You are on page 1of 17

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada

umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang

dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya dikembangkan oleh Barnum

dan Squire (1978) dan Sing et al (1986) sehingga membentuk model dasar bagi

analisis ekonomi rumahtangga. Kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga

tersebut diadopsi antara lain oleh: Widyastuti (1994), Suminartika (1997), Reniati

(1998), Madirini (1998), Persulessy (1999), Pakasi dan Sinaga (1999), Nugrahadi

(2001), Herliana (2001) dan Negoro (2003). Dalam studi ini juga akan

mengadopsi kerangka pemikiran tersebut dalam menganalisis ekonomi

rumahtangga produk jadi rotan di Kota Pekanbaru.

Becker (1965) merumuskan agricultural household model (model

ekonomi rumahtangga pertanian) yang mengintegrasikan aktivitas produksi dan

konsumsi sebagai satu kesatuan dan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga

lebih diutamakan. Model ekonomi rumahtangga ini menggunakan sejumlah

asumsi, yaitu: Pertama, kepuasan rumahtangga dalam mengkonsumsi tidak hanya

ditentukan oleh barang dan jasa yang diperoleh di pasar, tetapi juga ditentukan

oleh berbagai komoditas yang dihasilkan dalam rumahtangga. Kedua, unsur

kepuasan tidak hanya barang dan jasa, tetapi termasuk waktu. Ketiga, waktu dan

barang atau jasa dapat digunakan sebagai faktor produksi dalam aktivitas produksi

rumahtangga. Dan keempat, rumahtangga bertindak sebagai produsen sekaligus

konsumen.
26

Sementara itu, Barnum dan Squire (1978) mengungkapkan bahwa model

ekonomi rumahtangga dapat digunakan untuk menganalisis perilaku ekonomi

perusahaan pertanian yang seluruhnya menggunakan tenaga kerja yang diupah

dan menjual seluruh produk yang dihasilkan ke pasar. Berbeda dengan pertanian

subsisten yang mengandalkan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak ada marketed

surplus.

Singh et al (1986) menyusun model ekonomi rumahtangga pertanian

sebagai model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam model tersebut dinyatakan

bahwa utilitas rumahtangga ditentukan oleh konsumsi atas barang dan jasa yang

dihasilkan oleh rumahtangga, konsumsi barang dan jasa yang dibeli di pasar, dan

konsumsi leisure (waktu santai).

3.1. Model Dasar Ekonomi Rumahtangga

Sesuai dengan teori tingkah laku rumahtangga yang dikembangkan oleh

Becker (1965), utilitas tidak tergantung pada jumlah barang dan jasa yang dibeli,

melainkan oleh jumlah komoditas rumahtangga yang mereka hasilkan, meliputi:

kualitas dan kuantitas anak, martabat, rekreasi, persahabatan, kasih sayang, status

kesehatan dan status perkawinan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

U = f(Z) ……………………………………………………………. (3.1)

Z = g(X, t) …………………………………………………………. (3.2)

dimana:
U = utilitas
Z = komoditas rumahtangga
X = komoditas pasar
t = waktu santai (non-work activity).
27

Individu akan memaksimumkan U dengan cara memaksimumkan Z

dengan kendala pendapatan dan kendala waktu tertentu, secara matematis

dirumuskan sebagai:

Max Z = x(x1, x2,….., x m; t1, t2,…,t k; E)) ………………………… (3.3)

dengan kendala:

m k

∑p x = ∑w l
i i j j + v …………………………………………… … (3.4)

Ij + tj = T ………………………………………………………….. . (3.5)

dimana:
xi = komoditas pasar ke-i
pi = harga komoditas pasar ke-i
tj = waktu leisure
Ij = waktu kerja
T = waktu total,
v = property income
E = peubah lingkungan.

Substitusikan persamaan (3.5) ke dalam persamaan (3.4) menghasilkan :

m k k

∑ p i x i +∑ w j t j =∑ w jT + v = S ………………………………… (3.6)

S merupakan full income, sehingga persamaan S tersebut disebut kendala full

income.

Becker mengasumsikan, bahwa penurunan total output rumahtangga tak

membuat seorangpun dalam anggota rumahtangga menjadi better off dan

beberapa anggota rumahtangga menjadi worse off. Dengan kata lain, yang penting

adalah total output rumahtangga, sehingga setiap anggota rumahtangga mau

bekerjasama dalam mengelola waktu dan komoditas pasarnya agar Z rumahtangga

maksimum.
28

Syarat perlu (necessary condition) untuk memaksimumkan Z rumahtangga

adalah:

MPti ≡ (∂Z/∂t i ) w i
= , untuk semua 0 < t < T …………………… (3.7)
MPtj ≡ (∂Z/∂t j ) w j

Jika waktu rumahtangga dari anggota ke-k = T, maka

MPtk µ k
= ……………………………………………………… … (3.8)
MPtj w j

dimana µk ≥ wk adalah shadow price dari waktu ke-k.

MPxi p
= i , untuk semua xi > 0 dan 0 < tj < T ………………… … (3.9)
MPtj w j

Gronau (1977) menyempurnakan formula Becker dengan membedakan

secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja di rumahtangga. Ini

didasarkan pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada reaksi yang

berbeda antara waktu santai dan waktu bekerja di rumahtangga terhadap

lingkungan sosial ekonomi.

Sementara itu, Singh et.al. (1986) menyatakan bahwa utilitas rumahtangga

merupakan fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga, konsumsi

barang yang dibeli di pasar dan konsumsi waktu santai. Secara matematis

dirumuskan sebagai berikut:

U=u (Xa, Xm, Xl) ………………………………………… ………. (3.10)

dimana:
Xa = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga
Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar
Xl = konsumsi waktu santai

Pada model Becker dalam memaksimumkan kepuasaannya rumahtangga

dihadapkan pada kendala pendapatan dan waktu, namun pada model yang

dikembangkan oleh Singh et al. tidak hanya dihadapkan pada kedua kendala

tersebut, tetapi juga memasukan kendala produksi dalam model. Kendala-kendala


29

tersebut berturut-turut mulai dari kendala pendapatan, alokasi waktu dan produksi,

dirumuskan sebagai berikut :

pmXm = pa (Q – Xa) - w (L – F) … … … … … … … … … … … … … .. (3.11)

T = Xl + F … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.12)

Q = q (L, A) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ... (3.13)

dimana:
pm = harga barang yang dibeli di pasar
pa = harga barang yang dihasilkan rumahtangga
(Q-Xa) = surplus produksi yang akan dipasarkan
w = upah
L = total input tenaga kerja
F = input tenaga kerja keluarga
T = total waktu rumahtangga
A = jumlah faktor produksi tetap (lahan)

Dari persamaan (3.11), apabila unsur (L-F) positif berarti rumahtangga

menyewa tenaga kerja luar keluarga, sebaliknya jika (L-F) negatif berarti

rumahtangga menawarkan tenaga kerja ke luar rumahtangga. Ketiga kendala yang

dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan mensubstitusikan kendala

waktu (persamaan (3.12)) dan produksi (persamaan (3.13)) ke dalam kendala

pendapatan (persamaan (3.11)), sehingga dihasilkan persamaan 3.14 berikut ini:

pmXm + paXa + w Xl = w T + π ………………………….. (3.14)

π = PaQ (L,A) - w(L-F) ……………………………………… … ... (3.15)

dimana:
π = keuntungan

Sisi kiri persamaan (3.14) merupakan pengeluaran total rumahtangga

untuk barang (Xm dan Xa) dan waktu (Xl) yang dikonsumsi dan sisi kanan

menunjukkan pengembangan dari konsep full income yang dikembangkan oleh

Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia (wT) dicatat secara eksplisit.

Sing et al (1986) memperluas model Becker dengan memasukkan pengukuran


30

tingkat keuntungan usaha, yaitu π = paQ – wL (persamaan 3.15), dimana seluruh

tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar.

Dari persamaan (3.10) dan (3.14) dapat dinyatakan bahwa rumahtangga

dalam memaksimumkan kepuasannya dapat dengan memilih tingkat konsumsi

dari barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi oleh rumahtangga

(Xa), waktu yang dikonsumsi rumahtangga (X1) dan tenaga kerja (L) yang

digunakan dalam aktivitas produksi. Dengan mempertimbangkan penggunaan

input tenaga kerja, kondisi first order condition dapat diturunkan sebagai berikut:

Pa ∂Q/∂L = w … …………………………………………………… (3.16)

Persamaan (3.16) menyatakan value marginal product of labor (nilai

produk marginal tenaga kerja) sama dengan upah, yang secara implisit

menyatakan fungsi permintaan input tenaga kerja. Karena derivasi yang dilakukan

bersifat parsial, maka peubah endogen yang dihasilkan hanya L, pubah-peubah

lainnya, yaitu Xm, Xa dan Xl tidak terlihat karena dalam hal ini diasumsikan tidak

mempengaruhi pilihan rumahtangga. Oleh karena itu penyelesaian simultan dari

kondisi order pertama persamaan (3.16) menghasilkan permintaan faktor (tenaga

kerja, L) non kondisional sebagai fungsi dari harga barang yang dihasilkan

rumahtangga (pa), upah (w) dan faktor tetap (parameter teknologi fungsi produksi

dan lahan, A). Solusi pemecahan secara simultan dapat dinyatakan sebagai:

L* = L* (w, pa, A) ……………………………………………… … (3.17)

Persamaan (3.17) kemudian disubstitusikan ke dalam sisi sebelah kanan

persamaan (3.14) menghasilkan full income ketika keuntungan usahatani

dimaksimumkan melalui pilihan input tenaga kerja. Dengan demikian, persamaan

persamaan (3.14) dapat ditulis menjadi:


31

PmXm + PaXa + wXl = Y* ………………………………… … .. (3.18)

dimana:
Y* = full income saat keuntungan maksimum.

Persamaan (3.18) sekarang menjadi kendala baru dalam model, hasil perhitungan

first order condotion secara berturut-turut terhadap Xm, Xa dan X1 sebagai berikut:

∂U/∂Xm = λ pm … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.19)

∂U/∂Xa = λ pa … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.20)

∂U/∂Xl = λ w … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.21)

pmXm + paXa + w Xl = Y* ……………………………………. (3.22)

Mengacu pada tahapan dalam penyelesaian persamaan (3.16), yaitu dengan

pemecahan secara simultan, penyelesaian persamaan (3.19) sampai dengan (3.22)

menghasilkan fungsi permintaan sebagai berikut :

Xm = xm (pm, pa, w, Y*) ……………… …………………………… (3.23)

Xa = xa (pa, pm, w, Y*) ……………………………………………. (3.24)

X1 = x1 (w, pm, pa, Y*) …………………………………………… (3.25)

Dari persamaan (3.23), (3.24) dan (3.25) dapat dikatakan bahwa jumlah

permintaan (konsumsi) barang, barang dan jasa merupakan fungsi dari harga

harang itu, harga barang lain, upah, dan full income saat keuntungan maksimum.

Dari persamaan (3.24), apabila diasumsikan harga barang yang dihasilkan

rumahtangga (dalam hal ini produk jadi rotan) meningkat, maka akan memberikan

dampak terhadap perolehan pendapatan rumahtangga tersebut, secara matematis

dinyatakan sebagai berikut:

dX ∂X  ∂X  
a = a +  a  ∂Y *  ………………………………… … (3.26)
dp ∂p  ∂Y *  ∂p 
a a   a 
32

Unsur pertama pada sisi sebelah kanan persamaan (3.26) dinyatakan

sebagai efek perubahan harga, dimana untuk kasus barang normal memiliki slop

negatif, artinya apabila harga meningkat maka permintaan terhadap barang dan

jasa tersebut akan menurun. Sementara itu, unsur kedua pada sisi sebelah kanan

menyatakan efek pendapatan, artinya apabila harga barang yang diproduksi

rumahtangga meningkat, maka pendapatan yang diperoleh rumahtangga tersebut

akan meningkat, begitu juga halnya dengan full income rumahtangga tersebut

akan meningkat.

Dalam melakukan analisis ekonomi rumahtangga, menurut Sadoulet dan

Janvry (1995) perlu memperhatikan dua hal, yaitu: Pertama, perlu ditekankan

bahwa harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga dianggap sesuai

dengan harga pasar. Kedua, perlu dipastikan bahwa perilaku rumahtangga dalam

aktivitas produksi dan konsumsi bersifat sparable (terpisah) atau non sparable

(simultan). Apabila persamaan produksi, curahan tenaga kerja dan konsumsi yang

dimasukkan dalam model bersifat sparable, maka estimasi sistem persamaan

produksi dan konsumsi dapat dilakukan secara terpisah, misalnya menganalisis

sistem persamaan produksi dengan melakukan pendugaan melalui fungsi

keuntungan atau fungsi biaya, sedangkan sistem persamaan konsumsi dengan

menggunakan pendekatan AIDS.

Namun demikian, apabila sistem persamaan produksi dan konsumsi serta

curahan tenaga kerja bersifat non sparable, maka teknik pendugaan yang lebih

kompleks perlu dilakukan. Pendugaan antara lain dapat dilakukan dengan

menggunaan teknik pendugaan two stage least squares (2SLS) atau three stage

least squares (3SLS).


33

3.2. Model Keputusan Ekonomi Rumahtangga Industri Produk Jadi Rotan

Salah satu studi model ekonomi rumahtangga industri produk jadi rotan

dengan pendekatan simultan (teknik pendugaan 2SLS) adalah studi yang

dilakukan oleh Nugrahadi (2001). Studi tentang keputusan ekonomi rumahtangga

pengusaha dan pekerja industri produk jadi rotan di Kota Medan ini mengadopsi

dan memodifikasi model yang dikembangkan oleh Singh et al (1986). Nugrahadi

memodifikasikan model tersebut meliputi empat aspek: Pertama, permintaan

tenaga kerja dibedakan atas tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga.

Kedua, memasukkan curahan kerja keluarga di luar usaha dan pendapatan dari

luar usaha industri produk jadi rotan. Ketiga, tidak dimasukkannya marketed

surplus, karena usaha ini bersifat komersial. Dan keempat, memasukkan investasi

usaha, investasi pendidikan dan tabungan rumahtangga, yaitu menyimpan uang di

lembaga keuangan pada sisi pengeluaran rumahtangga.

Disamping empat aspek keputusan ekonomi rumahtangga tersebut,

Nugrahadi (2001) juga mengungkapkan aspek konsumsi, dimana konsumsi

rumahtangga dikelompokkan menjadi konsumsi pangan dan non pangan. Dalam

studi tersebut analisis dibedakan atas keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha

dan pekerja. Namun demikian, berkaitan dengan keputusan ekonomi rumahtangga

tidak memasukkan aspek kredit usaha industri produk jadi rotan.

Studi ini mengadopsi model yang dikembangkan oleh Nugrahadi (2001)

dengan melakukan modifikasi, sehingga analisis dalam studi ini mencakup empat

kategori pengambilan keputusan: Pertama, keputusan produksi rumahtangga

pengusaha produksi industri produk jadi rotan. Kedua, keputusan rumahtangga

pengusaha dan pekerja untuk mengalokasikan tenaga kerjanya dalam usaha


34

industri produk jadi rotan dan di luar usaha. Ketiga, keputusan konsumsi

rumahtangga pengusaha dan pekerja, dimana konsumsi kedua kelompok

rumahtangga tersebut dikelompokkan menjadi konsumsi pangan, non pangan dan

rekreasi. Keempat, keputusan rumahtangga pengusaha industri produk jadi rotan

untuk melakukan investasi usaha. Dari empat kategori pengambilan keputusan

ekonomi rumahtangga tersebut dapat diuraikan empat blok aktivitas ekonomi

rumahtangga sebagai suatu sistem persamaan simultan, yaitu blok produksi,

curahan dan penggunaan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran.

3.2.1. Produksi Produk Jadi Rotan

Suatu rumahtangga yang rasional memutuskan untuk melakukan suatu

usaha (dalam hal ini industri produk jadi rotan) dengan harapan menghasilkan

suatu produk yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan tertentu. Untuk

menghasilkan produksi produk jadi rotan, rumahtangga pengusaha memutuskan

jenis dan jumlah input yang digunakan, meliputi curahan kerja keluarga

pengusaha dalam usaha, penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha dalam

usaha, bahan baku rotan dan pajak usaha. Disamping itu, jumlah produksi yang

dihasilkan juga dipengaruhi oleh skala usaha dan pola usaha industri produk jadi

rotan. Fungsi produksi pada industri produk jadi rotan dapat dinyatakan sebagai:

Q = f (CKPD, TKLP, BB, TU, SU, PU) ………………… ………. (3.27)

dimana:
Q = produksi produk jadi rotan
CKPD = curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha
TKLP = penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha dalam usaha
BB = penggunaan bahan baku
TU = pajak usaha
SU = skala usaha
PU = pola usaha
35

Berkaitan dengan pola usaha, Fariyanti (1995) dan Iskandar et al (1991)

mengemukakan bahwa industri produk jadi rotan semakin berkembang dengan

adanya pola subkontrak. Pola subkontrak menunjukkan adanya keterkaitan antara

industri skala kecil dengan industri skala menengah/besar.

3.2.2. Curahan dan Penggunaan Tenaga Kerja

Keputusan dalam mencurahkan tenaga kerja pada studi ini dibagi atas

keputusan rumahtangga pengusaha industri produk jadi rotan dan keputusan

rumahtangga pekerja. Keputusan rumahtangga pengusaha dan pekerja dalam

mencurahkan tenaga kerja berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang:

(1) jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan dalam usaha rumahtangga

industri produk jadi rotan, (2) jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan pada

usaha di luar industri produk jadi rotan.

Curahan kerja keluarga rumahtangga pengusaha merupakan fungsi dari

pendapatan total rumahtangga pengusaha, pengunaan bahan baku, angkatan kerja

rumahtangga pengusaha, pengalaman kerja pengusaha dalam usaha, skala usaha

dan pola usaha. Fungsi curahan kerja keluarga pengusaha industri produk jadi

rotan dinyatakan sebagai berikut:

CKPD = f (PTP, BB, AKP,PKP, SU, PU) ……………………….. (3.28)

dimana:
CKPD = curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha
PTP = pendapatan total rumahtangga pengusaha
AKP = angkatan kerja rumahtangga pengusaha
PKP = pengalaman kerja pengusaha dalam usaha

Menurut Becker (1965) dalam melaksanakan aktivitas produksinya,

rumahtangga lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.

Namun demikian, apabila terjadi kekurangan tenaga kerja maka rumahtangga


36

tersebut akan mempekerjakan tenaga kerja dari luar keluarga. Penggunaan tenaga

kerja luar keluarga merupakan fungsi dari pendapatan total rumahtangga

pengusaha, curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha, pengunaan bahan

baku, modal usaha dalam bentuk mesin dan alat usaha, skala usaha dan pola

usaha. Fungsi penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha industri produk

jadi rotan dinyatakan sebagai berikut:

TKLP = f (PTP, CKPD, BB, MU, SU, PU) ………………………. (3.29)

dimana:
MU = modal usaha

Dalam rangka untuk memperoleh pendapatan rumahtangga yang mampu

memenuhi kebutuhan hidup, anggota rumahtangga juga mengalokasikan waktu

untuk bekerja di luar usaha yang dikelola rumahtangga. Keputusan

mengalokasikan waktu kerja di luar usaha rumahtangga sangat terkait dengan

pendapatan total rumahtangga, curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha,

angkatan kerja pengusaha, umur pengusaha dan pendidikan pengusaha. Hal ini

dapat dinyatakan sebagai berikut:

CKPL = f (PTP, CKPD, AKP, UP, EP) …..……………………… (3.30)

dimana:
CKPL = curahan kerja keluarga pengusaha di luar usaha
UP = umur pengusaha
EP = pendidikan pengusaha

Selanjutnya rumahtangga pekerja mencurahkan waktu bekerja baik di

dalam dan luar usaha industri produk jadi rotan merupakan salah satu keputusan

rumahtangga pekerja sebagai strategi memperoleh pendapatan. Keputusan ini

dilakukan dalam rangka memaksimumkan kepuasan rumahtangga terhadap

konsumsi barang pasar dan mengadakan investasi untuk pendidikan. Curahan


37

kerja keluarga pekerja di dalam dan luar usaha merupakan fungsi dan dinyatakan

sebagai berikut:

CKBD = f (PBD, AKB, PKB, UB, EB) …………… … … … … … .. (3.31)

CKBL = f (CKBD, PBL, AKB, UB, EB) ……………………… … (3.32)

dimana:
CKBD = curahan kerja keluarga pekerja di dalam usaha
CKBL = curahan kerja keluarga pekerja di luar usaha
AKB = angkatan kerja rumahtangga pekerja
PKB = pengalaman kerja pekerja dalam usaha
UB = umur pekerja
EB = pendidikan pekerja

Curahan kerja keluarga pekerja di dalam dan luar usaha industri produk

jadi rotan selain dipengaruhi oleh tingkat upah masing (dalam hal ini diproksi

melalui tingkat pendapatan), juga dipengaruhi oleh karakteristik rumahtangga

pekerja. Mencurahkan waktu kerja di dalam usaha industri produk jadi rotan bagi

rumahtangga pekerja adalah yang utama dan apabila memungkinkan barulah

mereka mencurahkan waktu kerja di luar usaha.

3.2.3. Pendapatan Rumahtangga

Pengambilan keputusan rumahtangga pengusaha dalam aktivitas produksi

dan penggunaan tenaga kerja adalah upaya untuk memperoleh pendapatan yang

mampu memenuhi kebutuhan rumahtangga pengusaha semaksimal mungkin.

Pendapatan rumahtangga tersebut terdiri dari pendapatan dalam usaha dan

pendapatan di luar usaha industri produk jadi rotan. Penjumlahan pendapatan-

pendapatan tersebut disebut dengan pendapatan total, selanjutnya pendapatan

tersebut setelah dikurangi pajak (disposable income) digunakan untuk berbagai

aktivitas ekonomi maupun aktivitas non ekonomi rumahtangga. Pendapatan dalam

usaha industri produk jadi rotan adalah penerimaan bersih (keuntungan) yang
38

diperoleh, yaitu penerimaan kotor dari hasil usaha dikurangi biaya produksi.

Sedangkan pendapatan dari luar usaha merupakan fungsi curahan tenaga kerja

luar usaha, umur dan pendidikan pengusaha. Hubungan kedua jenis pendapatan

tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

PPD = (Pq*Q) – TBU …………………………………………….. (3.33)

PPL = f (CKPL, UP, EP) …………………………………………. (3.34)

dimana:
PPD = pendapatan pengusaha dalam usaha
PPL = pendapatan pengusaha luar usaha
TBU = total biaya usaha industri produk jadi rotan
Pq = harga produk jadi rotan

Pendapatan total rumahtangga pengusaha merupakan penjumlahan

pendapatan yang diterima rumahtangga pengusaha dari dalam dan luar usaha serta

pendapatan non kerja. Sementara itu, disposable income (pendapatan yang siap

dibelanjakan) merupakan pendapatan total dikurangi dengan pajak. Kedua

hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:

PTP = PPD + PPL + PNKP ……………………………………… (3.35)

PPDP = PTP – TI … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.36)

dimana:
PPDP = pendapatan pengusaha yang siap dibelanjakan
PNKP = pendapatan non kerja pengusaha
TI = pajak pendapatan rumahtangga pengusaha

Seperti halnya pendapatan rumahtangga pengusaha, pendapatan

rumahtangga pekerja terdiri dari pendapatan dalam usaha industri produk jadi

rotan dan pendapatan di luar usaha. Pendapatan pekerja dalam usaha industri

produk jadi rotan merupakan fungsi dari curahan kerja keluarga pekerja pada

usaha industri produk jadi rotan, pengalaman kerja, umur, pendidikan dan upah.

Sedangkan pendapatan rumahtangga pekerja dari luar usaha merupakan fungsi


39

curahan tenaga kerja luar usaha, umur dan pendidikan pekerja. Hubungan kedua

jenis pendapatan tersebut dinyatakan sebagai berikut:

PBD = f (CKBD, PKB,UB, EB, U) ……………………… ……… (3.37)

PBL = f (CKBL, UB, EB) ……………………………………… … (3.38)

dimana:
PBD = pendapatan rumahtangga pekerja dalam usaha
PBL = pendapatan rumahtangga pekerja di luar usaha
U = upah

Pendapatan total rumahtangga pekerja merupakan penjumlahan

pendapatan yang diterima dalam dan luar usaha serta pendapatan non kerja.

Sementara itu, disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan) merupakan

pendapatan total dikurangi dengan pajak. Kedua hubungan ini dapat ditulis

sebagai berikut:

PTB = PBD + PBL + PNKB …………………………………… (3.39)

PBDP = PTB – TI ……………………………………………… … (3.40)

dimana:
PTB = pendapatan total pekerja
PBDP = pendapatan pekerja yang siap dibelajakan
PNKB = pendapatan non kerja pekerja

3.2.4. Pengeluaran Rumahtangga

Secara umum, pengeluaran rumahtangga pengusaha dapat dikelompokkan

menjadi: pengeluaran pangan, non pangan, investasi pendidikan, investasi usaha

dan menabung. Fungsi dari masing-masing pengeluaran dirumuskan sebagai

berikut :

KPP = f (PPDP, JANP, EIP) ………………………………… … (3.41)

KNPP = f (PPDP, KPP, IEP, IUP, TAB) ………………………… (3.42)

IEP = f (PPDP, KPP, JASP) ………………………………….. (3.43)


40

IUP = f (PPDP, KPP, IEP, TAB) … … … … … … … … … … … … (3.44)

KRP = f (PPDP, KPP, IEP, ADP) …………………………….. (3.45)

TABP = f (PPDP, KTP, IEP, IUP, SBT) …………… …………… (3.46)

dimana:
KPP = konsumsi pangan rumahtangga pengusaha
KNPP = konsumsi non pangan rumahtangga pengusaha
KTP = konsumsi total rumahtangga pengusaha
IEP = investasi pendidikan rumahtangga pengusaha
IUP = investasi usaha rumahtangga pengusaha
TABP = tabungan rumahtangga pengusaha
JANP = jumlah anggota keluarga rumahtangga pengusaha
EIP = pendidikan isteri pengusaha
JASP = jumlah anak sekolah rumahtangga pengusaha
SBT = suku bunga tabungan
KRP = pengeluaran rekreasi rumahtangga pengusaha
ADP = asal daerah pengusaha

Dari persaman (3.41) dapat dinyatakan bahwa konsumsi pangan

rumahtangga pengusaha merupakan fungsi dari pendapatan yang siap

dibelanjakan, jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan istri pengusaha.

Sementara itu, dari persamaan (3.42) dapat dinyatakan bahwa konsumsi non

pangan rumahtangga pengusaha disamping merupakan fungsi dari pendapatan

yang siap dibelanjakan dan investasi pendidikan, juga merupakan fungsi dari

konsumsi pangan, investasi usaha dan tabungan rumahtangga pengusaha.

Selanjutnya investasi pendidikan rumahtangga pengusaha (persamaan (3.43))

merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi pangan dan

jumlah anak sekolah. Investasi usaha rumahtangga pengusaha (persamaan (3.44)

merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi total,

investasi pendidikan dan tabungan. Sementara itu, pengeluaran rekreasi

rumahtangga pengusaha (persamaan 3.45) merupakan fungsi dari pendapatan

yang siap dibelanjakan, konsumsi pangan, investasi pendidikan dan asal daerah
41

rumahtangga pengusaha. Terakhir, tabungan rumahtangga pengusaha (persamaan

3.46) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi total,

investasi pendidikan, investasi usaha dan suku bunga tabungan.

Pendapatan rumahtangga pekerja, yang terdiri atas pendapatan dari dalam

dan luar usaha ditambah dengan pendapatan non kerja, selanjutnya (setelah

dikurangi pajak) akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan rumahtangga

melalui fungsi pengeluaran. Pendapatan rumahtangga pekerja setelah dikurangi

pajak digunakan untuk konsumsi pangan, non pangan, investasi pendidikan dan

rekreasi (termasuk pulang kampung). Fungsi pengeluaran rumahtangga pekerja

industri produk jadi rotan meliputi: konsumsi pangan, non pangan, investasi

pendidikan dan rekreasi.

KPB = f (PBDP, JANB, EIB) ………………….… … … … … … . (3.47)

KNPB = f (PBDP, KPB, IEB) ……………………………… …… (3.48)

IEB = f (PBDP, KPB, JASB) ………………………………… (3.49)

KRB = f (PBDP, KPB, IEB, ADB) …………………………… (3.50)

dimana:
KPB = konsumsi pangan rumahtangga pekerja
KNPB = konsumsi non pangan rumahtangga pekerja
KRB = pengeluaran rekreasi rumahtangga pekerja
IEB = investasi pendidikan rumahtangga pekerja
JANB = jumlah anggota keluarga rumahtangga pekerja
EIB = pendidikan isteri pekerja
JASB = jumlah anak sekolah rumahtangga pekerja
ADB = asal daerah pekerja

You might also like