You are on page 1of 38

Tinjauan Pustaka

ATTENTION-DEFICIT/ HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN TERKINI

OLEH: Dr. Budi Santoso Adji

Pembimbing: Prof. Dr. Soetjiningsih, Sp. A(K), IBCLC Dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp. A Dr. I Gusti Ayu Endah Arjana, SpKJ PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNUD RSUP SANGLAH DENPASAR

JUNI 2007
1. PENDAHULUAN

Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Pikiran dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan kondisi yang lebih banyak terlihat pada anak-anak usia pra sekolah maupun sekolah. 3% - 5% dari populasi anakanak mengalami gangguan tersebut3. Di Amerika Serikat, kurang lebih 2 (dua) juta anak-anak terdeteksi, dimana hal ini berarti setiap kelas di sekolah yang berisikan 25 hingga 30 siswa, sedikitnya 1 diantara mereka menderita ADHD3. ADHD pertama kali ditemukan oleh Dr. Heinrich Hoffman pada tahun 1845, melalui tulisannya yang berjudul The Story of Fidgety Philip, dimana dibuku tersebut diketengahkan gambaran mengenai seorang anak kecil yang

kekurangan daya konsentrasi, disamping hiperaktivitas yang senantiasa bermasalah1. Penemuan ini diikuti oleh Sir George F. Still yang pada tahun 1902 menerbitkan kumpulan kuliah Royal College of Physicians di Inggris, yang berisikan penemuannya atas satu grup anak-anak impulsif dengan problem tingkah laku yang signifikan, disebabkan oleh disfungsi genetik dan bukan karena akibat masa lalu anak tersebut2. Anak dengan ADHD menghadapi kesulitan dalam menjalani dan menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya, yang seharusnya dapat diatasi dengan baik . Mereka harus mendapatkan pertolongan, bimbingan, dan pengertian dari orang tuanya, para pembimbing, dan sistem pendidikan itu sendiri.

Karena ADHD dapat berlanjut hingga masa dewasa, tulisan ini juga memuat diagnosis dan penanganan ADHD pada orang dewasa. ADHD umumnya dikenal sebagai gangguan tumbuh kembang lebih dalam hal neurologis, dimana ketidak mampuan untuk mempertahankan perhatian yang persisten dan/atau disertai hiperaktivitas-impulsivitas menjadi ciri khas karakter dari gangguan ini6. ADHD juga digolongkan menjadi gangguan tingkah laku, gangguan neurologis maupun kombinasi dari keduanya, yang dinamakan gangguan neurodevelopmental atau neurobehavioral. ADHD biasanya terlihat selama masa kanak-kanak dengan gejala-gejala seperti hiperaktivitas, pelupa, kontrol diri yang buruk, dan perhatian yang mudah teralih 7. Problem ini memberikan kesulitan tersendiri terhadap kemampuan anak untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah, sekolah, pekerjaan maupun lingkungan sosial dan personalnya. Tidak semua anak memiliki problem yang serupa, dimana satu dengan yang lainnya memperlihatkan satu gejala yang mendominasi gejala lainnya, atau gejala-gejala tersebut saling bermunculan dengan frekuensi yang nyaris sama10. Karena itu, untuk ADHD dikenal 3 (tiga) subtipe, masing-masing adalah8,10: 1. tipe hiperaktif-impulsif dominan (tidak memperlihatkan inatensi yang menyolok) 2. tipe inatentif dominan (tidak memperlihatkan sikap hiperaktif yang menyolok). Dulu tipe ini dinamakan ADD (Attention-Deficit Disorder). 3. tipe campuran (inattention, hyperactive-impulsivity)

Hiperaktif-Impulsif

Hiperaktif dikatakan, jika seorang anak terlihat selalu sedang bergerak. Mereka tampak selalu menyentuh atau bermain dengan apapun yang terlihat dalam jarak pandang mereka atau berbicara tanpa arah yang jelas4. Duduk tenang selama acara makan, selama pelajaran sekolah ataupun mendengarkan dongeng menjadi tugas berat bagi mereka. Mereka juga selalu merusak tempat duduk yang mereka duduki, menggoyang-goyangkan kaki mereka dan membuat keributan3,4. Sedangkan pada remaja ataupun orang dewasa, mereka senantiasa merasa tidak bisa merasa tenang, selalu mencari kesibukan dan mencoba melakukan berbagai hal4,7,10. Anak dikatakan Impulsif yang bersangkutan kerap tidak dapat mengekang reaksi seketika mereka sebelum bertindak4,7,8. Seringkali meluncur komentar yang tidak terarah dari mulut mereka, emosi meledak tanpa terkendali dan bertindak tanpa memikirkan akibat yang akan timbul. Mereka tidak dapat menunggu giliran saat bermain dan sering bersitegang dengan teman sepermainan mereka. Pada orang dewasa, mereka kerap memilih aktivitas yang menurut mereka lebih bersifat segera namun cepat diselesaikan tanpa merasa terbebani oleh aktivitas tersebut4,10.

Inatentif (Inattention) Anak yang inatentif memiliki kesulitan untuk mengingat segala sesuatu dan mudah merasa bosan terhadap sebuah pekerjaan hanya dalam beberapa menit. 4

Jika mereka mengerjakan sesuatu yang mereka sukai, mereka baru dapat memberikan perhatian tanpa kesulitan. Namun, menjaga perhatian tetap fokus maupun menyelesaikan suatu pekerjaan menjadi hal yang sulit bagi mereka4. Bagi anak-anak usia sekolah, pekerjaan rumah merupakan pekerjaan yang sangat sulit bagi mereka. Seringkali hal ini menimbulkan frustasi tersendiri baik bagi anak itu sendiri maupun orang tuanya. Mereka sering lupa membawa pulang tugas sekolah mereka, salah membawa peralatan sekolah maupun dalam mengerjakan pekerjaan sekolah, mereka seringkali melakukan kesalahan sehingga banyak ditemukan coretan di buku mereka3,4,7. Anak yang didiagnosa sebagai tipe inatentif jarang memperlihatkan sikap impulsif atau hiperaktif, biarpun mereka memiliki masalah dalam memusatkan perhatian. Mereka kebanyakan mudah melamun, lamban, mudah bingung dan terlihat mengantuk. Mereka kerapkali sulit memproses semua informasi yang mereka terima sehingga si anak sulit untuk dapat mengerti dan menjalankan tugas yang mereka dapatkan4,8. Dibandingkan dengan tipe hiperaktif-impulsif, mereka tidak terlalu terlihat mengganggu. Malahan, mereka dapat berbaur lebih baik dengan lingkungan pergaulan mereka. Jadi, problem mereka dalam hal perhatian itulah yang sering lebih terlihat menonjol. Namun, mereka membutuhkan bantuan yang sama seperti tipe ADHD yang lainnya8,10.

2. Apakah Benar Itu ADHD? Seringkali kita mencap seorang anak sebagai penderita AD/HD hanya karena anak tersebut terlalu hiperaktif, inatentif, ataupun impulsif. Seiring dengan

banyaknya orang mengatakan sesuatu tanpa dipikirkan lebih dahulu, atau seringnya berpindah dalam melakukan pekerjaan, atau menjadi pelupa dan tidak terorganisir, kitapun bertanya-tanya, bagaimana para spesialis dapat

mengatakan apakah masalah itu adalah ADHD atau tidak3.4.8. Diagnostic guidelines juga berisikan beberapa ketentuan khusus yang

menjelaskan gejala-gejala yang mengarah kepada diagnosis ADHD, seperti8,11: onset: sebelum usia 7 tahun gejala berlanjut minimal selama 6 bulan tingkah laku anak berubah menjadi kendala, setidaknya di 2 area kehidupan yang bersangkutan, baik di kelas sekolah, arena

permainan, di rumah, didalam komunitas ataupun di lingkup sosial mereka. Berdasarkan dari ketentuan tersebut, para spesialis melakukan penilaian mereka terhadap anak yang bersangkutan. Semua gejala yang dilihat akan

dibandingkan dengan kriteria yang telah tertera dalam DSM-IV-TR yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya8,9. Jadi, walaupun seorang anak memiliki beberapa karakter ADHD namun tidak memiliki kendala yang berarti dalam pergaulan maupun lingkup sekolahnya ataupun terlalu aktif diarena bermain tapi

dapat beradaptasi secara baik dilingkungan lainnya, tidak dapat dikatakan bahwa anak tersebut menderita ADHD. 3. Patogenesis ADHD merupakan gangguan neurobiokimia yang sangat kompleks10. Para

peneliti hingga kini belum dapat menjelaskan penyebab yang benar-benar tepat terhadap keadaan ini. Beberapa waktu belakangan ini para ilmuwan

menggunakan kemajuan teknologi dalam meneliti otak para penderita ADHD, seperti penggunaan magnetic resonance imaging (MRI), positron emission tomography (PET) dan single photon emission computed tomography

(SPECT)10. Dari beberapa studi yang ada, ditemukan beberapa area diotak yang kurang berkembang, baik dalam aktivitas, sirkulasi maupun struktur area tersebut, seperti yang ditemukan melalui pemeriksaan SPECT16. Kelainan aktivitas serta struktur tersebut terlihat terutama dibagian lobus frontal, dimana area tersebut mengontrol tingkah laku, mood, kemampuan menyelesaikan masalah maupun fokus perhatian16. Ganglia basalis, area yang menghubungkan serebrum dengan serebelum, maupun serebelum bertanggung jawab terhadap koordinasi motorik17,31. Studi yang dilakukan para peneliti dari NIMH Child Psychiatry Branch pada tahun 2002 terhadap 152 anak laki-laki dan perempuan dengan ADHD, dibandingkan dengan 139 peserta kontrol (tanpa ADHD), menemukan adanya pengecilan volume otak sebesar 3-4 persen disemua area, terutama lobus frontal, temporal gray matter, nukleus kaudatus, dan serebelum4.

Bukti kuat lain yang berkaitan dengan aktivitas otak pada penderita ADHD adalah neurotransmitter yang membantu lancarnya komunikasi antar sel otak. Neurotransmitter yang dimaksud adalah Dopamin10. Jika neurotransmitter tidak dapat berfungsi dengan baik, otak tidak dapat berfungsi secara efisien sehingga gejala-gejala seperti inatentif, hiperaktif, impulsif maupun sejenisnya dapat bermunculan10. Hal ini juga dibuktikan oleh sebuah studi baru yang dilakukan U.S Department of Energys Brookhaven National Laboratory yang bekerja sama dengan Mount Sinai School of Medicine di New York yang dilakukan dengan menyuntikkan radiotracer ke 20 orang penderita ADHD dan 25 orang kontrol, dimana radiotracer itu menempel pada transporter Dopamin itu sendiri dan didapatkan bahwa bukan tingkat transporter Dopamin itu yang mengakibatkan ADHD, tetapi kemampuan otak itu sendiri dalam memproduksi Dopamin. Studi lain yang menggunakan PET scan menemukan, terdapat penurunan 8.1% dari metabolime Glukosa otak pada orang dewasa yang telah terdiagnosa ADHD sejak anak-anak dan masih dalam pengobatan13. Gambaran PET scan tersebut akan ditunjukkan seperti dibawah ini, dimana sebelah kiri menampilkan otak orang dewasa normal, sedangkan sebelah kanan menunjukkan otak seorang penderita ADHD dewasa

(Gambar 1. Gambar otak penderita ADHD (kanan) dengan otak normal (PET scan) Diambil dari Wikipedia, the free encyclopedia)

Sebagai tambahan, dibandingkan dengan grup kontrol, regio otak yang mengalami defisit aktivitas terbesar pada pasien ADHD adalah korteks premotor dan korteks prefrontal superior13.

4. Faktor yang mempengaruhi ADHD Faktor-faktor diantaranya: A. Lingkungan Studi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara penggunaan rokok dan alkohol selama kehamilan dengan meningkatnya risiko timbulnya ADHD pada anak-anak mereka20, akibat komplikasi yang timbul saat persalinan seperti kelahiran prematur. Hal ini dihubungkan dengan nikotin yang menyebabkan hipoksia in utero.19 Selain itu, tingginya kadar timbal dalam darah, walaupun jarang, dapat meningkatkan risiko insidens ADHD20. B. Trauma Kepala Beberapa anak dapat menunjukkan gejala serupa dengan ADHD pasca trauma, tapi hanya sedikit sekali anak dengan ADHD memiliki riwayat trauma kepala.21 C. Pengawet Makanan dan Gula Telah diusulkan sebelumnya bahwa pengawet makanan atau gula dapat menyebabkan gangguan pemusatan perhatian, atau gejala ADHD dipicu oleh salah satu atau keduanya. Tahun 1982, National Institutes of Health mengadakan konsensus, dimana ditemukan bahwa restriksi diet lainnya yang turut mempengaruhi perkembangan ADHD,

10

membantu sekitar 5 persen dari anak-anak dengan ADHD, kebanyakan dengan riwayat alergi makanan.25 Studi lebih lanjut membuktikan bahwa penggunaan gula dan pengganti gula secara silih berganti hari tanpa diketahui para orang tua, staf atau anak-anak, tidak menunjukkan efek yang signifikan dalam tingkah laku atau kemampuan belajar.26 D. Genetik Beberapa studi menemukan 25 persen dari keluarga dekat dalam keluarga ADHD juga menderita ADHD, 5 persen dalam populasi umum. Studi ini juga diperkuat dengan studi lain pada anak kembar yang memperlihatkan kuatnya pengaruh genetik.27 Dugaan lain, ADHD terjadi akibat kombinasi berbagai variasi gen yang mempengaruhi transporter Dopamin.29 Gen yang diduga, termasuk 10repeat allele dari gen DAT1,29 7-repeat allele dari gen DRD4,29 dan gen Dopamin -hidroksilase (DBH Taq1).30 Sebagai tambahan, SPECT scan menemukan adanya penurunan sirkulasi darah pada penderita ADHD serta kadar transporter Dopamin didalam striatum yang secara signifikan lebih tinggi.30 E. Nutrisi Disampingnya kurangnya bukti bahwa nutrisi dapat mengakibatkan ADHD, defisiensi protein sedang hingga berat dapat menyebabkan gejala seperti ADHD.31 Pada tahun 1990, Neil Ward menunjukkan bahwa anak-

11

anak ADHD kehilangan kadar zinc mereka saat mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna tartrazine.33 Studi lain juga menunjukkan adanya gejala ADHD tertentu yang berkaitan dengan kurangnya asupan asam lemak Omega-3 pada sel eritrosit mereka.34 Studi lain

menghubungkan timbulnya ADHD dengan sensitivitas terhadap Salisilat. Studi yang dilakukan Mousain-Bosc, et.al. pada tahun 2006 menunjukkan adanya tingkat Magnesium sel darah merah yang rendah pada anak-anak ADHD (n=46) dibandingkan kontrol (n=30). Intervensi dengan Magnesium dan vitamin B6 (piridoksin) menurunkan hiperaktivitas, agresivitas dan meningkatkan perhatian di sekolah.35

5. Diagnosa dan Evaluasi

12

Idealnya, diagnosis ADHD diberikan oleh seorang profesional medis yang telah dilatih dalam program ADHD, khususnya psikiater anak, psikolog, spesialis tumbuh-kembang dan neurolog tingkah-laku. Di Amerika Serikat dan negaranegara di Eropa, para pekerja sosial juga dilatih untuk hal serupa.4 Para profesional dan pekerja sosial kemudian dikelompokkan dalam suatu klasifikasi yang menjelaskan fungsi dan peranan masing-masing sebagai berikut:
Dapat Profesi mendiagnosa AD/HD Psikiater Psikolog Dokter anak/dokter keluarga Neurolog Pekerja sosiO klinis ya no ya ya ya tidak ya ya tidak ya ya Memberi resep obat, jika diperlukan ya ya* Ya ya Konseling/pelatihan

Dalam mendiagnosa, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual IV-Text Revision (DSM-IV-TR), kriteria berikut harus dijumpai pada seorang anak yang akan diperiksa dengan ADHD6,8. I. A. A atau B6,8,9 6 atau lebih dari gejala dibawah yang muncul sedikitnya dalam 6 bulan

terakhir, yang bersifat merusak/mengganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan:

13

Inatensi / gangguan pemusatan perhatian 1. Sering tidak memberikan perhatian penuh terhadap hal yang bersifat detil atau melakukan kecerobohan dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lainnya. 2. Sering sulit mempertahankan perhatian terhadap suatu tugas atau aktivitas bermain. 3. Sering tidak terlihat mendengarkan jika berbicara dengan seseorang. 4. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, tugas ataupun kewajiban ditempat kerja (bukan karena gagal mengerti petunjuk). 5. Sering mengalami kesulitan mengatur aktivitas. 6. Sering menghindar, tidak suka, atau tidak mau mengerjakan sesuatu yang memerlukan usaha keras dalam waktu yang agak lama (seperti pekerjaan rumah/pekerjaan sekolah). 7. Sering kehilangan barang yang diperlukan untuk suatu pekerjaan dan aktivitas (contoh, mainan, pensil, buku, dan lain-lain). 8. Perhatian sering mudah teralih. 9. Pelupa dalam aktivitas sehari-hari.

14

B.

6 atau lebih dari gejala-gejala hiperaktif-impulsif yang muncul sedikitnya

dalam 6 bulan terakhir, yang bersifat merusak/mengganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan: Hiperaktif 1. Tangan dan kakinya sering terlihat seperti gelisah, menggeliat sewaktu duduk. 2. Sering bangun dari tempat duduknya saat penderita diharapkan duduk tenang. 3. Sering berlarian atau memanjat-manjat disaat dan dimana hal itu tidak sepantasnya (remaja/dewasa terlihat tidak pernah lelah). 4. Sering mengalami kesulitan bermain dengan tenang. 5. Sering terlihat berpergian terus atau sering bersikap seakan-akan dikendalikan oleh motor. 6. Sering berbicara berlebihan. Impulsif 1. Sering menjawab dahulu sebelum pertanyaan selesai. 2. Sering sulit menunggu giliran. 3. Sering mengganggu atau menyela orang lain.

15

II

Beberapa gejala yang menimbulkan gangguan muncul sebelum usia 7

tahun.6,8,9 III. Beberapa gangguan dari gejala tersebut muncul di 2 tempat atau lebih

(contoh, sekolah/tempat kerja dan di rumah).6,8,9 IV. Harus ada bukti yang jelas dari gangguan signifikan di lingkungan sosial,

sekolah atau tempat kerja.6,8,9 V. Gejala tersebut tidak timbul pada keadaan seperti gangguan

perkembangan pervasif (PDD), Skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya. Gejala tidak dibandingkan dengan gangguan mental lainnya (gangguan mood, gangguan ansietas, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).6,8,9 Berdasarkan kriteria-kriteria diatas, 3 tipe ADHD dapat dikenali8.10: 1. ADHD tipe hiperaktif-impulsif dominan: jika kriteria IB terpenuhi tapi kriteria IA tidak dijumpai dalam 6 bulan. 2. ADHD tipe inatentif dominan: jika kriteria IA terpenuhi tapi kriteria IB tidak dijumpai dalam 6 bulan. 3. ADHD, tipe campuran: jika ke 2 kriteria dipenuhi dalam waktu 6 bulan. Dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems edisi X (ICD-10), gejala-gejala ADHD dinamakan gangguan

hiperkinetik.12 Ketika gangguan konduktif (conduct disorder ICD-10) timbul, keadaan ini disebut gangguan hyperkinetic conduct disorder. Sedangkan istilah lainnya, gangguan hiperkinetik, tidak terspesifikasi kadang-kadang dikenal dengan sebutan sindroma hiperkinetik.12

16

The American Academy of Pediatrics Clinical Practice Guideline (AAP-CPG) untuk anak-anak dengan ADHD menegaskan, diagnosis yang valid itu tergantung pada terpenuhinya 3 kriteria, yaitu8,9,11: 1. penggunaan DSM-IV-TR untuk diagnosis. 2. pentingnya menggali informasi dari gejala-gejala anak yang bersangkutan lebih dari 1 tempat. 3. mencari kondisi-kondisi lain yang timbul yang sering menyulitkan diagnosis atau rencana terapi.

Kriteria pertama dapat terpenuhi dengan menggunakan instrumen khusus untuk ADHD seperti Conners Rating Scale14,15. Kriteria kedua dapat dipenuhi, paling baik dengan memeriksa riwayat penderita, yang didapatkan dari orang tua atau guru atau ingatan penderita sendiri. Kriteria kedua itu sangat penting karena bisa saja problem tidak hanya terletak pada anak saja, tetapi juga dari orang tua atau guru yang terlalu menuntut. Untuk kriteria ketiga, perlu dilakukan tes intelejensi, psikotes, dan tes neuropsikologi untuk menyingkirkan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan atau mengacaukan problem yang dialami penderita17.

17

Gambar 2a. Diambil dari Clinical Practice Guideline: Diagnosis and Evaluation of The Child With Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder, 2001

18

Gambar 2b. Diambil dari Clinical Practice Guideline: Diagnosis and Evaluation of The Child With Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder, 2001

19

6. Gangguan lain yang menyertai ADHD

Ketidak mampuan Belajar (Learning Disabilities)

20%-30% dari anak-anak dengan ADHD dapat memiliki ketidak mampuan dalam belajar (LD).18 Pada anak-anak usia pra sekolah, sering didapatkan kesulitan dalam mempelajari suara atau kata-kata tertentu dan/atau kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu lewat kata-kata. Pada usia sekolah, ketidak mampuan untuk membaca atau mengeja, gangguan menulis dan aritmatika dapat tampak. Salah satu jenis gangguan membaca, disleksia, cukup banyak terlihat. Gangguan ini mempengaruhi hingga 8% dari anak-anak tingkat sekolah dasar.10,19

Sindroma Tourette

Hanya sedikit sekali proporsi dari para penderita ADHD yang memiliki kelainan neurologik seperti Sindroma Tourette.10,18 Orang dengan sindroma Tourette memperlihatkan variasi Tic dan kebiasaan repetitif, seperti mengedip-ngedipkan mata, kedutan wajah, atau menyeringai. Lainnya memperlihatkan sikap sering berdehem, menghidu, mendengus, bahkan kadang berkata-kata menyalak. Sikap ini dapat diatasi dengan obat-obatan. Jika penderita ADHD jarang memiliki sindroma ini, kebalikannya justru banyak kasus Sindroma Tourette yang berlatar

20

belakang AD/HD.19 Pada kasus seperti ini, kedua gangguan kerap membutuhkan perawatan, termasuk obat-obatan.

Oppositional Defiant Disorder (ODD)

Sekitar sepertiga hingga setengah kasus ADHD, terutama laki-laki, memiliki kondisi yang dikatakan Oppositional Defiant Disorder (ODD), dimana mereka senantiasa melawan, keras kepala, tidak bisa diatur, mudah meledak-ledak, atau suka berkelahi. Mereka selalu berdebat dengan orang tuanya dan tidak mau menurut.10

Gangguan Tingkah Laku (Conduct Disorder)

Sekitar 20% - 40% dari anak-anak ADHD memliki gangguan tingkah laku (Conduct Disorder/CD), pola kelakuan anti sosial yang serius. Mereka kerapkali berbohong, mencuri, berkelahi atau menjahili anak lain, dan menjadi penyebab masalah di sekolah atau dengan kepolisian. Mereka sering melanggar hak orang lain, bersikap agresif terhadap sesama atau dengan hewan, melakukan pencurian, atau bahkan sering terlibat dalam aksi vandalisme.4,10 Anak atau remaja merupakan kelompok yang berisiko tinggi menggunakan obat-obatan terlarang, diikuti dengan ketergantungan dan abuse. Kelompok ini yang benarbenar membutuhkan pertolongan segera.4

21

Ansietas dan Depresi

Beberapa

anak

dengan

ADHD

sering

memperlihatkan

tanda-tanda

kecemasan/ansietas atau depresi.18 Jika tanda-tanda tersebut dapat dikenali dan diatasi, anak dapat mengatasi problem yang menyertai ADHDnya dengan lebih baik. Sebaliknya, penatalaksanaan ADHD yang efektif dapat memberikan dampak positif terhadap ansietasnya dimana anak dapat akademisnya.17 menguasai tugas

Gangguan Bipolar

Membedakan ADHD dengan gangguan bipolar merupakan hal yang dapat dikatakan sulit, disamping belum adanya data statistik yang akurat yang dapat menggambarkan berapa banyak anak dengan ADHD juga memiliki gangguan bipolar.36 Keduanya terlihat sebelum usia 7 tahun, memiliki proporsi gender yang hampir sama dan skor Childrens Global Assessment Scale dibawah 60.36,40 Beberapa tanda-tanda seperti energi yang seakan-akan berlebihan, mudah marah, bicara cepat atau perhatian yang mudah teralih tampak di kedua gangguan tersebut.34 Studi yang dilakukan Nijmeh menggambarkan 5 tanda karakteristik yang membedakan gangguan bipolar dari ADHD, seperti: 1. 2. 3. mood selalu gembira (elated mood) bersikap over-acting (grandiosity) Pola berpikir yang berpindah-pindah (flight of ideas/racing thoughts)

22

4. 5.

hiperseksual kebutuhan tidur yang pendek

Gambar 3. Perbandingan ADHD, Gangguan Bipolar dan kontrol (Dikutip dari Bipolar Disorder vs ADHD in Children, Nijmeh, 2003)

23

7. Penatalaksanaan ADHD

Ada beberapa pilihan terapi yang secara klinis telah terbukti dapat mengobati orang yang terdiagnosa ADHD. ADHD terbukti dapat diatasi paling efektif dan paling hemat, dengan obat-obatan. Psikoterapi merupakan pilihan lainnya, dengan atau tanpa obat-obatan.23 The National Institute of Mental Health (NIMH) melalui studinya, Multimodal Treatment Study of Children with Attention-Deficit Hyperactivity Disorder, merekrut 579 pelajar sekolah dasar dengan ADHD, dimana mereka secara acak ditempatkan dalam salah satu grup dari 4 (empat) grup program pengobatan22: 1. 2. 3. 4. grup penatalaksanaan obat saja. grup penatalaksanaan sikap-tingkah laku (psikoterapi) saja. grup kombinasi keduanya, atau grup penyuluhan rutin.

Selama studi 14 bulan, terlihat bahwa terapi kombinasi jangka panjang dan penatalaksanaan obat saja menunjukkan hasil yang lebih memuaskan dibandingkan penatalaksanaan tingkah laku dan penyuluhan rutin, terutama pada penanganan gejala ansietas, hasil akademis, hubungan orang tua-anak, dan kemampuan sosial. Kelebihan lain dari terapi kombinasi adalah anak-anak dapat diterapi dengan obat yang berdosis lebih rendah, dibandingkan grup penatalaksanaan dengan obat saja.22,23

24

Untuk anak-anak, belum ada obat yang menjadi solusi tunggal. Terutama jika anak tersebut memiliki gejala ansietas atau depresi, terapi dengan kombinasi obat-obatan dapat menjadi jalan keluar terbaik saat ini.9 Obat-obatan yang hingga kini tetap dianggap paling efektif ialah golongan stimulan.9 Berikut dibawah ini adalah daftar obat-obatan stimulant dan kategori usia yang telah teruji dan dianggap aman menggunakan obat yang bersangkutan.

Gambar 4. Jenis obat stimulan untuk ADHD (Diambil dari AACAP Annual Meeting, Oct. 2001)

25

Golongan stimulan terbagi atas 5 obat, 3 diantaranya, yaitu levoamphetamine dextroamphetamine, dextroamphetamine, dan dextromethamphetamine

termasuk golongan Amphetamine dan sisanya, dextrothreomethylphenidate levothreomethylphenidate dan dextrothreomethylphenidate termasuk golongan Methylphenidate.41 Levoamphetamine dextroamphetamine (Concerta) memiliki onset yang lebih awal dari dextroamphetamine (Dexedrine) serta menunjukkan durasi efek yang lebih lama. Sedangkan dextromethamphetamine lebih bersifat adjuvan, jika dextroamphetamine dan dextrothreomethylphenidatelevothreomethylphenidate (Ritalin) tidak berhasil. Sedangkan untuk Methylphenidate,

dextrothreomethylphenidate memiliki efek farmakologis yang lebih tinggi dibandingkan levothreomethylphenidate.40 Efek samping dari obat-obat golongan stimulan tersebut umumnya minim sekali selama tetap dalam pengawasan medis. Efek samping lebih banyak

dihubungkan dengan dosis pemakaiannya. Efek samping yang paling sering terlihat adalah nafsu makan menurun, insomnia, ansietas menigkat, dan/atau mudah marah. Sebagian lagi mengeluh sakit perut atau sakit kepala. Pengobatan sebaiknya dimulai dari dosis yang paling rendah, diikuti pemantauan setelah 1 minggu. Jika tidak memberikan respon, dosis dapat ditingkatkan dan pemantauan diulangi 1 minggu lagi. Jika tetap tidak memberikan respon yang berarti, obat dapat diganti dengan jenis yang lain.41,43 Fakta yang harus diingat dalam pengobatan ADHD adalah sekitar 80 persen anak-anak yang menjalani pengobatan ADHD tetap membutuhkan obat hingga 26

remaja dan 50 persen tetap melanjutkan pengobatan tersebut hingga dewasa.42,43 Baru-baru ini The U.S Food and Drug Administration (FDA) menyetujui sebuah obat non stimulant untuk pengobatan ADHD. Obat tersebut, Atomoxetine (Stratera), bekerja pada neurotransmitter Dopamin, dimana stimulant biasanya bekerja pada Dopamin itu sendiri.5 Atomoxetine ((-)-N-methyl-3-phenyl-3-(o-tolyloxy)-propylamine hydrochloride)

merupakan obat ADHD non stimulan pertama yang termasuk golongan norepinephrine reuptake inhibitor.5,41 Obat ini terbukti mampu mengurangi gejala ADHD pada anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Bukti terkini

memperlihatkan lebih dari 70 persen anak-anak penderita ADHD yang mengkonsumsi Atomoxetine memperlihatkan kemajuan yang berarti. Namun, hingga kini masih belum ada studi yang mempelajari khasiat Atomoxetine pada anak-anak dibawah usia 7 tahun.42 Pada orang dewasa, efek samping yang paling sering timbul adalah rasa kantuk, dimana mereka dapat tidur selama lebih dari 10 jam karenanya. Selain, itu, masalah pencernaan, seperti heartburn juga sering ditemui. Efek samping lainnya, seperti erectile dysfunction, ejakulasi dini atau nyeri saat orgasme ditemukan pada penderita laki-laki dewasa, tapi sangat jarang. Pada anak-anak dan remaja, efek samping yang sering ditemui adalah sakit perut, sporadic nausea, dan muntah mendadak.4,42 Namun studi Atomoxetine terhadap anak-anak dibawah usia 7 tahun masih kurang, disamping peringatan black box dari FDA berkaitan dengan kasus bunuh

27

diri pada anak dan remaja, dimana pada studi tahun 2005, dari 1,357 orang yang minum Stratera, 1 orang bunuh diri dan 5 orang memiliki keinginan bunuh diri.4 Disamping obat-obatan diatas, beberapa cara alternatif telah dicoba untuk mengurangi gejala ADHD dengan menggunakan suplemen alami seperti Gingko Biloba, modifikasi diet seperti Feingold Diet yang mengeyampingkan Salisilat, pewarna dan perasa makanan buatan,32 dan makanan yang mengandung pengawet tertentu. Yang terakhir, penggunaan suplemen seperti multivitamin, magnesium, zinc, serta Omega-3 diajukan sebagai alternatif.33,34

28

8. ADHD pada Orang Dewasa

Seperti yang telah dijelaskan, ADHD mempengaruhi kurang lebih 3 hingga 5 persen dari seluruh populasi anak-anak. Namun, yang masih kurang disadari adalah kemungkinan bahwa masalah ADHD ini dapat tetap berlanjut hingga dewasa.Beberapa studi dalam beberapa tahun belakangan ini menunjukkan bahwa kurang lebih 30 hingga 70 persen anak-anak dengan ADHD tetap menunjukkan gejala serupa di masa dewasa.43 Studi pertama pada dewasa dilakukan pada akhir tahun 1970-an oleh dr. Paul Wender, dr. Frederick Reimherr dan dr. David Wood, dimana subyek tersebut belum pernah didiagnosa sebelumnya dengan ADHD. Peneliti kemudian menemukan kriteria klinis baru (the Utah Criteria) yang mengkombinasikan sejarah ADHD dimasa lampau dengan bukti ADHD yang sekarang.43 Alat diagnostic lain yang berfungsi serupa, seperti Conners Rating Scale dan The Brown Attention Deficit Disorder Scale. Untuk mendiagnosa ADHD pada orang dewasa tidaklah mudah. Untuk dapat didiagnosa dengan ADHD, orang dewasa harus memiliki riwayat onset yang dimulai dari masa kanak-kanak, persisten, dan gejala-gejala yang timbul belakangan.42 Untuk menunjang keakuratan diagnosis, riwayat tingkah laku pasien sewaktu kanak-kanak juga dapat diperoleh dari orang terdekatnya, seperti orang tuanya, kawan dekatnya, maupun pasangan hidupnya. Selain itu perlu diperiksa adanya ko-morbid yang timbul bersama dengan ADHD. Pemeriksaan fisik dan tes psikologi perlu dilakukan dalam hal ini.

29

9. Penatalaksanaan pada Orang Dewasa

Seperti pada anak-anak, orang dewasa perlu mendapatkan terapi obat-obatan serta bimbingan dan psikoterapi. Untuk obat-obatan, kebanyakan obat golongan stimulan yang dikonsumsi lebih dahulu, dimana obat-obat ini mempengaruhi ke 2 neurotransmitter, Dopamin dan Norepinephrine. Atomoxetine, obat non stimulan terbaru yang disahkan FDA, menunjukkan efektivitas yang baik.4 Selain itu, Antidepresan , seperti golongan Trisiklik, dianggap sebagai pilihan kedua untuk pengobatan ADHD pada orang dewasa karena pengaruhnya terhadap ke 2 neurotransmitter tersebut. Selain obat-obatan, psikoedukasi dan psikoterapi juga sangat membantu. Dalam bimbingan ini, terapis mengajar penderita cara bagaimana mereka mengatur hidup mereka dan tugas yang diberikan pada mereka diatur dalam beberapa seksi sehingga masing-masing dapat diselesaikan dengan teratur.4,44

30

Kesimpulan

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan kondisi yang tidak jarang terlihat diseluruh populasi anak-anak. Kondisi ini, ternyata, dapat terus berlanjut hingga masa dewasa pada 30 hingga 70 persen populasi penderita ADHD. Biarpun begitu, ADHD bukanlah merupakan sesuatu yang tidak dapat teratasi. Masalahnya, hingga saat ini belum ditemukan penatalaksanaan tunggal yang dapat menyelesaikan permasalahan ADHD. Dari beberapa studi, disimpulkan bahwa kombinasi antara terapi obat dengan psikoterapi tetap dianggap memiliki kemungkinan terbesar untuk mengatasi ADHD. Sampai sekarang golongan obat stimulan tetap merupakan pilihan

utama dalam penanganan ADHD. Obat non stimulan terbaru yang telah disahkan FDA, Atomoxetine, terbukti, dari data yang ada, mampu mengatasi lebih dari 70 persen kasus ADHD. Namun studi Atomoxetine terhadap anak-anak dibawah usia 7 tahun masih kurang, disamping peringatan black box dari FDA berkaitan dengan kasus bunuh diri pada anak dan remaja, dimana pada studi tahun 2005, dari 1,357 orang yang minum Stratera, 1 orang bunuh diri dan 5 orang memiliki keinginan bunuh diri. Karena kemungkinan besar ADHD tetap berlanjut hingga dewasa, maka penatalaksanaan ADHD tidak memiliki batas usia dan diperlukan pengetahuan dan kesadaran yang tinggi dari penderita sendiri dan orang-orang disekitarnya.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Heinrich Hoffmann The Story of Fidgety Philip. 2. Still GF. Some abnormal physical conditions in children: the Goulstonian lectures. Lancet, 1902;1:1008-1012. 3. http://www.aacap.org/cs/adhd_a_guide_for_families/children_who_cant_p ay_attention/ADHD. No 6. July 2004. 4. http:// www.nimh.nih.gov/disorders/adhd/adhd.htm. 5. http://www.aacap.org/cs/New_Advances_in_the_Psychopharmacological_ Treatment_of_Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder.2007. 6. American Psychiatric Association (2000).Diagnostic and Statiscal Manual of the American Psychiatric Association (4th ed). Penyunting: Washington, DC 7. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD).Behavenet.com. Retrieved on December 11, 2006. 8. American Academy of Pediatrics. (2000, May). Clinical Practice guideline: Diagnosis and Evaluation of The Child with Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder.Pediatrics 105 (5):1158-1170. 9. Perrin JM, Stein MT, Amler RW, Blondius TA. 2001. Clinical practice guideline: treatment of school-aged children with Attention

Deficit/Hyperactivity Disorder. Pediatrics 108 (4):1033-1044. PMID 11581465.

32

10. Fowler M. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder: briefing paper, 3rd edition, National Dissemination Center for Children with Disabilities, 2004. 11. Goldman, L.S., Genel, M., Bezman, R., & Slanetz, P.J. (1998). Diagnosis and treatment of attention-deficit/hyperactivity disorder in children and adolescents. JAMA (Journal of the American Medical Association), 279 (14), 1100-1107. 12. ICD Version 2006:F91. World Health Organization. Diambil: 11 Desember 2006. 13. Zametkin AJ, Nordahl TE, Gross M, et al. "Cerebral glucose metabolism in adults with hyperactivity of childhood onset." N Engl J Med. 1990 November 15;323(20):1361-6. 14. Conners, K. (1998). Revision and restandardization of the Conners teacher rating scale (CTRS-R): factor structure, reliability, and criterion validity. J Abnorm Child Psychol 26: 279-291. 15. Conners, K (1998). Revision and restandardization of the Conners parent rating scale (CPRS-R): factor structure, reliability, and criterion validity. J Abnorm Child Psychol 26: 279-291. 16. Lou HC, Andresen J, Steinberg B, McLaughlin T, Friberg L. "The striatum in a putative cerebral network activated by verbal awareness in normals and in ADHD children." Eur J Neurol. 1998 Jan;5(1):67-74. 17. Ninivaggi,F.J. Borderline intellectual functioning and academic problem. Dalam: Sadock B.J, Sadock V.A.,eds. Kaplan & Sadocks

33

18. Comphrehensive of Psychiatry. 8th ed. Vol II. Baltimore: Lippincott William and Wilkins; 2005: 2272-2276. 19. Pliszka S (2000). Patterns of psychiatric comorbidity with attentiondeficit/hyperactivity disorder. Child Adolesc Psychiatr Clin N Am 9 (3): 525-40, vii. 20. Kotimaa AJ, Moilanen I, Taanila A, et al. ,"Maternal smoking and hyperactivity in 8-year-old children". 2003, J Am Acad Child Adol Psychiatry Jul;42(7):826-33. 21. McAvinue L, O'Keeffe F, McMackin D, Robertson IH, et al. "Impaired sustained attention and error awareness in traumatic brain injury: implications for insight" Neuropsychological Rehabilitation. 2005

Dec;15(5):569-87. 22. The MTA Cooperative Group. A 14-month randomized clinical trial of treatment strategies for attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD). Archieves of General Psychiatry, 1999;56:1073-1086. 23. Jensen, et al (2005). Cost effectiveness of ADHD Treatments: Findings from the Multimodal Treatment Study of Children With ADHD. American Journal of Psychiatry 162: 1628-1636 (halaman: 1633). 24. Roman T, Rohde LA, Hutz MH. (2004). "Polymorphisms of the dopamine transporter gene: influence on response to methylphenidate in attention deficit-hyperactivity disorder." American Journal of Pharmacogenomics 4(2):83-92

34

25. Consensus

Development

Panel.

Defined

Diets

and

Childhood

Hyperactivity. National Institutes of Health Consensus Development Conference Summary, Volume 4, Number 3, 1982. 26. Wolraich M, Milich R, Stumbo P, Schultz F. The effects of sucrose ingestion on the behavior of hyperactive boys. Pediatrics, 1985; 106; 657682. 27. Biederman J, Faraone SV, Keenan K, Knee D, Tsuang MF. Familygenetic and psychosocial risk factors in DSM-III attention deficit disorder. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 1990; 29(4): 526-533. 28. Faraone SV, Biederman J. Neurobiology of attention-deficit hyperactivity disorder. Biological Psychiatry, 1998; 44; 951-958. 29. Swanson JM, Flodman P, Kennedy J, et al. "Dopamine Genes and ADHD." Neurosci Biobehav Rev. 2000 Jan;24(1):21-5. 30. Smith KM, Daly M, Fischer M, et al. "Association of the dopamine beta hydroxylase gene with attention deficit hyperactivity disorder: genetic analysis of the Milwaukee longitudinal study." Am J Med Genet B Neuropsychiatr Genet. 2003 May 15;119(1):77-85. 31. Lou HC, Andresen J, Steinberg B, McLaughlin T, Friberg L. "The striatum in a putative cerebral network activated by verbal awareness in normals and in ADHD children." Eur J Neurol. 1998 Jan;5(1):67-74. 32. Ask Gay Riley: Protein Deficiency for a Vegitarian. NetNutritionist.com

35

33. The influence of the chemical additive tartrazine on the zinc status of hyperactive children: A double-blind placebo-controlled study. 34. Antalis C, Stevens L, Campbell M,, Pazdro R, Ericson K, Burgess J (2006). Omega-3 fatty acid status in attention-deficit/hyperactivity disorder. Prostaglandins Leukot Essent Fatty Acids 75 (4-5): 299-308. 35. Improvement of neurobehavioral disorders in children supplemented with magnesium-vitamin B6. I. Attention deficit hyperactivity disorders. Magnes Res. 2006 Mar;19(1): 46-52. 36. Nijmeh G,M3. Bipolar disorder vs ADHD in children: a lecture series. Pediatric mood disorder clinic. 2003. 37. Busch B, Biederman J, Cohen L.G (2002). Correlates of ADHD among children in pediatric and psychiatric clinics. Psychiatric Services 53:11031111. 38. Castellanos, F.X., & Swanson, I.M. (2002). Biological underpinnings of ADHD. Dalam: S. Sandberg (Ed.), Hyperactivity and attention disorders of childhood (2nd ed.). Cambridge, England: Cambridge University Press. 39. Castellanos FX, Lee PP, Sharp W, Jeffries NO, Greenstein DK, Clasen LS, Blumenthal JD, James RS, Ebens CI, Walter JM, Zijdenbos A, Evans AC, Giedd JN, Rapoport JL. Developmental trajectories of brain volume abnormalities in children and adolescents with attention-

deficit/hyperactivity disorder. Journal of the American Medical Association, 2002, 288:14:1740-1748.

36

40. Geller B, Williams M, Zimerman B, Frazier J, Beringer L, Warner KL. Prepubertal and early adolescent bipolarity differentiate from ADHD by manic symptoms, grandiose delusions, ultra-rapid or ultradian cycling. Journal of Affective Disorders, 1998, 51:81-91. 41. Wilens TC, Faraone, SV, Biederman J, Gunawardene S. Does stimulant therapy of attention-deficit/hyperactivity disorder beget later substance abuse? A meta-analytic review of the literature. Pediatrics, 2003, 111:1:179-185. 42. American Academy of Pediatrics. (2001, November). Atomoxetine in the treatment of children and adolescents with Attention-deficit/hyperactivity disorder: a randomized, placebo-controlled, dose-responsed study. Pediatrics 108:e83. 43. Silver LB. Attention-deficit hyperactivity disorder in adult life. Child and Adolescent Psychiatric Clinics of North America, 2000:9:3: 411-523. 44. Wender PH. Pharmacotherapy of attention-deficit/hyperactivity in adults. Journal of Clinical Psychiatry, 1998; 59 (supplement 7):76-79.

37

38

You might also like