You are on page 1of 20

Bab 2

Landasan Teori
2.1. Pengertian Hipotesis
Pada kebanyakan penelitian, hipotesis memegang peran penting sebagai
petunjuk penelitian yang akan dilakukan. Jenis hipotesis akan
menentukan jenis alat analisis yang digunakan. Hipotesis adalah
pernyataan mengenai sesuatu yang akan dibuktikan kebenarannya lewat
penelitian.
Dalam penelitian tentang ciri-ciri peristiwa tertentu umumnya memiliki
suatu dugaan penelitian dengan mengemukakan sebuah hipotesis yang
dapat memberikan suatu model aspek atau ciri-ciri tertentu dari peristiwa
yang diteliti. Hipotesis sepeti itu akan memberikan dan memiliki nilai
ilmiah jika sesuai dengan atau mendekati kenyataan empiris. Hipotesis
semacam itu dapat diuji dengan jalan membandingkan hasil teoritisnya
dengan hasil sampel yang bersifat empiris. Jika hipotesis tersebut tidak
sesuai dengan data empirisnya, maka harus diperbaiki atau menolak
keabsahannya. Jika cara pengumpulan data sampelnya memang baik
sekali, maka penolakan dan penerimaan hipotesis secara statistik.
Dalam hal tersebut, hipotesis dapat bersifat statistik atau menggambarkan
nilai parameter distribusi populasi teoritis dimana data sampel
empirisnya dipilih.
Perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk
menjelaskan hal itu dan untuk menuntun atau mengarahkan penelitian
selanjutnya. Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah menerima
atau menolak hipotesis dinamakan Uji Hipotesis.
Dalam pengujian hipotesis akan sering kita gunakan istilah menerimaatau
menolak sebuah hipotesis. Penting untuk dipahami bahwa penolakan
suatu hipotesis berarti menyimpulkan bahwa hipotesis itu tidak benar,
sedangkan penerimaan suatu hipoitesis hanyalah menunjukkan bahwa
tidak cukup petunjuk untuk mempercayai sebaliknya. Karena itulah, yang
melakukan percobaan seharusnyalah selalu menyatakan sebagai
hipotesisnya pernyatan yang diharapkan akan ditolak.
2.2. Langkah-Langkah Pengujian Hipotesis
Langkah-langkah yang biasa ditempuh ketika menguji hipotesis dan
membuat kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Rumuskan hipotesis H yang akan diuji disertai keterangan seperlunya.
Perumusan ini dibuat sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Ada tiga
hal yang biasa digunakan:
a. Hipotesis mengandung pengertian sama. Jika ingin menguji dugaan
bahwa pada umumnya masa pakai semacam lampu pijar sekitar 800
jam umpamanya, maka perumusan yang dapat digunakan adalah H:
= 800 jam, berarti masa pakai lampu itu sesuai dengan yang
diperkirakan, ialah rata-rata 800 jam.
b. Hipotesis mengandung pengertian maksimum. Misalnya untuk
menguji pernyataan bahwa dalam pengiriman barang terdapat
kerusakan paling besar 5%, perumusan sebagai berikut dapat
dipakai H: 5%, berarti kerusakan dalam pengiriman barang
maksimum 5%.
c. Hipotesis mengandung pengertian minimum. Jika ingin menguji
bahwa semacam kain dapat dipakai pada umumnya paling cepat
rusak dalam tempo 180 hari umpamanya, dapat kita buat
perumusan dimana H: 180 hari, berarti paling cepat kain itu
pada umumnya akan rusak dalam tempo 180 hari.
2. Setelah hipotesis H ditentukan, perlu dirumuskan pula mengenai
alternatif A yang sesuai dengan H.
a. Sebagai imbangan perumusan H yang mengandung pengertian
sama, maka alternatifnya harus mengandung pengertian tidak sama.
Untuk soal masa pakai lampu dalam contoh diatas, alternatifnya
menjadi A: 800 jam, berarti masa pakai lampu itu tidak benar
sekitar 800 jam. Ini diartikan pula, bahwa masa pakai lampu itu
mungkin lebih lama atau lebih pendek dari masa pakai yang diduga.
b. Alternatif yang mendampingi hipotesis yang mengandung
pengertian maksimum adalah A yang merumuskan pengertian lebih
besar. Untuk contoh pengiriman barang dimana jaminan kerusakan
maksimum 5%, alternatifnya adalah A: > 5%, berarti kerusakan
dalam pengiriman itu tidak dapat memenuhi jaminan karena
kerusakan melebihi dari yang ditentukan. Suatu pengujian dengan
bentuk alternatif yang lebih besar merupakan uji pihak kanan. Dari
bentuk pengujian inilah pula nanti kita peroleh batas-batas untuk
memilih H atau A yang sudah dirumuskan.
c. Akhirnya, untuk H yang mengandung pengertian minimum, bentuk
alternatifnya harus menyimpulkan pengertian lebih kecil.
Demikianlah umpamanya, untuk daya pakai semacam kain seperti
yang diberikan dalam contoh di atas, maka A: < 180 hari, berarti
kain itu tidak sebaik seperti dinyatakan dalam hipotesis H. Alternatif
yang mengandung pengertian lebih kecil ini seperti dalam contoh ini,
mengakibatkan uji pihak kiri.
3. Selesai dengan perumusan H dan A, maka setelah sampel yang
diperluka tersedia, perhitungan dapat dilakukan. Tentukan saja dari
sampel ini dihitung nilai-nilai statistik yang diperlukan, misalnya rata-
rata x, simpangan baku s atau perbandingan x/n dari sampel itu (n =
ukuran sampel yang digunakan) selanjutnya, dalam perhitungan ini
digunakan sifat-sifat mengenai distribusi sampling yang telah kita kenal.
4. Langkah berikutnya kita tentukan batas-batas untuk melakukan
penolakan atau penerimaan H. Dikatakan cara lain, kita tentukan
kriteria untuk menerima atau menolak H. Kriteria ditentukan oleh:
a. Taraf signifikan yang telah ditentukan sebelum penelitian.
b. Daerah-daerah dibawah lengkungan distribusi normal standar
apabila sampel yang digunakan berukuran besar, daerah-daerah
dibawah distribusi student dalam hal n berukuran kecil.
c. Bentuk pengujian, apakah dua pihak, pihak kiri atau pihak kanan.
5. Setelah kriteria untuk pengujian ditentukan dan hasil dari penelitian
diperoleh, maka bandingkanlah antara hasil penelitian dengan kriteria
tadi. Nilai z atau t dari penelitian kita tentukan ada di daerah mana.
Jika nilai ini ada di daerah penerimaan H, maka ini berarti berdasarkan
penelitian itu H diterima. Tetapi apabila terjadi sebaliknya, yaitu nilai
penelitian ada di daerah penolakan H, maka diartikan penelitian
menolak hipotesis H.
6. Akhirnya, berikanlah kesimpulan.
2.3. Hubungan Pendugaan Dengan Pengujian Hipotesis
Secara fungsional, tujuan pendugaan tentang parameter populasi berbeda
dari pengujian hipotesis. Tujuan pendugaan parameter ialah penyajian
hasil pendugaan tentang nilai parameter populasi yang didasarkan pada
data sampel, sebaliknya pengujian hipotesis bertujuan untuk menentukan
pilihan terhadap tindakan-tindakan alternatif dalam masalah
pengambilan keputusan. Secara statistik yang berdasarkan pada hasil
sampel.
Hubungan antara pengujian hipotesis dan pengambilan keputusan ini
merupakan aplikasi teori statistik yang paling penting dalam bidang
ekonomi. Meskipun demikian hubungan antara pendugaan parameter
dengan pengujian hipotesis sudah jelas erat sekali. Kesalahan dugaan nilai
parameter karena terletak diluar batas keyakinan sebetulnya sama dengan
kesalahan II dalam pengujian hipotesis. Menguji hipotesis yang
menyatakan bahwa interval keyakinan bagi parameter yang bersangkutan,
jika nilai yang dispesifikasikan bagi hipotesisnya seharusnya ditolak.
Prosedur pendugaan dengan sendirinya dapat merupakan pengujian
hipotesis dalam arti nilai dugaannya dapat dianggap sebagai hipotesis.
Kedua masalah diatas diuraikan secara terpisah karena pendugaan
berhubungan hanya dengan parameter populasi sedangkan pengujian
hipotesis tidak demikian.
Pengujian memerlukan observasi atau hasil pemilihan sampel yang
bersifat random tentang frekuensi kerusakan x/n hasil penstensilan itu
sendiri. Observasi pemilihan sampel seperti itu dapat dilakukan secara
berulang-ulang kali atau sekali saja, atas dasar nilai statistik sampel
keputusan, diambil guna menentukan apakah H0 diatas diterima atau
ditolak. Jika H0 tidak sama artinya H1 diterima.
Dalam hal ini salah satu tahap prosedur yang terpenting ialah
menentukan nilai statistik sampel yang dianggap sebagai dasar. Nilai
statistik sedemikian itu menentukan daerah kritis pengujian itu sendiri.
Pada hakekatnya, interval keyakinan membutuhkan pemilihan koefisien
keyakinan 1 - guna sekaligus menentukan sepasang nilai batas
keyakinannya. Dalam prosedur pengujian hipotesis kita menolak atau
menerima pernyataan katakanlah
0
=
x
(rata-rata hipotesis) tergantung
pada apakah
0
terletak atau tidak dalam interval keyakinan yang relevan,
jelas sekali bahwa istilah nyata dan keyakinan sebetulnya mengukur
hal yang sama. Tiap pengujian tentang keyakinan menggunakan
keyakinan interval secara implisit, sebaliknya tiap interval keyakinan dapat
merupakan dasar bagi pengujian tentang kenyataan. Pada umumnya,
pengujian tentang pernyataan, koefisien keyakinan sebesar 95% dan 99%
banyak digunakan. Andaikan H0 benar, penolakan hipotesis dengan
statistik sampel cukup nyata. Jika koefisien keyakinan sebesar 99%
digunakan, maka beda antara hipotesis dengan hasil sampel menjadi
sangat nyata, jika kita menerima H0 berarti beda keduanya tidak nyata.
2.4. Prosedur Pengujian Hipotesis
Prosedur yang umum dan secara logis harus diikuti dapat dibagi kedalam
beberapa langkah yang konsisten sebagai adalah berikut:
1. Nyatakan hipotesis nol serta hipotesis alternatifnya.
2. Pilih statistik yang sesuai sebagai dasar bagi prosedur pengujian. Hal
tersebut tergantung pada asumsi tentang bentuk distribusi dan
hipotesisnya.
3. Pilih taraf nyata yang tertentu serta tentukan besaran sampel n
4. Tentukan daerah kritis. Hal tesebut sebagian akan tergantung pada
hipotesis alternatif.
5. Kumpulkan data sampel dan hitung dengan cara demikian itu terletak
dalam daerah penolakan, kita harus menolak hipotesis nolnya karena
probabilitas memperoleh nilai satatistik sedemikian itu, jika Ho benar
demikian kecilnya sehingga kita menganggap bukan disebabkan oleh
variansi sampel yang normal dan kita menarik konklusi bahwa Ho
semestinya palsu.
Langkah ke enam diatas sebetulnya mencerminkan falsafah dasar
pengujian hipotesis. Pada setiap pengujian sedemikian itu, kita
bandingkan nilai yang diobservasi bagi karekteristik tertentu dengan nilai
teoritisnya yang dinyatakan oleh hipotesis. Pada umumnya kedua nilai
diatas semestinya berbeda dan penguji harus menentukan apakah beda
itu memang sudah sedemikian hipotesisnya. Agar dapat menentukan
suatu putusan mengenai hal diatas kita harus melihat beberapa
probalilitas sebesar yang kita peroleh jika hipotesisnya benar. Jika
probabilitas tersebut kecil kita harus anggap beda diatas disebabkan oleh
variasi hasil pemilihan sampel tetapi jika probabilitasnya besar kita harus
tidak menganggapnya bahwa beda tersebut disebabkan oleh faktor
kebetulan dan menghasilkan penolakan hipotesis yang bersangkutan
dinamakan beda nyata. Jika = 0.05, maka hasil bedanya dianggap
nyata sebaliknya, jika bedanya dapat dianggap sebagai hasil kebetulan
sehingga hipotesisnya diterima, maka beda sedemikian itu menjadi tidak
nyata atau tidak berarti.
2.5. kesalahan Jenis I dan Jenis II
Hipotesis yang merumuskan dengan harapan untuk menolak disebut
hipotesis awal yang dinyatakan dengan H0 menjurus pada penerimaan
suatu hipotesis alternatif dinyatakan dengan H1.
Bila sebuah statistik x jatuh di daerah penolakan (daerah kritis) maka H0
ditolak dan dianggap bahwa hipotesis alternatif H1 yang benar. Bila
statistik x jatuh di daerah penerimaan maka H0 diterima. Cara
pengambilan keputusan seperti ini mungkin saja membawa kita pada dua
kesimpulan yang salah yaitu:
1. Kesalahan tipe I, terjadi karena keputusan menolak H0 dan menerima
H1 dan sesungguhnya H0 yang benar. Peluang melakukan kesalahan
tipe I disebut tingkat signifikan uji hipotesis dan dinyatakan dengan
= p (menolak H1, H0 benar). Tingkat signifikan adalah ukuran (nilai
kemungkinan) daerah kritis.
2. Kesalahan tipe II, terjadi karena keputusan menolak H0 dan menerima
H1 dan sesungguhnya Ho yang salah. Peluang melakukan kesalahan
tipe II dinyatakan dengan = p (menolak H1, H0 salah). Peluang ini
dapat dihitung bila hipotesis alternatifnya telah ditentukan.
Secara skematis, kedua jenis kesalahan itu serta hubungannya dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2.1. Tabel Jenis Kesalahan Pengambilan Keputusan Hipotesis
Hipotesis
Keputusan
Jika H0 benar Jika H0 salah
(H1 benar)
Terima H0
Keputusan yang betul
Probabilitas = 1- =
tingkat keyakinan
Kesalahan tipe II
Probabilitas =
Tolak H0
Keputisan tipe I
Probabilitas = = taraf
nyata
Keputusan yang betul
probabilitas = 1- =
kuasa pengujian
Gambaran kedua jenis kesalahan itu secara grafis adalah sebagai berikut:
Jika H0 benar

Gambar 4.2.1. Daerah Penerimaan dan Penolakan


Jika H1 benar

Gambar 4.2.2. Daerah Penerimaan dan Penolakan


2.6. Bentuk Distribusi, Batas-Batas Penerimaan dan Penolakan
Pengujian Dua Sisi
H0: o = , , n / Z o c
2 / 1
o =
o
H1: o = , , n / Z o c
2 / 2
o =
o
1
2 /
2 /
Penerimaan Penolakan Penolakan
Gambar4.2.3.Kurva Pengujiaan Dua Sisi
Pengujian Satu Sisi (Sisi Kanan)
H0 : o = , , n / Z o c o =
o
H1 : o >
1

Gambar 4.2.4.Kurva Pengujiaan Satu Sisi (Sisi Kanan)


Pengujian Satu Sisi (Sisi Kiri)
H0: o = , , n / Z o c o =
o
H1: o <
1

Gambar 4.2.5.Kurva Pengujiaan Satu Sisi (Sisi Kiri)


2.7. Cara Pengujian dengan Sampel Besar
Pegujian Parameter Rata-Rata
H0: x = o dimana x
2
diketahui:
Z =
x-
o
x n
Sehingga daerah kritis pengujian parameter rata-rata dimana
populasinya tidak terhingga dapat dinyatakan sebagai berikut:
x-
o
x n
> Z/2 dan
x-
o
x n
< Z/2
Jika populasi dari mana sampel random dipilih terbatas atau
sampelnya dipilih dengan cara pemulihan, maka cara menghitung x
harus menggunakan faktor koreksi sebesar:
1 N
n N
x

= o
Pengujian Parameter Rata-Rata, H0 = o x = Dimana x
2
o
Jika dalam proses pengujian H0 = x = o , x
2
o atau diketahui maka
x
2
atau x harus diduga penduga S
2
atau S yang tidak bias. Dalam
sedemikian itu, statistik uji Z dapat diberikan sebagai: Z =
x-
o
S n
,
sehingga daerah kritis dalam pengujian secara dua arah diberikan
sebagai:
x-
o
S n
> Z/2 dan
x-
o
S n
< Z/2
Sebaliknya daerah dalampengujian searah diberikan sebagai:
x-
o
S n
> Z dan
x-
o
S n
< Z
Jika sampelnya besar sekali, pengadaan x
2
dan x dengan
menggunakan nilai penduga S
2
atau S tetap memberi hasil yang cukup
memuaskan. Sebaliknya jika sampelnya kecil, maka pengujian
hipotesisnya harus mengunakan statistik uji t. Akhirnya jika populasi
darimana sampel random dipilih ternyata terbatas atau sampelnya
dipilih dengan cara pemulihan, maka cara menghitung x harus
menggunakan faktor koreksi bagi populasi terbatas sebesar:
1 N
n N

Pengujian H0:
2 1
= = 0 Dimana
2
o Diketahui Tetapi
2
2
2
1
o = o
Pada hakekatnya
2 1
= dengan menggunakan sampel besar dan
dipilih dari populasi yang tidak terhingga dapat menggunakan
statistik uji Z yang diberikan sebagai:
Z =
x
1
- x
2
-
1
-
2
x
1
-x
2
dimana:x
1
-x
2
=

n
1
+

n
2
Sehingga daerah kritis dalam pengujian daerah dapat dinyatakan
sebagai:
x
1
- x
2
-
1
-
2
x
1
-x
2
>Z/2 dan
x
1
- x
2
-
1
-
2
x
1
-x
2
<Z/2
atau:
x
1
- x
2
-
1
-
2

n
1
+

n
2
> Z/2 dan
x
1
- x
2
-
1
-
2

n
1
+

n
2
< Z/2
Jika sampai random dipilih dari populasi yang terbatas atau dengan
cara tanpa pemulihan, faktor koreksi bagi populasi yang terbatas
sebesar:
( x
1
- x
2
) - ( n
1
- n
2
)
N
1
+ N
2
Pengujian H0:
2 1
= = 0 Dimana
2
o Diketahui Tetapi
2 2
2
2
1
o = o = o
Jika
2
diketahui sedangkan
2
1
=
2
1
, pengujian H0:
2 1
= dengan
menggunakan sampel besar dan dipilih dari populasi yang tidak
terhingga dapat menggunakan statistik uji Z pada pengujian Ho:
2 1
= dengan atau 0 :
2 1
= dimana
2
diketahui tetapi .
x
1
- x
2
=
1
n
1
+
1
n
2
dimana: = =
2 1
deviasi standar populasi umum.
Jika sampel random yang digunakan dipilih dari populasi yang
terbatas atau dengan cara tanpa pemulihan, faktor koreksi bagi
populasi terbatas sebesar:
( x
1
- x
2
) - ( n
1
- n
2
)
N
1
+ N
2
Pengujian H0:
2 1
= Dimana
2
o Tidak Diketahui
Jika
2
populasi tidak diketahui, maka penduga S
2
yang tidak bias dapat
digunakan untuk menduga S
2
. Bila sampel random yang digunakan
dalam prosedur pengujian besar sekali, pendugaan S
2
bagi
2
akan
memberikan hasil yang memuaskan. Tetapi jika n kecil, maka
pengujian H0:
2 1
= lebih baik menggunakan statistik uji t.
2.8. Cara Pengujian dengan Sampel Kecil
Pengujian Ho:
0 x
= Dimana x o Tidak Diketahui
Pada rumus:
st
hipotesis . Parameter st
t
o

= , statistik uji t bagi pengujian


parameter x dengan sampel kecil, katakanlah kurang dari 30 dapat
diberikan sebagai berikut:
n / S
o X
t

=

Statistik uji t diatas memiliki distribusi t dengan derajat kebebasan
sebesar n1. Daerah kritis pengujian dimana populasinya tidak
terhingga dapat dinyatakan sebagai:
, , f . D , 2 / t
n / S
o X
t c >

=

dan , , f . t , 2 / t
n / S
o X
t c <

=

dimana d.f = n 1 dan S = standar deviasi yang dihitung dari sampel
jika sampel random dipilih dari populasi yang terbatas atau dengan cara
pemulihan maka faktor koreksi sebesar:
, , , ,
, , 1 N N
n n N N
2 1
2 1 2 1
+
+ +
harus digunakan dalam menghitung S-nya.
Prosedur pengujian langkah demi langkah dengan menggunakan
statistik uji t sama seperti prosedur pengujian dengan menggunakan
statistik uji z.
Pengujian Ho:
1
=
2
atau
1
=
2
=0 Jika Tidak Di
ketahui
2 2
2
2
1
o = o = o
Kita misalkan x1 dan x2 didistribusikan secara normal masing-masing
dengan rata-rata
1
dan
2
dan variansi
2 2
2
2
1
= = . Kita misalkan
pula sampel random masing-masing sebesar n1 dan n2 dipilih dari kedua
populasi yang tidak terhingga tersebut. Pengujian H0:
2 1
= dapat
menggunakan statistik t yang dirumuskan secara umum sebagai:
2
2
2
1
2
1
2
1
n
S
n
S
x x
t
+
|


=

dimana:
, , , ,
2 : n n
s 1 n s 1 n
p S
2 1
2
1 2
2
1 1 2
+

=
Statistik uji t di atas akan memiliki distribusi t dengan derajat bebas
sebesar n1+n22. jika sampel dipilih dari populasi yang terbatas atau
dengan cara tanpa pemulihan, maka faktor koreksi bagi populasi
terbesar sebesar:
, , , ,
, , 1 N N
n n N N
2 1
2 1 2 1
+
+ +
Pengujian Ho:
2 1
= atau 0
2 1
= = , Jika
2
o Tidak Diketahui
2
2
2
1
o = o
Jika
2
2
2
1
o = o dan tidak diketahui, penguijian
2 1
dengan
menggunakan statistik uji t:
2
2
2
1
2
1
2
1
n
S
n
S
x x
t
+
|


=

dimana:
, ,
1 n
n s
1 n
n s
s n s
v
2
2
2
2
1
1
2
1
2
2 1
2
1

+
=
Observasi Berpasangan
n D S
D
t
2

=
dimana:
, ,
, , 1 n n
D D n
D S
2
i
2
i 2


=
2.9. Uji Hipotesis Proporsi
Pengujian Beda Antara 2 Proporsi, P1 P2
Bila sepasang data yang diperoleh dari populasi
binomialdipertandingkan, maka distribusi seharusnya merupakan
distribusi proporsi sukses dan bukan distribusi jumlah sukses. Dengan
lain perkataan, distribusinya harus merupakan distribusi x/n bukan
distribusi x. Jika n besar, maka menggunakan dengan rata-rata:
, , , , p
n
np
p H p E = = =

x/n akan didistribusikan kurang lebih secara normal dengan rata-rata p
dan standar deviasinya:
n
) p 1 ( p
p

= o

hasil uji statistik Z dapat diberikan:


, , , ,
2 1
2 1 2 1
p p
p p p p
Z


o

=
dimana:
, , , ,
2
2 2
1
1 1
2 1
n
p 1 p
n
p 1 p
p p

+

= o

Pada hakekatnya, p1 dan p2 umumnya tidak diketahui sehingga harus
diduga, karena pengujian dilakukan terhadap p1 = p2, maka p1 = p2 = p
dimana p = gabungan proporsi dan dirumuskan sebagai:
2 1
2 1
n n
k k
P
+
+
=
dimana k1 dan k2 masing-masing merupakan jumlah sub sampel.
Akhirnya jika sampel random dipilih dari populasi yang terbatas atau
dengan cara pemulihan, maka faktor koreksi bagi populasi terbatas
sebesar:
, , , ,
, , 1 N N
n n N N
2 1
2 1 2 1
+
+ +
perlu digunakan dalam menghitung:
2 1
p p

o o
Pengujian Parameter Proporsi, Ho: p = po
Jika kita memilih sampel dari populasi yang tidak terhingga dan yang
memiliki distribusi binomial serta menggunakan hasil untuk
menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis p = po, dan statistik Z
nya dapat diberikan sebagai:
n
) p 1 ( p
p p
Z
o o
o

=
Sehingga daerah kritisnya menjadi:
2 /
o o
o
Z
n
) p 1 ( p
p p
Z
o
>

= dan
2 /
o o
o
Z
n
) p 1 ( p
p p
Z
o
<

=
Pengujian diatas merupakan pengujian secara aproksimatif yang
sebetulnya didasarkan pada cara pendekatan distribusi binomial dengan
distribusi normal.
Pada hakekatnya, p tidak dapat diketahui dan umumnya diganti
dengan x/n, sehingga kita akan memperoleh statistik uji:
n
) p 1 ( p
p
n
x
Z
o o

=
Sehingga daerah kritis dalam pengujian menjadi:
2 /
o o
Z
n
) p 1 ( p
p
n
x
Z
o
>

= dan
2 /
o o
Z
n
) p 1 ( p
p
n
x
Z
o
<

=
Jika besarnya sampel relatif kecil dibandingkan dengan populasi, maka
pendekatan dengan distribusi normal menggunakan faktor koreksi
kontinuitas sebesar:
n 2
1
=
Uji Hipotesis Proporsi dan Kesamaan Dua Proporsi
Pada pengujian ini yang akan uji ialah po, yaitu dengan menggunakan
rumusan sebagai berikut:
, , n / p 1 p
p n / x
Z
o o
o

=
2 1
2 1
n
1
n
1
pq
p

Z
dimana:
2 1
2 1
n n
x x
p
+
+
= dan p 1 q =
Uji Hipotesis Varians dan Kesamaan Dua Varians
Ketika menaksir selisih rata-rata dan menguji kesamaan atau
perbedaan dua rata-rata telah berulang kali ditekankan adanya asumsi
bahwa kedua populasi mempunyai varians yang sama agar menaksir
dan menguji bisa berlangsung. Dalam hal varians yang berlainan,
hingga sekarang hanya digunakan cara-cara pendekatan. Oleh karena
itu terasa perlu untuk melakukan pengujian mengenai kesamaan dua
varians atau lebih. Dalam hal ini dilakukan pengujian kesamaan varians
untuk dua populasi.Misalkan kita mempunyai dua populasi normal
dengan varians
2
2
2
1
dano o . Akan diuji mengenai uji dua pihak untuk
pasanganH0 dan tandingannya H1:
2
2
2
1 1
2
2
2
1 0
:
:
o = o H
o = o H
Berdasarkan sampel acak yang masing-masing secara independent
diambil dari populasi tersebut. Jika sampel dari populasi kesatu
berukuran n1 dengan varians S1
2
dan sampel dari populasi kedua
dengan varians S2
2
. Maka untuk menguji hipotesis di atas digunakan:
2
2
2
1
s
s
F = dimana: 1 n v
1 1
=
1 n v
2 2
=
Kriteria pengujian adalah: terima hipotesis H0 jika:
, ,
, , , , 1 2 n , 1 1 n
2
1
1 1 n
1
F F F
o
o
< <
Untuk taraf nyata o dimana
, , n , m
F
|
didapat dari daftar distribusi F
dengan peluang | , dk pembilang =n dan dk penyebut=n . Dalam hal
lainnya H0 ditolak.
terkecil Varians
terbesar Varians
F =
Tolak H0 hanya jika
, , 2 v , 1 v
2
1
F F
o
> dengan
, , 2 v , 1 v
2
1
F F
o
> didapat dari
daftar distribusi F dengan peluang 1/2 o, sedangkan derajat kebebasan
V1 dan V2masing-masing sesuai dengan dk pembilang danpenyebut
dalam rumus
terkecil Varians
terbesar Varians
F = , seperti biasa o= taraf nyata.Ketika
menguji rata-rata untuk populasi normal, didapat hal dimana
simpangan baku o diketahui. Harga yang diketahui ini umumnya
didapat dari pengalaman dan untuk menetukan besarnya perlu
diadakan pengujian. Untuk ini kita misalkan populasi berdistribusi
normal dengan varians o
2
dan daripadanya diambil sebuah sampel acak
berukuran n. Varians sampel yang besarnya S
2
dihitung dengan rumus:
, ,
1 n
S
2
i
2

X X
=

Pada pengujian ini yang akan uji ialah kesamaan dua varians, yaitu
dengan menggunakan rumusan sebagai berikut:
, ,
2
0
2
2
s 1 n
X
o

=
dimana:
1 n v =
2.10. Hubungan Antara n , ,
Pada umumnya penguji harus menentukan terlebih dahulu besarnya
kesalahan jenis I karena kesalahan ini dapat dikuasi, kemudian bila n
sudah ditentukan barulah kita dapat mengatur pengujian yang sifatnya
memperkecil kesalahan jenis II.Bila tidak berubah dan n diperbesar,
maka daerah kritis (daerah penolakan) makin besar, sedangkan daerah
penerimaan makin sempit.
Hal tersebut membenarkan teorema yang menyatakan bahwa n
diperbesar , maka rata-rata sampel ukuran kecil. Selain dari itu
penambahan n dengan harga yang tetap akan mengakibatkan
pengurangan nilai dan memperbesar nilai 1- .
Hal sedemikian itu memberikan kegunaan sampel besar bagi pengujian,
karena penambahan n dapat mempertahankan disamping memperkecil
. Sehingga makin kecil nilai makin besar nilai 1- atau makin besar
pada probabilitas guna menolak hipotesis palsu (probabilitas kuasa
pengujian).Kekeliruan tipe I dinamakan pula kekeliruan dan kekeliruan
tipe II dinamakan pula kekeliruan .
Dalam penggunaanya , disebut pula taraf signifikan atau taraf arti atau
sering pula disebut taraf nyata. Besar kecilnya dan yang dapat
diterima dalam pengambilan kesimpulan bergantung pada akibat-akibat
atas diperbuatnya kekeliruan-kekeliruan itu. Selain daripada itu perlu
pula dikemukakan bahwa kedua kekeliruan saling berkaitan. Jika
diperkecil, maka menjadi besar dan demikian sebaliknya. Pada
dasarnya, harus dicapai hasil pengujian hipotesis yang baik, ialah
pengujian yang bersifat bahwa diantara semua pengujian yang didapat
dilakukan dengan harga yang sama besar, ambillah sebuah yang
mempunyai kekeliruan beta yang paling kecil.
Prinsip demikian memerlukan pemecahan matematik yang sudah keluar
dari tujuan modul ini. Karenanya, untuk keperluan praktis, kecuali
dinyatakan lain , akan diambil lebih dahulu dengan harga yang biasa
digunakan yaitu: 1% atau 5%. Dengan =0,05 misalnya, atau sering pula
disebut taraf nyata 5%, berarti kira-kira 5 dari tiap 100 kesimpulan bahwa
kita akan menolak hipotesis yang seharusnya diterima. Dengan kata lain
kira-kira 95% yakin bahwa kita telah membuat kesimpulan yang benar.
Dalam hal demikian dikatakan bahwa hipotesis telah ditolak pada taraf
nyata 0,05 yang berarti kita mungkin salah dengan peluang 0,05.

You might also like