You are on page 1of 26

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian utama, yaitu kajian

terhadap berbagai teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini adalah teori mengenai Linguistik Fungsional Sistemik (LFS), Metafungsi Bahasa, Analisis Wacana Kritis, Gender, dan teori mengenai Periklanan. Sedangkan hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian ini adalah berbagai penelitian dalam bidang linguistik dan ilmu komunikasi yang menggunakan analisis multimodal sebagai kerangka kerjanya. Penelitian-penelitian tersebut adalah Intersemiotic Texture: Analizing Cohesive Devices between Language and Citra (Liu Y dan Kay OHalloran: 2009), The Construal of Ideational Meaning in Print Advertisement (Cheong Yin Yuen: 2004), dan British Mens Magazines Scent Advertising and The Multimodal Discursive Construction of Masculinity: a Prelimenary Study (Eduardo de Gregorio-Godeo: 2009). 2.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) adalah salah satu aliran dalam disiplin linguistik yang memperkenalkan suatu teori yang disebut dengan teori sistemik. Teori sistemik bahasa memandang bahasa sebagai bagian dari fenomena sosial yang tentunya berhubungan dengan konteks sosial pemakaian bahasa. Seperti yang

Universitas Sumatera Utara

dikemukakan oleh Sinar (2008: 19-24), teori sistemik bahasa melingkupi fungsi, sistem, makna, semiotika sosial, dan konteks. Bahasa sebagai fungsi berkaitan dengan penggunaan bahasa bagi interaksi sosial. Bahasa diorganisir sedemikian rupa untuk melaksanakan suatu fungsi interaksionis, yakni bagaimana ide-ide dalam wujud bahasa dapat dipahami oleh pihak lain dalam suatu lingkungan sosial (Sinar, 2008:19). Fungsi bahasa adalah untuk menciptakan makna, karena itu komponen terpenting dari suatu bahasa adalah komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna. Terdapat tiga komponen utama dalam menciptakan makna, yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional berhubungan dengan bagaimana pengguna bahasa memahami lingkungan sosial. Komponen interpersonal berhubungan dengan bagaimana bahasa digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Sinar, 2008: 20). Sebagai sistem, bahasa bersama-sama dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam menciptakan makna (Halliday dan Hasan, 1992: 5). Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan semata-mata sebagai makna kata-kata, tetapi merupakan sistem bahasa secara keseluruhan. Sistem semantik menyediakan pilihanpilihan semantik yang dapat digunakan oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi

Universitas Sumatera Utara

dengan pihak lain, di mana sistem semantik ini berhubungan langsung dengan sistemsistem lainnya yang berada di sekitar ide interaksi tersebut (Sinar, 2008: 19). Sistem semantik diwujudkan melalui kata-kata dan tatabahasa dalam suatu proses penyusunan ide dalam pikiran manusia. Dalam proses ini, kata-kata dan tatabahasa berhubungan secara alamiah dengan makna yang dirujuknya yang kemudian menghasilkan ujaran dan tulisan, sehingga proses interaksi dapat berjalan (Sinar, 2008: 19). Bahasa sebagai semiotika sosial adalah bahasa sebagai sistem makna (Halliday dan Hasan, 1992: 4). Semiotika sosial melihat tanda dalam arti yang lebih luas, yakni sebagai suatu sistem tanda yang merupakan bagian tatanan-tatanan yang saling berhubungan sebagai pembawa makna dalam budaya. Sehingga, bahasa dalam semiotika sosial mendapatkan maknanya melalui interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan sosial pula (Halliday dan Hasan, 1992: 4-6). Bahasa sebagai semiotika sosial berhubungan dengan penggunaan bahasa bersama-sama dengan sistem makna lainnya dalam menciptakan kebudayaan (Halliday dan Hasan, 1992: 5). Pengalaman-pengalaman manusia sebagai bagian dari dimensi sosial merupakan awal dari munculnya gejala bahasa, oleh karena itu penting untuk melihat bahasa dari sudut pandang dimensi sosial yang melingkupinya. Lingkungan sosial merupakan tempat terjadinya pertukaran makna. Oleh sebab itu, proses pertukaran makna adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, artinya

Universitas Sumatera Utara

penggunaan bahasa sebagai alat interaksi sosial untuk menciptakan makna dari sederetan sistem makna yang tersedia secara keseluruhan berhubungan dengan konteks yang melatarbelakangi interaksi tersebut (Halliday dan Hasan, 1992: 6). Terdapat tiga konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa dalam suatu proses interaksi, yakni konteks situasi, budaya, dan ideologi (Sinar, 2008: 23-24). 2.1.1 Metafungsi Bahasa Metafungsi bahasa adalah bentuk-bentuk internal bahasa yang membentuk tatabahasa. Dengan mengamati metafungsi bahasa dapatlah dilihat hubungan bahasa dengan dunia luar bahasa, yakni lingkungan sosial bahasa dan bagaimana bahasa digunakan dalam interaksi sosial (Sinar, 2008: 28). Tatabahasa dalam pandangan LFS adalah teori pengalaman manusia, dimana pengalaman tersebut direpresentasikan, dihubungkan, diubah, dan diorganisasikan (Saragih, 2006: 7). Metafungsi bahasa terdiri atas tiga komponen: (1) komponen ideasional yang terdiri atas fungsi eksperensial dan fungsi logis, (2) komponen interpersonal, (3) komponen tekstual (Halliday, 1994: xiii). Komponen ideasional berfungsi untuk mengkodekan pengalaman-pengalaman yang membawa gambaran realitas yang direalisasikan melalui sistem transitivitas dan sistem taksis. Komponen interpersonal berfungsi untuk mengkodekan interaksi dan menunjukkan bagaimana pengalaman-pengalaman dipertukarkan yang direalisasikan melalui sistem modus. Komponen tekstual berfungsi untuk mengorganisasikan pesan

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan konteksnya yang direalisasikan melalui sistem tema-rema (Sinar, 2008: 30-31). Berikut ini adalah uraian Halliday (1994:36) terhadap ketiga komponen metafungsi yang direfleksikan dalam bentuk tatabahasa: Tabel 2.1 Metafunctions and their reflexes in the grammar Metafunction Defenition (kind of Corresponding Favoured type (technical meaning) status of Clause of structure name) experential construing a model clause as segmented of experience representation (based on constituency) interpersonal enacting social clause as prosodic relationship exchange textual creating relevance clause as message culminative to context logical constructing logical iterative relations Konsep metafungsi bahasa ini kemudian dikembangkan oleh Kress dan van Leeuwen ke dalam sistem makna lain, yaitu dalam bentuk teks multimodal. Teks multimodal dibentuk oleh lebih dari satu sistem semiotik (Kress dan van Leeuwen, 2006: 18), misalnya teks yang terdiri dari tulisan dan gambar. Sistem makna multimodal yang dibentuk secara verbal melalui tulisan dan visual melalui gambar, dapat merepresentasikan berbagai pengalaman-pengalaman sosial (Kress dan van Leeuwen, 2006: 18). Misalnya saja sebuah iklan produk kecantikan, komponen verbalnya mungkin tidak mengarah kepada prasangka-prasangka gender yang seksis,

Universitas Sumatera Utara

tetapi komponen visualnya mungkin sebaliknya, mengarah pada prasangka-prasangka gender yang seksis (Kress dan van Leeuwen, 2006: 18). Seperti yang telah dikemukakan oleh Gombrich (1982) dalam Young dan Fitzgerald (2006: 169), pentingnya sistem makna visual diakibatkan oleh semakin pentingnya elemen visual dalam sistem komunikasi masa kini. Sistem makna visual merupakan sistem semiotik lain yang secara independen ataupun bersama-sama dengan bahasa verbal menciptakan kebudayaan. Produk-produk kebudayaan yang dihasilkan oleh sistem makna ini dapat ditemukan dalam berbagai produk, misalnya media massa dan iklan (Kress dan van Leeuwen, 2006: 15). Kress dan van Leeuwen (2006: 40-41) mengembangkan ketiga komponen metafungsi Halliday di atas untuk sistem semiotik dalam suatu teks multimodal. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, sistem semiotik dalam teks multimodal berarti tidak secara khusus berhubungan dengan bahasa saja sebagai sistem semiotik, tetapi juga sistem lain seperti visual. Ketiga metafungsi tersebut dijelaskan sebagai berikut: (1) Komponen ideasional: setiap sistem semiotik memiliki kemampuan untuk merepresentasikan aspek-aspek pengalaman dunia di luar sistem tanda baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, sistem semiotik harus mampu untuk merepresentasikan objek dan hubungannya dengan dunia di luar sistem representasi tersebut. Dunia ini mungkin dan seringkali adalah sistem tanda yang lain.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini, sistem semiotik memberikan pilihan-pilihan untuk merepresentasikan objek dengan cara yang berbeda, dimana cara-cara ini dapat saling berhubungan satu sama lain. (2) Komponen interpersonal: setiap sistem semiotik harus mampu untuk memproyeksikan hubungan-hubungan antara pencipta/produser yang menciptakan tanda atau kompleks tanda dengan penerima/reproducer tanda tersebut. Oleh sebab itu, sistem semiotik harus mampu memproyeksikan sebuah hubungan sosial diantara pencipta, pemirsa (yang menerima tanda), dan objek yang direpresentasikan oleh tanda tersebut. Seperti halnya komponen metafungsi ideasional, sistem semiotik menawarkan hubungan interpersonal yang berbeda, beberapa diantaranya didukung oleh satu bentuk dari reperesentasi visual, misalnya lukisan naturalistik dan diagram. Seseorang yang difoto mungkin berbicara tentang sesuatu dengan cara melihat ke kamera. Hal ini merupakan suatu proses interaksi antara orang yang difoto dengan orang-orang yang nantinya melihat fotonya. Tetapi mungkin juga tidak ada interaksi dalam proses tersebut, sehingga yang ada hanyalah cermin bagi orang-orang yang melihat foto tersebut sebagai bayangan diri mereka sendiri. (3) Komponen tekstual: setiap sistem semiotik harus memiliki kemampuan untuk membentuk teks, kompleks tanda yang saling melekat satu dengan yang lain, baik secara internal maupun dengan konteks di dalamnya dan untuk apa tanda-tanda

Universitas Sumatera Utara

tersebut diproduksi. Di sini tatabahasa visual juga menciptakan suatu jarak dalam hal: pengaturan komposisi yang berbeda untuk merealisasikan makna tekstual yang berbeda pula. van Zoest dalam Sobur (2004: 126) menjelaskan hubungan-hubungan antara tanda sebagai sumber semiotik dengan penandanya sebagai ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta. Indeks adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api. Simbol adalah sebuah tanda dimana hubungan antara penanda dan petandanya sebagai suatu yang bersifat konvensi semata. Dalam Reading Images (2006), Kress dan van Leeuwen memperkenalkan realisasi atas ketiga metafungsi di atas untuk bahasa visual seperti yang terlihat dalam Tabel 2.2 di bawah ini. Realisassi atas ketiga metafungsi ini kemudian dijadikan sebagai kerangka kerja dalam menganalisis makna visual sebuah teks multimodal. Tabel 2.2 Realisasi Komponen Metafungsi Visual

Komponen Metafungsi eksperensial interpersonal tekstual logikal

Realisasi struktur naratif makna interaktif komposisi struktur analitik

Universitas Sumatera Utara

Teks multimodal yang terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki hubungan-hubungan logis dalam menyampaikan suatu makna. Hubungan-hubungan ini dapat diketahui melalui adanya keterkaitan antara komponen metafungsi dalam teks verbal dan teks visual. Liu Y dan OHalloran (2009: 32), merumuskan hubungan logis tersebut sebagai Inter-semiotic Logical Relations:

Tabel 2.3 Inter-semiotic Logical Relations (Liu Y dan OHalloran, 2009: 32)

Logical Relations Comparative Generality Abstraction Additive Consequential Consequence Contingency Temporal

Meaning Similiarity

Addition Cause Purpose Successive

Universitas Sumatera Utara

Comparative atau hubungan perbandingan adalah suatu hubungan yang berfungsi untuk mengorganisasikan makna logis dengan memperhatikan kesamaan antara teks verbal dan teks visual dalam suatu teks multimodal. Kesamaan dalam hubungan ini ditandai dengan adanya perbedaan tingkat keumuman dan abstraksi yang dimiliki oleh masing-masing komponen metafungsi (Liu Y dan OHalloran, 2009: 24-25). Additive adalah hubungan antara teks verbal dan teks visual yang sifatnya saling melengkapi. Dalam hubungan Additive, teks verbal dapat memberikan informasi terhadap teks visual atau sebaliknya, teks visual yang memberikan informasi terhadap teks verbal. Karena itu, dalam sebuah teks multimodal, makna dari dua model teks yang berbeda dapat digabungkan (Liu Y dan OHalloran, 2009: 25). Hubungan Consequential dalam suatu teks multimodal ditandai dengan adanya suatu Consequence dan Contingency. Consequence mengacu pada suatu

hubungan kausal dengan efek yang sudah dapat dipastikan. Sedangkan Contingency adalah suatu hubungan yang mengacu pada efek yang tidak pasti (Liu Y dan OHalloran, 2009: 27-30). Hubungan Temporal dalam suatu teks multimodal ditandai oleh genre prosedur. Pesan teks verbal dan visual dalam teks ber-genre prosedur dapat saling melengkapi satu dengan yang lain (Liu Y dan OHalloran, 2009: 30-31)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Analisis Wacana Kritis Pengertian mengenai wacana bergantung kepada sudut pandang yang dipakai untuk melihatnya. Wacana atau discourse memiliki implikasi yang beragam dalam teori kritis, sosiologi, linguistik, filsafat, psikologi sosial, dan disiplin lainnya (Mills, 1997: 1). Dalam pandangan linguistik, wacana dapat berarti teks atau ujaran, dengan demikian wacana dapat dipandang sebagai perluasan dari teks yang memiliki bentukbentuk organisasi internal, koherensi dan kohesi. Masih dalam pandangan linguistik, wacana dapat berarti konteks dari ujaran tertentu, sehingga kemudian ada yang disebut sebagai wacana agama atau wacana iklan. Konteks penciptaan teks kemudian akan menentukan unsur pokok internal dari teks yang diproduksi (Mills, 1997: 9). Crystal (1987: 116) dalam Mills (1997: 3) memberikan defenisi wacana sebagai berikut: Discourse analysis focuses on the structure of naturally occurring spoken language, as found in such discourse as conversation, interviews, commentaries, and speeches. Text analysis focuses on the structure of written language, as found in such text as essays, notices, road signs, and chapters. But this distinction is not clear-cut, and there have been many other uses of these labels. In particular, discourse and text can be used in a much broader sense to include all language units with a definable communicative function, whether spoken or written. Some scholars talk about spoken or written text. Dalam pandangan LFS, yang dimaksud dengan wacana (discourse=text) adalah unit-unit linguistik yang fungsional (function=meaning) berada di dalam konteks, unit linguistik berupa bunyi, kata, morfem, group/frase, klausa, klausa kompleks, paragraph dan buku. Konteks adalah segala unit linguistik yang

Universitas Sumatera Utara

mendahului atau mengikuti sesuatu yang dipertanyakan. Arti yang terealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteks, dengan istilah lain, teks wujud dalam konteks sosial tertentu dan tidak ada teks tanpa konteks (Sinar, 2008: 53). Konteks sosial ini terdiri dari tiga unsur yaitu konteks situasi, budaya, dan ideologi. Ketiga konteks ini mendampingi bahasa atau teks secara bertingkat dan membentuk hubungan semiotik bertingkat dengan teks atau bahasa (Sinar, 2008: 2324). Konteks yang paling konkret adalah konteks situasi karena konteks ini langsung berhubungan dengan teks atau bahasa, dengan kata lain konteks situasi adalah pintu konteks sosial kepada bahasa (Halliday dan Hasan, 1992: 62). Konteks budaya berhubungan dengan penggunaan bahasa secara bersama-sama dengan anggota budaya yang bersangkutan, di mana bahasa tersebut digunakan (Halliday dan Hasan, 1992: 4-5; Sinar, 2008: 64). Konteks ideologi berhubungan dengan kekuasaan yang ada di balik penggunaan suatu bahasa (Sinar, 2008: 84). Sistem makna visual merupakan bagian penting dalam studi kritis yang menjadi salah satu bagian dalam analisis terhadap sistem komunikasi. Visual, dalam bentuk apapun secara keseluruhan adalah bagian dari ideologi. Dengan demikian, sistem makna visual bukanlah sesuatu yang netral tetapi membawa ideologi tertentu. Analisis terhadap makna visual daalam hal ini dapat dilakukan melalui analisis wacana kritis (Kress dan van Leeuwen, 2006: 12)

Universitas Sumatera Utara

Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) melihat bahwa sesuatu yang netral pada kenyataannya selalu membawa ideologi tertentu. Norman Fairclogh dalam Mills (1997: 10) menyatakan bahwa produksi teks dan ujaran berhubungan dengan kekuasaan power, misalnya wacana rasisme atau seksis. Sinar (2008: 4) menyatakan bahwa analisis kritis secara sosial ditujukan kepada aplikasi analisis LFS. Unit-unit linguistik berfungsi untuk mengkodekan pola ideologi dan struktur teks yang direpresentasikan melalui bahasa, karena itu setiap pemilihan unitunit linguistik mengakibatkan situasi dan tujuan yang berbeda. 2.3 Gender Istilah gender adalah sesuatu yang jauh dari istilah biologis mengenai laki-laki dan perempuan. Gender tidak sama dengan jenis kelamin sex, melainkan suatu karaktek yang diharapkan berdasarkan jenis kelamin. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan sex dan karakter tingkah laku tertentu yang berkaitan dengan jenis kelamin berhubungan dengan gender; laki-laki dan perempuan berhubungan dengan sex dan maskulin dan feminim berhubungan dengan gender (Goddard, 2000: 1-3) Penelitian awal mengenai perbedaan jenis kelamin memberikan landasan yang kuat bagi keyakinan terhadap peran-peran sosial yang alami bagi laki-laki dan perempuan. Peran-peran sosial inilah yang disebut sebagai gender (Basow, 1992: 23). Goddard dan Patterson (2000: 38) memberikan ilustrasi mengenai gender sebagai

Universitas Sumatera Utara

berikut: its only natural that Jane should like babies, its only natural that Jim should like football; Jane is naturally better than Jim at ironing, Jim is naturally better than Jane at building cupboards. And its only natural that they should together, of course. Isu gender dipengaruhi oleh interaksi sosial dalam masyarakat, sehingga isu ini berkembang secara berbeda dalam satu masyarakat tertentu dan dipengaruhi oleh perjalanan waktu (Young dan Fitzgerald, 2006: 36). Isu gender menjadi penting khususnya dalam perspektif feminisme karena adanya praktek-praktek kekuasaan yang menyebabkan dominasi satu faktor seksual terhadap faktor seksual lainnya, misalnya dominasi pria terhadap wanita (Mills, 1997: 78). Salah satu acuan dalam studi gender adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Mead pada tahun 1965 terhadap tiga kelompok etnik di Papua Timur yang dirangkumnya dalam Sex and Temperament in Three Primitive Societies (/id/Wikipedia.org/wiki/Margareth_Mead, 17 Desember 2009). Anggapan

sebelumnya mengenai peran-peran berdasarkan jenis kelamin adalah mitos yang muncul dari perbedaan karakter laki-laki dan perempuan yang dikaitkan dengan ciri kepribadian tertentu, misalnya perempuan dikaitkan dengan watak keibuan, lembut, altruisif, emosional, mandiri, peduli, sementara laki-laki dikaitkan dengan ciri agresif, dominan. Penelitian Mead terhadap suku Arapesh, Mundugumor, dan Tschambuli menunjukkan keadaan yang berbeda dengan karakter-karakter yang disebutkan sebelumnya mengenai peran laki-laki dan perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Penduduk suku Arapesh, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kepribadian yang cenderung kepada sifat tolong menolong, tidak agresif, penuh perhatian terhadap kepentingan orang lain, tidak ada seksualitas kuat, dan tidak ada pihak yang lebih dominan dalam hal kekuasaan. Berbeda dengan penduduk suku Mundugumor, baik laki-laki dan perempuan diharapkan untuk memiliki kepribadian agresif, perkasa, kuat, dan disertai seksualitas yang kuat. Pada penduduk suku Arapesh, mereka justru memiliki peran-peran yang bertentangan dengan anggapan umum terhadap gender. Dalam masyarakat Arapesh, kaum laki-laki justru memiliki kepribadian emosional dan cenderung tidak bertanggung jawab, sementara kaum perempuan memiliki dominasi yang lebih besar dan kuat terhadap kekuasaan. Maccobby dan Jacklin (1974) dalam Sarwono (2002: 174) menemukan beberapa anggapan mengenai ciri jenis kelamin yang ternyata tidak sesuai dengan kenyataan: (1) perempuan lebih bersifat sosial dari laki-laki, kenyataannya menurut penelitian laki-laki sama tertariknya dengan perempuan pada situasi sosial; (2) perempuan lebih mudah terpengaruh, kenyataannya tidak ada pengaruh jenis kelamin kepada mudah tidak mudahnya seseorang untuk dipengaruhi; (3) perempuan mempunyai harga diri yang lebih rendah dari laki-laki, kenyataannya penilitian

menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai harga diri di bidang yang berbeda-beda; (4) perempuan lebih baik pada tugas-tugas yang sederhana dan berulang-ulang, sedangkan laki-laki lebih baik pada tugas yang menuntut pemikiran yang rumit, kenyataannya tidak ada salah satu jenis kelamin yang lebih superior

Universitas Sumatera Utara

dalam hal ini; (5) laki-laki memiliki daya analisis yang lebih tinggi dari perempuan, kenyataannya laki-laki dan perempuan sama kemampuan logikanya, walaupun lakilaki memiliki kemampuan sedikit lebih baik dalam analisis spatial atau ruang; (6) perempuan kurang mempunyai motif berprestasi, kenyataannya tidak ada perbedaan seperti itu (walaupun laki-laki sering lebih memandang dirinya sendiri lebih mempunyai motif berprestasi). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, dapat dilihat bahwa ternyata gender tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis, melainkan merupakan hasil dari konstruksi sosial. Dengan kata lain, gender bukanlah sesuatu yang dibawa dari lahir, melainkan hasil dari proses sosialisasi. Sosialisasi dapat berlangsung melalui agenagen sosialisasi, seperti keluarga, kelompok bermain, sekolah, dan media massa (Basow, 1992: 118). Media massa sebagai salah satu agen konstruksi sosial gender menggunakan bahasa sebagai alat konstruksi. Teks media massa memiliki struktur sedemikian rupa dalam mengkonstruksi gender. Analisis terhadap isi media menunjukkan adanya dua ideologi utama yang menerangkan, menjelaskan, dan membenarkan tingkah laku tertentu berdasarkan gender. Pertama, ideologi seksis yang memandang bahwa derajat laki-laki lebih tinggi dibandingkan derajat perempuan. Kedua, ideologi non-seksis yang memandang bahwa laki-laki dan perempuan memeiliki derajat yang sama dalam lingkungan sosial.

Universitas Sumatera Utara

Ideologi seksis dapat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu patriarki, familialisme, ibuisme, dan umum. Ideologi patriarki memandang bahwa laki-laki (ayah) memiliki hak mutlak atas keluarganya, termasuk perempuan di dalamnya (istri dan anak perempuan). Ideologi familialisme memandang perempun sebagai bagian sentral dalam peran-peran rumahtangga. Ideologi familialisme menuntut perempuan untuk menjadi seorang istri dan ibu yang baik, sehingga sejak dini seorang perempuan telah dipersiapkan untuk hal tersebut. Ideologi ibuisme merupakan ideologi seksis yang berkembang pertama kali pada masa pemerintahan Ratu Victoria di Inggris. Ideologi ibuisme digunakan untuk mengontrol ruang gerak perempuan dengan dengan cara memantapkan konsep kodrat yang melekat pada diri perempuan. Ideologi umum merupakan ideologi yang menekankan nilai pingitan (seclusion) perempuan, pengucilan perempuan dari bidang-bidang tertentu

(exclusion), dan mengutamakan feminitas perempuan (Darma, 2009: 215-221). 2.4 Periklanan Periklanan (advertisement) secara etimologis berasal dari bahasa Latin advertere yang berarti mengalihkan. Sehingga iklan merupakan teks yang berfungsi untuk menarik perhatian. Iklan tidak harus berhubungan dengan produk dalam pengertian material, tetapi juga produk dalam arti luas, yaitu ide. Tetapi yang terpenting, yang pasti dimiliki oleh setiap iklan, yakni keuntungan yang diperoleh oleh pengiklan darinya (Goddard, 1998: 6-7).

Universitas Sumatera Utara

Periklanan adalah suatu proses pemasaran produk berupa ide dan material melalui suatu proses komunikasi. Dalam proses ini, efek yang dihasilkan bersifat kumulatif dan dalam jangka waktu yang lama. Cara yang dilakukan adalah dengan menggabungkan berbagai pesan kebudayaan dimana iklan tersebut diproduksi. Pesan ini kemudian dapat berfungsi sebagai: (1) cermin kebudayaan tersebut; (2) sebagai alat untuk mengkonstruksikan nilai-nilai budaya; (3) sebagai refleksi nilai-nilai kekuasaan kelompok penguasa yang memproduksinya (Goddard, 1998:3). Dengan demikian, iklan dapat dipandang sebagai wacana yang memberikan sumbangan besar bagi cara masyarakat mengkonstruksi identitas. Konstruksi realitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa verbal dan visual yang diwujudkan melalui gambar, grafik, lay out (tata letak), warna dikombinasikan dengan bunyi, kata, frase, klausa, kalimat ataupun ditampilkan secara tunggal tanpa kombinasi diantara keduanya (Goddard, 1998: 3-26). Salah satu media yang digunakan oleh pengiklan dalam mengiklankan produknya adalah media cetak. Struktur teks dalam iklan cetak terdiri atas teks verbal, teks visual, dan gabungan diantara keduanya. Ketika seseorang bermaksud untuk melihat makna yang terkandung dalam sebuah pesan iklan, maka ia harus melakukan analisa terhadap kedua komponen teks tersebut. Artinya, analisis multimodal menjadi suatu alternatif untuk mengetahui makna yang dikandung dalam pesan iklan (Kress dan van Leeuwen, 2006: 15; Young dan Fitzgerald, 2006: 169173).

Universitas Sumatera Utara

Hasan (1996: 41) dalam Yuen (2004: 164) menjelaskan struktur umum iklan cetak sebagai berikut: Capture^Focus^Justification. Struktur ini mencoba

menjelaskan komponen iklan secara keseluruhan, verbal dan visual. Dalam perkembangan selanjutnya, karena struktur ini dinilai belum cukup jelas dalam melihat hubungan antara komponen verbal dan visual, maka Yuen (2004: 165-174) memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai struktur iklan cetak dalam bentuk tabel berikut: Tabel. 2.4 Struktur Umum Iklan Cetak IKLAN Komponen Verbal Komponen Visual Announcement: Primary, Lead: Locus of Attention (LoA), Secondary Complement to the Locus of Attention (Comp. LoA) Display: Explicit, Implicit, Enhancer Congruent, Incongruent (metaphorical) Emblem Emblem Tag Call-and-visit information Komponen linguistik yang terpenting dalam sebuah teks iklan adalah Announcement. Ukuran, jenis huruf, warna, dan skalanya yang berbeda dengan bagian linguistik lain dalam teks, berfungsi untuk menangkap dan membawa esensi makna yang dimiliki oleh pesan iklan. Primary Announcement mengandung tiga pengertian, yaitu (1) sebagai satu-satunya pesan iklan, (2) bagian terpenting secara interpersonal diantara pesan-pesan yang lain dalam teks, (3) sebagai catch-phrase.

Universitas Sumatera Utara

Secondary Announcement memiliki pesan yang secara interpersonal tidak begitu penting dalam teks iklan (Yuen, 2004: 173). Enhancer hanya terdiri dari komponen-komponen linguistik, biasanya dalam bentuk paragraf. Enhancer berfungsi untuk membangun atau memodifikasi makna yang berasal dari interaksi antara Lead dan Announcement. Secara ideasional, fungsi Enhancer adalah untuk menunjukkan kekuatan produk sehingga layak untuk dikonsumsi. Secara interpersonal, Enhancer berfungsi untuk membujuk dan mempengaruhi khalayak. Karena itu, Enhancer berisi kata-kata yang sifatnya emotif dan secara kultural, kata-kata yang mengandung nilai-nilai dalam sistem sosial. Secara logis, Enhancer menjelaskan hubungan-hubungan antar klausa (Yuen, 2004: 173). Beberapa elemen tertentu yang tidak terdapat dalam enhancer terdapat dalam Tag. Tag biasanya dicetak dalam bentuk tulisan kecil yang tidak menonjol yang secara gramatikal biasanya direalisasikan sebagai non-finit. Tidak berbeda dengan Tag, Call-and-Visit Information juga dicetak dalam bentuk tulisan kecil yang tidak menonjol. Bagian ini adalah kontak informasi dimana khalayak dapat membeli atau memperoleh produk yang diiklankan (Yuen, 2004: 174). Lead adalah bagian iklan yang paling utama secara visual, melalui ukuran, posisi dan atau warna. Lead memiliki potensi makna terbesar dalam menyimpan makna. Dalam diagram di atas, Lead terbagi atas Locus of Attention (LoA) dan

Universitas Sumatera Utara

Complement to the Locus of attention (Comp.LoA) (Yuen, 2004: 165). LoA adalah bagian yang menjadi inti pesan iklan, yang dikemas dalam ukuran dan warna dengan kualitas berbeda dengan komponen visual lainnya (Yuen, 2004: 165). Fungsi ideasional LoA adalah untuk menerangkan realitas yang diciptakan oleh si pembuat iklan dimana persepsi khalayak terhadap realitas ini merupakan suatu manipulasi. Fungsi interpersonalnya adalah untuk menarik perhatian khalayak dan fungsi tekstualnya adalah sebagai batu loncatan bagi pengembangan inti pesan (Yuen, 2004: 165-166). Sementara itu, Comp. LoA memiliki fungsi sebagai penghubung dan untuk memfokuskan perhatian khalayak terhadap bagian-bagian khusus dalam LoA (Yuen, 2004: 169). Display secara eksplisit berfungsi untuk menggambarkan produk secara nyata, secara Implicit berfungsi untuk merealisasikan bentuk produk ataupun jasa yang tidak nyata menjadi nyata melalui medium lain. Sementara itu, display Congruent berfungsi untuk merealisasikan produk tanpa melalui simbolisasi dan display Incongruent merealisasikan produk melalui simbolisasi (Yuen, 2004: 171). Emblem secara visual direalisasikan melalui logo produk yang diiklankan, secara linguistik direalisasikan melalui brandname atau merek produk. Emblem berfungsi untuk memberikan identitas atau status bagi produk yang penempatannya dapat berada dimana saja dalam teks iklan (Yuen, 2004: 171-173).

Universitas Sumatera Utara

Media cetak khususnya majalah mampu memproduksi iklan-iklan dengan tingkat ketajaman warna sempurna. Kebutuhan warna yang baik jelas-jelas merupakan kebutuhan bagi suatu produksi iklan, khususnya iklan produk makanan, wisata, make up, fashion, kebutuhan-kebutuhan penampilan fisik. (Lee dan Jhonson, 2007: 240). Lee dan Johnson (2007: 242-246) mengklasifikasikan majalah berdasarkan pada khalayak yang mereka layani: 1. Majalah konsumen: majalah konsumen adalah majalah yang secara khusus menyerukan hampir semua minat dan gaya hidup spesifik konsumen. Majalah konsumen diarahkan kepada masyarakat yang membeli produkproduk untuk dikonsumsi sendiri. Mis: majalah perkawinan, majalah kebugaran, majalah wisata, majalah fashion, majalah karir, majalah kesehatan, majalah pria-wanita, majalah dengan minat umum. 2. Majalah bisnis: majalah bisnis diarahakan kepada para pembaca bisnis, misalnya: majalah industri yang diarahkan kepada para pelaku manufaktur (Chemical week), majalah perdagangan yang diarahkan kepada para perantara (Progressive Grocer), majalaah bisnis yang diarahkan kepada para profesional khusus (National Law Review, Journal of Accounting). 3. Majalah pertanian: majalah pertanian diarahkan kepada publiksai-publikasi pertanian bagi para petani dan keluarganya, perusahan-perusahaan yang

Universitas Sumatera Utara

memproduksi atau menjual peralatan, pasokan, dan jasa pertanian (Successful Farming, Progressive Farmer, Farm Jornal). 4. Majalah komputer/internet: majalah jenis ini mulai muncul dan berkembang pada awal tahun 1990-an. Majalah ini ditargetkan kepada para penguna internet dan computer. (Internet Basics, Webguide Monthly, Online

Invesrtor, PC Magazine, PC World). 5. Majalah Online: majalah online adalah majalah cetak yang dipublikasikan melalui media internet. Sementara itu, Jefkins (1996: 90-95) mengklasifikasikan majalah sebagai berikut: majalah nasional, majalah internasional, dan majalah minat khusus. Menurut Lee dan Jhonson (2007: 247-248), media periklanan pada majalah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: 1. Kelebihan periklanan majalah a. Kemampuan untuk menuju khalayak-khalayak khusus/spesifik adalah ciri yang paling membedakan periklanan majalah dari media lain. b. Majalah dicatat atas usia panjangnya dan keterlibatan pembaca yang tinggi. Kebanyakan pembaca menghabiskan beberapa hari untuk membaca majalah baru, kemudian menyimpannya untuk jangka waktu yang lama. Para pelanggan majalah (pembaca pirmer) seringkali meminjamkan majalahnya

Universitas Sumatera Utara

kepada pembaca lain (pemabaca sekunder), yang akan semakin menambah usia majalah. c. Iklan-iklan majalah memiliki kualitas cetak dan warna yang baik. d. Majalah menawarkan format luwes yang akan memungkinkan ukuran-ukuran iklan yang berbeda. e. Terkadang alih-alih membeli halaman periklanan standar, satu pengiklan menggunakan sisipan majalah. Pengiklan mencetak iklannya pada suatu

kertas khusus berkualitas tinggi dan mengirimkan iklan jadinya kepada penerbit untuk disisipkan dalam majalah dengan harga khusus. 2. Kekurangan Periklanan Majalah a. Periklanan dalam majalah-majalah bertiras besar seperti Times bisa sangat mahal. Meski demikian, harga ruang iklan dalam publikasi-publikasi yang lebih khusus yang bertiras lebih kecil akan lebih sedikit. b. Iklan-iklan majalah harus diserahkan jauh sebelum tanggal publikasi, biasanya 30 hingga 90 hari. c. Majalah-majalah biasanya mengukur kesuksesan mereka dalam lingkup jumlah halaman iklan yang mereka tarik. Dengan demikian, kepadatan menjadi sebuah masalah yang sangat besar bagi para pengiklan.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Konsep metafungsi bahasa Halliday telah dikembangkan oleh beberapa ahli dalam meletakkan dasar-dasar analisis bagi sumber semiotik lain. OHalloran (2009: 3) mencatat beberapa ahli yang telah meletakkan dasar-dasar teori bagi sumber semiotik lain: semiotik visual oleh OToole (1994), Krees dan van Leeuwen (1996); simbol dan tanda-tanda matematis oleh OHalloran (2005); musik dan suara oleh van Leeuwen (1999); gerak dan gesture oleh Martinec (2000, 2001); ruang dan arsitek oleh OToole (1994), Pang (2004), Stenglin (2004); dan analisis multimodal teks cetak oleh Baldry dan Thibault (2006), Krees dan van Leeuwen (2006). Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa hasil penelitian terdahulu, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: Intersemiotic Texture: Analyzing Cohesive Devices between Language and Images oleh Liu Y dan Kay OHalloran (2009). Penelitian yang dikerjakan di Multimodal Analysis Laboratory, National University of Singapore ini menganalisis hubungan antara teks verbal dan teks visual dalam suatu teks multimodal. Liu dan OHalloran menggunakan data penelitian berupa tiga iklan cetak: HURLEY (produk kecantikan), ALPEN CEREAL (produk makanan), dan DIOVAN (obat antihipertensi). Dengan menggunakan perangkat analisis multimodal Kress dan van Leeuwen (1996), Royce (1998), dan Jones (2007), penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara teks verbal dan teks visual dalam suatu teks multimodal.

Universitas Sumatera Utara

The Construal of Ideational Meaning in Print Advertisements oleh Cheong Yin Yuen (2004). Penelitian ini meneliti makna ideasional yang terdapat dalam teks iklan cetak. Dengan menggunakan analisis multimodal dan menerapkan teori Hasan (1996) mengenai struktur iklan cetak terhadap iklan Epson, Golf, MI, Beetle, dan Guess?, penelitian ini menunjukkan adanya kaitan antara teks verbal dan teks visual dalam membentuk makna idesional teks iklan cetak. British Mens Magazines Scent Advertising and The Multimodal Discursive Construction of Masculinity: a Preliminary Study oleh Eduardo de Gregorio-Godeo (2009). Penelitian Godeo ini dilakukan terhadap iklan parfum pria yang diterbitkan oleh majalah Inggris, seperti Arena, Esquire, FHM, Front, GQ, Loaded, Maxim, Mens Health dan Stuff for Men. Godeo dalam penelitian ini menggunakan analisis multimodal dengan menggabungkan konsep metafungsi Halliday, analisis bahasa visual Kress dan van Leeuwen (1996), dan analisis wacana kritis Norman Fairclough (1989). Penelitian ini menunjukkan adanya kaitan antara teks verbal dan teks visual dalam mengkonstruksi makna maskulinitas dalam iklan parfum pria.

Universitas Sumatera Utara

You might also like