You are on page 1of 9

1

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya berlangsung didalam kelas, tetapi berlangsung pula diluar kelas. Pendidikan bukan hanya bersifat formal, tetapi juga yang non formal. Secara substansial, pendidkan tidak sebatas pengembangan intelaktualitas manusia, artinya tidak hanya meningkatkan kecerdasan, melainkan mengembangkan seluruh aspek keperibadian manusia pendidikan merupakan sarana utama untuk mengmbangkan keperibadian setiap manusia. (Zuhairini, dkk., 2004 : 149)1 Dari pengertian diatas, secara umum, Pendidikan adalah proses pembinaan manusia secara jasmaniah dan rohaniah. Artinya, setiap upaya dan usaha untuk meningkatkan kecerdasan anak didik berkaitan dengan peningkatan kecerdasan inteligensi, emosi, dan kecerdasan spiritualitasnya anak didik dilatih jasmaninya untuk terampil dan memiliki kemampuan atau keahlian propesional untuk bekal kehidupannya di masyarakatnya. Disisi lain keterampilan yang dimiliki harus semaksimal mungkin untuk memberikan manfaat kepada masyarakat terutama untuk diri dan keluarganya, dan untuk mencapai tujuan hidupnya didunia dan diakherat. Makna pendidikan yang lebih hakiki adalah pembinaan ahklak manusia guna

memiliki kecerdasan membangun kebudayaan masyarakat yang lebih baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan terdapat proses timbal balik antara pendidikan, anak didik, ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang saling berbagi. Hubungan timbal yang terjadi dalam pendidikan sebagai perasyarat keberhasilan pendidikan, sebagaimana seorang guru yang lebih baik awal memiliki pengetahuan tertentu yang kemudian diberikan atau ditransformasikan kepada anak didik. Dinamika pendidikan terjadi manakala proses hubungan timbal balik berlangsung dengan mempertahankan nilai-nilai keperibadian yang aktual. B. HAKIKAT PENDIDIKAN

Drs. Hasan Bsrri, M.Ag. Filsafat Pendidikan Islam 2009. Hlm. 53-54

Secara filosofis, mempertanyakan pendidikan berarti mempertanyakan tiga hal penting, yaitu: 1. Apa hakikat pendidkan? 2. Bagaimana pendidikan dapat di laksanakan? 3. Untuk apa pendidikan di laksanakan? Pertanyaan pertama tentang hakikat pendidikan secara tidak langsung telah terjawab oleh uraian sebelumnya tentang pengertian pendidikan bahwa hakikat pendidikan menjangkau2
1. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pembinaan akal manusia yang merupakan

potensi utama dari manusia sebagai mahkluk berpikir. Dengan pembinaan olah pikir, manusia di harapkan semakin meningkat kecerdasannya dan meningkat pula kedewasaan berpikirnya, terutama memiliki kecerdasan dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupannya;
2. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelatihan keterampilan setelah manusia memperoleh

ilmu pengetahuan yang memadai dari hasil olah pikirnya. Keterampilan karena dengan keterampilan tersebut, manusia mencari rizeki dan mempertahankan kehidupannya; 3. Pendidikan dilakukan di lembaga formal dan non formal, sebagai dilaksanakan di sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat; 4. Pendidikan bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi dengan indikator utama adanya peningkatan kecerdasan intelektual masyarakat, etika dan moral masyarakat yang baik dan berwibawa, serta terbentuknya kepribadian yang luhur.

C. HAM DALAM TINJAUAN ISLAM Islam sebagai sebuah agama dengan ajarannya yang universal dan komprehensif meliputi akidah, Ibadah, dan Muamalat, yang masing-masing memuat ajaran tentang keimanan; dimensi Ibadah memuat ajaran tentang mekanisme pengabdian manusia terhadap
2

Drs. Hasan Bsrri, M.Ag. Filsafat Pendidikan Islam 2009. Hlm. 56

Allah; dengan memuat ajaran tentang hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar. Kesemua dimensi ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syariat atau fikih. Dalam konteks syariat dan fikih itulah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia. Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan dari ajaran Islam itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa kecuali. Menurut Maududi, HAM adalah hak kodrati yang dianugrahkan Allah SWT, kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal dan abadi, tidak boleh diubah atau dimodifikasi.3 Konsep Islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun masyarakat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid juga mencangkup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendy disebut dengan ide perikemakhlukan. Ide perikemakhlukan memuat nilai-nilai kemanusiaan dalam arti sempit. Ide perikemakhlukan mengandung makna bahwa manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap sesama makhluk termasuk juga pada binatang dan alam sekitar.4

D. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP MANUSIA Pandangan Filsafat Pendidikan Islam terhadap Manusia sesuai dengan pandangan alQuran dan Hadis yang menjadi dasar Pendidikan Islam. Pandangan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek

Abu Ala al-Maududi, 1998 dikutip Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. Dalam buku Demokrasi HAM, dan Masyarakat Madani, 2005 hlm 219. 4 Ibid 219

a. Gambaran Tentang Manusia sesuai Proses Penciptaannya dalam Al-Quran Dalam Al-Quran banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal fikiran. Dalam hal ini Ibn Arabi misalnya melukiskan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa tak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan bagi pengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah di muka bumi. Manusia akan mampu mewujudkan dirinya sebagai makhluk Allah yang mulia. Jika tidak, maka manusia akan tergelincir dan terjerumus pada kehinaan, bahkan lebih hina dari hewan. Oleh karena itu, Allah SWT senantiasa menguji keimanan hamba-hamba-Nya, untuk mengetahui apakah mereka senantiasa mensyukuri nikmat yang diberikan atau sebaliknya malah mengingkari kesemua nikmat yang diberikan-Nya tersebut5. Untuk memahami ajaran Al-Quran tentang pendidikan mula-mula dan yang paling utama yang harus dipahami ialah hakikat manusia menurut Al-Quran. Ini memang penting, sebab pendidikan itu adalah untuk manusia. Adalah berbahaya bila kita mendesain suatu pendidikan sementara kita tidak paham betul tentang siapa yang akan di didik dengan desain itu. Lantas orang mendesain pendidikan. Kesalahan yang sering muncul bahwa mendesain pendidikan secara persial, belum terintegrasi.6
b. Kedudukan Manusia sebagai hamba Allah

Musa Asyarie mengatakan bahwa esensi Hamba adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan yang kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada tuhan. Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah senantiasa berlaku baginya. Ia terikat oleh hukum-hukum tuhan yang menjadi kodrat pada setiap ciptaannya, dan ia bergantung pada sesamanya. Sebagai hamba Allah, manusia tidak bisa terlepas dan kekuasaannya. Sebab, manusia mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama Mulai dari manusia purba sampai kepada manusia modern sekarang yang mengakui bahwa diluar dirinya ada kekuasaan transendental (Menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian) 7
5 6

QS.Al-Fajr,89: 15 Prof Dr. Ahmad Tafsir 2010, Filsafat Pendidikan Islam hlm 24 7 Prof. DR.H. Ramayulis dan Prof. DR. Samsul Nijar, MA Filsafat Pendidikan Islam 2010. Hlm. 57.

Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Pada masa purba, manusia mengasumsikannya lewat mitos yang melahirkan agama animisme dan dinamisme. Meskipun dengan pikiran dan kondisi yang cukup sederhana, manusia dahulu telah mengikuti bahwa diluar dirinya ada zat yang lebih berkuasa dan menguasai seluruh kehidupannya. Namun mereka tidak mengetahui hakikat zat yang berkuasa. Mereka aplikasikan apa yang mereka yakini dengan berbagai bentuk upacara ritual seperti pemujaan terhadap batu besar, gunung, matahari dan roh nenek moyang mereka. Kesemuanya itu menjadi bukti, bahwa ia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama. Manusia tidak lebih dari suatu bagian alam bendawi yang mengelilinginya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia pun dapat diterangkan seperti caracara yang terjadi pada kejadian-kejadian alamiah, yaitu secara mekanis. Manusia itu hidup selama darahnya beredar dan jantungnya bekerja, yang disebabkan pengaruh mekanis dari hawa atmosfir. Dengan demikian, manusia yang hidup tiada lain adalah manusia yang anggota tubuhnya bergerak. Dalam Islam, manusia itu walaupun secara fisik (mekanis) telah mati jiwanya tetap hidup. Bahkan, bagi seorang mukmin, kematian adalah lanjutan hidup yang kekal dan abadi.8 Ada 9 unsur yang amat penting yang senantiasa melekat dalam kaitannya dengan eksistensi kedudukan manusia dalam perspektif pendidikan Islam9, yaitu: 1. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna; 2. Kesempurnaan manusia berada pada jasmani dan rohaninya; 3. Ciri utama manusia yang sempurna adalah makhluk yang berfikir; 4. Akal dapat membedakan baik dan buruk; 5. Akal adalah alat utama agar manusia dapat mempertahankan kehidupannya;
6. Akal memprodok ilmu pengetahuan atas berbagai sumber, misalnya dari pengindraan,

pengalaman, pengamatan, dan sebagainya;

Atang Abdul Hakim, 2007:345 dikutip Drs. Hasan Basri, M.Ag dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, 2009, hlm 25. 9 Drs. Hasan Bsrri, M.Ag. Filsafat Pendidikan Islam 2009. Hlm. 39

6 7. Manusia dengan akalnya dapat menciftakan pengetahuan yang bermanfaat sekaligus

dapat merusak tatanan kehidupan;


8. Islam memberikan sistem etika yang baik dan benar agar manusia senantiasa

mengembangkan peranan akalnya dengan nilai-nilai yang diridhai Allah; 9. Manusia yang tidak berakal adalah manusia yang telah rusak unsur sarap otaknya atau ia merusak kehidupan dengan akalnya karena memanfaatkan akal tanpa nilai-nilai ilahiyyah dan rubbubiyyah.

E. IMPLIKASI KONSEP MANUSIA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM Para ahli pendidikan muslim umumnya sependapat bahwa teori dan pralah merupakan praktek kependidikan Islam harus di dasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. Pembicaraan di seputar persoalan ini adalah merupakan sesuatu yang sangat pital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentang konsep ini, pendidikan akan meraba-raba. Bahkan menurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapat dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu mamahami Islam tentang pengembangan individu seutuhnya. Pada uraian terdahulu telah dikemukakan tentang filsafat penciptaan manusia dan fungsi penciptaannya dalam alam semesta. Dari uraian tersebut, paling tidak ada 2 (dua) implikasi terpenting dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, yaitu;
1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen (materi

dan dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan Qalbiyah dan Aqliyah sehingga mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan kependidikan Islam, maka manusia akan kehilangan keseimbangannya dan tidak akan pernah menjadi pribadi-pribadi yang sempurna (al-insan al kamil)
2. AL-Quran menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai

seperangkat potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan Islam harus merupakan upaya yang di tujukan kearah pengembangan potensi yang di miliki manusia secara maksimal sehingga dapat di wujudkan dalam bentuk konkrit, dalam kedua hal di atas harus menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan sistem pendidikan Islam masa kini dan masa depan.

7 3. Fungsionalisasi pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya sangat bergantung pada

sejauh mana kemampuan umat Islam menterjemahkan dan merealisasikan konsep filsafat menciptakan manusia dan pungsi penciptaannya dalam alam semesta ini. Untuk menjawab hal itu, maka pendidikan Islam dijadikan sebagai sarana yang kondusip bagi proses transportasi ilmu pengetahuan dan budaya Islami dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Dalam konteks ini dipahami bahwa posisi manusia sebagai khalifah dan abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya penguasaan ilmu pengetahuan secara totalitas, agar manusia tegar sebagai khalifah dan taqwa sebagai subtansi dan aspek abd. Sementara itu, keberadaan manusia sebagai resultan dari dua komponen (materi dan immateri) menghendaki pula program pendidikan yang sepenuhnya mengacu pada konsep equilibrium, yaitu integrasi yang utuh antara pendidikan aqliyah dan qalbiyah. Agar pendidikan umat berhasil dalam prosesnya, maka konsep penciptaan manusia dan fungsi penciptaannya dalam alam semesta harus sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-teori pendidikan Islam melalui pendekatan kewahyuan, empirik keilmuan dan rasional filosofis. Dalam hal ini harus dipahami pula bahwa pendekatan keilmuan filosofis hanya merupakan media untuk menalar pesan-pesan tuhan yang absolut, baik melalui ayat-ayat-nya yang bersifat tekstual (Quraniyah), maupn ayat-ayat yang bersifat kontekstual (kauniyah) yang telah dijabarkan-nya melalui sunnatullah.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari materi yang dibuat dan di pemaparan di atas bahwa penulis menyimpulkan sebagai berikut : 1. Pendidikan adalah proses pembinaan manusia secara jasmaniah dan rohaniah. Artinya, setiap upaya dan usaha untuk meningkatkan kecerdasan anak didik berkaitan dengan peningkatan kecerdasan inteligensi, emosi, dan kecerdasan spiritualitasnya anak didik dilatih jasmaninya untuk terampil dan memiliki kemampuan atau keahlian propesional untuk bekal kehidupannya di masyarakatnya 2. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pembinaan akal manusia yang merupakan potensi utama dari manusia sebagai mahkluk berpikir. Atau pelatihan keterampilan setelah manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai dari hasil olah pikirnya. 3. HAM adalah hak kodrati yang dianugrahkan Allah SWT, kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal dan abadi, tidak boleh diubah atau dimodifikasi. 4. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam terhadap Manusia sesuai dengan pandangan alQuran dan Hadis yang menjadi dasar Pendidikan Islam. 5. Implikasinya bahwa teori dan pralah merupakan praktek kependidikan Islam harus di dasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. Pembicaraan di seputar persoalan ini adalah merupakan sesuatu yang sangat pital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentang konsep ini, pendidikan akan meraba-raba. Bahkan menurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapat dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu mamahami Islam tentang pengembangan individu seutuhnya.

B. Saran Setelah memaparkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis menerima saran untuk memperbaiki makalah yang kurang berkenan, baik dari tehnik maupun pembahasan dan tulisan sehingga kedepan penulis bisa lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Ahmad Tafsir Filsafat Pendidikan Islam Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2010. 2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA Demokrasi Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani. Jakarta, PT. Kencana Prenada Media Grup. 2000.
3. Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam Bandung PT. Pustaka Setia,

2009. 4. Prof. Dr. H. Ramayulis dan Prof. Dr. Samsul Nizar, MA Filsafat Pendidikan Islam Jakarta PT. Kalam Mulia, 2009. 5. Windy Novia, S.Pd. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Surabaya, PT. Kashiko, Tth.

You might also like