You are on page 1of 55

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting suatu organisasi karena perannya sebagai subyek pelaksana kebijakan dan kegiatan operasional perusahaan. Agar perusahaan tetap eksis maka harus berani menghadapi tantangan dan implikasinya yaitu menghadapi perubahan dan memenangkan persaingan. Sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi seperti modal, metode dan mesin tidak bisa memberikan hasil yang optimum apabila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kinerja yang optimum. Menurut Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu : 1). Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk

mengidentifikasikan tingkat kinerjanya; 2). Produktifitas adalah kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome). Temuan hasil studi tentang kinerja pegawai

dipengaruhi oleh kepuasan kerja (Lawler dan Porter, 1969; 1 Lock, 1970; Trovik dan Mc.Givern, 1997). Penelitian lain

menyimpulkan bahwa kinerja pegawai dipengaruhi oleh budaya organisasi (Chen, 2004; Heather et.al, 2001). Kinerja pegawai

dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan (Yammarino et.al, 1993; Humphreys, 2002; Bass et.al, 2003). Dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan kedudukan dan peranan pegawai negeri sipil sipil sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena pegawai negeri sipil merupakan unsur aparatur negara yang melaksanakan pemerintahan dan pembangunan dalam usaha mencapai tujuan nasional. Manusia adalah perencana, pelaku sekaligus penentu terwujudnya tujuan organisasi. Dengan demikian pegawai negeri sipil dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara efektif dan efisien. Menyadari pentingnya peranan pegawai negeri sipil tersebut pemerintah telah banyak melakukan kegiatan untuk memberdayakan pegawai negeri sipil sehingga memiliki kemampuan dan kinerja yang optimal dalam upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini juga dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya pegawai negeri sipil. Untuk itu pemerintah telah banyak melakukan kegiatan seperti mengadakan pendidikan dan pelatihan (Diklat) kepada pegawai negeri sipil, menaikkan gaji dan tunjangannya, memberikan penghargaan, hukuman dan lain sebagainya dengan harapan peningkatan kinerja pegawai negeri sipil. Namun peningkatan kinerja para pegawai negeri sipil belum juga menampakkan hasil yang memuaskan. Meski pun di beberapa daerah kinerja pegawai negeri sipil telah dilakukan dengan baik, tetapi masih banyak juga daerah yang pegawai negeri sipilnya belum mampu bekerja secara profesional. Hal ini dapat dilihat masih banyak pegawai negeri sipil yang melanggar peraturan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Bukti yang terlihat di lapangan seperti pada hari biasa hanya beberapa pegawai yang datang tepat waktu, saat jam kerja sering pegawai negeri sipil tidak ditemukan di tempat kerja. Kemudian banyak masyarakat yang mengeluhkan sulitnya memperoleh pelayanan dari pegawai negeri sipil. Anehnya lagi, setelah masyarakat memperoleh pelayanan, masih ditarik pungutan tidak resmi dengan alasan sumbangan. Citra pegawai negeri sipil sebagai pelayan masyarakat sering berkebalikan kondisinya di lapangan. Masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan sebagai kompensasi telah menyetor pajak pada pemerintah,

seringkali dibuat repot dengan memperoleh pelayanan yang kurang menyenangkan. Sekretariat Daerah Kabupaten sebagai pusat pemerintahan daerah dalam hal melakukan pembangunan daerah tentunya harus didukung dengan kemampuan pegawai negeri sipil yang berkualitas. Sekretariat Daerah sebagai salah satu Organisasi Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan memberikan pelayanan administratif, menyusun Rencana Strategis, yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan administratif. Untuk itu perlu adanya pengembangan kinerja pegawai negeri sipil sehingga dapat memberikan kinerja yang maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Sama seperti instansi pemerintah lainnya yang memiliki kendala dalam peningkatan kinerja pegawai negeri sipil, kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan juga demikian. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan dari segi disiplin waktu bekerja masih ditemukannya pegawai negeri sipil yang kurang menggunakan waktu secara baik hal ini dilihat dari masih adanya pegawai negeri sipil hadir lewat dari waktu yang ditentukan misalnya seharusnya jam masuk kantor adalah pukul 08.00 WITA pagi tetapi hadir pukul 10.00 WIB pagi, dan makan siang dan istirahat pukul 13.00-14.00 WITA tetapi pada kenyataanya masih ditemukan yang masuk kembali ke kantor pukul 15.00 WITA, apel pagi yang tidak diikuti secara disiplin. Sedangkan dari sisi loyalitas pegawai negeri sipil terutama antara bawahan terhadap atasan dan sebaliknya, ditemukannya gejala disharmonisasi antara atasan dengan bawahan kadangkala atasan bertindak sendiri tanpa melibatkan bawahan dan kadangkala bawahan tidak koordinasi dengan atasan, ketidaksinkronan kebijakan antara atasan dengan bawahan dalam satu unit kerja dan problem lainya, disamping itu pegawai negeri sipil dalam menyikapi pekerjaan lebih kepada untuk memperoleh penghasilan, ditemukannya kekurangtelitian pegawai, dan kurangnya kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya. Pengamatan pada aspek sikap terhadap pekerjaan misalnya masih ditemukannya pemikiran dalam diri pegawai negeri sipil bahwa pekerjaan itu bukanlah yang harus dikerjakan, kurangnya kerjasama tim dalam pekerjaan, ditemukannya egoisme dalam mengerjakan pekerjaan, kurangnya penghargaan terhadap pegawai negeri sipil yang bekerja dengan baik, rendahnya pemahaman pegawai negeri sipil terhadap tugas-tugas yang diemban (pengetahuan tentang peraturan, sistem kerja dan prosedur kerja), dan disamping itu pula masih ditemukannya rendahnya inisiatif

pegawai dalam bekerja yang terkesan selalu menunggu petunjuk dari atasan. Untuk melakukan pembenahan terhadap kinerja pegawai negeri sipil, di Indonesia memang sangat sulit karena masalah ini bukan hanya menyangkut tentang kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan akan tetapi juga menyangkut mental, etos dan budaya kerja dari aparatur pemerintah. Di Indonesia, jumlah pegawai negeri sipil mencapai tak kurang dari lima juta orang. Namun, dari jumlah itu, menurut mantan Men-PAN Faisal Tamim, sekitar 60% tidak cukup profesional dan produktif. Hal ini mengindikasikan bahwa sikap dan budaya kerja dikalangan PNS belum tumbuh dan menjadi kesadaran kolektif. Dengan demikian pembenahan kinerja pegawai negeri sipil haruslah berorientasi terhadap pembenahan budaya kerja, sehingga akan tercipta aparatur pemerintah yang profesional dan produktif. Fenomena yang terjadi diatas juga sangat dipengaruhi faktor kepemimpinan. Siagian (2002) mengatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Bahkan kiranya dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya (Siagian, 1999). Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian apakah faktor kepemimpinan dan budaya organisasi juga dapat mempengaruhi kinerja pegawai negeri sipil. Penelitian ini akan menganalisa pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai negeri sipil. Dimana penelitian ini akan dilakukan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah ada pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi

terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru?.

1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. 2. Tujuan Khusus
a.

Untuk mengetahui kepemimpinan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru.

b.

Untuk mengetahui budaya organisasi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru.

c.

Untuk mengetahui kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru.

d.

Untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru.

e.

Untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru.

1.3. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Sebagai bahan pertimbangan atau informasi bagi pihak

pegawai negeri sipil Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru untuk meningkatkan kinerja. 2. Sebagai saran untuk melatih diri dan menguji serta meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah. 3. Sebagai bahan informasi bagi pihak lain yang melakukan penelitian selanjutnya dalam objek yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Kajian Empirik Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah:
a.

Penelitian yang dilakukan oleh Siti Chomzah (2002;120) alumni Pascasarjana UGM Yogyakarta dengan tesis berjudul "Analisis Kinerja DPRD Dalam Era Otonomi Daerah (Studi Pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Jawa Tengah)." Penulis mengungkapkan bahwa DPRD Propinsi Jawa Tengah hingga saat ini belum menunjukkan suatu kinerja yang optimal dan berkualitas, dengan kata lain kinerja yang dihasilkan masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari indikator fungsi representasi, fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Faktor yang mempengaruhi rendahnya kinerja DPRD Propinsi Jawa Tengah adalah faktor pengalaman dalam berpolitik dan faktor validasi serta rendahnya data/informasi yang ada. Peningkatan kinerja DPRD Propinsi Jawa Tengah perlu dilakukan dengan menempatkan kader-kader terbaik yang memiliki kompetensi, kapasitas dan kapabilitas untuk duduk dalam lembaga legeslatif. Pembentukan pusat pelayanan terpadu sehingga memungkinkan anggota dewan mudah mendapatkan data/informasi yang akurat dan berkualitas serta pembentukan badan kehormatan untuk menidak anggota dewan 10

yang melakukan kegiatan diluar tugasnya sebagai anggota Dewan. Dari uraian penelitian tersebut diatas, peningkatan kinerja DPRD Propinsi Jawa Tengah yang disampaikan penulis bagus mengingat sebagai anggota Dewan harus menjadi contoh bagi masyarakat luas yang memilihnya sehingga daerah yang dipimpinnya akan lebih maju yang diwujudkan dengan kinerja anggota Dewan yang diharapkan dapat mewujudkan apa yang diharapkan oleh masyarakat luas terutama, masyarakat Propinsi Jawa Tengah. b. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Alizar (2002;108) alumni Pascasarjana UGM Yogyakarta dengan tesis berjudul "Kinerja Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru Dalam Era otonomi." Penulis mengungkapkan bahwa kinerja Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru dilihat dari tugas dan fungsi secara aktual masih rendah dan belum optimal, dengan masih banyak sekedar ide belaka yang belum ditindaklanjuti secara nyata. Rendahnya kinerja Bagian Organisasi dipengaruhi oleh faktor profesionalisme dan faktor struktur organisasi. Faktor profesionalisme dapat dilihat dari rendahnya kesungguhan dan kurang disiplinnya pegawai dalam bekerja sehari-hari. Kemampuan bertugas yang rendah karena tidak didukung pendidikan, latihan dan kursus. Serta rendahnya tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Untuk meningkatkan kinerja dengan merealisasikan ide yang ada yaitu mengevaluasi lembaga yang tidak relevan lagi dalam otonomi dengan merumuskan dan mempersiapkan Perda untuk pembentukan lembaga yang benar-benar dibutuhkan oleh Pemda Kota Pekanbaru. Segera melaksanakan analisis jabatan dengan Susunan Organisasi dan Tatakerja (SOT) baru. Meningkatkan pendidikan dan latihan pegawai untuk menunjang bidang pekerjaannya. Dari uraian penelitian diatas, peningkatan kinerja Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru memang seharusnya dilakukan oleh Bagian Organisasi untuk meningkatkan profesionalisme kinerja pegawai dimana setiap elemen pegawai dalam organisasi harus memiliki kompetensi dan kesungguhan dalam bekerja untuk memajukan daerah otonomi. c. Penelitian dengan judul: Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai, Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi, Sumatera Utara (Sinaga, PN, 2009). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa budaya organisasi pada Sekretariat

Daerah Kabupaten Dairi berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi pun berada pada kategori tinggi. Terdapat hubungan yang positif antara budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pads Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi. Semakin baik budaya organisasi, semakin besar dorongan para pegawai untuk maju bersama dengan organisasi. Dalam penelitian ini budaya organisasi diartikan sebagai pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dijiwai oleh seluruh pegawai dalam melakukan pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalahmasalah terkait, sehingga akan menjadi sebuah nilai atau aturan di dalam organisasi tersebut. d. Penelitian dengan judul: Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Bawahan (Studi Empiris pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Semarang) (Untung Widodo, 2006). Penulis mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan (X I) dan kepuasan kerja (X2) berpengaruh positif dan signifikan secara bersarna-sama terhadap kinerja bawahan. Gaya kepemimpinan yang tepat akan menimbulkan motivasi seseorang untuk berprestasi. Dengan tercapainya prestasi menunjukkan bahwa kinerja bawahan akan meningkat. Selain mendukung teori tersebut hasil penelitian juga mendukung penelitian sebelurmya yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara persepsi bawahan tentang gaya kepemimpinan terhadap kinerja bawahan. 1.1. Kajian Teoritis 1. Kinerja a. Definisi Kinerja Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi

10

tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya : Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang

diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993 dalam Asad, 2003). Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986 dalam Asad, 2003). Sementara Asad, (2003) mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu : 1). Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki

kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya; 2). Produktifitas adalah kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome) (Ilyas, 2002).

11

Dari

berbagai

pengertian

tersebut

diatas,

pada

dasarnya kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsifungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (outcome). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan

landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat

kemampuan individu dalam pencapaiannya. b. Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (2001), dan Siagian (2001) adalah sebagai berikut : 1) Perbaikan prestasi kerja atau kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja mernungkinkan pegawai, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatankegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi. 2) Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam

menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

12

3) Keputusan-keputusan penempatan. Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya. 4) Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin

menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 5) Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti. 6) Mendeteksi penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 7) Melihat ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yanng jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemcn personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-

kcpulusan personalia tidak tepat. 8) Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda

13

kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. 9) Menjamin kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 10) Melihat tantangan-tantangan ekternal. Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan

masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan adanya penilaian kinerja terhadap pegawai dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja pegawai dapat disusun rencana, strategi dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak

manajemen, kinerja sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi, pemutusan hubungan kerja, penyesuaian kompensasi,

kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status akreditasi perguruan tinggi yang telah diperoleh. Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan pegawai dan organisasi. Pegawai dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian

14

kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi proses pelayanan. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja yang tidak tepat akan mempengaruhi pengambilan keputusan kepegawaian yang tidak tepat, misalnya promosi. Mempromosikan pegawai yang tidak tepat untuk menduduki level manajemen, akan

menurunkan kualitas organisasi tersebut. a. Pengukuran Kinerja. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat digunakan personalia untuk dan

memperbaiki

keputusan-keputusan

memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang kinerja mereka. Menurut Handoko (2003), Ilyas (2002), secara garis besar ada beberapa metode penilaian kinerja: 1) Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja. 2) Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja pegawai. Penilai biasanya atasan langsung.

15

Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bias memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai. 3) Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang

menggambarkan perilaku pegawai sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatancatatan ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada pegawai, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir. 4) Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian mereka. Spesialis

personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja pegawai. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review,

perubahan, persetujuan dan serubahan dengan pegawai yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan. 5) Penilaian didasarkan perilaku. Penilaian kinerja yang didasarkan uraian pekerjaan yang sudah dibuat

sebelumnya. Uraian pekerjaan itu menentukan perilaku

16

apa

saja

yang

diperlukan

oleh

pegawai

untuk

melaksanakan pekerjaan itu. 6) Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation method. 7) Method ranking, penilai membandingkan satu dengan pegawai lain siapa yang paling baik dan menempatkan setiap pegawai dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor terakhir dan pembanding, halo effect, subyek kesalahan kesan

kebaikannya

menyangkut

kemudahan administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para pegawai dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai diberikan sejumlah nilai total dialokasikan di antara para pegawai dalam kelompok. Para pegawai

diberi nilai lebih besar dan pada para pegawai dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara para pegawai,

17

meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir masih ada.

a. Model Penilaian Kinerja Menurut Robbins (1996) dalam Ilyas (2002) bahwa penilaian kinerja yang baik adalah dengan evaluasi 360 degree assesment (360). Teknik ini merupakan

pengembangan terakhir dari teknik penilaian sendiri. Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang bawahan, mitra, dan atasan personel. Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian silang ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

kerancuan, bila penilaian kinerja hanya dilakukan personel sendiri saja. 1) Penilaian Atasan Pada organisasi dengan tingkat manajemen

majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini

18

normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada

penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak

dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. 2) Penilaian Mitra Biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kelompok verja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite

19

kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi. Penilaian mitra dan penyelia dipercayai dapat digunakan untuk menentukan imbalan. Penilaian ini menunjukan reaksi lebih positif untuk pendekatan

pengembangan dibandingkan dengan evaluasi personel. Yang perlu diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasian penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai. Walaupun demikian, penilaian mitra kerja telah dikenal cukup lama tetapi penilaian ini tidak cukup luas dipakai di dunia bisnis . 3) Penilaian Bawahan Penilaian bawahan terhadap kinerja personel

terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan batik personel. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan tingkat gaji dan promosi, maka penggunaan penilaian kurang

mendapat dukungan. Libbey - Owen - Ford (LOF) melakukan suatu program penilaian bawahan terhadap manager dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Umpan balik

20

bawahan berdasarkan kriteria sebagai berikut : penilaian perencanaan kinerja strategik, pencapaian komitmen persopnel, penetapan tujuan kerja unit, negosiasi tujuan kinerja individual dan standar, observasi kinerja personel, dokumentasi kinerja personel, umpan balik dan pelatihan personel, pelaksanaan penilaian kinerja, dan imbalan kinerja. Temuan yang menonjol dari usaha manajemen LOF ini adalah penilaian bawahan terhadap peningkatan keterampilan manajer dalam melatih bawahan. Manajer diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan. Sistem kontrol-seimbang ini menolong manajer untuk meningkatkan kinerja manajemen

berdasarkan umpan balik bawahan menjelaskan kinerja yang diharapkan.

2. Budaya Organisasi Menurut Davis (dalam Lako, 2004) budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Hal yang sama juga diungkapkan Mangkunegara (2005:113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan

21

dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya eksternal dan internal. Selanjutnya Robbins (dalam Tampubolon, 2004: 190) berpendapat budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota organisasi secara untuk mengatasi masalah adaptasi

bersama-sama melalui nilai-nilai, norma-norma standar yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya. Sedangkan menurut Scein (dalam Stoner, 1995:183) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau

dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi timbul atau menanggulangi adaptasi

masalah-masalahnya

yang

akibat

eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah- masalah tersebut. Pendapat Scein diatas diperkuat oleh Druiker (dalam Tika, 2006: 4) yang menyatakan budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan intemal yang suatu pelaksanaannya kelompok yang dilakukan secara kemudian konsisten oleh kepada

mewariskan

22

anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalahmasalah terkait. Budaya organisasi berawal dari kebiasaan saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melakukan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan, dengan demikian budaya organisasi merupakan persepsi umum yang diyakini oleh para anggota organisasi. Semakin banyak pegawai dari sebuah organisasi yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui jajaran tingkatannya, dan merasa sangat terikat kepadanya, maka akan menjadikan sebuah budaya menjadi kuat. Dari definisi yang dikemukakan oleh para tokoh diatas terkandung unsur-unsur dalam budaya organisasi yaitu, pertama, asumsi dasar yaitu berfungsi sebagai pedoman

bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. Kedua, keyakinan yang dianut ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau prinsipprinsip menjelaskan usaha. Ketiga, pemimpin atau

kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi. Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin organisasi atau kelompok tertentu dalam organisasi

23

tersebut. Keempat, pedoman mengatasi masalah. Dalam

organisasi ada dua masalah pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. Kemudian yang kelima, berbagi nilai (sharing of value). Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang paling balk dan berharga bagi seseorang. Keenam, Pewaris (learning process). Asumsi dasar

dan keyakinan yang diambil oleh anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi tersebut. Dan yang ketujuh, penyesuaian

(adaptasi). Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi terhadap perubahan lingkungan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai

organisasi yang dijiwai oleh seluruh anggotanya dalam melakukan pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk

24

memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalahmasalah terkait, sehingga akan manjadi sebuah nilai atau aturan di dalam organisasi tersebut. Menurut Rival (2004:432) budaya organisasi

mempunyai fungsi sebagai berikut: (a) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya

menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. (b) Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi. (c) Budaya mempermudah

timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan individu. (d) Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem

sosial. (e) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku pegawai. Luthans enam (dalam Lako, 2004:33), mengidentifikasi

karakteristik penting didalam budaya organisasi yaitu,

pertama, observed behavior regulation, yaitu apabila para partisipan organisasi saling berinterakasi satu sama lain baik itu interaksi antar anggota organisasi maupun interaksi antara anggota organisasi dengan orang-orang yang berhubungan dengan organisasi, maka mereka akan menggunakan

bahasa, terminologi dan ritual yang sama yang berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak. Kedua, norms, yaitu standar-standar perilaku yang ada, mencakup pedoman tentang berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan

25

perbuatan-perbuatan apa saja yang tidak boleh dilakukanKetiga dominant value, yaitu ada sejumlah nilai-nilai utama yang organisasi anjurkan dan harapan kepada anggota organisasi untuk menyumbangkannya, misalnya absensi yang rendah,dan efisiensi yang tinggi. Selanjutnya yang keempat philosophy, yaitu ada sejumlah kebijakan yang menyatakan keyakinan organisasi tentang bagaimana para pegawai dan masyarakat sebagai

pelanggan diperlakukan. Kelima, rules, yaitu ada sejumlah pedoman pasti yang berhubungan dengan kemajuan atau cara berhubungan dalam organisasi. Para pegawai baru harus mempelajari "ikatan" atau rules yang telah ada sehingga mereka dapat diterima sepenuhnya sebagai anggota baru dalam organisasi. Dan yang keenam, organizational climate, yaitu ada sesuatu perasaan yang dibawa oleh individu, cara anggota memperlakukan dirinya menghadapi masyarakat dan pihak luar lainnya.

3. Kepemimpinan a. Pengertian Menurut Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2008;165) menjelaskan pengertian kepemimpinan yang dikemukakan pars ahli antara lain: 1) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi

26

kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir, menuju kepada, penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp M Stogdill). 2) Kepemimpinan penggerak tersedia P.Siagian) 3) Kepemimpinan dalam, organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan-keputusan dari dalam merupakan motor dan atau alat daya yang

semua sumber sebuah

organisasi

(Sondang

(Robert Dubin) 4) Kepemimpinan adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengorganisasian yang relevan dengan kegiatankegiatan kelompok (Fred E.Fiedler) 1) Gareth R Jones et al. (2000; 463) mendefinisikan "Leadership is the process by which a peson exerts influence over other people and inspires, motivates, and direct their activities to help achieve group or organizational goals. The person who exerts such influence is a leader". 2) Komaruddin Sastradipoera dalam Jurnal Manajerial Volume 2 Nomor 3 (2003;2) mengemukakan

b a h w a y a n g d i m a k s u d d e n g a n kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi,

27

menuju pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan spesifik. Berdasarkan pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan dan kekuatan seseorang untuk mempengaruhi pikiran (mindset) orang lain agar mau dan mampu mengikuti kehendaknya, dan memberi inspirasi kepada pihak lain untuk merancang sesuatu yang lebih bermakna. Sedangkan pemimpin diartikan sebagai orang yang memiliki kekuatan untuk

mempengaruhi dan memberi inspirasi kepada orang lain, agar mereka menunjukkan respons tertentu dalam merealisasikan visi dan misi organisasi. Sehingga didefinisikan menurut sebagai penulis, seorang pemimpin yang dapat

memiliki

kemampuan, keterampilan, dan ketauladanan dalam memberi instruksi/perintah, membimbing dan memotivasi pihak lain agar dapat melakukan sesuatu dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi serta mampu

mensejahterakan pegawai. a. Fungsi Pemimpin Fungsi utama seorang pemimpin adalah mengambil keputusan (decision making). Merujuk pandangan Lawrence R. Jauch and William F. Glueck, (Yuniarsih T. dan Suwanto, 2008;166) dapat disimpulkan adanya lima aspek penting

28

dalam pengambilan keputusan stratejik, yaitu: 1) Rasionalitas. Hal ini dapat diukur dari sisi manfaat maksimum, ketepatan pemilihan alternatif, dan kepastian penetapan skala prioritas, dalam merealisasikan visi dan misi organisasi. 2) Relevansi. Hal ini dapat diukur dari tingkat kesesuaiannya dengan tujuan dan kebutuhan organisasional. 1) Kepuasan. Hal ini dapat diukur dari tingkat penerimaan dampak positif dari keputusan, serta

stakeholders,

komitmen semua pihak dalam mengimplementasikannya. 2) Fleksibilitas. Hal ini dapat diukur dari kesesuaiannya dengan situasi yang dihadapi, dan tingkat kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. 3) Komprehensif. Hal ini dapat diukur dari keluasan cakupan permasalahan yang diatasi. Secara lebih rinci, fungsi pemimpin dalam pengambil keputusan untuk: terutama dikaitkan berbagai dengan kebutuhan kebijakan yang dapat

menetapkan

memotivasi lahirnya inovasi; menganalisis berbagai situasi yang dihadapi organisasi untuk mendapatkan solusi bagi upaya pengembangan dan sustainability kelompok organisasi; untuk

mengorganisasikan terciptanya

partisipasi

kerjasama

(kolaborasi);

menetapkan

mekanisme dan standar kerja, yang dapat memberi

29

inspirasi

serta

menumbuhkan

kreativitas

secara

menyeluruh dalam mencapai

kinerja yang efektif, efisien

dan produktif, dan melakukan pembinaan kepada staf dalam upaya menumbuhkan budaya belajar melalui organizational learning, memperkuat komitmen, dan menjaga loyalitas. a. Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Menurut Gary Yukl (2009;256) terdapat dua,

perilaku pemimpin yaitu kepemimpinan suportif (serupa dengan (serupa perhatian) dengan dan kepemimpinan mengarahkan Kedua

struktur

memprakarsai).

perilaku pemimpin yang lainnya ditambahkan dalam versi belakangan oleh House dan Mitchell (1974). Keempat perilaku didefinisikan sebagai berikut:

1) Kepemimpinan Suportif Memberikan bawahan, perhatian terhadap kebutuhan akan

yang

memperlihatkan

perhatian

kesejahteraan mereka dan menciptakan ikhm yang bersahabat dalam unit kerja. 2) Kepemimpinan Mengarah. Membiarkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan untuk mereka lakukan, memberikan bimbingan khusus, meminta bawahan untuk men giku ti peratura n dan p rosedu r, pemb uatan jadwal dan

30

mengkoordinasikan pekerjaan. 3) Kepemimpinan Partisipatif. Berkonsultasi dengan para bawahan dan

mempertimbangkan opini dan usulan mereka. 4) Kepemimpinan Berorientasi Keberhasilan. Menetapkan sasaran yang menantang, mencari

perbaikan kiner a, menekankan kinerja yang luar biasa, dan memperlihatkan keyakinan bahwa bawahan akan mencapai standar yang tinggi. Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah, karena itu menjalankan tugas kepemimpinan merupakan pekerjaan yang sulit. Kepatuhan bawahan harus terbentuk dari dalam dirinya yang didorong oleh kepercayaan keyakinan dan

diri dan bukan hasil kalkulasi antara untung

dan rugi. Kerja sama pemimpin dengan pengikut bukan sekedar hubungan atasan-bawahan ataupun majikan-

pekerja, melainkan berkembang menuju terciptanya hubungan kemitraan dalam sebuah teamwork yang solid. Kedua belah pihak menampilkan diri secara profesional dan proporsional, dengan hak dan kewajiban yang jelas. Sedangkan penelitian Iowa University yang dilakukan oleh Ronald Lippit, Talph K, White, dibawah bimbingan Kurt Lewin pada tahun 1930-an (dalam Luthans, 2006)

menghasilkan tiga gaya kepemimpinan, yaitu:

31

1) Otokratis (Autocratic). Pemimpin memegang kekuasaan secara penuh, kekuasaanya bersifat sentralistik,

menekankan kekuasaan jabatan, dilaksanakan dengan paksaan serta memegang sistem pemberian hadiah dan hukuman. 2) Bebas kendali (Laissez faire). Pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada bawahannya untuk melakukan apa saja. Peran aktif dilakukan oleh anggota organisasi yang bebas memilih cara bekerja. 3) Demokratis (Democratic). Pemimpin yang

mendelegasikan wewenang pada bawahan, mendorong partisipasi bawahan, menekankan kemampuan bawahan dalam menyelesaikan melalui tugasnya, kekuasaan dan memperoleh bukan

penghargaan jabatan.

pengaruh,

Dari beberapa teori kepemimpinan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepe mimp inan ada lah sua tu

ke mampuan se seo ran g un tu k mempengaruhi orang lain agar orang tersebut dan mau mengikuti perintah inspirasi atau untuk

kehendaknya

dapat

memberikan

melakukan suatu kegiatan dengan hasil yang bermanfaat. Sedangkan pemimpin adalah orang yang memiliki

kemampuan untuk menggerakkan orang lain agar mengikuti semua perintah yang bennakna bagi tercapainya tujuan

32

organisasi.

1.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses

mempengaruhi orang lain. Selain itu kepemimpinan juga juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau Dalam upaya

sekelompok orang untuk tujuan tertentu.

mempengaruhi tersebut seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda-beda dalam setiap situasi. Dimana menurut Stoner et. al (1996) gaya kepemimpinan (leadership styles) merupakan berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Dari

pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan oleh atasan mempunyai pengaruh terhadap bawahan, yang dapat membangkitkan sebaliknya. Ogbonna menunjukkan dan Harris (2000) dalam penelitiannya semangat dan kegairahan kerja maupun

bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan

baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat pegawai lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan perusahaan, hal

tersebut berdampak pada kinerjanya. Hasil penelitian Ogbonna dan Harris (2000) menunjukkan bahwa budaya organisasi

33

mampu memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja pegawai. Chen (2004) dalam penelitiannya menguji pengaruh antara budaya organisasi dan peran kepemimpinan terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai pada perusahaan industri kecil dan menengah di Taiwan. Sedangkan Armanu Thoyib (2005) menyatakan kepemimpinan,

budaya organisasi, dan strategi organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Sementara Fiedler (1996, dalam Ogbonna dan Harris, 2000) membuktikan pentingnya efektifitas kepemimpinan dengan argumentasinya bahwa efektivitas seorang pemimpin

merupakan determinan utama keberhasilan atau kegagalan kelompok, organisasi atau bahkan negara.

2. Pengaruh Budaya Organisasi dengan Kinerja Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasikan

kepentingan semua pihak, agar dapat menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud adalah budaya dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya. Kreitner dan Kinicki (2005)

34

mengemukakan

bahwa

budaya

organisasi

adalah

nilai

keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Mengingat budaya organisasi merupakan suatu

kesepakatan bersama para anggota dalam organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah lahirnya kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi, sebagaimana Deal dan Kennedy (1982) dan Ouchi (1981) dalam McKinnon et.al (2003) menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi produktivitas, kinerja,

komitmen, kepercayaan diri, dan perilaku etis. Penelitian yang dilakukan Chen (2004) menunjukkan

bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Dukungan tinggi yang ditunjukkan oleh pemimpin organisasi mampu memberikan motivasi yang tinggi dari pegawai untuk bekerja lebih baik dan mencapai target.

35

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

1.1. Kerangka Konsep Penelitian Dari telaah pustaka di muka, maka disusun suatu kerangka pemikiran teoritis yang menyatakan pengaruh antara variabel dalam penelitian ini, untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran teoritis digambarkan dalam gambar 3.1 sebagai berikut :

BUDAYA ORGANISASI KINERJA PEGAWAI KEPEMIMPINAN

Gambar 3.1

36

Bagan Kerangka Konsep Penelitian

1.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan dugaan awal/kesimpulan sementara hubungan pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen sebelum dilakukan penelitian dan harus

dibuktikan melalui penelitian. Dimana dugaan tersebut diperkuat melalui teori/jurnal yang mendasari dan hasil dari penelitian 41 terdahulu. Berdasarkan pada kerangka pemikiran teoritis di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.

Ada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

b.

Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

1.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian Untuk menghindari salah pengertian dalam interpretasi variabel yang mengakibatkan menyimpang dari tujuan penelitian, maka variabelvariabel dalam penelitian ini perlu di definisikan dengan jelas penggunaannya secara rinci serta diberikan beberapa indikator pengukurannya. Variabel dimaksud adalah sebagai berikut :

37

1. Variabel Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan menunjukkan, secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari

falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Dari pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan oleh atasan mempunyai pengaruh terhadap bawahan, yang dapat membangkitkan semangat dan kegairahan kerja maupun sebaliknya. Variabel gaya kepemimpinan

merupakan faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi dan kinerja pegawai diukur melalui lima dimensi variabel, yaitu: (a) Gaya partisipatif, (b) Gaya pengasuh, (c) Gaya otoriter, (d) Gaya birokratis, (e) Gaya berorientasi pada tugas. Masingmasing dengan lima indikator. Gambar 3.2 Variabel Gaya Kepemimpinan

38

2. Variabel Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain (Robbin, 2006). Variabel budaya organisasi merupakan faktor yang

mempengaruhi komitmen organisasi dan kinerja Pegawai, variabel ini diukur melalui delapan indikator. Gambar 3.3 Variabel Budaya Organisasi

39

3.

Variabel Kinerja Pegawai Menurut Masud (2004) kinerja adalah hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indokator tertentu. Variabel kinerja pegawai diukur melalui tujuh indikator. Gambar 3.3 Variabel Kinerja Pegawai

40

BAB IV METODE PENELITIAN

a.1. Rancangan Penelitian

46

41

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang dibuat, penelitian ini termasuk penelitian Explanatory dengan metode kuantitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

a.2. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

a.3. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah semua pegawai negeri sipil di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru yaitu sebanyak 96 orang. Sampel pada penelitian ini adalah dengan mengambil seluruh populasi yang ada (total populasi) dan memenuhi kriteria penelitian. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1. PNS bersedia sebagai responden 2. PNS tidak sedang menjalani cuti, dan ijin sakit a.1. Prosedur Pengambilan Data Untuk mendapatkan data pads penelitian ini

dipergunakan cara-cara sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan, studi ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang akan digunakan untuk memperoleh

42

keterangan-keterangan yang berguna dalam perumusan teori dan landasan penelitian. 2. Studi lapangan, dimaksudkan untuk mendapatkan data primer dengan cara: a. Wawancara, yakni tanya jawab yang dilakukan secara langsung terhadap pegawai pada lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru . b. Observasi, yakni melihat langsung kondisi lapangan yang akan dijadikan lokasi penelitian. c. Kuesioner, dimana peneliti membuat daftar pertanyaan secara tertulis yang diajukan kepada responden untuk mendapatkan informasi . Instrumen penelitian ini disusun menggunakan prinsip

skala Likert. Menurut Indriantoro dan Supomo, (1999) bahwa : "Skala Likert merupakan metode pengukuran sikap yang menyatakan setuju dan ketidaksetujuannya terhadap objek atau kejadian tertentu. Skala ini pada umumnya menggunakan lima angka penelitian, yaitu : (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) tidak pasti atau netral, (4) tidak setuju, (5) sangat tidak setuju".

Pemberian nilai tersebut dilakukan setelah instrument penelitian yang berupa skala likert ini terkumpul. Adapun keuntungan dari skala likert di antaranya adalah mudah dibuat dan ditafsirkan, bersifat luwes, bentuknya umum dan mengukur pada tingkat skala ordinal (Soehartono, 2000:78). Teknik skala Likert berguna untuk mengukur atas jawaban dari

43

pertanyaan

yang

diajukan

kepada

responden

dengan

cara

memberikan nilai skor pada, setiap item jawaban. Pemberian skor untuk setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada responden penelitian ini akan mengacu pada pernyataan Sugiyono, (2001. b : 86 87) bahwa : Jawaban dari setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative yang dapat berupa kata-kata. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya : 1. Sangat setuju/ selalu/ sangat positif, diberi skor 5; 2. Setuju/ sering/ positif, diberi skor 4; 3. Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral, diberi skor 3; 4. Tidak setuju/ hampir tidak pernah/ negative, diberi skor 2; 5. Sangat tidak setuju/ tidak pernah/ sangat negative, diberi skor 1.

a.1. Keabsahan Data Keabsahan suatu hasil penelitian sosial ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Alat ukur yang valid bisa menggambarkan keadaan suatu objek penelitian yang sebenarnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner merupakan hal yang penting. Instrumen yang valid adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Instrument yang reliable adalah instrument yang apabila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data

44

yang sama (Sugiyono dan Wibowo, 2002: 220). Guna menghindari hal-hal yang bisa meragukan

keabsahan hasil penelitian ini, maka diperlukan pengujian lebih lanjut. Pengujian tersebut terdiri dari dua macam yaitu : 1. Uji Kesahihan (Validitas) Menurut Singaribuan dan Effendi (1995: 124) bahwa validitas menunjukkan sejauh mana mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas ini digunakan untuk mengetahui fungsinya, kecermatan sehingga alat bisa ukur diketahui dalam tingkat

menjalankan validitasnya.

Data terkumpul dalam penelitian dapat dipercaya apabila alat ukur yang dipakai memiliki tingkat validitas yang tinggi, karena alat ukur yang tingkat validitasnya tinggi akan memiliki varians kesalahan yang sedikit.

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cars mengkorelasikan skor masing-masing pertanyaan yang diajukan ke responden dengan total skor untuk masing-masing variabel. Berdasarkan hasil korelasi ini, maka selanjutnya akan dicari nilai t untuk masing-masing item. Apabila t hitung > t table, berarti data tersebut valid. Kemudian data yang valid ini akan diikutsertakan dalam pengujian hipotesis penelitian. 2. Uji Keandalan (Reliabilitas)

45

Singarimbun dan Effendi (1995: 144) menyatakan bahwa : "Realibitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain, reliabitas menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama". Pengujian reliabilitas ini hanya dilakukan terhadap butirbutir yang valid, yang diperoleh melalui uji validitas. SPSS jika

Selanjutnya untuk melihat tingkat reliabilitas data, memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas,

Cronbach Alpha () > 0.6 maka reliabilitas pertanyaan bisa diterima (Setiaji 2004 : 59).

a.1. Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengolah data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik kebenaran hipotesa yang telah ditetapkan, analisa data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi

46

masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat. 2. Analisis Bivariat Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui uji korelasi tata jenjang Spearmans. Korelasi tata jenjang Spearmans digunakan untuk menentukan hubungan dua skala data variabel yang kedua-duanya merupakan skala ordinal atau tata jenjang (Arikunto, 2005). Adapun rumus Korelasi Spearmans adalah sebagai berikut :

6 B2 rh oxy = 1 N ( N 2 1)
Keterangan : rho xy = Koefisien Korelasi B = Beda antara jenjang setiap subjek N = Banyaknya subjek Untuk indeks korelasi sebenarnya dapat diketahui adanya 4 hal yaitu arah korelasi (tanda + dan tanda -), ada tidaknya korelasi, interpretasi tinggi rendahnya korelasi dan signifikan tidaknya harga r (rho). Interpretasi dari nilai korelasi r (rho) menurut ukuran yang konservatif menurut Colton dalam Hastomo (2007) adalah sebagai berikut : Nilai r (rho) 0,76 1,00 0,51 0,75 Interpretasi hasil Hubungan Sangat Kuat Hubungan Kuat

47

0,26 0,50 0,00 0,25 Sumber : Hastomo, 2007

Hubungan Sedang Hubungan Lemah

Hipotesis statistik menyatakan bahwa Ho ditolak bila p 0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara

variabel bebas dengan variabel terikat.

DAFTAR PUSTAKA

Dessler, Garry. 1997. Human Resource Management: Appraising Performance. New Jersey: Prentice Hall. Fuad Masud, 2004, Survai Diagnosis Organisational, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gibson, J.L, Ivancevich, JM & Donnelly, J.H. Alih Bahasa Andriani, N. (1997). Organisasi : Perilaku, Struktur dan proses. Jakarta : Aksara Binarupa. Handoko, TH. 2007. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogjakarta : BPFE . H. Hadari Nawawi, 2003, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, Gajahmada University Press, Yogyakarta.

48

________. 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia (Untuk Bisnis Yang Kompetitif), Gajahmada University Press, Yogyakarta. Hasibuan, M. 2003. Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara. Hastomo, SP. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKM Universitas Indonesia (Unpublished) Heidjrachman dan Suad Yogjakarta : BPFE. Husnan. 2002. Manajemen Personalia.

Ilyas, Y. 2002. Kinerja. Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia . ________. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit. Jakarta : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia . Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur RI Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta Mangkunegara, AP. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Cetakan Ketiga). Bandung: PT. Remaja Rodakarya Offset. Munandar, AS. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Murti, B. 2007. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press . Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2007. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. ________. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Robbins, S.P. Alih Bahasa Pujaatmaka, H & Molan, B. 2006., Perilaku Organisasi: Konsep kontroversi, aplikasi, Edisi kedelapan. Jakarta: PT Prenlindo.

49

Siagian, S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara Sitty Yuwalliatin, 2006, Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi, dan Komitmen Terhadap Kinerja Serta Pengaruhnya Terhadap Keunggulan Kompetitif Dosen Unissula Semarang. EKOBIS Vol. 7 No. 2, Juni, h. 241-256. Sovyia Desianty, 2005, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasi Pada PT Pos Indonesia (PERSERO) Semarang. Jurnal Studi Manajemen & Organisasi. Vol 2. No. 1, Januari, h. 69-84. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Altabeta. Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Jakarta : Rineka Cipta.

Suharto dan Budhi Cahyono, 2005, Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Sumber Daya Manusia di Sekretariat DPRD Propinsi Jawa Tengah. JRBI Vol.1 No. 1, Januari, h. 13-30. Yukl, Gary, 2005, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi kelima, PT Indeks, Jakarta.

50

PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth Bapak/Ibu/Saudara Calon Responden Di Sekretariat Daerah Kabupaten Kotabaru. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA BANJARMASIN, saya akan melakukan penelitian tentang PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Untuk keperluan tersebut saya mohon kesedian Bapak/Ibu/Saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan minta kesediaannya untuk mengisi kuesioner yang saya sediakan dengan kejujuran dan apa adanya. Jawaban yang diberikan di jamin kerahasiannya. Demikian permohonan, atas bantuan dan partisipasinya disampaikan terima kasih Kotabaru,...................2012

51

Peneliti, BARSIAH, SH NPM.2010110056 PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Setelah saya membaca maksud dan tujuan dari penelitian ini maka saya menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. No. Responden : Tanggal Tanda tangan :.........................2012 :.......................... KUISIONER Judul Penelitian : PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN

Nomor Responden : Tanggal Pengisian : ....................2012

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan sejujur-jujurnya. A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. 2. 3. 4. Nama Umur Jabatan Masa Kerja : : : :

52

5. 6.

Pendidikan Terakhir Unit Kerja

: :

A. KEPEMIMPINAN Petunjuk : Berikan jawaban dengan tanda (X) terhadap semua pernyataan dalam kuesioner ini dengan memberikan penilaian sejauhmana pernyataan itu sesuai dengan realita, nilai 5 untuk sangat sesuai/setuju sampai dengan nilai 1 untuk sangat tidak sesuai/setuju. No Indikator Variabel Penelitian NILAI / SKOR
1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 6 7 8

Bagaimana gaya pimpinan anda di tempat S T N S S anda bekerja? T S S S Pemimpin sering berkonsultasi dengan anak buah Pemimpin memperlakukan anak buah secara sama antara satu dengan lainnya Pemimpin bergaul secara informal dengan anak buah Pemimpin bercampur secara bebas dengan anak buah Pemimpin membuat anak buah merasa bebas. Pemimpin membantu anak buah sekalipun bukan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan. Pemimpin memuji dan menghargai mereka yang bekerja keras. Pemimpin memperhatikan secara pribadi dalam mempromosikan anak buah, bagi

53

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

mereka yang bekerja keras. Pemimpin memberikan bantuan kepada mereka yang bekerja keras. Pemimpin memperlakukan anak buah seperti adik sendiri. Pemimpin tidak mentolerir campur tangan apapun dari anak buah. Pemimpin menuntut anak buah melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Pemimpin merasa percaya diri dalam mengambil keputusan yang tepat. Pemimpin menyimpan informasi penting untuk dirinya sendiri. Pemimpin berprilaku seakan-akan kekuasaan dan prestisenya penting bagi kepatuhan anak buah. Pemimpin lebih menyukai prosedur yang rinci untuk melakukan pekerjaan Pemimpin mengharapkan anak buah untuk mematuhi peraturan berkaitan dengan pekerjaan mereka. Pemimpin menyerahkan pengambilan keputusan besar di tangan atasan (bos). Pemimpin bertindak sesuai peraturan organisasi Pemimpin mengutamakan orang yang memiliki wewenang Pemimpin menuntut anak buah memprioritaskan pelaksanaan tugas dari pada urusan yang lain. Pemimpin mengharapkan anak buah menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Pemimpin selalu memperbarui pengetahuan berkaitan dengan pekerjaannya Pemimpin sangat disiplin dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin sangat tidak suka kepada anak buah yang datang terlambat.

B. BUDAYA ORGANISASI Bagaimana budaya organisasi di tempat anda bekerja ? No Indikator Variabel Penelitian NILAI / SKOR
1 2 3 4 5

Bagaimana budaya organisasi di tempat S T N S S anda bekerja ? T S S

54

S 1 2 3 4 5 6 7 8 Dalam organisasi Pegawai mencurahkan seluruh kemampuannya untuk bekerja Dalam organisasi, Pegawai mengorganisasikan pekerjaannya sendiri. Anggota organisasi bersikap hangat (ramah) dalam pergaulan. Anggota organisasi mempunyai inisiatif (prakarsa) Pertemuan (rapat) dilakukan tepat waktu. Setiap orang selalu memperhatikan biaya yang dikeluarkan Pegawai merasa aman dengan pekerjaanya Pegawai merasa bangga dan dihargai.

C. KINERJA KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama Atasan/Penilai 2. Jabatan 3. Masa kerja 4. Pendidikan Terakhir 5. Staf yang dinilai 6. Unit Kerja :. :. :.. :.. :. :.

Petunjuk : Berikan jawaban dengan tanda (X) terhadap semua pernyataan dalam kuesioner ini dengan memberikan penilaian sejauhmana pernyataan itu sesuai dengan realita, nilai 5 untuk sangat sesuai/setuju sampai dengan nilai 1 untuk sangat tidak sesuai/setuju. No Indikator Variabel Penelitian NILAI / SKOR
1 2 3 4 5

Bagaimana kinerja pegawai/staf di tempat S T N S S anda bekerja? T S S S 1 Kualitas kerja pegawai ini jauh lebih baik dari Pegawai lain. 2 Efisiensi pegawai ini melebihi rata-rata Pegawai lain.

55

3 4 5 6 7

Kemampuan pegawai ini melaksanakan pekerjaannya utama adalah baik Pegawai ini dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu. Pengetahuan pegawai ini berkaitan dengan pekerjaan utama adalah baik. Tingkat kreativitas pegawai ini dalam melaksanakan pekerjaan utama adalah baik. Pegawai ini dapat melaksanakan tugas sesuai prosedur dan kebijakan organisasi.

You might also like