You are on page 1of 47

ANTOLOGI PUISI MARGONO 2

Oleh Boedhi Margono


pak_margono@yahoo.co.uk

-kebenaran tanpa kebebasan adalah kejahatan-


Boedhi Margono, 2004

Antologi puisi ini merupakan produksi


saya yang kedua, setelah saya pernah
membuat kumpulan yang pertama pada
tahun 2005. Setelahnya memang ada satu
buku puisi saya lagi, yaitu Kitab 1000
Cermin, yang merupakan pengantara antara
produksi pertama saya dengan produksi ini.
Karya tersebut tidak saya sebut sebagai
bagian dari seri Antologi Puisi Margono,
karena ianya memuat ujaran-ujaran yang
lebih menyerupai kitab filsafat suci nan
agung (walau sama sekali tidak). Itu pun
menurut saya.
Dalam rangkuman puisi ini, saya
menyebutnya dalam format seratus delapan
surat, yang mengisyaratkan betapa
pentingnya puisi, mantra, dan doa sebagai
cara untuk menyapa orang-orang di
sekeliling kita.
Berbeda dengan seri yang pertama,
kini saya banyak menguraikan keindahan-
keindahan, kehalusan budi bahasa, dan
kata-kata yang bersayap. Dengannya, semoga
kumpulan puisi ini sedikit diterima sebagai
sebuah kumpulan puisi, terutama oleh para
sastrawan dan kritikus bangkotan yang sok
tahu itu.
Produksi antologi puisi ini saya
lakukan dengan cepat, selama 3 hari saja,
sehingga bisa segera dikonsumsi oleh para
pembaca. Dengannya, juga bisa dijaga
kualitas produk ini, agar stimulan-stimulan
prosesualnya tetap setara dengan standar
baku dari tiap-tiap bagiannya.
Saya mengharap anda bisa menikmati
seri-seri saya tersebut, dan
memanfaatkannya demi menggugah
bercampuraduknya rasa dan emosi anda.
Sedikit tak waras itu bagus.
Tangerang, 01/08/07

Surat 1. 09:07:43 31/07/07


Rinduku pada plastik
oh,
dewa naga yang cakap dalam memerintah
dalam hatimu ada kekuasaan
dan benda-benda imitasi
bukan artifisial.
Cobalah kalian menuai padi di sawah
dan menanam jagung.
Kalian tak bisa?
Seperti itulah, karena jagad kekuasaan,
merusak naluri.
Rumus yang mahal,
ditemukan para ilmuwan,
rusak karena bom yang meledak
bersama waktu
dan hati,
korban-korban
tanpa batas.
Jagad yang rusak,
dan dewa-dewa yang rusak pula.
Rumah sakit berbau uang,
dan permata pun dijunjung tinggi,
karena permata dan bunga,
bukan hati.
Rongsokan tutup botol plastik,
sudah kotor,
bukan karena lumpur.
Lumpur tak pernah kotor,
sekotor permainan politik,
di senayan maupun balai-balai.
Balai-balai yang berisi kasur.
Rindu kepada tuhan-tuhan,
yang seperti aku.
Rubahlah jiwa, menjadi badan, rubahlah
badan,
menjadi puluhan berbagai jenis ingatan.
Rubahlah ingatan, menjadi hambatan,
yang merubah arah angin dan api.
Sejak terlena,
oleh ributnya pertengkaran,
dan penindasan
yang dilakukan oleh semua yang suci,
dan kita junjung
karena kita mengingat
masa-masa lalu dan masa-masa depan
dengan penuh ketakutan
dan cinta,
dan kasih sayang.
Tanah yang rendah,
dan para pendekar pun
mati,
dalam benteng-benteng yang tertutup rapat,
oleh masa tua, dan kenikmatan
kesementaraan.
Para pendekar,
yang tetinggal dalam hati yang demikian
kecil,
dan semua orang menyalahkannya.
Tak ada yang lebih bersalah dan keji,
dari orang-orang awam,
yang memandang riuh,
sebagai kebenaran mutlak.
Tak ada yang lebih bersalah,
dibandingkan para penghuni kursi yang
empuk
di belakang meja mereka,
karena masa depan,
bukan masa kini.
Masa lalulah,
satu-satunya yang bisa diingat
oleh orang-orang
yang menderita,
yang sudah muak
kepada harapan.
Riuh,
oleh peperangan,
dalam mimpi,
dan tidur,
dan mata yang terpejam,
dan kasur yang basah,
oleh airmata,
yang tak pernah kita ingat lagi saat bangun,
karena kekurangan vitamin dan mineral,
karena kurang gizi.
Sumber dari segala sumber hukum,
bukanlah agama,
atau buatan manusia.
Ia adalah alien,
yang menyaru,
dalam berbagai segi kehidupan,
mulai sepeda motor,
hingga surat cinta.
Alien lah
yang berkuasa
membangun peradaban bumi,
maupun alam semesta,
maupun surga,
dan tentu neraka.
Alienlah
yang menyuruh kita,
meniru mereka,
menyembah sebuah diri.
Di luar diri mereka.
Di luar diri.
Di luar.
Maka harapan terbesar dari hidup,
adalah mati yang enak,
dan menemukan
bahwa masa depan di luar kehidupan,
adalah hidup yang mengalir lembut,
seperti roda nasib,
yang ditentukan sendiri,
oleh mipi kita.
Sembah diri
sembah raga
sembah hati
sembah kata,
kepada diri pribadi,
yang selalu menderita mati,
yang lebih menderita
oleh hidup.
Curahkan mulut ke dalam mulut.

Surat 2. 15/11/2005
Demi teh yang suci
demi segala mesin yang suci
tongkat,
piala, pedang,
dan berbagai recehan
yang setara.
Demi bandul pendulum yang berputar,
membuat kita tersihir,
dan mengingat masa depan dan masa lalu,
dan menjadi sehat,
tanpa terikat pada kebenaran.
Demi urapan, yang membasahi kepala, dan
dada.
Juga arak yang legit, dan membikin hati
yang lumpuh terbangkitkan,
segalanya akan berlangsung baik-baik saja.
Semoga arah karir,
bergereak ke diireksi yang baik,
dan nyaman.
Merah hitam,
warna yang keren.

Surat 3. 16/11/2005
Oh siang-siang di sini cukup adem
tetapi aku punya fikiran
tak ada lagi kesempatanku untuk
mandeg dan menerima arah-arah yang sama
ini.
Berkerut,
keningku,
dan kulihat fakta-fakta,
tentang berartinya apa yang kurumuskan.
Aku sedang sedih,
memikirkan semua orang,
yang tidak melihat dan mendengar
peringatanku selama ini.
Peralatan sihirku,
agak berkarat,
karena lama tak kugunakan.
Seakan sudah lemah,
hati ini,
sebagai pengingat para utusan,
akan kekeliruan mereka.
Akan kugiring masa depan dunia,
ke arah yang baik,
demikianlah.

Surat 4. immortal
Hei!!!
Aku lebih suka melihat
tontonan mistik
yang tanpa pretensi sektarian!!!
Gugon tuhon semestinya bebas
dari belenggu para petugas pemegang
pedang,
dan cambuk.
Biar kita terbebas,
dari terorisme.

Surat 5. immortal
Kebodohan adalah sebuah karunia jika ia
dilandaskan pada sekularisme.
Kecerdasan adalah sebuah bencana jika ia
dilandaskan kepada fundamentalisme.
Yakinlah.
Surat 6. 25/11/2005
Betapa sulitnya ini
betapa takutnya
untuk mengkritik dan menentang
kuasa-kuasa itu.
Aku bisa faham
betapa bermilyar orang takluk
dan mengikuti arus itu.
Dalam karunia dan hukuman,
semua berjalan demikian sibuknya.
Tak ada alternatif, selain kekalahan.
Ini adalah ujian besar
bagi diriku yang kecil.
Semua orang telah menjadi kecil
ternyata.
Bahkan untuk si maha raksasa.
Apakah aku akan tetap terdiam
di kaki raksasa itu?
Hati yang tak ada,
ia,
tak memiliki hati.

Surat 7. 4/12/2005
Sedih,
dan kini aku sedang menunggu,
rasanya fikiran ini hampa,
hanya tersisa jejak-jejak yang aku
pun takut memijaknya lagi.
Waktu hidupku demikian sempit
tetapi apa yang hendak kuberikan
untuk para penatah batu nisan?
Kulihat benda-benda ini
yang kuanggap demikian berbahaya.
Semenyedihkan inikah cermin
menjawab solekanku?
Apa lagi yang isa kubawa
dalam petualangan kecil ini?
Apa ada yang masih mengingatku?
Terlalu banyak pertanyaan,
dan aku mungkin perlu lebih banyak diam.
Kini duniaku bukan tempat aku
bisa berkata dengan keras,
tentang apa yang menjadi pilihanku.
Cuma sedikit,
secuil,
sejumput,
yang belum tentu bisa membuatku
kenyang dan tak kehausan.
Mungkin jari-jariku ini, yang bisa menjawab.
Mendaki koral-koral batu yang
belum pernah kukenal kini.
Semua hitam.
Semua sepi.
Semua dingin.
Adakalanya aku menguapkan
sampah-sampah yang mengeram di dalam
diri.
Menguap tetapi semuanya tetap
mengandung beban.
Mengapa langit,
dan kakiku,
selalu bergetar.
Tangan dan kaki,
basah,
seperti air mata.

Surat 8. immortal
Kalaupun aku jadi si penyair gua itu,
biar-biarkan saja.
Aku perlu belajar tersenyum,
dalam kepuasan,
dengan sejumput rumput,
yang kukunyah bersama sup itu.
Akan kubuat nyanyian dan puisi
tentang gunung yang dingin dan memadat.
Di sana
sepertinya air mataku lebih berarti.
Seberarti canda tawaku
kepada berbagai jenis burung
yang selamat bersama dengan kiamat.

Surat 9. immortal
Harus kuakui aku takut pada banyak hal
aku merasa ringkih sekali.
Dengannya aku bertahan

Surat 10. immortal


Oh,
betapa banyak yang harus,
kurubah.
Dengan doa,
pendulum,
dan berbagai jenis upacara.
Demi merubah
alam semesta.
Bumi
dan langit ini,
tempat semua hal,
bercengkerama dan bertengkar, dan menjadi
sepi, mati.
Oh,
betapa banyak yang
kucintai dan kubenci,
tapi aku sadar
bahwa kesempatanku hanya kini.
Upacara-upacara inilah mesin waktuku,
untuk mengobati
kekacauan alam semesta,
hasil pengaturan dan hukum,
sang penguasanya.
Inilah sang dokter semesta
datang
menanggulangi.

Surat 11. 09:29:14 01/08/07


Zaman terlalu cepat berlalu,
hingga orang-orang mati
terlalu cepat
dan menyakitkan.
Kita perlu
melambatkan
proses
perputaran kenyataan.
Agar waktu manusia
untuk berfikir
tambah banyak.
Jika demikian halnya
maka kegilaan dan kebengisan
akan berkurang.
Banyak orang sakti
mereka diam.
Hanya sedikit yang berjuang
merebut sang kala
dari tangan
sang penguasa jagad.

Surat 12. 16/12/2005


Saluran tv itu penuh dengan seringai mereka
dari orang-orang yang tersenyum dengan
congkak
dan aku tahu ada yang tidak beres
dengan segala cahaya yang menipu itu.
Lihatlah dengan mata yang awas
dan lepaskan semua fikir dan rasa
akan kau lihat
mata-mata bening
seperti kaca.
Namun kebeningan yang dibikin
oleh seribu kabut pekat
menutupi keaslian nurani.
Kau akan lihat aura buruk
penyedot energi para pencari keselamatan.
Merekalah vampir prana.
Berhati-hatilah!!

Surat 13. immortal


Apakah kebenaran itu?
Kebodohan yang berpijak kokoh
kepada kekuasaan.
Itulah dia
apakah inti ajaran yoga merah hitam itu?
Membela kebebasan
dan mengatasi kebenaran
itulah ajaran yoga merah hitam.

Surat 14. 11/1/2006


Apa ingin kita buat anak-anak kita
gagap terhadap kenyataan-kenyataan
yang sifatnya azasi?
Apa ingin kita menghukum
orang-orang
yang menjaga kebebasan?
Aku hanya akan menggalakkan perlawanan
jika aturan-aturan itu diterapkan.
Inilah sang angin,
sang penantang.
Dan dari tanganku,
wahai para konservatif,
azab ini akan menerjang kalian.

Surat 15. 11/1/06


Hai kalian, sang kuping dan mata-mata,
yang tertudung duri dan bising
ayat-ayat kekejaman...
Apakah hanya sebegitu jiwa kalian??
Eh, dengar dan lihat,
kalian ini busuk.
Kalian berkata bahwa kalian
membela kebenaran,
membela keadilan,
adab,
perintah dari segala sumber hukum.
Tapi kalian ini sebenarnya hanya membela
kepicikan
dan kejahatan
kekejian yang menyerak.
Hati-hatilah hei kalian...
dasar busuk.
Tai.
Kalian hanya pemberi kebaikan bagi diri
sendiri.
Dan rahmat itu pun kosong melompong
di dalam rongga duri kalian.
Isinya hanya kebohongan,
kebobrokan,
yang diulang-ulang.
Di antara kebaikan dan kejahatan,
yang tumpang tindih.
Diobral seperti kaset rusak.
Lihatlah saja
betapa apa
yang kalian anggap benar itu
membuat kalian senang dan puas,
dan bahagia, menangis haru,
seakan setapak mendekat
ke ruang ke tujuh.
Tetapi di sisi lain,
semua itu membuat semua hal di dekat
kalian
menderita...
Menderita karena pembelaan..
Pembelaan dan pemaksaan kalian...
Terhadap norma-norma dan adab,
yang meruntuhkan itu...
Membuat kebebasan hancur.
Padahal
tanpa kebenaran,
dunia ini hanya rentetan
benacana, demi bencana...
Kalian!!
Adalah pembawa bencana!!
Camkan itu...
Cuh... cuh... cuh...!!!

Surat 16. 3/2/06


Separuh dari angka seribu,
sudah berlalu,
duri apa yang bisa kuketahui,
oleh legenda.
Cerita itu dari para petani,
yang mewarisi cemooh,
kepada mereka yang memperbodoh mereka.
Tetapi hingga kini
ketika tombol-tombol
telah membuktikan kekeliruan
dari mereka yang menancapkan
tongkat mereka
yang menimbulkan air.
Sudah waktunya
mereka surut
saat gempa dan air
menerjang dari barat
membawa kemurnian kematian
kembali kepada hal-hal
yang dulu dianggap usang.
Tundaan-tundaan itu
membuat bencana
makin meraksasa.
Hanya akan memperburuk kekalahan masa
depan.
Sayang sekali mereka yang ada
di perguruan-perguruan itu
memaksakan diri karena gengsi.
Lihatlah di dunia,
saat kekeliruan dan kebencian
mendapatkan penilaian,
dalam gambar dan kata-kata.
Kenapa pedang kalian yang melengkung itu,
tetap saja terhunus,
saat kalian hampir saja remuk,
menjadi debu?
Waktu sudah sampai,
istirahatlah
dan carilah fikiran dalam hati.
Segalanya yang dilahirkan
pasti kemudian pupus.
Kalian tentu sudah tahu ulasan usang itu..
terimalah...

Surat 17. 3/2/06


Bukan salah mereka
itu karena si penguasa Saka itu
yang merasa abadi.
Istilah penguasa itu, pun,
hanya istilah
yang sepi.

Surat 18. 3/2/06


Mereka tak siap untuk menerima
kenyataan
bahwa mereka
demikian mengerikan
dan beringas.
Mereka jawab pandangan itu
dengan menolaknya
mengutuknya
dengan wajah demikian menakutkan
dan beringas.
Benar-benar
tak tahu diri.
Surat 19. 3/2/2006
Anda
bukanlah seperti yang anda fikirkan
dan gemborkan.
Sudahilah tugas
utusanmu
yang datang
ke masyarakat yang kau anggap sakit
dan tercela.
Hal itu karena tindakanmu benar-benar
lebih tercela
jangan buat paranoid psikopat
itu ayan dan mengigau.
Mengayunkan kata-katamu yang
bercabang
pedang dan api.
Kebenaranmu
hanya berisi kekerasan
pembantaian
dan alat menakut-nakuti.
Sudahilah
penyakit jiwamu yang akut itu.
Sadarlah
bahwa dirimu
tidaklah benar abadi
anda lihat di bumi dan langit ini
eramu perlahan meluntur
sudah hampir habis.
Engkau pun harus sadar akan rentamu,
yang membawamu ke ajal.
Perlawananmu pada kenyataanlah
yang membuat kenyataanmu
hanyalah delusi yang busuk
yang menyeret semua orang
ke nerakamu.
Para pengikutmu
hanyalah akan menimbulkan
tawa jijik
dan kenangan buruk
bagi generasi mendatang.
Anda tahu
lanjutkan perjalananmu
ke alam selanjutmu.

Surat 20. 22/3/06


Kapankan si dia datang?
Apakah dia masih sembunyi?
Dalam bentuk anak kecil?
Atau dia sedang terkurung?
Sedang merenung?
Kapankah ia bergerak?
Dan mulai menabur?
Apa yang ia janjikan?
Sebelum segalanya terlambat?
Sebelum korban harus sedemikian banyak?
Saat ia menundanya...
Setengah mileu berlalu sepi...
Dan nampaknya ia masih ragu...
Para petinggi memang telah menanam...
Dan menebarkan tumbal...
Tetapi hal itu hanyalah...
Menunda...
Dan membuat korban akan melejit
seperti tebaran jerami.
Kini aturan-aturan itu
sekan membuat para jagoan
mabuk kepayang.
Mungkinkan ini gerbangmu?
Saat kau melangkahkan kaki kirimu...

Surat 21. immortal


Bibir-bibir nasib
di udara petang
yang merusak
buntu.
Bibir azab
yang semena
bergelak menukik.
Mengejek doa
bibir kata
menyumpal usaha.
Ahak-ahak
ahak-ahak
uhuk-uhuk.....

Surat 22. 19/10/06


Rel ini
mengalir basah
panas demam.
Dari hentak-hentak ke hentak.
Memantulkan wajah sang kekuatan
dan juga penderitaan.
Rel-rel
yang matang bersama seribu kotoran
kuat
lebih kuat dari hati.
Untuk semua ia menganga
untuk beban dan hilang.
Raga itu menatapku
melihat besi
yang faham artinya besi.
Untuk sementara
orang-orang seperti itu
lupa
rencana
untuk menghilang.

Surat 22. 14/10/06


Kubuang sampah ke kotoran itu
menambah
gundukan bau
menyengat menyesakkan semua
yang mau lewat.
Rasanya lega
karena sampah
rumah tinggalku
hari ini
sudah kutimpakan
ke kumpulan
sampah-sampah lainnya.
Biarlah masyarakat
sekitarnya
yang merasa marah dan tersiksa
oleh bau dan penampilannya.
Memang masyarakat
perlu menimpakan kerusakan
pada tetangganya.
Biar yang kuasa
yang menang
biarlah yang kaya yang kuasa
biarlah yang kalah dan miskin terdiam
ringkih.
Karena praktek kehidupan bermasyarakat
memang bejat.

Surat 23. immortal


Dalam hati
pagar tumbuh
hidup.
Dalam hati
sudah tak ada semesta
pertanyaan.
Di hati
hati siapa?
Hati bukan milikku!
Di dada ini
hati meninggalkan bekas
jejak dalam
dan masih melebar.
Dalam dada
hati baru
mesti lahir lagi.
Bukan iblis.

Surat 24. immortal


Rima tak berima
udara hati pasir
tahta di mata para fakir
hangat bukan karena berharga.
Tak kunjung hidup
hidung yang kembang kempis.
Dada yang menuyimpan dendam
kata, menjadi batu.
Besikah jalan kehidupan ini?
Rinduku ke apa yang teredam lama
rinduku kepada tahta
bersama para fakir.

Surat 25. immortal


Kabut silam
kabut silam
kabut silam
seram.
Tuntutlah aku hingga ke ujung
dunia
wahai jaksa akhirat.
Kabut silam
kabut seram
seram...
Tak kubiarkan kalian menang
wahai jaksa-jaksa akhirat!
Kabut ini
akan kubuat lebih seram
bagi kalian
para jaksa seram!
Mbekkkk...
Mbekkkkkkk....
Mbekkkkkkkkkkkkkk....

Surat 26. immortal.


Pakaianku bukanlah urusanmu
ini hutan!!
Tempatku tumbuh sepertimu juga.
Ini hutan
walaupun kalian pemangsa
dan aku mangsa.
Pakaianku adalah pakaianku.
Walau taringmu menggigit leherku.
Surat 27. immortal.
Petani-petani itu datang ibu...
Menatapku menunggu derma...
Kita hanya punya sedikit beras ibu,
Entah apa lagi yang bisa kita beri...
Petani-petani itu ibu...
Lupa...
Sawah mereka yang hancur...
Kini hanya ada kita ibu...
Yang masih ada...
Sedikit beras...

Surat 28. 31/10/06


UU tai
UU anjing
UU bangsat
UU bajingan
UU tak beradab
UUUUUUUUUUUU
FUCK!!!!

Surat 29. 31/10/2006


Rutan kayu
hujan batu
kaku kaku
babu babu
tahu plecing
plecing kuning
tai garing
tok tok petok
kurang ketok
lombok hijau
ronda siang
tanpa pedang
rindu uang
tanpa pelor
hanya clurit
menggores lehermu
wahai para pemilik kekuasaan.

Surat 30. 31/10/2006


Kupersembahkan adonan
kencing dan tai ini kepadamu
wahai yang maha berkuasa
yang menginginkan kejayaan
super
dan andaikan kau tahu
merasa bahagia
dalam
mimpi-mimpi tahta
dalam relung
yang terbuat dari semilyar
tulang belulang
karyamu,
dan menikmati
asupan persembahanku,
yang super enak,
berwarna coklat,
empuk,
lembek,
dan berbau harus menyengat ini,
tai pesing,
semoga kau
panjang umur,
dan tidak gampang
takut tak dihargai lagi.

Surat 31. 31/5/2007


Riuh,
menanti
keheningan.
Senang,
walau hanya angan.
Tetap,
seperti kain halus yang koyak,
tenggelam,
walau kalah menjadi-jadi.
Andai,
itulah sabdamu,
rubuh,
tetaplah takdir menuai kehidupan.
Bahagia,
adalah tujuan mimpi,
limbung,
seperti makanan bagi yang kenyang.
Putus harapan,
dan pisau pun merobek nadi.
Mati.

Surat 32. 31/5/2007


Curi-curilah dari sang pencuri,
bunuhlah sang pembantai,
bakarlah tahta sang penindas.

Surat 32. 31/5/2007


Api menjadi api,
air menjadi air,
garam menjadi garam,
aku menjadi aku,
empat lahir dari empat,
satu lahir dari satu,
kosong, tak pernah kosong.

Surat 33. 31/5/2007


Aku benar-benar faham
aku benar-benar tahu
aku benar-benar mengerti
jika tempe enak digoreng
tanpa tepung dengan
sedikit garam dan bawang.
Aku berusaha bertahan
untuk tidak grogi
dan merinding
saat berdekatan dengan jubah itu.
Kubuat tegar diriku,
tetap tersenyum,
menampakkan kepercayaan diri,
orang yang terlatih,
secara adab sosial.
Andai aku adalah si kuat,
si berani,
dan faham cara bicara,
maka aku akan bisa,
menghadapi bahaya-bahaya ini,
dengan tertawa tenang.
Dunia memang,
masih milik,
mereka.

Surat 34. 31/5/2007


Walau sudah makan vitamin
makan enak bergizi tinggi
berolahraga di gymnasium yang mahal
dan berdiet modern
tetapi tanpa yoga merah hitam,
kesehatan akan menjadi labil.

Surat 35. 31/5/2007


Kupu-kupu hitam besar terbang di antara
pepohonan berdaun hijau besar
sungguh pemandangan yang jelek.

Surat 36. 31/5/2007


Hati suci murni
bersama dengan sebotol arak keras
membuat jiwa menjadi bebas

Surat 37. 8/6/2007


Mereka memang penyantap yang canggih
banyak dan cepat
walaupun apapun itu
tak enak di rasa lidah.
Mulut-mulut utama
seperti lensa kamera
ingatan
merekam nafsu makan
yang hebat.
Sejarah akan mencatat
sebagai humor misteri
dan masa lalu
penuh lara.

Surat 38. 17/7/2007


Roda
ban
bundaran
berputar
gasing
lingkar
sepatu

Surat 39. 12:40:15 01/08/07


Sembunyikan hati
dari gedoran
pejabat
registrasi hati.
Sembunyikan jiwa
dari gedoran
pejabat
registrasi jiwa.
Sembunyikan rasa
dari gedoran
pejabat
registrasi rasa.
Mereka adalah juru masak
yang sedang mencari bahan
bagi masakan ajaib
bernama ketundukan.

Surat 40. 12:43:32 01/08/07


Menggali tanah
mencari harta karun
para raja masa lalu.
Menemukan sebongkah batu
juga dari masa lalu.
Di sana ada tulisan prasasti
tentang era yang indah dan jaya.
Kata tulisan itu.
Maka kita
seperti itu juga kah?
Mencatatkan kebohongan dengan segunduk
batu
dalam tanah yang lapar
oleh cangkul dan linggis.
Itulah sajak-sajak zaman.
Sebaiknya dibenamkan lagi.

Surat 41. 12:46:59 01/08/07


Makan krupuk
pedas
asin
renyah.
Enak?
Enak.
Lezat?
Lezat.
Masih lapar?
Masih lapar.
Ada lagi?
Adakalanya.

Surat 42. 12:49:52 01/08/07


Satu hari
bukanlah waktu
yang lama untuk hidup.
Juga bukan waktu yang lama
untuk mati.
Itulah waktu,
yang mencuri masa depan tak terbatas kita.
Itulah sang perasan
yang menolaknya.
Andai perasan berwujud,
maka ada sebuah revolusi,
yang merontokkan realitas.
Kenapa kita lahir dan mati,
jika tandon takdir bisa kita kuasai?
Dengannya kita melakukan pertempuran
melawan dewa perputaran kehidupan.
Ritus-ritus akan berlalu,
dan kita akan abadi,
dalam perubahan,
yang menjadi milik kita sendiri.
Belati penciptaan kita pegang
dengan tangan kanan
dan tengkorak
para kuasa
di tangan kiri.
Kitalah penguasa
dalam ketanpa kuasaan
segala hal.
Revolusi
takdir.

Surat 43. 12:54:22 01/08/07


Siapa bilang untuk hidup harus membunuh?
Siapa dia?
Ayo cepat kalian jawab!!!
Akan kucincang dia!!!!!!

Surat 44. 12:58:14 01/08/07


Untuk mereka yang miskin
dimiskinkan
yang tersiksa
dilemahkan
yang tertindas
dikalahkan,
minumlah minuman dewa,
yang paling sederhana,
terbuat dari
teh dan arak,
dan gula aren,
dan nikmatilah,
dengan nikmat,
melupakan masa kini,
karena yang ada adalah tanpa masa
saat
tak
ada
perubahan
apapun..............

Surat 45. 13:01:06 01/08/07


Ludah.
Putih.
Ingus.
Hijau.

Surat 46. 13:03:11 01/08/07


Tak boleh membalak hutan lagi
tak boleh membakar minyak
tak boleh pakai freon
tak boleh memakai dan membuang plastik
tak boleh buat polusi
dan manusia akan selamat.
Kalau mau...
Kalau tidak ya...
Gimana....
Siap modar?

Surat 47. 13:07:25 01/08/07


Banyak makanan yang enak
bekicot
belalang
kecoak besar
jengkerik
ulat
cacing
lintah
dan lain-lain.
Semuanya enak,
dan mengandung asam amino
yang sangat lengkap
lebih lengkap
dibandingkan dengan daging ayam, atau sapi
dan tidak mengandung kolesterol,
sehingga lebih aman,
bagi kesehatan manusia.
Rasanya pun jauh-jauh lebih gurih,
lebih legit,
lebih renyah,
dan mampu
memberikan kesejahteraan
bagi
masyarakat kecil.
Camkan hal ini,
dibandingkan
mengingat
jijik
atau nilai normatif
yang terlanjur lama dipegang tanpa gugatan.
Pada dasarnya
para petani
di desa
sudah melakukannya
karena mereka sadar
dan tahu
berdamai dengan alam.

Surat 48. 13:14:02 01/08/07


Inilah petuahku
kepada para pencari kebenaran.
Tinggalkanlah
keinginan kalian itu.
Lepaskan.
Bermeditasilah dengan obyek kata-kata
dan sadarilah
tak ada sesuatu pun yang benar
termasuk kesalahan itu sendiri.
Maka bermeditasilah dengan obyek lupa
karena dengan lupa
maka
kebenaran akan terlihat
belangnya.
Sudahi khotbah-khotbah yang kalian baca
dan dengar
yang kalian lihat dengan tekun itu,
dan dengarlah khotbahku
yang berisi hal-hal remeh ini,
agar kalian bisa lupa, dan bermain-main
dengan sejuta kata
yang masih ada.
Dengannya,
pencerahan
pasti
akan
datang
segera.

Surat 49. 13:20:06 01/08/07


...............Jangan takut kepadaku
percayalah kepadaku
akulah seorang utusan
yang mengkhabarkan
kebenaran
kepada kaum yang sedang sakit
dan tenggelam dalam kebodohan
dan kesesatan
seperti kalian......................
Jika aku katakan begitu,
bagaimana reaksi kalian?

Surat 50. 13:24:31 01/08/07


Surga.
Bom.
Surga.
Bom.
Surga.
Bom.
Surga.
Bom.
Surga.
Bom.
Surga.
Bom.
Surga.
Bom.
Surga.
Bom.
Neraka....................
Surat 51. 13:30:10 01/08/07
Dunia
adalah
sebuah
keterlanjuran.

Surat 52. 16:59:16 01/08/07


Cahaya maha cahaya
akan tersedot
oleh sebuah kegelapan kecil
yang sederhana.
Demikianlah kegempitaan
akan hilang
dalam kesunyian.
Terhapuslah seluruh warna
terhapuslah seluruh kata
terhapuslah seluruh kita
terserap dalam kegelapan
yang menghapuskan duka lara.
Kegelapan agung,
akan segera datang,
menjemput sang jagad
beserta pemiliknya.
Sang gelap
datang karena
cahaya
telah berbohong
dengan mencari kegemilangan
yang abadi.
Mimpi akan hilang
kenyataan akan hilang
tersaput oleh setitik
ketaknyataan.

Surat 53. 17:04:25 01/08/07


Walau kiamat sedang merambat
janganlah takut, wahai kawan-kawan.
Minumlah teh tawar,
agar hilang dahaga.
Kita jemput sang penggerus waktu,
kita tandai kedatangannya,
dengan segelas teh tawar,
agar ia malu,
akan ingatannya sendiri.
Saat kita hilang bersama waktu,
teh tawar tetap akan abadi,
mematri nama kita,
dalam kalbu,
sang kiamat.
Surat 54. 17:06:39 01/08/07
Bergoyanglah dangdut
saat musik rock melantun
dan bayangkan,
pantai Jamaica yang indah dan panas
menyambut denting-denting harpa.

Surat 55. 17:09:10 01/08/07


Saat kita batuk pilek
bakarlah cuka.
Virus-virus dalam diri
maupun ruangan
akan mati
dan tak bisa beranak pinak.
Demikianlah kebijakan tradisional
mengajarkan kita
tentang pentingnya cuka.
Tapi saat terjadi kebocoran radioaktif,
maka sebarkan berjuta garam ke lantai dan
udara
karena ia akan menyerapnya sempurna
sebelum kita
terpaksa lari menjauh.
Demikianlah kebijakan lokal
berlaku.
Saat bermeditasi,
maka selalu gunakan api, garam, dan air
untuk mengatasi kegalauan,
dan keburukan,
yang terpapar,
dalam pergulatan pencerahan.
Bila tidak, maka hal-hal negatif itu
akan mempengaruhi lingkungan.
Demikianlah kebijakan lokal,
menjadi global.

Surat 56. 17:13:33 01/08/07


Saat sore hari yang cerah
keluarlah
dan nikmati kopi atau teh
di beranda atau kafe
sambil bercengkerama atau diskusi
dengan keluarga atau teman.
Itulah cara yang baik
dan tak terduga-duga
untuk membangun demokrasi,
dan kekuatan rakyat,
menghadapi konservatifisme,
dan fasisme
yang setiap saat bisa hadir dan mengklaim
ruang publik.
Jangan biarkan ruang publik
mereka kontrol
dengan aturan-aturan moral
dan hukum yang mengungkung
kebebasan
bersikap dan berpendapat.

Surat 57. 17:17:08 01/08/07


Jangan bunuh diri
jika diri tidak sendiri.
Matilah karena tua, sakit, atau dibunuh.

Surat 58. 17:19:35 01/08/07


Sang paku
yang berkarat
mencari masa depan
yang masih terikat
dalam beban
yang ia sandang
beban yang membuatnya dianggap berarti.
Namun karat
mengingatkan akan waktu
yang berlalu
dan kehidupan yang demikian jahat
merampas impian,
mengatasi kekalahan.
Kapan kita akan menang?
Kekalahan bukanlah kekalahan, bukan?

Surat 59. 17:23:10 01/08/07


Andaikan kehidupan setelah kehidupan tak
ada,
maka demikianlah besar
tanggung jawab kita
terhadap hidup semua bentuk kehidupan.
Jika ada akhirat,
maka tanggungjawab kita terhadap
kehidupan,
selalulah terbatasi,
oleh kemampuan dan takdir kita.
Manakah yang benar?
Tentu saja yang ada di tengah-tengahnya.
Akhirat dan ketidakadaan akhirat,
merupakan jalan ekstrim,
yang berbahaya jika dianut teguh.
Janganlah berteguh pendapat,
ragu-ragu sajalah...

Surat 60. 17:29:15 01/08/07


magnet
keindahan
rusak
jika semua keliru
kenikmatan itu datang tiba-tiba saja
menghilanglah tugas-tugas alam
dan keresahan yang luar biasa ini
menyentuh batasnya
yang terakhir.
Saat separuh kegilaan itu datang
semoga pencerahan
berlari datang,
bukan sekedar kegilaan,
yang biasa-biasa saja.

Surat 61. 17:44:07 01/08/07


Jangan cemaskan dirimu, kawan.
Saat kecemasan datang,
pejamkan matamu,
rasakan apa yang kau rasa,
lalu sebutkan namaku dalam hati,
ulang-ulanglah,
dan kejarlah rasa itu,
dengan namaku
hingga rasa itu,
berubah,
menjadi cahaya maha cahaya,
menjadi energi tak ternilai.
Bayangkan diriku menjelma dalam dirimu,
dan kau menjadi suci bersih murni,
penuh kebijaksanaan agung,
laksana diriku.
Lakukanlah selalu,
saat duduk, berbaring, atau berjalan,
maupun berkegiatan.
Dengan itu,
maka penderitaan jiwamu
akan sedikit terobati.
Mau?

Surat 62. 17:50:33 01/08/07


Kebenaran selalu mahal
kebebasan selalu gratis.
Namun kebenaran
selalu mencari jalan
demi membuat mahal
segala hal.
Termasuk kebebasan.
Maka jangan mau menerima hadiah,
jika tidak benar-benar gratis.
Surat 63. 17:55:00 01/08/07
Dalam batin
terendam segala rasa.
Terbenam segala jaringan
campur aduk
kegalauan
dan segalanya.
Campur aduk
demikianlah
yang kudengar
dari dalam diriku.
Kuingat
manusia lain,
dan kuanggap semua sama
sepertiku,
memendam kegalauan
dan ketidaktahuan.
Meski aku ragu,
benarkah aku pernah mengenal
sedikit hati kehidupan.

Surat 64. 18:07:12 01/08/07


Bandul bergerak ke kiri.
Bandul menangkap fikiranku.
Menangkap keinginan.
Keinginan yang seperti mimpi bocah.
Dan bandul mengerti.
Bandul yang berdoa.
Inikah sang pendulum dosa?

Surat 65. 18:12:09 01/08/07


Aku berdoa
di antara trotoar busuk
menangkap firasat zaman
di jalan sejuta asap.
Setangkup doa
menjulang ke angkasa
mengatasi para menara
yang menyilaukan hati.
Kutatap langit biru,
kususulkan rasa itu
kepada sang penguasa langit.
Andaikan harapanku terkabul,
kubuat menara lebih tinggi,
untuk bisa mencapaimu,
meninggalkan segala kebisingan
yang telah membisukanku.

Surat 66. 18:21:10 01/08/07


Di batas ini
aku menyebut namamu yang suci.
Oh sumber kegelapan,
aku datang kepadamu.
Kan kuberikan persembahan cahaya
yang akan musnah
ke dalam dirimu.
Bersatulah dirimu,
ke dalam sumber kegelapanku.
Kan kusembah diriku sendiri
sehingga semua ingatan musnah
ke dalam batinku sendiri.

Surat 67. 18:25:43 01/08/07


Di telaga di atas gunung
di sana ada daun hitam
yang bisa menyembuhkan segalanya.
Kalianlah cari
saat retreat di sana
selama 3 hari.
Dapatkan
dan simpan
untuk kebaikan.
Dirimu adalah penyembuh
karena demikian
kehidupan berarti.
Rendam daun itu
dalam air
bercampur garam
yang kaubakar
dengan apimu.
Minumkan kepada para sakit.
Minumkan kepada sumur-sumur kering.
Minumkan pada badai, petir, dan banjir.
Minumkan pada penderitaan
kesendirian
dan kesementaraan.
Karena itulah
saat nasibmu berganti
dari kehampaan
memasuki batas
kegelapan abadi
yang menghirup
mimpi.

Surat 68. 18:41:30 01/08/07


Kujawab suara iblis, malaikat, dan Tuhan,
dengan pertanyaan-pertanyaan baru
kepada mereka.
Kutunggu jawaban balik,
namun mereka menghilang,
lari,
seakan aku ingin mereka lupakan,
dengan bergidig.
Aku pun mencoba melupakan mereka,
walau tak pernah bisa.
Kuingat mereka,
seperti mengingat mimpi lama,
yang kembali dalam mimpi baru.

Surat 69. 18:45:11 01/08/07


Aku ingat kini,
diriku sang angin,
seperti beberapa orang katakan.
Maka akan kuhembus kalian
dengan mulutku.
Kan kumakan pete dan jengkol
terlebih dahulu.

Surat 70. 18:58:59 01/08/07


Kaum fundamentalis yang bodoh
banyak yang baik hati
namun kaum fundamentalis yang pintar
cenderung jahat.
Semuanya bertumpu pada pengertian,
semakin mengerti,
seharusnya manusia semakin sadar,
bahwa sekularisme,
adalah jalan yang sejati,
dalam kebijaksanaan.
Mereka yang pandai,
tapi tetap bertahan sebagai fundamentalis,
adalah vampir sejati.
Di sanalah akar kekejian,
penindasan,
dan terorisme,
tumbuh seperti jalaran panas
api letusan
segala senjata
dan bom mereka.
Maka kita perlu menyelamatkan
para fundamentalis yang bodoh,
menyadarkan dan mencerahkan mereka,
dalam rangkulan keindahan sekularisme.
Maka kita perlu memberantas,
para fundamentalis pintar,
dalam sebuah perjuangan dunia,
memberantas akar kekejian,
meski berat,
kita harus bertarung, dan bertindak keji
juga.
Paling tidak,
sejuta orang dan mahluk,
bisa selamat,
dengan hapusnya mereka,
dari muka bumi.

Surat 71. 19:01:37 01/08/07


Tombak menancap
di lambung
sang penguasa.
Pedang menancap
di punggung
sang penguasa.
Pisau mengeram
di ulu hati
sang penguasa.
Seribu orang berlomba
menetakkan tangan mereka
yang gemetar bersama senjata.
Mereka berseru dalam marah,
haus akan ingatan,
nasib sanak saudara mereka
yang tergerus tangan besi sang raja.
Sang penguasa,
matanya mendelik
memancarkan balik
ingatan nyawa-nyawa
yang pernah ia penggal.
Meski ia tak pernah malu
menganggapnya sebagai nyawa semut.
Dari mulutnya menyembur darah,
yang berbau uang dan emas.
Mayatnya melolong,
walau seribu tahun,
kematiannya telah berlalu.
Demikianlah jawaban rakyat
suatu kala,
saat segalanya telah menjadi tepat.
Kapankah semua itu terjadi lagi?

Surat 72. 19:24:59 01/08/07


Api sebenarnya dingin, lho.
Es sebenarnya membara.
Dan semilir angin di pegunungan,
sungguh menyesakkan paru-paru.
Dan tanah, membuat kita melayang-layang
di angkasa.
Demikianlah sang penguasa dunia, telah
merubah yang benar,
menjadi keliru,
seperti sekarang ini.

Surat 73. 19:33:38 01/08/07


Kutempuh
jalan
biasa.
Kulalui
tahap
biasa.
Kuinginkan
harapan
biasa.
Kuraih
capaian
biasa.
Kuhirup
segelas teh tawar
yang luarbiasa!!!!
Oh!!!!!
Enaaaaakkkkkkk!!!!!
Jossss tenannnn!!!!

Surat 74. 09:36:57 02/08/07


Kekuasaan dan kebenaran itu
pada dasarnya sama.
Kebenaran ditentukan oleh yang kuasa
Kekuasaan dijamin oleh
sang pemegang klaim kebenaran.
Kekuasaan adalah kekeliruan,
kebenaran pun adalah kekeliruan.
Beda dengan kebebasan.
Kebebasan dan hati nurani pada dasarnya
sama.
Hati nurani menuntun
ke arah kebebasan.
Kebebasan
menuntun ke arah hati nurani.
Kekuasaan dan kebenaran,
adalah lawan dari kebebasan dan hati
nurani.
Mereka yang memuja kebenaran,
berarti memuja kekuasaan juga.
Meski sebagian dari mereka tak faham.
Mereka yang memuja kekuasaan,
memuja kebenaran juga.
Mereka demikian yakin akan halnya.
Mereka yang memperjuangkan kebebasan
berarti memperjuangkan hati nurani,
juga melawan kekuasaan
dan kebenaran.

Surat 75. 09:43:12 02/08/07


Oh yang terhina,
kuangkat kau,
dari kata.
Yang musuh,
yang kalap,
dan membuatmu takut.
Kau merunduk tunduk,
dan kuangkat ke atas,
walau gemetar.
Aku bukan Tuhan,
bukan Setan,
bukan manusia.
Kaulah yang terhina,
yang menganggap di luar demikian nyata,
biarlah semua hilang,
dan kau akan lemas,
seperti ulat.
Biarlah kau kuangkat,
dan kubaringkan di atas daun itu.
Biarlah kau memakannya lahap,
dan kau anggap dirimu sebagai mahluk,
yang menumpang hidup,
di semesta,
yang jahat.
Tak ada
yang mengerti,
betapa jahatnya dunia.
Tak ada yang tahu,
jahatnya diri mereka.
Tak ada yang faham,
tentang kekejian,
yang lahir,
dari terus berlanjutnya kehadiran
masyarakat.

Surat 76. 09:51:10 02/08/07


Ingatkah kau,
sebuah petuah,
dari guru masa lalu,
tentang cinta.
Cintalah yang merubah,
sesuatu kenyataan,
terlihat sebagai kenyataan yang lain.

Surat 77. 09:57:47 02/08/07


Andai semua yang bisa kufikir
bisa membludag keluar
dari benak.
Sungguh nyaman hidupku,
dan begitu tak nyaman,
hidup orang lain.
Itu pun jika aku selamat,
tak dibantai oleh orang lain,
yang marah dan benci.
Oleh sebab itu,
di situ pentingnya kekuasaan,
dan cinta.
Para orator raja, presiden,
wakil rakyat,
pengusaha sukses dan diktator,
faham semua itu.

Surat 78. 10:01:20 02/08/07


Jika kalian marah, minumlah teh.
Jika kalian benci, minumlah teh.
Jika kalian sedih, minumlah teh.
Jika kalian gembira, minumlah teh.
Jika kalian lapar, minumlah teh.
Jika haus, minumlah teh.
Jika kalian dianggap bodoh, minumlah teh.
Jika kalian dianggap pintar, minumlah teh.
Jika kalian lahir, minumlah teh.
Jika kalian sekarat, minumlah teh.
Jika kalian kaya, minumlah teh.
Jika kalian miskin, maka minumlah teh.
Kalian akan selamat sejahtera,
masuk dalam surga teh,
dimana bidadari teh,
akan menyambut anda.
Di sana mengalir sungai teh,
dan anda bisa tiduran enak,
di ranjang empuk,
terbuat dari rangkaian daun teh.
Dan anda akan dinaungi pepohonan teh
yang rindang,
dengan semilir angin lembut,
dengan aroma teh yang harum.
Tubuh kalian akan berbau teh,
dan terdengar bening suara musik dari
alunan
alat terbuat dari kayu teh.
Dan kalian,
akan sempurna,
menjadi teh.
Sungguh karunia
dari Teh yang maha suci.
Surat 79. 10:08:02 02/08/07
Jangan percaya pada hukum.
Hukum buatan siapa saja.
Ia membawa kekuasaan
dan kebenaran.
Membawa manusia
kepada neraka
di dunia.
Membawa
surga sejati
ke timbunan sampah.
Menjadikan anda korban
tanpa peduli nurani.
Hukum bersifat pilih kasih,
dan dilandaskan atas kemarahan,
walau sang hakim dan jaksa,
tak pernah menyadarinya.
Hukumlah
yang membuat rasa jadi mati
yang membuat hati nurani tumpul
yang membuat rasa marah dan benci
tak disadari.
Hukumlah yang menipu
rakyat
untuk percaya dan taat
mengikuti aturan
yang menguntungkan
si kaya
dan kuasa
dan mereka yang menganggap
diri mereka suci
dan tak tersentuh dosa.
Hukum menafikan perbedaan pendapat
menghancurkan kreatifitas
menghancurkan kebebasan
menghancurkan kewajaran.
Manusia yang taat hukum,
adalah zombie.
Manusia si pemuja hukum
adalah drakula.
Manusia penikmat hukum
adalah sosok penguasa,
yaitu si jahanam sejati.
Janganlah mau
dininabobokkan oleh dusta
yang bernama hukum
buatan siapa saja.

Surat 80. 10:19:49 02/08/07


Siapkan diri,
menjelang pergantian zaman,
tahun 2012,
saat semua orde musnah.
Jangan takut untuk kehilangan,
semua hal yang kini menjadi milikmu,
karena saat itu,
benda-benda itu,
adalah rongsokan,
yang tak berguna lagi.
Tahun 2012,
saat makna yang benar,
berubah drastis.
Saat itulah kalian akan menyadari,
itulah cara untuk bertahan hidup,
jika ingin tetap memiliki kemanusiaan.
Itulah saat,
badai telah menyadarkan si kaya,
dan si kuasa,
bahwa mereka harus melakukan bunuhdiri
massal...........

Surat 81. 10:34:43 02/08/07


Copotlah jubahmu,
wahai sahabat,
dan telanjanglah saja.
Disini adalah pantai nudis
yang meski kau tolak,
adalah nyata adanya.
Kau selalu mengira,
aurat-aurat ini yang menimbulkan gairah,
dan membawa kejahatan,
menggoda keteguhan keyakinanmu,
dan merusak moral.
Lihatlah,
di sini semua orang mengerti,
tentang haknya sendiri.
Di sini, tak ada orang yang melotot,
melihat orang bugil.
Di sini,
hanya ada kesantaian,
hiburan,
dan liburan.
Di sini,
angka kejahatan,
lebih kecil,
dibanding tempat asalmu,
yang kaubanggakan itu.
Sungguh memalukan,
ketika melihatmu justru yang melotot,
penuh nafsu seperti itu.
Di mana moralitas yang kaubanggakan itu?
Keyakinanmu membuat dirimu
menjadi munafik,
ketika diuji dengan batas sesederhana ini.
Keyakinanmu,
pada dasarnya hampa.
Hanya sampah peradaban saja.
Yang merusak dunia,
dengan kebencian,
yang dilegalkan.
Yang membuat
ketidakadilan
seolah karunia
dan kebenaran azasi.
Sebenarnya
sah,
kau pegang kebenaran itu,
selama dirimu,
yakin sebagai penjagal.
Itulah makna kebenaran,
tak lebih dari sampah peradaban.
Buanglah saja,
keyakinanmu,
bersama jubahmu itu.

Surat 82. 10:45:20 02/08/07


Mo limo,
makan daging
makan ikan,
minum arak,
menghisap halusinogen,
dan seks.
Itulah Mo Limo yang agung.
Dengannya kita menunggangi nafsu,
semangat,
kasih sayang,
dan kebijaksanaan.
Di sana ada diri sejati,
yaitu kegelapan agung,
yang menerkam gempita kebenaran.
Tanpanya,
maka dunia sepi,
seperti kuburan.

Surat 83. 11:01:48 02/08/07


Timbunan perasaan
kuperam
menjadi akik.
Warnanya hitam legam.
Keras,
terjal,
namun menyerap semua cahaya,
masuk ke dalamnya.
Batu akik itulah,
buatanku,
buatan dari segala yang tanpa api.
Di sana angin sembunyi,
di sana api dan dinginnya air pun hilang
musnah.
Batu itulah,
yang menjadi persembahanku,
ke gunung Meru yang jauh,
di dalam kawahnya,
tempat ku bertemu
dengan sesosok dewa kecil,
pemegang rahasia hati.
Di sana ia tersenyum.
Warna kulitnya hitam legam,
dan saat kuserahkan
pasokan akik itu ke tangannya
yang keempat,
ia pun manggut-manggut.
Ia katakan padaku,
untuk membuat lebih banyak lagi,
demi bisnisnya.
Bisnis rasa,
bisnis hati,
dan aku pun senang,
karena aku pun mendapatkan kelegaan,
dan profit.

Surat 84. 11:09:44 02/08/07


Angka empat yang suci.
Yang lengkap.
Menggenapi diri kita.

Surat 85. 11:20:37 02/08/07


Kutarik diriku dari kesadaran ini.
Kubawa ke alam nun jauh,
dalam nir sadarku.
Dan kutemukan
sebuah upacara
yang hangat oleh kegembiraan.
Di sana Mo Limo bangkit,
membawaku kepada kesempurnaan.

Surat 86. 11:27:02 02/08/07


Minuman dewa,
teh dua warna,
direbus bersama,
air sebatok,
dengan sesudu adas,
jahe serimpang,
kayu manis dua aras,
kunyit putih serimpang,
yang didiamkan,
setelah diberi dua tangkup aren,
dan dikucuri madu dua sudu,
dan didiamkan dingin,
dan disaring,
dan dicampur dengan arak segantang,
dan diperami dengan dendeng sapi,
dan disimpan,
dalam guci tertutup,
dan ditunggu 21 hari,
dalam gelap yang kelam,
sebelum diminum,
sekecup awal hari
sekecup akhir hari.
Demikianlah kebijaksanaan,
dari Boedhi Margono,
sang penyihir agung.

Surat 87. 11:34:44 02/08/07


Di labirin ini
tempat aku bermeditasi untuk mendapatkan
kesaktian,
dalam kesunyian,
dan keindahan.
Di labirin ini
kutemukan semua jalan
ke inti
mencapai diriku sendiri.
Diriku memang sang Tuhan.
Di labirin ini,
aku diam,
tertawa,
menari,
menyedot jempolku sendiri,
dan bernyanyi.

Surat 88. 11:39:45 02/08/07


Ketidakteraturan
lebih asli
dibandingkan keteraturan.
Keteraturan
membawa karma si takdir bergerak
seperti bom atom
yang meledak
meleter kemana-mana
dan tak bisa dihentikan lagi.
Saat keteraturan sudah ada,
dunia menjadi keterlanjuran,
dimana ada lahir,
dan ada mati.
Ada Tuhan
dan ada hamba sahaya.
Mencapai kesejatian,
mencapai ketidakteraturan,
mencapai khaos.

Surat 89. 11:52:32 02/08/07


Orang yang hidup
diperintah-perintah
akan cenderung menjadi tuli.
Itu,
karena kesadarannya
kemudian menyempit ke dalam.
Ia bertahan,
dengan menjadi batas-batas dirinya sendiri.
Ia melarikan diri ke dalam,
meringkuk sembunyi,
dalam pagar ingatan,
melepas bencana kekuasaan.
Ia tak akan bisa lagi
mendengar sesuatu
dari arah yang luas.

Surat 90. 12:04:16 02/08/07


Aku menari mabuk dengan pisau di tangan,
menerjang kabut
di gunung yang sunyi ini.
Kemenyan mengayun,
dupa bergulung,
dan persembahan sesajenan terberai,
dan aku berputar,
bersama angin,
bersama basahnya rumput dan jamur.
Guntur dan badai,
ku tunggu kalian,
untuk aku bisa menyatu.
Kutunggu semua mahluk gunung,
kusapa kalian,
dengan wajahku yang menggila ini.
Kugapai zat ketujuh,
dalam gulungan apiku,
yang meledak-ledak,
dalam kegeraman pencarian.
Dalam semua guncangan perasaan,
dan gumpalan fikiran,
aku berteriak,
tertawa histeris,
dan terus menari-nari,
hingga aku kolaps.
Jatuh tersungkur,
didera hujan,
kabut,
ingatan,
dan kegetiran
yang semakin kumengerti.
Dalam tangisanku,
dalam desahanku,
dalam kegilaanku yang tetap bertahan.
Kuingat tarian ini.
Kuingat kegelapannya yang indah,
kuraba dengan benih kesempurnaanku,
yang mencatatnya abadi.

Surat 91. 12:14:26 02/08/07


Kususur tersaruk jalanan kota ini,
menemui seribu pengemis
dan bertanya
tentang mantra-mantra
paling penting kepada mereka.
Kugapai kotoran yang suci,
kujilat dan kumakan ampas-ampasnya,
kubernafas dalam lumpur kental,
dari kubangan kematian.
Aku tersaruk berjalan,
menuju ujung batas,
menuju kebuntuan,
yang kucari.
Kubuat tubuh ini bertahan,
saat sisa kewarasanku bergolak,
dalam sakit dan lapar.
Aku menunggu benih tersembunyi ini,
tumbuh meledak,
dan saat itu,
aku harus kembali,
dalam ruanganku yang sepi.
Untuk kalian.

Surat 92. 12:23:03 02/08/07


Aku mengencingi tulisan itu,
seperti kau memujanya.
Kata-kata,
makna-makna,
tanda-tanda,
kala-kala.
Aku melihat kesementaraan,
seperti engkau mengamini keabadian.
Dan aku pun kehabisan air kencing,
untuk mengencingi,
semua yang perlu dikencingi.
Umurku kurang panjang,
untuk bisa mengencingi,
seluruh penjuru alam.
Kulihat cahaya raksasa itu,
dan aku pun mengerti,
hanya benda itu,
yang perlu kukencingi,
untuk memadamkan seluruh bencana dunia.

Surat 93. 12:28:55 02/08/07


Saat yang tepat,
bepergian di kala surya,
mulai tenggelam.
Dalam temaram,
dan kegelisahan sang alam,
kita menemukan tahapan energi,
yang merasuk deras,
dalam jalur sushumna.
Lakukan,
lakukanlah,
perjalanan itu,
tiap kala,
dan resapi,
dengan nafas penuh.
Lihat,
lihatlah api merah itu,
dengan senyum.
Terimalah gapaiannya yang galau,
terimalah tusukannya yang indah,
ke dalam arwahmu.
Rasakan gulungan itu,
terpicu api surya
yang terakhir.
Dan biarkan
ia meledak,
seperti tabung gas elpiji,
dalam saluran meriam,
ke angkasa.
Biarlah ia memicu,
semua gerak roda,
dalam dirimu.

Surat 94. 12:40:07 02/08/07


Aku mempertahankan jaket ini,
agar aku tetap bisa merasakan,
harkatku sebagai manusia.
Jaket ini,
yang tetap membuatku hidup,
di panas dan dingin.
Biarlah langit menjadi atapku,
biarlah hujan menggapaiku,
biarlah, jalanan ini menguasaiku.
Namun jaket inilah,
yang membuaiku,
seperti saat ku dulu
meringkuk tidur
dalam buaian ibuku.

Surat 95. 12:43:18 02/08/07


Tolonglah mereka yang lemah.
Bukan menolong mereka yang benar.
Jika kau selalu menolong mereka yang
benar,
kalian akan saling bertarung,
antara sesama manusia,
menjadi teroris untuk satu dengan yang
lainnya.
Jangan takut,
pada kesalahan,
yang akan mendidikmu,
menjadi rendah hati,
dan tahu kebusukan,
dari moral, kebenaran, dan kekuasaan.

Surat 96. 12:48:41 02/08/07


Aku memandang cermin,
melihat diri,
memancangkan perhatian,
untuk kebangkitanku.
Kusaksikan kebangkitan ini,
seolah ada pendaran yang mengerjap luas,
dan dua wajah yang saling bertutur.
Dua rotor,
dua generator,
yang saling memicu,
dan aku pun terbangkitkan.
Gemetar seluruh bayangan,
gemetar seluruh alamku.
Gemetar sang bayang.
Kondensatorku menjadi sungguh penuh,
dan aku pun sangat kenyang.
Kulihat di cermin itu,
mata seperti butiran berlian.
Aku pun berbunga-bunga,
merekah merah,
menyambut sinar diriku.
Surat 97. 13:10:30 02/08/07
Mie ayam dan bakso boraks
dengan daging dari tikus yang ganteng
serta tahu renyah dan permen legit
abadi oleh formalin.
Sungguh enak,
sungguh memuaskanku.
Biarlah tubuhku abadi,
bersama abadinya perputaran uang,
di jalanan
dan di bank-bank.

Surat 98. 13:18:30 02/08/07


Berhala-berhala imajiner,
berhala yang agung.
Berhala imajiner,
seperti imaji dari diri,
berisi semua cerminan ego,
yang sangat negatif
dan merusak.
Imaji berhala-berhala,
membawa terang,
yang menipu.
Berhala diri itulah,
yang menyuap hati nurani,
agar mundur dan menutup matanya yang
bening.
Berhala di luar,
adalah berhala di dalam.
Berhala imajiner,
adalah sosok,
si perkasa,
yang ketakutan,
oleh kebebasan.
Berhala imaji,
sang perongrong.
Kreasinya,
bukanlah kreasi.

Surat 99. 13:30:13 02/08/07


Jika kalian percaya padaku,
berarti kalian bodoh.
Jika kalian percaya padanya,
berarti kalian jahat.
Jika kalian percaya pada diri kalian sendiri,
maka kalian gila.
Siapakah yang akan kalian percayai?

Surat 100. 13:37:59 02/08/07


Kurubah wajahku,
menjadi peta semesta.
Aku berdiri,
memberi batas langit.
Dan aku pun bergoyang-goyang,
menjadi anak kecil.

Surat 101. 13:59:28 02/08/07


Berlatihlah sihir,
temanku,
agar hatimu menjadi bersih.
Berlatihlah sihir,
temanku,
agar nuranimu kembali hadir.
Berlatihlah sihir,
temanku,
agar tak ada yang menguasaimu.
Berlatihlah sihir,
temanku,
agar kesakitan dunia terobati.
Berlatihlah sihir,
temanku,
agar tak ada lagi orang yang tertipu.
Berlatihlah sihir, temanku,
agar anak-anak,
bahagia dengan jalan ke kedewasaannya.
Berlatihlah sihir,
temanku,
agar surga,
hadir di dunia.

Surat 102. 14:22:04 02/08/07


Panah,
melesat.
Crabb!!!
Tai,
keluar,
cretttt!!!

Surat 103. 7/6/2007


Juga dengan mata dan hati,
juga dari hidup.
Desau dari rasa duri,
atau ujung dari tiup angin.
Angin...
datanglah dalam kejayaan,
sebelum maut menjemput.

Surat 104. 10/1/1999


Hari akan seperti kanker
yang mengerogoti
jiwa
yang memang sudah busuk.
Sementara hidup
terasa lebih lama
pada saat suatu tujuan
yang tentu dan tidak kita inginkan
akan menerjang kita.
Umur semakin pendek
pada saat suatu kenikmatan
belum kita peroleh saat ini.
Bencana bagai roda-roda gila
tak tentu arah menggelinding,
semua jalan adalah sama.
Tinggal pada saat kita berpijak siap digilas.
Arti dan tidak berarti
Tinggal menunggu siapa yang bicara.
Walau diri kita tak bisa bohong
kita mempunyainya.
Aku dan kamu
Sekumpulan
burung nazar
yang tinggal dalam suatu kurungan besi
siap untuk jadi santapan
singa-singa
yang sebenarnya tak mau makan daging.

Surat 105. 31/5/2000


Dirinya menari di keremangan malam
seperti hantu yang berjalan menandak-
nandak
para dokter jiwa menahan nafas menanti ia
lelah dan puas

Surat 106. 22/3/2000


Seperti gedebog pisang,
melawan ketidak adilan,
dengan keadilan.

Surat 107. 22/3/2000


Sorry, ya………
Ini bukan makanan yang bisa kau ambil,
begitu saja.
Kau harus bayar banyak,
dan menghormat dulu padaku.
Siapa bilang hidup ini mudah?
Tak ada orang setolol kamu,
saat mengulang-ulangnya.
Aku lelah karena emisan,
Membuat jantungku berdebar terus.
Aku harus irit dalam hidup,
karena yang kukumpul sekarang,
sungguh membanggakan.

Surat 108. 22/3/2000


Di dering teriak yang membahana langit
Menembus gunung bersalju masif
Terkurung dalam biru langit terjal
Yang terarak diantara kabut kental
Mata sang raja
Dan paruh baja
Melantun semua kekayaan dewa
Dan berlari diantara kepakannya
Ke dunia yang tak membatas
Diantara julangan gunung, danau hijau, dan
Hutan-hutan yang lembab
Dalam doa alam raya
Membaur penglihatan terhadap zaman silam
Tak teraba oleh mata-mata kabur
Tarikannya yang ber-ether
Menembus batas langit dan butir jam pasir
kita
Alunan bulu diserut angin deras
Dipeluk oleh gumam alam
Doa fajar yang bersingsing
Hingga merahnya terkubur samudra.

note :
prekk !!!

You might also like