingkungan sekitar, maka diperlukan suatu pengelolaan terhadap limbah tersebut. Cara- cara yang bisa digunakan dalm pengolahan limbah yaitu menetralkan limbah sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan , dan dengan merubah limbah menjadi barang lain yang lebih bernilai tinggi.

A. Pengolahan dan pemanfaatan kembali limbah pabrik gula Secara umum pengelolaan limbah seperti limbah cair, yang dikeluarkan pabrik gula merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan beracu dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan, yaitu: Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan cara mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak penangkap abu bagasse (ash trap). Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam anaerob). Total daya tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai 60 hari. Sedangkan pengelolaan limbah dengan cara pemanfaatan limbah dari pabrik tebu dapat memberikan nilai lebih. Pemanfaatan limbah pabrik tebu bisa berupa pembuatan bioetanol, pemanfaatan pucuk tebu sebagai bahan pakan ternak, ampas tebu untuk pakan ternak dan pembuatan senyawa furfural besrta turunannya, serta pembuatan pupuk kompos dari blotong. Sedangkan untuk limbah berupa asap dapat dikelola dengan jalan menekan pengeluaranya diudara bebas. Berikut adalah sejumlah hal tentang pemanfaatan dan pengelolaan hasil samping pabrik gula yang dapat digunkan untuk menekan tingkat pencemaran: 1. Pembuatan Bioetanol Pada dasarnya unit pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian, yaitu:

1. Unit gilingan 2. Unit preparasi bahan baku 3. Unit fermentasi 4. Unit destilasi. Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu.Komponen unit gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan.Sebelum masuk gilingan, tebu dipotong-potong terlebih dulu dengan pisau pencacah.Cacahan tebu selanjutnya masuk kedalam tandem gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri.Pada unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan nira perahan pertama (npp).Ampas tebu yang dihasilkan diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua.Nira yang terperah ditampung, ampasnya kembali ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut oleh unit gilingan ketiga, dan demikian seterusnya.Semua nira yang keluar dari setiap unit gilingan dijadikan satu dan disebut nira mentah. Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah yang dihasilkan unit gilingan.Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan penyaringan atau secara kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk menghilangkan beberapa impurities yang bisa mengganggu proses fermentasi. Nira yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih. Selanjutnya tahap ini dilanjutkan untuk memproduksi gula dan sisanya berupa molase bisa dilanjutkan masuk ke tahapan pembuatan etanol. Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah molase menjadi etanol, melalui aktivitas fermentasi ragi.Jumlah unit fermentasi biasanya terdiri dari beberapa unit (batch) atau system kontinyu tergantung kepada kondisi dan kapasitas pabrik. Beberapa nutrisi ditambahkan untuk optimalisasi proses. Etanol yang terbentukdibawa ke dalam unit destilasi. Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi.Etanol yang dihasilkan biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Proses pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi (99%/ethanol anhydrous), yang biasanya digunakan sebagai campuran unleaded gasoline menjadi gasohol. Selain dari nira, ampas yang dihasilkan sebagai hasil ikutan dari unit gilingan bisa diproses lebih lanjut menjadi etanol, dengan menambah unit pretreatment dan sakarifikasi.Unit pretreatment berfungsi untuk mendegradasi ampas menjadi komponen selulosa, lignin, dan

hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan menjadi bahan baku fermentasi, selanjutnya didestilasi menghasilkan etanol. Pembuatan etanol selain dari molase juga dari ampas tebu.Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose.Bahan lignoselulosa dapat dimanfaatkan untuk memproduksi bioetanol. Berikut contoh skema ideal pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol : a) Limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai sebagai bahan baku pabrik alcohol. b) Limbah cair yang dikeluarkan pabrik merupakan limbah organik dan bukan c) Limbah B3 (bahan beracu dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan. Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan cara mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak penangkap abu bagasse (ash trap). Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam anaerob). Total daya tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai 60 hari.

2. Pemanfaatan Ampas Tebu Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas, untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan pupuk, particle board, bioetanol, dan sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) sehingga mengurangi konsumsi bahanbakar minyak oleh pabrik. Selain itu semua, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat dikonversi menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%.Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi Furfural. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya seperti : Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan turunannya di dalam

negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus meningkat .Hingga saat ini seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor.Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai 72% pasar Furfural dunia. Furfural (C5H4O2) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid, furaldehid, furanaldehid, 2Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan dari golongan furan.Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas terutama untuk mensintesis senyawa-senyawa turunannya.Di dunia hanya 13% saja yang langsung menggunakan Furfural sebagai aplikasi, selebihnya disintesis menjadi produk turunannya.Furfural dihasilkan dari biomassa (ampas tebu) lewat 2 tahap reaksi, yaitu hidrolisis dan dehidrasi. Untuk itu digunakan bantuan katalis asam, misalnya: asam sulfat, dan lain-lain. Furan Furan merupakan contoh lain senyawa yang dapat dihasilkan dengan bahan baku Furfural. Furan yang biasa disebut juga Furfuran atau oxole, memiliki rumus molekul C4H4O. Furan diproduksi dengan proses dekarbonilasi Furfural dengan kehadiran katalis logam mulia. Furan dimanfaatkan sebagai bahan kimia pembangun dalam produksi senyawa kimia yang digunakan pada industri farmasi, herbisida, senyawa penstabil (stabilizer), dan sebagai bahan baku dalam pembuatan senyawa turunan dari furan. Salah satu senyawa yang diproduksi dengan bahan baku Furan adalah Tetrahidrofuran (tetrametilen oksida atau oxolane). Senyawa yang dihasilkan melalui hidrogenasi katalitik dari Furan ini digunakan sebagai pelarut untuk polivinil klorida (PVC), polivinilidene klorida, beberapa serat poliuretan yang diaplikasikan pada proses pelapisan dan perekat.

3. Pemanfaatan Blotong untuk pembuatan kompos Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran bahan baku asal limbah pabrik gula, antara lain ; serasah, blotong dan abu ketel, serta menambahkan bahan aktivator berupa mikroorganisme, yang terdiri dari ; campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran ayam dan kotoran sapi. Proses pengolahan ini dilakukan secara biologis karena memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah. Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adsalah sebagai berikut: Bahan pupuk terdiri dari tumpukan berisi 60 kg serasah, 300 kg blotong , dan 100 kg abu ketel. Bahan-bahan tersebut

dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kotak dengan ukuran bawah 1,5 x 1,5 m; ukuran atas 1 m x 1 m serta tinggi 1,25 m. Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-potong sehingga panjangnya kurang dari 5 cm. Semua bahan dicampur rata, kemudian ditambah 5 kg TSP dan 10 kg Urea. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penambahan air. Pemberian aktivator pada setiap tumpukan masing-masing sebanyak 10 kg campuran mikroorganisme selulolitik,yaitu 5 kg fungi; 2,5 kg bakteri dan 2,5 kg aktinomisetes. Aktivator ditabur bersamaan dengan saat memasukkan bahan kompos ke dalam cetakan. Setelah tercetak, kemudian di setiap tumpukan diberi lubang aerasi pada masing-masing sisi dan bagian atas tumpukan dengan cara menusukkan sebatang bambu. Pembalikan tumpukan kompos dilakukan dua minggu sekali.Hal ini dimaksudkan untuk membantu memperlancar sirkulasi udara ke bagian tengah kompos, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme selulolitik.Setiap dua minggu dengan menganalisa nisbah C/N dan pH sampai diperoleh nisbah C/N sekitar 12-20 dan pH mendekati netral. Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan pupuk organik dengan cara mencampurkannya dengan limbah pabrik etanol berupa vinace dan ditambah sejumlah mikroba. Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan unsur karbon (C) dan Nitrogen (N) pupuk ini mencapai 12 persen.Sementara tanah yang sehat punya kandungan unsur C dan N antara 1015 persen. Mikroba yang ada di pupuk ini antara lain Celulotic bacteria, Pseudomonas, Bacyllus, dan Lactobacyllus. Dikatakan pula bahwa bakteri itu ada yang berfungsi melarutkan fosfat.Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk harus dalam keadaan terlarut, dan yang melarutkan itu mikroba.Pupuk organik ini mampu memperbaiki tekstur dan mampu menyehatkan tanah kritis akibat pupuk kimia (anorganik). Pupuk kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk perkebunan tebu.Pemberian kompos yang berasal dari limbah industri gula ini telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia.Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gula.Pemberian kompos blotong dan kompos ampas pada lahan tebu di pabrik gula Cintamanis Palembang, masing-masing dengan takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu. Bobot tebu yang diberikan pupuk kompos ini pada tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26,5 dan 8,1 ton/ha dibandingkan dengan kontrol.

4. Pengelolaan asap dan debu Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan menjadi: a. senyawa pencemar primer Senyawa pencemar primer adalah senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber. b. Senyawa pencemar sekunder. sedangkan senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar yang baru terbentuk akibat antar-aksi dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer. Dari sekian banyak senyawa pencemar yang ada, lima senyawa yang paling sering dikaitkan dengan pencemaran udara ialah: karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu). Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu, yang dapat menyebabkan sejumlah penyakit pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan pada manusia disekitar pabrik tersebut, iritasi mata dan lain-. Untuk menanggulanginya dibutuhkan pengendalian pencemaran udara. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar.Idealnya demikian pula yang harus dilakukan oleh pabrik tebu. Guna menekan tingkat pencemaran udara, pabrik tebu dapat mengelola asap dan debu tersebut dengan jalan memisahkan partikel padatanya yang berada di asap. Nantinya partikelpartikel ini dalam jumlah yang cukup, bisa diolah menjadi pupuk.Karenanya suatu pabrik gula seharusnya dilengkapai dengan alat-alat pemisah debu untuk memisahkan debu dari alirah gas buang.Debu dapat ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, dan sifat higroskopik yang berbeda. Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan juga aspek ekonomis. Secara umum alat pemisah debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya: Pemisah Brown

Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini menerapkan prinsip gerak partikel menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang ukuran 0,01 0,05 mikron.Alat yang dipatenkan dibentuk oleh susunan filamen gelas dengan jarak antar filamen yang lebih kecil dari lintasan bebas rata-rata partikel. Penapisan Deretan penapis atau filter bag akan dapat menghilangkan debu hingga 0,1 mikron. Susunan penapis ini dapat digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu higroskopik.

Electrostatic Precipitator Pengendap elektrostatik Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering dengan ukuran rentang 0,2 0,5 mikron. Secara teoritik seharusnya partikel yang terkumpulkan tidak memiliki batas minimum. Pengumpul sentrifugal Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya sentrifugal yang dibangkitkan oleh bentuk saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas berputar (vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul pada dasar alat. Alat yang menggunakan prinsip ini digunakan untuk pemisahan partikel dengan rentang ukuran diameter hingga 10 mikron lebih. Pemisah inersia Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel dalam aliran gas. Pemisah ini menggunakan susunan penyekat sehingga partikel akan bertumbukan dengan penyekat dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Alat yang bekerja berdasarkan prinsip inersia ini bekerja dengan baik untuk partikel yang berukuran hingga 5 mikron. Pengendapan dengan gravitasi Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dari 40 mikron dan tidak digunakan sebagi pemisah debu tingkat akhir.

Pada industri, yang lebih maju terdapat juga beberapa alat yang dapat memisahkan debu dan gas secara bersamaan (simultan).Alat-alat tersebut memanfaatkan sifat-sifat fisik debu sekaligus sifat gas yang dapat terlarut dalam cairan. Beberapa metoda umum yang dapat digunakan untuk pemisahan secara simultan ialah: Irrigated Cyclone Scrubber Menara percik Prinsip kerja menara percik ialah mengkontakkan aliran gas yang berkecepatan rendah dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk butiran.Alat ini merupakan alat yang relatif sederhana dengan kemampuan penghilangan sedang (moderate).Menara percik mampu mengurangi kandungan debu dengan rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan gas yang larut dalam air. Siklon basah Modifikasi dari siklon ini dapat menangani gas yang berputar lewat percikan air. Butiran air yang mendandung partikel dan gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama atas dasar gaya sentrifugal. Slurry dikumpulkan di bagian bawah siklon.Siklon jenis ini lebih baik daripada menara percik.Rentang ukuran debu yang dapat dipisahkan ialah antara 3 5 mikron. Pemisah venture Metode pemisahan venturi didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi pada bagian yang disempitkan dan kemudan gas akan bersentuhan dengan butir air yang dimasukkan di daerah sempit tersebut. Alat ini dapat memisahakan partikel hingga ukuran 0,1 mikron dan gas yang larut di dalam air. Tumbukan orifice plate Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini membentur lapisan air hingga membentuk percikan air. Percikan ini akan bertumbukkan dengan penyekat dan air akan menyerap gas serta mengikat debu. Ukuran partikel paling kecil yang dapat diserap ialah 1 mikron. Menara dengan packing Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara mengkontakkan cairan dan gas di antara packing. Aliran gas dan cairan dapat mengalir secara co-current, counter-current, ataupun crosscurrent.Ukuran debu yang dapat diserap ialah debu yang berdiameter lebih dari 10 mikron.

Pencuci dengan pengintian Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan partikel yang dapat ditangani ialah partikel yang berdiameter hingga 0,01 mikron serta dikumpulkan pada permnukaan filamen. Pembentur turbulen Pembentur turben pada dasarnya ialah penyerapan partikel dengan cara mengalirkan aliran gas lewat cairan yang berisi bola-bola pejal. Partikel dapat dipisahan dari aliran gas karena bertumbukkan dengan bola-bola tersebut.Efisiensi penyerapan gas bergantung piada jumlah tahap yang digunakan.

You might also like