You are on page 1of 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Nyeri perut pada Anak

2.1.1 Defenisi Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di antara dada dan region inguinalis. Nyeri perut bukanlah suatu diagnosis, tapi merupakan gejala dari suatu penyakit. Nyeri akut abdomen didefinisikan sebagai serangan nyeri perut berat dan persisten, yang terjadi tiba-tiba serta membutuhkan tindakan bedah untuk mengatasi penyebabnya. Appley mendefinisikan sakit perut berulang sebagai serangan sakit perut yang berlangsung minimal 3 kali selama paling sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan mengganggu aktivitas sehari-hari (Markum, 1999).

2.1.2

Epidemiologi Sakit perut biasanya terjadi pada anak usia 5 hingga 14 tahun, sementara

frekuensi tertinggi pada usia 5-10 tahun. Apley menemukan bahwa nyeri perut terjadi pada 10-12% anak laki-laki usia 5-10 tahun dan menurun setelah usia itu. Anak perempuan cenderung lebih sering menderita sakit ini dibandingkan anak laki-laki (Perempuan:Laki-laki = 5:3). Sakit perut ini jarang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun dan di atas 15 tahun (Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).

2.1.3 Klasifikasi Pada garis besarnya sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan dan lamanya serangan, yaitu akut atau kronik (berulang), yang kemudian dibagi lagi atas kasus bedah dan non bedah (pediatrik). Selanjutnya dapat dibagi lagi berdasarkan umur penderita, yang di bawah 2 tahun dan di atas 2 tahun, yang masing-masing dapat dikelompokkan menjadi penyebab gastrointestinal dan luar gastrointestinal (Boediarso, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Konsep yang klasik membagi sakit perut berulang ke dalam 2 golongan: organik (fungsional) dan psikogenik (psikosomatik). Biasanya harus dicari dulu penyebab organik, bila tidak ditemukan bisa dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik. Cara pendekatan seperti ini tentu akan banyak memakan waktu dan biaya (Boediarso, 2009). Barr mengajukan konsep yang agak berbeda. Sakit perut berulang digolongkan atas 3 kelompok, yaitu: organik, disfungsional, dan psikogenik. Nyeri organik disebabkan oleh suatu penyakit, misalnya infeksi saluran kemih. Nyeri disfungsional disebabkan oleh berbagai variasi fisiologi normal dan dibagi dalam dua kategori, yaitu sindrom nyeri spesifik (yang mekanisme penyebab nyerinya diketahui, misalnya defisiensi laktase dan konstipasi) dan sindrom nyeri nonspesifik (mekanisme penyebab nyeri tidak jelas atau tidak diketahui). Nyeri psikogenik disebabkan oleh tekanan emosional atau psikososial tanpa adanya kelainan organik atau disfungsi (Boediarso, 2009). Untuk memastikan diagnosis kelompok nyeri psikogenik maka ada tiga kriteria yang harus dipenuhi yaitu: 1. Ada bukti yang cukup kuat untuk menghilangkan penyebab kelainan organik. 2. Bukti positif bahwa ada gangguan emosional dan ada kaitan waktu antara timbulnya sakit perut dengan periode meningkatnya stress yang dialami anak. 3. Sakit perut ini akan bereaksi langsung dengan hilangnya ketegangan emosional meskipun kemungkinan hal ini tidak selalu terjadi

Konsep ketiga diajukan oleh Levine dan Rappaport (1984) yang menekankan adanya penyebab multifaktor. Sakit perut berulang merupakan perpaduan dari empat faktor, yaitu: 1. Predisposisi somatik, disfungsi, atau penyakit 2. Kebiasaan dan cara hidup 3. Watak dan pola respons 4. Lingkungan dan peristiwa pencetus

Universitas Sumatera Utara

Faktor-faktor tersebut berperan meningkatkan atau meredakan rasa sakit. Dengan demikian dapat diterangkan mengapa beberapa anak menderita konstipasi tanpa sakit perut berulang. Demikian pula halnya dengan kondisi psikososial yang buruk akan menimbulkan sakit perut berulang pada anak tertentu, tetapi tidak pada anak lain (Boediarso, 2010).

2.1.4 Etiologi Dari penelitian terdahulu hanya 7% kasus yang disebabkan oleh kelainan organik yang akan menimbulkan sakit perut (Apley, 1959), hal ini meningkat terhadap berbagai kondisi seperti konstipasi, abdominal, gastritis, ulkus peptikum dihubungkan dengan Helycobacter pylori dan irritable bowel syndrome. Penyebab intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1). Penyebab sakit perut berulang yang terbesar adalah faktor psikofisiologi (Boediarso, 2009). Kelainan organik sebagai diagnosis banding penyebab sakit perut berulang telah banyak dilaporkan, tetapi hanya ditemukan pada 5-15,6% kasus. Pada garis besarnya kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang dapat dibagi menurut penyebab intra-abdominal dan extra-abdominal. Penyebab intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1). Pada tabel 2 dapat pula dilihat kelainan organik sebagai penyebab sakit perut. Penyebab sakit perut berulang yang terbesar adalah faktor psikofisiologi.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Beberapa penyebab organik sakit perut berulang Intra-abdominal Ekstra-abdominal Keracunan timbal Porfiria Epilepsi Diabetes Asma Demam rematik "Sickle-cell anemia" Hiperparatirodisme Hipertrigliserid Peritonitis Tumor/kista Medulla spinalis Perinkotritis Gastrointestinal Malrotasi Duplikasi Stenosis Gastritis Hiatus hernia Hernia inguinalis Volvulus Intususepsi Colitis ulseratif Konstipasi kronik Intoleransi laktosa Askariasis Ulkus peptikum Penyakit Crohn Apendisitis kronik Hiperplasia limfoid noduler Limfoma Ginjal Pielonefritis Hidronefrosis Batu ginjal Obstruksi uretero pelvik Lain-lain Hepatomegali Splenomegali Kolesistitis Kolelitiasis Pankreatitis kronik Kista ovarium Endometriosis

Tabel 2.Penyebab organik sakit perut berulang Saluran urogenital Pielonefritis Hidronefrosis Batu ginjal Infeksi di daerah pelvis Dismenore Cysta ovarium Endometriosis Kehamilan ektopik Gastrointestinal Hematologi Lain-lain Keracunan timbal Porfiria Diabetes melitus Purpura HenochSchonlein Epilepsi perut Migrain Hiperlipidemia Edema angioneurotik

Konstipasi Leukemia Coeliac Limfoma Intoleransi laktosa Thalasemia Refluks gastroesofagal H. pylori Pankreatitis kronik Malrotasi Divertikulum Meckel Kolelitiasis Hepatitis Ulkus peptikum

Universitas Sumatera Utara

2.1.5

Patofisiologi Rasa sakit perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu

bersumber pada (Hegar, 2003): 1. Visera perut 2. Organ lain di luar perut 3. Lesi pada susunan saraf spinal 4. Gangguan metabolik 5. Psikosomatik Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar dan lebih lama dari rasa sakit yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A. Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa dari organ di abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju ke ganglia pre dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls aferen akan melewati medula spinalis pada traktus

spinotalamikus lateralis menuju ke talamus, kemudian ke konteks serebri. Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan ambang batas nyeri pada jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dan visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada segmen thorakalis 6, 7, 8 serta dirasakan didaerah epigastrium. Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai fleksura hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan, impuls nyeri mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada daerah supra publik dan kadang-kadang menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen stomatis ke radiks spinals segmentalis.

Universitas Sumatera Utara

Penyebab metabolik seperti pada keracunan timah dan porfirin belum jelas patofisiologi dan patogenesisnya. Patofisiologi sakit perut berulang yang fungsional (tidak berhubungan dengan kelainan organik) masih sulit dimengerti. Diperkirakan ada hubungan antara sakit perut berulang fungsional dengan penurunan ambang rangsang nyeri. Berbagai faktor psikologik dan fisiologik dapat berperan sebagai mediator sebagai mediator atau moderator dari sakit perut berulang fungsional (Tabel 3).

Psikologik Faktor stress Depresi Ikatan Keluarga "Operant conditioning" Somatisasi

Fisiologik Intoleransi Dismotilitas usus Konstipasi Ketidakstabilan otonom

Juga diketahui ada hubungan yang kuat antara sakit perut berulang fungsional dengan tipe kepribadian tertentu, yaitu sering cemas/gelisah, dan selalu ingin sempurna. Pada anggota keluarga lainnya juga sering ditemukan kelainan psikosomatik seperti migrain, kolon iritabel (ulshen, 2000). Hubungan antara sistim susunan saraf pusat dan saluran cerna yang sangat kompleks mungkin dapat membantu menjelaskan patofosiologi sakit perut berulang fungsional.

2.1.6 Patogenesis Hipersensitivitas visera diduga sangat berperan terhadap kejadian nyeri perut non-organik pada anak. Gangguan motilitas terlihat pada anak yang dilakukan pemeriksaan manometri. Pada pemeriksaan manometri terlihat peningkatan intensitas kontraksi otot pada usus halus dan usus besar, serta waktu singgah di dalam usus yang lambat (delayed intestinal transit time). Konsep keterlibatan hipersensitivitas visera didapat dari penelitian yang memperlihatkan

Universitas Sumatera Utara

perubahaan ambang reseptor pada dinding saluran cerna, perubahan modulasi dalam mengkonduksi impuls sensorik, dan perubahan ambang kesadaran di susunan saraf pusat pada pasien dengan irritable bowel syndrome. Peranan inflamasi dan imunomodulasi dalam patogenesis sakit perut fungsional, perlu dipertimbangkan dengan ditemukannya proses inflamasi nonspesifik pada biopsi jaringan saluran cerna (Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007). Mekanisme timbulnya sakit perut organik, ialah (Grace, 2006 dan Boediarso, 2010). 1. Gangguan vaskuler. Emboli atau trombosis, ruptur, oklusi akibat torsi atau penekanan seperti pada kista ovarium terpuntir dan jepitan usus pada invaginasi. 2. Peradangan. Peradangan organ di dalam rongga peritonium menimbulkan rasa sakit bila proses peradangan telah mengenal peritoneum parietalis. Mekanisme perjalaran nyeri sama seperti peradangan pada umumnya yang disalurkan melalui persyarafan somatik. 3. Gangguan pasase. Nyeri bisa ditimbulkan oleh adanya gangguan pasase atau obtruksi organ yang berbentuk pembuluh, baik yang terdapat di dalam rongga peritoneal atau pun retroperitoneal. Bila pasase dalam saluransaluran tersebut terganggu akan timbul rasa sakit akibat tekanan intra lumen yang meninggi di bagian proksimal sumbatan. Sakit dirasakan hilang timbul atau terus menerus dengan puncak nyeri yang hebat (kolik). 4. Penarikan dan peregangan peritoneum viseralis. Penarikan dan peregangan pada peritoneum viseral dapat merangsang terjadinya nyeri yang bersifat tumpul (dull pain). Dalam prakteknya, keempat mekanisme timbulnya sakit perut jarang ditemukan sendiri-sendiri, tapi umumnya merupakan proses campuran.

2.1.7 Manifestasi Klinis Manifestasi klinik sakit perut pada bayi dan anak bergantung pada umur penderita. Pedoman yang dipakai untuk menyatakan seorang bayi atau anak sakit perut adalah sebagai berikut (Ulshen, 2000).

Universitas Sumatera Utara

0-3 bulan : umumnya digambarkan dengan adanya muntah. 3 bln-2 th : muntah, tiba-tiba menjerit, menangis tanpa adanya trauma yang dapat menerangkannya. 2 th5 th : dapat mengatakan sakit perut tetapi lokalisasi belum tepat. > 5 th : dapat menerangkan sifat dan lokalisasi sakit perut.

Sakit perut berulang variasinya cukup luas baik dalam hal frekuensi, waktu, intensitas, lokasi dan gejala yang mengikuti. Mual, keringat, dingin, muntah, pusing, pucat dan palpitasi sering menyertai sakit perut berulang. Gejala klinis sakit perut berulang yang klasik dapat dilihat pada tabel 4. Pada sakit perut berulang dengan gambaran klasik ini, etiologinya bukan kelainan organik (Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007). Diketahui tiga tipe sakit perut berulang yaitu : kolik periumbilikus (paling sering), peptic symptomss (hampir sama dengan dispepsia non ulser pada dewasa) dan nyeri perut bawah dengan gangguan buang air besar (ekivalen dengan sindrom usus iritabel). Gejala klinis ini dapat menetap sampai dewasa pada 30-50% kasus. Sakit perut berulang merupakan salah satu manifestasi dini dari irritable bowel syndrome (Boediarso, 2010).

Tabel 4. Gejala klinis sakit perut berulang klasik Paroksimal Daerah perlumbilikus atau suprapubis Nyeri berlangsung kurang satu jam Nyeri tidak menjalar, kram atau tajam, tak membangunkan anak malam hari Nyeri tidak berhubungan dengan makanan, aktifitas, kebiasaan buang air besar Mengganggu aktivitas Di antara dua episode terdapat masa bebas gejala Pemeriksaan fisik (N), kecuali kadang-kadang sakit perut di kiri bawah Nilai laboratorium (N)

Universitas Sumatera Utara

2.1.8 Diagnosis 2.8.1. Anamnesis (Markum, 1999; Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007). Usia: Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 5-14 tahun. Jenis kelamin: Perempuan lebih sering mengalami sakit perut berulang dibandingkan laki-laki (5:3). Riwayat sakit perut.

a. Lokalisasi. Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian atas biasanya dirasakan di daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks dirasakan di daerah perut kanan bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi usus ataupun gangguan psikis lokalisasinya sukar ditentukan.

b. Sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa sakit. Sakit yang berasal dari spasme otot polos usus, traktus urinarius, traktus biliaris, biasanya berupa kolik yang sukar ditentukan lokalisasinya dengan tepat dan tidak dipengaruhi oleh adanya batuk atau penekanan abdomen. Sakit yang berasal dari iritasi peritoneum akan terasa menetap di tempat iritasi dan menghebat bila penderita batuk atau ditekan perutnya.

c. Waktu timbul. Waktu timbul yang dialami oleh sang anak dipengaruhi oleh apa saja.Misalkan dapat dipengaruhi oleh jenis makanan, pola aktivitas dan lainnya.

d. Lama sakit perut. Lamanya anak mengalami sangat perut juga sangat berpengaruh kepada hasil diagnosis nantinya.

Universitas Sumatera Utara

e. Frekuensi. Begitu pula dengan freukensi, kadar seringnya terjadi nyeri perut juga dapat menentukan hasil diagnosa dan pentalaksanaan yang dapat diberikan dengan segera kepada anak.

f. Gejala yang mengiringi. - Pola defekasi - Pola kencing - Siklus Haid

g. Akibat sakit perut pada anak: a) Terdapatkah kemunduran kesehatan pada anak tersebut? b) Bagaimana nafsu makan anak?

h. Gejala / gangguan traktus respiratorius Adanya gangguan pada respiratori, bisa menyebabkan terjadinya nyeri perut pada anak.

i. Gangguan muskuloskeletal Nyeri perut ini, juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan ataupun kelainan pada muskuloskeletal.

j. Aspek psikososial: a. Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan, penggunaan toilet. b. Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah, persaingan sesama saudara kandung, beban keuangan, disiplin yang terlalu kaku. c. Temperamen, pola respon yang dipelajari: bagaimana anak mengatasi stress di masa lampau, gampang bergaul, kaku, perfeksionis, obsesif, depresi kronik, sulit diatur

Universitas Sumatera Utara

k. Trauma. Trauma tumpul dapat menyebabkan hematoma subserosal ataupun pankreatitis l. Penyakit yang pernah diderita dalam keluarga. Adakah di antara keluarga yang menderita kista fibrosis, pankreatisis, ulkus peptikum, kolon irritable. Adakah faktor stress dalam keluarga. Pada anamnesis yang teliti kita sudah dapat mengetahui apakah penyebab sakit perut berulang itu kelainan organik atau bukan (Tabel 5) (Boediarso, 2010)

Tabel 5. Tanda peringatan sakit perut berulang yang disebabkan kelainan organik 1. Nyeri terlokalisir, jauh dari garis tengah 2. Nyeri menjalar (punggung, bahu, ektremitas bawah) 3. Membangunkan anak pada malam hari 4. Timbul tiba-tiba 5. Muntah 6. Gangguan motilitas (diare, obstripusi, inkontinensia) 7. Pendarahan saluran cerna 8. Dysuria 9. Gangguan tumbuh kembang 10. Gejala sistemik : panas, arthalgia, ruam kulit 11. Riwayat keluarga : ulkus peptikum, H pylori, intoleransi laktosa, IBD 12. Kesadaran sesudah episode
13. Usia kurang dari 4 tahun atau lebih 15 tahun

2.8.2.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan lengkap mulai dari kepala

sampai keujung kaki walaupun titik beratnya pada abdomen. Perhatikan keadaan umum anak dan posisi anak pada waktu berjalan atau waktu tidur di tempat

Universitas Sumatera Utara

periksa. Jika ia terbaring diam dan kesakitan bila berubah posisi maka ini mungkin tanda abdomen akut (Hegar, 2003). Pemeriksaan pada abdomen harus dilakukan pada posisi anak yang santai dan dilihat/dicari: asimetri perut, bentuk perut (buncit, skapoid), gambaran usus, nyeri terlokalisasi, adanya ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan tangan, massa tumor, cairan ascites, nyeri tekan, bagaimana bising usus di seluruh perut dan colok dubur (Wiryati, 2007). Perlu dicari tanda-tanda kedaruratan seperti dinding abdomen yang kaku, defens muskuler, nyeri tekan dan nyeri lepas. Disamping itu perlu juga dicari kemungkinan adanya hernia inguinalis strangulata atau inkarserata dan pneumonia (Grace, 2006). Perhatikan keadaan umum pasien, apakah tampak sakit ringan, sedang, atau berat. Bila sangat berat dan disertai muntah hebat kemungkinan besar kasus bedah. Sakit perut yang timbul karena rangsangan, batuk, nafas dalam dan pergerakan kemungkinan disebabkan peritonitis. Bila nyeri terasa saat pasien membungkuk mungkin disebabkan oleh pankreatitis. Bila disertai diare, muntah dan kencing sedikit berarti sudah terdapat dehidrasi. Pemeriksaan perut harus dilakukan dalam keadaan lemas (relaks). perut yang tegang, adanya tahanan, nyeri tekan dan nyeri lepas mungkin merupakan kasus bedah, karena pada infeksi saluran cerna biasanya hanya terdapat nyeri tekan demikian pula dengan adenitis mesenterik. Perut yang kembung (meteorismus) bisa disebabkan adanya intoleransi karbohidrat. Perhatikan adanya hernia atau pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis) didaerah lipat paha (inguinal). Lihat juga apakah ada purpura terutama didaerah bokong dan punggung kaki, ada atau tidaknya pneumonia dan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bagian bawah (Ulshen, 2000). 2.8.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang Mengingat begitu luasnya daftar diagnosis banding untuk sakit perut, maka berbagai prosedur pemeriksaan dapat saja dilakukan untuk mencari

Universitas Sumatera Utara

penyebabnya, tapi perlu diingat bahwa prosedur tersebut memerlukan biaya dan sering tidak memberikan hasil positif. Lagipula beberapa pemeriksaan bersifat invasif dan menyakitkan anak, oleh karena itu anamnesis yang cermat dan terarah, pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh dapat mengarahkan pada prosedur pemeriksaan yang diperlukan (Ulshen, 2000 dan Khan, 2009).

A.Pemeriksaan laboratorium Apusan darah dengan gambaran anemia zat besi dapat menyertai kehilangan darah kronik. Leukositosis biasanya menyertai infeksi saluran kemih dan usus, tetapi infeksi Salmonella biasanya leukopenia. Laju endap darah meningkat pada infeksi usus. Pemeriksaan ureum dan elektrolit darah penting pada diare dengan dehidrasi (Boediarso, 2010). Pemeriksaan urin perlu dilakukan untuk menentukan adanya infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, kelainan hepatobilier, glomerulonefritis akut dan sindrom nefrotik (Hegar, 2003). Analisis tinja dapat dilakukan untuk melihat adanya kelainan hepatobilier, kerusakan pankreas, infeksi bakteri atau parasit, alergi protein susu sapi, kelainan bedah (invaginasi) dan malabsorpsi karbohidrat yang sering ditemukan pada sindrom usus inflamatorik. Intoleransi laktosa dapat diperiksa dengan mengukur pH tinja dan tes reduksi dalam tinja (Ulshen, 2000). Pemeriksaan biokimia seperti klirens urea, kreatinin, amilase dan lipase dapat membantu mengetahui adanya kelainan pada pankreas, hati dan sistem bilier (Ulshen, 2000).

B.Pemeriksaan penunjang Foto polos abdomen, berbaring dan tegak sangat penting untuk melihat obstruksi usus, massa atau tinja dalam kolon, kalsifikasi pada pankreatitis kronik dan beberapa jenis tumor, batu empedu dan gambaran mukosa usus pada colitis ulseratif kronik.

Universitas Sumatera Utara

Foto polos tiga posisi sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis adanya obstruksi dan kelainan diluar traktus digestivus. Foto polos perut dan pielografi intravena penting untuk menegakkan diagnosis traktus urinarius dan batu di dalam saluran kemih (Smeltzer, 2002). Barium kontras X-Ray merupakan indikasi utama untuk menentukan kelainan pada saluran pencernaan bagian atas seperti ulkus peptikum dan lesi peradangan kronik. Pemeriksaan barium meal untuk melihat kelainan usus halus. Double contrast enema untuk melihat kelainan mukosa secara terperinci. Kolesistografi dilakukan untuk melihat malfungsi saluran empedu atau batu empedu. Pemeriksaan kolangiografi atas indikasi bila dicurigai adanya kista koledokus atau pankreatitis. Pemeriksaan kontras saluran kemih (IVP, sistogram, dll) bila dicurigai adanya infeksi atau disfungsi saluran kemih.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilakukan bila diduga adanya kelainan perut dan hepatobilier. Electroensefalograf (EEG), Electromiograf (EMG), Electrocardiograf (EKG) untuk menyokong kecurigaan pada epilepsi perut, spasmofilia atau hipokalsemia (Boediarso, 2010). Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi dilakukan untuk mendeteksi kolitis ulserativa, kolitis pseudomembran atau penyakit Crohn. Pemeriksaan endoskopi dan radiologi dikerjakan apabila gejala klinis tidak memperlihatkan perbaikan dan masih dipikirkan keterlibatan kelainan organik seperti ulkus peptikum, lesi peradangan kronik pada lambung atau duodenum (Ulshen, 2000). Pemeriksaan psikologik perlu dilakukan bila diduga kemungkinan penyebab psikogenik atau pada pemeriksaan lainnya tidak ditemukan kelainan. Oleh karena sebagian besar penyebab sakit perut tidak diketahui maka perlu dipilih pemeriksaan mana saja yang benar-benar harus dilakukan dan tahaptahapnya sehingga tidak membebani anak dan keluarga dengan pemeriksaan yang tidak perlu atau sebaliknya ada pemeriksaan yang perlu dilakukan tetapi terlewati (Wiryati, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.8.4. Kriteria Diagnosis Keluhan saluran cerna fungsional umumnya bersifat kronis atau rekuren. Pendekatan diagnosis sangat bergantung kepada kemampuan anak

mengemukakan keluhan yang dirasakannya, sehingga beberapa kelainan tidak ditemukan pada anak di bawah usia tertentu. Pemastian seorang anak menderita sakit perut fungsional tidak boleh hanya berdasarkan ditemukannya gangguan emosi pada anak tersebut. Perlu diingat bahwa kelainan organik yang berkepanjangan juga akan memberikan dampak gangguan emosi pada seorang anak, karena itu anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang lengkap merupakan hal terpenting dalam melakukan evaluasi anak dengan sakit perut (Wiryati, 2007 dan Chang L, 2009). Adanya suatu kelainan organik perlu dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan beberapa hal yaitu seperti pada tabel 5 di atas. Diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah Kriteria Rome. Kriteria Rome membagi keluhan nyeri perut non-organik menjadi 5 kategori diagnosis, yaitu (Boediarso, 2010 dan Chang, 2009) :

1.

Dispepsia Fungsional Dispepsia adalah rasa sakit atau tidak nyaman (discomfort) pada perut bagian atas (di atas umbilikus). Keluhan telah dirasakan selama paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Rasa sakit tidak berhubungan dengan pola defekasi dan bentuk tinja. Berdasarkan gejala klinis, Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu (1) Ulcer like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa sakit, (2) dysmotility like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa tidak nyaman, dan (3) Unspecified (non specific) dyspepsia, bila keluhan yang disampaikan pasien tidak memenuhi kriteria ulcer atau dysmotility dyspepsia. Rasa tidak nyaman dapat berupa rasa penuh, cepat kenyang,

Universitas Sumatera Utara

sering sendawa, mual, retching, atau muntah. Semua keluhan di atas mencerminkan gangguan pada saluran cerna atas.

2.

Sindrom Usus Iritabel Sakit perut atau rasa tidak nyaman yang berhubungan dengan perubahan pola defekasi dan bentuk tinja. Anak telah cukup matang untuk menjelaskan rasa sakit yang dialami selama paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Keluhan akan hilang setelah defekasi. Kemungkinan adanya kelainan organik perlu dipikirkan bila ditemukan rasa sakit pada malam hari, diare, perdarahan per rektum, demam atau penurunan berat badan dan riwayat sindrom usus iritabel dalam keluarga.

3.

Nyeri perut fungsional Sakit dirasakan di daerah periumbilikus berlangsung secara terus menerus pada anak usia sekolah atau remaja, tidak berhubungan dengan keadaan fisiologis seperti makan, defekasi, atau menstruasi, beberapa kasus mengganggu aktivitas sehari-hari. Episode berlangsung kurang dari 1 jam, bahkan kadangkala hanya berlangsung beberapa menit. Rasa sakit umumnya tidak sampai membangunkan anak pada saat tidur, tetapi sakit yang dirasakan pada malam hari seringkali menyebabkan anak tidak dapat tidur. Anak umumnya mempunyai masalah emosi, sifat perfeksionis, kesulitan belajar, dan orangtua mempunyai harapan yang terlalu besar kepada anak. Anak sering pula mengeluh sakit kepala, mual (tanpa muntah), dan letih. Faktor psikologis berupa kecemasan atau depresi, gejala somatisasi, serta fobia sekolah perlu dipikirkan.

4.

Migren perut Sakit perut timbul secara paroksismal pada daerah garis tengah perut, non-kolik, berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari

Universitas Sumatera Utara

dan diselingi periode tidak sakit selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Keluhan lain (minimal 2 keluhan) seperti sakit kepala, takut terhadap cahaya, riwayat migren di dalam keluarga, sakit kepala pada satu sisi, dan aura sebagai prodomal serangan sakit (visual, sensorik, atau motorik) juga ditemukan pada anak dengan migren perut. Keluhan telah berlangsung dalam kurun waktu 12 bulan dengan minimal 3 kali serangan.

5.

Erofagia Udara yang tertelan dapat menyebabkan distensi perut secara berlebihan sehingga mengganggu masukan minum/makan anak. Keluhan berlangsung selama minimal 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisis terlihat distensi perut akibat adanya udara di dalam lumen usus, sendawa berulang kali, dan sering flatus. Erofagia seringkali tidak terlalu diperhatikan oleh orangtua. Erofagia perlu dipikirkan apabila pada saat pemeriksaan fisis ditemukan suara menelan berulang kali yang disertai keluhan tersebut di atas. Keluhan dan gejala klinis akan hilang pada saat tidur. Kecemasan yang dialami oleh seorang anak dapat menyebabkan perilaku menelan secara berlebihan (Markum, 1999).

2.1.9 Penatalaksanaan Pertama kali yang harus diperhatikan dalam menghadapi nyeri perut pada anak adalah memilah apakah kelainan fungsional (kelainan organik) atau psikogenik (psikosomatik) yang mendasari keluhan tersebut. Pemeriksaan penunjang tidak menjadi urutan pertama pada nyeri perut tanpa gejala-gejala yang pasti. Meskipun belum disepakati oleh semua negara tetapi sebagian besar sudah menyetujui penggunaan Kriteria Rome untuk diagnosis nyeri perut fungsional. Tata laksana dimulai dengan melakukan wawancara dengan anak dan orangtuanya secara bersama-sama. Interaksi orang tua dan anak selama

Universitas Sumatera Utara

wawancara merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Penggunaan buku harian oleh orangtua dan anak untuk mencatat jenis makanan, derajat nyeri (skor), pola defekasi dan keluhan spesifik lainnya. Dengan pemantauan tersebut diharapkan mereka akan lebih memberikan perhatian terhadap keluhan yang dirasakan. Anak diajak ikut serta mengevaluasi penyakitnya dengan menuliskan apa yang dirasakan. Beberapa data perlu diketahui seperti prestasi belajar, stress emosi di keluarga maupun di sekolah, aktivitas sosial, dan perkembangan aktivitas dalam beberapa bulan terakhir (Boediarso, 2010). Seringkali sulit untuk memilah melakukan pendekatan psikogenik atau organik, maka sesuai dengan data epidemiologi kejadian nyeri perut pada anak, umur 4 tahun dipakai sebagai batas umur untuk memilah melakukan pendekatan diagnostik, dimana anak di bawah 4 tahun lebih dihubungkan dengan kelainan organik, pemeriksaan penunjang tetap dilakukan walaupun sebagian besar kasus nyeri perut pada anak tidak memperlihatkan kelainan organik. Pada keadaan tersebut, alarm symptoms atau signal sign dapat digunakan sebagai dasar pendekatan tata laksana (Kartono, 2000). Beberapa kelainan nyeri perut non-organik memerlukan medikamentosa sebagai terapi suportif, walaupun sejauh ini penelitian kontrol mengenai terapi dispepsia fungsional pada anak masih terbatas. Obat dan makanan yang dianggap dapat menimbulkan keluhan sebaiknya dihentikan. Agonis reseptor H2, Pompa Proton Inhibitor banyak diberikan pada dyspepsia, prokinetik dapat diberikan pada dispepsia tipe dismotilitas. Faktor psikologis sebagai pencetus keluhan perlu diketahui. Apabila faktor stres psikologis sangat menonjol, maka diperlukan kerjasama antara dokter dan keluarga dalam menyusun strategi mengurangi faktor stres tersebut. Penjelasan kepada anak dan orangtua tentang penyakitnya sangat diperlukan, meskipun keluhan yang dirasakan sangat mengganggu, anak perlu tahu bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang serius. Pencatatan harian tentang keluhan yang diderita sangat membantu dalam proses penyembuhan.

Universitas Sumatera Utara

Obat-obat anti-depresi seperti imipramin atau amitriptilin digunakan pada orang dewasa, sedangkan pada anak belum ada laporan studi kontrol. Siproheptadine efektif pada beberapa kasus dengan sakit kepala migren dan muntah. Pada kasus dengan konstipasi sangat dianjurkan pemberian diet tinggi serat (diet yang direkomendasikan : umur dalam tahun + 5 gr), dan penggunaan minuman yang mengandung bikarbonat harus dihentikan (Wiryati, 2007). Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Pada sakit berulang fungsional pengobatan ditujukan kepada penderita dan keluarga bukan hanya mengobati gejala. Tujuan pengobatan ialah memberikan rasa aman serta edukasi kepada penderita dan keluarga sehingga kehidupan keluarga menjadi normal kembali dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari dengan baik (Boediarso, 2010). Penting untuk menentukan apakah nyeri perut membutuhkan suatu tindakan bedah atau tidak, perlu dipikirkan pada keadaan sakit mendadak, kolik, tempatnya tertentu, jauh dari umbilikus, bertambah nyeri dengan aktivitas, muntah yang berwarna hijau atau feses. Pada keadaan ini maka anak harus dirawat di rumah sakit (Ulshen, 2000). Untuk nyeri psikogenik kadang-kadang diperlukan pula konsultasi ke psikolog dan atau psikiater anak. Pemberian obat seperti antispasmodik, antikolinergik, antikonvulsan dan anti-depresan tidak bermanfaat (Ulshen, 2000).

2.1.10 Prognosis Banyak faktor yang mempengaruhi sakit perut pada anak (Ulshen, 2000): 1) Anak dari keluarga yang banyak menderita sakit perut cenderung mengalami sakit perut berulang dibanding keluarga yang normal. 2) Anak perempuan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari sakit perutnya daripada anak laki-laki tetapi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berkembang menjadi gejala lain. 3) Lebih muda anak yang menderita sakit perut (sebelum usia 6 bulan) mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh sempurna.

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Pengetahuan

2.2.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera pengihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan pokok yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2. Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan dapat dibagi atas enam bagian, yaitu : (1) tahu (know) ; sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk dalam pengetahuan tingkat ini ialah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan yang diterima , (2) memahami (comprehension) ; sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui sehingga dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar , (3) aplikasi (application) ; sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya , (4) analisa (analysis) ; suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek dalam komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain , (5) sintesis (synthesis) ; menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kesembuhan baru , (6) evaluasi (evaluation) ; berkaitan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

You might also like