Professional Documents
Culture Documents
OCTAVIANI
b) Perilaku Aparat
c) Pengadilan Massa
Kebebasan pers yang dijamin oleh UU No. 40 tahun 1999 ternyata digunakan secara tidak bertanggungjawab oleh sebagian media massa. Kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk mengumabar sensasi. Kerja jurnalistik pun terkesan asal-asalan. Informasi yang sebenarnya lebih merupakan isu, rumor, dugaan, penghinaan bahkan hujatan dimuat begitu saja. Akibatnya, sejumlah individu ataupun kelompok masyarakat merasa dirugikan oleh pemberitaan tersebut. Mereka pun lantas menghukum pers sesuai dengan cara mereka sendiri, yakni dengan cara-cara kekerasan, misalnya dengan mendatangi kantor media semabari melakukan ancaman dan teror, melakukan penculikan atau penganiayaan terhadap wartawan dan pengelolaan media.
Dalam praktik ternyata tidak hanya faktor-faktor di luar pers yang potensial mengendalikan kebebasan pers, seperti perundang-undangan, tindakan aparat, ataupun peradilan massa. Pengendalian kebebasan pers ternyata bisa pula bersumber dari perusahaan pers itu sendiri. Hal itu bisa terjadi, karena pers pada dasarnya telah tumbuh menjadi industri yang mampu mendatangkan keuntungan sangat besar. Akibatnya, bisa terjadi peningkatan tiras dan perolehan iklan menjadi tujuan utama dari pemilik perusahaan pers. Sebab, mereka telah berinvestasi untuk menghidupkan perusahaan pers tersebut. Mereka tentu berharap bisa memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. Maka, bisa diduga perolehan laba menjadi lebih
diutamakan daripada penyajian berita yang berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik.
Dampak penyalahgunaan pers adalah tidak berjalannya fungsi dan peranan pers secara maksimal.
Insan pers (wartawan) tidak bekerja berdasarkan Kode Etik Jurnalistik, karena: 1) kurang menyadari pentingnya Kode Etik Jurnalistik