You are on page 1of 28

PERJALANAN

(Pertumbuhan dan Perkembangan Hidup Spiritual)

Deskripsi mengenai hidup spiritual sebagai perjalanan, sudah ada sebagai suatu tema yang tetap dalam tradisi spiritualitas kristen. Hidup spiritual adalah pertama semua yang hidup, dan yang hidup itu berarti bergerak dan bertumbuh. Hidup manusia adalah suatu gejalah, suatu misteri yang secara perlahan-lahan disingkapkan, suatu harapan menuju kenyataan. Menjadi manusia adalah menjadi seorang peziarah. Perjalanan spiritual ada di hati seorang peziarah. Suatu perjalanan manusia yang diprakarsai dan diarahkan oleh dinamisme roh manusia, yang berkapasitas kepada persekutuan hidup dengan misteri transenden yang meliputi semua realitas. Karena itu secara khusus perjalanan spiritual adalah perjalanan manusia. Perjalanan itu adalah inti dari petualangan manusia. Dalam terminologi kristen, perjalanan spiritual adalah suatu proses abadi untuk memperlihatkan dan mengingkarnasikan semua dimensi kehidupan dan dunia sebagai gambaran dari Allah yang mana masing-masing pribadi secara mendalam dan unik ada dalam kedalaman dirinya atau dalam adaan, itu ada dalam roh manusia sebagai suatu rahmat yang berasal dari Roh Allah sendiri. Hidup orang kristen adalah suatu pergerakan menuju perubahan terus menerus dan transformasi terus menerus. Hidup kristen itu adalah suatu perjalanan yang mana "keberadaannya dibentuk dalam gambaran yang kita refleksikan dalam cahaya dan mencerminkan kemuliaan; ini adalah karya Tuhan yang adalah Roh (2Kor 3:18:30). Kiasan perjalanan dalam tradisi kristen selalu mencoba untuk mengekspresikan dan menemukan secara radikal karakter dinamis dari pengalaman orang kristen. Perjalanan adalah suatu rahmat awal, suatu pergerakan melalui cerita padang gurun, suatu penyempurnaan dalam kesatuan dengan Allah. Banyak kiasan dihubungkan dengan perjalanan dalam tradisi. Literatur spiritual kaya dengan gambaran-gambaran tentang pendakian, langkah-langkah, tingkatan-tingkatan, jalan-jalan dan lorong-lorong dari pertumbuhan. Menaiki tangga, mendaki gunung, mengembara di padang gurun dan mengunjungi tempat-tempat suci. Semua hal ini tertanam dalam kesadaran kristen sebagai suatu realisasi yang sederhana bahwa "Engkau - Allah, Aku berasal dari, kembali ke kamu" (Gerard Manley Hopkins, Sonnet 63). Kiasan-kiasan perjalanan ini memberikan suatu hermeneutik yang menafsirkan dinamika-dinamika dan pertanyaan mendasar tentang eksistensi manusia dalam terang iman kristen. Sementara itu tema perjalanan dalam tradisi awal diakui masih ada, spiritualitas katolik postreformasi cenderung untuk menghilangkan pandangan tentang perjalanan dalam suatu perbandingan dengan rahmat ontologi yang statis, yang secara jelas dibatasi oleh struktur-struktur dari organismeorganisme alamiah dan suatu pendekatan ahistori kepada hidup spiritual sebagai suatu hubungan
www.harefa.com

batin yang terutama kepada Allah. Ada aneka ragam perkembangan dalam Gereja dan budaya, namun perkembangan itu telah diperbaharui melalui kiasan perjalanan dalam spiritualitas kristen. Vatikan II dengan jelas menekankan Gereja itu sendiri sebagai peziarahan umat Alah "dibimbing oleh Roh Kudus dalam perjalanan mereka menuju kerajaan Bapa (GS.1). Sebagaimana mereka mengadakan perjalanan melalui sejarah, seperti peziarahan dalam tanah asing, "tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka" (GS.1) Pembaharuan Konsili Vatikan II menyebutnya untuk kembali ke sumber dari hidup Gereja dan juga kepada dialog dengan dunia yang berubah dan pluralistik. Pertama, kembali ke jiwa dari hidup itu sendiri, Gereja menemukannya itu kembali dalam Kitab Suci, liturgi, tulisan-tulisan dari Gereja awal dan juga dari kekuatan spiritual klasik dan kelaziman dari kiasan perjalanan sebagai suatu pedoman bagi hidup orang kristen. Gereja mengenal dirinya kembali sebagai suatu peziarahan manusia. Gereja menyadari lagi bahwa perjalanan sebagai suatu penebusan roh manusia yang membangun misi dan daya hidup. Kedua, dalam suatu kritik spiritual dan dialog kreatif dengan dunia post modern, banyak orang kristen menemukan dirinya sendiri, menghargai tema perjalanan sebagai suatu kiasan yang cocok untuk pengalaman spiritual mereka. Eksistensi dan proses filosofis sering disatukan - dalam refleksi teologi, ditekankan hal konkret, dibentangkan dinamisme keberadaan manusia dalam sejarah dan dalam pertentangan kepada suatu esensi yang tak berubah-ubah dari manusia. Penglihatanpenglihatan ke dalam perkembangan evolusi secara radikal dari alam semesta dan manusia berasal dari dialog dengan ilmu-ilmu seperti fisika Quantum dan ilmu-ilmu bumi. Dalam bidang ilmu-ilmu kemanusiaan dari Freud kepada psikologi transpersonal saat ini, observasi empiris diterangi fase-fase perkembangan dari kedewasaan manusia dengan sumber-sumber mereka dalam struktur dinamis dari ketidaksadaran atau perbaikan-perbaikan dari perubahan lingkungan-lingkungan hidup sosial. Popularisasi dari trend-trend ini dalam budaya kontemporer sudah mempengaruhi pemahaman orang kristen tentang perkembangan spiritualitas. Beberapa dari situ sudah kondusif untuk bertumbuh. Pengaruh-pengaruh lain diragukan. Kenyataan menunjukkan bahwa semua sudah disumbangkan untuk mendapatkan kembali hidup spiritual sebagai perjalanan. Ketiga, pencahayaan tradisi-tradisi keagamaan ke Asia dan ke agama lain yang bukan kristen telah membangunkan banyak orang kristen kepada suatu penghargaan akan perkembangan, tahap dinamisme dalam tradisi mereka sendiri. Banyak tradisi ini menyediakan deteil deskriptif dan laporan-laporan perspektif dari perjalanan spiritual yang berharga untuk semua peziarah. Menurut Budhisme, perjalanan dilukiskan melalui empat kebenaran yang mulia. Mereka menghadirkan penderitaan pada hati dari semua yang hidup, jejak itu bersumber dalam keinginan atau kecenderungan yang semu, memaklumkan kemungkinan pembebasan dari keinginan dan mengusulkan delapan kali jalan yang menggerakkan peziarah dari pengembaraan dalam ilusi-ilusi dari keinginan kepada nirwana, suatu keadaan mutlak transenden dari kondisi rill. Menurut Hinduisme,
www.harefa.com

perjalanan melukiskan fase-fase luar dari perkembangan spiritual - pelajar, pemimpin rumah tangga, petapa, yang sesuai sebagai suatu perjalanan batin kepada Allah - realisasi yang adalah identifikasi dari pengikut-pengikut yang terdalam dari (Atman) dengan yang absolut (Brahman) Tao atau "jalan" menggarisbawahi keduanya, yakni agama-agama konfuchu dan Taoists Cina. Ini memperlihatkan hidup spiritual sebagai suatu perjalanan mengikuti misteri yang berkembang dari hidup itu sendiri, diwahyukan dari alam dan tatanan sosial, terhadap harmoni yang utuh secara metafisik menggarisbawahi semua kenyataan. Kesadaran spiritualitas Islam dibentuk melalui tiga paradigma cerita perjalanan hidup Muhammad: "hijrah Muhammad" dari Mekah ke Medinah dalam tahun 622, "perjalanan menunaikan ibadah Haji" ke Mekah sebelum kematiannya di tahun 632 dan perjalanan malam dan kenaikannya, "miraj" yang menyimbolkan kesatuan kembali mistik dari pencinta dengan orang yang dicintai. Suatu perjalanan kembali - kesadaran dalam teologi spiritual kristen dan hidup praksis adalah suatu konsekuensi dari agenda Vatikan II sendiri tentang pembaharuan spiritual yang di sebut sumber dan pembaharuan kembali ke sumber klasik dari tradisi Gereja dan suatu dialog yang tajam dengan pemikiran kontemporer dan tradisi-tradisi keagamaan lainnya. Jejak dari judul ini akan mengikuti jejak permainan dari tema perjalanan dalam Kitab Suci dan dalam perkembangan sejarah dari spiritualitas kristen. Spiritualitas kristen mengikuti perkembangan-perkembangan jaman kini dalam ilmu-ilmu psikologi dan spiritualitas kontemporer. Akhirnya, suatu ringkasan mengenai penerapan-penerapan kepada pembentukan spiritual dalam Gereja jaman sekarang dan dalam dunia yang hadir saat ini. Dasar-dasar Biblis Perjalanan Spiritual Kitab-kitab itu dimuat dengan cerita-cerita perjalanan yang integral kepada suatu cerita tentang penyelamatan itu sendiri. Perjalanan-perjalanan ini sering bersifat normatif pada komunitaskomunitas Yahudi dan Kristen, memahami perjanjian mereka dalam hubungan dengan Allah. Perjanjian Lama Dalam Kej 1;1-2:4, dilukiskan munculnya langit dan bumi sebagai suatu perjalanan penebusan dari khaos kepada kosmos yang harmoni. Ketika Allah bersabda langit dan bumi dalam keadaan kosong. Dengan sabdaNya segala ciptaan terbentuk yang bentuknya bermacam-macam dalam suatu kekuatan perjalanan dan pergerakan yang bercahaya, "dari kemuliaan kepada kemuliaan". Perjalanan memuncak dalam penciptaan alam semesta, kemanusiaan yang dibentuk dalam gambar Allah dan dipanggil untuk mengurus kosmos dan menghasilkan melalui Logos yang kreatif. Tradisi Yahudi-Kristen mengenal Abraham menjadi bapa iman mereka. Sejarah keselamatan dimulai dengan panggilan Allah pada perjalanan Abraham (Kej 12:1-2). Sejarah panggilan Abraham
www.harefa.com

adalah suatu ketaatan pada panggilan Allah yang penuh misteri. Dalam suatu ketaatan ada kerelaan untuk meninggalkan keluarga. Abraham berangkat ke suatu tempat yang sama sekali belum dikenal. Abraham menuju suatu perjalanan dalam kebenaran iman bahwa janji Allah akan dipenuhi. Peristiwa eksodus adalah peristiwa yang menentukan dan menyelamatkan dalam sejarah Israel. Perjalanan sejarah ciptaan dan perjalanan iman Bapa Bangsa ditemukan dengan menafsirkan peristiwa eksodus dan pengejaran tentara Mesir melalui perjalanan yang lama selama 40 tahun di padang gurun, menuju tanah terjanji Allah. Aneka perjalanan diceritakan dalam buku-buku Keluaran, Bilangan dan Ulangan. Dalam semua model atau bentuk perjalanan yang ada, Allah dialami sebagai seorang yang berada bersama mereka (Kel 33:14). Perjalanan dari perbudakan melintasi hutan belantara menuju tanah terjanji sebagai suatu pola dasar peristiwa untuk mengerti pola spiritualitas perjalanan orang-orang Yahudi dan sejarah kristen secara keseluruhan. Kitab-kitab Perjanjian Lama yang bersifat pewartaan memperlihatkan kembali peristiwa exodus dan perjalanan padang gurun Israel sebagai suatu maksud untuk membangkitkan penyalaan kembali dan menantang iman umat yang tak pernah hilang dari penglihatan pengembaraan asli dan maksud hubungan mereka dalam perjalanan bersama Allah. Apa yang terjadi selama perjalanan di padang gurun pasti terjadi seluruhnya dalam sejarah Israel jika peristiwa exodus tetap dilihat dalam konteks pengalaman iman. Sebagai contoh dalam Amos, dikatakan bahwa 40 tahun periode sejarah Israel dijadikan contoh oleh umat untuk menemukan ideal keyahudiaan yang otentik, arah peribadatan dan kunci keadilan (Am 5:21-25). Nabi Hosea memandang perjalanan padang gurun dapat mambangkitkan kesegaran cinta pertama dari suatu perjanjian perkawinan, ketika kesetiaan Israel dijawab dengan kelembutan hati Yahwe. Meskipun pengkianatan sering terjadi, cinta Yahwe dapat memanggil isteri yang berzinah kepada pengantin wanita untuk setia (Hos 2:16-17). Akhirnya Yesaya 40-55 yang dialamatkan kepada tawanan-buangan di Babilonia menunjukkan bahwa peristiwa exodus selalu terjadi untuk mereka. Mereka akan dibebaskan, dipimpin melintasi padang gurun dan kembali untuk membangun Yerusalem. Setelah Kitab Keluaran mengungkapkan spiritualitas perjalanan perjanjian lama., sekarang dalam Kitab Mazmur sebagai buku doa sangat jelas mengungkapkan perjalanan spiritual. Walter Brueggemann (Praying the Psalm, PP. 16-24) menyatakan bahwa hidup iman adalah suatu perjalanan yang bergerak bersama Allah dengan pola yang berulang-ulang sebagai, satu: orientasi yang terjamin, kedua: bukan orientasi yang menyakitkan, tiga menjadi reorientasi yang mengagungkan atau menakjubkan. Ini pola umum yang dipergunakan oleh semua umat yang mau bertemu dalam misteri keilahian, dalam relasi kepada diri sendiri, orang lain, dan dunia. Hormat kepada yang lain dan kepada hidup manusia adalah perjalanan. Pada Kitab Mazmur, manna di padang gurun merupakan peristiwa ideal untuk perjalanan. Umat Israel menyatakan iman mereka di tengah-tengah penderitaan dan keputusasaan, dan dalam peristiwa-peristiwa kemenangan dan kedamaian. Pola dasar Mazmur itu semakin mengarahkan iman
www.harefa.com

orang yang percaya. Pada gilirannya umat menemukan dalam Kitab Mazmur, bahasa pendoa yang mengekspresikan kedalaman pengalaman manusiawi. Semua Kitab Mazmur merupakan kitab yang berisi doa yang menopang perjalanan spiritual. Ada Mazmur yang berisikan kebijaksanaan (Mz 4, 37,62,91, 131,145); ratapan atau keluhan dan permohonan yang bersifat individual dan komunal (Mz 6, 10, 22, 32, 44, 69,74 dll); hymne dan ucapan syukur (Mz 9,18,30,41,65,76,89,103,117 dll).

Perjanjian Baru Mengingat exodus sebagai penentu tindakan keselamatan Allah dalam Israel, maka dalam teologi perjalanan Perjanjian Baru pusat perhatiannya ada dalam diri Yesus Kristus yang disebut sebagai karya penyelamatan Kristus dan sebagai jawaban iman orang-orang Kristen. Dalam Injil sinoptik diceritakan sejarah tentang Yesus digoda di padang gurun (Mat 4:1-14; Mrk 1:12-13; Luk 4:1-13). Godaan itu terjadi selama 40 hari dengan puasa, seperti Israel dalam peristiwa exodus selama 40 tahun setelah dipilih menjadi anak-Nya. Di padang gurun Yahwe memimpin Israel melalui tiang-tiang awan dan api. Yesus juga akan menjadi anak yang dicintai. Yesus dibawa ke padang gurun oleh Roh yang telah diterimaNya ketika dibaptis di sungai Yordan. Yesus memimpin di padang gurun sebagai tanda ambil bagian dalam pengalaman pencobaan umatNya. Yesus mengisahkan perjalanan spiritual umatNya, pengalaman mereka telah teruji dan pengalaman itu terkadang sifatnya desolatif. Sebagai orang yang percaya pada panggilan dan Sabda Allah, dengan tegas Yesus menampakkan diriNya sebagai orang yang setia. Para pengikutNya juga dikuasai oleh Roh untuk misi-Nya, yaitu memberitakan Kerajaan Allah (Mat 4:17). Dalam Injil Lukas diceritakan pelayanan publik Yesus dalam konteks perjalanan yang luas yakni dari Galilea sampai Yerusalem (Luk 9:51-19:27). Lukas mengartikan kehadiran Yesus sebagai model perjalanan spiritual kemanusiaan orang-orang Galilea dan perjalanannya ke Yerusalem dilihat sebagai pengorbanan diri sebelum Allah mengurbankan diri. Jantung Yerusalem adalah Bait Allah dan jantung Bait Allah adalah altar pengurbanan. Struktur Injil Yohanes memperlihatkan perjalanan Yesus ke Yerusalem sebagai perwujudan bahwa Yesus datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Penyelamatan terjadi melalui perjalanan Putera dari Bapa ke dalam dunia ini dan perjalanan-Nya kembali kepada Bapa melalui salib, kematian dan kebangkitan-Nya (bdk. Yoh 16:28). Secara ringkas teologi penebusan Yohanes adalah bahwa penyelamatan terjadi dengan ambil bagian dalam segala peristiwa hidup Yesus. Teologi Paulus menitik-beratkan pada situasi penebusan dalam perjalanan Putera Allah, yang dilukiskan dengan pengosongan diri dalam penderitaan sebagai manusia di mana penderitaan sungguh merupakan suatu perjalanan, sekalipun Yesus Kristus yang tidak mengenal dosa dibuat-Nya berdosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Kor 5:21) yang memuncak pada ketaatan-Nya terhadap kematian dan pemuliaan-Nya (Flp 2;5-11). Bagi Paulus misteri Kristus adalah
www.harefa.com

misteri paskah - suatu kematian dari perhambaan dosa menuju ke kemerdekaan anak-anak Allah yang dilakukan oleh Roh (Gal 5;1-15). Perjanjian Baru melukiskan karya penyelamatan Yesus Kristus yang diceriterakan dengan luas melalui kiasan perjalanan yang secara umum dipahami sebagai hidup kristen, yang dihadirkan sebagai suatu jawaban atas panggilan yang dialamatkan baik secara pribadi maupun bersama secara keseluruhan: "Ikutilah Aku" ( Mt 8:22; Mk 2:14; Lk 5:27; Yoh 21:22). Bagi orang kristen, perjalanan spiritual tidak lain dari pada mengikuti Kristus dalam suatu pergerakan dari imitasi ke arah identifikasi yang intim dengan Kristus dimana orang-orang yang percaya berseru: "Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku" (Gal 2:20). Mereka yang dibaptis dalam Kristus, dipanggil untuk ambil bagian dalam perjalanan hidup-Nya dan di diberi Roh untuk dapat melakukan sesuatu (Rm 6:1-11; 8:9-11). Perjalanan orang-orang Kristen dimulai dengan panggilan Kristus, yang disertai peristiwa kebangkitan Tuhan (Lk 24:13-30) dan diteguhkan oleh kekuatan Roh-Nya (Rm 8:14-17) serta dihantar ke dalam kepenuhan kemuliaan melalui kemurahan hati Allah yang meninggikan dan memuliakan Yesus (Ef 2:4-8). Singkatnya, Kristus adalah jalan bagi orang-orang percaya (Yoh 14:60). Dalam pribadi dan tindakan-Nya menunjukkan bahwa Yesus sendiri adalah perjalanan. Semakin menyesuaikan diri dengan Dia berarti para murid-Nya mesti mengikuti jalan baru dari Tuhan (Kis 9:2; 18:25) melalui hidup, kematian, kebangkitan, penyempurnaan pribadi dan sejarah kosmik dimana Allah menjadi semua di dalam segalanya (1 Kor 15:28). Spiritualitas Kristiani: Dalam Bingkai Sejarah Studi maupun refleksi Spiritualitas Kristen selalu terletak pada pengalaman akan komunikasi pribadi dengan Allah dan bagaimana seseorang mengekspresikan pengalamannya itu dalam hidupnya di dunia. Dalam hal ini, spiritualitas memberi perhatian pada bagaimana seseorang menyiapkan diri dan menyatakan pengalaman imannya secara nyata. Berikut ini akan dipaparkan beberapa catatan yang diberikan oleh beberapa pengarang dan guru spiritual sehubungan dengan perkembangan spiritualitas sepanjang tradisi. Dalam dua abad pertama diwarnai oleh pergulatan otentisitas ajaran antara Irenius dari Lyon berhadapan dengan kaum Gnostisisme yang mengajarkan keselamatan manusia karena mengalami penerangan langsung dari Allah. Sementara bagi Irenius, sebagai yang tercipta, manusia mesti dibedakan dari Allah. Penerangan yang dialami manusia selalu berkembang dari tahap yang paling rendah kepada yang makin tinggi dan mendalam, dan bahwa Allah selalu berperan di dalamnya. Dalam abad ketiga, di bawah pengaruh Neoplatonisme, Sekolah Alexandria menegaskan bahwa setelah melewati alam baka, orang akan mengalami kesatuan dan penyerapan estatik dengan Allah. Menelusuri kembali gagasan ini, Origenes - dalam sistematisasi Spiritualitas Kristen memberikan gambaran akan tingkatan perkembangan spiritualitas. Beliau memberi penekanan pada
www.harefa.com

dua tahap, yaitu; teori dan praksis. Tahap praksis menyangkut pembersihan diri melalui praktek keutamaan yang mempersiapkan seseorang akan hidup kontemplatif. Sementara tahap teori menyangkut penggabungan Logos/Sabda dengan spiritualitas dalam cinta menuju pengetahuan akan Allah. Selain itu, Origenes juga menerima perjalanan Spiritualitas dalam tiga langkah yaitu permulaan, kecakapan dan kesempurnaan, setelah bersatu dengan Logos. Namun, kesempurnaan yang dimaksud bukan dalam pengertian yang statis. Bagi Origenes, kesempurnaan itu selalu dalam ziarah, ibarat tinggal dalam tenda yang dipasang dan siap dibongkar kembali untuk terus berjalan. Origenes lalu menghubungkan ketiga tahap ini secara alegoris dengan ketiga buku Perjanjian Lama. Kebijaksanaan Salomo merupakan petunjuk praktek hidup moral dan pemurnian bagi para pemula. Sedangkan Kitab Imamat menuntun jiwa seseorang dalam terang iman akan Allah dalam penciptaan dan aturan hidup harian. Sementara itu, Kidung Agung memperlihatkan cara kesatuan ilahi dan transformasi diri dengan Allah - Sang kekasih jiwa. Lebih lanjut, Origenes menandaskan bahwa ketiga tahap tersebut di atas bukanlah kategori kronologis. Oleh karena itu, tidak bolah dipisahkan begitu saja satu dengan yang lain. Baginya, tahaptahap itu harus terus berkembang dalam keterikatan satu sama lain dalam konteks perjalanan spiritual. Dalam hal ini, Origenes masih menambahkan tiga tahap yang cukup menentukan dalam pergerakan spiritual yakni purgatif, illuminatif dan unitas. Setelah Origenes, dalam abad keempat, Gregorius dari Nyssa pun memaparkan ajarannya yang berdasar pada Flp 3:12-13, yang menyebut ajakan Paulus untuk tetap mengembangkan apa yang telah dicapai dan ditangkap dalam kehidupan kristen. Karena, dalam kesatuan kasih dengan Allah, ziarah atau perjalanan spiritual mendapatkan kehangatan. Dalam pengalaman inilah, akal budi menuju kedalaman transenden dimana seseorang menemukan kekelan Allah yang tidak dapat diuraikan secara tuntas oleh bahasa dan pengalaman manusia. Dalam tradisi Monastik barat-abad ke-6, aturan-aturan spiritual waktu itu cenderung mengikuti Regula St. Benedictus yang melukiskan kemajuan spiritualitas menuju kesatuan dengan Allah melalui 12 tingkatan - dari yang paling rendah menuju yang paling tinggi. Ketiga tingkat pertama, memberi perhatian pada kesadaran akan kehadiran Allah, sisi transendensinya dan ketaatan akan Allah dalam seluruh hidup. Langkah ke empat sampai ke tuju memasuki jejak ziarah spiritualitas kemiskinan yang radikal yang terjadi dalam semangat ketaatan akan Allah dalam penderitaan dan godaan hidup harian. Dalam langkah ke delapan sampai ke sebelas, digambarkan efek yang muncul dari kemajuan yang mendalam dalam ketaatan. Sedangkan tingkat ke duabelas merupakan tingkat puncak dalam partisipasi pada pengosongan diri Yesus, di mana orang mengidentifikasikan diri dalam spiritualitas kemiskinan dan kemanusiaan dengan Yesus yang tersalib (Yoh 19.30) dan dengan demikian, bangkit bersama Yesus dalam cinta yang sempurna akan Allah yang selalu mengusir
www.harefa.com

ketakutan kita. Dan di atas segalanya ini, Allah telah menyatakan kelimpahan rahmat-Nya melalui Roh Kudus dalam karya-Nya membersihkan dosa dan kejahatan kita. Sementara itu, periode abad pertengahan dan modern mencoba memahami dan menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan spiritualitas dalam metafora perjalanan. St. Bernardus dari Clairvaux (abad-XII) melukiskan perjalanan spiritual dengan mengacu pada empat tahap cinta. Seorang pemula akan bergerak dari cinta diri yang narcisistis menuju cinta Allah demi seseorang, cinta akan Allah demi Allah dan cinta akan diri demi Allah. Bernardus lalu menjabarkan perjalanan spiritual dan karyanya: The Steps of Humility and Pride, sebuah komentar tentang tujuh bab Regula St. Benediktus yang kaya akan deskripsi fenomenologis tentang iman yang melekat dengan kerendahan hati, yang menuntun orang kepada kontemplasi akan Allah. Setelah Bernardus, pengikutnya William Cistersian dari St. Thierry menulis sebuah laporan cemerlang dan berpengaruh dengan judul: "The Golden Epistle" untuk memberikan jalan dan gambaran spiritual bagi mereka yang baru memulainya. William mencatat tiga tingkatan dalam pergumulan spiritual; - tingkat hewani, tingkat rasional dan spiritual - yang bergerak dan reaksi dan persepsi-persepsi dengan petunjuk akal budi yang diterangi Roh Allah dan dalam kesatuan yang penuh antara Allah dengan ciptaan yang secitra dengan-Nya. Berkaitan dengan hal ini, diangkat juga sebuah teks pendek dari abad ke-12 oleh Guigo II, seorang Kartusian. Beliau memberi penekanan pada empat tahap latihan spiritual yang disebutnya dengan lectio divina, yang meliputi; membaca, bermeditasi, berdoa dan berkontemplasi. Keempat tahap ini merupakan tingkatan spiritual yang menuntun manusia dari dunia ke surga, menyatukan pengalaman manusiawi yang berdosa dengan pengalaman akan kehadiran Allah yang kudus. Praktek lectio divina ini dimulai dengan membaca Kitab Suci atau bacaan rohani lainnya, merenungkan seluruh perjalanan spiritual dalam meditasi, menanggapinya secara jujur dalam doa dan akhirnya mengkontemplasikannya dalam kehadiran Allah yang intim. Catatan Guigo II ini kiranya relevan juga dengan praktek perjalanan spiritual di masa kontemporer ini. Perkembangan Kontemporer Spiritualitas sebagai bagian dari teologi, berdialog dengan paham yang empiris tentang pengalaman manusia dan juga berdialog dengan budaya. Pada Abad ke-20 paham empiris juga ditemukan dalam ilmu human, khususnya psikologi sebagai contoh psikoanalisis, psikologi eksistensial humanis, teori emotif rasional, psikologi transpersonal, dan behaviorisme. Studi-studi bidang human dipublikasikan secara umum melalui literatur populer, seni dan media juga melalui fenomena yang tersebar luas dari group-group pertolongan diri, programprogram 12 langkah yang didasarkan pada pendekatan bentuk pertumbuhan spiritual terhadap para pecandu alkohol yang anonim, pertumbuhan kepribadian. Semuanya ini menghasilkan suatu kesadaran pertumbuhan hidup manusiawi sebagai suatu perjalanan, pergumulan dari tanda
www.harefa.com

pekembangan dengan tingkat-tingkat emosional, transisi, krisis dan kesempatan. Puncak kultur barat kontemporer, menyebarkan suatu sensivitas yang tinggi ke psikodinamik dari kedalaman hidup (inner life) dan perkembangan phasic. Hal ini telah ditemukan kembali dari pola perkembangan yang ada dalam kebijaksanaan kuno dari tradisi religius dari semua kultur. Di antara banyak penemuan baru yang berpengaruh, beberapa teori dan kritik yang akan diterangkan beriktu ini yang berkaitan dengan inti hidup spritual. Psikologi kontemporer Penemuan saintifik dan bidang-bidang analitis yang disebut psikologi ketidaksadaran memberi bantuan untuk menelusuri seluk-beluk pergumulan spiritual. Misalnya, teori Freud tentang alam bawah sadar, penemuan-penemuan insting hidup/seksual dan aggresif/ naluri kematian yang berakar pada id, atas pekembangan kesadaran ego sebagai pusat kepribadian. Di dalam pembentukan kepribadian atas dorongan id dan pembatasan superego, pribadi berkembang melalui tingkat psikoseksual - oral, anal, phallik, laten dan pase genital - dimana seseorang digerkkan dari narsisme infantil ke arah sosialisasi yang riil pada masa remaja, sejauh proses itu berjalan dengan normal. Bagaimanapun banyaknya regressi, fiksasi dan mekanisme pembelaan, dapat mengubah pergumulan ini pada tingkat ketidaksadaran yang kemudian merusak kematangan ego. Intervensi therapeutic mungkin perlu untuk menyingkapkan muatan ketidaksadaran yang tercampur dengan perkembangan dengan konsekuensi, merusak pergumulan spiritual, yang secara normal membutuhkan suatu pertumbuhan ego secara memadai yang mana, seseorang dapat melampauinya ke tingkat integrasi spritual yang lebih dalam. Ketika teori Freudian menolak dimensi hidup spiritual sebagai ilusi dan meredusir perkembangan human ke dorongan instingtual, Freudian dan ajaran Neo-Freudian dapat mengantar orang kristen melihat tantangan dan problem integrasi vital dan kehidupan seksual ke dalam perjalanan/pergumulan spiritual. Lebih jauh dari itu mereka dapat membantu orang menjadi lebih realistis dan rendah hati terhadap alam bawah sadar yang kompleks dan menentukan, yang berpengaruh pada pertumbuhan spritual. Carl Gustav Jung telah memiliki suatu pengaruh pada spritualitas kontemporer dengan interpretasi struktur ketidaksadaran dan kesadaran psikis dan bagiannya sendiri dari kesadaran ego sebagai pusat dari kepribadian kepada perbedaan self sebagai dasar yang paling dalam dari kehidupan personal. Jung percaya bahwa human dapat maju secara stabil dari suatu kekurangan ke tingkat perkembangan yang lengkap. Ini termasuk desakan dari ketidaksadaran diri ke kesadaran melalui suatu proses yang tepat dan pengungkapan arketipe yang tersebunyi di dalam depth (kedalam) jiwa sebagai contoh anima atau animus, bayangan dan Allah. Karena keterbukaan penjelasan Jung kepada ego-transenden dan pengalaman-pengalaman religius dan kiasan kepada arketipe-Allah dalam ketidaksadaran, banyak orang menemukan suatu
www.harefa.com

hubungan cocok untuk memahami seluk-beluk pertumbuhan spiritual. Kritik, bagaimanapun, perhatian bahwa Jung cenderung ke arah suatu solipsisme gnostik, suatu kultivasi dari pembedaan diri melalui suatu instropeksi pergumulan yang memurnikan, lebih pada pembentukan suatu pribadi yang utuh, melalui relasi yang nyata dengan human dan yang ilahi yang lain. Spritualitas saat ini dikembangkan dengan studi Erik H. Ericson yang kadang-kadang disebut ilmu perkembangan atau psikologi ego. Sebagimana Freud menyelidiki tingkat perkembangan psikoseksual, Erikson menyelidiki tingkat psikososial. Erikson menjelaskan pergumulan hidup sebagai suatu dialog antara kematangan organisme secara badaniah dan secara psikologis dan kesuksesan sosial, pengaruh lingkungan. Erikson menggambarkan kualitas dasar ego sebagai sesuatu yang memperteguh atau melemahkan, yang selalu muncul dalam tingkat perkembangan, tergantung pada kesuksesan atau kegagalannya untuk memecahkan problem hidup dalam setiap fase. Sesungguhnya, Erikson menamakan tingkat pertumbuhan itu dengan istilah konflik, dimana dalam konflik itu ditampilkan kedalaman penderitaan dan kiris pergumulan manusia yang selalu disertai, misalnya dasar kebenaran versus dasar ketidakbenaran, keintiman versus isolasi. Teori Erikson dan popularitasnya telah membangkitkan jutaan manusia untuk menghargai fase-fase pertumbuhan, transisi dan krisis kehidupan human. Kritik terbesar terhadap teori ini telah dilakukan oleh para pemikir Feminis. Mereka mengkritik studi perkembangan Erikson, terutama tentang populasi pria yang sangat menonjol; juga mengkritik model maskulinitas ego. Kritik Feminis juga membuat suatu pembaharuan psikologi perkembangan dan tingkat-tingkat pertumbuhan dengan kategori relasi intim dan generatif sebagai pusat dalam pemahaman perjalanan kematangan atas proses psikologi, moral dan level spiritual. Perkembangan terbaru dalam ilmu psikologi adalah transpersonal atau psikologi spektrum. Dipengaruhi oleh antropologi kultural dan teori Evolusi yang filosifis, teori transpersonal berusaha untuk menggerakkan dan melampaui batas-batas psikologi yang tradisional. Pendekatan ini menegaskan bahwa dimensi hidup yang spiritual adalah sesuatu yang tercela dalam perjalanan human. Studi transpersonal secara representatif mengatakan bahwa dasar struktur konvensional dari perkembangan human, digambarkan dengan psikologi tradisional, harus dilengkapi dengan penyelidikan akan tingkat kontemplatif yang integral bagi kematangan human. Awalnya, ego secara memadai dibentuk untuk melayani hidup manusia yang menuju ke tingkat kontemplatif/mistik pertumbuhan, dimana kesadaran terbuka kepada kesatuan trans-personal dengan dimensi pengalaman, dan akhirnya dengan misteri kosmis yang meresapi semua realitas. Transpersonal diri kemudian menjadi suatu kesadaran yang tak terbatas dari kesatuan yang menyebar kemana-mana. Suatu ada-an yang dalam esensinya satu dengan Diri Tertinggi. Teori transpersonal telah dapat menyadarkan pengaruh terhadap gambaran pertumbuhan spiritual kontemporer, yang kadang-kadang disebut New Age Movements. Ketika mereka menawarkan
www.harefa.com

paham yang berharga, spiritualitas Judaisme-Kristen harus mengkritik tendensi mereka untuk melihat bidang spiritual sebagai suatu hasil perkembangan dan konsekuensi dari perkembangan psikologi yang sehat juga melihat daya serap pribadi mereka yang kelihatan kedalam suatu keesaan yang tidak dapat dibedakan dengan kosmos atau misteri yang ilahi. Teologi spiritual pada abad ke-13 diawali oleh Bonaventura yang telah menulis secara sistematik dan indah untuk memahami kesatuan dengan yang ilahi. Tulisan itu berjudul Concerning the Triple Way dan The Soul"s Journey into God. Kedua tulisan ini merupakan permenungan tentang jalan kesucian, penerangan dan kesatuan dengan perhatian utama pada devosi afektif yang menempatkan Kristus dalam pertumbuhan spiritual. The Soul Journey into God berbicara tentang "perjalanan" dalam hubungan dengan tingkatan kontemplasi. Tingkatan tersebut adalah pertama, inderawi (sensible): menyadari kehadiran Tuhan dalam alam semesta dan dunia empirik, kedua, tahap psikologi: kontemplasi dengan menyadari kehadiran Allah di dalam jiwa, dan tahap ketiga, metafisik: kontemplasi tentang kebaikan Allah yang tidak terlukiskan yakni misteri ilahi yang terealisir dalam Kristus. Kontemplasi akan salib Kristus membawa kita kepada pengalaman akan perjalanan jiwa yang membawa kita pada pengalaman akan "api" Allah dimana jiwa mati dan diri sebagai pusat dilebur dalam kegelapan dan keheningan ilahi sehingga kita ikut serta wafat bersama Kristus dan menjadi anak kesayangan Bapa. Kemudian dalam periode spiritualitas modern (Abad ke-16 sampai abad ke-19) dimulai dengan sekolah Spanyol yang dewakili oleh seorang guru besar yakni Ignatius Loyola, Yohanes dari Salib dan Theresia dari Avila. Spiritualitas modern ini banyak dipengaruhi oleh psikologi postRenaissance yang melihat bahwa pada dasarnya hidup setiap manusia adalah baik. Selain itu dipengaruhi juga oleh analisis rasional dari Skolastik. Para penulis inilah yang sangat berpengaruh dalam menulis tentang perjalanan spiritual yang kemudian dikenal luas dalam budaya Kristiani kontemporer. Karya Ignatius dari Loyola yang berjudul "Spiritual Exercises" merupakan sebuah buku pegangan retret untuk membimbing kita pada "perjalanan pribadi" bersama Tuhan selama empat minggu. Pada minggu pertama, kita dibimbing untuk merenungkan dosa dan segala kegagalan kita kemudian menuju pertobatan. Dari permenungan akan dosa, kita masuk pada minggu kedua, dengan kontemplasi pada Kristus sebagai Tuhan yang mengatasi seluruh alam semesta dan sejarah melalui misteri yang tersimpan dalam seluruh hidup-Nya. Pada minggu ketiga dan keempat akan ditunjukkan suatu "interior jurney" melalui kontemplasi tentang identifikasi dengan sengsara dan wafat Yesus, kemudian diakhiri dengan kegembiraan atas kebangkitan-Nya. Pada akhir latihan rohani ini diajarkan tentang kontemplasi "bagaimana memperoleh cinta" yang adalah gambaran dan dorongan untuk hidup mistik. Johanes dari Salib dan Theresia dari Avila adalah para pelopor dari Teologi dan praktek pengembangan spiritual dalam masa modern ini. Perjalanan di dalam Allah direfleksikan dalam
www.harefa.com

seluruh hidup mereka. Yohanes dari Salib mengungkapkan tujuan hidup spiritual yakni kesatuan sempurna dengan Allah melalui cinta. Kesatuan ini dipahami bahwa Alah dan jiwa nampak menjadi satu. Dalam pendakian pada ketinggian Gunung Karmel, para pemula dibimbing dengan rahmat iman dan cinta. Hal ini tergantung pada pengalaman konsolasi melalui malam "aktif" dan "pasif", untuk sampai pada jalan pemurnian dibutuhkan pemurnian jiwa dan kematangan iman sehingga para pemula itu tidak jatuh pada kontemplasi pada hal yang absurd melainkan pada cinta kepada kehadiran Tuhan. Melalui kematangan dan pemurnian iman kita sampai pada jalan penerangan di mana jiwa masuk ke dalam malam aktif oleh bimbingan Roh menuju sikap yang tidak terpengaruh oleh siapa pun. Sehingga realitas bukan semata-mata karena pengertian manusia,suatu ingatan dan kebaikan. Akhirnya ketika mendekati puncak pendakian kita dibimbing oleh roh untuk masuk dalam malam pasif, dan dibawa oleh Allah ke kedalaman jiwa. Roh bekerja dalam malam aktif, ini berarti memperpanjang penderitaan di mana jiwa merasa ditinggalkan oleh Allah, karena kita merasa bahwa segala usaha untuk menjalin relasi dengan Allah terasa kosong. Dalam malam ini kita berpartisipasi dengan kematian Kristus dan merasa seperti masuk dalam neraka. Akhir dari pergulatan ini adalah kita merasa dibangkitkan dengan Kristus. Tahap ini disebut kesatuan transformasi atau kemulian sempurna. Semuanya ini menjadi sempurna dalam pertunangan dan perkawinan spiritual antara yang ilahi dan manusiawi di dalam kedalaman jiwa. Teologi spiritual Theresia dari Avila merupakan gambaran perkembangan pengalaman hidupnya. Seluruh hidupnya merupakan pengalaman gambaran dari perjalanan spiritualnya yang bisa ditemukan dalam tulisannya yang berjudul: The Interior Castle. Di bukunya ini ditemukan tentang kemajuan perjalanan hidup rohaninya melalui ruangan yang berbeda dalam kedalaman jiwanya. Suatu ruangan yang saling berhubungan dan secara tradisional menggambarkan tiga tahap hidup spiritual: Jalan pemurnian, yang terdiri atas: tahap memperoleh rahmat yang berawal dari kasih sayang kepada kenikmatan hidup dan kebaikan diri yang dominan, dibuka dengan suatu disiplin spiritual praksis melalui doa, membaca dan metode lain, hidup dalam keutamaan dan pengorbanan cinta. Jalan penerangan, ditunjukkan tentang pengalaman adaan ke kedalaman doa,keheningan doa dimana jiwa beristirahat dalam cinta Allah melalui kebaikan-Nya. Jalan Kesatuan, diawali dengan kesatuan transfomasi yang ditunjukkan melalui doa yang mendalam, selanjutnya melalui pemurnian pasif dan penderitaan kita masuk dalam keintiman dengan yang ilahi, perkawinan spiritual juga dapat menjadi jalan kesatuan dengan yang ilahi di mana jiwa dapat menjadi pusat dari kesatuan itu. Akhir dari periode spiritualitas modern ditutup pada abad ke -19 yang ditandai dengan sumbangan beberapa tulisan, diantaranya ada dua tulisan sederhana namun mendalam serta berpengaruh sangat besar. Pertama, Story of Soul karya Theresia dari Lisieux dan kedua, The way of a Pilgrim karya seorang Petani anonim Rusia. Story of Soul merupakan tulisan tentang hidup hariannya di biara Karmel yang kecil. Theresia menamakan perjalanan tersebut sebagai "jalan kecil" bagi jiwa-jiwa
www.harefa.com

yang lemah. Untuk sampai pada "jalan kecil" ini, dibutuhkan kebiasaan melatih diri, kerendahan hati dan pengorbanan diri melalui cinta kepada orang lain. Bahkan kita dapat merasa ditinggalkan oleh Tuhan dan masuk ke dalam kegelapan iman. Buku The Way of Pilgrim adalah buku pertama yang menceritakan perjalanan para pengembara dalam perjalanan mereka ke seluruh Rusia. Dalam perjalanan itu, terkandung suatu spiritualitas peziarah dan spiritualitas inilah yang dikembangkan oleh penulis dalam tulisannya. Penulisnya adalah seorang pengembara yang melalui doa yang tidak terputus, dia mengenal doa Yesus dalam spiritualitas Ortodoks, apalagi didukung oleh ketekunannya membaca Kitab Suci dan Philokalia (sebuah kumpulan kuno tentang tulisan abad pertengahan dalam Tradisi Ortodoks). Seperti Theresia dari Lisieux, pengarang ini juga mengungkapkan suatu pertemuan yang luar biasa dengan yang ilahi dalam kehidupan setiap hari. Dalam pertemuan itu seorang pengembara sampai pada teofani yang ilahi. Para pemikir dan guru spiritual dalam periode ini memperlihatkan pandangan spiritualias Kristiani yakni berpartisipasi dalam misteri Paska Kristus. Keunggulan dari tradisi ini terletak pada ajakan kepada orang Kristen untuk mengkonkritkan misteri inkarnasi Kristus dalam perjalanan hidup mereka. Spiritualitas Kontemporer Kebanyakan orang di zaman kontemporer menghubungkan spiritualitas kristiani dengan pendekatan perkembangan dan metafor-metafor perjalanan. Pendekatan itu dikaitkan pada relasi mereka dalam hidup spiritual. Misalnya, hidup spiritual Theihard de Chardin atas teori evolusi terutama tentang Omega. Evelyn Underhill, Simone Weil, Henri Nouwen, Basil Pennington, Joan Chittister, Rosemary Haunghton, Gerald May, dan Thomas Keating adalah para penulis terkemuka saat ini. Mereka banyak menulis pengalaman spiritual dan tulisan mereka itu telah tersebar hampir ke 20 negara. Dengan pengalaman spiritual yang telah dibagikan kepada para pembaca, para pembaca mendapat pencerahan dari pandangan-pandangan mereka. Yang menarik adalah gagasan mereka perihal perjalanan spiritual selalu dalam konteks budaya masa kini. Meskipun demikian, spiritualitas kontemporer, mendapat catatan khusus dari Adrian van Kaam. Ia mengkritik dialog dengan adat istiadat. Bagi dia dialog dengan adat istiadat merupakan hal yang mutlak diperlukan menuju spiritualitas kristiani yang otentik. Bentuk teori yang hendak dicapai tidak bersifat integral antara hanya antara psikologi dan spiritual, tetapi pendekatan yang komprehensif perjalanan spiritulitas kristiani yang humanis dalam terang psikologi dan ilmu pengetahuan lainnya.

www.harefa.com

Kesimpulan-Kesimpulam dari Implikasi untuk Membentuk Spiritualitas Kitab Suci dan tradisi spiritual kristiani adalah sumber utama dalam pencarian arti yang terdalam dari kiasan perjalanan spiritual. Selain itu, dialog dengan tradisi-tradisi religius lain dan spiritual kontemporer adalah hal yang sangat dianjurkan untuk kehidupan spiritual umat kristen. Dalam perjalanan-kesadaran, banyak petunjuk yang menandakan penampakan, seperti: pribadi, relasi pribadi, orang lain, dunia dan misteri Allah. Semuanya itu dapat dilihat dalam beberapa hal berikut: Hubungan atau relasi kita akan sangat berarti dalam diri kita sendiri. Nilai relasi itu bagi kita telah diatur dan dipanggil ke dalam keserupaan wajah Allah. Kebutuhan mendasar untuk memulai dan menopang spiritualitas adalah dengan menerima dan menghargai satu-satunya yang paling mendasar dalam diri kita yakni kita sebagai gambar Allah. Untuk itu, cinta kasih merupakan keharusan sebagai musafir (wayforer) demi kelanjutan semangat spiritualitas. Kita tidak pernah berjalan sendiri. Kita bertindak dalam komunitas iman, 'awan sebagai saksi' cloud of withesses (Ibr. 12:1). Semua orang kristen hendaknya membagikan pengalaman iman hariannya sepanjang hari, entah kebebasan, entah kemerdekaan Allah sebagai suatu bentuk keutuhan atau kemesraan pribadi yang sangat misteri sifatnya, kadang-kadang berupa tetesan embun yang tidak direncanakan. Selain itu, dalam hidup bersama sebagai satu komunitas iman 'Janganlah menghakimi, jika engkau tidak mau dihakimi' (Mat 7:1). Meskipun manusia berziarah, para peziarah kristen tak berhenti menggaungkan atau menggemakan, sekurang-kurangnya, dalam hatinya misteri inkarnasi, inti iman kita, perjalanan kosmik dalam kenyataan: psikologi, budaya, politik, ekonomi, ekologi, kosmologi, sejarah, evolusi dan dunia. Perjalanan spiritual ada hanya mungkin dalam relasi horisontal yang azali dari misteri ketuhanan. Misteri itu selalu Emmanuel, Allah beserta kita. Peziarahan pada intinya adalah kembali ke rumah Bapa. (GS. 1)

www.harefa.com

PERJALANAN
(Pertumbuhan dan Perkembangan Hidup Spiritual)

Deskripsi mengenai hidup spiritual sebagai perjalanan, sudah ada sebagai suatu tema yang tetap dalam tradisi spiritualitas kristen. Hidup spiritual adalah pertama semua yang hidup, dan yang hidup itu berarti bergerak dan bertumbuh. Hidup manusia adalah suatu gejalah, suatu misteri yang secara perlahan-lahan disingkapkan, suatu harapan menuju kenyataan. Menjadi manusia adalah menjadi seorang peziarah. Perjalanan spiritual ada di hati seorang peziarah. Suatu perjalanan manusia yang diprakarsai dan diarahkan oleh dinamisme roh manusia, yang berkapasitas kepada persekutuan hidup dengan misteri transenden yang meliputi semua realitas. Karena itu secara khusus perjalanan spiritual adalah perjalanan manusia. Perjalanan itu adalah inti dari petualangan manusia. Dalam terminologi kristen, perjalanan spiritual adalah suatu proses abadi untuk memperlihatkan dan mengingkarnasikan semua dimensi kehidupan dan dunia sebagai gambaran dari Allah yang mana masing-masing pribadi secara mendalam dan unik ada dalam kedalaman dirinya atau dalam adaan, itu ada dalam roh manusia sebagai suatu rahmat yang berasal dari Roh Allah sendiri. Hidup orang kristen adalah suatu pergerakan menuju perubahan terus menerus dan transformasi terus menerus. Hidup kristen itu adalah suatu perjalanan yang mana "keberadaannya dibentuk dalam gambaran yang kita refleksikan dalam cahaya dan mencerminkan kemuliaan; ini adalah karya Tuhan yang adalah Roh (2Kor 3:18:30). Kiasan perjalanan dalam tradisi kristen selalu mencoba untuk mengekspresikan dan menemukan secara radikal karakter dinamis dari pengalaman orang kristen. Perjalanan adalah suatu rahmat awal, suatu pergerakan melalui cerita padang gurun, suatu penyempurnaan dalam kesatuan dengan Allah. Banyak kiasan dihubungkan dengan perjalanan dalam tradisi. Literatur spiritual kaya dengan gambaran-gambaran tentang pendakian, langkah-langkah, tingkatan-tingkatan, jalan-jalan dan lorong-lorong dari pertumbuhan. Menaiki tangga, mendaki gunung, mengembara di padang gurun dan mengunjungi tempat-tempat suci. Semua hal ini tertanam dalam kesadaran kristen sebagai suatu realisasi yang sederhana bahwa "Engkau - Allah, Aku berasal dari, kembali ke kamu" (Gerard Manley Hopkins, Sonnet 63). Kiasan-kiasan perjalanan ini memberikan suatu hermeneutik yang menafsirkan dinamika-dinamika dan pertanyaan mendasar tentang eksistensi manusia dalam terang iman kristen. Sementara itu tema perjalanan dalam tradisi awal diakui masih ada, spiritualitas katolik postreformasi cenderung untuk menghilangkan pandangan tentang perjalanan dalam suatu perbandingan dengan rahmat ontologi yang statis, yang secara jelas dibatasi oleh struktur-struktur dari organismeorganisme alamiah dan suatu pendekatan ahistori kepada hidup spiritual sebagai suatu hubungan
www.harefa.com

batin yang terutama kepada Allah. Ada aneka ragam perkembangan dalam Gereja dan budaya, namun perkembangan itu telah diperbaharui melalui kiasan perjalanan dalam spiritualitas kristen. Vatikan II dengan jelas menekankan Gereja itu sendiri sebagai peziarahan umat Alah "dibimbing oleh Roh Kudus dalam perjalanan mereka menuju kerajaan Bapa (GS.1). Sebagaimana mereka mengadakan perjalanan melalui sejarah, seperti peziarahan dalam tanah asing, "tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka" (GS.1) Pembaharuan Konsili Vatikan II menyebutnya untuk kembali ke sumber dari hidup Gereja dan juga kepada dialog dengan dunia yang berubah dan pluralistik. Pertama, kembali ke jiwa dari hidup itu sendiri, Gereja menemukannya itu kembali dalam Kitab Suci, liturgi, tulisan-tulisan dari Gereja awal dan juga dari kekuatan spiritual klasik dan kelaziman dari kiasan perjalanan sebagai suatu pedoman bagi hidup orang kristen. Gereja mengenal dirinya kembali sebagai suatu peziarahan manusia. Gereja menyadari lagi bahwa perjalanan sebagai suatu penebusan roh manusia yang membangun misi dan daya hidup. Kedua, dalam suatu kritik spiritual dan dialog kreatif dengan dunia post modern, banyak orang kristen menemukan dirinya sendiri, menghargai tema perjalanan sebagai suatu kiasan yang cocok untuk pengalaman spiritual mereka. Eksistensi dan proses filosofis sering disatukan - dalam refleksi teologi, ditekankan hal konkret, dibentangkan dinamisme keberadaan manusia dalam sejarah dan dalam pertentangan kepada suatu esensi yang tak berubah-ubah dari manusia. Penglihatanpenglihatan ke dalam perkembangan evolusi secara radikal dari alam semesta dan manusia berasal dari dialog dengan ilmu-ilmu seperti fisika Quantum dan ilmu-ilmu bumi. Dalam bidang ilmu-ilmu kemanusiaan dari Freud kepada psikologi transpersonal saat ini, observasi empiris diterangi fase-fase perkembangan dari kedewasaan manusia dengan sumber-sumber mereka dalam struktur dinamis dari ketidaksadaran atau perbaikan-perbaikan dari perubahan lingkungan-lingkungan hidup sosial. Popularisasi dari trend-trend ini dalam budaya kontemporer sudah mempengaruhi pemahaman orang kristen tentang perkembangan spiritualitas. Beberapa dari situ sudah kondusif untuk bertumbuh. Pengaruh-pengaruh lain diragukan. Kenyataan menunjukkan bahwa semua sudah disumbangkan untuk mendapatkan kembali hidup spiritual sebagai perjalanan. Ketiga, pencahayaan tradisi-tradisi keagamaan ke Asia dan ke agama lain yang bukan kristen telah membangunkan banyak orang kristen kepada suatu penghargaan akan perkembangan, tahap dinamisme dalam tradisi mereka sendiri. Banyak tradisi ini menyediakan deteil deskriptif dan laporan-laporan perspektif dari perjalanan spiritual yang berharga untuk semua peziarah. Menurut Budhisme, perjalanan dilukiskan melalui empat kebenaran yang mulia. Mereka menghadirkan penderitaan pada hati dari semua yang hidup, jejak itu bersumber dalam keinginan atau kecenderungan yang semu, memaklumkan kemungkinan pembebasan dari keinginan dan mengusulkan delapan kali jalan yang menggerakkan peziarah dari pengembaraan dalam ilusi-ilusi dari keinginan kepada nirwana, suatu keadaan mutlak transenden dari kondisi rill. Menurut Hinduisme,
www.harefa.com

perjalanan melukiskan fase-fase luar dari perkembangan spiritual - pelajar, pemimpin rumah tangga, petapa, yang sesuai sebagai suatu perjalanan batin kepada Allah - realisasi yang adalah identifikasi dari pengikut-pengikut yang terdalam dari (Atman) dengan yang absolut (Brahman) Tao atau "jalan" menggarisbawahi keduanya, yakni agama-agama konfuchu dan Taoists Cina. Ini memperlihatkan hidup spiritual sebagai suatu perjalanan mengikuti misteri yang berkembang dari hidup itu sendiri, diwahyukan dari alam dan tatanan sosial, terhadap harmoni yang utuh secara metafisik menggarisbawahi semua kenyataan. Kesadaran spiritualitas Islam dibentuk melalui tiga paradigma cerita perjalanan hidup Muhammad: "hijrah Muhammad" dari Mekah ke Medinah dalam tahun 622, "perjalanan menunaikan ibadah Haji" ke Mekah sebelum kematiannya di tahun 632 dan perjalanan malam dan kenaikannya, "miraj" yang menyimbolkan kesatuan kembali mistik dari pencinta dengan orang yang dicintai. Suatu perjalanan kembali - kesadaran dalam teologi spiritual kristen dan hidup praksis adalah suatu konsekuensi dari agenda Vatikan II sendiri tentang pembaharuan spiritual yang di sebut sumber dan pembaharuan kembali ke sumber klasik dari tradisi Gereja dan suatu dialog yang tajam dengan pemikiran kontemporer dan tradisi-tradisi keagamaan lainnya. Jejak dari judul ini akan mengikuti jejak permainan dari tema perjalanan dalam Kitab Suci dan dalam perkembangan sejarah dari spiritualitas kristen. Spiritualitas kristen mengikuti perkembangan-perkembangan jaman kini dalam ilmu-ilmu psikologi dan spiritualitas kontemporer. Akhirnya, suatu ringkasan mengenai penerapan-penerapan kepada pembentukan spiritual dalam Gereja jaman sekarang dan dalam dunia yang hadir saat ini. Dasar-dasar Biblis Perjalanan Spiritual Kitab-kitab itu dimuat dengan cerita-cerita perjalanan yang integral kepada suatu cerita tentang penyelamatan itu sendiri. Perjalanan-perjalanan ini sering bersifat normatif pada komunitaskomunitas Yahudi dan Kristen, memahami perjanjian mereka dalam hubungan dengan Allah. Perjanjian Lama Dalam Kej 1;1-2:4, dilukiskan munculnya langit dan bumi sebagai suatu perjalanan penebusan dari khaos kepada kosmos yang harmoni. Ketika Allah bersabda langit dan bumi dalam keadaan kosong. Dengan sabdaNya segala ciptaan terbentuk yang bentuknya bermacam-macam dalam suatu kekuatan perjalanan dan pergerakan yang bercahaya, "dari kemuliaan kepada kemuliaan". Perjalanan memuncak dalam penciptaan alam semesta, kemanusiaan yang dibentuk dalam gambar Allah dan dipanggil untuk mengurus kosmos dan menghasilkan melalui Logos yang kreatif. Tradisi Yahudi-Kristen mengenal Abraham menjadi bapa iman mereka. Sejarah keselamatan dimulai dengan panggilan Allah pada perjalanan Abraham (Kej 12:1-2). Sejarah panggilan Abraham
www.harefa.com

adalah suatu ketaatan pada panggilan Allah yang penuh misteri. Dalam suatu ketaatan ada kerelaan untuk meninggalkan keluarga. Abraham berangkat ke suatu tempat yang sama sekali belum dikenal. Abraham menuju suatu perjalanan dalam kebenaran iman bahwa janji Allah akan dipenuhi. Peristiwa eksodus adalah peristiwa yang menentukan dan menyelamatkan dalam sejarah Israel. Perjalanan sejarah ciptaan dan perjalanan iman Bapa Bangsa ditemukan dengan menafsirkan peristiwa eksodus dan pengejaran tentara Mesir melalui perjalanan yang lama selama 40 tahun di padang gurun, menuju tanah terjanji Allah. Aneka perjalanan diceritakan dalam buku-buku Keluaran, Bilangan dan Ulangan. Dalam semua model atau bentuk perjalanan yang ada, Allah dialami sebagai seorang yang berada bersama mereka (Kel 33:14). Perjalanan dari perbudakan melintasi hutan belantara menuju tanah terjanji sebagai suatu pola dasar peristiwa untuk mengerti pola spiritualitas perjalanan orang-orang Yahudi dan sejarah kristen secara keseluruhan. Kitab-kitab Perjanjian Lama yang bersifat pewartaan memperlihatkan kembali peristiwa exodus dan perjalanan padang gurun Israel sebagai suatu maksud untuk membangkitkan penyalaan kembali dan menantang iman umat yang tak pernah hilang dari penglihatan pengembaraan asli dan maksud hubungan mereka dalam perjalanan bersama Allah. Apa yang terjadi selama perjalanan di padang gurun pasti terjadi seluruhnya dalam sejarah Israel jika peristiwa exodus tetap dilihat dalam konteks pengalaman iman. Sebagai contoh dalam Amos, dikatakan bahwa 40 tahun periode sejarah Israel dijadikan contoh oleh umat untuk menemukan ideal keyahudiaan yang otentik, arah peribadatan dan kunci keadilan (Am 5:21-25). Nabi Hosea memandang perjalanan padang gurun dapat mambangkitkan kesegaran cinta pertama dari suatu perjanjian perkawinan, ketika kesetiaan Israel dijawab dengan kelembutan hati Yahwe. Meskipun pengkianatan sering terjadi, cinta Yahwe dapat memanggil isteri yang berzinah kepada pengantin wanita untuk setia (Hos 2:16-17). Akhirnya Yesaya 40-55 yang dialamatkan kepada tawanan-buangan di Babilonia menunjukkan bahwa peristiwa exodus selalu terjadi untuk mereka. Mereka akan dibebaskan, dipimpin melintasi padang gurun dan kembali untuk membangun Yerusalem. Setelah Kitab Keluaran mengungkapkan spiritualitas perjalanan perjanjian lama., sekarang dalam Kitab Mazmur sebagai buku doa sangat jelas mengungkapkan perjalanan spiritual. Walter Brueggemann (Praying the Psalm, PP. 16-24) menyatakan bahwa hidup iman adalah suatu perjalanan yang bergerak bersama Allah dengan pola yang berulang-ulang sebagai, satu: orientasi yang terjamin, kedua: bukan orientasi yang menyakitkan, tiga menjadi reorientasi yang mengagungkan atau menakjubkan. Ini pola umum yang dipergunakan oleh semua umat yang mau bertemu dalam misteri keilahian, dalam relasi kepada diri sendiri, orang lain, dan dunia. Hormat kepada yang lain dan kepada hidup manusia adalah perjalanan. Pada Kitab Mazmur, manna di padang gurun merupakan peristiwa ideal untuk perjalanan. Umat Israel menyatakan iman mereka di tengah-tengah penderitaan dan keputusasaan, dan dalam peristiwa-peristiwa kemenangan dan kedamaian. Pola dasar Mazmur itu semakin mengarahkan iman
www.harefa.com

orang yang percaya. Pada gilirannya umat menemukan dalam Kitab Mazmur, bahasa pendoa yang mengekspresikan kedalaman pengalaman manusiawi. Semua Kitab Mazmur merupakan kitab yang berisi doa yang menopang perjalanan spiritual. Ada Mazmur yang berisikan kebijaksanaan (Mz 4, 37,62,91, 131,145); ratapan atau keluhan dan permohonan yang bersifat individual dan komunal (Mz 6, 10, 22, 32, 44, 69,74 dll); hymne dan ucapan syukur (Mz 9,18,30,41,65,76,89,103,117 dll).

Perjanjian Baru Mengingat exodus sebagai penentu tindakan keselamatan Allah dalam Israel, maka dalam teologi perjalanan Perjanjian Baru pusat perhatiannya ada dalam diri Yesus Kristus yang disebut sebagai karya penyelamatan Kristus dan sebagai jawaban iman orang-orang Kristen. Dalam Injil sinoptik diceritakan sejarah tentang Yesus digoda di padang gurun (Mat 4:1-14; Mrk 1:12-13; Luk 4:1-13). Godaan itu terjadi selama 40 hari dengan puasa, seperti Israel dalam peristiwa exodus selama 40 tahun setelah dipilih menjadi anak-Nya. Di padang gurun Yahwe memimpin Israel melalui tiang-tiang awan dan api. Yesus juga akan menjadi anak yang dicintai. Yesus dibawa ke padang gurun oleh Roh yang telah diterimaNya ketika dibaptis di sungai Yordan. Yesus memimpin di padang gurun sebagai tanda ambil bagian dalam pengalaman pencobaan umatNya. Yesus mengisahkan perjalanan spiritual umatNya, pengalaman mereka telah teruji dan pengalaman itu terkadang sifatnya desolatif. Sebagai orang yang percaya pada panggilan dan Sabda Allah, dengan tegas Yesus menampakkan diriNya sebagai orang yang setia. Para pengikutNya juga dikuasai oleh Roh untuk misi-Nya, yaitu memberitakan Kerajaan Allah (Mat 4:17). Dalam Injil Lukas diceritakan pelayanan publik Yesus dalam konteks perjalanan yang luas yakni dari Galilea sampai Yerusalem (Luk 9:51-19:27). Lukas mengartikan kehadiran Yesus sebagai model perjalanan spiritual kemanusiaan orang-orang Galilea dan perjalanannya ke Yerusalem dilihat sebagai pengorbanan diri sebelum Allah mengurbankan diri. Jantung Yerusalem adalah Bait Allah dan jantung Bait Allah adalah altar pengurbanan. Struktur Injil Yohanes memperlihatkan perjalanan Yesus ke Yerusalem sebagai perwujudan bahwa Yesus datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Penyelamatan terjadi melalui perjalanan Putera dari Bapa ke dalam dunia ini dan perjalanan-Nya kembali kepada Bapa melalui salib, kematian dan kebangkitan-Nya (bdk. Yoh 16:28). Secara ringkas teologi penebusan Yohanes adalah bahwa penyelamatan terjadi dengan ambil bagian dalam segala peristiwa hidup Yesus. Teologi Paulus menitik-beratkan pada situasi penebusan dalam perjalanan Putera Allah, yang dilukiskan dengan pengosongan diri dalam penderitaan sebagai manusia di mana penderitaan sungguh merupakan suatu perjalanan, sekalipun Yesus Kristus yang tidak mengenal dosa dibuat-Nya berdosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Kor 5:21) yang memuncak pada ketaatan-Nya terhadap kematian dan pemuliaan-Nya (Flp 2;5-11). Bagi Paulus misteri Kristus adalah
www.harefa.com

misteri paskah - suatu kematian dari perhambaan dosa menuju ke kemerdekaan anak-anak Allah yang dilakukan oleh Roh (Gal 5;1-15). Perjanjian Baru melukiskan karya penyelamatan Yesus Kristus yang diceriterakan dengan luas melalui kiasan perjalanan yang secara umum dipahami sebagai hidup kristen, yang dihadirkan sebagai suatu jawaban atas panggilan yang dialamatkan baik secara pribadi maupun bersama secara keseluruhan: "Ikutilah Aku" ( Mt 8:22; Mk 2:14; Lk 5:27; Yoh 21:22). Bagi orang kristen, perjalanan spiritual tidak lain dari pada mengikuti Kristus dalam suatu pergerakan dari imitasi ke arah identifikasi yang intim dengan Kristus dimana orang-orang yang percaya berseru: "Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku" (Gal 2:20). Mereka yang dibaptis dalam Kristus, dipanggil untuk ambil bagian dalam perjalanan hidup-Nya dan di diberi Roh untuk dapat melakukan sesuatu (Rm 6:1-11; 8:9-11). Perjalanan orang-orang Kristen dimulai dengan panggilan Kristus, yang disertai peristiwa kebangkitan Tuhan (Lk 24:13-30) dan diteguhkan oleh kekuatan Roh-Nya (Rm 8:14-17) serta dihantar ke dalam kepenuhan kemuliaan melalui kemurahan hati Allah yang meninggikan dan memuliakan Yesus (Ef 2:4-8). Singkatnya, Kristus adalah jalan bagi orang-orang percaya (Yoh 14:60). Dalam pribadi dan tindakan-Nya menunjukkan bahwa Yesus sendiri adalah perjalanan. Semakin menyesuaikan diri dengan Dia berarti para murid-Nya mesti mengikuti jalan baru dari Tuhan (Kis 9:2; 18:25) melalui hidup, kematian, kebangkitan, penyempurnaan pribadi dan sejarah kosmik dimana Allah menjadi semua di dalam segalanya (1 Kor 15:28). Spiritualitas Kristiani: Dalam Bingkai Sejarah Studi maupun refleksi Spiritualitas Kristen selalu terletak pada pengalaman akan komunikasi pribadi dengan Allah dan bagaimana seseorang mengekspresikan pengalamannya itu dalam hidupnya di dunia. Dalam hal ini, spiritualitas memberi perhatian pada bagaimana seseorang menyiapkan diri dan menyatakan pengalaman imannya secara nyata. Berikut ini akan dipaparkan beberapa catatan yang diberikan oleh beberapa pengarang dan guru spiritual sehubungan dengan perkembangan spiritualitas sepanjang tradisi. Dalam dua abad pertama diwarnai oleh pergulatan otentisitas ajaran antara Irenius dari Lyon berhadapan dengan kaum Gnostisisme yang mengajarkan keselamatan manusia karena mengalami penerangan langsung dari Allah. Sementara bagi Irenius, sebagai yang tercipta, manusia mesti dibedakan dari Allah. Penerangan yang dialami manusia selalu berkembang dari tahap yang paling rendah kepada yang makin tinggi dan mendalam, dan bahwa Allah selalu berperan di dalamnya. Dalam abad ketiga, di bawah pengaruh Neoplatonisme, Sekolah Alexandria menegaskan bahwa setelah melewati alam baka, orang akan mengalami kesatuan dan penyerapan estatik dengan Allah. Menelusuri kembali gagasan ini, Origenes - dalam sistematisasi Spiritualitas Kristen memberikan gambaran akan tingkatan perkembangan spiritualitas. Beliau memberi penekanan pada
www.harefa.com

dua tahap, yaitu; teori dan praksis. Tahap praksis menyangkut pembersihan diri melalui praktek keutamaan yang mempersiapkan seseorang akan hidup kontemplatif. Sementara tahap teori menyangkut penggabungan Logos/Sabda dengan spiritualitas dalam cinta menuju pengetahuan akan Allah. Selain itu, Origenes juga menerima perjalanan Spiritualitas dalam tiga langkah yaitu permulaan, kecakapan dan kesempurnaan, setelah bersatu dengan Logos. Namun, kesempurnaan yang dimaksud bukan dalam pengertian yang statis. Bagi Origenes, kesempurnaan itu selalu dalam ziarah, ibarat tinggal dalam tenda yang dipasang dan siap dibongkar kembali untuk terus berjalan. Origenes lalu menghubungkan ketiga tahap ini secara alegoris dengan ketiga buku Perjanjian Lama. Kebijaksanaan Salomo merupakan petunjuk praktek hidup moral dan pemurnian bagi para pemula. Sedangkan Kitab Imamat menuntun jiwa seseorang dalam terang iman akan Allah dalam penciptaan dan aturan hidup harian. Sementara itu, Kidung Agung memperlihatkan cara kesatuan ilahi dan transformasi diri dengan Allah - Sang kekasih jiwa. Lebih lanjut, Origenes menandaskan bahwa ketiga tahap tersebut di atas bukanlah kategori kronologis. Oleh karena itu, tidak bolah dipisahkan begitu saja satu dengan yang lain. Baginya, tahaptahap itu harus terus berkembang dalam keterikatan satu sama lain dalam konteks perjalanan spiritual. Dalam hal ini, Origenes masih menambahkan tiga tahap yang cukup menentukan dalam pergerakan spiritual yakni purgatif, illuminatif dan unitas. Setelah Origenes, dalam abad keempat, Gregorius dari Nyssa pun memaparkan ajarannya yang berdasar pada Flp 3:12-13, yang menyebut ajakan Paulus untuk tetap mengembangkan apa yang telah dicapai dan ditangkap dalam kehidupan kristen. Karena, dalam kesatuan kasih dengan Allah, ziarah atau perjalanan spiritual mendapatkan kehangatan. Dalam pengalaman inilah, akal budi menuju kedalaman transenden dimana seseorang menemukan kekelan Allah yang tidak dapat diuraikan secara tuntas oleh bahasa dan pengalaman manusia. Dalam tradisi Monastik barat-abad ke-6, aturan-aturan spiritual waktu itu cenderung mengikuti Regula St. Benedictus yang melukiskan kemajuan spiritualitas menuju kesatuan dengan Allah melalui 12 tingkatan - dari yang paling rendah menuju yang paling tinggi. Ketiga tingkat pertama, memberi perhatian pada kesadaran akan kehadiran Allah, sisi transendensinya dan ketaatan akan Allah dalam seluruh hidup. Langkah ke empat sampai ke tuju memasuki jejak ziarah spiritualitas kemiskinan yang radikal yang terjadi dalam semangat ketaatan akan Allah dalam penderitaan dan godaan hidup harian. Dalam langkah ke delapan sampai ke sebelas, digambarkan efek yang muncul dari kemajuan yang mendalam dalam ketaatan. Sedangkan tingkat ke duabelas merupakan tingkat puncak dalam partisipasi pada pengosongan diri Yesus, di mana orang mengidentifikasikan diri dalam spiritualitas kemiskinan dan kemanusiaan dengan Yesus yang tersalib (Yoh 19.30) dan dengan demikian, bangkit bersama Yesus dalam cinta yang sempurna akan Allah yang selalu mengusir
www.harefa.com

ketakutan kita. Dan di atas segalanya ini, Allah telah menyatakan kelimpahan rahmat-Nya melalui Roh Kudus dalam karya-Nya membersihkan dosa dan kejahatan kita. Sementara itu, periode abad pertengahan dan modern mencoba memahami dan menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan spiritualitas dalam metafora perjalanan. St. Bernardus dari Clairvaux (abad-XII) melukiskan perjalanan spiritual dengan mengacu pada empat tahap cinta. Seorang pemula akan bergerak dari cinta diri yang narcisistis menuju cinta Allah demi seseorang, cinta akan Allah demi Allah dan cinta akan diri demi Allah. Bernardus lalu menjabarkan perjalanan spiritual dan karyanya: The Steps of Humility and Pride, sebuah komentar tentang tujuh bab Regula St. Benediktus yang kaya akan deskripsi fenomenologis tentang iman yang melekat dengan kerendahan hati, yang menuntun orang kepada kontemplasi akan Allah. Setelah Bernardus, pengikutnya William Cistersian dari St. Thierry menulis sebuah laporan cemerlang dan berpengaruh dengan judul: "The Golden Epistle" untuk memberikan jalan dan gambaran spiritual bagi mereka yang baru memulainya. William mencatat tiga tingkatan dalam pergumulan spiritual; - tingkat hewani, tingkat rasional dan spiritual - yang bergerak dan reaksi dan persepsi-persepsi dengan petunjuk akal budi yang diterangi Roh Allah dan dalam kesatuan yang penuh antara Allah dengan ciptaan yang secitra dengan-Nya. Berkaitan dengan hal ini, diangkat juga sebuah teks pendek dari abad ke-12 oleh Guigo II, seorang Kartusian. Beliau memberi penekanan pada empat tahap latihan spiritual yang disebutnya dengan lectio divina, yang meliputi; membaca, bermeditasi, berdoa dan berkontemplasi. Keempat tahap ini merupakan tingkatan spiritual yang menuntun manusia dari dunia ke surga, menyatukan pengalaman manusiawi yang berdosa dengan pengalaman akan kehadiran Allah yang kudus. Praktek lectio divina ini dimulai dengan membaca Kitab Suci atau bacaan rohani lainnya, merenungkan seluruh perjalanan spiritual dalam meditasi, menanggapinya secara jujur dalam doa dan akhirnya mengkontemplasikannya dalam kehadiran Allah yang intim. Catatan Guigo II ini kiranya relevan juga dengan praktek perjalanan spiritual di masa kontemporer ini. Perkembangan Kontemporer Spiritualitas sebagai bagian dari teologi, berdialog dengan paham yang empiris tentang pengalaman manusia dan juga berdialog dengan budaya. Pada Abad ke-20 paham empiris juga ditemukan dalam ilmu human, khususnya psikologi sebagai contoh psikoanalisis, psikologi eksistensial humanis, teori emotif rasional, psikologi transpersonal, dan behaviorisme. Studi-studi bidang human dipublikasikan secara umum melalui literatur populer, seni dan media juga melalui fenomena yang tersebar luas dari group-group pertolongan diri, programprogram 12 langkah yang didasarkan pada pendekatan bentuk pertumbuhan spiritual terhadap para pecandu alkohol yang anonim, pertumbuhan kepribadian. Semuanya ini menghasilkan suatu kesadaran pertumbuhan hidup manusiawi sebagai suatu perjalanan, pergumulan dari tanda
www.harefa.com

pekembangan dengan tingkat-tingkat emosional, transisi, krisis dan kesempatan. Puncak kultur barat kontemporer, menyebarkan suatu sensivitas yang tinggi ke psikodinamik dari kedalaman hidup (inner life) dan perkembangan phasic. Hal ini telah ditemukan kembali dari pola perkembangan yang ada dalam kebijaksanaan kuno dari tradisi religius dari semua kultur. Di antara banyak penemuan baru yang berpengaruh, beberapa teori dan kritik yang akan diterangkan beriktu ini yang berkaitan dengan inti hidup spritual. Psikologi kontemporer Penemuan saintifik dan bidang-bidang analitis yang disebut psikologi ketidaksadaran memberi bantuan untuk menelusuri seluk-beluk pergumulan spiritual. Misalnya, teori Freud tentang alam bawah sadar, penemuan-penemuan insting hidup/seksual dan aggresif/ naluri kematian yang berakar pada id, atas pekembangan kesadaran ego sebagai pusat kepribadian. Di dalam pembentukan kepribadian atas dorongan id dan pembatasan superego, pribadi berkembang melalui tingkat psikoseksual - oral, anal, phallik, laten dan pase genital - dimana seseorang digerkkan dari narsisme infantil ke arah sosialisasi yang riil pada masa remaja, sejauh proses itu berjalan dengan normal. Bagaimanapun banyaknya regressi, fiksasi dan mekanisme pembelaan, dapat mengubah pergumulan ini pada tingkat ketidaksadaran yang kemudian merusak kematangan ego. Intervensi therapeutic mungkin perlu untuk menyingkapkan muatan ketidaksadaran yang tercampur dengan perkembangan dengan konsekuensi, merusak pergumulan spiritual, yang secara normal membutuhkan suatu pertumbuhan ego secara memadai yang mana, seseorang dapat melampauinya ke tingkat integrasi spritual yang lebih dalam. Ketika teori Freudian menolak dimensi hidup spiritual sebagai ilusi dan meredusir perkembangan human ke dorongan instingtual, Freudian dan ajaran Neo-Freudian dapat mengantar orang kristen melihat tantangan dan problem integrasi vital dan kehidupan seksual ke dalam perjalanan/pergumulan spiritual. Lebih jauh dari itu mereka dapat membantu orang menjadi lebih realistis dan rendah hati terhadap alam bawah sadar yang kompleks dan menentukan, yang berpengaruh pada pertumbuhan spritual. Carl Gustav Jung telah memiliki suatu pengaruh pada spritualitas kontemporer dengan interpretasi struktur ketidaksadaran dan kesadaran psikis dan bagiannya sendiri dari kesadaran ego sebagai pusat dari kepribadian kepada perbedaan self sebagai dasar yang paling dalam dari kehidupan personal. Jung percaya bahwa human dapat maju secara stabil dari suatu kekurangan ke tingkat perkembangan yang lengkap. Ini termasuk desakan dari ketidaksadaran diri ke kesadaran melalui suatu proses yang tepat dan pengungkapan arketipe yang tersebunyi di dalam depth (kedalam) jiwa sebagai contoh anima atau animus, bayangan dan Allah. Karena keterbukaan penjelasan Jung kepada ego-transenden dan pengalaman-pengalaman religius dan kiasan kepada arketipe-Allah dalam ketidaksadaran, banyak orang menemukan suatu
www.harefa.com

hubungan cocok untuk memahami seluk-beluk pertumbuhan spiritual. Kritik, bagaimanapun, perhatian bahwa Jung cenderung ke arah suatu solipsisme gnostik, suatu kultivasi dari pembedaan diri melalui suatu instropeksi pergumulan yang memurnikan, lebih pada pembentukan suatu pribadi yang utuh, melalui relasi yang nyata dengan human dan yang ilahi yang lain. Spritualitas saat ini dikembangkan dengan studi Erik H. Ericson yang kadang-kadang disebut ilmu perkembangan atau psikologi ego. Sebagimana Freud menyelidiki tingkat perkembangan psikoseksual, Erikson menyelidiki tingkat psikososial. Erikson menjelaskan pergumulan hidup sebagai suatu dialog antara kematangan organisme secara badaniah dan secara psikologis dan kesuksesan sosial, pengaruh lingkungan. Erikson menggambarkan kualitas dasar ego sebagai sesuatu yang memperteguh atau melemahkan, yang selalu muncul dalam tingkat perkembangan, tergantung pada kesuksesan atau kegagalannya untuk memecahkan problem hidup dalam setiap fase. Sesungguhnya, Erikson menamakan tingkat pertumbuhan itu dengan istilah konflik, dimana dalam konflik itu ditampilkan kedalaman penderitaan dan kiris pergumulan manusia yang selalu disertai, misalnya dasar kebenaran versus dasar ketidakbenaran, keintiman versus isolasi. Teori Erikson dan popularitasnya telah membangkitkan jutaan manusia untuk menghargai fase-fase pertumbuhan, transisi dan krisis kehidupan human. Kritik terbesar terhadap teori ini telah dilakukan oleh para pemikir Feminis. Mereka mengkritik studi perkembangan Erikson, terutama tentang populasi pria yang sangat menonjol; juga mengkritik model maskulinitas ego. Kritik Feminis juga membuat suatu pembaharuan psikologi perkembangan dan tingkat-tingkat pertumbuhan dengan kategori relasi intim dan generatif sebagai pusat dalam pemahaman perjalanan kematangan atas proses psikologi, moral dan level spiritual. Perkembangan terbaru dalam ilmu psikologi adalah transpersonal atau psikologi spektrum. Dipengaruhi oleh antropologi kultural dan teori Evolusi yang filosifis, teori transpersonal berusaha untuk menggerakkan dan melampaui batas-batas psikologi yang tradisional. Pendekatan ini menegaskan bahwa dimensi hidup yang spiritual adalah sesuatu yang tercela dalam perjalanan human. Studi transpersonal secara representatif mengatakan bahwa dasar struktur konvensional dari perkembangan human, digambarkan dengan psikologi tradisional, harus dilengkapi dengan penyelidikan akan tingkat kontemplatif yang integral bagi kematangan human. Awalnya, ego secara memadai dibentuk untuk melayani hidup manusia yang menuju ke tingkat kontemplatif/mistik pertumbuhan, dimana kesadaran terbuka kepada kesatuan trans-personal dengan dimensi pengalaman, dan akhirnya dengan misteri kosmis yang meresapi semua realitas. Transpersonal diri kemudian menjadi suatu kesadaran yang tak terbatas dari kesatuan yang menyebar kemana-mana. Suatu ada-an yang dalam esensinya satu dengan Diri Tertinggi. Teori transpersonal telah dapat menyadarkan pengaruh terhadap gambaran pertumbuhan spiritual kontemporer, yang kadang-kadang disebut New Age Movements. Ketika mereka menawarkan
www.harefa.com

paham yang berharga, spiritualitas Judaisme-Kristen harus mengkritik tendensi mereka untuk melihat bidang spiritual sebagai suatu hasil perkembangan dan konsekuensi dari perkembangan psikologi yang sehat juga melihat daya serap pribadi mereka yang kelihatan kedalam suatu keesaan yang tidak dapat dibedakan dengan kosmos atau misteri yang ilahi. Teologi spiritual pada abad ke-13 diawali oleh Bonaventura yang telah menulis secara sistematik dan indah untuk memahami kesatuan dengan yang ilahi. Tulisan itu berjudul Concerning the Triple Way dan The Soul"s Journey into God. Kedua tulisan ini merupakan permenungan tentang jalan kesucian, penerangan dan kesatuan dengan perhatian utama pada devosi afektif yang menempatkan Kristus dalam pertumbuhan spiritual. The Soul Journey into God berbicara tentang "perjalanan" dalam hubungan dengan tingkatan kontemplasi. Tingkatan tersebut adalah pertama, inderawi (sensible): menyadari kehadiran Tuhan dalam alam semesta dan dunia empirik, kedua, tahap psikologi: kontemplasi dengan menyadari kehadiran Allah di dalam jiwa, dan tahap ketiga, metafisik: kontemplasi tentang kebaikan Allah yang tidak terlukiskan yakni misteri ilahi yang terealisir dalam Kristus. Kontemplasi akan salib Kristus membawa kita kepada pengalaman akan perjalanan jiwa yang membawa kita pada pengalaman akan "api" Allah dimana jiwa mati dan diri sebagai pusat dilebur dalam kegelapan dan keheningan ilahi sehingga kita ikut serta wafat bersama Kristus dan menjadi anak kesayangan Bapa. Kemudian dalam periode spiritualitas modern (Abad ke-16 sampai abad ke-19) dimulai dengan sekolah Spanyol yang dewakili oleh seorang guru besar yakni Ignatius Loyola, Yohanes dari Salib dan Theresia dari Avila. Spiritualitas modern ini banyak dipengaruhi oleh psikologi postRenaissance yang melihat bahwa pada dasarnya hidup setiap manusia adalah baik. Selain itu dipengaruhi juga oleh analisis rasional dari Skolastik. Para penulis inilah yang sangat berpengaruh dalam menulis tentang perjalanan spiritual yang kemudian dikenal luas dalam budaya Kristiani kontemporer. Karya Ignatius dari Loyola yang berjudul "Spiritual Exercises" merupakan sebuah buku pegangan retret untuk membimbing kita pada "perjalanan pribadi" bersama Tuhan selama empat minggu. Pada minggu pertama, kita dibimbing untuk merenungkan dosa dan segala kegagalan kita kemudian menuju pertobatan. Dari permenungan akan dosa, kita masuk pada minggu kedua, dengan kontemplasi pada Kristus sebagai Tuhan yang mengatasi seluruh alam semesta dan sejarah melalui misteri yang tersimpan dalam seluruh hidup-Nya. Pada minggu ketiga dan keempat akan ditunjukkan suatu "interior jurney" melalui kontemplasi tentang identifikasi dengan sengsara dan wafat Yesus, kemudian diakhiri dengan kegembiraan atas kebangkitan-Nya. Pada akhir latihan rohani ini diajarkan tentang kontemplasi "bagaimana memperoleh cinta" yang adalah gambaran dan dorongan untuk hidup mistik. Johanes dari Salib dan Theresia dari Avila adalah para pelopor dari Teologi dan praktek pengembangan spiritual dalam masa modern ini. Perjalanan di dalam Allah direfleksikan dalam
www.harefa.com

seluruh hidup mereka. Yohanes dari Salib mengungkapkan tujuan hidup spiritual yakni kesatuan sempurna dengan Allah melalui cinta. Kesatuan ini dipahami bahwa Alah dan jiwa nampak menjadi satu. Dalam pendakian pada ketinggian Gunung Karmel, para pemula dibimbing dengan rahmat iman dan cinta. Hal ini tergantung pada pengalaman konsolasi melalui malam "aktif" dan "pasif", untuk sampai pada jalan pemurnian dibutuhkan pemurnian jiwa dan kematangan iman sehingga para pemula itu tidak jatuh pada kontemplasi pada hal yang absurd melainkan pada cinta kepada kehadiran Tuhan. Melalui kematangan dan pemurnian iman kita sampai pada jalan penerangan di mana jiwa masuk ke dalam malam aktif oleh bimbingan Roh menuju sikap yang tidak terpengaruh oleh siapa pun. Sehingga realitas bukan semata-mata karena pengertian manusia,suatu ingatan dan kebaikan. Akhirnya ketika mendekati puncak pendakian kita dibimbing oleh roh untuk masuk dalam malam pasif, dan dibawa oleh Allah ke kedalaman jiwa. Roh bekerja dalam malam aktif, ini berarti memperpanjang penderitaan di mana jiwa merasa ditinggalkan oleh Allah, karena kita merasa bahwa segala usaha untuk menjalin relasi dengan Allah terasa kosong. Dalam malam ini kita berpartisipasi dengan kematian Kristus dan merasa seperti masuk dalam neraka. Akhir dari pergulatan ini adalah kita merasa dibangkitkan dengan Kristus. Tahap ini disebut kesatuan transformasi atau kemulian sempurna. Semuanya ini menjadi sempurna dalam pertunangan dan perkawinan spiritual antara yang ilahi dan manusiawi di dalam kedalaman jiwa. Teologi spiritual Theresia dari Avila merupakan gambaran perkembangan pengalaman hidupnya. Seluruh hidupnya merupakan pengalaman gambaran dari perjalanan spiritualnya yang bisa ditemukan dalam tulisannya yang berjudul: The Interior Castle. Di bukunya ini ditemukan tentang kemajuan perjalanan hidup rohaninya melalui ruangan yang berbeda dalam kedalaman jiwanya. Suatu ruangan yang saling berhubungan dan secara tradisional menggambarkan tiga tahap hidup spiritual: Jalan pemurnian, yang terdiri atas: tahap memperoleh rahmat yang berawal dari kasih sayang kepada kenikmatan hidup dan kebaikan diri yang dominan, dibuka dengan suatu disiplin spiritual praksis melalui doa, membaca dan metode lain, hidup dalam keutamaan dan pengorbanan cinta. Jalan penerangan, ditunjukkan tentang pengalaman adaan ke kedalaman doa,keheningan doa dimana jiwa beristirahat dalam cinta Allah melalui kebaikan-Nya. Jalan Kesatuan, diawali dengan kesatuan transfomasi yang ditunjukkan melalui doa yang mendalam, selanjutnya melalui pemurnian pasif dan penderitaan kita masuk dalam keintiman dengan yang ilahi, perkawinan spiritual juga dapat menjadi jalan kesatuan dengan yang ilahi di mana jiwa dapat menjadi pusat dari kesatuan itu. Akhir dari periode spiritualitas modern ditutup pada abad ke -19 yang ditandai dengan sumbangan beberapa tulisan, diantaranya ada dua tulisan sederhana namun mendalam serta berpengaruh sangat besar. Pertama, Story of Soul karya Theresia dari Lisieux dan kedua, The way of a Pilgrim karya seorang Petani anonim Rusia. Story of Soul merupakan tulisan tentang hidup hariannya di biara Karmel yang kecil. Theresia menamakan perjalanan tersebut sebagai "jalan kecil" bagi jiwa-jiwa
www.harefa.com

yang lemah. Untuk sampai pada "jalan kecil" ini, dibutuhkan kebiasaan melatih diri, kerendahan hati dan pengorbanan diri melalui cinta kepada orang lain. Bahkan kita dapat merasa ditinggalkan oleh Tuhan dan masuk ke dalam kegelapan iman. Buku The Way of Pilgrim adalah buku pertama yang menceritakan perjalanan para pengembara dalam perjalanan mereka ke seluruh Rusia. Dalam perjalanan itu, terkandung suatu spiritualitas peziarah dan spiritualitas inilah yang dikembangkan oleh penulis dalam tulisannya. Penulisnya adalah seorang pengembara yang melalui doa yang tidak terputus, dia mengenal doa Yesus dalam spiritualitas Ortodoks, apalagi didukung oleh ketekunannya membaca Kitab Suci dan Philokalia (sebuah kumpulan kuno tentang tulisan abad pertengahan dalam Tradisi Ortodoks). Seperti Theresia dari Lisieux, pengarang ini juga mengungkapkan suatu pertemuan yang luar biasa dengan yang ilahi dalam kehidupan setiap hari. Dalam pertemuan itu seorang pengembara sampai pada teofani yang ilahi. Para pemikir dan guru spiritual dalam periode ini memperlihatkan pandangan spiritualias Kristiani yakni berpartisipasi dalam misteri Paska Kristus. Keunggulan dari tradisi ini terletak pada ajakan kepada orang Kristen untuk mengkonkritkan misteri inkarnasi Kristus dalam perjalanan hidup mereka. Spiritualitas Kontemporer Kebanyakan orang di zaman kontemporer menghubungkan spiritualitas kristiani dengan pendekatan perkembangan dan metafor-metafor perjalanan. Pendekatan itu dikaitkan pada relasi mereka dalam hidup spiritual. Misalnya, hidup spiritual Theihard de Chardin atas teori evolusi terutama tentang Omega. Evelyn Underhill, Simone Weil, Henri Nouwen, Basil Pennington, Joan Chittister, Rosemary Haunghton, Gerald May, dan Thomas Keating adalah para penulis terkemuka saat ini. Mereka banyak menulis pengalaman spiritual dan tulisan mereka itu telah tersebar hampir ke 20 negara. Dengan pengalaman spiritual yang telah dibagikan kepada para pembaca, para pembaca mendapat pencerahan dari pandangan-pandangan mereka. Yang menarik adalah gagasan mereka perihal perjalanan spiritual selalu dalam konteks budaya masa kini. Meskipun demikian, spiritualitas kontemporer, mendapat catatan khusus dari Adrian van Kaam. Ia mengkritik dialog dengan adat istiadat. Bagi dia dialog dengan adat istiadat merupakan hal yang mutlak diperlukan menuju spiritualitas kristiani yang otentik. Bentuk teori yang hendak dicapai tidak bersifat integral antara hanya antara psikologi dan spiritual, tetapi pendekatan yang komprehensif perjalanan spiritulitas kristiani yang humanis dalam terang psikologi dan ilmu pengetahuan lainnya.

www.harefa.com

Kesimpulan-Kesimpulam dari Implikasi untuk Membentuk Spiritualitas Kitab Suci dan tradisi spiritual kristiani adalah sumber utama dalam pencarian arti yang terdalam dari kiasan perjalanan spiritual. Selain itu, dialog dengan tradisi-tradisi religius lain dan spiritual kontemporer adalah hal yang sangat dianjurkan untuk kehidupan spiritual umat kristen. Dalam perjalanan-kesadaran, banyak petunjuk yang menandakan penampakan, seperti: pribadi, relasi pribadi, orang lain, dunia dan misteri Allah. Semuanya itu dapat dilihat dalam beberapa hal berikut: Hubungan atau relasi kita akan sangat berarti dalam diri kita sendiri. Nilai relasi itu bagi kita telah diatur dan dipanggil ke dalam keserupaan wajah Allah. Kebutuhan mendasar untuk memulai dan menopang spiritualitas adalah dengan menerima dan menghargai satu-satunya yang paling mendasar dalam diri kita yakni kita sebagai gambar Allah. Untuk itu, cinta kasih merupakan keharusan sebagai musafir (wayforer) demi kelanjutan semangat spiritualitas. Kita tidak pernah berjalan sendiri. Kita bertindak dalam komunitas iman, 'awan sebagai saksi' cloud of withesses (Ibr. 12:1). Semua orang kristen hendaknya membagikan pengalaman iman hariannya sepanjang hari, entah kebebasan, entah kemerdekaan Allah sebagai suatu bentuk keutuhan atau kemesraan pribadi yang sangat misteri sifatnya, kadang-kadang berupa tetesan embun yang tidak direncanakan. Selain itu, dalam hidup bersama sebagai satu komunitas iman 'Janganlah menghakimi, jika engkau tidak mau dihakimi' (Mat 7:1). Meskipun manusia berziarah, para peziarah kristen tak berhenti menggaungkan atau menggemakan, sekurang-kurangnya, dalam hatinya misteri inkarnasi, inti iman kita, perjalanan kosmik dalam kenyataan: psikologi, budaya, politik, ekonomi, ekologi, kosmologi, sejarah, evolusi dan dunia. Perjalanan spiritual ada hanya mungkin dalam relasi horisontal yang azali dari misteri ketuhanan. Misteri itu selalu Emmanuel, Allah beserta kita. Peziarahan pada intinya adalah kembali ke rumah Bapa. (GS. 1)

www.harefa.com

You might also like