You are on page 1of 8

1

RIBA DALAM MONEY CHANGER (ASH-SHARF)

A. Pengertian Valuta Asing Valuta asing ialah mata uang luar negeri, seperti dollar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan international, maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya, importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor barang dari luar negeri. Untuk membayar barang-barang impor tersebut, si importir membutuhkan mata uang asing. 1 Menurut prinsip muamalah syariah, jual beli mata uang yang disetarakan dengan emas (dinar) dan perak (dirham) haruslah dilakukan dengan tunai/kontan (naqdan) agar terhindar dari transaksi ribawi (riba fadhl), sebagaimana dijelaskan hadits mengenai jual beli enam macam barang yang dikategorikan berpotensi ribawi. Rasulullah bersabda : Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, syair dengan syair (jenis gandum), kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, dalam hal sejenis dan sama haruslah secara kontan (yadan biyadin/naqdan). Maka apabila berbeda jenisnya, juallah sekehendak kalian dengan syarat secara kontan. (HR. Muslim) Pada prinsip syariahnya, perdagangan valuta asing dapat dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran antara emas dan perak atau dikenal dalam terminologi fiqih dengan istilah (sharf) yang disepakati para ulama tentang keabsahannya. Emas dan perak sebagai mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya misalnya Rupiah kepada Rupiah (IDR) atau US Dolar (USD) kepada Dolar kecuali sama jumlahnya (contohnya; pecahan kecil ditukarkan pecahan besar asalkan jumlah nominalnya sama). Hal itu karena dapat menimbulkan Riba Fadhl seperti yang dimaksud dalam larangan hadits di atas. Namun bila berbeda jenisnya, seperti Rupiah kepada Dolar atau sebaliknya maka dapat ditukarkan (exchange) sesuai dengan market rate (harga pasar) dengan catatan harus efektif kontan/spot (taqabudh fili) atau yang dikategorikan spot (taqabudh hukmi) menurut kelaziman pasar yang berlaku sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Qudamah
1

Agustiantocentre.com

tentang kriteria tunai atau kontan dalam jual beli yang dikembalikan kepada kelaziman pasar yang berlaku meskipun hal itu melewati beberapa jam penyelesaian (settlement-nya) karena proses teknis transaksi. Harga atas pertukaran itu dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli atau harga pasar (market rate). Nabi bersabda : Perjualbelikanlah emas dengan perak semau kalian asalkan secara kontan dan dalam hadits Ibnu Umar Rasulullah memberikan penjelasan bahwa ketentuan kontan tersebut fleksibel selama dalam toleransi waktu yang lazim, tidak menimbulkan persoalan dan tetap dalam harga yang sama pada hari transaksi (bisiri yaumiha). Dalam prakteknya, untuk menghindari penyimpangan syariah, maka kegiatan transaksi dan perdagangan valuta asing (valas) harus terbebas dari unsur riba, maysir (spekulasi gambling) dan gharar (ketidakjelasan, manipulasi dan penipuan). Oleh karena itu, jual beli maupun bisnis valas harus dilakukan dalam secara kontan (spot) atau kategori kontan. Motif pertukaran itupun tidak boleh untuk spekulasi yang dapat menjurus kepada judi/gambling (maysir) melainkan untuk membiayai transaksi-transaksi yang dilakukan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah guna memenuhi kebutuhan konsumsi, investasi, ekspor-impor atau komersial baik barang maupun jasa (transaction motive). Di samping itu perlu dihindari jual-beli valas secara bersyarat dimana pihak penjual mensyaratkan kepada pembeli harus mau menjual kembali kepadanya pada periode tertentu di masa mendatang, serta tidak diperkenankan menjual lagi barang yang belum diterima secara definitif (Bai Fudhuli) sebagaimana hal itu dilarang dalam hadits riwayat imam Bukhari. Demikian halnya, dunia perbankan termasuk bank syariah sebagai lembaga keuangan yang memfasilitasi perdagangan international (ekspor-impor) maupun kebutuhan masyarakat terhadap penukaran valuta asing tidak dapat terhindar dari keterlibatannya di pasar valuta asing (foreign exchange). Hukum transaksi yang dilakukan oleh sebagian bank syariah dalam muamalah jual beli valuta asing tidak dapat dilepaskan dari ketentuan syariah mengenai sharf. Bentuk transaksi penukaran valuta asing yang biasa dilakukan bank syariah dapat dikategorikan sebagai naqdan (spot) meskipun penyerahan dan penerimaan tersebut tidak terjadi pada waktu transaksi diputuskan (dealing), melainkan penyelesaiannya (settlementnya) baru tuntas dalam 48 jam (dua hari) kerja. Fenomena transaksi ini sudah biasa dikenal dalam dunia perdagangan internasional dan tetap disebut transaksi valas spot antar bank. Bahkan jika kebetulan bertepatan dengan libur akhir pekan, serah terima itu baru dapat terlaksana setelah 96 jam kerja.

Dengan demikian, hukum transaksi money exchange dalam bentuknya yang sederhana sepanjang dilakukan secara tunai atau dikategorikan tunai (spot) dan jual putus (one shot deal) serta bukan untuk tujuan atau memfasilitasi dan mendukung kegiatan spekulasi pada prinsipnya diperbolehkan menurut syariah Islam berdasarkan akad sharf selama menghindari pantangan syariah dalam bisnis di samping menghindari praktik perdagangan (trading) ala konvensional yang dewasa ini biasa dilakukan di pasar valuta asing.2 B. Norma-norma Syariah Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syariah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan sebagai berikut ; 1. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan. 2. Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan jasa, bukan dalam rangka spekulasi. 3. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang. 4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak uang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan. 5. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain, tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai al-fudhuli). Dengan memperhatikan beberapa batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku perdagangan valas yang harus diperhatikan : 1. Ekonomi syariah menghindari dan melarang perdagangan tanpa penyerahan (future non delivery trading atau margin trading). 2. Ekonomi syariah melarang tegas jual beli valas untuk kepentingan spekulasi 3. Harus dihindari jual beli valas, baik dalam bentuk spot maupun forward.

dakwatuna.com

4. Ekonomi syariah juga melarang transaksi swap. Berjanji untuk menukar mata uang asing dengan mata uang setempat pada waktu tertentu dan dengan harga yang ditetapkan, hukumnya jaiz. C. Larangan Spekulasi Valas Sekali lagi ditegaskan bahwa pertukaran mata uang atau jual beli valas untuk kebutuhan sektor riil, baik transaksi barang maupun jasa, hukumnya boleh (jaiz) menurut hukum Islam. Namun, bila motifnya untuk spekulasi, sebagaimana yang banyak terjadi saat ini, maka hukumnya haram. Argumentasi dan dasar pemikiran larangan perdagangan spekulasi valas untuk spekulasi, dirumuskan dalam bentuk poin di bawah ini : a) Pendapat Mahathir Muhammad, PM Malaysia, Mahathir Muhammad dikenal luas sebagai orang yang mengecam keras praktik perdagangan valas (Margin trading valas). Larangan keras ini didasarkan pada sejumlah alasan :  Berdagang valuta asing ini tidak ubahnya seperti judi, karena dalam transaksinya penuh dengan spekulasi.  Konstribusi margin trading sangat signifikan terhadap melemahnya rupiah atas dollar AS. Sedangkan melemahnya rupiah atas dollar merupakan bencana bagi ekonomi Indonesia.  Praktik margin trading biasanya tidak mengindahkan fair bussines.  Karena tidak ada proses transaksi riel, para pelaku hanya mengandalkan selisih dari harga valuta pada saat penutupan. b) Uang bukan komuditas. Dalam ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas, namun dalam perdagangan valuta, yang secara jelas, telah dijadikan sebagai komoditas. Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dalam buku An-Nizham al Iqtishadi al-Islami, mengatakan bahwa uang adalah standar nilai pada barang dan jasa Demikian pula Thahir Abdul Muhsin Sulaiman dalam buku Ilajul Musykilah al-Iqtishadi bil Islam, memandang uang sebagai medium of exchange.

Pakar ekonomi Islam sepakat, bahwa perdagangan spekulasi valuta telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian dunia dan senantiasa mengancam ekonomi banyak negara. Oleh karena itu, praktik spekulasi valas harus dilarang. Menurut ekonomi Islam, transaksi valas hanya dibenarkan apabila digunakan untuk kebutuhan sektor riel, seperti membeli barang untuk kebutuhan import, berbelanja, dan sebagainya. Perdagangan valas dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya (semu), karena padanya tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam perdagangan valas, yang diperjualbelikan adalah uang itu sendiri, bukan barang atau jasa. Dalam transaksi maya, tidak ada sektor riil (barang atau jasa) yang diperjualbelikan. Mereka hanya memperjualbelikan kertas berharga dan mata uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (gain) yang diperoleh dan jual beli itu termasuk kepada riba. Karena gain itu diperoleh bighairi iwadhin, yakni tanpa ada sektor riil yang dipertukarkan, kecuali mata uang itu sendiri. Tegasnya, gain (harga beli lebih besar dari harga jual) yang diperoleh dalam perdagangan valas adalah riba. Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Quran (QS. 2 : 275-279), pada hakikatnya, merupakan pelarangan terhadap transaksi maya. Firman Allah, Allah menghalalkan jual beli (sektor riil), dan mengharamkan riba (transaksi maya). D. Dampak Spekulasi Perdagangan Valas a) Perdagangan valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, antara lain menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan masyarakat umum, bahkan kegiatan jual-beli valas cenderung mendorong jatuhnya nilai uang rupiah, karena para spekulan sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu negara berfluktuasi secara tajam. Bila nilai rupiah anjlok, maka secara otomatis, rusaklah ekonomi Indonesia yang ditandai dengan naiknya harga barang-barang atau terjadinya inflasi secara tajam. Sedangkan inflasi adalah realitas ekonomi yang tidak diinginkan ekonomi Islam.

Akibat lain adalah goncang dan ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan impor yang pada gilirannya mengakibatkan kesulitan operasional dan sering menimbulkan PHK di mana-mana. Demikian pula, suku bunga perbankan menjadi tinggi, APBN harus direvisi karena disesuaikan dengan dollar. Defisit APBN pun semakin membengkak secata tajam. Demikianlah keburukan jatuhnya nilai mata uang rupiah yang dipicu oleh permainan spekulasi valas. Berdasarkan dampak negatif itu, perdagangan valas untuk kepentingan spekulasi, amat dilarang dalam Islam. b) Dampak lain transaksi maya dalam perekonomian ialah terjadinya ketidakseimbangan arus moneter dengan arus finansial. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar, bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riel. Atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian. Dalam ekonomi Islam, sektor finansial dan sektor riel. Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional, jelas memisahkan antara sektor finansial dan sektor riel. Akibat pemisahan itu, ekonomi dunia rawan krisis, khususnya negara-negara berkembang (terparah Indonesia). Sebab, pelaku ekonomi tidak lagi menggunakan uang untuk kepentingan sektor riil, tetapi untuk kepentingan spekulasi mata uang. Spekulasi inilah yang dapat menggoncang ekonomi berbagai negara, khususnya negara yang kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi itu, jumlah uang yang beredar sangat tidak seimbang dengan jumlah barang di sektor riil. Bagi spekulan, tidak penting apakah nilai menguat atau melemah. Bagi mereka yang penting adalah mata uang selalu berfluktuasi. Tidak jarang mereka

melakukan rekayasa untuk menciptakan fluktuasi bila ada momen yang tepat, biasanya satu peristiwa politik yang minimbulkan ketidakpastian. Menjelang momentum tersebut, secara perlahan-lahan mereka membeli rupiah, sehingga permintaan akan rupiah meningkat. Ini akan mendorong nilai rupiah menguat. Penguatan rupiah secara semu ini, akan menjadi makanan empuk para spekulan. Bila momentumnya muncul dan ketidakpastian mulai merebak, mereka akan melepaskan rupiah sekaligus dalam jumlah besar. Pasar akan kebanjiran rupiah dan tentunya nilai rupiah akan anjlok. Para spekulan meraup keuntungan dari selisih harga harga beli dan harga jual. Makin besar selisihnya, makin menarik bagi para spekulan untuk bermain. c) Perdagangan mata uang (valas) secar signifikan menimbulkan kerawanan krisis bagi suatu negara. Karena itulah, maka konferensi tahunan Asociation of Muslim scientist di Chicago, Oktober 1998 yang membahas masalah krisis ekonomi Islam, menyepakati bahwa akar persoalan krisis adalah perkembangan sektor finansial yang berjalan sendiri, tanpa terkait dengan sektor riil. Dengan demikian, nilai suatu mata uang dapat berfluktuasi secara liar. Solusinya adalah mengatur sektor finansial agar dijauhkan dari segala transaksi yang mengandung riba, termasuk transaksi maya di pasar uang. Gejala decopling, sebagaimana digambarkan di atas, disebabkan, karena alat tukar dan penyimpanan kekayaan, tetapi telah menjadi komoditas yang

diperjualbelikan dan sangat menguntungkan bagi mereka yang memperoleh gain (tambah selisih harga jual dan harga beli). Meskipun bisa berlaku sebaliknya, yakni orang yang bisa mengalami kerugian milyaran dolar AS.3

Ibid, agustianticentre.com

You might also like