You are on page 1of 4

Tindakan medik : Pada gangguan system perkemihan Tujuan penanganan medik yaitu memperbaiki aliran urin dari kandung

kemih, mengurangi/menghilangkan gejala-gejala, dan mencegah atau menangani komplikasi akibat BPH. Apabila ditemukan klien berindikasi peningkatan obstruksi urethra,dilakukan tindakan penanganan sesuai dengan indikasi. Berbagai tindakan sebagai pilihan penanganan BPH dapat dikategorikan dalam tindakan pengobatan, nonsurgical invasive (invasif tanpa tindakan pembedahan, dan surgical invasive (tindakan invasif dengan pembedahan). 1. Terapi Pengobatan : Pemberian hormon dapat mengurangi/menghambat pertumbuhan jaringan melalui penghambatan hormon adrogen. Pengobatan dilakukan secara kontinu. Efek samping dari pengobatan ini adalah disfungsi ereksi, dimana ditemukan 10 % dari klien mengalami penurunan libido( Lewis,Heitkemper & Dirksen, 2000). Pengobatan herbal dapat digunakan untuk klien BPH. 2. Nonsurgical Invasive : Pemasangan indwelling kateter secara temporer dapat digunakan untuk mengurangi gejala. Pemasangan kateter dalam waktu yang lama agar dihindari guna mencegah terjadinya risiko infeksi. Pemasangan Ballon dilatasi dalam uretra untuk meregangkan uretra sehingga aliran urin menjadi bebas dan lancar. Tindakan pemasangan ballon ini merupakan tindakan yang tidak permanen (bersifat sementara). 3. Surgical Therapy : Tindakan pembedahan dilakukan guna mnengatasi adanya obstruksi urin akibat BPH. Bagian dari kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi dilakukan pengangkatan yang disebut Prostatectomy. Indikasi prostatectomy adalah sebagai berikut ;

a. Bagian atas saluran kemih mengalami dilatasi (hydroureter, hydronephrosis) dan adanya gangguan fungsi ginjal. b. Nyeri yang hebat. c. Total urinary obstruction. d. Pengobatan yang diberikan kurang berespon. e. Adanya batu kandung kemih, sebagai bukti adanya obstruksi yang lama sehubungan dengan BPH dan adanya infeksi. f. Obstruksi yang lama dengan adanya hydroureter dan hydronephrosis yang mengganggu fungsi ginjal. g. Hematuria yang lama dan hebat. h. Menurunnya kualitas hidup sebagai akibat BPH. i. j. Retensi urinary yang kronik. Adanya infeksi saluran kemih yang berulang-ulang.

Penanganan Pra-Bedah : Tujuan persiapan klien pra-bedah adalah mempertahankan output urin dan mencegah komplikasi. Klien yang mengalami retensi akut memerlukan tindakan pembedahan. Biasanya pada kondisi ini perlu dipertimbangkan pemasangan kateter. Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat jaringan prostat yang membesar, yaitu : 1. Transurethral resection of the prostat (TURP). 2. Suprapubic prostatectomy. 3. Retropubic prostatectomy. 4. Perineal prstatectomy. Prosedur di atas ditentukan oleh ukuran dari prostat dan kondisi umum kesehatan klien. a. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) adalah tinmdakan yang sering dilakukan dengan mengangkat sebagian prostat. Tidak dilakukan insisi eksternal, karena dilakukan melalui resectoscope melalui uretra dan dilaukan kauter pada jaringan prostat.. Setelah

dilakukan tindakan ini melalui three-way indwelling catheter dimasukkan cairan steril sebanyak 30 60 ml guna hemostasis dan memfasilitasi aliran urin. Irigasi kandung kemi dilakukan 24 jan pertama guna mencegah obstruksi bekuan darah. Tindakan ini digunakan bila klien mengalami pembesaran prostat sedang. Keuntungan tindakan ini adalah tidak dilakukan insisi eksternal dan tidak menyebabkan gangguan disfungsi seksual (gangguan ereksi), dan tidak mengakibatkan inkontinen yang lama. Kerugiannmya yaitu dengan tidak seluruhnya jaringan prostat diangkat akan memebrikan potensi untuk mengalami kembali hyperplasia, dan dapat terjadi kanker prostat. b. Transurethral Incision of the Prostat (TUIP). Dilakukan pada klien dengan risiko tinggi, juga pada obstruksi ringan, atau pada klien usia yang masih mudah. Insisi dilakukan kedalam jaringan prostat guna mengurangi obstruksi pada bagian leher kandung kemih. Insisi dapat dibuat secara unilateral atau bilateral. Dilakukan monitor output urin dan kemungkinan hematuria yang dilakukan pada 24 jam pertama melalui indwelling kateter. c. Suprapubic Resection. Pengangkat massa jaringan dilakukan secara luas (diatas 60 g) yang biasa dilakukan pada kanker prostat. Insisi dilakukan dibagian bawah garis tengah abdomen melalui kandung kemih sampai pada bagian depan prostat. Tindakan ini dengan menggangkat seluruh kelenjar dan selanjutnya uretra dijahitkan pada kandung kemih. Setelah pembedahan, dipasang kateter pada bagian suprapubis yang dipasang melalui insisi abdominal yang bertujuan untuk mencegah terjadinya terkanan pada ahitan dan menungkin untuk penyembuhan kandung kemih. Indwelling kateter dipasang kedalam kandung kemih melalui urethra guna mencegah terjadinya striktur. Dilakukan irigasi kandung kemih pada 24 jam pertama. Tindakan ini berisiko terjadinya infeksi saluran kemih, spasme kandung kemih, dan perdarahan. d. Retropubic Resection Digunakan untuk mengangkat secara radikal yang dilakukan pada kanker prostat. Insisi pada bagian bawah garis abdomen sampai pada kelenjar prostat. Setelah pembedahan, dipasang indwelling kateter yang dipasang melalui urethra kedalam kandung kemih. Dipasang drain pada

daerah insisi abdomen guna mengeluarkan cairan melalui area tersebut. Pada tindakan ini tidak dilakukan insisi kandung kemih. Prosedur ini berisiko terjadinya perdarahan. Pada klien yang kegemukan, agak sulit dilakukan reseksi suprapubis dan retropubis. e. Perineal Resection. Tindakan ini jarang dilakukan, tetapi dilakukan pada kanker prostat. Insisi dibuat melalui antara skrotum dan anus. Oleh karena kemungkinan dapat meluas ke area rektum maka klien sebelumnya dilakukan huknah, diberi antibiotik, dan diet rendah serat. Setelah pembedahan dipasang indwelling kateter melalui urethra. Dipasang drain pada daerah insisi.Dilakukan pergantian balutan setiap kali defekasi guna mencegah terjadinya infeksi pada daerah insisi. Kerugian : Walaupun semua tindakan berisiko disfungsi ereksi, tetapi tindakan Perineal Resection merupakan insiden tertinggi, inkontinen urin, risiko infeksi karena berdekatan dengan anus.

You might also like