You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN Kejang Demam (Febrile Convulsion) adalah kejang pada bayi atau anak-anak yang terjadi akibat

demam, tanpa adanya infeksi pada susunan saraf pusat maupun kelainan saraf lainnya. Seorang anak yang mengalami kejang demam, tidak berarti dia menderita epilepsi karena epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya demam. Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang demam biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia antara 6 bulan-5 tahun dan jarang terjadi sebelum usia 6 bulan maupun sesudah 3 tahun. Kejang demam sering membuat orang tua cemas, tetapi sebetulnya tidak berbahaya. Selama kejang berlangsung, ada kemungkinan anak akan mengalami cedera karena terjatuh atau tersedak makanan maupun ludahnya sendiri. Belum bisa dibuktikan bahwa kejang demam bisa menyebabkan kerusakan otak. Penelitian menunjukkan anak-anak yang pernah mengalami kejang demam memiliki prestasi dan kecerdasan yang normal disekolahnya. 95 98% dari anak-anak yang pernah mengalami kejang demam, tidak berlanjut menjadi epilepsy. Tetapi beberapa anak memiliki resiko tinggi menderita epilepsi, jika kejang demam berlangsung lama, berulang dalam waktu 24 jam, terdapat kelainan saraf lainnya. Tujuan penulis mengambil judul tentang kejang demam karena penyakit ini sering prevalensinya dan penting untuk diketahui penanganan kejang serta penyakit yang mendasarinya dengan baik dan benar. Seringkali kejang demam berulang, dan setiap berulang ambang suhu kejangnya makin turun, sehingga penting juga untuk mengatasi infeksi yang menyebabkan demam tersebut.

BAB II STATUS PASIEN KEPANITERAAN FK TRISAKTI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD BUDHI ASIH Nama Mahasiswa NIM : Wulan Mega Gustria : 030.06.279 Pembimbing : dr.Hot Saroha, Sp.A Tanda Tangan :

I.IDENTITAS PASIEN Nama Pasien No. Rekam Medik Suku bangsa Alamat Orang Tua / Wali Ayah : Nama Agama : Tn. A : Islam Ibu Nama Agama : : Ny. K : Islam : An. B : 77xxxx : Jawa Jenis kelamin : Laki-laki Umur Agama : 11bulan : Islam

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 20 Agustus 2006 : Jl.Kemuning 1 RT 08/ rw 06 Pejaten Timur Pasar Minggu

Alamat : Jl.Kemuning 1 RT 08/ rw 06 Pejaten Timur Pasar Minggu Pekerjaan Penghasilan : Pegawai swasta : Rp. + 1.000.000/bulan

Alamat : Jl.Kemuning 1 RT 08/ rw 06 Pejaten Timur Pasar Minggu Pekerjaan Penghasilan : Ibu Rumah Tangga : Rp. 0 /hari

Suku Bangsa : Jawa

Suku Bangsa : Jawa

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung. II. ANAMNESIS Dilakukan secara Alloanamnesis dengan Ny. K (ibu kandung pasien) Lokasi Tanggal / waktu Tanggal Masuk : Bangsal lantai V Timur, kamar 515 : 21 September 2011, pkl 00.15WIB dan 22 September 2011, pk 06.30 : 21 September 2011

a.

Keluhan Utama: Kejang-kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit

b. Keluhan Tambahan :

Demam dan muntah


c.

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien seorang anak laki-laki berusia 5 tahun datang dibawa ibunya ke IGD dengan

keluhan kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Ini merupakan serangan kejang yang pertama kali. Kejang terjadi sebanyak 2 kali. Kejang yang pertama terjadi pukul 16.00 dan yang kedua pukul 22.00. Lama kejang baik yang pertama ataupun kedua sekitar 5-10 menit, kejang terjadi pada seluruh tubuh dimana kedua tangan kelojotan dan kedua kaki kaku, mata mendelik keatas, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien muntah 1x berisi makanan yang ia makan, muntah tidak menyembur. Menurut Ibu pasien sebelum kejang, pasien mengalami demam tinggi. Demam terjadi sejak tadi pagi 16 jam SMRS. Demam awalnya tidak begitu tinggi kemudian meningkat menjelang sore hari, demam cukup tinggi sehingga skitar pukul 16.00 terjadi kejang yang pertama. Ibu memberikan obat penurun panas untuk meredakan demam dan agar tidak kejang lagi. Demam sempat turun , namun meningkat kembali pada malam harinya, 6 jam kemudian saat os demam tinggi os kembali kejang sama seperti kejang yang pertama, dan segera dibawa ke rumah sakit. Setelah kejang anak muntah 1x berisi makanan, muntah tidak menyembur. Riwayat trauma disangkal. Di IGD os diberikan obat antikejang. Tidak ada riwayat kejang sebelumnya. Baik kejang yang pertama maupun yang kedua diawali demam, Riwayat kejang tanpa demam disangkal. 3hari SMRS terdapat batuk pilek ringan , sakit tenggorokan dan nyeri menelan di sangkal. Adanya congek-an, dan nyeri saat berkemih disangkal. Tidak ada mencret mencret. Beberapa hari yang lalu os ujan-ujanan sebleum akhirnya anak tersebut demam tinggi dan mulai baruk pilek. Batuk batuk lama, penurunan berat badan dan keringat malam disangkal oleh ibu. Menurut ibu pasien 1 hari SMRS BAB pasien lembek 2x, bewarna kuning-kecoklatan, ampas (+), tidak ada lendir dan darah. Riwayat mual muntah disangkal.BAK dan riwayat makan minum baik.

d. Riwayat Penyakit dahulu Penyakit Alergi Cacingan Demam Berdarah Demam Thypoid Otitis Parotitis Kesan : Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya dan tidak ada riwayat trauma atau kecelakaan maupun operasi, dan baru dirawat pertama kali. e. Riwayat Penyakit Keluarga Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanak kanaknya. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang. Ibu pasien menderita penyakit hipertensi, dan pembengkakan jantung.
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Umur -

Penyakit Difteria Diare Kejang

Umur -

Penyakit Jantung Ginjal Darah

Umur -

Kecelakaan Morbili Operasi

Radang paru Tuberkulosis Lainnya

Saat hamil ibu os menderita KEHAMILAN Morbiditas kehamilan darah tinggi dan pembengkakan pada jantung Perawatan antenatal KELAHIRAN Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi sering periksa ke bidan dan dokter Rumah sakit Dokter caesar Cukup bulan (38 minggu)

Berat lahir 3200 gram Keadaan bayi Langsung menangis Kulit kemerahan Kesan : Terdapat riwayat darah tinggi saat kehamilan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

g.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Pertumbuhan gigi I: Umur 6 bulan Gangguan perkembangan mental : Tidak ada Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Bicara Baca dan Tulis Kesan : Pasien mengalami keterlambatan dalam berbicara : Umur 5 bulan : Umur 7 bulan : Umur 10 bulan : Umur 11 bulan : Umur 14 bulan (Normal: 3-4 bulan) (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 13 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 5-9 bulan)

: Pasien mulai mencoret-coret sejak usia 15 bulan

h. Riwayat Makanan :

Umur (bulan ) 02 24 46 68 8 10 10 -12 + + + + + + + + + + + + + ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

Umur Diatas 1 Tahun i. Riwayat Imunisasi : Vaksin BCG DPT PT Polio Campak 2 bulan 3 bulan 3 bulan 4 bulan 9bulan 4 bulan 5 bulan Dasar ( umur ) 1 bulan / 5 bulan 6 bulan Ulangan ( umur )

Hepatitis 2 bulan

Kesan: Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap j. Riwayat Keluarga (corak reproduksi) Riwayat Pernikahan

Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan

Ayah Tn. A Satu 28 Tahun SMA Islam Jawa Baik

Ibu Ny. K Satu 25 tahun SMA Islam Jawa Baik

Pasien adalah anak ketiga, jarak dari anak pertama ke kedua yaitu 6 tahun, begitupun jarak dari yang kedua ke ketiga. Ibu pasien tidak pernah mengalami keguguran atau lahir mati. Saat hamil oleh pasien, umur ibu sudah mencapai 31tahun k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya, sebuah rumah tinggal milik sendiri dengan dua kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok, terletak di jalan gang yang padat penduduk. Keadaan rumah sempit, pencahayaan kurang, ventilasi kurang.Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Ayah pasien bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan Rp.1000.000,- /bulan. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari. Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik yang memungkinkan pasien menderita penyakit infeksi. III.PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 21 September 2011 pukul 00.15 dan 22 september 2011 06.30 Keadaan Umum Kesadaran Data Antropometri
Berat Badan Tinggi Badan Lingkar Kepala

: Tampak sakit sedang : Somnolen sedasi

: 18 kg : 115cm : 52,5 cm

Status Gizi

BB/U

= (18 kg/20 kg) x 100 % = 81 %

Gizi baik (80-120 %)

TB/U 110%)

= (115 cm/110 cm) x 100 % = 108,3 %

Tinggi Normal (90-

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa status gizi pasien baik Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan Kulit : 100/60 : 132 x/menit, reguler, isi cukup, ekual kanan kiri : 38C : 28 x/menit, teratur, tipe abdomino-thorakal : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor normal, kelembaban normal, tidak ada efloresensi yang bermakna Kepala dan Leher Kepala : Normosefali, rambut warna hitam kecoklatan, distribusi merata, tidak mudah dicabut Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping

hidung -/-, sekret +/+ Telinga : Membran timpani intak, serumen -/-, tanda chovstek (-) Mulut : Bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-), trismus (-) , halitosis (-) Lidah : Normoglossia, warna merah muda, lidah kotor (-), tremor (-). Gigi geligi : Caries (-)

Uvula Tonsil Tenggorokan Leher

: Letak di tengah : T1/T1, tidak hiperemis : Faring tidak hiperemis : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak normal

Thorax Paru Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, efloresensi

primer/sekunder dinding dada (-), pulsasi abnormal (-), gerak pernapasan simetris, irama teratur, tipe abdomino-thorakal, retraksi (-) Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Bentuk datar : Supel : Timpani di semua kuadran abdomen, ascites (-). : Bising usus (+) normal
9

: Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris : Sonor di semua lapang paru : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

: Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba, thrill (-) : Redup : SISII reguler, murmur (-), gallop (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, spastisitas (-), sianosis (-), parese (-), paralisis (-)

Refleks Bisep Trisep Patella Refleks patologis Schaeffer Chaddok Kaku kuduk Brudzinsky I Brudzinsky II Kerniq Laseq

Kanan + + + _ _ _ _ _ _ _ _

Kiri + + + _ _ _ _ _ _ _ _

Rangsang meningeal

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Dilakukan pemeriksaan H2TL pertama kali pada tanggal 21september 2010 JENIS PEMERIKSAAN HASIL PEMERIKSAAN Hematologi Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit 12,1 g/dL 36 % 21,7 rb /uL 289.rb/uL 13-16 g/dL 40 48 % 5-10 rb/ul 150.- /uL NILAI NORMAL

10

V. RINGKASAN Pasien seorang anak laki-laki berusia 5th datang dibawa ibunya ke IGD dengan keluhan kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit, kejang baru pertama kali, kejang sebanyak 2x. lama kejang kurang dari 15 menit, kejangnya terjadi di seluruh tubuh (kaki dan tangan kaku), mata mendelik ke atas, mulut tidak berbusa.Setelah kejang pasien sempat bangun untuk muntah. Kejang berulang 6 jam kemudian dengan karakteristik yang sama. Os kejang saat demam tinggi, baik yang pertama maupun yang kedua kejang selalu diawali demam, Riwayat kejang tanpa demam disangkal. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38oc, mata pupil isokor, refleks cahaya +/ +, refleks patologis dan tanda rangsang meningeal (-), Leukosit 21.7 rb/ul VI. DIAGNOSIS BANDING

Kejang demam tidak khas Kejang demam kompleks berulang Kejang demam simpleks Epilepsi yang dibangkitkan demam Gangguan keseimbangan elektrolit Meningitis Ensephalitis

VII. DIAGNOSIS KERJA Kejang Demam Tidak khas

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN Darah lengkap

11

Elektrolit, gula darah Ro thoraks, feses, urine lengkap EEG setelah 1 minggu bebas demam untuk mencari penyebab lain dari kejang

IX. TERAPI Non farmakologis : Pasien dirawat di RS agar mudah di follow-up untuk memantau apabila kejang berulang Farmakologis :
1. IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam 2. Antibiotik: Ampisilin 4x 500 mg i.v.

Dosis : 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian, BB= 18 kg : 100 x18= 1800/4= 500 mg. 3. Antipiretik: Paracetamol 4x 80 mg p.o. Dosis : 10-15 mg/kgBB/kali, dalam 4 kali pemberian, BB= 18 kg : 10x 18 = 180 mg/ kali.
4. Stesolid supposituria 5 mg (saat serangan kejang) dan mengikuti alur tatalaksana

kejang. X. PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanasionam : ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

12

Pemeriksaan 22 September2010 23September2010 Kejang ( + ) 10 Keluhan S menit Demam (+) Muntah (-) Kejang ( - ) Demam ( - ) Muntah (-) 24 September2010 Kejang ( - ) Demam ( - ) Muntah (-)

Sakit kepala hebat Sakit kepala hebat (-) Mencret (-)

Sakit kepala hebat (-) (-) Mencret (-) Mencret (-)

Keadaan umum Kesadaran Tanda vital

Sakit Sedang

Sakit ringan

Sakit Ringan

Somnolen TD : 100/60 HR = 154x /menit RR = 40x /menit S= 40,05oc

Compos mentis TD = 100/60 HR = 120x /menit RR = 28x /menit Suhu = 35,6 C Normocephali

Compos mentis TD = 100/60 HR= 120x /menit RR = 24x /menit Suhu = 36,8 C Normocephali -/- , SI -/-,

Kepala Mata O

Normocephali

CA -/- , SI -/-, CA pupil isokor, -/-pupil refleks cahaya +/+

-/- , SI CA

isokor, pupil isokor, refleks cahaya +/+ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/jantung 1-2

refleks cahaya +/+ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/-

Leher

Kaku kuduk (-) Suara napas

Paru

vesikuler Rh -/-, Wh -/-

Bunyi jantung 1 Bunyi jantung 1 2 Bunyi 2 reguler Jantung Bising (-) Gallop (-) Datar, Supel reguler Bising (-) Gallop (-) Datar, Supel reguler

Bising (-)
13

Gallop (-) Datar, Supel

BAB III

14

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM I. DEFINISI Kejang didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi otak yang involunter yang dimanifestasikan sebagai penurunan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik yang abnormal, perilaku yang abnormal, gangguan sensorik, atau kelainan otonom. 1,2 Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat demam (suhu rectal di atas 38 0C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat (SSP) atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak di atas umur 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1 Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menu rut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,berhubungan dengan demam tetapi tadak terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu. 9 Definisi ini menyingkirkan penyakit saraf separti meningitis, ensefalitis atau enselopati. Kejang keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. Kejang demam harus dibedakan mengenai epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

II. EPIDEMILOGI Sebanyak 2-5 % anak- anak yang berumur antara 6 bulan sampai 5 tahun pernah mengalami kejang yang disetai demam. Kira-kira dari tiap 25 orang anak, setidaknya satu kali akan mengalami kejang demam dan 1-3 dari anak-anak ini akan mengalami kejang demam tambahan. Beberapa anak mengalami lebih dari 3 kali kejang selama hidupnya. Makin tua umur anak saat kejang pertama timbul, makin kecil kemungkinan terjadinya kejang tambahan 4. Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan insiden mendekati 3-4 % anak kecil. Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan

15

orang tua, menunjukkan bahwa vasopressin arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia. III. ETIOLOGI
\

Pada tingkat pengetahuan kita saat ini dapat dikatakan bahwa infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi. Faktor-faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, misalnya: 1. 2. terhadap otak 3. 4. 5. 6. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak Gabungan semua faktor diatas Demam itu sendiri Efek produk toksin daripada mikroorganisme (kuman dan virus)

diketahui atau encefalopati toksik sepintas

Kebanyakan kejang demam terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang mendadak, dan paling sering terjadi selama hari pertama demam. Biasanya demam yang mencetuskan kejang demam pada disebabkan oleh suatu infeksi pada tubuh anak. Infeksi yang paling sering adalah infeksi pada saluran atas, otitis media, campak, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.1,2,4 Faktor Resiko Faktor resiko yang dapat menyebabkan kejang demam pertama: Riwayat keluarga dengan kejang demam Pemulangan neonatus >28 hari Anak dengan pengawasan Perkembangan yang terlambat Kadar natrium rendah Temperatur yang tinggi

Faktor resiko kejang demam yang berulang:

16

Usia muda pada saat terjadi kejang demam yang pertama (<12 bulan) Demam yang suhunya relatif rendah saat kejang demam pertama (<38C) Riwayat penyakit keluarga dengan kejang demam Durasi yang pendek antara onset demam dan terjadinya kejang Riwayat keluarga epilepsi [1]

IV. PATOFISIOLOGI Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. 4 Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. 4

17

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya: 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 1015% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang. Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke seluruh tuuh, menggunakan hantaran listrik dalam neuron dan hantaran kimia di antara neuron.secara anatomis neuron tidak bersambung satu sama lainnya. Tempat tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan dengan neuron lain atau dengan organ organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron berikutnya ( atau organ efektor ) dikenal dengan nama celah sinaptik (synaptic cleft). Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju ke sinaps disebut neuron prasinaptik. Neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron postsinaptik. 8,9

18

Neurotransmiter disintesis dalam ujung prasinaps dan dilepaskan dalem paket-paket gelembung kecil yang disebut kuanta (vesikel). Potensial aksi yang terdapat pada ujung prasinaps menyebabkan fusi gelembung ke ujung membran sehingga neurotransmiter terlepas kedalam celah sinaps. Bila neurotransmiter berikatan dengan reseptor khususnya pada membran pasca sinaps, terjadi perubahan reaksi rantai kimia dan listrik dalam neuron pasca sinaps. 8 Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih. 4 Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. 4 Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. 4 V. KLASIFIKASI Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut,

19

menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya1,2 I. Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal2 Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu: 1. Kejang demam sederhana 2. Kejang demam tidak khas Ciriciri kejang demam sederhana ialah:2 1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan 2. Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun
3. Suhu 100F (37,78C) atau lebih

4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit 5. Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal 6. EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah normal Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam tidak khas II. Klasifikasi KD menurut Livingston2 Livingston membagi dalam: 1. KD sederhana 2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri KD sederhana:2 1. Kejang bersifat umum 2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) 3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun 4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun 5. EEG normal

20

KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang dicetuskan oleh demam III. Klasifikasi KD menurut Fukuyama2 Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu: 1. KD sederhana 2. KD kompleks Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:2 1. Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy 2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun 3. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun 4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit 5. Kejang tidak bersifat fokal 6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang 7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas perkembangan 8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis kompleks Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta, menggunakan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu: 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

21

KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus. VI. MANIFESTASI KLINIK Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya terjadi jika suhu tubuh (rektal) mencapai 38 0C atau lebih. Manifestasi klinik yang sering dijumpai adalah: Didahului oleh kenaikan suhu yang cepat, biasanya terjadi bila suhu diatas 390C Kehilangan kesadaran Kejang menyeluruh Serangan berupa kejang klonik atau tonik- klonik bilateral Mata mendelik ke atas Anak dapat menahan napasnya tanpa sadar Dapat mengeluarkan suara seperti teriakan melengking atau menangis Mungkin mengompol Selanjutnya diikuti gerakan ritmis berulang seluruh tubuh yang involunter yang tidak dapat dihentikan Setelah kejang pasien mengalami periode mengantuk singkat Setelah beberapa detik atau menit anak akan bangun dan sadar kembali tanpa adanya defisit neurologis Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam atau beberapa hari

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG [3,10,12] 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

22

2. Pungsi Lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien dengan kejang demam yang pertama. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%. Walaupun demikian, kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 12 bulan, dianjurkan pada pasien berumur 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak berumur diatas 18 bulan. 3. Elektroensefalografi Saat ini EEG tidak diindikasikan untuk anak-anak dengan kejang demam sederhana, karena hasil studi menunjukkan bahwa mayoritas dari anak-anak dengan kejang demam sederhana mempunyai gambaran EEG yang normal. EEG dipertimbangkan pada keadaan kejang demam kompleks atau pada anak yang beresiko menjadi epilepsi. Suatu studi menunjukkan pada pasien kejang demam kompleks lebih sering mempunyai gambaran EEG abnormal, namun gambaran EEG yang abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. 4. Pencitraan Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti kelainan KRITERIA neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI dan papiledema.

23

VIII. DIAGNOSIS Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas kadang memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleks anoksia juga dapat terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat keliru dengan kejang demam. Sering orang tua menyangka anak gemetar karena suhu yang tinggi sebagai kejang. [11] Untuk membedakan seseorang itu menderita kejang atau epilepsi biasanya tidak selalu sukar asal kita dapat menyaksikan sendiri serangan tersebut atau dapat memperoleh anamnesis yang dapat dipercaya. Kesukarannyan adalah menentukan penyakit atau kelainan yang menyebabkan terjadinya bangkitan kejang atau epilepsi. Tiap penderita harus diperiksa secara teliti dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan.[4] IX. DIAGNOSIS BANDING Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar SSP (otak). Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. X. KOMPLIKASI [3,4,10,12] Komplikasi jarang terjadi pada kejang demam sederhana, sedangkan kejang demam komplek dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu: 1. Kerusakan sel otak Pada kejang yang berlangsung lama (> 15 menit), biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk kebutuhan otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meninggi disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah penyebab terjadinya kerusakan neuron otak. Faktor terpenting adalah gangguan

24

peredaran

darah

yang

mengakibatkan

hipoksia

sehingga

meningkatkan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. 2. Epilepsi Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serang epilepsi spontan. 3. Penurunan IQ Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda dengan saudara kandungnya yang tidak mengalami kejang demam. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis. Resiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam. 4. Kelumpuhan Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. XI. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kejang demam meliputi: 1. Pengobatan fase akut (pada saat kejang).

Pada saat pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Pengisapan lender dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, jika perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital, seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres hangat dan pemberian antipiretik.

25

Algoritma pengobatan saat terjadi kejang demam.[5] I. 5 - 15 menit Kejang

Perhatikan jalan napas, kebutuhan O2 atau bantuan pernapasan.

Bila kejang menetap dalam 3-5 menit: Diazepam rectal: 5-10 kg --- 5 mg 10 kg --- 10 kg

Atau Diazepam iv (0,2-0,5 mg/kgBB/dosis) - Dapat diberikan 2 kali dosis dengan interval 510 menit

II.

15 20 menit

(Pencarian akses vena dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi)

Kejang -

Kejang + Fenitoin IV (15-20 mg/kg) diencerkan dgn NaCl 0,9% diberikan selama 20 menit atau dengan kecepatan 50 mg/menit

III.

> 30 menit : Status Konvulsivus

Kejang -

Kejang +
26

Dosis pemeliharaan Fenitoin IV 5-7 mg/kg/hari Diberikan 12 jam kemudian

Fenobarbital IV/IM 10-20 mg/kg

Kejang -

Kejang +

Dosis pemeliharaan Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg diberikan 12 jam kemudian

PERAWATAN RUANG INTENSIF

2.

Mencari dan mengobati penyebab.[6]

Mencari penyebab dengan pemeriksaan penunjang yang tersedia. Penyebab dari kejang demma biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat perlu unutk mengobati infeksi tersebut. 3. Pengobatan profilaksis

Pengobatan profilaksis di bagi menjadi 2, yaitu: 1. 2. Profilaksis Intermiten Profilaksis jangka panjang Profilaksis intermiten Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami demam,dengan tujuan mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan. Antipiretik

27

Efektif menurunkan suhu tubuh sehingga anak tampak lebih tenang, meskipun tidak terbukti dapat mengurangi resiko rekurensi. Antipiretik yang digunakan antara lain: - Parasetamol atau Asetaminofen 10- 15 mg/kgBB/x dan diberikan sebanyak 4x sehari - Ibuprofen 10 mg/kgBB/x diberikan sebanyak 3x sehari Antikonvulsan Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orang tua atau pengasuh pasien mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak. Dapat diberikan diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari tiap 8 jam saat demam atau diazepam rectal 0,5 mg/kgBB/hari setiap 8 jam bila demam diatas 380C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia [1,4]. Profilaksis jangka panjang Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan terus- menerus untuk waktu yang cukup lama. Pengobatan ini diberikan bila terdapat lebih dari satu keadaan dibawah ini : Kejang demam lebih dari15 menit Adanya defisit neurologist yang jelas baik sebelum demam maupun setelah demam Kejang demam fokal Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga Dipertimbangkan bila terdapat lal- hal dibawah ini: - Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan. - Kejang berulang dalam waktu 24 jam - Kejang demam berulang (lebih dari 4 kali pertahun) Obat rumat yang dapat menurunkan resiko berulangnya demam hanya fenobarbital (3-5mg/kgBB/hari.dibagi dalam 2-3 dosis) dan asam valproat (15-40 mg/kgBB/hari dan dibagi dalam 2 dosis per hari), obat ini diberikan terus menerus selama satu tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Gangguan prilaku dan kesulitan belajar adalah efek samping

28

pemakaian fenobarbital setiap harinya, sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati, sehingga jangan lupa diperiksakan kadar SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan kemudian setiap 3 bulan [1,4]

Edukasi Kepada Orang tua Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua. Pada saat kejang sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya: -

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik Memberitahukan cara penanganan kejang Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.[5]

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang Tetap tenang dan tidak panik Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. Tetap bersama pasien selama kejang Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.[3]

Vaksinasi Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberi diazepam oral atau

29

rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.[5] XII. Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. [6] DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo D P, dkk. Penanganan Demam pada Anak secara Profesional. Depertemen Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.2005.Hal 58-65.
2. Lumbantobing, S. M. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Jakarta : Balai

Penerbit FKUI. 2007.


3. Behrman, kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 3.

Jakarta. EGC, 2000. hal 2053-60. 4. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, 1985 hal 847-855
5. Pusponegoro, H.D, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan

Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2006. Hal 1-14. 6. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,Jilid kedua. Penerbit Media Aesculapius fakultas kedokteran Universitas Indonesia,2000, hal 434-437.
7. Askep

kejang dan demam pada anak. Available at http:// maidun-

gleekapay.blogspot.com. Accesed on Desember 19th, 2010.


8. Sylvia AP. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi ke-6 Vol.2.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.


9. Saraf Otot. Available at http://derajad-google.blogspot.com/2008/11/saraf-otot-

nerve-muscle.html Accessed on Desember 20 th 2010


10. Sofyan Ismael, Prof. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta

:Badan Penerbit IDAI. 2006.

30

You might also like