You are on page 1of 60

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang


Perdarahan postpartum merupakan salah satu masalah penting karena berhubungan dengan kesehatan ibu yang dapat menyebabkan kematian. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dari tahun ke tahun dengan adanya pemeriksaan dan perawatan kehamilan, persalinan di rumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah, namun perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian ibu. Kematian ibu hamil dapat diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai obstetrik langsung dan tidak langsung. Menurut

laporan WHO (2008) bahwa kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak langsung 20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%, penyulit persalinan 8% dan penyebab lain 7%. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 % sampai hampir 60 %. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat

(anemia

berat)

dan

akan

mengalami

masalah

kesehatan

yang

berkepanjangan (Profil Kesehatan Indonesia, 2007). Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Di US tahun 1995 sampai 2004, prevalensi perdarahan postpartum meningkat 28%. Perdarahan postpartum meningkatkan kemungkinan kematian di rumah sakit dan menyebabkan 19% dari kematian ibu di rumah sakit (Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School, 2010). Tahun 2005 jumlah kematian ibu karena perdarahan postpartum di rumah sakit di Indonesia sebanyak 71 kasus dari 8212 kasus perdarahan postpartum (CFR 0,86%) dan tahun 2006 sebanyak 43 kasus dari 7376 kasus perdarahan postpartum (CFR 0,6%) ( Depkes RI, 2007). Pada tahun 2004 angka kematian ibu di Sul-Sel mencapai 110/100.000 kelahiran hidup. Penyebab AKI yaitu perdarahan 60 orang atau sebesar 64,11%. Tahun 2008 meningkat berkisar (119/100.000) ibu meninggal disebabkan oleh perdarahan 73 orang atau sebesar 61,3%. Pada tahun 2009 turun menjadi 59 kasus dan pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 63 kasus perdarahan postpartum (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, 2010). Berdasarkan data di rekam medik RSSIB Pertiwi tahun 2010 jumlah kasus perdarahan postpartum sebanyak 31 kasus, dan pada tahun 2011 sebanyak 26 kasus. Meskipun data menunjukkan terjadi penurunan,

namun perdarahan postpartum tetap menjadi penyebab utama kematian ibu. Perdarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi. Anemia merupakan salah satu faktor risiko yang dapat memperburuk keadaan ibu apabila disertai perdarahan saat kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil lebih besar dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-79%. Anemia

dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2006). Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah. Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti: 1) Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak (Manuaba, dalam Wuryanti Ayu, 2010).

Anemia dapat berperan sebagai faktor pokok yang menyebabkan seorang wanita memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami perdarahan. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menderita anemia selama kehamilan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap perdarahan postpartum. Ibu dengan anemia selama hamil mempunyai risiko 4,27 kali untuk mengalami perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami anemia (Suryani,2008). Selain itu penelitian di

RSUD Wonogiri juga menunjukkan bahwa ibu yang anemia selama hamil, 45,5% mengalami perdarahan postpartum (Wiryanti, 2010) Selama kehamilan, anemia berat (Hb <7 g/dL) dapat menyebabkan perubahan sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung. Selama persalinan, wanita dengan anemia berat kurang mampu menoleransi kehilangan darah, meskipun hanya dalam jumlah moderat, sehingga memiliki risiko lebih tinggi untuk menerima transfusi darah selama persalinan. Anemia selama persalinan juga menyebabkan lemahnya kontraksi uterus, tenaga mengejan lemah, dan tubuh tidak mentoleransi terjadinya kehilangan darah seperti wanita yang sehat. Kehilangan darah hingga satu liter selama persalinan tidak akan membunuh seorang wanita yang sehat, tetapi pada wanita yang jelas anemia kehilangan sekitar 150 ml saja dapat berakibat fatal. Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri. Pada

anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi jumlah kadar haemoglobin dalam darah yg menyebabkan jumlah oksigen yang diikat juga sedikit. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang

menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri dan retensio plasenta yang mengakibatkan perdarahan banyak. (Prawirohardjo, dalam Wiryanti 2010). Banyak faktor yang mempunyai arti penting baik sendiri maupun secara gabungan dalam menimbulkan perdarahan postpartum. Faktor lain yang juga diduga memengaruhi perdarahan postpartum yaitu umur ibu, bayi besar, jarak antar kelahiran, paritas, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan partus lama.

B. Rumusan Masalah

Perdarahan merupakan faktor utama kematian ibu, dimana 25% kematian ibu di dunia disebabkan karena perdarahan (WHO, 2008) Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan postpartum. Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil lebih besar dari 50%. Berbagai latar belakang penyebab dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Berbedakah kejadian perdarahan postpartum antara ibu anemia dan tidak anemia ? 2. Berbedakah derajat anemia pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum dan tidak mengalami perdarahan post partum ? 3. Bagaimana pengaruh derajat anemia terhadap volume darah yang hilang?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui pengaruh anemia terhadap kejadian perdarahan postpartum. 2. Tujuan Khusus : a. Membandingkan kejadian perdarahan postpartum pada ibu yang anemia dan ibu yang tidak anemia. b. Membandingkan derajat anemia pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum dan ibu yang tidak mengalami perdarahan postpartum. c. Untuk mengetahui pengaruh derajat anemia terhadap volume darah yang hilang.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi atau masukan bagi pihak rumah sakit untuk perencanaan pelayanan kesehatan yang baik bagi ibu hamil dan bersalin, khususnya dalam upaya pencegahan perdarahan postpartum yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu melahirkan. 2. Dengan mengetahui faktor-faktor yang berperan pada perdarahan postpartum khususnya anemia maka upaya deteksi dini dari faktor risiko tersebut melalui pelayanan antenatal dapat lebih terarah, terpadu dan tepat guna. 3. Bagi peneliti sendiri memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman penelitian. Sehingga hasil ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Mengenai Perdarahan Post Partum 1. Pengertian Perdarahan Post Partum Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal (Nugroho, 2010). Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius (Statewide Maternity and Neonatal Clinical, 2009). Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan pervaginam

yang melebihi 500 ml setelah bersalin (Saifuddin, 2006). Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir)

(Wiknjosastro, 2000). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu

serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2006). Umumnya pada persalinan yang berlangsung normal, setelah janin lahir, uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral menurut Schultze), atau pinggir plasenta ( marginal menurut Mathews-Duncan ), atauserempak dari tengah dan dari pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini ditemukan oleh Ahlfeld ) tanpa adanya

perdarahan pervaginam. Sedangkan cara yang kedua ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam, apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml, bila lebih maka tergolong patologik (Sarwopno, 2006). Apabila sebagian plasenta lepas sementara sebagian lagi belum terlepas, maka akan terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih

10

melekat pada dinding uterus maka dapat timbul perdarahan pada masa nifas (Sarwono, 2006). 2. Klasifikasi Perdarahan Post Partum Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian (Manuaba, 2001): a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) ialah perdarahan >500 cc yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir. Penyebab utama perdarahann postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) ialah perdarahan >500 cc setelah 24 jam pasca persalinan. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta. 3. Etiologi Perdarahan post partum dapat terjadi disebabkan karena : a. Atonia Uteri Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek (Nugroho, 2010). Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus

membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul

11

karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Faktor risiko mencakup overdistensi uterus (akibat

polihidramnion, kehamilan kembar, makrosomia janin), paritas tinggi, persalinan cepat atau memanjang, infeksi, atonia uterus sebelumnya, dan pemakaian obat perelaksasi uterus (Norwitz,Errol, dkk, 2007). Dari hasil observasi peningkatan perdarahan postpartum di Australia, Canada dan Amerika Serikat disebabkan karena atonia uteri (Knight, Marian, et al, 2009. b. Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setalah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus ( Nugroho, 2010) Sebab-sebab retensio plasenta adalah : 1) Plasenta belum lepas dari dinding uterus. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

mengeluarkannya. Plasenta belum keluar dari dinding uterus karena a) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan

12

plasenta, b) plasenta melekat erat pada dinding uterus vili korialis desidua sampai miometrium-sampai bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). 2) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak, atau dapat juga diakibatkan kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkaserata) (Mochtar, 1998) c. Laserasi Jalan Lahir Perdarahan yang terjadi karena adanya robekan pada jalan lahir (perineum, vulva, vagina, portio, atau uterus). Robekan pada perineum, vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada persalinan pervaginam. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Oleh sebab itu bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan melalui polindes, sehingga peran dukun berangsurangsur berkurang. Dengan demikian komplikasirobekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan pun akan dapat berkurang (Manuaba,2001). Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus

13

yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2006). Faktor-faktor laserasi obstetric yang mempengaruhi sebab dan insiden

traktus genitalia bawah meliputi kelahiran

spontan tidak terkontrol, kelainan congenital pada bagian-bagian maternal yang lunak, kontaksi pelvis, jaringan parut yang sudah ada sebelumnya akibat infeksi, cedera atau pembedahan

(Komalasari, dalam Rahmi 2009). d. Inversio Uteri Inversi uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Inversio uteri dibagi menjadi : 1) Inversio uteri ringan yaitu keadaan dimana fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim. 2) Inversio uteri sedang yaitu keadaan fundus uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina. 3) Inversio uteri berat yaitu keadaan uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina (Mochtar, 1998). Faktor risiko mencakup atonia uterus, traksi tali pusat secara berlebihan, pengangkatan plasenta secara manual, plasenta abnormal, kelainan uterus, dan plasentasi pada fundus

(Norwitz,Errol, dkk, 2007)

14

e. Koagulopati Perdarahan yang terjadi karena terdapat kelainan pada pembekuan darah. Koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Kondisi ini dapat dipicu oleh solusio plasenta kematian janin dalam uterus, eklampsia, emboli air ketuban, dan banyak penyebab lain (Saifuddin, 2006). 4. Faktor Risiko Perdarahan Post Partum a. Anemia WHO menentukan batas anemia pada wanita hamil adalah <11 gr%. Pada Kehamilan terjadi peningkatan volume plasma sebanyak 50% sedangkan butir darah merah hanya meningkat 18% sehingga mengakibatkan penurunan hemotokrit 6% yang seimbang dengan 2 gr% Hb. Perubahan ini terjadi pada trimester kedua dan ketiga dari suatu kehamilan (Hughes, dalam Suryani, 2008). Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya jumlah haemoglobin menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman oksigen ke organ-organ vital (Anderson, dalam Wuryanti 2010). Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin akan ibu. dapat Seorang ibu dengan diri kadar

hemoglobin

normal

menyesuaikan

terhadap

kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia

15

(Saifuddin, 2006). Berdasarkan laporan Lumaan Sheikh, et.al (2008) bahwa rata-rata jumlah kehilangan darah di rumah sakit Pakistan berkisar 1500 9000 ml dari 0,64% kasus perdarahan postpartum. Anemia pada kehamilan dapat menimbulkan gangguan his (inersio uteri), kekuatan mengejan sehingga ibu menjadi lemah dan dapat memperlambat persalinan (partus lama). Selain itu anemia pada kehamilan juga dapat mengakibatkan atonia uteri dan menyebabkan perdarahan post partum (Mochtar, 1998). Anemia dapat menyebabkan perdarahan postpartum

dikarenakan pada kondisi ibu dengan anemia dapat menyebabkan kala III berlangsung lama/ memanjang sehingga terjadi atonia uteri sebagai salah satu penyebab perdarahan post partum primer. Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti: 1) Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang

dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga dapat memberikan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan (Manuaba, 2001). Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia

16

uteri. Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi jumlah kadar haemoglobin dalam darah yg

menyebabkan jumlah oksigen yang diikat

juga sedikit. Jumlah

oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak (Prawirohardjo, dalam Wuryanti, A, 2010). Suryani (2008) menemukan bahwa ibu yang memiliki Hb < 11 gr% berisiko 1,78 kali lebih besar mengalami perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang memiliki Hb> 11 gr%. b. Umur Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya

komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kramer, M.S. et al. (2011) menemukan bahwa perdarahan post partum memiliki asosiasi yang kuat dengan usia ibu dimana pada ibu dengan usia < 20 tahun

17

memiliki risiko 4,7 kali dan ibu dengan usia 35 tahun memiliki risiko 2,9 kali mengalami perdarahan post partum di bandingkan ibu yang berusia 20 35 tahun.

c. Paritas Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami ibu sebelum kehamilan atau persalinan saat ini. Paritas dikategorikan menjadi 4 kelompok ( Mochtar,R, 1998) : 1) Nulipara adalah ibu dengan paritas 0 2) Primipara adalah ibu dengan paritas 1 3) Multipara adalah ibu dengan paritas 2-5 4) Grand Multipara adalah ibu dengan paritas > 5 Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. (Manuaba, dalam Suryani 2008 ).

18

Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan postpartum karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi perubahan serabut otot pada uterus yang dapat menurunkan kemampuan uterus untuk berkontraksi sehingga sulit untuk

melakukan penekanan pembuluh-pembuluh darah yang membuka setelah lepasnya plasenta. Risiko terjadinya akan meningkat setelah persalinan ketiga atau lebih yang mengakibatkan terjadinya

perdarahan post partum (Saifuddin, 2002). Berdasarkan penelitian Suryani (2008) di RSU Dr. Pirngadi menemukan bahwa resiko untuk mengalami PPP pada ibu yang mempunyai paritas <1 dan >4 adalah 3,57 kali lebih besar dibandingkan yang mempunyai anak 1-3 d. Jarak Kelahiran Jarak kelahiran ialah jarak waktu periode antara dua kelahiran hidup yang berurutan dari seorang wanita. Kehamilan dan persalinan menuntut banyak energi dan kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil lagi, tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan berbagai masalah bahkan juga bahaya kematian menghadang. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus

19

menjadi kurang baik sehingga dapat mengakibatkan terlepasnya sebagian plasenta, robekan pada sinus maternalis. Selama

kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran

dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Berdasarkan penelitian Yuniarty (2004), menemukan bahwa ibu yang memiliki jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2,82 kali mengalami perdarahan pasca persalinan. e. Bayi Besar (Makrosomia) Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan

perdarahan postpartum lebih besar (Pingkan, 2011). Menurut buku Safe Motherhood (2001), uterus ibu nifas pada persalinan dengan bayi besar akan membesar melebihi kehamilan biasa yang sehingga uterus terlalu meregang yang mengakibatkan perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidak mampuan

20

uterus berkontraksi dengan baik, kontraksi ini sangat diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Bila kontraksi lemah maka perdarahan post partum akan melebihi 500 ml bila tidak segera diatasi bisa terjadi shok dan akan terjadi kematian. Berdasarkan penelitian Michael S. Kramer, Mourad Dahhou, et.al (2007) menyatakan bahwa berat lahir bayi 4000 - 4499 gr OR 1,6 kali, sedangkan berat lahir 4500 OR 2,6 dibandingkan berat lahir bayi 2500-3999 gr. f. Partus lama Secara umum. bila proses persalinan lebih dari 24 jam ibu hamil harus mencari pertolongan secara medis. Biasanya proses mengalami PPH

persalinan lebih lama pada primigravida dibandingkan dengan persalinan yang berikutnya (Population report, dalam Abdullah 2003). Partus lama terbanyak disebabkan oleh kontraksi uterus

yang tidak adekuat,selain faktor kontraksi juga dapat disebabkan oleh faktor janin dan faktor panggul ibu. Jenis kelainan kontraksi adalah Inersia uteri dimana kontraksi rahim lebih singkat dan jarang sehingga tidak menghasilkan penipisan dan pembukaan

serviks,serta penurunan bagian terendah janin,selain inertia uteri kelainan kontraksi yang lain adalah incoordinate uterine action yaitu tonus otot uterus meningkat diluar kontraksi, tidak ada koordinasi antara kontraksi bagian atas,tengah dan bawah menyebabkan kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Tonus otot

21

yang terus naik menyebabkan rasa nyeri yang lebih, bila ketuban sudah lama pecah menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan cavum uteri disebut dengan lingkaran kontraksi yang biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah uterus. (Badriyah, 2011) Menurut buku Safe Motherhood (2001), persalinan lama dapat menyebabkan kelelahan uterus dimana tonus otot rahim pada saat setelah plasenta lahir uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik sehingga terjadi perdarahan pada post partum primer. Berdasarkan penelitian Shunji Suzuki dan Fumi Kikuchi tahun 2007 bahwa Persalinan dengan durasi kerja > 24 jam risiko 2,55 kali mengalami perdarahan post partum dari durasi kerja < 24 jam. g. Kehamilan Ganda Menurut buku safe motherhood (2001), dijelaskan bahwa kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus berkontraksi dengan baik. Faktor resiko ini dapat dikenali saat antenatal dan dapat dirujuk pada waktu yang tepat. Berdasarkan penelitian Sosa, C.G, et al. ( 2010) menemukan bahwa kehamilan ganda memiliki risiko 4,67 kali mengalami perdarahan post partum dibandingkan kehamilan tunggal. h. Riwayat Persalinan

22

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum. Berdasarkan penelitian Suryani (2008) menemukan bahwa risiko untuk mengalami PPP pada ibu yang mempunyai riwayat persalinan dengan tindakan adalah 5,16 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yg mempunyai riwayat persalinan secara spontan. Selain itu, menurut Rahmi (2009) di RSU Dr. Pirngadi menemukan bahwa proporsi tertinggi dari seluruh penderita PPP yang mempunyai riwayat obstetrik jelek adalah abortus 77,3%. Riwayat kehamilan yang buruk (pernah keguguran, melahirkan bayi premature,dll) merupakan risiko tinggi terjadinya perdarahan. i. Pelayanan Antenatal Ante Natal Care (Pelayanan Antenatal) adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin

23

semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo. S, 2001). Pada pemeriksaan antenatal, pelayanan standar minimal yang didapat dan yang termasuk dalam 7 T antara lain : (1) Timbang berat badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Ukur tinggi fundus uteri, (4)

Pemberian imunisasi, (5) Pemberian tablet besi, (6) Test terhadap penyakit menular seksual, (7) Temu wicara dalam rangka pesiapan rujukan (Sarwono, dalam Suryani 2008). Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan (Depkes RI, 2007). Kunjungan ibu hamil Kl : adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Kunjungan ulang adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar selama satu periode kehamilan berlangsung. Kunjungan K4 K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat: 1) Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu). 2) Satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14-28)

24

3) Dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan setelah minggu ke 36) 4) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu. Berdasarkan penelitian Suryani (2008) menemukan bahwa resiko untuk mengalami perdarahan pasca persalinan pada ibu yang melakukan kunjungan antenatal K1 dan K4 < 4 adalah 6 kali lebih besar dibandingkan dengan kunjungan antenatal 4. 5. Penilaian Klinik Perdarahan Post Partum Penilaian klinik untuk menentukan derajat syok dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Tabel Observasi Volume kehilangan darah 500 - 1.000 mL (10-15%) 1000 1500 mL (15-25%) 1.500 - 2.000 mL (25-35%) 2000-3000 mL (35 Penurunan ringan (80 100 mm Hg) Penurunan sedang (7080 mm Hg) Penurunan tajam (50-70 mm Hg) Tekanan Darah (Sistolik) Normal Gejala dan Tanda Derajat Syok

Palpitasi, takikardia,pusing Lemah, takikardia, berkeringat Gelisah,pucat, oliguria Pingsan, hipoksia, anuria

Terkompensasi Ringan

Sedang

Berat

-50%) Sumber : Statewide Maternity and Neonatal Clinical, 2011

25

6. Pencegahan Perdarahan Post Partum a. Pencegahan Primer (Primary Prevention) Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin namun sudah di mulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat

dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II dan dua kali pada trimester III (Chalik, dalam Rahmi 2009). Adapun hal-hal yang diharus diawasi adalah : 1) Peningkatan berat badan ibu 2) Pemenuhan nutrisi 3) Fungsi organ-organ tubuh 4) Pertumbuhan dan perkembangan janin 5) Jumlah dan letak janin 6) Persiapan persalinan 7) Keadaaan jalan lahir 8) Persiapan laktasi 9) Imunisasi 10) Psikologis ibu (Jumiarni, dalam Rahmi 2009)

26

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasuskasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibuibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan

postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit (Mochtar, 1998). b. Pencegahan Sekunder Pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus dicari apa

penyebabnya. Diagnosis biasanya tidak sulit bila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi apabila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah. Beberapa postpartum: 1) Terdapat pengeluaran darah yang tidak terkontrol 2) Penurunan tekanan darah 3) Peningkatan detak jantung 4) Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit ) 5) Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum gejala yang bisa menunjukkan perdarahan

27

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, ekstremitas dingin, sampai terjadi syok. Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa

perdarahan postpartum : 1) Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri 2) Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak 3) Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : a) Sisa plasenta dan ketuban b) Robekan rahim c) Plasenta succenturiata 4) Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah. 5) Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot

Observationtest dan lain-lain (Wiknjosastro, dalam Winarti, 2002). Dalam menghadapi kasus perdarahan postpartum harus hati-hati dengan perdarahan yang mengalir dalam jumlah yang tidak banyak tetapi terjadi secara berulang. Karena setelah beberapa waktu kemudian atau sekitar setengah sampai satu jam, secara kumulatif telah banyak darah yang hilang. Penanganan umum pada perdarahan post partum: 1) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

28

2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca

persalinan) 3) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung). 4) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat 5) Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi 6) Atasi syok 7) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit. 8) Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi

kemungkinan robekan jalan lahir. 9) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah. 10) Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan 11) Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik (Prawirohardjo, 2002)

c. Pencegahan Tersier Perdarahan post partum dapat dengan cepat menjadi syok yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, selama perawatan

29

perlu terus menerus diadakan pengawasan penderita. Secara berkala diadakan pengukuran nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan agar dapat diberikan pertolongan segera sebelum terjadinya syok (Winkjosastro, H, 2005).

B. Tinjauan Mengenai Anemia Dalam Kehamilan 1. Pengertian Anemia Dalam Kehamilan Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar kurang dari 10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002; 281). Batasan anemia pada ibu hamil menurut WHO dan SE Menkes Nomor: 763 a/Menkes/XI/1989, jika kadar hemoglobin < 11 g/100 ml (Kasdu, dalam Juwita 2009) Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, dalam Wuryanti 2010). Peningkatan yang tidak seimbang dimana peningkatan plasma darah lebih besar memberikan efek pengenceran darah (hydremia)

30

karena terdapat sedikit sel darah merah dalam setiap liter darah sehingga ditemukan kadar hemoglobin menjadi berkurang.

Pengenceran darah dalam hal ini merupakan hal yang fisiologis sebagai bentuk penyesuaian. Proses hemodilusi meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat. Hidremia, menyebabkan cardiac out put meningkat dan kerja jantung diperingan apabila viskositas darah menjadi rendah, resistensi perifer menurun dan tekanan darah arteri menurun serta membuat perfusi jaringan plasenta lebih mudah. Proses ini puncaknya pada usia kehamilan 32-36 mgg. Hal ini membantu dalam proses kehilangan zat besi pada saat kehilangan darah pada persalinan dan nifas (Prawirohardio, 2002: 32). Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut: a) Kurang gizi (malnutrisi) b) Kurang zat besi dalam diit c) Malabsorpsi d) Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lainlain e) Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria 2. Tanda dan Gejala Klinis Secara klinik dapat dilihat ibu lemah, pucat, mudah pingsan, mata kunang-kunang, sementara pada tekanan darah masih dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi. Untuk menegakkan diagnosa

31

dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan kadar Hb (Saifuddin, 2002). Diagnosa anemia pada ibu hamil dapat ditegakkan melalui berbagai pemeriksaan. Namun pemeriksaan yang paling sederhana untuk menegakkan diagnosa anemia pada ibu hamil yaitu melalui pemeriksaan Hb dengan hasil Hb < 11gr % 3. Etiologi Menurut Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah : a. Kurang Gizi (Mal Nutrisi) Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia. b. Kurang Zat Besi Dalam Diet Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita anemia karena diet. c. Mal Absorbsi Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup. d. Kehilangan banyak darah : persalinan yang lalu, dan lain-lain Semakin sering seorang anemia mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap

32

kehamian akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. 4. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Wiknjosastro (2002), adalah sebagai berikut: a. Anemia Defisiensi Besi Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi. 1) Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat, feroglukonat atau Natrium ferobisitrat. Pemberian

preparat besi 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% tiap bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002). 2) Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan Zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan

33

mual

muntah

pada

hamil

muda.

Pada

pemeriksaan

dan

pengawasan Hb dapat dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb, dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Hb 11 gr% 2. Hb 9-10 gr% 3. Hb 7 8 gr% 4. Hb < 7 gr% : Tidak anemia : Anemia ringan : Anemia sedang : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untukmeningkatkan massa haemoglobin maternal, kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 810 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 2025 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001). b. Anemia Megaloblastik Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folat, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.

34

c. Anemia Hipoplastik Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostic diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosit. d. Anemia Hemolitik Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau

pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil; apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah,

kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik dan beratnya anemia. Obat-obat penambah darah tidak member hasil. Tranfusi darah, kadang dilakukan berulang untuk mengurangi penderitaan ibu dan menghindari bahaya hipoksia janin. 5. Pengaruh Anemia Terhadap Perdarahan Postpartum Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya jumlah haemoglobin menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dalam

35

darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman oksigen ke organ-organ vital (Anderson, dalam Wuryanti 2010). Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok (Saifuddin, 2002). Anemia pada kehamilan dapat menimbulkan gangguan his (inersio uteri), kekuatan mengejan sehingga ibu menjadi lemah dan dapat memperlambat persalinan (partus lama). Selain itu anemia pada kehamilan juga dapat mengakibatkan atonia uteri dan menyebabkan perdarahan post partum (Mochtar, 1998). Anemia dapat menyebabkan perdarahan postpartum dikarenakan pada kondisi ibu dengan anemia dapat menyebabkan kala III berlangsung lama/ memanjang sehingga terjadi atonia uteri sebagai salah satu penyebab perdarahan post partum primer. Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti: 1) Gangguan dan hambatan pada

pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang

dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga dapat

36

memberikan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan (Manuaba, 2001). Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri. Hal ini disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus kurang. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak.

37

Tabel 2. Tabel Sintesis Faktor Anemia Terhadap Kejadian Perdarahan Post Partum No. 1. Penulis Tahun Supandi M, 2003 Sulchan dan Suharyanto Ringkasan hasil temuan Sumber - Ibu hamil dengan anemia Jurnal berisiko 3,8 kali mengalami perdarahan postpartum dibanding ibu yang tidak anemia. - Semakin berat derajat anemia, semakin berisiko mengalami perdarahan post partum Ada pengaruh anemia terhadap kejadian perdarahn postpartum (p=0.01) Ibu hamil dengan anemia berisiko 2,3 kali mengalami perdarahan postpartum dibanding ibu yang tidak anemia Ibu yang memiliki Hb< 11 gr% berisiko 1,78 kali lebih besar mengalami PPP dibandingkan dengan yang memiliki Hb> 11 gr% Peningkatan kehilangan darah saat dan setelah melahirkan sangat terkait dengan derajat anemia ibu pada 32 minggu kehamilan. Ada hubungan antara anemia dalam kehamilan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang anemia 8 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak anemia (OR=7,99 ; 95% CI 2,40;26,53) Jurnal

2.

Salis Nawalin 2004 Najah Maida Pardosi 2005

3.

Jurnal

4.

Suryani

2008

Jurnal

5.

Justine A. 2008 Kavle, et.al

Jurnal

6.

Ayu Wuryanti

2010

Skripsi

7.

Ismil Lubis

Khairul 2011

Tesis

38

C. Kerangka Teori

Predisposisi Perdarahan Post Partum: Upaya preventif umum: y Tingkat Gizi/keadaan umum melalui antenatal care y Persalinan Legeartis y Tingkat KB y Tingkat rujukan 1. Keadaan umum terendah y Anemia Kehamilan y Kekurangan Gizi 2. Overdistensi Hamil 3. Kelemahan Otot rahim y Grandmultipara y Jarak kehamilan pendek 4. Persalinan kurang legeartis 5. Persalinan Operatif 6. Solusio Plasenta

Perdarahan Postpartum : - Perdarahan postpartum primer melebihi 500 cc < 24 jam - Perdarahan postpartum sekunder melebihi 500 cc > 24 jam

Atonia Uteri : Kontraksi Lembek

Retensio Plasenta : Persiapan tak lahir lebih dari 1/2 jam D/D plasenta inkarserata

Trauma Persalinan : y Kontraksi rahim baik y Perdarahan baru y Evaluasi penyebabnya dari uterus

Sumber: WHO,1990

Gambar 1. Kerangka Teori Kejadian Perdarahan Post Partum

39

D. Kerangka Konsep Perdarahan postpartum merupakan ancaman tingkat kematian yang tinggi bagi kaum ibu. Oleh karena itu diperlukan upaya dan usaha menyeluruh untuk melakukan tindakan preventif, salah satunya dengan melakukaan pencegahan terhadap anemia kehamilan, yang merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan. Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya jumlah haemoglobin menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada ibu yang anemia (Saifuddin, 2006). Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Hal ini disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus kurang. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi sehingga dapat menimbulkan gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, serta

40

kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Banyak faktor yang mempunyai arti penting baik sendiri maupun secara gabungan dalam menimbulkan perdarahan postpartum. Faktor lain yang juga diduga memengaruhi perdarahan postpartum yaitu umur ibu, bayi besar, jarak antar kelahiran, paritas, riwayat persalinan sebelumnya dan partus lama

Variabel Kontrol - Partus Spontan - Bukan Primipara

Variabel Independent Anemia Kehamilan

Variabel Dependent Perdarahan Post Partum

Makrosomia (Bayi Besar) Paritas Jarak Kelahiran Partus Lama Riwayat persalinan Variabel Moderator

Gambar 2. Kerangka Konsep Pengaruh Anemia Kehamilan Terhadap Perdarahan Post Partum

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat observasional analitik dengan desain case control study, yaitu salah satu bentuk rancangan penelitian yang mengikuti proses perjalanan penyakit ke arah belakang berdasarkan waktu (retrospektif). Penelitian kasus control bersifat observasional, berarti intervensi tidak dilakukan oleh peneliti, tetapi dilakukan oleh alam atau orang yang bersangkutan dan peneliti hanya mengadakan pengamatan secara pasif terhadap proses perjalanan penyakit secara alamiah (Budiarto, Eko, 2004). Peneliti melakukan pengukuran pada variabel terikat (dependent) terlebih dahulu yaitu memilih kasus yang mengalami perdarahan postpartum dan kontrol yaitu tanpa perdarahan postpartum. Sedangkan variabel bebas (independent) yaitu anemia dalam kehamilan dteliti secara retrospektif untuk menentukan ada tidaknya pengaruh pada variabel dependent.

42

Waktu Lampau (Retrospektif)


Anemia Faktor Risiko Tidak Anemia Perdarahan Postpartum

Waktu Sekarang

Matching : - Partus Spontan - Bukan Primipara Anemia Faktor Risiko Tidak Anemia Tanpa Perdarahan Postpartum

Ibu Bersalin di RSSIB Pertiwi

Variabel Independent

Variabel Dependent

Gambar 3. Rancangan Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) Pertiwi Makassar, RSSIB ini ditetapkan sebagai rumah sakit terbaik tingkat Nasional dan menjadi salah satu pusat layanan kesehatan yang diandalkan di provinsi Sulawesi Selatan. Rumah sakit bersalin ini beralamat di jalan Jendral Sudirman Makassar, dengan

keunggulannya pelayanan yang cepat dan tepat serta melayani semua kalangan umum, jamkesmas, dan jamkesda. Meskipun berlabel Rumah

43

Sakit Bersalin namun tetap melayani pelayanan pengobatan umum seperti poliklinik dan layanan kesehatan lainnya. Selain itu berdasarkan survey awal, RSSIB Pertiwi cukup banyak menangani kasus perdarahan postpartum, meskipun mengalami penurunan dari tahun 2010-2011. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari Tahun 2012.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Adalah seluruh ibu bersalin di RSB Siti Fatimah yang tercatat dalam rekam medis. 2. Sampel Anggota populasi yang terdiri dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2011. Kasus adalah ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dengan kriteria inklusi: a. Bukan ibu yang melahirkan untuk pertama kali (bukan primipara) b. Mengalami perdarahan pervaginam bersalin c. Tercatat lengkap dalam rekam medis RSSIB Pertiwi Kontrol adalah ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan melebihi 500 ml setelah

postpartum dengan kriteria inklusi:

44

a. Bukan ibu yang melahirkan untuk pertama kali (bukan primipara) b. Melahirkan dengan persalinan normal atau partus spontan c. Tercatat lengkap dalam rekam medis rekam medis RSSIB Pertiwi tahun 2010 - 2011 3. Besar Sampel Besar sampel diambil dengan rumus studi kasus kontrol untuk pengujian hipotesis terhadap Odds Ratio (Lemeshow, 1990) :    Keterangan : n Z = Besar sampel minimum pada kasus dan kontrol = Nilai baku normal berdasarkan yang ditentukan ( = 0,10)

1,282 Z = Nilai baku normal berdasarkan yang ditentukan ( = 0,20)

0,842 P1 = Proporsi efek pada kelompok dengan faktor risiko P2 = Proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko P = (P1+P2)/2 OR = Odds Ratio yang dianggap bermakna secara klinis Penentuan besar sampel berdasarkan variabel anemia dengan OR = 8 dan P1 = 0,62 diambil dari penelitian terdahulu (Ismil Khairul Lubis, 2011), sehingga didapat P2 :    

45

 8


= 4,96 + 0,62 - 0,62

3,66 = 0,62 = 0,17

Berdasarkan perhitungan besar sampel maka besar sampel minimal dengan perbandingan 1 : 3 yang dibutuhkan adalah 37 kasus dan 111 kontrol. Dari semua ibu bersalin tahun 2010 - 2011 data yang tercatat ada 57 kasus. Jadi besar sampel yang diteliti sebanyak 57 kasus dan 171 kontrol yang diambil dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dari peneliti.

D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan

mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari status kebidanan rekam medis dan kamar bersalin RSSIB Pertiwi Makassar dari tahun 2010

46

sampai tahun 2011, kemudian dilakukan pencatatan sesuai variabel yang dibutuhkan. Setelah itu, diteliti ulang apakah data yang dibutuhkan dilakukan pencatatan dengan lengkap atau tidak, bila ternyata data yang diteliti tidak lengkap tidak diiikutkan dalam penelitian. Data yang ada pada catatan rekam medis di catat dalam kuesioner kemudian dipisahkan antara persalinan dengan perdarahan postpartum dan persalinan tanpa perdarahan postpartum.

E. Definisi Operasional 1. Variabel Dependent a. Perdarahan Postpartum 1) Definisi Operasional : Perdarahan lebih dari 500 ml setelah bayi lahir pada persalinan pervaginam baik perdarahan terjadi <24 postpartum jam primer yang

ataupun

perdarahan

perdarahan sekunder yaitu terjadi >24 jam postpartum. 2) Alat Ukur : Pispot, bengkok, underpad dan softek untuk mengukur perkiraan jumlah

perdarahan. 3) Skala : Nominal

47

4) Kategori Variabel

: - Perdarahan postpartum, bila perdarahan >500 ml pada persalinan pervaginam - Bukan Perdarahan Postpartum, bila tidak terjadi perdarahan >500 ml pada

persalinan pervaginam. b. Volume Darah : 1). Definisi Operasional : Jumlah darah yang keluar pervaginam antara lahirnya bayi, lahirnya plasenta secara lengkap sampai satu jam

sesudahnya. 2) Alat Ukur : Pispot, bengkok, underpad dan softek untuk mengukur perkiraan jumlah perdarahan. 3) Skala 4) Kategori Variabel : 500 1000 mL : Terkompensasi 1000 1500 mL : Ringan 1500 2000 mL : Sedang 2000 3000 mL : Berat : Ordinal

48

2. Variabel Independent a. Anemia Dalam Kehamilan 1) Definisi Operasional : Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin di bawah 11 gr% pada kehamilan trimester III. 2) Alat ukur : Lembar pengamatan yang memuat tentang hasil pengamatan kadar

Hemoglobin 3) Skala 4) Kategori Variabel : - Anemia : bila kadar haemoglobin <11 gr%. - Tidak Anemia : bila kadar haemoglobin <11 gr%. b. Derajat Anemia : 1)Definisi Operasional :Tingkatan anemia berdasarkan hasil : Nominal

pemeriksaan kadar Hb ibu hamil saat masuk kamar bersalin. 2) Alat Ukur 3) Skala 4) Kategori Variabel : Hb 11 gr% Hb 9-10 gr% : Tidak anemia : Anemia ringan : Hb meter sahli : Ordinal

49

Hb 7 8 gr% Hb < 7 gr%

: Anemia sedang : Anemia berat

3. Variabel Moderator a.. Bayi Besar (Makrosomia) 1) Definisi Operasional : Bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. 2) Skala 3) Kategori Variabel : Nominal : - Makrosmia : bila bayi lahir dengan berat 4000 gr - Bukan Makrosomia : bila bayi lahir dengan berat < 4000 gr. b. Paritas 1) Definisi Operasional : Paritas adalah jumlah persalinan hidup atau mati yang pernah dialami oleh ibu 2) Skala 3) Kategori Variabel : Nominal : - Risiko Tinggi bila paritas 1 atau > 3 - Risiko Rendah bila paritas 2 -3 c.. Jarak Kelahiran 1) Definisi Operasional : Waktu antara kelahiran saat ini dan kelahiran sebelumnya 2) Skala : Nominal

50

3) Kategori Variabel

: - Risiko Tinggi bila jarak < 2 tahun - Risiko Rendah bila jarak 2 tahun

d. Partus Lama 1) Definisi Operasional : Lama proses persalinan yang berlangsung > 24 jam 2) Skala 3) Kategori Variabel : Nominal : - Risiko Tinggi bila > 24 jam - Risiko Rendah bila 24 jam e. Riwayat Persalinan 1) Definisi Operasional : Riwayat Persalinan tidak normal yang dialami terdahulu status. 2) Skala 3) Kategori Variabel : Nominal : - Riwayat buruk : bila pada persalinan terdahulu diantara eklampsi mengalami abortus, dan salah satu janin, sectio penderita yang dalam persalinan pada kartu

tercatat

kematian

preeklampsi,

caesarea, janin besar,

infeksi dan

51

pernah

mengalami

perdarahan

antepartum dan postpartum. - Tidak ada riwayat buruk ; bila tidak mempunyai riwayat persalinan jelek atau normal.

F. Pengolahan Data Tahap-tahap pengolahan data dalam penelitian ini adalah: 1. Editing Kegiatan untuk mengkoreksi data yang tidak jelas agar bila terjadi kekurangan atau kesalahan data dapat dengan mudah terlihat dan segera dilakukan perbaikan. 2. Coding Kegiatan untuk memberikan kode pada check list sesuai data pada catatan medik pasien. 3. Tabulating Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai kriteria. Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang

merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.

52

G. Analisis Data Analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan menggunakan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) 18.00 for Windows. 1. Analisis Univariat Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan kejadian perdarahan postpartum berdasarkan faktor utama (anemia dlam kehamilan) dan faktor moderator (besar bayi, paritas, jarak kelahiran, dan partus lama) antara kasus dan kontrol dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi, untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabelvariabel yang diamati. Analisis univariat diharapkan dapat mengetahui karakteristik setiap variabel yang bertujuan untuk melihat kelayakan data, gambaran data yang dikumpulkan apakah dalam keadaan optimal atau tidak sehingga dapat dilakukan analisis selanjutnya. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel. Hal ini biasanya dilakukan untuk melihat apakah salah satu variabel terkait dengan variabel lain. Analisis bivariat dimaksudkan untuk melihat pengaruh faktor utama (anemia dalam kehamilan) dan faktor moderator (besar bayi, paritas, jarak kelahiran, partus lama dan riwayat persalinan) terhadap perdarahan postpartum menggunakan uji Chi

53

Square untuk hipotesis satu sisi dan mengetahui besar risiko (Odds Ratio) paparan terhadap kasus dengan menggunakan tabel 2x2. Kasus Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-) Jumlah A Kontrol B Jumlah A+B

C A+C

D B+D

C+D A+B+C+D

Sumber : Sastroasmoro dan Sofyan 2010 Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus  Pada tingkat kepercayaan 95% (CI) = Dimana F = 1,96      , bila nilai CI tidak

mencakup nilai 1 maka uji statistik signifikan. Interpretasi nilai odds ratio : a. Bila OR > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (kausatif). b. Bila OR = 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko. c. Bila OR < 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor protektif. 3. Analisis Multivariat Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda yaitu Jika variabel dependen me mpunyai skala pengukuran nominal ya ng terdiri dari dua kategori, sedangkan variabel

54

independen semuanya

mempunyai skala pengukuran nominal,

ordinal, interval maupun rasio. Analisis ini untuk mendapatkan model faktor risiko yang paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang dapat menggambarkan pengaruh anemia dalam kehamilan setelah dikontrol variabel besar bayi, paritas, jarak kelahiran, partus lama, dan riwayat persalinan terhadap perdarahan postpartum. Pemodelan multivariat menggunakan model faktor risiko karena satu variabel independen telah diyakini mempunyai hubungan dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel moderator. Dimulai dengan memasukkan semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat dengan menggunakan metode backward. Jika ada kovariat yang menurut substansi keilmuan harus masuk ke dalam model multivariat, kovariat tersebut tetap dimasukkan ke dalam model multivariat walaupun nilai p>0,25. Variabel yang masuk ke dalam model harus mempunyai pWald<0,05, bila tidak variabel tersebut dikeluarkan dari model dimulai dari p-Wald yang terbesar dengan memperhatikan logika substansi sampai didapatkan model akhir yang paling sederhana (semua variabel mempunyai nilai p-Wald<0,05). Setelah memperoleh model yang fit dan mempunyai p-Wald yang signifikan, selanjutnya memeriksa kemungkinan adanya interaksi ke dalam model. Penilaian ada tidaknya variabel interaksi dimulai dengan menciptakan perkalian multiplikatif variabel-variabel yang

55

mungkin berinteraksi. Kemudian menilai

kemaknaannya dengan

melihat nilai p-Wald, bila variabel interaksi mempunyai nilai p-Wald yang bermakna maka variabel interaksi penting untuk dimasukkan ke dalam model. Model yang digunakan untuk interpretasi adalah : Log (p / 1 p) = + 1X1 + 2X2 + . + iXi

Untuk probabilitas kejadian suatu penyakit dapat ditulis sebagai berikut (Murti, 1997):  dimana :

p = probabilitas kejadian suatu penyakit = konstanta i = koefisien regresi Xi = variabel independen e = bilangan natural (2,71828)

56

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S.M. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di Kota Palu. Jurnal SAINS Kesehatan 16(3), September 2003. Abdat, A.U. 2010. Hubungan Antara Paritas Ibu dengan Kejadian Plasenta Previa di Rs Dr. Moewardi. Skripsi. Surakarta ; Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Ajenifuja KO, adepiti CA, Ogunniyi. 2010. Post partum haemorrhage in a teaching hospital in Nigeria: a 5-year experience. African Health Sciences Vol 10 No 1 March 2010.

Anonim. 2009. Prevention And Management Of Postpartum Haemorrhage. Green-top Guideline No. 52, May 2009

Badriyah, Sulastri dan Sutio Rahardjo. 2011. Pengaruh Faktor Resiko Terhadap Perdarahan Ibu Post Partum Di RS Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume II Nomor 1, Januari 2011.

Bateman, B.T, et al. 2010. The Epidemiology of Postpartum Hemorrhage in a Large, Nationwide Sample of Deliveries. (online), Volume 110 Number 5, (www.anesthesia-analgesia.org, diakses 28 Desember 2011).

Christopher, Keith,L.G, lalonde, A.B, and Karoshi M. 2006. Postpartum Hemorrhage (A Comprehensive Guide to Evaluation, Management and Surgical Intervention. Canada : Society of Obstetricians and Gynecologists of Canada. . Fauziah, Afroh. 2009. Hubungan Antara Keteraturan Antenatal Care dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta : D IV Kebidanan Fak.Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

57

Junio, R.E.. 2010. Antepartum and Postpartum Hemorrhage. UERMMMCI College of Medicine.

Kavle, J.A, Stoltzfus, R.J.,and Tielsch, J.M. 2008. Association between Anaemia during Pregnancy and Blood Loss at and after Delivery among Women with Vaginal Births in Pemba Island, Zanzibar, Tanzania. journal Health Popul Nutr 2008 Jun;26(2):232-240.

Knight, Marian, et al. 2009. Trends in Postpartum Hemorrhage in High Resource Countries: a review and recommendations from the International Postpartum Hemorrhage Collaborative Group. BMC Pregnancy and Childbirth 2009, 9:55 Kramer, M.S. et al. 2011. Risk Factors for Postpartum Hemorrhage: Can We Explain the Recent Temporal Increase?. Journal Obstet Gynaecol Can 2011;33(8):810819.

Kusumah, U.W. 2009. Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester II-III dan Faktor faktor yang mempengaruhi di RSUP H.Adam Malik Medan. Tesis. Medan : Program Magister Kedokteran Klinik Obstetri dan Ginekologi Universitas Sumatera Utara.

Louis, K. Mahantesh, K. dan Christoper, B.L. 2008. Postpartum Hemorrhage :Prevention n Treatment. J Obstet Gynecol India Vol. 58, No. 5 : September/October 2008 pg 392-398.

Lubis, I.K. 2011. Pengaruh Paritas Terhadap Perdarahan Postpartum Primer Di RSUD Dr. Pirngadi Medan 2007 2010. Tesis. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat- USU.

Massachusetts General Hospital, and Harvard Medical School. 2010. Postpartum hemorrhage increases 28% between 1995 and 2004. (on line) Anesthesia & Analgesia, academic journal, (http://www.newsmedical.net/news/20100507/Postpartum-hemorrhage-increases, diakses 20 Desember 2011.

58

Maughan , K.L., Heim, S.W. and Galazka S.S. 2006. Preventing Postpartum Hemorrhage: Managing the Third Stage of Labor. Journal of Am Fam Physician. 2006 Mar 15;73(6):1025-1028. Miswarti. 2007. Hubungan Kejadian Pendarahan Post Partum Dini dengan Paritas di RSUD Dr. M. Djamil Padang Tahun 2005. jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1).

Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi ed.2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Morey. Sharon Scott. ACOG Releases A Report on Risk Factors, Causes and Management of Postpartum Hemorrhage. Am Fam Physician. 1998 Sep 15;58(4):1002-1004.

Mousa HA, Alfirevic Z. 2007. Treatment for primary postpartum haemorrhage (Review). The Cochrane Collaboration and Published in The Cochrane Library 2007, Issue 4

Naz, Talat and Lubna Hassan. 2010. Primary Postpartum Hemorrhage : Profile at A Tertiary Care Hospital. J. Med. Sci. (Peshawar, Print) January 2010, Vol. 18, No.1: 49-53.

Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta : Nulia Medika

Owalabi A,T. et al. 2008. Risk Factors for Retained Placenta in Southwestern Nigeria. Singapore Med Journal 2008; 49(7) : 532

Pardosi, Maida. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Pasca-Persalinan dan Upaya Penurunannya di wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan. Jurnal Ilmiah PALMED Vol. 1 No. 1 Juli 2006

Rahmi. 2008. Karakteristik Penderita Perdarahan Postpartum Yang Datang ke RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2004-2008. Tesis. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat-USU.

59

Ramanathan, G. and Arulkumaran, S. 2006. Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Can 2006;28(11):967973

Rueangchainikhom, w., Srisuwan, S. and Sarapak, S. 2009. Risk Factors for Primary Postpartum Hemorrhage in Bhumibol Adulyadej Hospital. Journal Med Assoc Thai Vol. 92 No. 12 2009

Rosaningtyas, W.F. 2009. Hubungan Antara Paritas dengan Plasenta Previa di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sari, J. Deviati . 2009. Anemia Dalam Kehamilan. (http://deviatijuwita.blogspot.com/2009/08anemia-dalamkehamilan.html, diakses 25 Desember 2011). (online)

Sherzaman, B. Badar, S. Sher-uz-zaman. 2010. Risk factors for Primary Postpartum Hemorrhage. Professional Med J Sep 2007; 14(3): 378381.

Sosa, C.G, Althabe, F. Belizan, J.M. and Buekens,P. 2009. Risk Factors for Postpartum Hemorrhage in Vaginal Deliveries in a Latin-American Population. Obstet Gynecol. 2009 June; 113(6): 13131319.

Saifuddin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Schuurmans, et al. 2008. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage. SOGC Clinical Practice Guidelines. No. 88, April 2008. Sheikh, L. et al. 2011. Evaluation of Compliance and Outcomes of a Management Protocol for Massive Postpartum Hemorrhage at a Tertiary Care Hospital in Pakistan. BMC Pregnancy and Childbirth 2011, 11:28

60

Siswosudarmo, H.R, 2008. Perdarahan Postpartum dan Penanganannya. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UGM

Subramoney, S dan Gupta P.C. 2008. Anaemia in Pregnancy. Indian Journal Med Res 128, December 2008, 780-721.

Suryani. 2008. Hubungan Karakteristik Ibu Bersalin dan Antenatal Care dengan Perdarahan Pasca Persalinan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Tahun 2007. Tesis. Medan : Pasca Sarjana Universitas Sumatera Selatan.

Suzuki, S, et.al. 2007. Risk Factors for Postpartum hemorrhage after Vaginal Delivery of Twins. J Nippon Med Sch 2007; 74(6) Wuryanti, Ayu. 2010. Hubungan Anemia Dalam Kehamilan dengan Perdarahan Postpartum karena Atonia Uteri. Skripsi. Surakarta ; Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

World Health Organization.2009. Who Guidelines for the Management of Postpartum Haemorrhage And retained placenta.

Yanti. 2008. Hubungan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Perdarahan Post Partum Di Bps Ngudi Raharjo Cepogo Boyolali 2009. (online). http://yayamanis.blogspot.com/2009 , diakses 25 Desember 2011.

You might also like