You are on page 1of 19

BAB 1 PENDAHULUAN

Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan (inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan penglihatan sentral (central vision loss). 1,2,3,6,7,11 RP memengaruhi 1 dari 5000 penduduk di seluruh dunia. RP biasanya didiagnosis pada masa dewasa muda (young adulthood), meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak (infancy) hingga pertengahan usia 30-an sampai 50-an. Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel batang/rod). Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang berbeda. Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.
3,9,10

Kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi pada "the gene for rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red photopigment), sekitar 15% kasus ini merupakan mutasi single point. Pada beberapa kasus RP autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi pada beta-phosphodiesterase, suatu protein penting pada phototransduction cascade. 2,9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. 1,3,4

Gambar 1. Anatomi retina.8

Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang mengandung xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula berwarna kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan zeaxhantine di tengah-tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis solar. 1,3,4 Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone. Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone. 1,3,4

Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior. 3

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,3,4,8 Membrana limitans interna Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus Lapisan sel ganglion Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor

Lapisan inti luar sel fotoreseptor Membrana limitans eksterna Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut Epitelium pigmen retina

Gambar 3. Lapisan retina.8

Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai lapisan inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler. Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina. Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak akan menyebabkan nyeri. 1,3,4 2.2. Fisiologi Retina Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung
5

komponen kimia yang sensitive terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda dengan rodopsin. 5 Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin untuk membentuk rodopsin. 5 Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin. Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat. 5

Gambar 4. Aktivasi rodopsin. 5

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11cis retina terbentuk secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya. 5 Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin A yang terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina apabila dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah menjadi vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan,
7

seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang. 5 Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada pigmen retina sama pada sel kerucut dan sel batang. 5 Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen sensitif warna merah. 5

Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.5 Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih besar dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut. 5

Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di sebelah kanan di daerah fovea. 5 Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju otak. 5

2.3. Definisi Retinitis pigmentosa adalah sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai oleh disfungsi progresif foto reseptor yang disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina. 1 2.4. Insidensi Penyakit ini terjadi pada 5 orang per 1000 dari populasi dunia, penyakit ini berawal di masa kecil dan berkembang secara perlahan, sering mengakibatkan kebutaan di usia dewasa. Tidak ada ras yang rentan terhadap penyakit ini. Lakilaki lebih sering terkena daripada perempuan dengan rasio 3:2. Penyakit ini hampir selalu bilateral dan mempengaruhi kedua mata. 3 2.5. Etiologi Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan oleh mutasi dna mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa. 2 2.6. Patofisiologi RP secara khas dipercaya sebagai suatu dystrophy (kelainan degeneratif, biasanya karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), sebagian besar di fotoreseptor sel batang; sebagian kecil, defek genetik memengaruhi retinal pigment epithelium (RPE) dan fotoreseptor sel kerucut. 2,3 Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus gen dapat menyebabkan RP. Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian sel fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen

10

luar semakin memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini berlangsung di mid perifer retina. Daerah (region) retina ini menggambarkan apoptosis sel dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar (outer nuclear layer). Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk di inferior retina, karena itu menyarankan suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure). 2,3 Jalur akhir (final common pathway) RP adalah kematian secara khas fotoreseptor sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan (vision loss). Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina, maka hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi (peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).
2,3

Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang dengan pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan sel. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP. 2,3 2.7. Jenis-jenis Retinitis Pigmentosa Adapun jenis-jenis retinitis pigmentosa yaitu: 2 1. Rod-cone dystrophy (bentuk klasik) 2. Cone-rod dystrophy 3. Sectoral retinitis pigmentosa. 4. Retinitis pigmentosa sine pigmento (tanpa pigmen). 5. Unilateral retinitis pigmentosa. 6. Lebers amaurosis (terjadi pada masa anak-anak). 7. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis). 8. Retinitis pigmentosa yang diikuti dengan penyakit lain.

11

2.8. Gejala Klinis Adapun gejala klinis dari retinitis pigmentosa antara lain: 3,9 1. Gejala visual Nyctalopia, adaptasi penglihatan yang buruk pada malam hari. Penurunan penglihatan perifer Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya

2. Perubahan pada fundus Perubahan pigmen retina, ini adalah jenis perivaskular dan bentuk seperti bone spicules. pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian equatorial dan kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior. Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat lanjut

Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi Perubahan yang lain yang dapat terlihat colloid bodies, choroidal sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.

12

Gambar 7. Fundus picture in retinitis pigmentosa 3

Gambar 8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa 3 3. Perubahan lapangan pandang Annular atau ring shape scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma meningkat pada bagian anterior dan posterior dan utamanya hanya pengliahatan central berada disebelah kiri (tubular vision). biasanya hal ini hilang dan pasien menjadi buta.

13

Gambar 9. Field change in retinitis pigmentosa 3 4. Perubahan Elektrofisiologi Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif dan tanda-tanda objektif muncul. 2.9. Pemeriksaan Pemeriksaan atau Tes pada retinitis pigmentosa: 3,9,10 1. Imaging Studies Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan tes ini. 2. Electroretinogram (ERG) ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk kerusakan photoreceptor yang ringan.

14

3. Formal visual field Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada pasien RP. Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat dengan mudah mendeteksi perubahan progressive visual field. 4. Color testing Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna. 5. Adaptasi gelap (Dark adaptation) Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light). 6. Genetic subtyping Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect. 2.10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada retinitis pigmentosa antaralain: 1,2,3,4,9,10 1. Vitamin A palmitate dosis 15 ribu U per hari. 2. Beta-carotene dosis 25 ribu IU. 3.Docosahexaenoic acid (DHA). DHA merupakan omega-3

polyunsaturated fatty acid dan antioxidant. 4. Acetazolamide, efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu ginjal, kehilangan selera makan, hand tingling, dan anemia, telah membatasi penggunaannya. 5. Lutein/zeaxanthin Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang tidak dapat diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan. Lutein

15

dapat melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen macular. Dosis 20 mg per hari telah direkomendasikan. 6. Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan. 7. Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari. Namun belum ada bukti nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP. 8. Perawatan bedah (Surgical Care), misalnya: Cataract extraction. Bedah katarak seringkali bermanfaat pada stadium kemudian (later stages) RP. Penggunaan perioperatif kortikosteroid direkomendasikan untuk mencegah postoperative cystoid macular edema. 9. Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti lebih lanjut adalah: a. Growth factors. Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor (CNTF) telah berhasil memperlambat degenerasi retina. b. Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells) c. Retinal prosthesis (phototransducing chip, subretinal microphotodiodes) d. terapi gen (gene therapy) 2.11. Prognosa Retinitis pigmentosa merupakan suatu proses yang kronik. Penampilan klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapat menyebabkan kebutaan. 2

16

BAB III KESIMPULAN Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang di tandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina. Gejala awal sering muncul pada masa anak-anak dan semakin memburuk dengan bertambahnya usia. Pengobatan nya terdiri dari medical care, surgical care, pemberian anti oksidan sampai penggunaan kacamata gelap. Retinitis pigmentosa merupakan penyakit yang berlangsung kronik, penampilan fisiknya tergantung dari kelainan masingmasing sampai pada akhirnya terjadi kebutaan.

17

DAFTAR PUSTAKA

1.

Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika; 2000. Hal. 1-29.

2.

Lang GK. Chapter 12: Retina. In Ophthalmology A short of Textbook. NewYork: Thieme Stuttgart ;2000. Hal. 299-304, 343-345.

3.

Khurana AK. Chapter 11: Diseases of the Retina. In: Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International (P) Ltd; 2007. Hal.249-253, 268-269.

4.

Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-12.

5.

Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Philadelphia. Elsevier. 2006. Hal. 626-636.

6.

Crick RP, Textbook of Clinical Ophtalmology: Retinitis Pigmentosa. 3rd ed. World Scientific Publishing. 2003. Hal. 519-522.

7.

Khaw PT, ABC of Eyes: Retinitis Pigmentosa. 4th ed. London. BMJ. 2006. Hal. 41.

8.

Olver J, At a Glance Ophthalmology: Posterior segment and retina. 1st ed. Blackwell Science. 2005. Hal. 28-29.

9.

Yog Raj Sharma, P. Raja Rami Reddy, Deependra V. Singh, Article: Retinitis Pigmentosa and Allied Disorders. Centre for Ophthalmic Sciences, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi. 2004.

18

10. Hamel C. Retinitis Pigmentosa. Orphanet Encyclopedia, July 2003. Available from: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-RetinitisPigmentosa.pdf 11. Ilyas S. Retinitis Pigmentosa. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 225226.

19

You might also like