You are on page 1of 145

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4

PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

MENINGKATKAN KUALITAS BELAJAR FISIKA SISWA MENERAPKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE STAD PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA

Yayuk Sudarwati
SMPN 2 Gempol Pasuruan Jl. Dau Darmorejo Kepulungan Gempol

Abstrak: Banyak variable yang mempengaruhi cara belajar siswa, mencakup factor-faktor fisik dan non fisik. Oleh sebab itu metode yang diterapkan di kelas harus memperhatikan keberagaman cara belajar siswa. Salah satu indikator tercapainya kualitas serta kesuksesan nyata bagi siswa adalah perolehan nilai hasil belajar siswa minimal mencapai KKM. Dalam pembelajaran selama dilakukan Penelitian Tindakan Kelas materi pesawat sederhana ini diterapkan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD didukung Kecakapan guru dalam mengelola kelas menggunakan Media berupa gambar, alat praktikum, alat peraga dan power point. Hasil pembelajaran menunjukan peningkatan aktifitas belajar dan hasil belajar siswa. Kata kunci: STAD, kualitas belajar, pesawat sederhana

Fisika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah bersama mata pelajaran sains yang lain adalah ilmu yang diharapkan dapat menciptakan siswa berilmu dan berketrampilan yang unggul. Melalui penguasaan mata pelajaran fisika baik proses, produk, maupun sikap yang baik, siswa diharapkan mampu mengembangkan ilmunya dan mampu membina kerja sama yang sinergi demi tercapainya efisiensi dan efektivitas, kualitas serta kesuksesan nyata bagi siswa. Memungkinkan dijaminnya kerjasama berbagai sumber daya kemampuan dalam meningkatkan pengalaman kreasi, inovasi, prestasi dan ketinggian moral siswa. Salah satu indikator tercapainya kualitas serta kesuksesan nyata bagi siswa adalah perolehan nilai hasil belajar siswa mencapai minimal sesuai KKM. Penunjang dari indikator di atas yaitu tersedianya sarana dan prasarana pendukung serta kecakapan guru dalam pengelolaan kelas dan penguasaan materi yang cukup mendalam. Pembelajaran Fisika sulit dipahami siswa jika proses pembelajaran tidak didukung dengan metode yang menarik dan media yang mudah diamati. Media berupa gambar, alat praktikum, alat peraga dan power point dan lain-lain dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan pembelajaran. Banyak variable yang mempengaruhi cara belajar seseorang, mencakup factor-faktor fisik dan non fisik. Ada anak mudah belajar melalui belajar kelompok, anak yang lain bisa belajar lebih mudah bila sendirian. Ada anak mudah belajar sambil mendengar musik, ada yang dapat berkonsentrasi hanya dalam keadaan sepi. Ada juga yang mudah belajar dengan gaya kinestetik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Berdasarkan pengamatan selama proses belajar sejak 3 bulan sebelumnya, cara belajar siswa di kelas VIII A ini beragam. Oleh sebab itu metode dan alat pembelajaran yang diterapkan di kelas harus memperhatikan keberagaman cara belajar siswa sebagai anak yang berbeda tersebut. Dalam penelitian ini model pembelajaran yang dipilih adalah cooperative learning type STAD (Standard Teams Achievement Divisions) yaitu pembelajaran yang memiliki enam fase yang membentuk fondasi untuk pengurutan pelajaran IPA, yaitu 1) Menyampaikan tujuan dan motivasi, 2) Menyajikan informasi, 3) Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajar, 4)Membimbing lelompok bekerja dan belajar, 5) Evaluasi, 6) Penilaian/ pemberian penghargaan.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar (Nana, 2005 : 108). Pengertian media yang cukup luas mencakup berbagai perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid. Media juga merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Ada berbagai macam media pembelajaran yang dapat digunakan berupa audio, visual dan audio visual antara lain film, Power Point, gambar/carta, alat peraga, alat eksperimen, buku, dan lain-lain. Dalam PTK ini peneliti menggunakan bantuan media power poin, gambar/carta, dan alat eksperimen. Gambar/carta dibuat sendiri oleh peneliti sederhana menggunakan kertas karton putih dengan pewarna krayon. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah suatu istilah yang digunakan untuk mewujudkan suatu tingkat keberhasilan tentang suatu usaha yang telah dicapai. Dalam hal ini diperlukan pengukuran terhadap hasil belajar untuk mengetahui sudah sampai dimana suatu tujuan telah dicapai. Bloom (dalam Winkel, 1989) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Dalam penelitian ini ranah yang diamati hanya kognitif saja. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang dibagi dalam enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan mencakup kemampuan mengingat tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan pengetahuan berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, prinsip, teori dan metode. Pemahaman mencakup kemampuan untuk menyerap pengertian dari hal-hal yang telah dipelajari. Kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu dapat dilihat dari kemampuannya menyerap suatu materi kemudian mengkomunikasikannya. Aplikasi merupakan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam kegiatan pembelajaran untuk menghadapi situasi baru yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aplikasi ini dapat diukur dari kemampuan dalam menggunakan konsep, prinsip, teori dan metode untuk menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Analisis memberikan penekanan pada kemampuan untuk merinci sesuatu menjadi bagian-bagian dan cara mengorganisasikannya. Sintesis merupakan proses pemahaman terhadap unsur-unsur atau bagian-bagian, kemudian mengkombinasikannya dengan sesuatu cara sehingga sebelumnya yang tidak tampak akan menjadi jelas, siswa dituntut untuk memahami konsep, prinsip, teori dan hukum sehingga memberikan pemahaman baru. Evaluasi, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan-keputusan dan mempertimbangkan masalah nilai, tujuan, metode penyelesaian termasuk didalamnya pertimbangan mengenai efektifitas dan ketepatannya. Penelitian ini hanya menggunakan evaluasi ranah kognitif dengan aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi dan analisis kualitatif dan evaluasi. Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran cooperative learning type STAD dengan menggunakan media power point, gambar/carta dan alat praktikum, pada kualitas belajar siswa kelas VIII A SMPN 2 Gempol dalam materi Pesawat Sederhana mata pelajaran Fisika.
METODE

Subjek penelitian adalah siswa di kelas VIII A SMP Negeri 2 Gempol yang berjumlah 39 siswa terdiri dari 18 laki-laki dan 21 perempuan. Diambilnya subyek ini atas dasar pertimbangan bahwa (1) subjek adalah siswa peneliti dalam melaksanakan tugas mengajar di kelas sehari-hari, (2) dipilih secara acak, dengan pertimbangan dapat mewakili 6 kelas parallel yang ada di kelas VIII. Kompetensi Dasar yang dikembangkan adalah kompetensi dasar (KD) 5.4. Melakukan percobaan tentang pesawat sederhana dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pada siklus 1 : Tuas/Pengungkit, Materi pada siklus 2 : Bidang miring. Tiap siklus diterapkan tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Data berupa lembar kerja siswa (LKS), lembar observasi dan lembar evaluasi. Hasil dan Pembahasan Pada pengamatan proses pembelajaran sebelumnya diperoleh data bahwa siswa kelas VIII A SMPN 2 Gempol merupakan gabungan/oplosan dari kelas VII yang telah beberapa kali diamati dalam pelaksanaan

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) LSBS, belum dapat memanfaatkan alat praktikum secara maksimal untuk menarik kesimpulan dalam pembelajaran fisika. Hal ini terjadi mungkin karena belum ada pendukung media dalam jumlah cukup yang menghubungkan konsep dengan kehidupan sehari-hari. Kadang-kadang praktikum memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu diperlukan membuat media pendukung berupa power point dan carta dalam upaya memanfaatkan waktu yang tersedia secara efektif. Diharapkan siswa menggunakan alat praktikum dengan bekerja sama yang kompak dengan anggota kelompok, jujur dalam mengumpulkan data pengukuran dan dapat mengambil kesimpulan yang obyektif berdasarkan hasil pengamatan. Pada siklus 1 ditunjukkan gambar tuas dan jungkat- jungkit untuk menarik perhatian siswa. Selanjutnya ditunjukan berbagai benda disekitar siswa yang menggunakan prinsip tuas melalui power point. Konsep tuas dijelaskan melalui power point dengan singkat. Alat eksperimen digunakan secara kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 siswa. Setelah data dicatat dilakukan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Interaksi siswa dengan siswa dirangsang untuk mendapat kesimpulan yang benar berdasarkan hasil data pengamatan. Kemampuan kognitif banyak diamati pada tahap kegiatan inti. Temuan pembelajaran pada siklus 1, siswa banyak terlibat aktif dalam belajar, interaksi siswa dengan alat praktikum mendukung penemuan kesimpulan pada penguasaan konsep yang benar, media carta sangat sesuai pada tahap motivasi dan kegiatan penutup, efektif mendukung proses pembelajaran. Namun power point perlu dipertimbangkan efetifitasnya sebab perannya dapat digantikan oleh carta. Pada siklus 2 carta tetap digunakan untuk memotivasi anak didik di awal pembelajaran dan di akhir pembelajaran untuk proses pengambilan kesimpulan. Perhatian guru membimbing kelompok lebih merata menjangkau siswa yang kurang aktif, pertanyaan yang sifatnya memancing siswa pada tahap apersepsi dan pada tahap diskusi lebih banyak sehingga siswa yang menjawab lebih banyak. Pemberian pujian dan penghargaan pada siswa dan kelompok yang aktif lebih banyak disampaikan sehingga siswa lebih aktif dalam diskusi kelas. Diperoleh hasil observasi refleksi pada siklus 1 bahwa model cooperative Learning tipe STAD dengan menggunakan media tersebut dapat mempermudah proses belajar siswa. Namun perlu ada perbaikan yang diterapkan pada tindakan siklus 2 berdasarkan saran dari nara sumber Prof. Koji Sato yang turut mengamati open class kali ini, yaitu power point tidak harus digunakan jika tidak sangat diperlukan. Carta dalam materi tuas dan bidang miring dapat digunakan maksimal dengan meningkatkan aktifitas diskusi siswa dan tanya jawab dengan guru sehingga komunikasi dalam kelas berlangsung lebih lancar. Pengukuran dilakukan jujur dan lebih teliti, siswa tidak lagi kesulitan dengan satuan dalam pengukuran selama praktikum. Perolehan data dalam kegiatan praktikum siklus 2 dapat memudahkan siswa menyusun kesimpulan dengan benar. Analisa data menunjukan adanya peningkatan hasil belajar. Rata-rata nilai tes evaluasi setelah ada tindakan naik dari 70,0 menjadi 77,5. Kemampuan proses yang diamati menunjukkan peningkatan. Skor ketercapaian tindakan aspek Ketrampilan menggunakan alat naik dari 75 % menjadi 86%. Ini berarti hampir semua siswa terlibat aktif menggunakan alat praktikum dalam belajar. Aspek kemampuan menggunakan data naik dari 69,4% menjadi 83,8%. Atas arahan guru siswa sudah terlihat aktif melakukan pengukuran dan mau menganalisa data kelompok secara bersama-sama. Aspek Kemampuan diskusi naik dari 63,9% menjadi 80,5%. Komunikasi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru berjalan lancar. Aspek kemampuan menyusun kesimpulan naik dari 69,4% menjadi 80,5%. Saling membelajarkan pada proses diskusi dapat membantu siswa membuat kesimpulan yang benar berdasarkan kegiatan praktikum. KESIMPULAN Penelitian tindakan kelas menerapkan model pembelajaran cooperative Learning tipe STAD menggunakan bantuan media carta dan alat praktikum yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII A SMPN 2 Gempol Pasuruan. Kemampuan guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam mengelola kelas sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas belajar siswa melalui pelaksanaan RPP yang tepat. Pemilihan media dan metode yang tepat dapat meningkatkan ketrampilan proses belajar siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 3

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Pembentukan kelompok kerja yang terdiri dari 4 anggota heterogen membantu siswa tertinggal bisa belajar dari teman sebayanya melaui proses diskusi. 4 aspek yang diamati meliputi ketrampilan menggunakan alat, kemampuan menggunakan data dengan jujur, kemampuan diskusi, dan kemampuan menyusun kesimpulan yang obyektif berdasarkan hasil praktikum yang teliti dan jujur dapat meningkat setelah tindakan kelas siklus 1 dan 2. Tanda-tanda yang turut tumbuh teramati dalam pembelajaran penelitian tindakan kelas kali ini adalah keberanian mengeluarkan pendapat, keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, sikap demokratis, sikap kerjasama dengan kelompok dalam menyelesaikan tugas selama proses pembelajaran SARAN Agar pembelajaran lebih bermakna dan mudah diingat oleh siswa, sebaiknya pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa, diupayakan guru meminimalkan kegiatan ceramah dan mengoptimalkan aktifitas siswa, lebih banyak bekerja dalam proses menemukan pemahamannya Pemilihan metode dan media hendaknya disesuaikan dengan materi ajar yang akan disampaikan. Metode dan media dapat berarti maksimal meningkatkan kulitas pembelajaran jika guru terus berusaha kreatif meningkatkan kemampuan mengelola kelas sebab masalah baru terus akan dihadapi bersama pergantian siswa di kelas yang berbeda. Oleh sebab itu diperlukan kerelaan guru untuk terus belajar. DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas (2003) Pedoman Khusus Pengembangan Dan Penilaian Mata Pelajaran Fisika. Nurhadi, Burhan Yusin, Agus Gurrad Senduk (2004), Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK,

Universitas Negeri Malang. Universitas Negeri Malang (2003), Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 4

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENGEMBANGAN ASESMEN KINERJA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENILAIAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN FISIKA FMIPA UNIVERSITAS MALANG

Hartatiek
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model asesmen kinerja untuk mengukur kinerja melaksanakan praktikum Fisika Dasar II bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Asesmen kinerja yang dikembangkan meliputi lima topik praktikum yaitu: Polarimeter, Ampermeter dan Volmeter DC, Melde dan Sonometer, Jembatan Wheatstone, serta Pemantulan dan Pembiasan. Model asesmen kinerja yang dikembangkan diharapkan dapat digunakan oleh para pembimbing untuk mengases kinerja mahasiswa melaksanakan praktikum sehingga kualitas penilaian praktikum FisikaDasar II dapat ditingkatkan. Pengembangan model asesmen kinerja dilakukan dengan rancangan penelitian dan pengembangan (Research and Development, R & D) yang terdiri lima tahap yakni: studi pendahuluan, penyusunan draf awal, judgment, uji coba awal dan uji coba akhir (validasi produk). Metode penelitian yang digunakan adalah metode evaluatif. Penelitian dilaksanakan di Jurusan Fisika FMIPA UM dengan subjek uji coba mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika yang menempuh matakuliah praktikum Fisika Dasar II pada semester genap 2010/2011 terdiri dua offering yang berjumlah 61 orang. Hasil ujicoba empiris menunjukkan bahwa model asesmen kinerja yang dikembangkan telah memenuhi reliabilitas kesesuaian pengamat yang ditunjukkan dari nilai reliabilitas rata-rata sebesar 0,76 yang berada pada klasifikasi tinggi. Hal ini berarti bahwa asesmen yang dikembangkan layak (valid) digunakan untuk mengukur kinerja mahasiswa dalam melaksanakan Praktikum Fisika Dasar II.. Kata kunci: asesmen kinerja, praktikum Fisika Dasar II

Fisika sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan bagian dari sains yang selalu berkembang berdasarkan fakta dan hasil eksperimen ( Druxes, 1986). Oleh karena itu, dalam mengajarkan fisika harus memperhatikan hakekat fisika sebagai ilmu eksperimentasi. Sesuai hakekat fisika, salah satu strategi pembelajaran yang sesuai adalah berciri hands on activities ( berbasis aktivitas) yaitu berupa kegiatan praktikum di laboratorium. Di Jurusan Fisika FMIPA UM, matakuliah Fisika Dasar II sebagai matakuliah teori selalu diikuti oleh matakuliah Praktikum Fisika Dasar II sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam pelaksanaannya Praktikum Fisika Dasar II dilakukan secara terpisah dari perkuliahan teori, memiliki bobot 1 sks/2 js dimaksudkan agar mahasiswa memiliki ketrampilan laboratorium dalam bidang Fisika Dasar ( katalog FMIPA UM, 2010). Untuk menunjang kegiatan praktikum di laboratorium telah disusun buku panduan praktikum dalam bentuk modul dan format penilaian kegiatan praktik-um. Penilaian kegiatan praktikum Fisika Dasar II didasarkan pada nilai yang terdiri dari: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap pelaporan dan (4) nilai tahap akhir praktikum(tes final). Penilaian tahap akhir praktikum sebagai bagian dari nilai akhir (NA) untuk menentukan kelulusan matakuliah praktikum Fisika Dasar II belum memiliki model yang jelas, sehingga dimungkinkan antar pembimbing memberikan tes dengan cara dan bobot (tingkat kesukaran) yang berbeda-beda. Berdasarkan

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 5

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) hasil pengamatan selama mebimbing praktikum Fisika Dasar II, penilaian kegiatan tahap akhir praktikum ada yang dilakukan dengan tes tulis, tanya-jawab langsung diikuti tes praktek dan ada yang tes praktek murni. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan penelitian untuk mengembangkan suatu model asesmen kinerja melaksanakan praktikum Fisika Dasar II. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa kegiatan praktikum Fisika Dasar diberikan kepada mahasiswa dengan tujuan agar mahasiswa memiliki ketrampilan laboratorium. Oleh karena itu penilaian tahap akhir kegiatan praktikum semestinya lebih ditekankan pada hasil kinerja mahasiswa (tes perbuatan) yang memiliki standar yang jelas sehingga penilaian dapat dipertanggung jawabkan.
TINJAUAN PUSTAKA

Asesmen kinerja didefinisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan, penerapan pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan siswa dalam proses dan produk. Asesmen kinerja mengharuskan siswa mendemonstrasikan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sede-retan kemungkinan jawaban yang sudah tersedia. Asesmen ini berlaku bagi siswa yang bekerja secara individual maupun secara kelompok (Rahayu, S., 2002). Asesmen kinerja dikembangkan berdasarkan adanya kebutuhan untuk memperbaiki sistem evaluasi yang selama ini dilakukan. Asesmen kinerja berkaitan de-ngan berbagai tugas dan situasi dimana mahasiswa diberi kesempatan untuk menun-jukkan pemahaman dan untuk menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan proses berpikirnya dalam berbagai konteks. Asesmen kinerja ini diperlukan dalam penilaian yang didasarkan pada observasi kegiatan. Asesmen kinerja mendorong terjadinya evaluasi diri dan introspeksi atas kesalahan yang diberbuat. Dalam mendisain assesmen kinerja, ada enam komponen yang perlu dipertim-bangkan (Vos, 2001) yaitu: (1) konteks asesmen dan tujuan; (2) tugas asesmen; (3) asesmen kinerja; (4) interpretasi kinerja dan evaluasi; (5) gambaran dan laporan hasil dan (6) keputusan dan tindak lanjut. Pengembangan asesmen kinerja dimulai dari mengidentifikasi bukti-bukti belajar atau indikator pencapaian hasil belajar. Indikator ini merupakan dasar untuk membuat pedoman yang dimulai dengan menggambarkan bagaimana kualitas kerja siswa akan nampak. Deskriptor kualitas kinerja harus spesifik terhadap tugas dan ditunjukkan dengan tingkat-tingkat kualitas kinerja. Asesmen kinerja terdiri dari dua bagian, yaitu tugas kinerja (performance taks) dan kriteria penskoran atau rubrik (rubric). Tugas-tugas kinerja dapat berupa proyek, pameran, portofolio, atau tugas-tugas yang mengharuskan siswa memperlihatkan kemampuan menangani hal-hal yang kompleks melalui penerapan pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu bentuk yang nyata. Kriteria (rubric) merupakan panduan untuk memberi skor (pedoman penilaian). Dasar asesmen kinerja ditunjukkan melalui tugas-tugas kinerja. Tugas-tugas kinerja dipresentasikan mahasiswa sebagai bagian dari tujuan pembelajaran. Penggunaan tugas kinerja didasarkan pada model tugas kinerjaa. Model ini merupakan langkah-langkah dalam membuat tugas kinerja. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengembangkan tugas-tugas dan rubrik asesmen kinerja adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh mahasiswa setelah mengerjakan atau menyelesaikan tugas. 2. Merancang tugas-tugas untuk asesmen kinerja yang memungkinkan mahasiswa dapat menunjukkan kemampuan berfikir dan bertindak. 3. Menetapkan kriteria keberhasilan yang dijadikan tolok ukur untuk menyatakan seorang mahasiswa telah mencapai tingkat ketuntasan pengetahuan atau ketrampilan yang diharapkan (Glencoe, 1999). Tugas-tugas kinerja tidak memilki satu jawaban yang benar. Pada tugas-tugas kinerja terdapat suatu rentangan asesmen untuk memperoleh keberhasilan suatu tugas.Oleh karena itu asesmen kinerja tidak menggunakan kunci jawaban yang menentukan suatu kinerja benar atau salah. Untuk menjamin reliabilitas keadilan dan kebenaran penilaian, dikembangkan kriteria atau rubrik yang digunakan sebagai alat atau pedoman penilaian kinerja mahasiswa.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 6

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Rubrik menggambarkan tingkat kinerja yang menunjukkan apa yang diketahui mahasiswa dan apa yang dapat dilakukan mahasiswa. Pemberian skor dalam rubrik terdiri atas skala-skala tertentu yang mendeskripsikan kinerja tiap aspek dalam skala, yang bergradasi mutu mulai dari tingkat sempurna sampai pada tingkat tidak sempurna (jelek). Ada dua jenis pedoman penilaian yaitu rubrik analitik dan rubrik holistik. Rubrik analitik memfokuskan pada kemampuan mahasiswa untuk menunjukkan kecakapannya dalam kompetensi tertentu atau materi pokok khusus. Sedangkan rubrik holistik memberikan skor tunggal dan menyeluruh untuk kinerja atau produk yang dihasilkan mahasiswa. Matakuliah Praktikum Fisika Dasar II merupakan matakuliah yang berdiri sendiri memiliki bobot 1sks/2js, biasanya disajikan secara bersamaan dengan matakuliah Fisika Dasar II pada semester II. Matakuliah ini dimaksudkan agar mahasiswa memiliki keterampilan laboratorium dalam bidang Fisika Dasar Pada matakuliah Praktikum Fisika Dasar II terdapat lima topik utama praktikum yang harus diselesaikan oleh mahasiswa dalam satu semester yang meliputi: (1) Polarimeter, (2) Ampermeter dan Vvolmeter DC, (3) Melde dan Sonometer, (4) Jembatan Wheatstone serta (5) Pemantulan dan Pembiasan. Dengan melakukan kelima kegiatan praktikum ini diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan laboratorium bidang Fisika Dasar yang memadai. Setiap topik praktikum memiliki tujuan masing-masing sesuai keterampilan yang ingin dilatihkan. Setelah dicermati dari tujuan yang tercantum dalam modul praktikum Fisika Dasar II terdapat 3 aspek pokok yaitu: (1) mahasiswa memperoleh penguatan konsep, (2) mahasiswa memperoleh keterampilan laboratorium (mampu menggunakan set percobaan), dan (3) mahasiswa mampu menyajikan hasil pengukuran beserta ralatnya secara benar. Kaitannya dengan penelitian ini, maka aspek kedua yang akan mendapat perhatian khusus, yakni aspek keterampilan laboratorium karena secara langsung dapat diamati menggunakan asesmen kinerja (perbuatan). Asesmen kinerja ini dirancang untuk mengukur keterampilan laboratorium mahasiswa secara individual dan menggunakan rubrik analitik kinerja melaksanakan praktikum Fisika Dasar II sehingga dihipotesiskan bahwa instrumen asesmen kinerja yang dikembangkan dapat digunakan untuk mengukur kinerja mahasiswa dalam melaksanakan praktikum Fisika Dasar II.
METODE PENELITIAN

Untuk mengembangkan produk, rancangan penelitian yang digunakan adalah disain penelitian dan pengembangan (Research and Development, R & D). Penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan diarahkan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode evaluatif, yang digunakan dalam ujicoba pengembangan produk. Secara garis besar penelitian dan pengembangan terdiri dari tiga langkah (Borg, W.R & Gall, M.D. 2001) yaitu (1) studi pendahuluan meliputi studi pustaka dan survai lapangan untuk mengamati produk atau kegiatan yang ada, (2) melakukan pengembangan produk meliputi penyusunan draf model atau produk, judgment, dan ujicoba model, (3) validasi produk. Berikut model rancangan R & D yang digunakan dalam penelitian ini (Sukmadinata N.Y., 2005).

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 7

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Uji Coba e

Gambar 1. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan Secara rinci penelitian ini dilakukan dalam 5 tahap yaitu: Tahap 1 (Studi pendahuluan) Pada tahap ini dilakukan kegiatan berupa pemilihan materi praktikum. Materi praktikum yang dipilih adalah materi praktikum Fisika Dasar II yang meliputi lima topik praktikum: Polarimeter, Ampermeter dan Voltmeter DC, Melde dan Sonometer, Jembatan wheatstone dan Pemantulan dan Pembiasan. Pemilihan materi diperlukan sebagai acuan untuk penyusunan asesesmen kinerja dan pedoman asesmen. Tahap 2 (Penyusunan draft produk) Pada tahap ini disusun draf model asesmen kinerja melaksanakan praktium Fisika Dasar II yang dilaksanakan dalam tiga kegiatan yaitu: penyusunan rumusan tujuan asesmen, penyusunan pedoman asesmen dan penyusunan kriteria asesmen. Rumusan tujuan asesmen didasarkan pada tujuan praktikum Fisika Dasar II. Untuk masing-masing materi tercantum dalam setiap modul praktikum Fisika Dasar II. Pedoman dan kriteria asesmen disusun berdasarkan indikator yang muncul sesuai dengan tujuan asesmen. Pedoman asesmen menggunakan kriteria 0, 1 dan 2. Skala 0 menunjukkan bahwa deskriptor tidak muncul/muncul salah, skala 1 menunjukkan bahwa deskriptor muncul kurang sempurna dan skala 2 menunjukkan bahwa deskriptor muncul benar/sempurna. Setiap deskriptor yang muncul akan dijumlahkan dan diwujudkan dalam bentuk skor. Kriteria skor didasarkan pada buku pedoman penilaian di UM. Tahap 3 (Judgment) Pada tahap ini dilakukan judgment terhadap model yang telah disusun. Judgment ini merupakan kegiatan asesmen terhadap model yang telah disusun. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan validitas teoritis instrumen. Judgment dilakukan oleh 2 orang pakar pendidikan yang memiliki kompetensi menilai model asesmen kinerja yang dikembangkan. Judgment ini dilakukan sebelum ujicoba empiris. Berdasarkan hasil judgment dilakukan revisi untuk menyem-purnakan model asesmen kinerja yang dikembangkan. Tahap 4 Ujicoba Produk (awal) Pada tahap ini dilakukan ujicoba asesmen kinerja. Ujicoba produk dilakukan pada mahasiswa prodi pendidikan fisika off M Jurusan Fisika FMIPA UM yang mengikuti perkuliahan praktikum Fisika Dasar II. Ujicoba awal ini dimaksudkan untuk memperoleh validitas isi terutama dari segi bahasa dan urutan kegiaatan yang diamati, oleh pembimbing praktikum. Ujicoba dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Setiap pembimbing membawa asesmen kinerja untuk topik yang sesuai dengan bimbingannya (termasuk tim peneliti). 2. Setiap pembimbing melakukan bimbingan kepada mahasiswa dengan benar.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 8

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) 3. Mahasiswa secara berkelompok bekerja bersama untuk memperoleh data, pada saat ini dilakukan asesmen kinerja oleh pembimbing menggunakan asesmen yang telah disusun untuk mengetahui kejelasan bahasa dan urutan kegiatan yang diamati. 4. Pada akhir praktikum dilakukan diskusi dengan semua pembimbing untuk memperoleh masukan terhadap instrumen asesmen kinerja. 5. Melakukan revisi dengan anggota peneliti terhadap masukan yang diperoleh. Tahap 5 Pengujian Produk (Ujicoba empiris) Pada tahap ini dilakukan ujicoba empiris terhadap produk yang telah disempurnakan. Pengujian produk dilakukan pada mahasiswa prodi Pendidikan Fisika off C. Pada penelitian ini pengujian produk dilakukan pada saat tes final praktikum (tes perbuatan). Secara teknis praktek asesmen dilakukan dengan cara berikut. 1. Pada setiap modul praktikum ada 3 pengamat yang akan melaksanakan asesmen kinerja pada setiap mahasiswa (individual). 2. Setiap mahasiswa diberi tugas kinerja sebagai bentuk dari tes kinerja dengan bobot yang sama. Tugas kinerja untuk setiap modul praktikum berisi 4 komponen pokok yaitu :(1) perintah menyusun/merangkai set percobaan, (2) mengambil 2 atau 3 data percobaan dan menampilkan data pada tabel pengamatan dilengkapi dengan satuan dan nst alat ukur, (3) melakukan analisis data dan, (4) menuliskan hasil ukur beserta ralatnya. 3. Secara bersamaan 3 pengamat mengamati kinerja mahasiswa melaksanakan praktikum dan berpedoman pada rubrik asesmen kinerja yang telah disusun. 4. Setiap pengamat memberikan skor pada lembar asesmen sebagai wujud kinerja yang dicapai mahasiswa. Selanjutnya skor dari 3 pengamat diuji reliabelitasnya untuk mengetahui kesesuaian hasil pengamatan. Sebagai subjek penelitian adalah mahasiswa prodi pendidikan Fisika Jurusan Fisika FMIPA UM yang menempuh matakuliah praktikum Fisika Dasar II pada semester genap tahun 2010/2011, sebanyak 2 offering M (30 orang) dan C (31 orang). Data dalam penelitian ini berupa skor kinerja mahasiswa melaksanakan praktikum. Data ini dapat diperoleh melalui asesmen kinerja yang telah dibuat. Data diperoleh dengan cara tes perbuatan melalui langkah-langkah: 1. Menyebarkan asesmen kinerja yang telah divalidasi kepada pembimbing praktikum Fisika Dasar II. 2. Pembimbing melakukan penilaian menggunakan asesmen kinerja berdasarkan pedoman dan kriteria asesmen kepada semua mahasiswa yang mengikuti praktikum Fisika Dasar II, secara individual. 3. Setiap mahasiswa akan dinilai oleh 3 orang pengamat. Pengamat terdiri dari 2 orang mahasiswa asisten yang telah lulus matakuliah asistensi, diambil mahasiswa yang sudah senior dan 1 orang dosen pembimbing matakuliah praktikum Fisika Dasar II. 4. Pembimbing (pengamat) melakukan penskoran berdasarkan kriteria asesmen dengan menggunakan rumus: (skor yang diperoleh/skor maksimum) x 100 Untuk mengetahui kesesuaian skor dari 3 pengamat digunakan persamaan yang direkomendasikan oleh Djaali dan Muljono, P. (2008), yaitu:

RJK b RJKe RJK b

r = reliabilitas kesesuaian pengamat Klasifikasi reliabilitas kesesuaian pengamat mengikuti persyaratan: Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 9

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) reliabilitas tinggi jika nilai r 0,7 reliabilitas sedang jika nilai r antara 0,3 sampai dengan 0,7 reliabilitas rendah jika nilai r 0,3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum disusun draft model asesmen dilakukan kajian yang mendalam tentang materi yang digunakan dalam penelitian. Hasil kajian menetapkan lima topik yaitu: Polarimeter, Ampermeter dan Voltmeter DC, Melde dan Sonometer, Jembatan wheatstone, Pemantulan dan Pembiasan. Pemilihan dan identifikasi materi diperlukan sebagai acuan dalam penyusunan rumusan tujuan asesmen dan pedoman asesmen. Rumusan tujuan asessmen disajikan pada Lampiran1. Pedoman asesmen rubrik, yaitu pedoman pelaksanaan asesmen menggu-nakan sejumlah kriteria tertentu. Pada penelitian ini menggunakan rubrik dengan skala penilaian 0, 1 dan 2. Skala 0 menunjukkan indikator tidak muncul/ muncul salah. Skala 1 menunjukkan indikator muncul kurang sempurna. Skala 2 menunjukkan indikator muncul benar/sempurna. Setiap indikator yang muncul akan dijumlahkan dan diberi skor. Berdasarkan tujuan dan kriteria asesmen disusunlah indikator yang tertuang pada asesmen kinerja. Pada tahap judgment terhadap model asesmen yang telah disusun, dilakukan untuk meningkatkan validitas instrument. Hasil judgment memperoleh masukan tentang kejelasan bahasa, urutan kegiatan, dan kriteria asesmen. Selanjutnya dilakukan revisi terhadap model asesmen kinerja. Ujicoba awal dilakukan pada 30 mahasiswa prodi pendidikan fisika off M yang sedang mengikuti perkuliahan praktikum Fisika Dasar II. Ujicoba dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap kinerja mahasiswa saat melaksa-nakan praktikum. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa asesmen kinerja dengan skala 5 secara praktek sulit dilakukan. Pembimbing sulit membedakan antara kemampuan skala 1 dan skala 2, dan seterusnya sampai skala 5. Selanjutnya dilakukan revisi terhadap pedoman dan kriteria asesmen. Untuk memudahkan dalam membedakan kemampuan antar skala, kriteria asesmen diubah hanya dengan skala 3 yaitu 2, 1, dan 0. Skala 2 menunjukkan indikator muncul benar , skala 1 menunjukkan indikator muncul kurang sempurna dan skala 0 menunjukkan indikator tidak muncul/muncul salah. Dengan skala ini diharapkan efek subjektivitas penilai dapat diminimalkan. Akibat dari penetapan skala 3 ini, maka rumusan indikator pada asesmen kinerja juga mengalami revisi. Ujicoba akhir (empiris) dilakukan pada 30 mahasiswa prodi pendidikan fisika yang sedang mengikuti perkuliahan praktikum Fisika Dasar II ( 0ff C). Ujicoba empiris ini dilakukan pada saat tes final praktikum. Sebelum ujicoba dilakukan, mahasiswa diberitahu bahwa tes praktikum dalam bentuk asesmen terhadap kinerja mahasiswa dalam melaksanakan praktikum yang dilakukan secara individu. Ujicoba empiris ini dilakukan untuk mengetahui tingkat reliabilitas kesesuaian pengamat. Hasil ujicoba empiris terhadap asesmen kinerja melaksanakan praktikum Fisika Dasar II disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Data Hasil Uji Reliabilitas Asesmen Kinerja Praktikum Fisika Dasar II
No. 1 2 Topik Praktikum Polarimeter Ampermeter-Voltmeter DC A. Ampermeter B. Voltmeter Melded dan Sonometer A. Melde B. Sonometer Jembatan Wheatstone Pemantulan dan Pembiasan A. Pemantulan B. Pembiasan r rata-rata r 0,72 0,85 0,81 0,70 0,65 0,70 0,90 0,72 0,76 Klasifikasi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

4 5

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 10

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Dari Tabel 1 tampak bahwa reliabilitas rata-rata untuk perangkat asesmen kinerja praktikum Fisika Dasar II ada pada klasifikasi tinggi dengan nilai 0,76. Hal ini berarti bahwa terdapat kesesuaian antar pengamat terhadap hasil kinerja yang diamati, dengan kata lain perangkat asesmen kinerja yang dikembangkan layak/valid untuk mengukur kinerja mahasiswa dalam melaksanakan praktikum Fisika Dasar II. Salah satu contoh analisis reliabilitas disajikan pada Lampiran 2 Berdasarkan hasil judgment dan ujicoba, model yang dikembangkan me-ngalami beberapa kali revisi dan penyempurnaan, terutama dalam hal bahasa, tulisan, kejelasan maksud dan tujuan setiap indikator yang dikembangkan. Revisi dan penyempurnaan diperlukan untuk memperjelas maksud dan tujuan setiap kata dan kalimat pada setiap indikator. Selain itu, agar tidak terjadi interpretasi ganda atau kesalahan interpretasi dari pihak pengamat. Revisi dan penyempurnaan dila-kukan secara berkesinambungan dan bertahap sesuai setiap kondisi dan masukan yang diperoleh selama model diujicobakan. Berdasarkan hasil analisis data dan masukan-masukan, revisi dan penyem-purnaan model asesmen terjadi pada hampir semua topik praktikum khususnya pada tujuan, pedoman dan kriteria asesmen dan rumusan indikator . Model rubrik analitik mengalami perubahan berdasarkan masukan dari ujiciba awal dari skala 5 menjadi skala 3. Pada skala 5 pengamat merasakan kesulitan untuk membedakan kemampuan untuk masing-masing skala. Dipilih skala 3 dengan penilaian lebih sederhana yakni indikator muncul benar di ceklis angka 2, indikator muncul kurang sempurna diceklis skala 1, dan indikator tidak muncul/muncul salah di ceklis skala 0. Selain itu, revisi dan penyempurnaan lebih banyak dilakukan pada kejelasan tulisan serta kalimat pada setiap indikator. Kemajuan model yang dikembangkan diperoleh selama pengamatan ter-hadap pelaksanaan praktikum pada ujicoba akhir. Berbagai masukan diperoleh dari tim peneliti maupun mahasiswa pembimbing praktikum. Berdasarkan masukan-masukan tersebut, model mengalami beberapa kali revisi dan penyempurnaan untuk memperbaiki setiap kemungkinan kekeliruan yang terjadi. Salah satu model assesmen yang telah mengalami validasi disajikan pada Lampiran 3. Kejelian setiap pengamat terhadap kinerja mahasiswa pada setiap kegiatan praktikum akan sangat menentukan ketepatan penilaian. Dengan skala 3 (0,1 dan 2) ternyata sangat memudahkan bagi pengamat untuk menilai kinerja mahasiswa sehingga diharapkan model asesmen yang disusun dapat digunakan bagi semua pembimbing sebagai standar untuk menilai kinerja mahasiswa melaksanakan praktikum Fisika Dasar II.
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melalui proses penelitian dan pengembangan, akhirnya dapat dikembangkan model asesmen kinerja melaksanakan praktikum Fisika Dasar II untuk mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Model asesmen ini berisi rumusan tujuan asesmen, identitas mahasiswa, tugas asesmen, pedoman dan kriteria asesmen serta pedoman penskoran untuk menilai kemampuan mahasiswa melaksanakan praktikum Fisika Dasar II. Model asesmen kinerja (instrumen) yang dikembangkan layak/valid digunakan untuk mengasses kamampuan mahasiswa melaksanakan praktikum Fisika Dasar II karena model ini sudah diujicobakan dan sudah mengalami penyempurnaan. Ketersediaan model asesmen kinerja ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penilaian praktikum Fisika Dasar II. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Perolehan dari peneli-tian ini berupa model asesmen kinerja. Model ini dapat disempurnakan lebih lanjut melalui pengujian yang lebih teliti dengan menggunakan subjek yang lebih luas. Pengembangan model asesmen semacam ini masih dimungkinkan untuk praktikum yang lain seperti Eldas I, Eldas II, gelombang dan optik, listrik-magnet.
DAFTAR RUJUKAN Druxes, Herbert. Et. Al. 1986. Kompendium Didaktik Fisika, Bandung: CV Remaja Karya.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 11

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Djaali dan Muljono, P. 2008. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan, Jakarta: PT Grasindo. Graffin, P. Dan Nix, P. 1991. Educational Assessment And Reporting, Sidney: Harcourt Brace Publiser. Glencoe. 1999.Alternate Assessment in The Classrom. New York: Mc. Graw-Hill Rahayu, S. 2002. Assmen Performansi Sebagai Kebutuhan Nyata Dalam Pembelajaran Kimia, Makalah Natinal Science Education Seminar, FMIPA-UM, 5 Agustus 2002. Sukmadinata, N. Y., 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Program. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT Remaja Rosdakarya Vos, B.E. 2001. Alternative Assessment in K-12 Science Education (http://www.enc.org/professional/research/journal/science/documents, diakses 12 Januari 2008. ........Katalog FMIPA UM Tahun 2010

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 12

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU-GURU FISIKA MADRASAH TSANAWIYAH DI KOTA MALANG MELALUI WORKSHOP LESSON STUDY

Yudyanto Dwi Haryoto Hartatiek Sugiyanto

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Makalah ini berisi hasil kegiatan workshop lesson study bagi guru-guru Madrasah Tsanawiyah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan para guru Fisika Madrasah Tsanawiyah tentang Lesson Study. Selama ini, kegiatan Lesson Study sering dilakukan bekerja sama dengan Diknas, sedangkan dengan Depag jarang sekali dilakukan. Sebagai upaya untuk memperluas sasaran Lesson Study khususnya di Kota Malang, maka dipilihlah guru-guru Fisika Madrasah Tsanawiyah sebagai khalayak sasaran.Kegiatan workshop ini diikuti oleh 20 orang guru Fisika/IPA dari 10 Madrasah Tsanawiyah Negeri dan Swasta yang ada di Kota Malang. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi 3 tahap yakni: pelatihan, pendampingan dan simulasi. Pada tahap pelatihan para guru dibekali materi tentang: lsson study yang mencakup: apa lesson study, mengapa lesson study dan langkah-langkah lesson study. Pada tahap pendampingan para guru dibimbing merencanakan pembelajaran dalam bentuk RPP sebagai langkah Plan. Pada tahap simulasai, dipilih satu guru peserta sebagai guru model, tiga guru sebagai observer, dan guru yang lain sebagai siswa sebagai langkah Do, See dan diakhiri dengan refleksi. Metode evaluasi dilakukan dengan cara memberikan assesmen tentang materi lesson study dan respon peserta terhadap pelaksanaan workshop yang diberikan pada akhir kegiataan. Krieria keberhasilan apabila peserta memahami materi tentang lesson study minimal 75% dinyatakan tuntas. Hasil dari kegiatan workshop ini adalah: (1) peserta memahami materi lesson study dengan rata-rata ketuntasan 86,6 %, (2) peserta dapat merancang pembelajaran yang diwujudkan dalam bentuk RPP sebagai langkah Plan, (3) peserta dapat melakukan open-class dan melakukan observasi, sebagai langkah Do dan See, (4) peserta dapat melakukan refleksi menggunakan lembar observasi. Selain itu respon peserta terhadap materi tentang lesson study direspon positif oleh 91,7% ( 58,3 menyatakan baik dan 33,4 menyatakan sangat baik) sedangkan pelaksanaan kegiatan direspon positif oleh peserta sebanyak 91,7% ( 41,7% menyatakan baik dan 50% sangat baik). Kegiatan workshop ini sangat baik apabila dilanjutkan dengan implementasi di kelas pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah masing-masing. Kata kunci: profesionalisme, guru Fisika Madrasah Tsanawiyah, lesson study

Di kota Malang ada 26 Madrasah Tsanawiyah yang terdiri 2 Negeri dan 24 swasta yang perlu dikembangkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kemampuan (profesinalisme) pengajarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa kegiatan yang melibatkan guru-guru di bawah naungan Depag jarang sekali dilakukan. Keadaan lain yang mendukung kegiatan penerapan Iptek ini adalah; (1) pada umumnya letak sekolah dekat dengan kampus UM sehingga hemat waktu dan biaya; (2) pada umumnya guru-guru Madrasyah banyak yang tidak tahu tentang Lesson-Study; (3) jumlah guru memadai, tetapi kualitasnya perlu ditingkatkan (hasil observasi). Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 13

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Pengembangan profesi guru merupakan suatu proses pendidikan yang terencana, kolaboratif dan berkelanjutan yang bertujuan untuk membantu guru dalam (1) memperdalam materi bidang studi; (2) mengasah ketrampilan mengajar di kelas; (3) menghasilkan dan menyumbang pengetahuan baru terhadap profesi; (4) meningkatkan kemampuan memonitor belajar siswa; (5) melanjutkan studi dalam bidang ilmunya dan pendidikan pada umumnya (Glenn, 2000). Ada berbagai cara untuk membantu guru mengembangkan profesinya, salah satunya adalah lesson study. Lesson study merupakan proses pengembangan profesi guru di Jepang yang mana para guru terlibat dalam pengujian secara sistematis tentang praktek-praktek pembelajaran di kelas dengan tujuan agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Lesson study berpotensi untuk meningkatkan pembelajaran karena dalam kegiatannya para guru bekerja secara kolaboratif (dalam satu bidang studi yang sama) dalam pembuatan perencanaan pengajaran secara rinci, mengadakan pengamatan pembelajaran di kelas, serta melakukan diskusi dan refleksi (Beauchamp dan Zoller, 2002). Di Indonesia khususnya di Jurusan Fisika FMIPA UM, kegiatan lesson study telah diterapkan dalam perkuliahan fisika dasar pada tahun 2006. Secara kolaboratif sejumlah dosen yang mengampu matakuliah yang sama membuat perencanaan pembelajaran secara rinci, mengadakan pengamatan pembelajaran di kelas, dan diakhiri diskusi dan refleksi untuk selanjutnya dilakukan revisi terhadap perencanaan tersebut untuk perbaikan. Hasil kegiatan lesson study ternyata sangat positif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus profesionalisme para dosen serta yang tak kalah penting adalah sikap saling asah, asih, asuh antar sejawat. Melalui kegiatan lesson study, guru sangat diuntungkan karena memberikan kesempatan pada guru untuk memikirkan pembelajarannya sendiri yang dikaitkan dengan apa yang dilakukan guru lain, sehingga guru dapat saling membelajarkan. Menurut Herawati, S. (2005), lesson study dilakukan karena memberikan kontribusi terhadap pengembangan keprofesionalan guru dan peningkatan sistem pendidikan secara luas. Tujuan dari kegiatan workshop ini adalah: meningkatkan kualitas (pofesionalitas) para guru fisika Madrasyah Tsanawiyah melalui Lesson-Study , secara rinci diungkapkan sebagai berikut. 1. Meningkatkan pemahaman dan keterampilan para guru fisika Madrasyah Tsanawiyah dalam merancang pembelajaran kolaboratif (Plan) melalui lesson study. 2. Meningkatkan pemahaman dan keterampilan para guru fisika Madrasyah Tsanawiyah dalam mengimplementasikan rancangan pembelajaran (Do dan See) melalui lesson study 3. Meningkatkan pemahaman dan keterampilan para guru fisika Madrasyah Tsanawiyah dalam melakukan refleksi pembelajaran melalui lesson study. Lesson study adalah suatu pendekatan peningkatan pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. Istilah jepang untuk ini adalah jugyo-kenkyu(Yoshida, 1999 dalam Lewis, 2002). Lesson study ini mulai dipelajari di Amerika sejak dilaporkannya hasil Thir International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 1996, disebutkan bahwa siswa Jepang punya rangking tinggi dalam matematika dan diduga salah satu faktor pendukungnya adalah jugyokenkyu tersebut. Lesson study atau dalam bahasa Indonesia istilahkan kaji pembelajaran adalah suatu bentuk utama pengembangan profesi yang dipilih oleh guru-guru Jepang. Dalam melaksanakan lesson study, guru secara kolaboratif merumuskan tujuan pembelajaran, merancang pembelajaran, melaksanakan, mengamati, serta mendiskusikan suatu research lesson untuk kemudian disempurnakan dan bila perlu dibelajarkan lagi di kelas yang lain untuk dikaji ulang. Lewis (2002) menggambarkan daur kaji pembelajaran (lesson study cycle) seperti Gambar 1. Menurut Lewis (2002), lesson study memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan perubahan sistemik karena ada lima jalur yang dapat ditempuh lesson study yaitu; (1) membawa tujuan standar pendidikan ke alam nyata di kelas; (2) menggalakkan perbaikan dengan dasar data; (3) mentargetkan berbagai kualitas siswa yang mempengaruhi kegiatan belajar; (4) menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan pembelajaran dan (5) menjujung tinggi nilai guru. Lewis (2002), mengelompokkan langkah-langkah dalam lesson study menjadi sebuah siklus yang terdiri dari 4 langkah yaitu: (1) perencanaan dan penetapan tujuan ; (2) melaksanakan research lesson (pengamatan mendalam di kelas); (3) melaksanakan diskusi hasil pengamatan dan (4) konsolidasi belajar. Masing-masing langkah diuraikan sebagai berikut. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 14

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Gambar 1. Daur Kaji Pembelajaran (Lewis, 2002) 1. Merencanakan dan Menetapkan Tujuan Langkah pertama ini meliputi pembentukan tim perencana, melakukan analisis/kajian materi pembelajaran dan membuat rencana pembelajaran secara kolaboratif untuk merealisadikan tujuan-tujuan belajar ke dalam research lesson. a. Membentuk Tim Perencana Lesson Study Kegiatan lesson study diawali dengan membentuk tim lesson study. Tim ini biasanya terdiri dari 3 sampai 6 orang guru yang berminat untuk bekerja sama meningkatkan pembelajaran mereka. Anggota tim umumnya berasal dari bidang studi yang sama. Namun dapat juga berasal dari peserta yang berminat dengan bidang studi tersebut walaupun tidak mengajarkan materi pelajaran yang sedang dikembangkan. Tugas tim adalah mengembangkan rencana pembelajaran yang terperinci untuk direalisasikan dalam research lesson. b. Melakukan Analisis/Kajian Materi Pembelajaran (kyozaikenkyu) 1) Kajian Materi Pelajaran Meningkatkan pemahaman guru terhadap materi bidang studi merupakan tujuan utama lesson study dan dapat membantu menggali materi lebih dalam. Ada tiga hal utama yang dianalisis yaitu: (i) materi pelajaran, ruang lingkup dan urutannya; (ii) status pemahaman siswa saat ini dan (iii) tujuan dan hasil belajar yang diharapkan. (i) Materi pelajaran, ruang lingkup, dan urutannya Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 15

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Untuk memulai analisis materi (kyozaikenkyu) tim dapat mengkaji standar kompetensi, buku pelajaran, manual guru yang biasanya digunakan untuk merencanakan pelajaran. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa didiskusikian misalnya: Konsep-konsep apa yang akan diajarkan dalam pokok bahasan ini? Konsep mana yang akan menjadi fokus untuk menjadi research lesson ? Apa artinya konsep ini? Kapan konsep ini akan diajarkan ? Apa alasan untuk mengajarkan konsep ini pada pokok bahasan tertentu? Konsep apa yang telah dipelajari siswa yang dapat digunakan sebagai landasan untuk memahami konsep ini? Ide baru apakah yang diharapkan akan dibangun siswa dengan mengguna-kan konsep ini dimasa mendatang? Salah satu tujuan kyozaikenkyu adalah mentransformasi ruang lingkup pelajaran dan urutan penyajiannya ke dalam bentuk flow chart yang menggambarkan hubungan antara berbagai topik pelajaran dan menekankan saling keterkaitannya. Menganalisis materi pelajaran, lingkup, dan urutannya akan membantu guru untuk merencanakan pelajaran yang lebih koheren dan berfikir maju dalam konteks keseluruhan pokok bahasan, bidang studi dan kurikulum. (ii) Status pemahaman siswa saat ini Memahami pengetahuan awal siswa secara konkrit yang terkait dengan topik pelajaran yang akan digunakan dalam research lesson merupakan langkah berikutnya dalam kyozaikenkyu. Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan adalah: Pengetahuan awal atau pengalaman belajar apakah yang diperlukan siswa untuk mencapai tujuan? Kemungkinan miskonsepsi apakah yang pada umumnya dimiliki siswa pada topik ini? Bagaimana kemungkinan respon siswa ketika dihadapkan dengan pertanyaan atau pertanyaan tertentu? Selanjutnya, pengetahuan materi yang lebih baik tersebut dapat memunculkan lebih banyak ide-ide tentang apa yang dipelajari siswa. Dari pengetahuan tentang materi pelajaran dan pengetahuan tentang pemahaman siswa tersebut guru dapat membuat asumsi tentang rute belajar siswa yang bisa diikuti. Ketika pemahaman guru tentang materi pelajaran meningkat, maka guru perlu memusatkan hanya pada konsep yang paling penting untuk siswa, sehingga guru tidak kehilangan perhatian pada tujuan khusus pelajaran. (iii) Tujuan dan hasil belajar yang diharapkan Setelah mempelajari materi pelajaran dan urutannya serta mengidentifikasi status pemahaman siswa, langkah berikutnya adalah menetapkan pemahaman yang jelas terhadap tujuan dan outcome yang diharapkan dari research lesson dan juga dari pokok bahasan secara keseluruhan. Tujuan dapat diidentifikasi dengan cara menempatkan pemahaman siswa saat ini dalam lingkup dan urutan materi pelajaran. Guru mungkin bertanya, Apa yang akan kami ajarkan? Apakah hasil yang diharapkan dalam pembelajaran ini? Dengan mengidentifikasi tujuan secara jelas dan eksplisit yang sejalan dengan status pemahaman siswa, tim lesson study kemudian dapat menggunakannya untuk tujuan evaluasi. 2) Kajian Perangkat Pembelajaran (i) Perangkat pembelajaran Langkah ini meliputi menganalisis, memilih, dan memodifikasi tugas-tugas belajar atau aktivitas pembelajaran yang potensial untuk digunakan mengembangkan tugas-tugas baru. Tim perlu mengkaji apakah aktivitas dalam buku pelajaran ditinjau dari sudut siswa sebagai pebelajar, dapat mendorong belajar siswa. Proses ini menantang guru untuk mencari keterkaitan antar konsep dan mencari sumber-sumber belajar yang lain jika tugas dalam buku pelajaran tersebut kurang memadai dalm memfasilitasi belajar siswa. Biasanya kehadiran seorang ahli dalam materi bidang studi sekaligus berpengalaman dalam lesson study diperlukan di sini terutama saat-saat mengawali kegiatan lesson study. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 16

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) (ii) Menulis rencana pembelajaran Membuat rencana pembelajaran untuk kegiatan lesson study merupakan tujuan kyozaikenkyu. Rencana pembelajaran menjabarkan tujuan dan hasil belajar yang diharapkan, rasional, langkah-langkah pembelajaran, antisipasi respon siswa, dan proses asesmen. Rencana pembelajaran yang dikembangkan oleh tim guru biasanya memberikan informasi yang cukup rinci kepada peserta lesson study. 2. Melaksanakan Research Lesson dan Mengumpulkan Bukti-bukti Belajar Sekarang research lesson yang sudah direncanakan dapat diimplementasi-kan dan diamati. Guru anggota kelompok yang sudah ditunjuk dan disepakati melaksanakan tugas untuk mengajar lesson yang sudah ditetapkan, sedangkan anggota kelompok yang lain mengamati lesson tersebut. Pengamat akan mengum-pulkan data (bukti-bukti belajar) yang diperlukan selama pelajaran berlangsung. Untuk mendokumetasikan research lesson biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan audiotape, videotape, handycam, kamera, karya siswa dan catatan observasi naratif. Peranan pengamat selama lesson study adalah mengumpulkan data dan bukan membantu siswa. Para siswa harus diberitahu lebih dahulu bahwa pengamat atau para guru lain di kelas itu hanya bertugas untuk mempelajari pelajaran yang berlangsung dan bukan untuk membantu mereka. 3. Mendiskusikan dan Menganalisis Research Lesson Research lesson yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis. Hal ini diperlukan karena hasik diskusi dan analisis tersebut dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk perbaikan atau revisi research lesson. Diskusi dan analisis research lesson sebaiknya memuat butir-butir: (1) refleksi instruktur, (2) latar belakang kelompok lesson study, (3) presentasi dan diskusi tentang data dari research lesson, (4) diskusi umum, (5) komentator dari luar, dan (6) ucapan terimakasih. Beberapa bagian penting dari panduan diskusi memuat hal-hal berikut. Pertama, guru yang mengajar research lesson diberi kesempatan menjadi pembicara pertama dan mempunyai kesempatan untuk mengemukakan semua kesulitan dalam pelajarannya. Kedua, sebagai aturan main, pelajaran yang disampaikan merupakan milik semua anggota kelompok lesson study, Ketiga para guru yang merencanakan itu,sebaiknya menceritakan mengapa mereka merenca-nakan itu, perbedaan antara apa yang mereka rencanakan dan apa yang sesungguhnya terjadi, serta aspek-aspek pelajaran yang mereka inginkan agar para pengmat mengevaluasinya. Keempat, diskusi berfokus pada data yang dikumpul-kan pengamat. Para pengamat membicarakan secara spesifik tentang percakapan dan karya siswa yang mereka catat. Pengamat tidak membicarakan tentang kualitas pelajaran berdasarkan kesan mereka tetapi mereka membicarakan fakta yang ditemukan. Kelima, waktu diskusi bebas terbatas Diskusi dan analisis research lesson ini dilaksanakan segera, pada hari yang sama, setelah research lesson diimplementasikan. Karena hasil diskusi ini dapat digunakan dan dipertimbangkan sebagai bahan untuk merevisi pelajaran/ pendekatan pembelajaran. 4. Merefleksikan Lesson Study dan Merencanakan Tahap-tahap Berikutnya (Konsolidasi Belajar) Dalam merefleksikan lesson study hal yang perlu dilakukan adalah memikirkan tentang apa-apa yang sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu diperbaiki. Sekarang tiba saatnya untuk berfikir tentang apa yang harus dikerjakan selanjutnya oleh kelompok lesson study. Apaakah anggota kelompok berkeinginan untuk meningkatkan agar pelajaran ini menjadi lebih baik? Apakah anggota yang lain berkeinginan untuk menguji-cobakan pelajaran ini pada kelas mereka sendiri? Tim memutuskan perlu tidaknya pembelajaran yang telah didiskusikan hasilnya diajarkan dan diamati lagi. Jika tim merasa perlu mengajarkan kembali pelajaran tersebut, maka ttim akan mengulang kembali siklus lesson study dengan terlebih dahulu merevisi rencana pembelajaran yang ada berdasarkan informasiinformasi yang diperoleh dalam diskusi maupun saran-saran untuk meningkatkan-nya. Jika tidak perlu, maka tim akan menulis laporan yang rinci tentang apa yang telah mereka pelajari melalui proses lesson Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 17

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) study dan kemudian membagikan laporan ini kepada semua anggota tim atau orang lain yang berminat. Pada umumnya lesson study menghasilkan tiga produk ilmiah yaitu: 1. Rencana Pembelajaran. Rencana pembelajaran merupakan deskripsi pelajaran dengan informasi (termasuk hand out dan bahan-bahan suplemen) yang diperlukan untuk mengajarkan pelajaran. Rencana mencakup catatan yang membantu pengajar lain untuk memahami bagaimana mengajarkan pelajaran itu, apa yang diharapkan pada siswa selama belajar dan saran-saran tentang bagaimana merespon siswa saat pembelajaran. 2. Panduan Pengamatan. Panduan menunjukkan bagaiman mengamati pem-belajaran, termasuk siapa yang mengamati dan bukti-bukti apa yang harus dikumpulkan selama pembelajaran. 3. Laporan research lesson. Laporan menyimpulkan bagaimana kinerja siswa dan mengevaluasi pembelajara berdasarakan bukti belajar siswa. Laporan mencakup rencana pembelajaran, data siswa, dan refleksi tentang apa yang telah dipelajari yaitu menjelaskan bagaimana siswa belajar topik pelajaran, bagaimana kesulitan yang dialaminya dan memberikan pemikiran yang lebih luas bagaimana siswa mempelajari materi pelajaran. Laporan juga menyarankan modifikasi lebih lanjut dari materi yang bersangkutan.
METODE

Secara garis besar metode yang digunakan dalam kegiatan workshop ini meliputi 3 tahap: pelatihan, pendampingan dan simulasi. (1) Pelatihan: untuk mencapai tujuan meningkatkan pemahaman guru tentang lesson study diberikan pelatihan dengan materi tentang lesson study yang mencakup : (a) apa itu lesson study, (b) mengapa harus lesson study, (c) langkah-langkah lesson study dan diakhiri dengan tanya-jawab. (2) Pendampingan: setelah materi tentang lesson study dipahami, langkah selanjutnya adalah merancang pembelajaran secara kolaboratif (tahap Plan). Pada tahap ini peserta dibagi menjadi empat kelompok masing-masing beranggotakan 5 orang. Setiap kelompok akan berdiskusi untuk menetapkan materi apa yang dianggap sulit bagi siswa, metode pembelajaran yang sesuai untuk materi tersebut, media apa yang digunakan, menyusun LKS, dan membuat RPP. Masing-masing kelompok didampingi oleh satu orang dosen pendamping. (3) Simulasi Implementasi Lesson Study: setelah RPP kolaboratif dibuat secara kelompok, diberikan kesempatan kepada salah satu kelompok untuk open-class (tahap Do). Dari kelompok yang open-class, dipilih salah seorang dari kelompok itu sebagai guru model, tiga orang anggota kelompok sebagai observer ditambah dua orang dosen pendamping sebagai observer (tahap See). . Sedangkan tiga kelompok lainnya sebagai siswa. Setelah open-class selesai dilanjutkan dengan refleksi. Pada tahap refleksi dilakukan diskusi antara guru model dan observer yang diatur oleh seorang moderator dan seorang notulen (diperankan oleh dosen pendamping). Pada tahap refleksi ini kesempatan pertama diberikan kepada guru model untuk merefleksi pembelajaran yang baru saja dilakukan, dilanjutkan ungkapan para observer tentang bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar. Berdasarkan kegiatan yang telah ditetapkan, evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan dengan cara memberikan tes dengan judul Assesmen Materi tentang lesson study. Kriteria keberhasilan ditentukan apabila peserta workshop telah memahami minimal 75% materi yang disampaikan, dianggap tuntas. Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan workshop ini, pada akhir kegiatan peserta diberi angket tentang respon peserta. Kegiatan workshop ini dikatakan berhasil apabila respon positif peserta yakni yang memilih baik dan sangat baik lebih dari 75%. Model angket respon peserta disajikan pada Lampiran 2 Kegiatan workshop ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 8 Oktober 2011, bertempat di ruang seminar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Yang menjadi sasaran dalam kegiatan workshop lesson study ini adalah guru-guru fisika Madrasah Tsanawiah yang tergabung dalam KKM di Kota Malang. Berdasarkan jumlah dan lokasi Madrasah Tsanawiyah yang ada di Kota Malang, pada kegiatan workshop ini ditetapkan 10 sekolah sebagai mitra dengan setiap sekolah diambil 2 orang sehingga ada 20 (duapuluh) orang guru yang dilatih tentang lesson study. Apabila berhasil, guru memiliki potensi Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 18

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) untuk menyebarluaskan ilmu yang diperoleh dari kegiatan ini kepada teman sejawat yang belum pernah mengikuti kegiatan serupa.
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pemahaman Peserta tentang Materi Lesson Study Dari hasil assesmen tentang lesson study yang diberikan kepada peserta workshop pada akhir kegiatan diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 1. Pemahaman Peserta Workshop tentang Materi Lesson Study
Aspek yang dinilai 1. Pemahaman pengertian lesson study 2. Pemahaman langkah-langkah pada tahap Plan 3. Pemahaman langkah-langkah pada tahap Do 4. Pemahaman langkah-langkah pada tahap See 5. Pemahaman langkah-langkah pada tahap refleksi Rata-rata Tuntas (%) 100 83 75 92 83 86,6 Tidak Tuntas (%) 0 17 25 8 17 13,4

Berdasarkan data pada Tabel 1 tampak bahwa pada semua materi tentang lesson study yakni: pengertian lesson study, langkah-langkah tahap Plan, Do, See dan refleksi dipahami secara tuntas oleh peserta dengan rata-rata ketuntasan 86.6% dan hanya 13,4% yang tidak tuntas. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan peserta telah memahami materi tentang lesson study. Sebanyak 13,4% peserta yang tidak tuntas ini mungkin disebabkan materi tentang lesson study masih baru bagi mereka, atau mungkin belum membaca secara keseluruhan materi yang disajikan. Apabila materi ini dibaca lagi dirumah atau dipelajari lagi maka mereka akan bisa mencapai ketuntasan mengingat materi ini bersifat pengetahuan prosedural. 2. Simulasi Lesson Study pada Tahap Plan Pada tahap plan, peserta workshop dibagi dalam lima kelompok masing-masing beranggotakan 4 orang. Pada tahap ini, guru melakukan diskusi untuk menetapkan materi apa yang dianggap sulit bagi siswa. Setelah materi ditetapkan, dilanjutkan mencari solusi bagaimana materi tersebut dapat diajarkan dengan mudah bagi siswa. Membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dilengkapi dengan: bahan ajar, media pembelajaran, LKS, dan assesmen. Kegiatan diskusi dalam rangka membuat RPP ditunjukkan dengan foto-foto kegiatan pada tahap Plan disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan Gambar berupa foto-foto kegiatan pada tahap Plan yang disajikan pada Lampiran 3., tampak bahwa semua peserta serius dalam diskusi dalam merancang RPP. Bagi guru-guru dari MTs Swasta sangat banyak hal-hal yang diperoleh karena interaksinya dengan guru-guru dari MTs Negeri seperti metode pembelajaran, media dan LKS sehingga mereka bisa saling sharing. 3. Simulasi Lesson Study pada Tahap Do dan See Pada tahap do, ditetapkan salah satu kelompok sebagai kelompok yang akan mensimulasikan openclass/do. Salah satu anggota dari kelompok ditetapkan sebagai guru model dan 3 anggota kelompok yang lain sebagai observer (See). Sedangkan 4 kelompok lainnya sebagai siswa .Observer mengamati aktivitas belajar siswa bukan aktivitas guru mengajar. Observer mengamati kegiatan belajar siswa dipandu dengan lembar observasi. Model Lembar observasi disjikan pada Lampiran 4. RPP dari kelompok open-class yang diimplementasikan dan merupakan RPP bersama bukan RPP dari guru model. Foto-Foto kegiatan tahap Do dan See disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan Gambar berupa foto-foto kegiatan pada tahap Do dan See yang disajikan pada Lampiran 5, tampak bahwa guru model menjelaskan tentang peristiwa konveksi dengan peralatan sederhana. Siswa Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 19

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) disuruh melakukan eksperimen tentang proses konveksi yang dipandu dengan LKS. Tampak observer mengamati kegiatan yang dilakukan siswa dipandu dengan lembar observasi, hal-hal yang diobservasi meliputi: apakah semua siswa telah belajar, bila ada yang belum apa penyebabnya? Bagaimana interkasi siswa-siswa, siswa-guru, siswa-media, siswa-sumber belajar. Hal ini menunjukkan bahwa peserta telah dapat memperagakan lesson study pada tahap Do dan See. 4. Simulasi Lesson-Study pada Tahap Refleksi Pada tahap refleksi, guru model, para observer duduk dengan pola melingkar saling sharing/berdiskusi tentang pembelajaran yang baru saja dilakukan oleh guru model, yang dipandu oleh seorang moderator dan seorang notulen. Moderator memberi kesempatan pertama kali pada guru model untuk mengungkapkan apakah pembelajaran yang baru dilakukan sesuai dengan RPP, kalau belum bagian mana yang kurang. Selanjutnya moderator mempersilahkan observer 1 untuk mengungkapkan hasil observasinya, dilanjutkan observer 2 dan observer 3. Hasil diskusi pada tahap refleksi disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Hasil Observasi pada Tahap Refleksi
No 1 2 3 4 Peran Moderator (Dosen) Notulen (Guru) Guru Model Obsever 1 (Guru) Hasil Observasi Memandu jalannya diskusi Mencatat hal-hal penting yang didiskusikan Waktu singkat, sebelum mengajar perlu persiapan matang Apabila siswa aktif, akan mudah dalam pembelajaran Siswa tidak konsentrasi secara maksimal, ada yang mainan Hp, ada yang mainan api Perhatian guru terus tertuju pada kelompok 1 Interaksi guru-siswa lancar Interaksi kelompok sudah muncul kerjasama antar anggota kelompok Interaksi antar kelompok belum ada Dari kesalahan, siswa bisa berhati-hati Siswa aktif bekerjasama Siswa ada yang terburu-buru LKS tidak ada gambar, ada siswa yang bingung Pertanyaan dilempar dulu ke siswa Rasa penasaran yang tinggi Melalui praktikum dapat tahu hasilnya dan evaluasi Guru sudah memberi tantangan kepada siswa Kelompok belakang ada yang kurang terlibat Kelemahan menyusun LKS Kelompok 1,saling diskusi tentang langkah kerja dalam LKS Kelompok 1, sulit mengalirkan asap kertas yang dibakar kedalam cerobong Aktivitas belajar siswa sangat tinggi Pembelajaran yang dapat dipetik, bahwa dengan alat sederhana siswa dapat melakukan praktikum yang dibuat sendiri

Observer 2 (Guru)

Observer 3 (Guru)

Observer 4 (Dosen)

Observer 5 (Dosen))

Berdasarkan gambar yang berupa foto-foto kegiatan pada tahap Do dan See yang disajikan pada Lampiran 6, tampak bahwa peserta memeragakan tahapan refleksi. Hasil refleksi disajikan pada Tabel 3, dari tabel ini tampak bahwa beberapa observer telah melakukan observasi seperti pada rambu-rambu pada lembar observasi, sedangkan satu observer masih melihat bagaimana guru mengajar. Setelah dilakukan diskusi yang dipandu oleh moderator hal ini langsung diluruskan. Guru model mendapatkan masukan berdasarkan aktivitas belajar yang dilakukan siswa bersumber data pengamatan bukan opini atau pikiran observer. Guru model menjadi terbuka menanggapi masukan dari observer karena berdasarkan data pengamatan. Aktivitas inilah yang disebut komunitas belajar yang merupakan salah satu tujuan dari lesson study. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 20

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) 5. Respon Peserta terhadap Pelaksanaan Kegiatan Workshop Lesson Study Pada akhir kegiatan workshop ini, peserta diberi angket untuk mengevaluasi kegiatan dari segi materi yang disampaikan dan pelaksanaan kegiatan. Hasil angket respon peserta disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Respon Peserta terhadap Pelaksanaan Kegiatan Workshop Lesson Study


No 1 2 Aspek yang dinilai Materi yang disajikan Pelaksanaan kegiatan Sangat Kurang (%) 0 0 Kurang (%) 0 0 Cukup (%) 8,3 8,3 Baik (%) 58,3 41,7 Sangat Baik (%) 33,4 50

Berdasarkan data pada Tabel 3, tampak bahwa peserta merespon secara positif terhadap kegiatan workshop ini. Untuk materi direspon sebanyak 91.7% demikian juga pada pelaksanaan kegiatan juga mendapat respon sebanyak 91,7% . Hal ini menunjukkan bahwa guru-guru, khususnya guru dari naungan Depag masih membutuhkan bimbingan dan tambahan pengetahuan baru. Selain itu berdasarkan angket yang disebarkan untuk menintaklanjuti kegiatan ini, guru masih memerlukan implementasi lesson study di kelas pembelajaran nyata.
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Pemahaman guru-guru fisika/IPA Madrasah Tsanawiyah di Kota Malang tentang lesson study semakin baik hal ini ditunjukkan oleh nilai ketuntasan rata-rata sebesar 86,6%. Keadaan ini diharapkan dapat memotivasi para guru untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajarannya melalui kegiatan lesson study. 2. Melalui lesson study para guru Madrasah Tsanawiyah secara kolaboratif dapat merancang pembelajaran yang sulit dipahami oleh siswa yang diwujudkan dalam bentuk RPP 3. Melalui lesson study para guru Madrasah Tsanawiyah dapat melakukan open-class sebagai upaya meningkatkan profesionalisme (kualitas pembelajaran). 4. Melalui lesson study para guru Madrasah Tsanawiyah dapat melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan profesionalime 5. Kegiatan workshop ini direspon secara positif oleh 91,7% peserta terhadap materi maupun pelaksanaannya. Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini disarankan hal-hal berikut. 1. Untuk kegiatan pengabdian berikutnya, sebaiknya ditindaklanjuti dengan kegiatan implementasi lesson study di kelas pembelajaran nyata. 2. Melibatkan lebih banyak lagi Madrasah Tsanawiyah, sehingga penyebarluasan lesson study di Kota Malang lebih cepat mengingat manfaatnya yang baik bagi guru.
DAFTAR RUJUKAN Anderson, R. D., & Helms, J. V. 2001. The ideal of standards and the reality of schools: Needed research. Journal of Research in Science Teaching, 38(1), 3-16. Anderson, R. D., & Mitchener, C. P. 1994. Research on science teacher education In D. L. Gabel (Ed), Handbook of research on science teaching and learning: A project of the National Science Teachers Association (pp. 3-44). New York: Macmillan Beauchamp, A and Zoller, K. 2002. The opportunity and challenge of lesson study. CPS Connection. Vol. 2, No. 6.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 21

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Glenn, John. 2000. Before its Too late. A Report to the Nation from the National Commision of Mathematics and Science Teaching for the 21st Century. Washington: US Department of Education. Herawati. S., 2005. Lesson study apa dan mengapa makalah yang diseminarkan di FMIPA UM tanggal 21 Juni 2005.

Lewis, C. 2002. Lesson study: A handbook of teacher-led instructional change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 22

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA MELALUI LESSON STUDY

Sarwanto
Pendidikan Fisika PMIPA FKIP UNS e-mail sar1to@yahoo.com

Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kemampuan representasi mahasiswa dan upaya untuk meningkatkannya. Hasil analisis awal (pretest) menunjukkan mahasiswa memiliki kelemahan dalam merepresentasikan gejala alam secara visual dan matematis. Selanjutnya dilakukan upaya perbaikan melalui pembelajaran dengan model CTL. Dosen pengampu mata kuliah membuat perangkat pembelajaran yang direview oleh dosen sejawat kelompok lesson study, perbaikan perangkat pembelajaran, implementasi dalam pembelajaran, pengamatan terhadap kemampuan representasi mahasiswa, refleksi dan rekomendasi untuk kegiatan pembelajaran berikutnya. Hasilnya terjadi peningkatan pada kemampuan mahasiswa dalam representasi verbal, visual, dan matematis. Review dan refleksi dari dosen tim lesson study sangat membantu dosen pengampu mata kuliah untuk merancang pembelajaran yang lebih baik dari pada sebelumnya, sehingga pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih efektif. Kata kunci: representasi verbal, representasi visual, representasi matematis, contextual teaching and learning. PENDAHULUAN

Hasil survei pembelajaran IPA oleh TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007 menunjukkan Indonesia menempati peringkat 36 dari 48 negara yang terlibat, dengan rerata 397 dibawah rerata semua peserta sebesar 452 (timss.bc.edu/timss2007/release.html). Ini menunjukkan rendahnya kualitas pembelajar IPA di Indonesia, bahkan jauh lebih rendah dibanding Malaysia. Indikator lain yang digunakan orang untuk menunjukkan rendahnya mutu pendidikan IPA di sekolah adalah laporan United Nations Development Project (UNDP) yang mengumumkan bahwa dalam Human Development Index (HDI), Indonesia tahun 2007 menduduki peringkat ke 98 di antara berbagai negara di dunia (id.wikipedia.org/wiki/ Indeks_Pembangunan_Manusia). Rendahnya kualitas pembelajaran IPA tidak hanya ditinjau dari hasil survei aspek kognitif saja, tetapi juga diindikasikan perilaku masyarakat yang telah belajar IPA. Banyak tingkah laku anggota masyarakat yang menunjukkan seakan-akan mereka belum pernah menerima pendidikan IPA. Atau, pendidikan IPA di sekolah-sekolah di Indonesia seakan-akan tidak ada dampaknya dalam cara hidup dan cara berpikir sebagian besar masyarakat Indonesia (Hinduan, 2005). Menurut Hinduan (2002) rendahnya kualitas pembelajaran IPA salah satunya disebabkan oleh kecenderungan siswa Indonesia menganggap IPA terutama fisika sebagai mata pelajaran yang sulit, sehingga mereka kurang/tidak menyukainya. Meskipun demikian ada juga siswa yang menyenangi IPA termasuk fisika, tetapi diduga proporsinya kecil. Kesulitan siswa dalam mempelajari fisika karena selama ini pengajaran fisika lebih banyak menggunakan pendekatan matematik dan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk masalah matematika (Budhy, 2004; Lindenfeld, 2002). Padahal, dalam mempelajari fisika semestinya berhubungan dengan fenomena alam, kehidupan sehari-hari dan kemajuan iptek (Budhy, 2004). Proses pembelajaran fisika sesuai dengan Permendiknas no 22 tahun 2006 adalah inkuiri, bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 23

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) aspek penting kecakapan hidup. Meskipun demikian, ditemukan banyak penyimpangan dalam implementasinya di tataran pembelajaran di kelas sehingga pembelajaran fisika tidak memiliki jiwa (Budhy, 2004). Jiwa yang dimaksudkan adalah hakekat IPA yaitu proses, produk dan sikap ilmiah (NSES, 1996). Hasil penelitian Prabowo (1992) mengungkapkan kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran siswa untuk menguasai konsep dan membudayakan sikap ilmiah adalah : a). kesalahan guru dalam visualisasi konsep dan kurangnya penjelasan arti fisis dari setiap perumusan matematik dalam kegiatan belajar mengajar Fisika; b). belum tersedianya media cetak tentang pokok bahasan yang diajarkan dan dibuat oleh guru; c). tidak digunakannya kerja kelompok oleh guru sebagai pengalaman belajar siswa; d). digunakannya oleh guru konstruksi soal yang memacu pada linieritas taksonomi Bloom tanpa ditunjang keterampilan proses; e). guru belum menyadari dan memberlakukan evaluasi kemajuan belajar siswa sebagai kegiatan penelitian; f). kegiatan demostrasi (peragaan) dan pemecahan masalah yang tidak memenuhi syarat yang dilakukan oleh guru dengan konsentrasi pada pemenuhan target materi; g). belum diantisipasina lingkungan belajar oleh guru dalam menentukan strategi belajar mengajar. Kelemahan tersebut sebagian besar berkaitan dengan proses pembelajaran fisika yang dilakukan oleh guru. Oleh karena itu diperlukan inovasi dalam proses pembelajaran, misalnya media, metode, model, strategi, maupun pendekatan pembelajaran, dan salah satunya melalui penggunaan strategi representasi. Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara (Goldin, 2002). Representasi merupakan sesuatu yang mewakili, menggambarkan atau menyimbulkan obyek atau proses (Waldrip, 2008). Representasi dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain verbal, gambar, grafik dan matematik (Prain dan Waldrip, 2007). Penggunaan representasi dalam pembelajaran fisika dapat digunakan untuk meminimalisasi kesulitan siswa dalam belajar fisika (Dolin, 2002), juga untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA (Waldrip, 2008). Berbagai penelitian telah dilakukan pada siswa yang belajar melalui interpretasi dan membangun representasi dengan model yang berbeda, termasuk di SD (Russell dan McGuigan, 2001) dan fisika SLTA (Dolin, 2001), dengan menggunakan beberapa bentuk representasi diteliti secara mendalam, (Glynn & Takahashi, 1998), seperti penggunaan analogi dalam pembelajaran sains (Coll & Treagust, 2000) dan peran model ilmiah dalam proses pembelajaran (Treagust, Chittleborough, & Mamiala, 2002). Berbagai hasil penelitian pada mahasiswa menunjukkan bahwa umumnya mahasiswa yang performansnya bagus dalam ujian, mengalami kesulitan dalam IPA akibat ketidakmampuan memvisualisasikan struktur dan proses pada level submikroskopik dan tidak mampu menghubungkannya dengan level representasi IPA yang lain. (Devetak, 2004; Chittleborough & Tregust, 2007; Orgill, MaryKay & Sutherland, 2008;). Hasil penelitian ini juga sama dengan pengalaman empiris yang ditemukan pada mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP UNS yang menempuh mata kuliah Fisika Sekolah Menengah. Mata kuliah Fisika Sekolah Menengah merupakan matakuliah yang mendasari kemampuan mengemas Konten Fisika menjadi materi pembelajaran fisika di SMP dan SMA. Agar terjadi kesinambungan antara pengetahuan konten Fisika dan pembelajarannya (Pedagogical Content Knwoledge / PCK) (Shulman, 1986), maka mahasiswa calon guru fisika harus mampu merepresentasikan Fisika baik secara verbal, gambar, grafik dan matematik maupun penggabungan dari berbagai representasi ini (representasi jamak). Hasil study awal yang dilakukan pada bulan Agustus 2011 menunjukkan kemampuan mahasiswa merepresentasikan konten fisika lemah dalam representasi visual dan matematis. Meskipun demikian, kemampuan representasi verbal juga ada kelemahan tetapi tidak sebesar dua representasi di atas. Melalui kegiatan lesson study, pengampu mata kuliah Fisika Sekolah Menengah akan meningkatkan profesionalitasnya sehingga mahasiswa dapat mengikuti perkuliahan dengan lebih baik dan kelemahaman kemampuan representasi dapat berangsur-angsur direduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil representasi mahasiswa, upaya meningkatkan kemampuan representasi mahasiswa melalui pengkajian proses pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif, dan menemukan factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan representasi mahasiswa, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam kegiatan lesson study.
METODE

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 24

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa pendidikan Fisika di Prodi Pendidikan Fisika FKIP UNS untuk mata kuliah Fisika Sekolah Menengah I. Jumlah mahasiswa yang mengikuti perkuliahan ini adalah 34 orang. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan (action research). Kegiatan diawali dengan analisis kemampuan representasi mahasiswa, penyusunan rencana pembelajaran dan perangkatnya yang direview oleh dosen sejawat (PLAN), Pelaksanaan pembelajaran yang diobservasi oleh dosen sejawat (DO), dan refleksi kegiatan pembelajaran (SEE) untuk memperbaiki rencana pembelajaran dan perbaikan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif secara inferensial dengan menggunakan uji beda rerata.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Profil Awal Kemampuan Representasi

Data awal kemampuan representasi mahasiswa sebelum diberi perlakuan diambil dengan menggunakan test konsep-konsep sederhana tentang mekanika dan gelombang. Mahasiswa diminta untuk menjawab soal pretes dengan kalimat verbal, gambar visual, dan perumusan persamaan matematis. Hasil analisis menunjukkan keadaan awal kemampuan representasi mahasiswa yang perlu ditingkatkan adalah: a). representasi verbal; yaitu kemampuan berkomunikasi, frekuensi berkomunikasi, isi komunikasi, dan memberikan response; b). representasi visual; yaitu kerapian menggambar, kelengkapan gambar, logis, kejelasan gambar; dan c). representasi matematis; yaitu membedakan variabel, menyatakan hubungan antar variabel, keruntutan dan kesederhanaan. Mengacu pada keadaan tersebut, disusun rencana pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan representasi mahasiswa. Pembelajaran buka kelas yang pertama direncanakan dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi gerak. Kelengkapan rencana pembelajaran terdiri dari media, lembar kerja mahasiswa dan alat evaluasi. b. Pelaksanaan Lesson Study

Lesson study pada perkuliahan kelompok kompetensi pertama (KK1) Diskusi Plan Rencana pembelajaran yang dilengkapi dengan media, lembar kerja mahasiswa, dan alat evaluasi dirancang oleh dosen pengampu mata kuliah berdasarkan keadaan awal mahasiswa yang perlu diperbaiki. Produk RPP ini dipresentasikan didepan tiga orang dosen sejawat (dua orang dosen senior, satu orang dosen muda). Materi pokok RPP yang disusun adalah gerak. Dosen sejawat mereview RPP dan memberikan saran-saran perbaikan. Saran perbaikan tersebut antara lain: a). untuk gerak diperlambat, gambaran pesawat yang sedang mendarat kurang sesuai, diganti dengan gerak bola tenes yang dipukul; b). memisahkan pengamatan benda yang bergerak dan tidak bergerak dalam dua pertemuan yang berbeda; c) memperbaiki perangkat penilaian dan melengkapi dengan penilaian aspek representasi verbal, visual dan matematis. Berdasarkan hasil review ini dilakukan revisi RPP dan perangkat pendukung pembelajaran. Pelaksanaan Do Pada awal perkuliahan, mahasiswa sudah dikondisikan untuk membentuk kelompok, belajar dengan anggota kelompoknya, mempresentasikan hasil belajarnya. Sehingga saat dosen masuk kelas mahasiswa sudah siap di kelas dengan kelompoknya. Kehadiran dosen lain di kelas untuk mengamati proses perkuliahan dikondisikan agar tidak mempengaruhi konsentrasi mahasiswa. Proses pendahuluan diawali dengan menyajikan video permainan tenes. Mahasiswa diminta menganalisis gerak bola tenes sebelum dan sesudah dipukul. Video digerakkan secara perlahan-lahan, mahasiswa diminta menggambar gerak bola di lembar kerja mahasiswa, memberikan koordinat benda tiap satuan waktu, membuat hubungan antara sumbu horizontal dan vertikal, mengungkapkan hubungan gerak tersebut dalam persamaan matematis.
Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 25

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Pada umumnya mahasiswa menggambar kedudukan bola tenes masih sembarang, akibatnya memiliki kesulitan saat diminta menyatakan dalam persamaan matematis. Kemampuan mengungkapkan secara verbal sudah lebih baik, ada keberanian dalam mengungkapkan analisisnya, namun masih kurang dalam menyusun kalimat secara runtut. Kegiatan Refleksi (See) Dosen sejawat yang mengamati proses pembelajaran memberikan refleksinya sebagai berikut: a). waktu untuk kegiatan awal terlalu lama (15 menit); b). keberanian mahasiswa untuk presentasi secara verbal masih perlu ditingkatkan; c). kemampuan representasi visual masih sangat lemah, mahasiswa menggambar fenomena fisis belum dengan pola pikir yang runtut; d). tidak adanya pola gambar yang runtut mengakibatkan mahasiswa kesulitan mengungkapkan secara matematis. Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran yang telah dibuat. Perbaikan tersebut antara lain terletak pada manajemen waktu, pembagian kegiatan, kejelasan LKM dan perbaikan alat evaluasi. Selain itu dosen sejawat menyarankan untuk memperbaiki proses penyajian fenomena agar mudah dimengerti oleh mahasiswa pada perkuliahan berikutnya. Lesson Study pada kelompok kompetensi kedua (KK2) Diskusi Plan Materi pokok RPP yang disusun adalah tekanan. Dosen sejawat mereview RPP dan memberikan saran-saran perbaikan antara lain: a). untuk dicoba dulu demonstrasi sebelum pelaksanaan perkuliahan; b). memanaj waktu sebaik-baiknya agar tidak seperti perkuliahan tentang gerak; c) memperbaiki perangkat penilaian dan melengkapi dengan penilaian aspek representasi verbal, visual dan matematis. Berdasarkan hasil review ini dilakukan revisi RPP dan perangkat pendukung pembelajaran. Pelaksanaan Do Berbeda dengan pelaksanaan buka kelas yang pertama, buka kelas yang kedua dihadiri oleh sepuluh orang dosen pengamat. Namun mahasiswa terlihat santai dalam proses pembelajaran, ini dapat dilihat dari improvisasi mahasiswa, keberanian mahasiswa dalam memberikan komentar, tanggapan, dan presentasi. Penyajian fenomena masuknya telur ke dalam Erlenmeyer secara fisis, dapat digambar dengan baik oleh mahasiswa. Kemampuan mahasiswa menggambar suatu percobaan dalam gambar dua dimensi sudah lebih baik, namun ada 3 kelompok dari 11 kelompok menggambarnya tidak menggunakan alat gambar yang disarankan (penggaris, jangka, busur). Informasi gambar sudah lebih lengkap, dan memudahkan mahasiswa untuk membuat kesimpulan. Kemampuan matematis sudah lebih baik, karena peristiwanya lebih sedehana dibanding materi gerak. Sedangkan kemampuan representasi verbal yang berakitan dengan mengungkapkan permasalahan dengan kualitas isi komunikasi tidak ada kenaikan. Kegiatan Refleksi (See) Dosen sejawat yang mengamati proses pembelajaran memberikan refleksinya sebagai berikut: a). masih ada beberapa mahasiswa yang kesulitan menirukan kegiatan dosen pengampu, meskipun sudah dicontohkan, dan ini tidak teramati oleh dosen pengampu; b). keberanian mahasiswa untuk presentasi secara verbal masih perlu diperbaiki kualitas isinya; c). kemampuan representasi visual perlu ditingkatkan lagi dengan mendisiplinkan mahasiswa menggambar menggunakan alat gambar yang sesuai; Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki perangkat
Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 26

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

pembelajaran yang telah dibuat. Perbaikan tersebut antara lain terletak pada manajemen waktu, pembagian kegiatan, kejelasan LKM dan perbaikan alat evaluasi. Selain itu dosen sejawat menyarankan untuk memperbaiki proses penyajian fenomena agar mudah dimengerti oleh mahasiswa pada perkuliahan berikutnya. Aktivitas mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Fisika Sekolah Menengah I, disajikan pada table 1 di bawah ini. Tabel 1. Hasil Uji Beda Rerata Kemampuan Representasi Sebelum, KK1 dan KK2
A. Kemampuan representasi Sebelum Representasi Verbal Kemampuan berkomunikasi Frekuensi berkomunikasi Isi komunikasi Memberi response Rerata Hasil Pengamatan KK I KK 2 Hasil Pengujian Fhitung F

1.971 2.324 2.029 1.735

2.324 2.206 2.471 2.529

2.353 2.559 2.471 2.853

1.409 1.190 2.062 12.744

3.088 3.088 3.088 3.088

Representasi visual Kerapian menggambar Kelengkapan gambar Logis Kejelasan gambar

2.000 2.176 2.206 2.147

2.294 2.765 2.324 2.059

2.382 2.794 2.500 2.559

2.430 3.762 0.674 2.338

3.088 3.088 3.088 3.088

Representasi matematis Membedakan variable Menyatakan hubungan antar variable Keruntutan Kesederhanaan

1.882 1.853 2.029 1.794

2.206 2.441 2.294 2.265

2.588 2.706 2.500 2.559

3.990 7.152 1.941 5.081

3.088 3.088 3.088 3.088

Jika dilihat dari rata-rata kemampuan representasi mahasiswa, selalu mengalami kenaikan dari keadaan awal, kelompok kompetensi 1, dan kelompok kompetensi 2, kecuali pada isi komunikasi. Pengamat melaporkan isi komunikasi mahasiswa semester 3 masih seperti siswa SMA, sebagian besar dari bahasa buku bukan dari fenomena yang teramati. Kemampuan representasi verbal mahasiswa calon guru Fisika selama ini ditengarai bermasalah, dengan kenyataan banyak guru fisika ketika mengajar diawali dengan memberikan definisi, rumus, contoh soal, latihan dan terakhir ulangan. Guru lebih banyak memberikan contoh soal yang berkaitan dengan rumus matematis, sehingga sangat minim kuantitas dan kualitas komunikasi verbalnya. Ini sejalan dengan penilaian awal terhadap kemampuan verbal mahasiswa Pendidikan Fisika yang sangat rendah. Penggunaan CTL memicu mahasiswa untuk berlatih berkomunikasi mengungkapkan hasil pengamatannya (inquiry), berdiskusi dengan sebayanya (learning community), bertanya (questioning), memberikan evaluasi (authenthic assessment). Akibatnya kemampuan berkomunikasi verbal mahasiswa mengalami peningkatan secara rata-rata pada aspek kemampuan komunikasi, frekuensi komunikasi dan menanggapi response. Namun sempat terjadi penurunan rerata frekuensi komunikasi
Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 27

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

ketika pertama kali dilakukan lesson study. Salah satunya disebabkan mahasiswa malu dan ragu bertanya, berdiskusi, presentasi ketika di kelas hadir dosen lain selain dosen pengampu mata kuliah, serta mahasiswa merasa diamati oleh dosen tersebut. Sebaliknya setelah buka kelas yang kedua frekuensi komunikasi meningkat lagi. Dari empat jenis kemampuan representasi verbal, kemampuan memberikan tanggapan berbeda secara signifikan. Ini menunjukkan perubahan yang sangat bagus kemampuan kritis mahasiswa. Kemampuan representasi visual secara rerata juga mengalami peningkatan. Kemampuan menggambar pada mahasiswa mengalami penurunan pada pertemuan buka kelas pertama materi tentang gerak. Ini berkaitan dengan penggunaan media video dan mentransfer gambar video ke lembar kerja mahasiswa. Penggunaan benda kongkrit pada buka kelas yang kedua memudahkan mahasiswa mengamati gejala fisis dibanding penggunaan video. Demikian juga ketika mahasiswa menggambar peristiwa fisis tersebut ke dalam bukunya. Mahasiswa dapat menggambar dengan lebih baik, lebih lengkap, dan lebih rapi ketika disajika peristiwa fisis dengan benda kongkrit disbanding video atau animasi. Memang animasi dapat memberikan gambaran peristiwa alam yang berlangsing sangat cepat atau sangat lambat. Berdasarkan data hasil penggambaran secara visual, kelengkapan gambar terjadi perbedaan yang signifikan. Semula mahasiswa dalam menggambar sesukanya, terkesan asal jadi bentuk gambarnya, dengan menggunakan CTL mahasiswa calon guru fisika harus mampu menggambar dengan baik khususnya gambar dua dimensi yang langsung menggambarkan peristiwa fisis. Kemampuan representasi matematis relatif yang paling banyak mengalami peningkatan, sehingga secara statistik inferensial tiga dari empat jenis representasi matematis teramati berbeda secara signifikan. Hasil ini sesuai dengan dugaan semula mahasiswa pendidikan fisika lebih cenderung ke rumus-rumus disbanding mengungkapkannya dalam bentuk visual atau verbal. Kemampuan ini perlu dipertahankan bahkan perlu di tingkatkan lagi. Tetapi yang lebih penting kepada mahasiswa calon guru senantiasa diingatkan dan diberikan contoh pembelajaran bahwa fisika bukan lah rumus-rumus tetapi peristiwa fisis yang reproduksibel, sehingga dapat disusun dengan bahasa yang lebih sederhana yaitu representasi matematis. Sering kali mahasiswa memiliki kelemahan dalam menuliskan secara runtut. Dalam pembelajaran dilatihkan dan selalu diingatkan bahwa mereka adalah calon guru, yang belajar fisika untuk orang lain bukan hanya dirinya sendiri. Sehingga kemampuan mengungkapkan langkah-langkah matematis secara runtut perlu untuk selalu diperhatikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian bahwa keruntutan dalam mengungkapkan matematis masih harus ditingkatkan.
KESIMPULAN

Kelemahan calon guru fisika adalah pada aspek komunikasi verbal dan representasi visual, karena pengalaman belajar sebelumnya guru fisika dalam mengajar secara monoton diawali dengan memberikan definisi, menjelaskan rumus, memberikan contoh soal, mengerjakan latihan dan terakhir ulangan, yang tidak banyak melakukan komunikasi verbal dan visual. Penggunaan model CTL dalam pembelajaran Fisika Sekolah Menengah I memberikan dampak pada pengingkatan rerata kemampuan representasi mahasiswa. Perbedaan yang signifikan kemampuan representasi mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan CTL terletak pada aspek: memberikan response, kelengkapan gambar, membedakan variable, menghubungkan variable, dan kesederhanaan persamaan matematis. Penggunaan media kongkrit memberikan dampak lebih baik dari pada media video atau virtual pada representasi verbal dan visual. Penggunaan media kongkrit juga mendukung kelancaran pembelajaran dengan model CTL.
DAFTAR RUJUKAN

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 28

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Budhy Kurniawan. 2000. Metoda Berfikir Nalar dalam Pengajaran Fisika di SMA: Materi Listrik Magnet Makalah dalam Wisata Iptek Medan 22 Juli 2004. Devetak, Richard. 2004. Postmodernisme, dalam Theories of International Relations 3rd Ed. London: Palgrave Macmillan Dolin, J. 2001. Representational forms in physics dalam makalah Third International Conference of the European Science Education Research Association, August. Glynn, S. M., & Takahashi, T. 1998. Learning from analogy-enhanced science text. Journal of Research in Science Teaching, Vol 35, 1129-1149. Hinduan, A. A. 2002. Pengembangan Kurikulum Program Sarjana Fisika Berdasarkan Kompetensi. Makalah disajikan pada seminar Lokakarya V MIPA net di Jakarta, 2-4 September 2002. Lindenfeld.2002. Format and content in introductory physics. American Journal of Physics, Vol 70, No 12 Prabowo. 1992. Unjuk Kerja Guru dalam Pembelajaran Siswa untuk Menguasai Konsep dan Membudayakan Sikap Ilmiah. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: IKIP Negeri Bandung Prain, V., & Waldrip, B.G. 2006. An exploratory study of teachers and students use of multi-modal representations of concepts primary science. International International Journal of Science Education, Vol 28, No 15 hal 18431866. Russell, T. & McGuigan, L. 2001. Promoting understanding through representational redescription: an illustration referring to young pupils ideas about gravity. In D. Psillos, P. Kariotoglou, V. Tselfes, G. Bisdikian, G. Fassoulopoulos, E. Hatzikraniotis, E. Kallery (Eds.) Science Education Research in the Knowledge-Based Society. Proceedings of the Third International Shulman, L. S. 1986. Those who understand: Knowledge growth in teaching. Educational Researcher Feb. 1986: 4-14. (AERA Presidential Address). Timss. 2007. TIMSS 2007 International Press Release. timss.bc.edu/timss2007/release.html diakses 28 April 2011 Treagust, D. F., Chittleborough, G. D., & Mamiala, L. T. 2002. Students' understanding of the role of scientific models in learning science, International Journal of Science Education, Vol 24, 357-368. Treagust, David F. 2008. The Role Of Multiple Representations In Learning Science: Enhancing Students Conceptual Understanding And Motivation. In Yew-Jin And Aik-Ling (Eds).Science Education At The Nexus Of Theory And Practice. Rotterdam -Taipei : Sense Publishers. p. 7-23. Waldrip, B. 2008. Improving Learning Through Use of Representations in Science. Proceeding The 2nd International Seminar on Science Education. UPI Bandung. Waldrip, B., V. Prain & Carolan. 2007. Learning Junior Secondary Science through Multi-Modal Representations. Electronic Journal of Science Education Preview Publication. Vol. 11, No. 1.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 29

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PELAKSANAAN PPL BERBASIS LESSON STUDY DI PRODI PENDIDIKAN FISIKA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Dwi Haryoto 1)
1)

Prodi Pendidikan Fisika UM, e-mail. dwiharyoto@yahoo.com

Abstrak: Lesson study telah dikembangkan oleh FMIPA UM, UPI, dan UNY, baik itu di sekolah, perkuliahan, maupun pelatihan. Di Prodi Pendidikan Fisika FMIPA UM beberapa matakuliah setiap semester telah mengadakan open class dalam rangka lesson study. Pada tiga semester terakhir telah dicoba pula lesson study untuk matakuliah PPL Keguruan. Kegiatan lesson study ini dilaksanakan baik di kampus maupun di sekolah. Lesson study ini melibatkan mahasiswa, guru pamong, dan dosen pembimbing. Hasilnya menunjukkan bahwa PPL Keguruan berbasis lesson study memperoleh tanggapan positif baik dari guru, mahasiswa, maupun dosen. Dengan demikian PPL Keguruan berbasis lesson study ini dapat disebarluaskan dan terus disempurnakan pelaksanaannya. Kata kunci: PPL, lesson study, prodi pendidikan fisika

Lesson study sudah berkembang beberapa tahun di beberapa kampus, utamanya di UM, UNY, dan UPI. Pelaksanaan lesson study sudah dilaksanakan di sekolah (SMP, SMA), pelatihan, dan perkuliahan. Lesson study di perkuliahan sudah bdilaksanakan pada kuliah yang sifatnya teori. Perkuliahan sendiri ada yang sifatnya teori, praktikum, dan kerja lapangan (Universitas Negeri Malang, 2009). Bagaimana implementasi lesson study di Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Keguruan? Berikut akan diceritakan pelaksanaan PPL Keguruan berbasis lesson study di Prodi Pendidikan Fisika FMIPA UM. Lesson study (jugyokenyu) adalah suatu proses sistematis yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk mengkaji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil belajar. Proses sistematis yang dimaksud adalah kerja guru-guru secara kolaboratif untuk mengembangkan rencana dan perangkat pembelajaran, melakukan observasi, refleksi dan revisi rencana pembelajaran secara bersiklus dan terus menerus. Tim Pengembang lesson study yang bekerja untuk program SISTTEMS JICA di Indonesia mengartikan lesson study sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun learning community (Hendayana, dkk., 2006). Penggunaan lesson study di PPL keguruan ini dengan harapan, mulai menempatkan mahasiswa sebagai kolega bagi guru pamong maupun dosen pembimbing dalam proses pembeljaran. Namun pada saat tertentu dosen dan guru pamong tetap memberi bimbingan sebagaimana seorang dosen kepada mahasiswa. Tahap-tahap lesson study yang digunakan di PPL keguruan ini seperti tahaptahap lesson study yang dikembangkan Saito, dkk. (2005) yaitu terdiri dari perencanaan (plan), pelaksanaan (do) dan refleksi (see). PPL Keguruan di UM terdiri dari dua tahap yaitu PPL I (di kampus dan sekolah latihan) dan PPL II (di sekolah latihan) (UPT PPL UM, 2010). PPL I berlangsung selama 12 hari dan PPL II berlangsung selama tiga bulan. PPL kampus berlangsung dengan tahapan-tahapan: pembekalan dari UPT PPL dan pengelola PPL Jurusan, pembekalan lesson study oleh Tim LS FMIPA, pertemuan dengan instruktur matapelajaran, pertemuan dengan guru pamong, pembekalan oleh instruktur Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 30

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) matapelajaran, peerteaching dengan pendamping dosen pembimbing. PPL I dilanjutkan di sekolah dengan materi tentang persekolahan oleh kepala sekolah dan bimbingan konseling oleh guru BP. PPL II dilaksanakan di sekolah latihan dengan bimbingan guru pamong dan dosen pembimbing.
PPL I

Penerapan lesson study dimulai dengan pengenalan apa dan bagaimana lesson study itu selama satu hari. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa, guru pamong, dan dosen pembimbing. Bagi mahasiswa, lesson study merupakan pengetahuan yang baru, tetapi bagi guru pamong dan dosen pembimbing yang telah beberapa kali mengikuti PPL berbasis LS kegiatan ini merupakan penyegaran dan kesempatan bertemu antara mahasiswa, guru pamong, dan dosen pembimbing. Selama sehari tersebut, mahasiswa diberi informasi tentang lesson study dan penayangan cuplikan pelaksanaannya di sekolah. Setelah diberi informasi, mahasiswa diajak mempraktekkan lesson study secara klasikal dengan masingmasing kelas sebanyak 40 orang. Kelas mahasiswa tersebut kemudian dibentuk kelompok dengan masing-masing kelompok sebanyak 10 orang. Masing-masing kelompok diajak menyusun RPP untuk tampilan selama 30 menit. Sehari sebelumnya mahasiswa sudah diminta untuk mempersiapkan RPP, sehingga pada kegiatan ini kelompok mahasiswa tersebut tinggal memilih salah satu RPP yang dipandang layak untuk ditampilkan dan dilakukan penyempurnaan. Kegiatan ini sebagai simulasi plan. Di antara kelompok tersebut ditunjuk satu kelompok untuk bertindak sebagai pengamat dan guru model, sedangkan yang lain bertindak sebagai siswa. Kelompok yang ditunjuk sebagai pengamat dan guru model ini juga menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cepat karena pelaksanaan simulasi lesson study ini dilakukan di gedung Lab Fisika tepatnya di Lab pembelajaran. Kegiatan berikutnya adalah melaksanakan praktek pembelajaran sesuai durasi waktu yang telah ditentukan. Kegiatan ini sebagai simulasi do. Pada kegiatan ini yang menjadi pengamat selain mahasiswa dari kelompok yang ditunjuk adalah dosen pembimbing dan guru pamong. Sebagai latihan pada waktu kerja kelompok, masing-masing pengamat konsentrasi pada satu kelompok. Pengamat berdiri di tempat yang sesuai dengan aturan lesson study dan melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar pengamatan. Walaupun kegiatan ini hanya simulasi karena siswanya bukan siswa yangf sesungguhnya, namun dapat melatih pengamat bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh seorang pengamat. Selesai do, mahasiswa diajak mensimulasikan see dengan peserta pengamat yang terdiri dari guru model, mahasiswa pengamat, guru pamong, dan dosen pendamping. Sebagai moderator adalah dosen pendamping. Mahasiswa yang tadinya sebagai siswa ikut mengamati pelaksanaan refleksi. Tempat duduk diskusi diatur sesuai dengan tatacara diskusi lesson study, yaitu dibuat melingkar (oval) dan guru model, moderator, notulen duduk berdekatan. Mahasiswa yang bertindak sebagai siswa duduk di belakang peserta diskusi. Pada kesempatan ini mahasiswa bisa belajar bagaimana pelaksanaan do yang baik sesuai dengan kaidah lesson study. Model lesson study ini dipraktekkan lagi pada waktu peer teaching dengan dosen pembimbing walaupun jumlahnya hanya 3 orang atau 6 orang. Bagi dosen yang mahasiswanya hanya 3 orang, lesson study dilaksanakan hanya mempraktekkan plan dan see saja. Kegiatan do dilaksanakan dengan dosen pembimbing bertindak sebagai pengamat. Bagi dosen yang mahasiswanya 6 orang bisa menunjuk satu mahasiswa untuk bertindak sebagai observer bersama dosen. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing kelompok bimbingan. Kegiatan peer teaching ini tidak semuanya menggunakan lesson study. Beberapa dosen pembimbing menggunakan kesempatan ini juga untuk memperbaiki konsep yang masih salah dan mengkritisi keterampilan dasar mengajar mahasiswa. Pada kegiatan ini tidak dipergunakan lesson study.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 31

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PPL II

Model lesson study dipraktekkan secara real di sekolah pada waktu kegiatan PPL II di sekolah. Setelah mahasiswa mengikuti observasi guru pamong ke kelas, mahasiswa diberi kesempatan untuk mulai praktek mengajar di kelas dibawah pengawasan guru pamong. Setelah melaksanakan praktek mengajar dua-tiga kali, mahasiswa diajak guru pamong untuk mulai mempraktekkan lesson study. Langkah pertama adalah mahasiswa diminta menyusun RPP berkelompok kemudian dikonsultasikan dengan guru pamong dan ada juga yang dikonsultasikan dengan dosen. Setelah itu diadakan kesepakatan tanggal pelaksanaan lesson study dengan dosen. Pada saat itu ditentukan pula siapa yang akan jadi guru model, pengamat, moderator, dan paralatan media yang diperlukan. Pelaksanaan lesson study ini ada juga yang tidak diikuti oleh dosen tetapi cukup dengan guru pamong . Pada waktu pelaksanaan lesson study, mahasiswa yang bertindak sebagai observer mengamati pelaksanaan pembelajaran bersama-sama guru pamong dan dosen. Sebagai awal latihan mengobservasi, masing pengamat berbagai tugas kelompok mana yang harus diamati. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang sederhana. Selesai kegiatan do dilanjutkan dengan kegiatan refleksi dengan tata cara refleksi pada lesson study. Kegiatan lesson study ini tidak mengurangi guru memberi bimbingan, kritikan pada mahasiswa. Sebab kegiatan lesson study tidak dilakukan setiap hari, tetapi ditargetkan selama 3 bulan paling tidak semua mahasiswa sudah pernah melakukan open class sekali. Hanya saja pada waktu rekleksi guru tetap bertindak sebagai pengamat, sehingga kritikan, masukan, bimbingan secara individu dilakukan setelah kegiatan refleksi. Dari angket yang diberikan ke mahasiswa diperoleh balikan sebagai berikut. Dengan PPL berbasis lesson study mahasiswa memperoleh masukan-saran yang sangat membangun pada saat refleksi, mengetahui kelemahan RPP yang telah dirancang dan berkesempatan memperbaiki di kelas yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Lewis (dalam Syamsuri dan Ibrohim, 2008) yang yang mengatakan bahwa lesson study dapat meningkatkan keprofesionalan guru. Menurut mereka pelaksanaan lesson study sudah bagus. Kendala yang dialami adalah sulitnya mencocokkan waktu antara mahasiswa, guru pamong dan dosen pembimbing dan banyaknya jam tidak efektif di sekolah karena adanya UTS, ujicoba UAS. Dari wawancara dengan guru pamong diperoleh masukan bahwa PPL berbasis lesson study diberi tanggapan positif.
BELAJAR DARI PENGALAMAN

Pada tahun pertama pelaksanaan lesson study di FMIPA UM telah terjadi pengalaman berharga yang harus ditindaklanjuti untuk pelaksanaan PPL selanjutnya. Pengalaman tersebut adalah di awal kegiatan PPL II langsung dilaksanakan kegiatan lesson study dengan guru pamong sebagai guru model. Pada saat refleksi, mahasiswa memberikan kritikan sesuai dengan fakta penampilan guru secara objektif. Namun hal ini diterima secara emosional oleh guru pamong, sehingga menimbulkan kesalahpahaman antara guru dan mahasiswa. Hal ini terjadi karena mahasiswa dan guru sama-sama belum memahami bagaimana lesson study harus dilaksanakan. Oleh karena itu pada awal-awal kegiatan PPL II dimana mahasiswa ikut guru pamong mengajar di kelas tidak menggunakan model lesson study. Sebagai guru model pada lesson study pada kegiatan PPL II ini adalah mahasiswa setelah beberapa kali melakukan praktik mengajar.
HAL-HAL YANG BELUM TERCAPAI

Berdasarkan prosedur operasional standar (POS) PPL berbasis lesson study (Tim Pengembang PPL Berbasis LS, 2011), sebenarnya direncanakan ada kegiatan openclass yang dilakukan oleh seluruh mahasiswa MIPA, namun sejauh ini masih sulit terlaksana. Sebagai contoh yang bertindak sebagai guru model adalah mahasiswa Fisika, pada waktu plan cukup dilakukan oleh mahasiswa Fisika, guru pamong saja. Namun pada saat do yang bertindak sebagai pengamat adalah semua Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 32

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) mahasiswa MIPA lain yang ada di sekolah tersebut, bahkan kalau bisa juga melibatkan guru lain di sekolah tersebut. Kegiatan ini belum bisa terlaksana karena kesulitan waktu penyelenggaraan dan belum adanya dukungan dari pihak sekolah. Berdasarkan POS tersebut seharusnya setiap mahasiswa tampil sebagai guru model minimal tiga kali. Namun dalam pelaksanaanya masih sulit untuk dipenuhi, karena waktu pembelajaran efektif yang kurang dan sulitnya menyesuaikan waktu antara mahasiswa dan dosen pembimbing.
KESIMPULAN

PPL Keguruan berbasis lesson study di Prodi Pendidikan Fisika telah dilaksanakan. Kegiatan lesson study ini dilaksanakan baik di PPL I maupun PPL II. Kegiatan PPL berbasis lesson study ini masih perlu terus disempurnakan pada semester berikutnya.
DAFTAR RUJUKAN Hendayana, dkk. 2006. Lesson Study: Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidikan (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI Press. Saito, E., Imansyah, H., dan Ibrohim. 2005. Penerapan Studi pembelajaran di Indonesia: Studi Kasus dari IMSTEP. Jurnal Mimbar Pendidikan, XXIV(3): 24-32. Syamsuri, I. & Ibrohim. 2008. Lesson Study (study pembelajaran). Malang: FMIPA UM. Tim Pengembang PPL berbasis LS. 2011. Prosedur Operasional Standar PPL berbasis Lesson Study FMIPA UM. Malang: FMIPA UM. Universitas Negeri Malang. 2009. Pedoman Pendidikan UM. Malang: BAAKPSI UM. UPT PPL UM. 2010. Buku Petunjuk Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan Keguruan UM. Malang: UPT PPL UM.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 33

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA FKIP UNLAM PADA MATAKULIAH FISIKA MATEMATIKA I DENGAN MENGGUNAKAN DIRECT INSTRUCTION MELALUI SETTING LESSON STUDY

Eko Susilowati
Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat (titisekos@gmail.com)

Abstract: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Fisika Matematika I dengan menggunakan Direct Instruction melalui setting lesson study. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Action Research Classroom). Model pembelajaran yang digunakan yaitu model Direct Instruction yang disusun dengan setting lesson study melalui tahapan plan, do, see. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unlam yang memprogram matakuliah Fisika Matematika I tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 64 orang.Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar dan lembar observasi. Hasil dari penelitian ini adalah sebelum dilakukan tindakan hasil belajar rata-rata kelas 50. Pada siklus I diperoleh rata-rata kelas 55, yang artinya terjadi peningkatan sebesar 10%. Sedangkan pada siklus II didapat ratarata kelas 63 dengan peningkatan sebesar 14,5%. Dan siklus III rata-rata kelas 70 meningkat sebesar 11%. Terjadinya peningkatan hasil belajar mahasiswa dikarenakan proses pembelajaran yang lebih terarah melalui plan yang dilakukan melalui Rencana Pelaksanaan Perkuliahan (RPP) kemudian dilaksanakan pada kegiatan do dan observasi, serta hasilnya dievaluasi pada kegiatan see. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setting lesson study dengan menggunakan model pembelajaran Direct Instruction dapat meningkatkan hasil belajar Fisika Matematika I. Kata kunci: hasil belajar, direct instruction, lesson study

Proses belajar mengajar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa mutu pembelajaran di kelas dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran yang mengacu pada standar proses, melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreatifitas, dan dialogis, diharapkan peserta didik mencapai pola pikir dan kebebasan berfikir sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang berupa berfikir, berargumentasi, mempertanyakan, mengkaji, menemukan, dan memprediksi. Selama proses belajar mengajar diupayakan agar mahasiswa terlibat aktif dalam menggali pengetahuannya, sehingga pola pengajaran bergeser dari teacher centered menjadi student centered, untuk itu mahasiswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. John Dewey (1916) dalam Nur, dkk. (2000) menjelaskan kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar kehidupan nyata. Oleh karena itu dalam belajar peserta didik harus mempunyai partner belajar untuk saling bekerja sama mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Berdasarkan data awal penelitian di kelas pada matakuliah Fisika Matematika I diperoleh: 1) hasil belajar mahasiswa pada pokok bahasan Deret Tak Hingga dan Perhitungan Numerik menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar mahasiswa masih rendah yaitu terdapat 58% orang dalam kelas tersebut tidak tuntas, 2) dalam pembelajaran sudah diterapkan kelompok belajar tetapi kurang optimal karena kurangnya Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 34

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) persiapan belajar mengajar, 3) model dan setting pembelajaran kurang mendukung proses belajar mengajar dengan baik. Model pembelajaran direct instruction adalah model pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif. Dosen berperan sebagai penyampai informasi, yang berupa pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) dan pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Setting pembelajaran lesson study yang meliputi tahapan plan, do, see dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran melalui prinsip-prinsip kolegalitas, kolaboratif, learning community, dan kontinuitas. Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Fisika Matematika I Dengan Menggunakan Direct Instruction Melalui Setting Lesson Study ?
HASIL BELAJAR

Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam melakukan sesuatu kegiatan. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang sebagai pemandu dalam kegiatan belajar yang sering disebut sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh (maha)siswa dan guru/dosen terpadu dalam satu kegiatan. Kemampuan yang dimiliki (maha)siswa dari proses belajar mengajar bisa mendapatkan hasil bisa juga menghasilkan kreatifitas seseorang tanpa adanya intervensi pengajar. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang (maha)siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru/dosen), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh (maha)siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru/dosen sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
MODEL DIRECT INSTRUCTION.

Tahapan atau sintaks model direct instruction menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut: Pertama adalah Orientasi. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong (maha)siswa jika guru/dosen memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki (maha)siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran. Kedua adalah presentasi. Pada fase ini guru/dosen dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai (maha)siswa dalam waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit. Ketiga adalah latihan terstruktur. Pada fase ini guru memandu (maha)siswa untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru/dosen yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon (maha)siswa dan memberikan penguatan terhadap respon (maha)siswa yang benar dan mengoreksi respon (maha)siswa yang salah. Keempat adalah latihan terbimbing. Pada fase ini guru/dosen memberikan kesempatan kepada (maha)siswa untuk berlatih konsep Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 35

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru/dosen untuk mengases/menilai kemampuan (maha)siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru/dosen adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan. Kelima adalah latihan mandiri. Pada fase ini (maha)siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan. Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks direct instruction, yaitu sebagai berikut. (1) Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada (maha)siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja (maha)siswa yang diharapkan , (2) me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru/dosen mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai (maha)siswa, (3) menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya, (4) melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman (maha)siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.(5) memberikan kesempatan kepada (maha)siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru/dosen memberikan kesempatan kepada (maha)siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok, (6) menilai kinerja (maha)siswa dan memberikan umpan balik. Guru/dosen memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan (maha)siswa, memberikan umpan balik terhadap respon (maha)siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan, (7) memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada (maha)siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
HAKIKAT LESSON STUDY

Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi. Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning, and protocols that enable productive discussion of difficult issues. Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru menSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 36

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) gajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu: 1) Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya. 2) Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.3) Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah. 4)Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti. Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan The Eyes to See Students (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas. Tahapan-Tahapan Lesson Study Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu: (1) Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study, (2) Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study, (3) Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons, (4) Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, menSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 37

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) gumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa, (5) Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa, (6) Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada. Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran Slamet Mulyana (2007) dan konsep PlanDo-See, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang tiga tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study 1. Tahapan Perencanaan (Plan) Dalam tahap perencanaan, para guru/dosen yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP(Rencana Pelaksanaan Perkuliahan) yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada (maha)siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan (maha)siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran. 2. Tahapan Pelaksanaan (Do) Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya: (1) guru/dosen melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama, (2) (maha)siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan tertekan yang disebabkan adanya program Lesson Study, (3) selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru/dosen maupun (maha)siswa, (4) pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi (maha)siswa(maha)siswa, (maha)siswa-bahan ajar, (maha)siswa-guru/dosen, (maha)siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama, (5) pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru/dosen, (6) pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran, (7) pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar (maha)siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama (maha)siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman (maha)siswa melalui aktivitas belajar (maha)siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar (maha)siswa yang tercantum dalam RPP. 3. Tahapan Refleksi (See) Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh moderator atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 38

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru/dosen yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi. Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran.Berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru/dosen, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.
METODE

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (clasroom action research), karena dalam penelitian ini untuk mengatasi adanya masalah yang ada dalam kelas yang akan di teliti. Dosen telah menerapkan pendekatan pembelajaran diskusi, tetapi masih terdapat aspek yang belum terlaksana yaitu aspek learning community, dalam pembelajaran sudah diterapkan kelompok belajar tetapi menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar mahasiswa masih rendah. Adapun alur penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alur penelitian tindakan kelas model Hopkins yang ditunjukan pada gambar 1. Tahapan lesson study yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Plan(Rencana Awal)

Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru/dosen sebelum melakukan sesuatu. Rencana yang dilakukan meliputi: Menyusun RPP model direct instruction yaitu 1) Menyusun Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), Tes Hasil Belajar (THB), dan media pembelajaran.2) Membuat lembar observasi untuk observer.
Action(Tindakan)

Setelah kegiatan perencanaan selesai tahap berikutnya adalah melakukan implementasi/tindakan dikelas sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang disusun dalam rencana pembelajaran yaitu menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa, me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat, menyampaikan materi pelajaran, melaksanakan bimbingan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih, menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik, memberikan latihan mandiri.Selama melakukan tindakan kelas, maka dilakukan observasi oleh observer (dosen mitra dan teman sejawat) selama proses pembelajaran berlangsung. See (Refleksi) Setelah semua data terkumpul meliputi pengelolaan pembelajaran guru/dosen, ketuntasan belajar secara kognitif, psikomotor dan afektif. Analisis data dilakukan melalui reduksi data, paparan, dan kesimpulan. Selanjutnya dilakukan Refleksi untuk mengkaji tindakan terhadap keberhasilan pencapaian berbagai tujuan dan perlu tidaknya ditindaklanjuti dalam rangka mencapai tujuan akhir. Berdasarkan hasil refleksi, maka kesalahan-kesalahan yang terjadi selama pembelajaran dijadikan pertimbangan untuk memperbaiki kesalahan pada siklus berikutnya Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unlam yang memprogram matakuliah Fisika Matematika I tahun ajaran 2011/2012. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Mei 2012. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: observasi dan tes

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 39

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Plan Reflective

Action/ Observation Revised Plan Reflective

Action/ Observation Revised Plan Reflective

Action/ Observation

Gambar Rancangan Penelitian Tindakan Kelas Model Hopkins Observasi dilakukan untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen dan penerapan aspek-aspek kognitif siswa.Observer adalah teman sejawat. Soal tes digunakan untuk mengetahui peningkatan ketuntasan belajar secara keseluruhan pada materi bilangan kompleks dan pengertian fase, vector dan ruang geometri, matriks dan persamaan nilai eigen.Tes dilakukan pada setiap akhir putaran yaitu sebanyak 3-5 soal untuk tiap-tiap putaran untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran direct instruction. Perangkat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Perkliahan dan Lembar Kegitan Mahasiswa. Rencana Pembelajaran adalah salah satu perangkat pembelajaran yang dibuat setiap kali pertemuan dengan menerapkan model pembelajaran direct instruction. Rencana pembelajaran dalam penelitian ini disiapkan per siklus. Komponen-komponen yang terdapat dalam lembar kegiatan siswa adalah kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar. Lembar tes hasil belajar ini disusun berdasarkan indikator yang akan dicapai. Tes dilakukan pada setiap akhir siklus. Bentuk soal yang diberikan adalah essay. Penyusunan soal tes ini berdasarkan pada indikator yang akan dicapai sebagai penjabaran dari kompetensi dasar dengan mempertimbangkan aspek taksonomi bloom yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan kreativitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN

(A). RPP merupakan panduan kegiatan guru/dosen dalam kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan sintaks model direct instruction. RPP disusun untuk tiga kali siklus, yang dirancang untuk masing-masing pertemuan selama 350 menit dan disusun berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah disusun mengacu pada silabus. Satuan Acara Perkuliahan yang dihasilkan yaitu (1) RPP siklus 1 untuk bilangan kompleks dan pengertian fase ; (2) RPP siklus 2 untuk vector dan ruang geometri; dan (3) RPP siklus 3 untuk matriks dan persamaan nilai eigen. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 40

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) (B). Komponen RPP yang dikembangkan terdiri dari: (1) identitas; (2) standar kompetensi; (3) kompetensi dasar; (4) indikator; (5) tujuan pembelajaran; (6) metode pembelajaran; (7) kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan sintaks pembelajaran direct instruction; (8) sumber belajar; dan (9) cara penilaian hasil belajar. (C). Sebelum digunakan dalam uji coba, RPP telah didiskusikan dengan team dosen pengajar matakuliah Fisika Matematika I. (D). Hasil penelitian berdasarkan tahapan lesson study adalah sebagai berikut: Sebelum dilakukan tindakan, dosen model menggunakan metode konvensional pada pokok bahasan Deret Tak Hingga dan Perhitungan Numerik dan menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar mahasiswa rendah yaitu terdapat 58% orang dalam kelas tersebut tidak tuntas. Siklus I a. Perencanaan (Plan) Pada tahap plan untuk siklus I yang dilakukan yaitu menyusun RPP model direct instruction,menyusun Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), Tes Hasil Belajar (THB), dan media pembelajaran, serta membuat lembar observasi untuk observer. b. Pelaksanaan (Do) Dosen model melakukan perkuliahan sesuai dengan RPP yang telah disusun pada tahap plan. Pembelajaran dirancang untuk melatih kemandirian belajar mahasiswa sehingga dirancang mahasiswa menjadi pusat kegiatan belajar. Di awal perkuliahan dosen menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa, me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat, kemudian menyampaikan materi tentang bilangan kompleks dan pengertian fase disertai dengan pengerjaan contoh soal (melaksanakan bimbingan), dan kemudian mahasiswa diberikan kesempatan untuk berlatih maju di depan kelas serta memberikan umpan balik terhadap pekerjaan mahasiswa, lalu untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa dilakukan tes untuk mendapatkan Tes Hasil Belajar (THB). Selama melakukan tindakan kelas, maka dilakukan observasi oleh observer (dosen mitra dan teman sejawat) selama proses pembelajaran berlangsung. Pada siklus I diperoleh hasil rata-rata kelas 55, yang artinya terjadi peningkatan sebesar 10% sebelum dilakukan tindakan. c. Refleksi (See) Pada tahapan see, dimana dosen model dan observer melakukan refleksi didapatkan hasil dari diskusi tersebut diklasifikasikan atas kekurangan, kelebihan, dan gagasan yang dikemukakan observer. Kekurangan dari siklus I antara lain: fase-fase model direct instruction karena kurang manajemen waktu, mahasiswa kurang mengerti karena bahan ajar tidak dipelajari sebelumnya (hampir 50% mahasiswa tidak belajar sebelumnya) tidak memahami bahan ajar terkait dengan materi yang dibahas, media diskusi kurang dimanfatkan maksimal oleh mahasiswa, sumber belajar dalam bentuk modul belum tersedia, pada akhir pembelajaran mahasiswa belum sempat diajak menyimpulkan mengingat habis waktu perkuliahan, setting ruangan kurang mendukung. Kelebihan pada siklus I, antara lain: LKM sangat menarik dan mengeksplorasi kemampuan mahasiswa, sebagian besar waktu pembelajaran telah dimanfaatkan oleh mahasiswa, dosen tidak mendominasi jalannya pembelajaran, kegiatan apersepsi sangat menarik dan mampu mambangkitkan minat mahasiswa. Beberapa ide/gagasan observer setelah mengobservasi pembelajaran yaitu: pengaturan jalannya diskusi kelas oleh dosen agar tidak ada dominasi oleh kelompok tertentu, pengaturan tempat duduk berbentuk U agar dosen dan observer mampu mengamati kegiatan mahasiswa, penggunaan media pembelajaran lebih dimaksimalkan, segala bentuk karya mahasiswa sebaiknya dilakukan evaluasi dan disampaikan kepada mahasiswa agar menjadi bentuk penghargaan. Siklus II Dosen model melaksanakan perkuliahan dengan model pembelajaran yang sama pada selanjutnya yaitu materi vector dan ruang geometri. a. Perencanaan (Plan) Pada tahap plan untuk siklus II yang dilakukan sama halnya dengan siklus I yaitu memperbaiki RPP model direct instruction disesuaikan dengan waktu, menyusun Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), Tes Hasil Belajar (THB), dan media pembelajaran, serta membuat lembar observasi untuk observer dan berusaha memperbaiki pelaksanaan pada siklus I. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 41

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) b. Pelaksanaan (Do) Dosen model melakukan perkuliahan sesuai dengan RPP yang telah disusun pada tahap plan. Pembelajaran dirancang untuk melatih kemandirian belajar mahasiswa sehingga dirancang mahasiswa menjadi pusat kegiatan belajar. Pengaturan ruang berbentuk U agar diskusi lebih maksimal. Dan sebelumnya, dosen model telah menginformasikan ke mahasiswa untuk mempelajari referensi bahan ajar tentang materi vector dan ruang geometri. Di awal perkuliahan dosen menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa, me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat, kemudian menyampaikan materi tentang materi vector dan ruang geometri disertai dengan pengerjaan contoh soal (melaksanakan bimbingan), dan kemudian mahasiswa diberikan kesempatan untuk berlatih maju di depan kelas serta memberikan umpan balik terhadap pekerjaan mahasiswa, lalu untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa dilakukan tes untuk mendapatkan Tes Hasil Belajar (THB). Selama melakukan tindakan kelas, maka dilakukan observasi oleh observer (dosen mitra dan teman sejawat) selama proses pembelajaran berlangsung. Pada siklus II diperoleh hasil rata-rata kelas 63, yang artinya terjadi peningkatan sebesar 14,5% dari hasil rata-rata kelas pada siklus I. c. Refleksi (See) Pada tahapan see, dimana dosen model dan observer melakukan refleksi didapatkan hasil dari diskusi tersebut diklasifikasikan atas kekurangan, kelebihan, dan gagasan yang dikemukakan observer. Kekurangan dari siklus II antara lain: diskusi kelas kurang aktif, meskipun dosen berusaha memfasilitasi, formasi tempat duduk kelompok belajar kurang rapi dan nampak semrawut, kesimpulan yang diberikan oleh mahasiswa tidak cocok dengan tujuan pembelajaran, tugas yang diberikan terlalu banyak sehingga tidak sesuai dengan waktu yang diberikan. Kelebihan pada siklus II, antara lain: mahasiswa sudah memahami materi yang diajarkan, mereka dapat mengerjakan tugas dan mempresentasikannya dengan baik, RPP sederhana sehingga mudah diingat oleh dosen tahap demi tahap pembelajaran yang direncanakan, dosen model berhasil menjalankan peran sebagai fasilitator diskusi dengan baik, sebagian besar waktu pembelajaran didominasi mahasiswa bukan dosen. Beberapa ide/gagasan observer setelah mengobservasi pembelajaran yaitu: pengaturan tempat duduk lebih rapi, perhatian dosen lebih menyeluruh terutama pada mahasiswa yang dimenit-menit akhir menunjukkan ekspresi kebosanan belajar, alur pembelajaran dibuat lebih sistematis disesuaikan komponen pada RPP , diskusi kelas lebih dimaksimalkan. Siklus III Dosen model melaksanakan perkuliahan dengan model pembelajaran yang sama pada selanjutnya yaitu materi matriks dan persamaan nilai eigen. a. Perencanaan (Plan) Pada tahap plan untuk siklus III yang dilakukan sama halnya dengan siklus I dan siklus II yaitu memperbaiki RPP model direct instruction sesuai dengan hasil refleksi pada siklus II, menyusun Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), Tes Hasil Belajar (THB), dan media pembelajaran, serta membuat lembar observasi untuk observer dan berusaha memperbaiki pelaksanaan pada siklus II. b. Pelaksanaan (Do) Dosen model melakukan perkuliahan sesuai dengan RPP yang telah disusun pada tahap plan. Pembelajaran dirancang untuk melatih kemandirian belajar mahasiswa sehingga dirancang mahasiswa menjadi pusat kegiatan belajar. Pengaturan ruang berbentuk U dan setting tempat duduk yang rapi dan tidak semrawut agar diskusi lebih maksimal. Dan sebelumnya, dosen model telah menginformasikan ke mahasiswa untuk mempelajari referensi bahan ajar tentang materi matriks dan persamaan nilai eigen. Di awal perkuliahan dosen menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa, mereview pengetahuan dan keterampilan prasyarat, kemudian menyampaikan materi tentang materi vector dan ruang geometri disertai dengan pengerjaan contoh soal (melaksanakan bimbingan), dan kemudian mahasiswa diberikan kesempatan untuk berlatih maju di depan kelas serta memberikan umpan balik terhadap pekerjaan mahasiswa, lalu untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa dilakukan tes untuk mendapatkan Tes Hasil Belajar (THB). Dosen memberikan penjelasan materi sifatnya sebatas penguatan. Selama melakukan tindakan kelas, maka dilakukan observasi oleh observer (dosen mitra dan teman sejawat) selama proses pembelajaran berlangsung. Pada siklus III diperoleh hasil rata-rata kelas 70, yang artinya terjadi peningkatan sebesar 11% dari hasil rata-rata kelas pada siklus II. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 42

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) c. Refleksi (See) Pada tahapan see, dimana dosen model dan observer melakukan refleksi didapatkan hasil dari diskusi tersebut diklasifikasikan atas kekurangan, kelebihan, dan gagasan yang dikemukakan observer. Kekurangan dari siklus III antara lain: dosen lebih banyak memberi penjelasan secara langsung kepada mahasiswa yang bertanya dan tidak melemparkan ke forum kelas. Kelebihan pada siklus III, antara lain: semua kelompok dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu, pengaturan tempat duduk lebih rapi dan diskusi kelas tidak didominasi oleh orang atau kelompok tertentu, semua indikator telah terwakili di soal THB. Beberapa ide/gagasan observer setelah mengobservasi pembelajaran yaitu: setiap membuat dan menggunakan alat tes mestinya sudah disiapkan pensekoran dan kunci jawaban jika diperlukan, RPP cukup sederhana dari pada terlalu terperinci justru akan mengekang alur pembelajaran, namun demikian semua komponen yang dipersyaratkan pemerintah harus ada, mahasiswa diberi modul untuk mata kuliah ini sehingga materi dapat dipelajari sebelumnya.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar rata-rata yang diperoleh tiap siklus mengalami peningkatan dan timbulnya kolegalitas, learning community , serta continuitas antara mahasiswa-dosen, dosen-dosen, mahasiswa-dosen-lingkungan melalui tahapan lesson study. Dengan demikian setting lesson study dengan menggunakan model pembelajaran Direct Instruction dapat meningkatkan hasil belajar Fisika Matematika I. Dalam kegiatan lesson study ini, kepercayaan diri mahasiswa meningkat dalam mempresentasikan hasil diskusi.
DAFTAR PUSTAKA Arends, R. I. 1994. Learning To Teach. New York: Mc Graw-Hill, Inc. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Astra M,I. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay-Two Stray Melalui Kegiatan Lesson Study Pada Mata Kuliah Fisika Matematika II. Makalah disajikan pada Semirata di FMIPA Unlam, Banjarmasin, 9 Mei 2011. Baskerville,L.R. 1999. Journal : Investigating Information System with Action Research, Association for Information Systems: Atlanta Gunawan, 2004. Makalah untuk Pertemuan Dosen UKDW yang akan melaksanakan penelitian pada tahun 2005, URL : http://uny.ac.id, accessed at 19 Mei 2007, 15.25 WIB. Hans J. W. 1993. Dasar-Dasar Matematika untuk Fisika. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud RI. Jatmiko, Bi. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Unesa. Madya, S. 2006.Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research), Alfabeta: Bandung. Mary L. Boas. 1983. Mathematical Methodes in The Physical Sciences. New York : John-Wiley and Sons Inc. Nur, M, dkk. 2000. Pembelajaran Konstruktivisme. Surabaya: Unesa. Sanjaya, A. 2011. Pengertian, Definisi Hasil Belajar Siswa. http://www.blogspot.com, diakses pada 1 Nopember 2011. Sudrajat, A. 2008. Model Pembelajaran Langsung. http://www.wordpress.com, diakses pada 1 Nopember 2011. Sudrajat, A. 2008. Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran. http://www.wordpress.com, diakses pada 1 Nopember 2011.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 43

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATERI HUKUM II NEWTON UNTUK PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER BAGI SISWA KELAS VIII SMPN DI KABUPATEN PASURUAN

Endrawati, S.Pd 1) Sutarman 2)


1)

Guru IPA di SMP Negeri 1 Beji Pasuruan, Email: endrawati_1963@yahoo.com 2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak. Pendidikan karakter merupakan suatu system penanaman nilai-nilai perilaku kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Artikel ini memuat mengenai pengembangan media pembelajaran pada materi Hukum II Newton yang mengembangkan pendidikan karakter melalui pembelajaran. Sehingga, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengembangan dan hasil pengembangan media pembelajaran pada materi Hukum II Newton untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi siswa kelas VIII SMP di Kabupaten Pasuruan. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah media Kereta Newton yang digunakan dalam pembelajaran Hukum II Newton. Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan mengenai observasi keterlaksanaan media diperoleh skor rata-rata seluruh aspek yaitu 2.91 dari skor tertinggi 3 maka dapat disimpulkan bahwa LKPD yang dikembangkan memiliki tingkat kepraktisan yang baik. Berdasarkan uji coba lapangan yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu sebanyak 91% siswa memberikan respon positif dan skor rata-rata seluruh aspek dari lembar observasi pendidikan karakter yaitu 2.88 dari skor tertinggi 3 maka dapat disimpulkan bahwa LKPD yang dikembangkan memiliki tingkat keefektifan yang baik Kata Kunci: Media Pembelajaran, Pendidikan Karakter

Dalam proses belajar mengajar, terdapat dua unsur yang sangat berpengaruh, yaitu metode mengajar dan media pembelajaran. Pemilihan salah satu metode mengajar akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai. Media pembelajaran berfungsi sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang diciptakan oleh guru (Arsyad, 2005). Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Yunus (1942:78) dalam bukunya Attarbiyatu wattaliim mengungkapkan bahwasannya media pembelajaran paling besar pengaruhnya bagi indera dan lebih dapat menjamin pemahaman. Orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pamahamannya dan lamanya bertahan apa yang dipahaminya dibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan mendengarnya. Selama ini, pembelajaran Hukum 2 Newton disampaikan kepada peserta didik secara konvensional tanpa penggunaan media. Sehingga peserta didik kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengembangkan suatu media pembelajaran untuk Hukum 2 Newton. Saat ini, pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Pendidikan karakter adalah suatu system penanaman nilai-nilai perilaku kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 44

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. (Effendy, 2010). Guru sebagai maestro dalam pembelajaran seyogyanya dapat merancang pembelajaran yang memuaskan gaya belajar siswa, memanfaatkan serangkaian kecerdasan mereka, melejitkan motivasi dan menyiapkan siswa untuk meraih kesuksesan. Oleh karena itu, guru perlu untuk menanamkan nilai-nilai dalam setiap pembelajaran yang dilakukannya. Sebagaimana pendapat Setyosari (2008) yang menyatakan bahwa memilih dan menggunakan media merupakan salah satu tugas guru dalam proses pembelajaran. Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana pengembangan dan hasil pengembangan media pembelajaran pada materi Hukum II Newton untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi siswa kelas VIII SMP di Kabupaten Pasuruan ?. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran pada materi Hukum II Newton untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi siswa kelas VIII SMP di Kabupaten Pasuruan.
METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan yaitu penelitian yang menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk (Sugiono, 2010). Pada penelitian ini model yang digunakan untuk mengembangkan media adalah model 4D (four-D models) yang disarankan oleh Thiagarajan, dkk (1974). Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu: pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop) dan penyebaran (disseminate). Pertimbangan utama pemilihan model 4D sebagai model pengembangan media pembelajaran karena model ini lebih terperinci dan sistematis. Hal ini terlihat pada setiap tahap yang diuraikan dengan jelas kegiatan apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu memudahkan untuk melakukan proses pengembangan. Uji coba produk ini dilakukan pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Beji, kelas VIII-C SMP Negeri 1 Prigen, VIII-B SMP Negeri 2 Pandaan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) , Sebelum digunakan dalam uji coba produk, RPP yang dikembangkan didiskusikan dengan teman sebaya. 2. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD), LKPD yang dikembangkan disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan yaitu mengenai Hukum II Newton yang dilakukan dengan metode eksperimen. 3. Media pembelajaran Hukum 2 Newton Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat media pembelajaran Hukum II Newton antara lain: kotak kardus bekas, karet gelang, balok kayu/batu kecil, meja, penggaris. 4. Angket Respon Peserta Didik Angket respon peserta didik digunakan untuk mengetahui tanggapan peserta didik mengenai penggunaan media pembelajaran Hukum II Newton dalam pembelajaran. 5. Lembar Observasi keterlaksanaan media Lembar Observasi keterlaksanaan media berfungsi untuk mengamati kepraktisan penggunaan media Hukum II Newton dalam pembelajaran. 6. Lembar Observasi Pendidikan Karakter Lembar Observasi Pendidikan Karakter berfungsi untuk mengamati nilai-nilai karakter bangsa yang muncul pada peserta didik ketika melakukan pembelajaran. Tentunya, tidak semua nilai-nilai dari pendidikan karakter dapat dimunculkan ketika pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti hanya membatasi pada 5 nilai yaitu 1) Jujur, 2) Tidak purba sangka, bersifat toleransi, 3) Mempunyai rasa ingin tahu, teliti dan hati-hati, 4) Kreatif, kerja keras dan disiplin, 5) Tanggung jawab dan peduli lingkungan. Kriteria produk yang dihasilkan yaitu media pembelajaran untuk Hukum II Newton yang praktis dan efektif. Kepraktisan produk diamati melalui keterlaksanaan media yang dirancang. Sedangkan keefektifan produk diamati melalui a) respon peserta didik, dan b) observasi keterlaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 45

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Indikator keberhasilan dalam penelitian ini didasarkan pada hasil skor lembar observasi keterlaksanaan media dan lembar observasi pendidikan karakter dalam pembelajaran sekurang-kurangnya baik. Respon peserta didik positif artinya sekurang-kurangnya 80% peserta didik mendukung penggunaan produk dalam pembelajaran Hukum II Newton. Berikut ini kriteria batasan penskoran lembar observasi. Tabel 1. Kriteria penskoran lembar Observasi
Rata-Rata Skor Ket Kurang Baik Cukup Baik Baik

Diadaptasi dari Hobri 2010


HASIL

Produk yang dikembangkan dinamakan Kereta Newton. Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat Kereta Newton yaitu kardus bekas berukuran 20 cm x 10 cm x 5 cm , karet gelang dengan panjang 17 cm, batu kecil/balok kayu, meja, penggaris. Berikut ini gambar media Kereta Newton ketika digunakan siswa dalam pembelajaran.

Gambar 1. Penggunaan Kereta Newton dalam pembelajaran Guna mengetahui keefektifan dan kepraktisan media pembelajaran dilakukan uji coba penggunaan produk yang dilakukan di tiga SMP yaitu SMPN 1 Prigen, SMPN 2 Pandaan serta SMPN 1 Beji. Jadwal pelaksanaan uji coba dapat dilihat pada berikut ini: Tabel 2. Jadwal pelaksanaan uji coba produk
K am -4 -4 -8 elas V III-C V III-B V III-D Kamis,29-9-2011 Selasa, 26-9-2011 Pandaan SMPN 1 Beji Senin, 25-9-2011 gen SMPN 2 SMPN 1 PriHari/Tanggal Ket

Uji coba di SMPN 1 Prigen


Pelaksanaan pembelajaran Hukum II Newton dengan RPP yang telah peneliti rancang hasilnya luar biasa, ini terbukti dari refleksi siswa yang menulis kesan terhadap pembelajaran. Dari 32 siswa, 29 siswa menyatakan senang terhadap pembelajaran dan dapat memahami tentang Hukum II Newton. Hal ini artinya bahwa 90% siswa mempeberikan respon positif terhadap penggunaan media pembelajaran untuk HuSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 46

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) kum II Newton. Berdasarkan pengamatan dua observer, pendidikan karakter yang dapat dikembangkan peserta didik antara lain: 1) Jujur, 2) Tidak purba sangka, bersifat toleransi, 3) Mempunyai rasa ingin tahu, teliti dan hati-hati, 4) Kreatif, kerja keras dan disiplin, 5) Tanggung jawab dan peduli lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan skor rata-rata dari lembar observasi pendidikan karakter yaitu 2.85 dan skor rata-rata dari lembar observasi keterlaksanaan media yaitu 2.91

Uji coba di SMPN 2 Pandaan


Peneliti sebelumnya sudah menduga bahwa siswa di SMPN 2 Pandaan (SBI) lebih pandai dari SMPN 1 Prigen. Oleh karena itu, tingkat kesulitan soal latihan ditingkatkan. Ternyata perubahan itu nampaknya tidak begitu berarti, siswa tetap merasa senang dengan pembelajaran. Siswa dalam mempresentasikan karya dan diskusi kelompok lebih bagus, hal ini dibuktikan dalam pembuatan laporan ilmiah ketika terdapat salah satu kelompok melakukan kesalahan dalam penulisan cara kerja penelitian, kelompok lain mampu menanggapi serta kelompok yang salah juga tidak malu ketika mengalami kesalahan. Berdasarkan refleksi siswa dari 30 siswa, 28 siswa menyatakan senang terhadap proses pembelajaran dan memahami tentang Hukum II Newton. Artinya 93% siswa memberikan respon yang positif terhadap penggunaan media pembelajaran untuk Hukum II Newton. Menurut dua observer, RPP yang telah dirancang dapat menciptakan pendidikan karakter. Karakter bangsa yang muncul antara lain: 1) Jujur, 2) Tidak purba sangka, bersifat toleransi, 3) Mempunyai rasa ingin tahu, teliti dan hati-hati, 4) Kreatif, kerja keras dan disiplin, 5) Tanggung jawab dan peduli lingkungan. Berdasarkan hasil pengamatan observer diperoleh skor rata-rata dari lembar observasi pendidikan karakter yaitu 2.9 dan skor rata-rata dari lembar observasi keterlaksanaan media yaitu 2.91

Uji coba di SMPN 1 Beji


Meskipun pembelajaran di SMPN 1 Beji dilakukan disiang hari, tetapi terdapat 28 anak dari 35 siswa yang menyatakan senang dan memahami tentang Hukum II Newton. Ini berarti 90% siswa memberikan respon yang positif terhadap penggunaan media pembelajaran untuk Hukum II Newton. Pada pembelajaran kali ini terdapat 4 siswa tidak hadir, dikarenakan mengikuti peringatan HAORNAS di GOR Raci, Pasuruan. Pendidikan karakter yang tercipta menurut dua observer antara lain: 1) Jujur, 2) Tidak purba sangka, bersifat toleransi, 3) Mempunyai rasa ingin tahu, teliti dan hati-hati, 4) Kreatif, kerja keras dan disiplin, 5) Tanggung jawab dan peduli lingkungan. Berdasarkan hasil pengamatan observer diperoleh skor rata-rata dari lembar observasi pendidikan karakter yaitu 2.9 dan skor rata-rata dari lembar observasi keterlaksanaan media yaitu 2.91 PEMBAHASAN Pembelajaran Fisika tentang Hukum II Newton dengan menggunakan media pembelajaran yang sederhana menjadi lebih mudah untuk dipahami oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim (196:432) menjelaskan betapa pentingnya media pembelajaran, karena media pembelajaran membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi murid-murid dan memperbarui semangat. Selain itu dapat memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran (Arsyad, 2005). Selain itu, melalui pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran dapat menanamkan nilainilai karakter bangsa diantaranya yaitu 1) Jujur, 2) Tidak purba sangka, bersifat toleransi, 3) Mempunyai rasa ingin tahu, teliti dan hati-hati, 4) Kreatif, kerja keras dan disiplin, 5) Tanggung jawab dan peduli lingkungan. Pada dasarnya nilai-nilai pendidikan karakter sejalan dengan sikap ilmiah yang harus dimiliki ketika melakukan kerja ilmiah yaitu jujur, teliti, bertanggung jawab,kepedulian terhadap lingkungan alam, mengembangkan rasa ingin tahu, berani dan santun dalam berargumen (Sugiyanto, 2008). Berikut ini rekapitulasi data kepraktisan dan keefektifan media Kereta Newton yang disajikan melalui tabel berikut.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 47

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Tabel 3. Rekapitulasi data keefektifan


Data Keefektifan Observasi keterlaksanaan pendidikan karakter Respon peserta didik Hasil Skor Va dari masing-masing uji coba yaitu 2.85, 2.9, 2.9 Presentase respon dari masing-masing uji coba 90%, 93% dan 90% Ket Memenuhi kriteria yang telah ditetapkan yaitu 2 3 baik Memenuhi kriteria yang telah ditetapkan yaitu respon positif

Tabel 4. Rekapitulasi data kepraktisan


Data Keefektifan Observasi keterlaksanaan Media Hasil Skor Va dari masing-masing uji coba yaitu 2.91, 2.91, 2.91 Ket Memenuhi kriteria yang telah ditetapkan yaitu 2 3 baik

Oleh karena itu, Meskipun dalam pembelajaran Hukum II Newton dengan menggunakan media Kereta Newton memperoleh respon yang positif akan tetapi dalam penelitian ini belum diamati mengenai hasil belajar siswa dalam pembelajaran. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Media pembelajaran Hukum II Newton memiliki keunggulan yaitu bahan yang digunakan sederhana dan mudah didapat. 2. Media yang dikembangkan telah memenuhi kriteria praktis dan efektif untuk pembelajaran. 3. Media yang dikembangkan telah menumbuhkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran di kelas. B. Saran Berdasarkan temuan hasil penelitian ini, dapat disarankan sebagai berikut: 1. Kepada guru IPA hendaknya menggunakan media Kereta Newton untuk pembelajaran Hukum II Newton 2. Kepada peneliti lain disarankan untuk meneliti dampak penggunaan media terhadap hasil belajar siswa 3. Guru perlu mendesain media pembelajaran guna penanaman pendidikan karakter untuk materi yang lain. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 1996. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada Hobri. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan: Aplikasi pada Penelitian Pendidikan Indonesia. Jember: Pena Salsabila Effendy. 2010. Kegiatan Pembelajaran IPA Sebagai Sarana untuk Mengambangkan Karakter Religius Siswa. Makalah: Disajikan dalam Seminar Nasional dan Workshop MIPA: Universitas Negeri Malang Punaji Setyosari. 2008. Pemanfaatan Media. Malang: Universitas Negeri Malang.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 48

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Sugiyanto, Teguh. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VII. Jakarta: CV Putra Nugraha Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 49

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

ANALISIS BELAJAR MAHASISWA CALON GURU FISIKA MELALUI LESSON STUDY

Lia Yuliati
Jurusan Fisika FMIPA UM. Jl. Semarang No 5 Malang, liayuliati_um@yahoo.com

Abstrak. Peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari usaha meningkatkan kualitas persiapan calon guru di perguruan tinggi. Kemampuan yang harus dikembangkan calon guru fisika adalah kemampuan terhadap konsep fisika dan pembelajaran fisika. Salah satu upaya yang dilakukan dosen di Prodi Pendidikan Fisika Jurusan Fisika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan Lesson Study. Kegiatan ini melibatkan 30 mahasiswa, dosen model dan dosen lain yang berperan sebagai observer pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan pada matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah. Kegiatan lesson study yang dilaksanakan meliputi kegiatan DO dan SEE. Hasil lesson study menunjukkan perlunya kesamaan persepsi tentang belajar pada observer dan adanya lompatan belajar pada mahasiswa dari kelompok rendah. Kata kunci: analisis belajar fisika, lesson study

Upaya pemerintah dalam bidang pendidikan terus dilakukan. Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah menerbitkan kurikulum berbasis kompetensi mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Kurikulum berbasis kompetensi untuk perguruan tinggi telah ditetapkan pada tahun 2008 dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. Hal tersebut diharapkan akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari usaha meningkatkan kualitas persiapan calon guru di perguruan tinggi. Kualitas guru pertama-tama ditentukan oleh pendidikan calon guru di LPTK (Jalal & Supriadi, 2001:245). Semakin baik kualitas lulusan LPTK, semakin besar peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan modal kemampuan dan sikap-sikap keguruan calon guru yang terbina secara mantap sejak awal maka usaha-usaha lanjutan untuk meningkatkan kualitas guru dengan pembinaan yang berkelanjutan akan semakin mudah. Secara ideal, guru yang profesional mampu mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang telah dibuatnya menjadi sebuah pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Depdiknas, 2001:13; Samana, 1994:28). Agar menjadi guru yang profesional, calon guru sains hendaknya memiliki pengetahuan dan kemampuan tentang sains, belajar sains dan mengajar sains (NRC, 1996:28). Pengembangan kemampuan calon guru sains hendaknya mengintegrasikan kemampuan bidang studi dan kemampuan mengajar (Gabel, 1993:11; Adair & Chiaverina, 2000). Integrasi kemampuan bidang studi dan kemampuan mengajar sangat diperlukan karena efektifitas penggunaan strategi pembelajaran sering terjadi pada konsep tertentu (McDermott, 1990; McDermott, dkk., 2000). Calon guru perlu dipersiapkan di perguruan tinggi, khususnya di LPTK, agar calon guru tersebut memiliki wawasan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan profesi guru (Depdiknas, 2002c:5). Penyiapan calon guru sangat diperlukan didesain agar setelah menjadi guru kelak calon guru memiliki kemampuan mengajar yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Masalah penyiapan calon guru ini perlu perhatian khusus karena masalah ini berdampak pada pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Kemampuan calon guru dalam penguasaan materi/bahan ajar diberikan dalam kelompok mata kuliah bidang studi. Kemampuan dalam bidang sains/fisika hendaknya menekankan pada pemahaman proses ilmiah yang diperoleh melalui pengalaman langsung. Cara yang efektif untuk memberikan pengalaman Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 50

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) langsung adalah memberi kesempatan kepada calon guru untuk membangun model konseptual dari observasi yang dilakukannya. Calon guru seyogianya melalui proses step-by-step dari melakukan observasi, menyusun inferensi, mengidentifikasi asumsi, menyusun, menguji dan memodifikasi hipotesis (McDermott, 1990; McDermott, et al., 2000). Dengan penguasaannya terhadap materi bidang studi, calon guru dapat mengantisipasi kesulitan-kesulitan konseptual yang sering muncul pada siswa. Upaya peningkatan kemampuan calon guru terhadap konsep fisika sekolah terus dilakukan oleh dosen-dosen di Jurusan Fisika FMIPA UM. Berbagai upaya dilakukan dengan melakukan penelitian dan pengembangan, workshop dan lokakarya untuk meningkatkan kemampuan calon guru fisika. Salah satu upaya yang dilakukan dosen di Jurusan Fisika adalah dengan Lesson Study. Lesson study merupakan salah satu strategi pengembangan profesional pendidik, termasuk dosen. Kelompok dosen mengembangkan pembelajaran secara bersama-sama dan menentukan salah satu pendidik untuk melaksanakan pembelajaran tersebut, sedangkan dosen lainnya mengamati belajar mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, dosen tersebut berkumpul dan melakukan tanya jawab tentang pembelajaran yang dilakukan, merevisi dan menyusun pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi (Richardson, 2004). Kegiatan lesson study merupakan suatu strategi pembinaan profesi pendidik secara terencana dan berkelanjutan melalui prinsip-prinsip kolegalitas, mutual learning, dan learning community. Lesson study merupakan siklus kegiatan kelompok pendidik yang bekerja bersama dalam menentukan tujuan pembelajaran, melakukan research lessons, dan secara berkolaborasi mengamati, mendiskusikan dan memperbaiki pembelajaran tersebut (Lewis, 2002:1). Lesson study adalah kegiatan bersama yang melibatkan sejumlah dosen, pakar terkait, dan pihak lain yang relevan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yang efektif melalui rangkaian siklus PlanDo-See. Plan merupakan kegiatan merencanakan pembelajaran yang akan diimplementasikan di kelas pembelajaran. Termasuk dalam tahap ini adalah membuat kesepakatan seorang dosen yang diberi tugas mengimplementasikan rancangan pembelajaran. Do merupakan kegiatan mengimplemntasikan rancangan pembelajaran yang dihasilkan pada tahap plan di kelas pembelajaran oleh seorang atau tim dosen yang ditunjuk. See merupakan kegiatan mengamati proses pembelajaran yang dilanjutkan dengan refleksi. Refleksi dilakukan dengan tanya jawab atau diskusi untuk membahas kekurangan dan kelebihan yang ditemukan selama pengamatan pembelajaran. Fokus pengamatan kegiatan ini adalah perilaku mahasiswa selama pembelajaran. Meskipun fokus pengamatan dilakukan pada perilaku mahasiswa, hasil refleksi merupakan perbaikan terhadap cara dosen untuk membelajarkan mahasiswa. Artikel ini merupakan paparan pelaksanaan lesson study di Jurusan fisika FMIPA yang difokuskan pada analisis belajar mahasiswa dalam belajar fisika di perguruan tinggi.
METODE

Artikel ini merupakan hasil kegiatan lesson di Jurusan Fisika FMIPA dilaksanakan pada hari Rabu, 19 Oktober 2011. Kegiatan ini melibatkan 24 mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika angkatan 2009/2010, 1 dosen model, dan 8 dosen yang berperan sebagai observer pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan pada matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah. Kegiatan lesson study yang dilaksanakan meliputi kegiatan DO dan SEE. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk mengungkap temuan tentang belajar mahasiswa calon guru Fisika di Prodi Pendidikan Fisika FMIPA UM
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Do
Matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah merupakan matakuliah wajib bagi mahasiswa calon guru Fisika. Matakuliah ini memiliki bobot 2 sks dengan 4 js dan termasuk pada kelompok Matakuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK). Matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah diberikan agar mahasiswa calon guru fisika memiliki landasan penguasaan konsep-konsep fisika di sekolah. Kompetensi yang ingin dicapai pada matakuliah ini adalah mahasiswa menguasai bahan ajar fisika SMA berdasarkan Kurikulum

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 51

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan menghilangkan miskonsepsi mahasiswa terhadap konsep-konsep fisika. Pembelalajaran matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah yang digunakan dalam lesson study dilaksanakan selama 2 x 50 menit. Berdasarkan perencanaan pembelajaran yang disusun dosen model, pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam memahami konsep dasar gerak melingkar. Strategi pembelajaran dirancang agar mahasiswa menemukan sendiri konsep-konsep dasar gerak melingkar melalui permasalahan dan diskusi. Pembelajaran dilaksanakan dengan kelompok belajar mahasiswa. Pengelompokan mahasiswa didasarkan hasil analisis kemampuan mahasiswa dalam matakuliah sebelumnya yaitu matakuliah Fisika Dasar dan Mekanika. Mahasiswa dibagi dalam 6 kelompok kecil dengan anggota 4 mahasiswa masingmasing kelompok. Kemampuan mahasiswa pada masing-masing kelompok berbeda. Kelompok 1 merupakan kelompok mahasiswa dengan kemampuan rendah, kelompok 2 merupakan kelompok mahasiswa dengan kemampuan tinggi. Kelompok 3, 4, 5,6 merupakan kelompok dengan kemampuan menengah, kecuali pada kelompok terdapat 1 mahasiswa yang termasuk kemampuan rendah. Denah kelompok mahasiswa selama pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 1.

Meja

Kelo

Kelo

Kelo

Kelo

Kelo

Kelo

Gambar 1. Denah Kelompok Belajar Mahasiswa Pembelajaran diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan penyajian masalah melalui power point. Selanjutnya dosen membagikan worksheet kepada masing-masing mahasiswa dan selanjutnya mahasiswa melakukan diskusi kelompok. Kegiatan inti pembelajaran dilakukan dengan diksui kelompok dan diskusi kelas. Pada saat diskusi kelompok, mahasiswa memecahkan permasalahan pada worksheet dengan saling memberikan gagasan, menyelesaikan permasalahan dengan membuat gambar digram bebas dari gerak melingkar. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mencari penyelesaian masalah melalui sumber lain, seperti buku cetak dan buku elektronik yang dimiliki mahasiswa. Selama mahasiswa melakukan diskusi kelompok, dosen model memberikan bimbingan dan pancingan pada mahasiswa untuk berpikir secara mandiri dalam kelompoknya masing-masing. Pada saat diskusi kelas, mahasiswa diberi kesempatan untuk presentasi secara individu mewakili kelompoknya masing-masing. Kesempatan presentasi pertama diberikan pada perwakilan kelompok 1, selanjutnya diberikan pada kelompok 3 dan 4. Presentasi dilakukan mahasiswa dengan menunjukkan cara penyelesaian masalah dengan vektor. Kegiatan observasi pembelajaran dilaksanakan dengan pengamatan langsung oleh observer, perekaman dengan kamera dan audio-video. Pengamatan langsung dilaksanakan oleh 8 dosen di Jurusan Fisika yang memiliki bidang keahlian yang berbeda. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 52

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Pelaksanaa See (Refleksi)


Kegiatan refleksi dilaksanakan setelah pembelajaran selesai. Kegiatan refleksi diikuti oleh 9 dosen yang meliputi 1 dosen model dan 8 dosen observer. Diskusi dalam kegiatan refleksi oleh moderator. Moderator bertugas untuk mengatur pelaksanaan diskusi, mengarahkan munculnya permasalahan dan menemukan penyelesaian permasalahan. Pada kegiatan awal, moderator memberi kesempatan pertama pada dosen model untuk mengemukan refleksi diri (self-reflection) terhadap pelaksanaan pembelajarannya. Dosen model menginformasikan bahwa pembelajaran yang dilakukannya merupakan pembelajaran ketiga dengan Problem Based Learning. Mahasiswa mulai terbiasa berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Dosen model merasa bahwa untuk melatihkan kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan konsep dasar fisika memerlukan ketelatenan dan kesabaran untuk membimbingnya. Dosen model juga mengaku tidak dapat membimbing mahasiswa secara penuh di tiap kelompoknya. Moderator selanjutnya memberi kesempatan pada dosen observer untuk mengemukakan hasil observasinya. Berikut beberapa temuan observer dalam pembelajaran. Mahasiswa terlihat belajar sejak mulai sampai akhir pembelajaran. Analisis terjadinya belajar pada mahasiswa menjadi topik awal dalam kegiatan refleksi. Analisis bahwa seseorang dikatakan belajar sangat dipengaruhi oleh persepsi observer. Belajar dapat dianalisis dari perilaku mahasiswa pada saat diskusi, cara mahasiswa berbicara, cara mahasiswa menyelesaikan masalah, dan antusias mahasiswa melakukan presentasi. Berdasarkan hal tersebut, perlu kesamaan persepsi tentang belajar dan indikator belajar pada observer. Mahasiswa aktif belajar dengan melakukan diskusi kelompok. Setiap kelompok menyelesaikan permasalahan dengan menggambar vektor untuk gerak melingkar pada lembar kerja yang disediaka. Beberapa mahasiswa mengalami kesulitan. Berdasarkan pengamatan pembelajaran, observer menemukan bahwa mahasiswa di kelompok 4 mengalami kesulitan menentukan vektor. Pada saat refleksi, observer memberikan masukan bahwa semua mahasiswa memiliki hak yang sama untuk memperoleh bimbingan dari dosen. Mahasiswa dari kelompok rendah dapat menyelesaikan permasalahan dengan cara yang tidak biasa. Mahasiswa kelompok tersebut merasa lebih mudah menyelesaikan masalah dengan cara yang dianggap sulit oleh mahasiswa kelompok lainnya. Hal ini menunjukkan kreativitas mahasiswa kelompok rendah dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, mahasiswa dari kelompok rendah mengalami lompatan belajar. Fenomena ini tidak terjadi pada mahasiswa dari kelompok sedang dan tinggi. Sejak awal pembelajaran, mahasiswa diajak dosen untuk berpikir dan menggunakan konsep yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah. Mahasiswa lebih berkonsentrasi untuk belajar, baik secara mandiri maupun kelompok. Situasi pembelajaran yang demikian membuat mahasiswa lebih tertantang untuk menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit. Oleh karena itu, pembelajaran dengan pemberian masalah dan pemberian kesempatan untuk mengungkapkan gagasannya secara luas memberi peluang belajar lebih baik. Pembelajaran di perguruan tinggi sangat mempengaruhi cara belajar calon guru dan cara mahasiswa tersebut membelajarkan siswanya (Yuliati, 2008). Pembelajaran yang mengajak mahasiswa untuk berpikir dan menyelesaikan masalah fisika dengan konsep-konsep dasar fisika sangat membantu belajar calon guru. Pembelajaran dengan memberikan pengalaman langsung adalah memberi kesempatan kepada calon guru untuk membangun model konseptual dari observasi yang dilakukannya melalui proses step-by-step dari melakukan observasi, menyusun inferensi, mengidentifikasi asumsi, menyusun, menguji dan memodifikasi hipotesis (McDermott, 1990; McDermott, et al., 2000). Hal inilah yang menyebabkan dosen model menerapkan problem based learning pada Matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah. Kelompok belajar mahasiswa di kelas dapat dilakukan secara heterogen dan homogeny. Selama ini, pengelompokan mahasiswa yang sering dilakukan adalah pengelompokan heterogen. Hal ini dimaksudkan adanya transfer belajar dari mahasiswa berkemampuan tinggi ke mahasiswa berkemampuan Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 53

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) rendah. Hasil analisis belajar pada kegiatan lesson study pada matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah menunjukkan bahwa pengelompokan mahasiswa secara homogen memungkinkan mahasiswa mengalami lompatan belajar. Mahasiswa yang termasuk memiliki kemampuan kurang dalam konsep fisika ternyata mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak biasa tetapi justru menunjukkan kemampuannya yang unik. Temuan lesson study menunjukkan bahwa terjadi perbedaan persepsi tentang belajar pada mahasiswa. Perbedaan persepsi ini menunjukkan hasil pengamatan yang berbeda. Pemahaman tentang belajar sangat dipengaruhi oleh teori belajar yang dianut seseorang. Berdasarkan teori behavioristik, belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan perilaku, sedangkan menurut teori kognitivistik, belajar didefinisikan sebagai proses mental secara internal. Perbedaan pemahaman tentang belajar menjadikan obyek amatan lesson study tentang kesiapan belajar mahasiswa menjadi berbeda. Oleh karena itu, perlu ada pemahaman tentang belajar pada observer. Salah satu definisi belajar yang diakui saat ini berdasarkan pada teori belajar konstruktivistik yang menekankan pengetahuan awal mahasiswa, aspek berpikir dan bertindakn selama pembelajaran. Berbagai temuan pembelajaran pada Matakuliah Kapita Selekta Fisika Sekolah oleh observer menunjukkan peran lesson study. Lesson study merupakan siklus kegiatan kelompok dosen yang bekerja bersama dalam menentukan tujuan pembelajaran, melakukan research lessons, dan secara berkolaborasi mengamati, mendiskusikan dan memperbaiki pembelajaran tersebut (Lewis, 2002:1). Melalui lesson study, permasalahan pada pembelajaran dapat ditemukan dan dapat ditemukan penyelesaiannya.
KESIMPULAN

Lesson study memberi kesempatan pada dosen matakuliah untuk menemukan dan melakukan perbaikan terhadap pembelajaran. Lesson study juga membuka peluang terbentuknya komunitas belajar di antara dosen baik satu bidang keahlian maupun dengan bidang keahlian yang berbeda. Pengamatan observer tentang belajar dalam lesson study memungkinkan terjadi perbedaan. Hal ini sangat bergantung pemahaman observer pada belajar itu sendiri. Pengelompokan belajar mahasiswa berdasarkan kemampuan sangat diperlukan. Pengelompokan mahasiswa berdasarkan kemampuan rendah secara homogen memungkinkan terjadinya lompatan belajar disbanding mahasiswa berkemampuan tinggi.

DAFTAR RUJUKAN Adair, L. M. & Chiaverina, C. J. 2000. Preparation of Excellent Teachers at All Levels. Canada: AAPT Planning Meeting, 27-28 Juli 2000. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Taman Kanakkanak dan Sekolah Dasar. Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21 (SPTK-21). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Jalal, F. & Supriadi, D. (editor). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Bappenas Adicita Karya Nusa. Lewis, C. C. 2002. Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philedelphia, PA: Research for Better School, Inc. McDermott, L.C. 1990. A Perspective on Teacher Preparation in Physics and Other Sciences: The Need for Special Science Course for Teacher. American Journal of Physics. 58 (8). p. 734-742. McDermott, L. C., Shafferi, P. S., & Constantinou, C. P.. 2000. Preparing Teachers to Teach Physics and Physical Science by Inquiry. Physics Education. 35(6). p. 411-416. National Research Council. 1996. National Science Education Standard. Washington DC: National Academy Press. National Research Council. 2002. Inquiry and the National Science Education Standard: A Guide for Teaching and Learning. Washington DC: National Academy Press. Samana, A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 54

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Richardson, J.. 2004. Lesson study: Teacher learn how to improve instruction. National Staff Development Council (NSDC) (tersedia http://www.nsdc.org).

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 55

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS MODEL SIKLUS BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN PROSES DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA

Yayuk Sudarwati
SMPN 2 Gempol Pasuruan, Jl. Dau Darmorejo Kepulungan Gempol

Abstrak: Keterampilan proses yang dimiliki siswa masih rendah, sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran berlangsung, siswa kesulitan menarik kesimpulan sendiri, Prestasi belajarnyapun juga masih belum sesuai harapan guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penera-pan pembelajaran konstruktivis model siklus belajar dalam peningkatan ketrampilan proses dan hasil belajar fisika, menggunakan pendekatan kualitatif jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Berda- sarkan pengamatan dapat disimpul kan bahwa tindakan yang dilakukan pada tahap-tahap siklus belajar dipadu dengan tehnik pengelolaan kelas yang bagus dapat meningkatkan ketrampilan proses dan hasil belajar fisika siswa SMPN 2 Gempol Kabupaten Pasuruan Kata kunci : konstruktivis, siklus belajar, ketrampilan proses

Berdasarkan pengalaman mengajar satu tahun terakhir, siswa kelas VIII SMPN 2 Gempol dalam tahun ajaran 2009-2010 naik ke kelas IX , ditemukan bahwa keterampilan proses yang dimiliki siswa masih rendah. Hal ini diindikasikan oleh sedikitnya siswa yang mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran berlangsung, banyak siswa yang menarik kesimpulan masih menyimpang dari tujuan percobaan, siswa kesulitan menarik kesimpulan sendiri, dan banyak siswa yang masih enggan untuk mengajukan pendapat melainkan lebih suka menyalin kesimpulan yang dibuat ketua kelompoknya. Prestasi belajarnyapun juga masih jauh dari harapan. Hal ini ditandai dengan nilai ulangan akhir yang dicapai oleh siswa pada semester genap tahun 2009-2010 yang lalu masih banyak yang harus mengikuti ujian ulang. Kurikulum 2006 adalah kurikulum yang berbasis kompetensi, maka perkembangan konsep pembelajaran yang memperhatikan aspek perkembangan siswa juga semakin berkembang, misalnya pembelajaran penemuan (discovery learning), pembelajaran siswa aktif (student active learning), pembelajaran quantum (quantum learning), pembelajaran kontesktual (contekstual teaching and learning). Dalam bidang sains pembelajaran kontekstual lebih mendapat perhatian yang serius karena dapat membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi nyata yang dapat memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa (Purwaningsih, 2002). Berbagai metode pembelajaran sudah dicoba dalam pembelajaran selama 2 tahun terakhir dengan harapan dapat mengarahkan siswa belajar lebih aktif. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan guru adalah menggunakan desain dan strategi pembelajaran siklus belajar. Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimanakah karakteristik proses pembelajaran konstruktivis model siklus belajar yang dapat meningkatkan keterampilan proses dan prestasi belajar fisika siswa kelas IXB SMPN 2 Gempol dalam materi rangkaian Listrik seri paralel dan Kemagnetan, sebagai upaya guru untuk membawa siswa menjadi berani bertanya dan berpendapat, bersemangat dan aktif dalam

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 56

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) mengikuti pembelajaran di kelas, bagaimana guru mengelola kelas agar fisika menjadi lebih menarik bagi siswa. Kontrukstivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia yang dimulai sedikit demi sedikit. Kemudian hasilnya dikembangkan mula-mula melalui konteks yang terbatas, jadi keberadaannya tidak tiba-tiba. Manusia harus memahami pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata Pembelajaran model siklus belajar (learning cycle) memiliki tiga tahapan yang membentuk fondasi untuk pengurutan pelajaran IPA, yaitu eksplorasi (menggali pengetahuan awal siswa melalui inquiri), invensi (pengenalan dan pengembangan konsep) dan aplikasi (penerapan konsep) (Koes, 2001). Keterampilan proses adalah suatu pendekatan pembelajaran IPA yang beranggapan bahwa IPA terbentuk dan berkembang melalui proses ilmiah yang harus dikembangkan oleh peserta didik sehingga pengalaman bermakna dapat digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya. Dalam penelitian ini ketrampilan proses yang diteliti meliputi 4 unsur yaitu Ketrampilan menggunakan alat, Aktifitas dalam kerja kelompok, Kemampuan bertanya dan menjawab, kemampuan menyusun data dan menuliskan kesimpulan dengan kalimatnya sendiri-sendiri. Belajar Sains akan menarik jika penyajiannya bersifat nyata (kontekstual) dan melibatkan siswa secara aktif baik dari segi mental maupun fisik. Tahap pertama, Eksplorasi, siswa mengeksplorasi konsep baru atau gejala dengan bimbingan minimal. Siswa diharapkan melakukan pengamatan dan mengelompokan obyek Siswa terlibat secara aktif berinteraksi dengan ide-ide dan teman sebayanya selama dalam tahap eksplorasi. Tahap kedua, Invensi, model siklus belajar ini adalah pengenalan konsep. Pada tahap ini guru mengenalkan pandangan ilmuwan tentang konsep atau teori yang telah diselidiki dalam tahap eksplorasi, guru menyajikan secara singkat makna konsep dari cara pandangan ilmiah. Tahap pengenalan konsep merupakan langkah perantara ke tahap berikutnya. Tahap penerapan konsep merupakan tahap berpusat pada anak yang di dalamnya tim kecil siswa terlibat dalam aktivitas yang dirancang untuk menerapkan dan memperluas pengetahuan mereka berkenaan dengan konsep yang dipelajari. (Martin 1997 dalam Susanto 2004). Dari penjelasan tersebut jelas bahwa semua kemampuan dasar keterampilan proses dapat dimunculkan pada pembelajaran konstruktivis model siklus belajar, sehingga penggunaan model siklus belajar dirasa perlu untuk meningkatkan ketrampilan proses siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajarnya Prestasi belajar atau hasil belajar adalah suatu istilah yang digunakan untuk mewujudkan suatu tingkat keberhasilan tentang suatu usaha yang telah dicapai. Dalam hal ini diperlukan pengukuran terhadap hasil belajar untuk mengetahui sudah sampai dimana suatu tujuan telah dicapai. Bloom (dalam Winkel, 1989) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Dalam penelitian ini ranah yang diamati hanya kognitif saja. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang dibagi dalam enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan mencakup kemampuan mengingat tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan pengetahuan berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, prinsip, teori dan metode. Pemahaman mencakup kemampuan untuk menyerap pengertian dari hal-hal yang telah dipelajari. Kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu dapat dilihat dari kemampuannya menyerap suatu materi kemudian mengkomunikasikannya. Aplikasi merupakan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam kegiatan pembelajaran untuk menghadapi situasi baru yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aplikasi ini dapat diukur dari kemampuan dalam menggunakan konsep, prinsip, teori dan metode untuk menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Analisis memberikan penekanan pada kemampuan untuk merinci sesuatu menjadi bagian-bagian dan cara mengorganisasikannya. Sintesis merupakan proses pemahaman terhadap unsur-unsur atau bagian-bagian, kemudian mengkombinasikannya dengan sesuatu cara sehingga yang sebelumnya tidak tampak akan menjadi jelas, siswa dituntut untuk memahami konsep, prinsip, teori dan hukum sehingga memberikan pemahaman baru. Evaluasi, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan-keputusan dan mempertimbangkan masalah nilai, tujuan, metode penyelesaian termasuk didalamnya pertimbangan mengenai efektifitas dan ketepatannya.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 57

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

METODE

Lokasi penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Gempol, Jalan Dau Darmorejo Kepulungan Gempol Kabupaten Pasuruan pada tahun pelajaran 20010-2011 semester gasal. Subjek penelitian adalah siswa di kelas IX B SMP Negeri 2 Gempol yang berjumlah 32 siswa terdiri dari 18 lakilaki dan 14 perempuan. Diambilnya subyek ini atas dasar pertimbangan bahwa (1) subjek adalah siswa peneliti dalam melaksanakan tugas mengajar di kelas sehari-hari, (2) dipilih secara acak, dengan pertimbangan dapat mewakili 7 kelas yang diajar peneliti. Kompetensi Dasar yang dikembangkan adalah kompetensi dasar (KD) 3.2Menganalisis percobaan dalam rangkaian listrik dinamis dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada siklus 1 mempelajari rangkaian Listrik seri-paralel. Sedangkan pada siklus 2 mempelajari Kompetensi Dasar (KD) 4.1 Mempelajari gejala-gejala kemagnetan dan cara membuat magnet. Data diperoleh dari lembar observasi dan lembar soal evaluasi. Ada 2 macam Lembar observasi, yaitu lembar observasi untuk mencatat kegiatan siswa terkait dengan interaksi siswa dengan siswa, interaksi siswa dengan media dan interaksi siswa dengan guru, dan lembar observasi kegiatan guru. Lembar soal evaluasi tes siswa digunakan untuk mengetahui perkembangan prosentasi ketuntasan belajar siswa. Nilai minimum ketuntasan fisika di sekolah adalah 7,00. Tehnik analisa data dilakukan secara kualitatif. Lembar Tabel penilaian ketrampilan Proses siswa Nama Siswa Aspek Ketrampilan Proses 1 2 3

Aspek Ketrampilan Proses yang diamati dalam penelitian ini terbatas pada: 1. Ketrampilan menggunakan alat 2. Aktifitas dalam kerja kelompok 3. Kemampuan bertanya dan menjawab 4. kemampuan menyusun data dan kesimpulan Jumlah skor yang diperoleh Skor keberhasilan tindakan = X 100% Jumlah skor maksimum
PEMBAHASAN

Siklus 1 Siswa kelas IX B sudah kelihatan senang dengan pembelajaran Fisika sebelumnya jika menggunakan alat peraga ataupun praktikum. Tetapi tidak semua materi fisika tersedia alat praktikum yang cukup. Dalam Penelitian ini dilakukan tindakan-tindakan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar siswa. Dalam siklus 1 disusun RPP 1 materi Rangkaian Listrik Seri Paralel model siklus belajar. Alat praktikum dirancang sederhana, inovatif, dalam jumlah cukup untuk semua kelompok. LKS masih diberikan pada siswa 1 anak 1 lembar dengan memberi ruang membuat kesimpulan. Pada siklus pertama ditemukan masalah sebelum eksperimen yaitu Kit listrik yang dimiliki sekolah hanya 4, kurang untuk 8 kelompok yang ada sehingga kurang bisa memenuhi tuntutan dalam mengembangkan ketrampilan proses, KIT sulit dipahami oleh siswa karena kurang kontekstual. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan alat listrik inovatif untuk tiap kelompok berupa 4 dop lampu senter, 4 kabel penjepit buaya, 4 baterai dengan 2 tempat baterai dan papan milamin berukuran 60cm x 40cm sebagai tempat menempel media, menulis data sekaligus untuk presentasi. Alat inovasi yang dipersiapkan guru sangat membantu siswa dalam memahami konsep rangkaian listrik seri-paralel. Materi ini dipilih untuk menanamkan dasar mengenai arus dinamis, pemahaman kutub positif negatif baterai, arah arus dan cara merangkai kabel dengan alat yang lain secara nyata. Berikut salah satu pemanfaatan media rangkaian listrik seri dan paralel Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 58

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) di atas papan kecil untuk presentasi yang dirangkai siswa untuk diamati sifat-sifatnya. Alat inovasi yang dipersiapkan guru sangat membantu siswa dalam memahami konsep rangkaian listrik seri-paralel, seperti pada Gambar 1. diamati dari ketrampilan bertanya, menjawab, mengeluarkan pendapat dan membuat kesimpulan sendiri secara aktif rata-rata di dominasi oleh ketua kelompok, jadi yang trampil kelihatan masih sekitar 30%, meskipun aktiviatas siswa dalam eksperimen 8 kelompok berjalan baik. Ketrampilan menggunakan alat belum merata bisa, kemampuan diskusi bertanya dan menjawab masih dibawah harapan.

Gambar 1. Rangkaian listrik Siklus 2 Materi pembelajaran dalam siklus II adalah Sifat magnet (RPP1) dan cara membuat magnet (RPP 2) dalam Kompetensi Dasar 4.1 yaitu Menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet. Permasalahan yang diperhatikan dalam siklus 2 adalah siswa diinginkan dapat mengamati, melakukan praktikum, menyimpulkan hasilnya dengan kata-kata mereka sendiri tanpa bantuan LKS yang mengikat. Tindakan pada siklus 2 guru memperkaya pertanyaan-pertanyaan secara bertahap mengarahkan siswa untuk menyusun pemahaman mereka secara komunikatif dengan bantuan carta-carta. Carta listrik seri paralel ditampilkan untuk mengggali pengetahuan tentang merangkai baterai dan arah arus dengan benar, 3 gambar lainnya berupa gambar magnet batang dan induksi magnet sebagai pelengkap perintah kerja untuk mengganti LKS. Gambar paku dililiti kawat berarus ditunjukkan saja dibahas pada pembelajaran 2. Barikut gambar carta-carta pada pembelajaran 1 Siklus 2

Gambar 2. Carta listrik seri paralel

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 59

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Cara yang digunakan pada pembelajaran 2 siklus 2 dalam kegiatan inti. Carta bawah digunaka untuk memberikan pengu1atan konsep dan menarik kesimpulan bahwa jenis kutub yang dihasilkan pada electromagnet tergantung pada arah lilitan, arah arus listrik dan sesuai dengan kaidah tangan kanan.

Gambar 3. Induksi magnet Diberikan contoh atau pemodelan cara melakukan eksperimen dengan jelas sebelum siswa bereksperimen dengan bantuan carta sebagai pengganti tidak adanya LKS. Papankecil digunakan untuk merangkai dan menulis data dan hasil diskusi kelompok. Pada akhir kegiatan siswa diminta presentasi kecil dalam kelompoknya masing-masing dengan harapan semua siswa dapat memahami konsep hari ini. Alat inovasi sbb:

Gambar 4. Paku dililiti kawat berarus Terakhir, siswa harus menuliskan hasil pembelajaran sebanyak-banyaknya yang mereka pahami dengan kalimat mereka sendiri pada catatan laporan. Pada lembar inilah peneliti dapat mengevaluasi sejauh mana pemahaman tiap- tiap siswa Evaluasi diambil secara kulitatif dari laporan siswa yang memuat semua pemahaman hari itu yang dapat diserap siswa. Proses diskusi presentasi siswa dalam kelompok dengan bantuan papan kecil tempat menulis hasil percobaan dapat menghemat waktu (tidak menulis lagi untuk presentasi ke depan kelas) sekaligus sebagai media memahamkan anggota kelompok lainnya. Hasil observasi pada proses penelitian tindakan kelas kali ini menunjukkan suasana kelas lebih hidup, komunikasi siswa dengan guru berjalan 2 arah, siswa rajin menjawab pertanyaan guru, interaksi siswa dengan siswa dalam presentasi kelompok menumbuhkan kemampuan siswa berdiskusi dan belajar saling membantu sehingga siswa berlatih membuat kesimpulan dengan kalimat mereka sendiri, alat bantu yang kontekstual tidak harus mahal namun mudah digunakan dalam jumlah yang cukup sangat membantu Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 60

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) proses belajar siswa. Alat bantu berupa papan kecil di meja tiap kelompok mempermudah proses diskusi presentasi dalam kelompok sehingga membantu tiap anggota kelompok memahami dan membuat kesimpulan lebih baik. Kemampuan guru sebagai fasilitator pembelajaran turut menentukan keberhasilan pembelajaran, oleh sebab itu guru juga harus terus belajar memperbaiki kualitas mengajarnya dengan membuat alat praktikum inovasi, dan ketampilan mengelola kelas. Analisa hasil belajar menunjukan peningkatan kualitas belajar. Hasil belajar siswa naik dari rata-rata 78,1 menjadi 80,47 disertai peningkatan ketrampilan proses siswa. Ketrampilan menggunakan alat praktikum, Aktifitas dalam kerja kelompok, Kemampuan bertanya dan menjawab, serta kemampuan menyusun kesimpulan naik berturut-turut dari angka 71,1% - 69,5% -71,9% -75% mencapai angka berturut-turut 87,5% - 79,7% -79,7% -82,0%. Pembelajaran konstruktivis dengan model siklus belajar menerapkan metode inquiri dibantu alat yang kontekstual terbukti dapat meningkatkan ketrampilan proses dan hasil belajar siswa.
KESIMPULAN

Pembelajaran konstruktivis model siklus belajar dapat meningkatkan keterampilan proses dan prestasi belajar Fisika siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Gempol. Hal ini dapat terwujud bila didukung oleh kreatifitas guru dalam memfasilitasi siswa belajar dengan alat belajar dan metode belajar yang inofatif. Keterlibatan aktif siswa dalam belajar dapat ditumbuhkan untuk memudahkan kemampuan memahami. Pemahaman siswa meningkat dapat meningkatkan kemampuan siswa mengaplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari. Metode inquiri dalam proses belajar kooperatif dengan jumlah 4 anak maksimal dalam tiap kelompok, anggota kelompok heterogen masing-masing menggunakan alat yang kontekstual didukung proses diskusi presentasi dalam kelompok masing-masing mempermudah siswa yang kurang memahami menjadi lebih cepat memahami.
SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil peneliti sebelumnya disarankan agar semua guru mau dan belajar mencoba metode-metode pembelajaran yang bervariasi sesuai kebutuhan materi ajar yang akan disampaikan. Konstruktivis Model siklus belajar adalah salah satu pilihan yang baik untuk diterapkan dalam kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Ketrampilan dan kemampuan guru mengelola kelas akan lebih baik jika disertai dengan ikhlas ibadah mencerdaskan anak bangsa..
DAFTAR PUSTAKA Sardiman A.M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Rajawali Purwaningsih dkk. 2002. Penerapan Pembelajaran Kostruktivis untuk Meningkatkan Motivasi, Pemahaman Konsep Dasar Fisika dan Keterampilan Proses Sains Siswa SLTP Kodia Malang. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Susanto P. 2004. Pembelajaran Konstruktivisme dan Kontekstual sebagai Pendekatan dan Metodologi Pembelajaran Sains dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum 2004 Universitas Negeri Malang Sutarman. 2004. Pembelajaran Kontekstual sebagai Pendekatan Belajar fisika dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004. Makalah disajikan dalam Workshop Piloting di jurusan Fisika Universitas Negeri Malang.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 61

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PEMBENTUKAN KARAKTER MAHASISWA DENGAN LESSON STUDY PADA MATA KULIAH FISIKA KUANTUM PRODI PENDIDIKAN FISIKA

Yushardi 1)
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Jember Jl. Kalimantan No. 37 Kompleks Kampus Tegalboto Jember, Jawa Timur 68121, Telp/Fax: 0331 334988, yus_agk@yahoo.com

Abstract : The Objective lecture quantum physics is formed character student, so able to think logically, consistent and responsbilities of the materials that they have leant. But still many students dont have character positive. They only focuseses on the process of proof like to book. Efforts tacle the problem is implementing measures step lesson study in the activities of lecture quantum physics. The Ojective is to establish three positive character in a student. Subject in this research consisit of student who tread a lecture quantum physics as much as sixteen person on semester turn 2010/2011 at education physics, faculty of teacher traning and education University of Jember. Implementation of lesson study consisting of two cycle. Respectively cycle conducted on the two meeting.Implementation of the lesson study involves a lecturer as model lecturer, and two lecturer as observer, and a employees as video shooting. Each observer observes three characters appears when resolution procedings a matter.or proof teorema at work sheet student.Observer one observes the character in first groub and second group, whereas another observer observes in third groub and fourth group.On the first cycle, after the lecturer about Schrongdinger Equation, Purpose of learning is not archieved, still far from hopes. But on the second cycle, purpose of learning is archieved, all the students have the ability to think logically, consistent and responsibility towards sciience. That can be concluded that the step used in lesson study. Be applied to establish character positive ones student, for student to the lecture quantum physics at Program Study of Education Physics, Faculty of Teacher Traning and Education, University of Jember. Keywords : Lesson Study, cycle, think logically, consistent, responsibility

Mata kuliah Fisika Kuantum merupakan salah satu mata kuliah yang tidak diminati oleh mahasiswa, khususnya di FKIP Universitas Jember, tetapi merupakan mata kuliah wajib yang harus ditempuh. Salah satu alasan bahwa mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib adalah karena materi yang terdapat pada mata kuliah ini mengajak mahasiswa untuk berpikir secara runtut dan konsisten dalam pembuktian teorema-teorema. Kegiatan tersebut secara tidak langsung akan melatih dan menata proses berpikir mahasiswa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya pada mata kuliah lain, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai mata kuliah wajib, maka mahasiswa peserta mata kuliah Fisika Kuantum ini mempunyai kemampuan akademik yang beragam. Hal tersebut didukung hasil pengamatan dosen pengampu mata kuliah ini, yang menyatakan bahwa ada beberapa mahasiswa yang dapat dengan mudah menerima penjelasan yang disampaikan Dosen pada saat tatap muka, tetapi tidak sedikit yang belum dapat memahami penjelasan yang diberikan pada saat itu. Mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menerima suatu materi, dibandingkan teman-temannya yang lebih beruntung. Oleh karena itu, kegiatan perkuliahan Fisika Kuantum yang awalnya berfokus pada penjelasan dosen akan dirubah yaitu berfokus pada mahasiswa. Artinya bahwa setiap mahasiswa diharapkan dapat memahami definisi dan teorema yang ada dengan cara menjelaskan definisi atau membuktikan teorema-teorema berdasarkan definisi atau teorema sebelumnya. Sehingga karakter mahasiswa yang akan muncul ketika Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 62

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) mereka memahami definisi dan teorema yang ada adalah berfikir logis, konsisten, dan tanggung jawab terhadap materi yang telah mereka pelajari. Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak mahasiswa yang belum mampu berfikir logis, konsisten, dan tanggung jawab ketika mereka mendefinisikan ataupun membuktikan teorema. Mereka hanya berfokus pada proses pembuktian yang ada pada buku/modul Fisika Kuantum yang digunakan. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa hanya mampu berfikir secara statis dan tidak kritis. Upaya untuk mengatasi permasalahan di atas, maka lesson study dipandang perlu untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar pada mata kuliah Fisika Kuantum. Ada beberapa alasan mengapa lesson study dipilih sebagai salah satu cara untuk mengatasi karakter mahasiswa yang belum mampu berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab, yaitu : (1) lesson study merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di kelas, (2) lesson study mendorong para dosen untuk belajar sepanjang hayat dalam upaya meningkatkan profesionalismenya, (3) lesson study dirancang secara kolaboratif dalam kurun waktu tertentu melalui suatu studi yang intensif terhadap materi ajar, karakteristik mahasiswa, dan strategi pembelajaran, (4) lesson study menawarkan suatu proses dalam menumbuhkembangkan motivasi belajar mahasiswa, (5) lesson study memberi dorongan untuk memberi fokus pada pola berpikir mahasiswa melalui observasi kelas, (6) lesson study memunculkan perpektif baru tentang belajar dan mengajar (Sadian, 2008). Dengan menerapkan lesson study, maka tim teaching mata kuliah Fisika Kuantum ini akan selalu berupaya bersama-sama mengatasi karakter negatif yang dimiliki mahasiswa. Akibatnya, mahasiswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi, sehingga karakter berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab akan muncul setelah mereka menempuh mata kuliah Fisika Kuantum. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam artikel ini akan dibahas : bagaimanakah lesson study mampu membentuk karakter positif dari mahasiswa yang menempuh mata kuliah Fisika Kuantum ?. Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Sumar Hendayana, dkk: 2006). Lesson study merupakan pendekatan yang komprehensif menuju pembelajaran yang profesional serta menopang dosen menjadi pembelajar sepanjang hayat dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas Lesson study dilakukan di dalam kelas dengan tujuan untuk memahami mahasiswa dengan lebih baik dan dilakukan secara bersama-sama dengan dosen lain (Rahayu, 2005). Melalui aktivitas lesson study, pembelajaran dikembangkan secara bersama-sama dengan menentukan salah satu dosen untuk melaksanakan pembelajaran tersebut, sedangkan dosen lainnya mengamati aktivitas belajar mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, dosen berkumpul kembali dan melakukan diskusi tentang pembelajaran yang telah berlangsung, merevisi dan menyusun program pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi. Sehingga segala sesuatu yang ditemukan dalam kegiatan belajar mengajar mampu dicarikan solusinya. Lesson study memberi dorongan kepada dosen untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat tentang bagaimana mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran di kelas. Melalui lesson study dosen akan terbantu dalam hal (1) mengembangkan pemikiran kritis tentang belajar dan mengajar di kelas, (2) merancang program perkuliahan (SAP) yang berkualitas, (3) mengobsevasi bagaimana mahasiswa berpikir dan belajar serta melakukan tindakan yang cocok, (4) Mendiskusikan dan merefleksikan aktivitas pembelajaran, dan (5) mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan praktek pembelajaran. Dalam hal ini, Dosen berusaha melakukan perbaikan pembelajaran secara terus menerus melalui kegiatan Lesson Study. Dosen berusaha memikirkan atau memprediksi respon mahasiswa dalam tahap Plan. Dalam tahap do, dosen berusaha untuk memfasilitasi mahasiswa belajar secara menyenangkan dan menantang melalui latihan berpikir untuk memecahkan persoalan dan membangun pengetahuan baru. Kepekaan dosen terhadap kesulitan mahasiswa dilatih melalui tahapan do. Tahap see, melatih dosen melakukan refleksi diri sehingga tidak puas dengan pekerjaan yang biasa. Setelah tahapan tersebut dilakukan, keprofesionalan dosen akan meningkat yang mengakibatkan kemampuan mahasiswa dalam berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap ilmu akan terwujud. Menurut Lewis, Perry dan Murata (dalam Herawati, 2010 : 4), adapun daur kaji pembelajaran atau siklus lesson study dapat ditunjukkan pada gambar 1: Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 63

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

1. Mempelajari kurikulum dan merumuskan tujuan Mengidentifikasi tujuan jangka panjang pendidikan peserta didik dan tujuan pengembangan diri peserta didik (karakteristik peserta didik yang diinginkan) 4. Melakukan Refleksi Diskusi formal mengenai pembelajaran dimana observer : Berbagi data mengenai pembelajaran yang dikaji Menggunakan data untuk menjelaskan bagaimana peserta didik belajar, mempertanyakan bukti bahwa tujuan jangka panjang pendidikan dan pengembangan diri peserta didik telah diupayakan pencapainnya dan isu-isu PBM lainnya. Mendokumentasikan hasil pengamatan, menggabungkan dan melancarkan pembelajaran berikutnya. Menyusun pertanyaan baru menuju daur kaji pembelajaran berikutnya.

2. Merancang pembelajaran Memilih atau merevisi Research Lesson. Merancang pembelajaran yang meliputi : Tujuan jangka panjang Perkiraan mengenai apa yang dipikirkan peserta didik Rancangan mengenai bagaimana mengumpulkan data Model dan strategi pembelajaran Rasional mengapa meilih pendekatan itu 3.Melaksanakan Pembelajaran Salah seorang dosen melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan/skenario yang telah dibuat. Dosen lainnya mengamati dan mengumpulkan data mengenai kegiatan peserta didik (berfikir, belajar, berpartisipasi, berperilaku)

Gambar 1. Siklus Lesson Study menurut Lewis, Perry dan Murata (dalam Herawati, 2010 : 4) Kegiatan perkuliahan Fisika Kuantum dirancang sedemikian sehingga hasil yang akan diperoleh dari kegiatan perkuliahan tersebut adalah membentuk karakter mahasiswa yang positif yaitu mampu berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari. Adapun maksud dari berfikir logis adalah mahasiswa mampu memberikan alasan dari setiap langkah-langkah dalam proses pembuktian teorema, sedangkan konsisten yaitu mahasiswa mampu membuktikan suatu teorema berdasarkan definisi atau teorema sebelumnya. Selain itu, karakter yang akan dibentuk adalah tanggung jawab, yaitu mahasiswa mampu menggunakan teorema atau definisi yang telah dipelajari untuk menyelesaikan permasalahan lainnya. Materi yang disampaikan pada mata kuliah Fisika Kuantum meliputi Persamaan Schrongdinge, Partikel dalam Potensial, Nilai Eigen,Operator dalam Masalah Eigen, dan Persamaan Schrongdinger dalam Atom Hidrogen.

METODE

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 64

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Subyek dalam penelitian ini adalah 16 mahasiswa yang menempuh mata kuliah Fisika Kuantum semester Genap Tahun akademik 2010/2011 di Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember. Dalam kegiatan perkuliahan ini, dibentuk secara acak kelompok belajar dengan setiap kelompok beranggotakan 4 mahasiswa. Sehingga terbentuk 4 kelompok dengan setiap kelompok mempresentasikan hasil pembuktian satu teorema atau satu definisi beserta contohnya. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Persamaan Schrondinger, karena materi ini merupakan materi yang pertama disajikan dalam mata kuliah Fisika Kuantum. Harapan dipilihnya materi pertama tersebut adalah supaya mahasiswa terbiasa dari awal untuk mendefinisikan definisi atau membuktikan teorema secara logis dan konsisten, serta mampu memecahkan masalah yang berkaitan dnegan teori tersebut.

RANCANGAN PELAKSANAAN LESSON STUDY

Penerapan lesson study pada perkuliahan Fisika Kuantum ini dilakukan sebanyak 2 siklus dengan setiap siklusnya dilakukan pada dua pertemuan. Hal ini dilakukan karena presentasi dari semua kelompok belajar yang terbentuk baru berakhir pada pertemuan kedua. Sehingga, perkembangan karakter mahasiswa akan dapat diketahui setelah mereka semua presentasi materi yang telah dibagi. Siklus pertama dilakukan pada tanggal 14 dan 16 Februari 2011, sedangkan siklus kedua dilakukan pada tanggal 21 dan 23 Februari 2011, masing-masing pada jam 08.50 10.30 WIB di ruang kuliah 18. Pelaksanaan Lesson Study untuk mata kuliah ini melibatkan tiga orang dosen dan satu orang karyawan yaitu satu orang dosen sebagai dosen model, dua orang dosen sebagai observer, dan satu orang karyawan sebagai pengambil gambar selama KBM berlangsung. Observer tersebut mengamati ketiga karakter yang muncul ketika proses penyelesaian contoh soal atau pembuktian teorema pada Lembar Kerja Mahasiswa serta ketika mahasiswa presentasi ke depan kelas. Observer pertama mengamati karakter mahasiswa di kelompok 1 dan 2, sedangkan observer yang kedua mengamati karakter mahasiswa di kelompok 3 dan 4. Adapun 3 (tiga) tahapan perancangan pelaksanaan lesson study pada mata kuliah Fisika Kuantum ini secara garis besar mengacu pada siklus Lesson Study menurut Lewis, yaitu perencanaan (planing), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection). Rincian dari tiga tahap tersebut adalah sebagai berikut :
SIKLUS 1

1. Tahap Perencanaan Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada pada kelas mata kuliah Fisika Kuantum dan alternatif pemecahannya. Identifikasi masalah dan pemecahan tersebut berkaitan dengan pokok bahasan yang akan dipelajari yaitu Persamaan Schrongdinger, karakter awal yang dimiliki mahasiswa dan suasana kelas, metode pembelajaran, serta perangkat evaluasi. Selanjutnya dilakukan diskusi tentang pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter mahasiswa serta jenis evaluasi yang akan digunakan. Pada saat tersebut akan muncul pendapat dan sumbang saran dari para dosen tim mata kuliah Fisika Kuantum. Hal yang penting pula untuk didiskusikan adalah penyusunan lembar observasi, terutama penentuanpenentuan indikator-indikator selama proses perkuliahan berlangsung, baik ketika mengerjakan Lembar Kerja Mahasiswa maupun selama presentasi. Indikator-indikator tersebut disusun berdasarkan pada Satuan Acara Perkuliahan 1 yang dibuat serta kompetensi dasar yang ditetapkan yang akan dimiliki siswa setelah mengikuti proses perkuliahan. Dari hasil identifikasi masalah dan pemecahan tersebut, selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas: a) Satuan Acara Perkuliahan 1 (SAP 1) b) Lembar kerja mahasiswa 1 (LKM 1) untuk definisi 1.1 a sequence of ral numbers is said to be bounded, teorema 1.2 sampai dengan teorema 1.5 c) Lembar observasi Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 65

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) d) Soal Tes-1 2. Tahap Implementasi dan Observasi Pada tahap ini, seorang dosen model melakukan perkuliahan berdasarkan SAP yang telah disusun bersama-sama dengan tim. Dua dosen lainnya melakukan pengamatan terhadap ketiga karakter yang muncul ketika proses penyelesaian contoh soal atau pembuktian teorema pada Lembar Kerja Mahasiswa 1 serta ketika mahasiswa presentasi ke depan kelas. Sedangkan satu karyawan melakukan perekaman terhadap kegiatan mahasiswa selama perkuliahan berlangsung. 3. Tahap Refleksi Pada tahap ini dosen model yang melakukan implementasi SAP diberi kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan perkuliahan, baik terhadap dirinya maupun mahasiswa yang dihadapi. Selanjutnya observer menyampaikan hasil analisa data observasinya, terutama menyangkut karakter yang muncul pada diri mahasiswa selama berlangsung perkuliahan yang disertai dengan pemutaran video hasil rekaman. Akhirnya, dosen yang melakukan implementasi tersebut akan memberikan tanggapan balik atas komentar para observer. Hal yang penting pula dalam tahap refleksi ini, adalah mempertimbangkan kembali SAP tersebut, apakah telah sesuai dan dapat membentuk karakter yag positif pada diri mahasiswa, khususnya : berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari. Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi dalam LKM, atau lainnya?. Pertimbanganpertimbangan ini selanjutnya digunakan untuk perbaikan SAP selanjutnya.
SIKLUS 2

1. Tahap Perencanaan Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada berdasarkan hasil pada siklus 1. Selanjutnya dilakukan diskusi tentang pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter mahasiswa yang muncul pada siklus 1 serta jenis evaluasi yang akan digunakan. Pada saat tersebut akan muncul pendapat dan sumbang saran dari para dosen tim mata kuliah Fisika Kuantum. Hal yang penting pula untuk didiskusikan adalah penyusunan lembar observasi, terutama penentuan-penentuan indikator-indikator selama proses perkuliahan berlangsung, baik ketika mengerjakan Lembar Kerja Mahasiswa maupun selama presentasi. Indikator-indikator tersebut disusun berdasarkan pada Satuan Acara Perkuliahan 2 yang dibuat serta kompetensi dasar yang ditetapkan yang akan dimiliki siswa setelah mengikuti proses perkuliahan. Dari hasil identifikasi masalah dan pemecahan tersebut, selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas: a) Satuan Acara Perkuliahan 2 (SAP 2) b) Lembar kerja mahasiswa 2 (LKM 2) untuk teorema 1.6 sampai dengan teorema 1.9 c) Lembar observasi d) Soal Tes ke-2 2. Tahap Implementasi dan Observasi Pada tahap ini, seorang dosen model melakukan perkuliahan berdasarkan SAP yang telah disusun bersama-sama dengan tim. Dua dosen lainnya melakukan pengamatan terhadap ketiga karakter yang muncul ketika proses penyelesaian contoh soal atau pembuktian teorema pada Lembar Kerja Mahasiswa 2 serta ketika mahasiswa presentasi ke depan kelas. Sedangkan satu karyawan melakukan perekaman terhadap kegiatan mahasiswa selama perkuliahan berlangsung. 3. Tahap Refleksi Pada tahap ini dosen model yang melakukan implementasi SAP 2 diberi kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan perkuliahan, baik terhadap dirinya maupun mahasiswa yang dihadapi. Selanjutnya observer menyampaikan hasil analisa data observasinya, terutama menyangkut karakter yang muncul pada diri mahasiswa selama berlangsung perkuliahan yang disertai dengan pemutaran video hasil rekaman. Akhirnya, dosen yang melakukan implementasi tersebut akan memberikan tanggapan balik atas komentar para observer. Hal yang penting pula dalam tahap refleksi ini, adalah mempertimbangkan kembali SAP 2 tersebut, apakah telah sesuai dan dapat Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 66

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) membentuk karakter yag positif pada diri mahasiswa, khususnya : berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari. Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi dalam LKM, atau lainnya?. Pertimbangan pertimbangan ini selanjutnya digunakan untuk perbaikan SAP selanjutnya. Kegiatan siklus ini dilakukan seterusnya sampai tujuan yang akan dicapai yaitu pembentukan ketiga karakter positif dari mahasiswa yang menempuh mata kuliah Fisika Kuantum terpenuhi. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya dilakukan 2 kali siklus karena diharapkan setelah siklus kedua, tiga karakter positif mahasiswa akan dapat muncul secara maksimal.

Teknik dan Istrumen Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini antara lain:
1) 2) 3) 4) 5) kolaborasi antara dosen model dengan pengamat, observasi terhadap tiga karakter positif dalam diri mahasiswa dokumentasi feedback record, dan daftar nilai tes akhir sub pokok bahasan

Sedangkan instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :


1) lembar observasi terhadap tiga karakter yang muncul selama kegiatan perkuliahan berlangsung, yaitu berfikir logis, konsisten, dan tanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari. Indikator dalam instrumen ini disusun sedemikian sehingga pengamat/observer mampu membedakan ketiga karakter yang muncul pada diri mahasiswa. Setiap observer dapat memberikan penilaian dengan cara memberikan centang pada kolom dan baris yang sesuai. 2) Soal tes akhir sub pokok bahasan. Soal tersebut masing-masing terdiri dari 2 soal yang dalam proses pengerjaaan/penyelesaian mampu menumbuhkan kemampuan berfikir secara logis, konsisten dan tanggung jawab. Soal tes ini wajib dilakukan oleh 16 mahasiswa yang menempuh Fisika Kuantum secara individu.

Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan interpretasi data hasil tes akhir sub pokok bahasan dan deskripsi data hasil pengamatan karakter positif yang muncul pada diri mahasiswa selama perkuliahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I
1. Tahap Perencanaan (Plan) Pada siklus I di tahap perencanaan ini, tim dosen mata kuliah fisika kuantum bersama-sama menyusun perangkat perkuliahan yang diperlukan pada tanggal 11 Februari 2011 di ruang dosen Fisika pada jam 12.00 14.00 WIB. Adapun perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Satuan Acara Perkuliahan 1 (SAP 1) SAP ini disusun berdasarkan tujuan yang akan dicapai setelah perkuliahan, yaitu mahasiswa mampu menanamkan karkater berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap ilmunya. Untuk mencapai tujuan tersebut, tim dosen Fisika Kuantum sepakat untuk menggunakan metode diskusi kelompok, presentasi dan tugas individu. Selain itu, penyusunan SAP juga mengacu pada karakter awal yang dimilki mahasiswa, yaitu mereka cenderung tidak konsisten dan tidak mampu berfikir logis dalam setiap pembuktian teorema. b. Lembar Kerja Mahasiswa 1 (LKM 1) LKM 1 ini terdiri dari 5 permasalahan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa yaitu definisi 1.1, teorema 1.2, teorema 1.3, teorema 1.4 dan teorema 1.5. Adapun rincian dari masingmasing materi yang harus diselesaikan adalah : definisi 1.1 dan teorema 1.2 diselesaikan oleh Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 67

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) kelompok 1, teorema 1.3 dibuktikan oleh kelompok 2, teorema 1.4 dibuktikan oleh kelompok 3, sedangkan teorema 1.5 dibuktikan oleh kelompok 4. LKM ini disusun sedemikian sehingga setiap kelompok mampu mendefinisikan sebuah defini atau membuktikan suatu teorema dengan runtut, jelas, dan konsisten. Setiap kelompok diminta untuk mengisi titik-titik yang ada pada LKM dan memberikan alasan dari setiap langkah yang mereka gunakan untuk membuktikan teorema/menyelesaikan contoh soal. Sehingga observer dapat melihat kemampuan berfikir logis dan konsisten dari diri mahasiswa setelah mereka mengerjakan LKM tersebut dengan benar. c. Lembar Observasi Lembar observasi ini digunakan oleh observer untuk menuliskan hasil pengamatan mereka terhadap tiga karakter positif yang muncul ketika kegiatan perkuliahan berlangsung. Adapun tiga karakter yang dimaksud adalah kemampuan berfikir logis, kosisten dan tanggungjawab terhadap penyelesaian yang berkaitan dengan definisi 1.1., teorema 1.2 sampai dengan teorema 1.5. d. Tes akhir sub pokok bahasan 1. Tes ini terdiri dari dua soal uraian, dengan setiap mahasiswa mengerjakan soal tersebut secara individu. 2. Tahap Pelaksanaan (Do) dan Observasi Tahap pelaksaaan ini dilakukan pada tanggal 14 dan 16 Februari 2011 jam 08.50-10.30 WIB. Pada tahap ini, seorang dosen menjadi dosen model, dua orang dosen sebagai observer, dan satu orang karyawan sebagai perekam kegiatan perkuliahan. Dosen model tersebut mengajar berdasarkan pada SAP yang telah disepakati bersama, sedangkan observer melakukan pengamatan terhadap perilaku mahasiswa dalam kelompok. Setiap tim dosen dan dokumentasi tersebut sudah datang di kelas sekitar jam 08.40 WIB, sehingga mahasiswa tidak terganggu konsentrasinya dalam kegiatan perkuliahan materi Persamaan Schrongdinger. Selama perkuliahan berlangsung, observer mendapatkan data tentang karakter mahasiswa ketika mereka membuktikan suatu teorema yaitu sebagai berikut : a. Tiga kelompok atau 12 mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam membuktikan teorema. Kesulitan ini terjadi karena mereka belum memahami inti dari teorema / definisi sebelumnya, sehingga mereka belum mampu menghubungkan antara teorema yang akan dibuktikan dengan teorema / definisi sebelumnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa 12 mahasiswa tersebut belum memiliki karakter konsisten terhadap ilmu yang dipelajari. b. Semua mahasiswa yang menempuh mata kuliah Fisika Kuantum belum memiliki kemampuan berfikir secara logis. Hal ini terbukti ketika mahasiswa mengerjakan LKM, mereka hanya berpedoman pada pembuktian yang ada di buku. Mereka tidak dapat mengembangkan sendiri langkah-langkah dalam proses pembuktian. Selain itu, mahasiswa juga belum bisa memberikan alasan teorema/definisi manakah yang digunakan dalam setiap langkah pembuktian. c. Terdapat lima mahasiswa yang belum tuntas dalam tes akhir sub pokok bahasan yang pertama. Hal ini menunjukkan bahwa kelima mahasiswa tersebut belum menunjukkan karaker bertanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari. Karena mereka belum mampu menerapkan ilmu yang telah dipelajari pada sub pokok bahasan pertama dalam menyelesaikan soal-soal tes. d. Beberapa mahasiswa masih terlihat pasif ketika bekerja kelompok untuk membuktikan teorema dan tidak mau bertanya kepada dosen model jika mengalami kesulitan. 3. Tahap Refleksi (See) Tahap refleksi ini dilakukan pada tanggal 16 Februari 2011 jam 12.00 13.00 WIB di ruang dosen Fisika . Pada siklus pertama ini, tujuan yang ingin dicapai setelah mahasiswa belajar Persamaan Schrongdinger masih jauh dari harapan, khususnya dari karakter berfikir positif, konsisten dan tanggung jawab. Pada tahap refleksi ini, dosen model menjelaskan kendala-kendala yang dihadapi selama kegiatan perkuliahan berlangsung yaitu : Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 68

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) a. mahasiswa masih bingung terhadap langkah-langkah pembuktian yang digunakan beserta alasan yang diberikan terhadap setiap langkah tersebut b. mahasiswa masih belum memahami maksud dari definisi 1.1, sehingga mereka kesulitan dalam membuktikan suatu barisan bilangan real yang terbatas c. mahasiswa masih belum memahami maksud dari teorema yang harus mereka buktikan Setelah dosen model menjelaskan kendala yang dihadapi, dua orang observer juga menjelaskan hasil pengamatan mereka dengan ditampilkan pula rekaman kegiatan mahasiswa selama berkelompok dan presentasi. Hasil pengamatannya adalah mahasiswa belum mampu berfikir secara logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari. Selain itu mahasiswa tidak mau bertanya kepada dosen jika mereka mengalami kesulitan dalam pembuktian dan beberapa mahasiswa hanya berdiam diri ketika berdiskusi. Hasil refleksi tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan SAP untuk kegiatan perkuliahan berikutnya yaitu pada tanggal 21 dan 23 Februari 2011.

Siklus II
1. Tahap Perencanaan (Plan) Tahap perencanaan di siklus 2 ini dilakukan pada tanggal 18 Februari 2011 jam 12.00-14.00 WIB. Pada siklus II di tahap perencanaan ini, seorang dosen model dan dua orang pengamat merancang bersama-sama perangkat pembelajaran dengan mengacu pada temuan di siklus I. Temuan tersebut adalah mahasiswa kurang memiliki kemampuan berfikir logis, konsisten dan bertanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari (definisi 1.1 dan contohnya, serta teorema 1.2 sampai dengan teorema 1.5). Selain itu, mahasiswa juga bersikap pasif dalam membuktikan suatu teorema serta tidak bertanya jika mereka mengalami kesulitan. Oleh karena itu, perangkat yang akan disusun harus membuat mahasiswa lebih aktif selama kegiatan perkuliahan sehingga mereka mampu berfikir secara logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap ilmunya setelah mempelajari teorema 1.6 sampai dengan teorema 1.9. Berdasarkan tujuan tersebut, maka tim dosen mata kuliah Fisika Kuantum sepakat akan menerapkan model penemuan terbimbing dengan metode diskusi kelompok, tanya jawab, dan penugasan dalam kegiatan perkuliahan di siklus ke 2 ini. Diharapkan dengan penemuan terbimbing tersebut, mahasiswa terbiasa belajar menemukan sesuau berdasarkan konsep atau prinsip yang telah mereka miliki. Selain itu, dosen model juga sangat berperan aktif untuk membimbing mahasiswa dengan cara berkeliling ke semua kelompok untuk membantu mereka ketika mengalami kesulitan. Dosen model juga dapat melakukan tanya jawab secara langsung kepada setiap kelompok, sehingga mereka akan termotivasi untuk membuktikan teorema yang diberikan di LKM 2. Adapun perangkat pembelajaran yang telah disepakati bersama oleh tim dosen mata kuliah Fisika Kuantum pada siklus ke 2 ini adalah sebagai berikut : a. Satuan Acara Perkuliahan 2 (SAP 2) Langkah-langkah perkuliahan yang dituliskan ada SAP yang disusun dalam siklus 2 ini mengacu pada langkah-langkah penemuan terbimbing, yaitu : 1) pemberian masalah berupa teorema 2) pengembangan data : mahasiswa diminta untuk menuliskan langkah awal yang akan digunakan untuk membuktikan teorema tersebut 3) penyusunan data : mahasiswa diminta untuk mengamati apa yang diketahui dari teorema, yang akan dibuktikan, serta langkah awal yang telah mereka tetapkan. Kemudian mahasiswa diminta untuk menyusun keruntutan dari proses-proses pembuktian yang mereka gunakan. 4) penambahan data : mahasiswa diminta untuk menambahkan langkah-langkah pembuktian sehingga akan menghasilkan suatu pembuktian yang benar. Selain itu, dalam proses kegiatan perkuliahan, diterapkan pula metode diskusi kelompok, tanya jawab, dan penugasan. Yang dimaksud dengan diskusi kelompok yaitu 4 Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 69

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) mahasiswa membentuk kelompok, kemudian mereka saling menyampaikan ide untuk menentukan konsep atau prinsip apa yang diperlukan untuk pembuktian teorema yang mereka buktikan. Mahasiswa juga diharapkan melakukan tanya jawab kepada sesama teman dalam satu kelompok atau dengan dosen model ketika terjadi kesulitan dalam pembuktian. Diharapkan dengan kegiatan perkuliahan seperti di atas, tiga karakter positif yang akan dibentuk dalam diri mahasiswa terwujud. b. Lembar Kerja Mahasiswa 2 (LKM 2) Langkah-langkah penyelesaian masalah pada LKM 2 ini mengacu pada setiap langkah yang ada di penemuan terbimbing. Sehingga mahasiswa akan menuliskan setiap langkah pembuktian pada baris yang telah ditentukan di LKM 2 ini. Mahasiswa akan dipandu dengan berbagai macam pertanyaan yang mengarah pada hasil akhir sebuah pembuktian yang benar. c. Lembar Observasi Lembar observasi ini digunakan oleh observer untuk menuliskan hasil pengamatan mereka terhadap tiga karakter positif yang muncul ketika kegiatan perkuliahan berlangsung. Adapun tiga karakter yang dimaksud adalah kemampuan berfikir logis, kosisten dan tanggungjawab terhadap penyelesaian yang berkaitan dengan teorema 1.6 sampai dengan teorema 1.9. d. Tes akhir sub Pokok Bahasan 2 Tes ini terdiri dari dua soal uraian, dengan setiap mahasiswa mengerjakan soal tersebut secara individu. 2. Tahap pelaksanaan (Do) dan Observasi Tahap pelaksaaan ini dilakukan pada tanggal 21 dan 23 Februari 2011 jam 08.50-10.30 WIB. Pada tahap ini, seorang dosen menjadi dosen model, dua orang dosen sebagai observer, dan satu orang karyawan sebagai perekam kegiatan perkuliahan. Dosen model tersebut mengajar berdasarkan pada SAP yang telah disepakati bersama, sedangkan observer melakukan pengamatan terhadap perilaku mahasiswa dalam kelompok. Setiap tim dosen dan dokumentasi tersebut sudah datang di kelas sekitar jam 08.40 WIB, sehingga mahasiswa tidak terganggu konsentrasinya dalam kegiatan perkuliahan materi Persamaan Schrongdinger bagian teorema 1.6 sampai dengan teorema 1.9. Selama perkuliahan berlangsung, observer mendapatkan data tentang karakter mahasiswa ketika mereka membuktikan suatu teorema yaitu sebagai berikut : a. Semua mahasiswa sudah mampu membuktikan teorema berdasarkan definisi atau teorema sebelumnya, sehingga mereka sudah dapat menghubungkan kekonsistensian antara teorema yang akan dibuktikan dengan teorema yang telah dibuktikan sebelumnya. b. Semua mahasiswa yang menempuh mata kuliah Fisika Kuantum sudah memiliki kemampuan berfikir secara logis. Hal ini terbukti ketika mahasiswa mengerjakan LKM 2, mereka sudah dapat mengembangkan sendiri langkah-langkah dalam proses pembuktian dan tidak terpaku pada buku. Selain itu, mahasiswa juga sudah mampu memberikan alasan teorema/definisi manakah yang digunakan dalam setiap langkah pembuktian. c. Semua mahasiswa terkategori tuntas dalam tes akhir sub pokok bahasan yang kedua. Hal ini menunjukkan bahwa semua mahasiswa tersebut sudah menunjukkan karaker bertanggung jawab terhadap materi yang telah dipelajari. Mereka sudah mampu menerapkan ilmu yang telah dipelajari pada sub pokok bahasan kedua dalam menyelesaikan soal tes. d. Sebagian besar mahasiswa sudah terlihat aktif dalam kegiatan berdiskusi kelompok dan juga tanya jawab dengan dosen model maupun sesama teman dalam satu kelompok. 3. Tahap refleksi (See) Tahap refleksi ini dilakukan pada tanggal 23 Februari 2011 jam 12.00 13.00 WIB di ruang dosen fisika. Pada siklus kedua ini, tujuan yang ingin dicapai setelah mahasiswa belajar Persamaan Schrongdinger sudah sesuai dengan harapan yaitu terbentuknya karakter berfikir logis, konsisten dan tanggung jawab terhadap ilmu yang telah mereka pelajari pada diri mahasiswa. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 70

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) KESIMPULAN Berdasarkan hasil refleksi dan pembahasan terhadap pelaksanaan Lesson Study, dapat disimpulkan bahwa setiap mahasiswa mampu mengembangkan kemampuan berfikir logis mereka, mampu bersikap konsisten dan bertanggung jawab terhadap ilmu yang telah dipelajari. Sehingga dapat dikatakan bahwa langkah-langkah yang digunakan dalam kegiatan lesson study ini dapat diterapkan untuk membentuk karakter positif mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember yang menempuh mata kuliah Fisika Kuantum. DAFTAR RUJUKAN
Hendayana,S.2006. LESSON STUDY Suatu Strategi untuk Meningkatkan Kepropesionalan Pendidik. Bandung:UPI Press. Rahayu, Sri. 2005. Lesson Study Sebagai Model Pengembangan Profesi Guru dalam Upaya Meningkatkan Pembelajarn MIPA. Makalah disajikan pada seminar dan workshop Lesson Study di FMIPA UM, 21 Juni 2005. Susilo, Herawati dkk. 2010. Lesson Study Berbasis Sekolah, Guru Konservatif Menuju Guru Inovatif. Bayumedia Publishing. Malang. . 2011. Pedoman Penulisan Makalah Lesson Study Seminar Exchange of Experience. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 71

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENGARUH PERBEDAAN (STRATEGI PEMBELAJARAN DAN PEMBERIAN ADVANCE ORGANIZER SERTA PRIOR KNOWLEDGE) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X MATA PELAJARAN FISIKA

Ahmad Harjono
Abstract. The purpose of this study was to determine the main effect and interaction of learning strategies and the provision of advance organizers as well as prior knowledge of students' learning outcomes physics class X. This research uses quasi-experimental design of pretest-posttest nonequivalent control group design with a factorial 2 x 2 x 2. Research subjects were high school students 7 Mataram West Nusa Tenggara Province in class X semester 2010/2011 school year. The sample totaled 143 students to four different types of treatment. The results of this study indicate that there is no interaction between learning strategies, advance organizers, and prior knowledge of students' learning outcomes physics class X. Descriptive statistics show that the strategy of cooperative learning structure think-pair-share with the provision of advance organizer can increase learning outcomes are higher than three other learning strategies. Although in this study did not find any interaction between learning strategies, giving advance organizer, and prior knowledge of physics learning outcomes, but these three variables can be considered its use in the practice of learning by taking into account the positives and negatives. Keywords: learning strategies, Co-operative think-pair-share, expository, advance organizer, prior knowledge, learning outcomes

Strategi pembelajaran kooperatif mengarahkan aktivitas kelas berpusat pada siswa dan memanfaatkan kecenderungan berinteraksi serta berdampak positif terhadap siswa yang memiliki pemahaman rendah (Lundgren,1994). Arends (2007) menyatakan bahwa strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting, yaitu: prestasi akademik, toleransi, penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Slavin (2005) membagi strategi pembelajaran kooperatif dalam dua pendekatan struktural, yaitu: (1) struktur think-pair-share dan struktur numbered heads together. Demikian juga, Kagan (1998) menekankan pendekatan pembelajaran kooperatif berdasarkan struktur. Strategi pembelajaran kooperatif struktur think-pair-share pertama dikembangkan oleh Lyman (1985) dan beberapa rekannya di Universitas Maryland untuk mengubah pola wacana dalam kelas. Pendekatan struktur dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi lain yang dapat membantu siswa dengan latar belakang pengetahuan rendah adalah pemberian advance organizer. Pembelajaran bermakna menganjurkan pentingnya pemahaman konsep-konsep terutama dalam pembelajaran sains (Ausubel, et al., 1978; Novak, et al., 1994). Pembelajaran fisika atau sains tidak dapat dilepaskan dengan pemahaman konsep-konsep dan hubungan antar konsep. Ausubel sangat menekankan agar para guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa supaya pembelajaran bermakna dapat berlangsung. Novak dan Gowin (1984) dalam bukunya Learning How to Learn, membantu Ausubel menyediakan alat untuk mengetahui apa yang telah diketahui siswa dengan pertolongan peta konsep. Ausubel menggambarkan advance organizers are technique for helping student access prior knowledge that in turn can clarify instructional material presented to them and an advance organizer is introducSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 72

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) tory material at a higher level of abstraction, generality, and inclusiveness than learning passage itself(Ausubel, 1978). Lebih lanjut, Mayer (2003) menyatakan bahwa advance organizer is information that presented prior to learning and can be used by the learner to organize and interpret new incoming information. Cara yang paling efisien untuk menghubungkan materi baru dengan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif adalah advance organizer dan disajikan sebelum materi baru dipelajari (Ausubel, 1963). Advance organizer dipresentasikan dalam beberapa bentuk. Botwinick (1978) mengembangkan advance organizer dalam bentuk konsep, Tony (1999) menggunakan tujuan pembelajaran sebagai advance organizer. Kirkman dan Shaw (1997) memanfaatkan oral advance organizer. Peta konsep direkomendasikan digunakan dalam kimia oleh Novak dan Gowin (1984). Advance organizer juga dimanfaatkan pada fisika dan kesusastraan (Moreira, 1985), membaca (Gold,1984) dan pembelajaran berbantuan komputer (Heinze-Fry, et al., 1984). Penelitian ini menggunakan pemberian advance organizer dalam bentuk peta konsep dalam pembelajaran fisika untuk mendapatkan pembelajaran bermakna sesuai dengan saran Ausubel, et al., (1978) dan Novak dan Gowin (1984), yang menganjurkan pentingnya pemahaman konsepkonsep kunci dan hubungan antar konsep. Di samping strategi pembelajaran yang tepat, Dick, et al., (2001) menyatakan bahwa:information about the groups general characteristics can be very helpful in planning instruction tailored to group needs. Dochy (1996) menyatakan bahwa prior knowledge adalah salah satu variabel yang cukup penting dalam belajar. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat pengaruh perbedaan (strategi pembelajaran dan pemberian advance organizer serta prior knowledge) pada perlakuan atau level berbeda terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika. Untuk dapat melihat pengaruh utama dan pengaruh interaksi antar variabel-varibel tersebut dilakukan pengujian hipotesis. Pengaruh utama strategi pembelajaran, pemberian advance organizer, dan prior knowledge diharapkan memberi pengaruh kuat terhadap hasil belajar.
METODE PENELITIAN

Subjek penelitian adalah siswa SMA 7 Kota Mataram Provinsi NTB pada kelas X (kelas XA-kelas XM) semester I tahun pelajaran 2010/2011. Selanjutnya, 13 kelas tersebut diberikan pretest untuk memperoleh 4 kelas yang memiliki prior knowledge setara dan dipilih secara acak kelas-kelas untuk mendapat perlakuan. Peneliti dan dua guru mitra penelitian terlibat dalam merancang bahan ajar dan rencana pembelajaran untuk empat kelompok perlakuan, yaitu: (1) kelompok strategi pembelajaran kooperatif struktur think-pairshare + pemberian advance organizer, (2) kelompok strategi pembelajaran kooperatif struktur think-pairshare, (3) kelompok strategi pembelajaran ekspositori + pemberian advance organizer, dan (40 kelompok strategi pembelajaran ekspositori. Guru mitra mendapatkan pelatihan sebelum penelitian dan pengambilan data. Pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dilakukan dua pengamat dengan skala pengamatan 1 sampai 4. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu pretest-posttest nonequivalent control group design (Tuckman,1999; Ferguson dan Takane,1989), dengan versi faktorial 2 x 2 x 2. Rancangan faktorial diartikan sebagai struktur penelitian, di mana dua variabel bebas atau lebih saling diperhadapkan untuk mengkaji akibat-akibatnya secara mandiri dan interaktif terhadap suatu variabel terikat (Kerlinger,1986). Variabel pertama memiliki dua tingkatan, variabel kedua memiliki dua tingkatan, dan variabel ketiga memiliki dua tingkatan atau faktorial 23 (Wiersma,1991). Analisis data dilakukan dengan Three-Way Analysis of Variance untuk menguji hipotesis penelitian (Tabachnick and Fidell, 2001; Hinkle, et al., 1988; Sevilla, et al., 1988; Hair, et al., 2006; Ferguson dan Takane, 1989). Hipotesis yang diuji adalah perbedaan hasil belajar antar kelompok subjek penelitian yang diberikan perlakuan berbeda dan pengaruh interaktifnya. Pengujian hipotesis nihil (Ho) dilakukan pada taraf signifikansi 5% atau = 0,05. Analisis statistik menggunakan program SPSS version 16.0 for windows.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 73

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Hasil Secara deskriptif skor rerata (Mean) dan standar deviasi (SD) prior knowledge fisika untuk kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Skor Rerata dan Standar Deviasi Prior Knowledge Fisika
Kelas X-C (TPS + AO) Kelas X-B (TPS) Kelas X-M (Ekps + AO) Kelas X-G (Ekps) Total N 35 36 36 36 143 Mean 34.89 34.78 34.53 34.11 34.57 Std 11.240 11.110 11.631 9.928 10.881 Sdt.Error 1.900 1.852 1.939 1.655 0.910

Keputusan bahwa seorang siswa termasuk memiliki prior knowlwdge tinggi atau rendah adalah dengan patokan total mean = 34,57. Siswa yang memiliki prior knowledge rendah jika skor pretest lebih kecil dari 34,57 dan termasuk prior knowledge tinggi jika memiliki skor pretest lebih besar atau sama dengan 34,57. Tabel 4.2 Uji Anova Prior Knowledge Fisika Between Groups Within Group Total Sum of Squares 12.686 16800.293 16812.979 Df 3 139 142 Mean Square 4.229 120.865 F 0.035 Sig. 0,991

Uji univariat pada Tabel 4.2 menunjukkan kesamaan rerata skor antar kelompok untuk prior knowledge fisika dengan nilai F = 0,035 dengan angka probalilitas 0,991. Oleh karena probabilitas (>0,05), maka hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengambil keputusan bahwa keempat kelompok subjek penelitian adalah identik. Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Test of Homogeneity of Variances dengan Levene Statistic untuk menguji apakah varian-kovarian antar kelompok tersebut sama (Hair, et al., 2006; Pratisto, 2004). Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data
Strategi Pembelajaran N Normal Parameters(a,b) Koop.TPS Koop. TPS Eksp + AO Ekspo. + AO tanpa AO tanpa AO 35 36 36 36 72.17 65.72 67.83 66.25 Mean 8.662 8.736 10.347 7.640 Std. Deviation .142 .097 -.142 .842 .478 .160 .118 -.160 .960 .315 .145 .076 -.145 .872 .433 .123 .096 -.123 .736 .652

Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa keempat perlakuan strategi pembelajaran memiliki nilai taraf signifikansi lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data pretest adalah normal. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 74

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Berikut ini disajikan hasil uji homogenitas data dengan menggunakan uji statistik Levene. Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data dengan Levenes Test
F Hasil Belajar 1.896 df1 7 df2 135 Sig. .075

Tabel 4.4 memperlihatkan nilai probabilitas yang dihasilkan adalah 0,075 (>0,05), sehingga hipotesis nol yang menyatakan tidak ada perbedaan varian dalam kelompok sampel diterima. Hasil analisis data menggunakan teknik analisis varian tiga jalur dengan dua variable, yaitu: (1) strategi pembelajaran berbeda (dua perlakuan), (2) advance organizer berbeda (dua perlakuan), dan (3) prior knowledge (dua level) berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel 4.7. Tabel 4.5 Hasil Analisis Varian Tiga Jalur (Strategi +AO+2 level PK) ____
Tests of Significance for POSTTEST using UNIQUE sums of squares Source of Variation SS DF MS F Sig of F WITHIN+RESIDUAL AO BY STRATEGI WITHIN PK(1) AO BY STRATEGI WITHIN PK(2) PK*AO STRATEGI*PK STRATEGI AO PK (Model) (Total) R-Squared = Adjusted R-Squared = 5763.52 35.31 317.95 50.49 12.29 103.83 519.41 5108.49 135 1 1 1 1 1 1 1 42.69 35.31 317.95 50.49 12.29 103.83 519.41 5108.49

.83 7.45 1.18 .29 2.43 12.17 119.66

.365 .007 .279 .593 .121 .001 .000

6155.30 7 879.33 20.60 .000 11918.83 142 83.94 .516 .491___________________________________________

Tabel 4.6 Hasil Analisis Varian Tiga Jalur (PK +Strategi + level AO)_____
Tests of Significance for POSTTEST using UNIQUE sums of squares Source of Variation SS DF MS F Sig of F WITHIN+RESIDUAL STRATEGI BY PK WIT HIN AO(1) STRATEGI BY PK WIT HIN AO(2) AO*STRATEGI AO*PK STRATEGI AO PK (Model) (Total) R-Squared = Adjusted R-Squared = 5763.52 67.18 10.65 135 1 1 42.69 67.18 10.65

1.57 .25

.212 .618

277.56 1 277.56 6.50 .012 50.49 1 50.49 1.18 .279 103.83 1 103.83 2.43 .121 519.41 1 519.41 12.17 .001 5108.49 1 5108.49 119.66 .000 6155.30 7 879.33 20.60 .000 11918.83 142 83.94 .516 .49________________________________________

Tabel 4.7 Hasil Analisis Varian Tiga Jalur (AO+PK+2 level Strategi)_____
Tests of Significance for POSTTEST using UNIQUE sums of squares Source of Variation SS DF MS F Sig of F

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 75

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


WITHIN+RESIDUAL AO BY PK WITH IN STRATEGI(1) AO BY PK WITH IN STRATEGI(2) STRATEGI*AO STRATEGI*PK STRATEGI AO PK (Model) (Total) 5763.52 116.25 .50 277.56 12.29 103.83 519.41 5108.49 6155.30 11918.83 135 1 1 1 1 1 1 1 7 142 42.69 116.25 .50 277.56 12.29 103.83 519.41 5108.49 879.33 83.94

2.72 .01 6.50 .29 2.43 12.17 119.66 20.60

.101 .914 .012 .593 .121 .001 .000 .000

R-Squared = .516 Adjusted R-Squared = .491 _________________________________________________________________________

Berdasarkan Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel 4.7, dapat dinyatakan sebagai berikut: (1) tidak ada perbedaan hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan strategi pembelajaran kooperatif struktur think-pair-share dan kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan strategi pembelajaran ekspositori, (2) ada perbedaan hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika antara kelompok siswa dengan pemberian advance organizer dan kelompok siswa tanpa pemberian advance organizer, (3) ada perbedaan hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika antara kelompok siswa yang memiliki prior knowledge tinggi dan kelompok siswa yang memiliki prior knowledge rendah, (4) ada interaksi antara strategi pembelajaran dan advance organizer terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika,(5) tidak ada interaksi antara strategi pembelajaran dan prior knowledge terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika, (6) tidak ada interaksi antara pemberian advance organizer dan prior knowledge terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika, dan (7) Jika level prior knowledge dipisahkan menjadi prior knowledge tinggi dan prior knowledge rendah, maka terdapat interaksi antara strategi pembelajaran, pemberian advance organizer dan prior knowledge rendah dengan taraf signifikansi 0,007<0,05. Tidak terdapat interaksi pengaruh antara strategi pembelajaran, pemberian advance organizer, dan prior knowledge tinggi terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika. Keterlaksanaan pembelajaran untuk kelompok strategi pembelajaran kooperatif struktur thinkpair-share dengan pemberian advance organizer rerata 3,90 (sangat baik), kelompok strategi pembelajaran kooperatif struktur think-pair-share rerata 3,80 (sangat baik), kelompok strategi pembelajaran ekspositori dengan pemberian advance organizer rerata 3,88, dan kelompok strategi pembelajaran ekspositori rerata 3,73 (sangat baik). Secara umum pelaksanaan strategi pembelajaran berdasarkan sintak masing-masing berlangsung sangat baik. 2 Pembahasan Penelitian ini memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar antara strategi pembelajaran kooperatif struktur think-pair-share dan ekspositori. Alasan teorotis tidak adanya perbedaan hasil belajar antara kedua strategi pembelajaran (kooperatif struktur think-pair-share dan ekspositori) adalah saling ketergantungan positif dalam pembelajaran belum terjadi antar siswa dalam struktur think-pair-share. Johnson dan Johnson (1994) membagi saling ketergantungan menjadi: (1) positif, (2) negatif, dan (3) tidak ada saling ketergantungan yang muncul di antara siswa. Peneliti memprediksi bahwa tidak adanya saling ketergantungan di antara siswa cukup dominan dalam strategi pembelajaran kooperatif struktur think-pairshare sehingga hasil belajar tidak meningkat secara optimal. Tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa strategi think-pair-share dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. antara lain oleh Carss (2007), Bowering, et al., (2007), Rosmaini, et al., (2004), Saptriana dan Handoyo (2006), Rumallang (2003), dan Agustina (2003). Berdasarkan temuan penelitian ini dan temuan-temuan penelitian lain dapat dinyatakan bahwa suatu strategi pembelajaran memiliki dasar teoritis dan empiris untuk menyukseskan pembelajaran. Setiap strategi pembelajaran memiliki kekhasan tersendiri. Hal ini dinyatakan oleh Killen (1998): No teaching strategy is better than others in all circumstance, so you have to be able to use a variety strategies, and Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 76

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) make rational decisions about when each of the teaching strategies is likely to most effective. Jadi, guru harus mampu memilih strategi yang tetap dengan keadaan. Pemberian advance organizer dapat meningkatkan hasil belajar lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian advance organizer. Temuan penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, di mana pemberian advance organizer dalam berbagai format atau bentuk dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar, antara lain oleh: Willerman dan Mac Harg (1990), Cascales, et. al., (2001), Derbentseva, et al., (2004), Thompson (1998), DaRos dan Onwuegbuzie (1999), Bills (1997), Salman (2006), Laoye (1992), Adelodun (1991), Ojerende (1986), Egbugara (1988), Luiten, et al., (1980), Karwono (2007), Sancar dan Yildiz (2007), dan Robinson (2006) menemukan bahwa advance organizer adalah strategi yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan kajian teoritis dan temuan-temuan penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa advance organizer dapat membantu agar informasi lebih bermakna (meaningful) bagi siswa dengan menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru dan berfungsi sebagai intellectual scaffolding. Advance organizer mampu memfasilitasi siswa membangun pengetahuan menjadi lebih lengkap. Sejalan dengan hal tersebut, Mayer (1979) menyatakan bahwa advance organizer mempunyai pengaruh paling kuat pada kemampuan mentransfer dan bukan pada kemampuan mengingat kembali. Prior knowledge tinggi lebih besar pengaruhnya daripada prior knowledge rendah terhadap hasil belajar. Hal ini mengindikasikan bahwa prior knowledge menjadi salah satu variabel penting dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk membantu keberhasilan belajar. Tobias (1982) menyatakan bahwa students prior knowledge is the most important factor in determining the outcomes of any instructional situation. Dari penyataan ini bahwa prior knowledge menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan hasil belajar dalam situasi pembelajaran apapun. Pentingnya peranan prior knowledge juga dinyatakan oleh Ausubel (1968): If I had to reduce all of educational psychology to but one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him (or her) accordingly. Jadi, membelajarkan materi haruslah dimulai dari apa yang telah diketahui siswa dan prior knowledge tepatnya memulai pembelajaran. Temuan penelitian-penelitian terdahulu memperkuat hasil penelitian ini yang memperlihatkan bahwa prior knowlwdge memberikan pengaruh terhadap hasil belajar, antara lain oleh: Cook, at el, (2008), Serafino dan Cicchelli (2003), Chalowski dan Chan (2001), Thompson dan Zamboanga (2004), Cook (2006), Shapiro (2004), Hmelo dan Nagarajan (2000), Yenilmez, et al., (2006), dan Clariana dan Koul (2008). Jadi, semakin komplit prior knowledge dan skemata seseorang tentang materi tertentu, semakin mudah ia untuk memproses informasi baru dan melihat lebih banyak hubungan abstraknya. Interaksi strategi pembelajaran dan pemberian advance organizer adalah signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika. Strategi pembelajaran dengan pemberian advance organizer dengan nilai rerata hasil belajar lebih tinggi daripada tanpa pemberian advance organizer. Ghazali (2008) menyatakan bahwa pengaruh interaksi adalah joint effect dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil interaksi signifikan antara strategi pembelajaran dan pemberian advance organizer termasuk pola interaksi ordinal. Selanjutnya, Hair, et al., (2006) menyatakan bahwa: When the effect of a treatment are not equal across all levels of another treatment, but the group difference (s) is always the same direction, we term this an ordinal interaction. In the other words, the group means for one level are always greater/lower than other level of the same treatment no matter how they are combined with the other treatment. Temuan penelitian yang sejalan dengan penelitian ini antara lain oleh: Box dan Little (2003), Macfarlane dan Mynatt (1988), Liu (2006), Lin dan Chen (2007), McManus (2000), Githua dan Nyabwa (2008), dengan pemberian advance organizer pada berbagai strategi pembelajaran menunjukkan pengaruh signifikan terhadap hasil belajar. Temuan penelitian ini dan temuan-temuan penelitian terdahalu memberikan dukungan pada pemberian advance organizer sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar. Tidak signifikannya interaksi antara strategi pembelajaran dan prior knowledge dapat diinterpretasikan atas dasar pengaruh utama (main effect) untuk strategi pembelajaran. Pengaruh strategi pembelajaran terhadap hasil belajar tidak bergantung pada tinggi-rendahnya prior knowledge. Beberapa penelitian menyarankan perbedaan dalam prior knowledge siswa adalah satu faktor terkuat yang mempengaruhi hasil beSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 77

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) lajar, pemahaman materi perkuliahan, dan potensial untuk pembelajaran bermakna (Ausubel, 1968; Beckwith, 1991; Hadwin, et al., 1999, Yates dan Chandler, 1991). Temuan-temuan penelitian lain oleh ODonnell dan Dansereau (2000) dan Chen (2010). juga menyatakan pentingnya variabel prior knowledge terhadap hasil belajar. Tidak signifikannya pengaruh interaksi antara advance organizer dan prior knowledge, dapat diinterpretasikan atas dasar pengaruh utama (main effect) untuk advance organizer. Pengaruh advance organizer terhadap hasil belajar tidak bergantung pada tinggi-rendahnya prior knowledge. Siswa yang memiliki prior knowledge tinggi tidak membutuhkan informasi penghubung untuk mempelajari pengetahuan baru. Sebaliknya, siswa yang memiliki prior knowledge rendah lebih membutuhkan informasi penghubung untuk mempelajari pengetahuan yang baru. Informasi penghubung antara prior knowledge dengan pengetahuan baru disebut advance organizer (Ausubel, 1960; Ausubel, et al., 1978; Mayer, 2003, dan Clark 2003). Berdasarkan argumentasi di atas, pemberian advance organizer tidak efektif untuk siswa yang memiliki prior knowledge tinggi tetapi berguna untuk yang memiliki prior knowledge rendah. Hal ini sesuai dengan Mayer (2003) yang menyatakan bahwa: Advance organizer should be most effective in situations where the learner either does not possess or would not normally use appropriate prerequisite knowledge for organizing incoming information. Advance organizer should be most effective for student who lack prior knowledge but not as effective for those who possess prior knowledge. Temuan hasil penilitian ini menunjukkan bahwa pengaruh kuat pemberian advance organizer dan pengaruh kuat prior knowledge menyebabkan pengaruh interaksi keduanya terhadap hasil belajar lemah (tidak signifikan), sehingga tidak ada interaksi antara advance organizer dan prior knowledge terhadap hasil belajar. Temuan penelitian-penelitian yang sejalan hasil temuan penelitian ini antara lain oleh West dan Fensham (1976) dan Kirkman dan Shaw (1997). Tidak ada interaksi antara strategi pembelajaran, pemberian advance organizer, dan prior knowledge terhadap hasil belajar. Hal ini dapat dipahami karena pemberian advance organizer pada konsep-konsep relevan dengan prior knowledge dan advance organizer hanya efektif diberikan kepada siswa-siswa yang memiliki prior knowledge rendah bukan prior knowledge tinggi. Peneliti memprediksikan bahwa penyebab ada interaksi antara strategi pembelajaran dan advance organizer adalah karena siswa-siswa berlatar belakang level prior knowledge rendah bukan level prior knowledge tinggi. Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat Ausubel, et al, (1978) bahwa the organizer is to provide ideational scaffolding for the stable incorporation and retention of more detailed and differentiated material that follow. In short, the advance organizer activates or provides organized prior knowledge that can be used to assimilate the incoming information. Dengan pernyatan serupa, advance organizer berfungsi mengaktifkan prior knowledge yang dapat digunakan untuk mengasimilasi atau mengenali informasi. Lebih lanjut Mayer (2003) menyatakan bahwa advance organizer may influence cognitive processing in several ways, such as by providing prerequisite knowledge or helping learners make connections between incoming information and prior knowledge( i.e., the process of integrating). Hasil pengujian hipotesis interaksi antara strategi pembelajaran, advance organizer, dan prior knowledge menunjukkan tidak ada interaksi di antara ketiganya. Temuan penelitian ini memperkuat pernyataan Mayer (2003) bahwa advance organizers are more effective when learners lack prior knowledge, artinya advance organizer lebih efektif ketika siswa-siswa memiliki prior knowledge rendah. Advance organizer yang dipresentasikan disyaratkan memiliki tingkat yang lebih abstrak, umum, dan menyeluruh daripada materi baru serta berbeda dengan summary dan overview. Berdasarkan uraian di atas, dapat dimengerti bila tidak ada interaksi antara strategi pembelajaran dan pemberian advance organizer serta prior knowledge terhadap hasil belajar karena tidak ada interaksi antara strategi pembelajaran dan prior knowledge serta tidak ada interaksi antara advance organizer dan prior knowledge.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) strategi pembelajaran dan pemberian advance organizer serta prior knowledge rendah menunjukkan ada interaksi signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika, (2) Strategi pembelajaran dan Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 78

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) pemberian advance organizer serta prior knowledge tinggi menunjukkan tidak ada interaksi signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika. Secara umum, strategi pembelajaran dan pemberian advance organizer serta prior knowledge menunjukkan ada interaksi terhadap hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran fisika. Saran-saran yang diajukan, antara lain: (1) guru hendaknya memanfaatkan waktu secara luwes pada saat fase thinking, fase pairing, dan fase sharing disesuaikan dengan tingkat kesulitan masalah yang dibahas dan memberikan pergiliran pada siswa/pasangan, (2) dalam merencanakan, mengorganisasi, menyampaikan, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran, hendaknya mempertimbangkan prior knowledge sebagai variabel yang diprediksi mempengaruhi hasil belajar, (3) Advance organizer efektif diberikan jika siswa memiliki prior knowledge rendah dan tidak bermanfaat untuk prior knowledge tinggi sehingga hendaknya tidak secara sembarang memberikannya. Walaupun dalam penelitian ini tidak ada interaksi antara strategi pembelajaran dan pemberian advance organizer serta prior knowledge terhadap hasil belajar, namun ketiga variabel dapat dipertimbangkan pemanfaatan dalam praktek pembelajaran dengan memperhatikan sisi positif dan negatifnya.
DAFTAR RUJUKAN Adelodun, A.A. 1991. The effect of Gagne task analysis approach of instructional planning on student achievement in mathematics, Thesis Unpublished Ph.D. University of Ilorin. Agustina, R. 2003. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Biologi SMU Bahan Kajian Lingkungan Melalui Metode Pembelajaran Diskusi Kelas Strategi Think-Pair-Share. Tesis tidak diterbitkan, Surabaya: PPs Unesa. Arends, R.I. 2007. Learning to Teach. New York: McGraw Hill Company, Inc. Ausubel, D.P. 1960. The Use of Advance Organizers in the Learning and Retention of Meaningful Verbal Material. Journal of Educational Psychology. 51. Ausubel, D.P. 1963. Cognitive Structure and the Facilitation of Meaningful Verbal Learning. Journal of Teacher Education, 14. Ausubel, D.P.1968. Educational Psychology: A Cognitive View. Second Edition. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Ausubel, D.P. 1978. The defense of Advance Organizers: A reply to the Critics. Review of Educational Research. 48 (2): 251-257. Ausubel, D.P. Novak, J.D. & Hanesian, H. 1978. Educational Psychology A Cognitive View. (2nd ed.). New York: Holt, Rinehart and Winston. Beckwith, J.B. 1991. Approaches to learning, their context and relationship to assessment performance, Higher Education. 22, 17-30. Bills, C. 1997. Effects of structure and interactivity on internet-based instruction. Paper presented at the Interservice/Industry Training Simulation, and Education Conference. Orlando: FL. Botwinick, J. 1978. Aging and Behavior. New York: Springer. Bowering, M., Leggett, B.M. & Hui, L. 2007. Opening up Thinking: Reflections on Group Work in Bilingual Postgraduate Program. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. 19(2):105-116. Box, J.A. & Little, D.C. 2003. Cooperative Small-Group Instruction Combined with Advance Organizer and Their Relationship to Self-Concept and Social Studies Achievement of Elementary School Students. Journal of Instructional Psychology, 30(4):285. Carss, W.D. 2007. The Effect of Using Think-Pair-Share During Guided Reading Lessons. A thesis for the Degree of Master of Education. New Zeeland: The University of Waikota. Cascales, J.A., Solano, E. & Leon, G. 2001. The Use of Concept in The Teaching of Introductory Chemistry in Engineering. School Session 8B5, 8B5-21. International Conference on Engineering Education.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 79

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Clariana, R.B. & Koul, R. 2008. The effects of learner prior knowledge when creating concept maps from a text passage. International Journal of Instructional Media. New York, 35(2): 229. Clark, R.C. 2003. Building Expertise: Cognitive Methods for Training and Performance Improvement. International Society for Performance Improvement. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc. Cook, M.P. 2006. Visual representations in science education: The influence of prior knowledge and cognitive load theory on instructional design principles. Science Education, 90(90):1073. Cook, M., Wiebe, E.N. & Carter, G. 2008. The influence of prior knowledge on viewing and interpreting graphics with macroscopic and molecule representation. Science Education, 92(5):848. DaRos. D. & Onwuegbuzie, A.J. 1999. The Effect of Advance Organizer on Achievement in Graduete-Level Research Methodology Courses. The National Forum of Applied Educational Research Journal-Electronic, 12(3):83-91. Derbentseva, N., Safayeni, F. & Canas, A. 2004. Experiments on the effect of map structure and concept quantification during concept map construction. Proceeding of the First International Conference on Concept Mapping, 1,125-134. Dick, W., Carey, L. & Carey, J.O. 2001. The Systematic Design of Instruction. Fifth Edition. New York: Longman. Dochy, F. & Alexander, P.A. 1995. Mapping Prior Knowledge a Framework for Discussion among Researchers. Europe Journal of Psychology of Education, 10(3): 225-242. Dochy, F.J.R.C. 1996. Prior Knowledge and Learning. Dalam Erik de Corte & Franze E. Weinert (Ed). International Encyclopedia of Developmental and Instructional Psychology. New York: Elsevier Science Ltd. Egbugara, O.U. 1988. The retention effect of three modes of an advance organizer. Institute Journal, 1(1):112-118. Ferguson, G.A. & Takane, Y. 1989. Statistical Analysis in Psychology and Education. Sixth Ed. New York: McGrawHill Book Company. Ghozali, I. 2008. Desain Penelitian Eksperimen Teori, Konsep, dan Analisis Data dengan SPSS 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Githua, B.N. & Nyabwa, R. A. 2008. Effect of Advance Organizer Strategy during Instruction on Secondary School Students Mathematics Achievement in Kenyas Nakuru District. International Journal of Science and Mathematics Education, 6(3):439-457. Gold, P.C. 1984. Cognitive Mapping. Academic Therapy. 19, 277-284. Hair, J.F.J., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. & Tatham, R.L. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hadwin, A., Kirby, J. & Woodhouse, R. 1999. Individual Differences in Note taking, Summarization, and Learning from Lectures. The Alberta Journal of Educational Research, 35, 1-17. Heinze-Fry, J., Crovello, T.J. & Novak, D.J. 1984. Integration of Ausubelian Learning Theory and Educational Computing. The American Biology Teacher, 46 (3):152-156. Hinkle, D.E., Wiersma, W. & Jurs, S.G. 1988. Applied Statistics For The Behavioral Sciences. Baston: Houghton Mifflin Company. Hmelo, C.E. & Nagarajan, A. 2000. Effects of high and low prior knowledge on construction of a joint problem space. The Journal of Experimental Education, 69(1):36-46. Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning. (4thed). Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher. Kagan, S. 1998. Cooperative Learning and Strategies for Inclusion. Boltimore, MD: Paul H Brookes Publishing, Co. Karwono, 2007. Efektifitas Pembelajaran Rangkuman dan Advance Organizer dalam Remedial Teaching Terhadap Tingkat Ketuntasan Belajar Bidang Studi Fisika SMA di Kota Metro. Tidak Dipubikasikan. Metro: FKIP Unmuh Metro. Kerlinger, F. N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan Landung R. Simatupang. 1990. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 80

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Killen, R. 1998. Effective Teaching Strategies: Lesson from Research and Practice. (Second Edition). Tuggerah: Social Science Press. Kirkman, G. & Shaw, E. L. J. 1997. Effect of an Oral Advance Organizer on Immediate and Delayed Retention. Paper presented at the Annual Meeting of Mid-South Educational Research Association. Memphis, TN. November 12-14, 1997. Laoye, A.O. 1992. Differential effect of the use o linguistic approach and advance organizers on the performance of senior secondary one students in geometry. Unpublished. Thesis. University of Ibadan. Lin, H. & Chen, T. 2007. Reading Authentic ELF Text Using Visualization and Advance Organizers in A Multimedia Learning Environment. Language Learning & Technology, 11(3):83-106 Liu, Ying-Hsiu. 2006. The effects of an advance organizer and two types of feedback on pre-service teachers' knowledge application in a blended learning environment. The Pennsylvania State University. the ProQuest Dissertations & Theses (PQDT) database, diakses 13 Maret 2011. Luiten, J., Ames, W. & Ackerson, G. 1980. A meta-analysis of the effect of advance organizer on learning and retention. American Educational Research Journal, 17, 211-218. Lundgren, L. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. New York: McGraw-Hill. Lyman, F. T. 1981. The responsive Classroom Discussion: The inclusion of All Student. In A. Anderson (Ed), Mainstreaming Digest. (109-113). College Park: University of Maryland Press. Lyman, F. T. 1985. Think-Pair-Share (Mimeograph). College Park, MD: University of Maryland. Macfarlane, K.N. & Mynatt, B.T. 1988. A Study of an Advance Organizer as Technique for Teaching Computer Programming Concepts. ACM SIGCSE Bulletin, 20(1), 240 - 243 MacManus, T.F. 2000. Individualizing instruction in a web-based hypermedia learning environment: Nonlinearity, advance organizer, and self-regulated learners. Journal of Interactive Learning Research, 11(3):219-251. Mayer, R.E. 1979. Can advance organizer influence meaningful learning? Review of Educational Research. 49, 371-398. Mayer, R.E. 2003. Learning and Instruction. New Jersey: Pearson Education, Inc. Moreira, M. 1985. Concept Mapping: An alternative for Education. Assessment and Evaluation in Higher Education, 10, 159-168. Novak, J. D. & D.B. Gowin. 1984. Learning How to Learn. New York and Cambridge, UK: Cambridge University Press. Novak, J.D. 2006. The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them. Cmap Home. Florida: Cornell University. Novak, J.D., Pendley, D.B. & Bretz, R.L., 1994. Concept Map as a Tool to Assess Learning in Chemistry, Journal of Chemical Education, 71(1):9-15. ODonnell, A.M. & Densereau, D.F. 2000. Interactive effects of prior knowledge and material format on cooperative teaching. The Journal of Experimental Education, 68(2):101. Ojerende, D. 1986. Ought mathematical vocabularies be taught before mathematics? An experimental verification. Empirical Studies of Curriculum Issues in Nigeria. 4, 151-164. Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Chen, M. P. 2010. "The Effects of Prior Computer Experience and Gender on High School Students' Learning of Computer Science Concepts from Instructional Simulations". 2010 10th IEEE International Conference on Advanced Learning Technologies, 2010, diakses 14 Maret 2010. Rosmaini, S., Suryawati, E. & Mariani, N.L.2004. Penerapan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Kelas I.7 SLTP 20 Pekan Baru Pada Pokok Bahasan Keanekaragaman Hewan TA 2002/2003. Jurnal Biogenesis, 1(1):9-14. Rumallang, R.R.Dg. 2003. Pembelajaran Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 81

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


dengan Kombinasi Pengajaran Langsung dan Strategi Think-Pair-Share. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs Unesa. Salman, M. F. 2000. Effect of a pre-instructional strategy on teaching and learning of selected mathematical concepts at senior secondary school level. Ilorin Journal of Education, 20, 121-129. Sancar, H. & Yildiz, I. 2007. The effect of Advance organizers and Post organizers on Science Achievement of Primary-Grade Student. Montgomerie & J, Seale (Ed), Proceedings of World Conference on Educational Multimedia, Hypermedia and Telecommunication 2007 (pp. 2307-2311), Chesapeake, VA: AACE. Saptriana, N. & Handoyo, B. 2006. Penerapan Think-Pair-Share dalam Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Geografi. Jurnal Pendidikan Inovatif, 4(1):47-50. Serafino, K. & Cicchelli, T. 2003. Cognitive theory, prior knowledge, anchored instruction on mathematical problem solving and transfer. Education and Urban Society, 36(1):79. Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P. & Uriarta, G.G., 1988. An introduction to Research Methods. Phillippines: Rax Printing Company, Inc. Shapiro, A.M. 2004. How Including Prior Knowledge as a Subject Variable May Change Outcomes of Learning Research. American Educational Research Journal, 41(1): 159-189. Slavin, R.E. 2005. Educational Psychology, Theory and Practice. (5thed).
th

London: Allyn and Bacon.

Tabachnick, B.G. & Fidell, L.S. 2001. Using Multivariate Statistics. (4 Ed). Boston: Allyn & Bacon. Thompson, D. 1998. Using advance organizer to facilitate reading comprehension among older adults. Educational Gerontology. 24, 2 Tobias, S. 1982. When do instructional methods make a difference? Educational Researcher, 11(4):4-10. Tuckman, B, W. 1999. Conducting Educational Research. Second Edition. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. Tony, B. 1999. An Investigation of Ausubels Assumption that Student Use Instructional Objectives as Advance Organizers. Paper presented at the European Conference for Research in Learning and Instruction. Sweden. 8th August. Wiersma, W. 1991. Research Methods in Education: An Introduction. Fifth Edition. Baston: Allyn and Bacon. Willerman, M., and Mac Harg, R.A. 2006. The Concept Map as an Advance Organizer. Journal of Research in Science Teaching, 28(8):705-711. Yates, G. and Chandler, M. 1991. The cognitive Psychology of Knowledge: Basic Research Findings and Educational Implication. Australian Journal of Education, 35, 131-153. Yenilmez, A., Sungur, S. and Tekkaya, 2006. Students achievement in relation to reasoning ability, prior knowledge, and gender. Research in Science & Technological Education, 24(1), 129.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 82

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

LESSON STUDY PENERAPAN LKS METODE MENDALAM PADA MATERI PENGUKURAN SUHU DI SMPN 2 PANDAAN

Yoyok Adisetio Laksono 1) Ustadi 2)


1)

Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang, yoyokal@um.ac.id 2) SMPN 2 Pandaan Pasuruan, ustadipandaan@yahoo.com

Abstrak: Telah dilaksanakan open class di SMPN 2 Pandaan pada materi suhu dengan menerapkan LKS metode mendalam. LKS dibuat sedemikian rupa sehingga sangat sederhana dan instruksi pengisian dilakukan secara oral di kelas. Pada akhir pembelajaran siswa diharapkan dapat membuat skala suhu sendiri. Metode utama yang digunakan adalah diskusi kelompok dengan pengaturan meja berbentuk U. Secara umum pembelajaran berlangsung dengan baik dan sebagian besar siswa sangat termotivasi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Saat menjumpai kelompok yang kesulitan, diterapkan teknik tutor teman sebaya dengan memanggil salah satu anggota kelompok yang sukses mengerjakan LKS untuk membimbing kelompok lain. Dari hasil pembelajaran ini dari 10 kelompok hanya dua kelompok yang skala buatannya dianggap sukar dibaca oleh kelompok lain. Dalam refleksi terungkap beberapa fakta diantaranya apakah tujuan pembelajaran harus selalu disampaikan. Beberapa usulan perbaikan tentang materi suhu adalah perlunya diberikan alasan kenapa terdapat berbagai skala suhu. Selain itu pengaturan tempat duduk kelompok agar diatur sedemikian sehingga tempat duduk anak laki-laki dan perempuan saling bersilang agar tidak terjadi diskusi sesama gender. Kata kunci: lesson study, LKS metode mendalam, pengukuran suhu, SMPN 2 Pandaan.

Menurut Anderson dalam Panduan untuk Lesson Study Berbasis MGMP dan Lesson Study Berbasis Sekolah (2009) terdapat dua jenis pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan mendalam dan dangkal. Salah satu ciri pembelajaran dengan pendekatan dangkal adalah adanya LKS yang berisi petunjuk rinci untuk melaksanakan kegiatan dimana siswa tinggal mengisi titik-titik yang sudah disediakan. Cara ini tidak melatih siswa berfikir atau bertindak dengan cara yang berbeda didalam menyelesaikan tugas sehingga bisa memasung kreativitasnya. Adapun pendekatan pembelajaran mendalam dicirikan dengan LKS yang hanya menyajikan tugas dan tujuan yang akan dicapai tanpa atau sedikit panduan dengan mengisi titik-titik. Pendekatan mendalam akan menyebabkan siswa berfikir dan mengeksplor segala kemungkinan untuk memecahkan permasalahan sehingga memicu kreativitas siswa. Berdasarkan hal tersebut maka tim MGMP SMP IPA Pandaan mencoba menerapkan metode tersebut kedalam pembelajaran tentang pengukuran suhu dengan LKS yang dibuat sesederhana mungkin. LKS berupa sebuah tabel nilai suhu yang harus diisi siswa berdasar gambar skala suhu Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin yang disusun berdampingan. Setelah mereka bisa mengisi skala suhu tersebut siswa diminta untuk membuat skala suhu sendiri. Untuk mengetahui keberhasilan metode ini maka diputuskan melakukan open class di SMPN 2 Pandaan dengan guru model adalah Ustadi. Open class dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 16 Oktober 2011.
PERENCANAAN PEMBELAJARAN

Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh anggota Lesson Study (LS) Pandaan mata pelajaran IPA. Perencanaan pembelajaran IPA-Fisika disepakati mengambil kompetensi dasar 1.2 Mendeskripsikan Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 83

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) pengertian suhu dan pengukurannya dengan 3 tujuan pembelajaran yaitu: (1) membandingkan skala pada termometer Celsius dengan termometer skala Kelvin, Reamur, dan Fahrenheit dengam menggunakan gambar termometer dengan berbagai skala, (2) membuat gambar termometer dengan skala buatan sendiri dan (3) membandingkan nilai suhu suatu benda dengan termometer standar dan skala termometer buatan sendiri dengan menggunakan gambar. Perdebatan tentang perbandingan terjadi pada kelompok LS. Pembelajaran materi ini biasanya dilakukan dengan memulai menjelaskan titik tetap bawah dan titik tetap atas termometer kemudian menemukan perbandingan skala pada masing-masing termometer. Pembelajaran diteruskan dengan menemukan rumus konversi antar skala termometer dan diakhiri dengan siswa menerapkan rumus konversi untuk menyelesaikan soal. Seorang peserta mengungkapkan bahwa esensi dari pembelajaran termometer adalah siswa dapat menggunakan dan membaca termometer berbagai skala, bukan membandingkannya. Hal ini karena termometer sebagai alat ukur. Skenario pembelajaran disepakati menggunakan metode mendalam dengan media gambar perbandingan skala termometer dan meminimalisir LKS yang hanya berbentuk tabel isian. Gambar perbandingan skala dan LKS dapat dilihat pada Gambar 1.

Reamur 160 Suhu benda 100

Fahrenheit 1400

Celcius 900

Kelvin

2500

Gambar 1. (a) Gambar Perbandingan Skala, (b) LKS siswa yang berupa tabel isian Rencananya saat pembukaan guru meminta 2 siswa membaca termometer dinding untuk menemukan suhu udara ruang, diharapkan siswa menuliskan nilai suhu dengan dua skala seperti yang tertera pada termometer dinding, yaitu skala Celcius dan skala Fahrenheit. Pendahuluan ini diharapkan siswa memahami bahwa pada masing-masing skala yang berbeda adalah jenis skalanya bukan termometernya. Kegiatan inti pembelajaran dilanjutkan dengan Guru membagikan lembar yang berisi gambar perbandingan sakala termometer C, R dan F pada kelompok dan selanjutnya siswa mengisi tabel isian. Siswa bekerja dalam kelompok ,saling bekerjasama dan menghargai pendapat membaca saka termometer dan membandingkan dengan menggunakan gambar perbandingan skala termometer untuk mengeksplorasi dan mengeksplanasi pengetahuan setelah menerima penjelasan guru.
SEBELUM OPEN CLASS

Sebelum open class dimulai guru model menyampaikan hal penting yang akan menjadi tujuan dari pembelajaran dimana dinyatakan adanya ketertarikan tim untuk mengetahui kesuksesan LKS dengan metode mendalam. Ada kekhawatiran yang diungkap guru model bahwa karena pembelajaran berlangsung Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 84

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) agak lama dari biasanya maka waktu istirahat siswa terpaksa ditiadakan. Guru model khawatir para siswa tidak berkonsentrasi lagi saat istirahat tiba. Didalam open class ini terdapat dua tamu, yaitu guru SMPN 1 Ponorogo sebanyak 10 orang yang ingin belajar tentang lesson study, dan tamu kedua satu orang dari LPMP Jawa Timur.
OPEN CLASS

Sedianya guru model akan menyampaikan tujuan pembelajaran di kegiatan pendahuluan melalui LCD. Namun rupanya terjadi gangguan sehingga rencana ini tidak terlaksana. Sebagai gantinya maka guru model menyampaikan secara oral. Selanjutnya setelah menguraikan tujuan dari pembelajaran serta memberikan apersepsi, siswa dikelompokkan menjadi 8 kelompok dimana pada setiap kelompok rata-rata berjumlah 4 siswa. Namun karena komposisi siswa laki-laki dan perempuan tidak sama maka ada beberapa kelompok yang terdiri dari satu jenis kelamin saja. Bangku siswa dibuat berhadap-hadapan dan secara klasikal berbentuk U. Secara umum siswa tertantang untuk menyelesaikan tugas yang disampaikan secara oral. Saat menghadapi kelompok yang kesulitan menyelesaikan tugas maka guru model menggunakan metode tutor teman sebaya dengan meminta salah satu anggota kelompok yang sudah menyelesaikan tugas dengan baik untuk membantu kelompok tersebut. Sempat terjadi koreksi nilai suhu skala Kelvin dari 250 menjadi 280. Hal ini terjadi karena nilai 250 tidak tertera pada gambar perbandingan skala. Setelah menyelesaikan tugas pertama selanjutnya siswa diminta untuk membuat skala suhu sendiri. Didalam tugas ini siswa menentukan sendiri suhu minimum dan maksimum lalu memilih salah satu skala suhu pembanding yang tersedia. Selain itu siswa boleh menamakan skala suhu sesuai dengan nama mereka sendiri. Setelah selesai maka oleh guru model hasilnya diserahkan ke kelompok lain untuk dipelajari dan dicoba. Selanjutnya setiap kelompok ditanya apakah mereka dapat menggunakan skala suhu kelompok temannya dengan jawaban sulit atau mudah. Hasilnya dari 8 kelompok ada 2 (dua) kelompok yang menilai bahwa skala suhu temannya sulit dibaca sedang 6 (enam) kelompok lain mudah dibaca. Gambar 2 menunjukkan salah satu hasil karya siswa yang memberi nama skala termometer-nya dengan nama Agik yang disandingkan dengan skala Reamur.

Gambar 2. Perbandingan Reamur dan skala buatan siswa. Kegiatan pembelajaran kemudian diakhiri dengan pemberian sedikit kesimpulan terhadap pembelajaran yang dilakukan. Hal menarik yang perlu dicatat bahwa sebagian besar siswa sangat antusias Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 85

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) didalam pembelajaran. Hal ini nampak meskipun saat itu ada bel tanda istirahat tidak ada tanda-tanda konsentrasi siswa terganggu. REFLEKSI DAN DISKUSI Kesan dari guru model adalah kendala pada matinya LCD saat tahap pendahuluan sehingga tidak tersampaikannya tujuan secara visual. Terjadi ralat angka dari 250 menjadi 280 pada skala suhu Kelvin sehingga menyebabkan siswa mengalami kesulitan. Kesulitan terjadi karena angka 280 pada gambar skala tidak tepat pada garis skala. Masalah sepele seperti kekurangan gunting juga menjadi perhatian guru model. Pada moving class seharusnya kertas yang bergerak bukan siswanya. Waktu pelaksanaan juga melebihi batas waktu yang seharusnya. Guru model harus memilih segera mengakhiri pembelajaran saat siswa masih antusias mengerjakan tugas karena kehabisan waktu atau membiarkan siswa untuk menemukan jawaban masalahnya. Diskusi yang menarik yang menjadi semacam berkah tak terduga adalah terkait dengan matinya LCD yang sedianya dipakai oleh guru model untuk menyampaikan tujuan pembelajaran. Sebagian guru memandang bahwa tujuan pembelajaran harus disampaikan secara tertulis dalam arti guru harus menulis di papan tulis saat LCD mati. Guru lain berpendapat bahwa tujuan pembelajaran bisa disampaikan secara oral. Sementara guru model sendiri berpendapat bahwa tidak perlu tujuan pembelajaran selalu harus dituliskan mengacu kepada hasil open class saat itu yang tidak menyebabkan kendala bagi siswa untuk menerima pelajaran. Pendapat guru model sejalan dengan apa yang ditulis dalam buku Panduan untuk Peningkatan Proses Belajar dan Mengajar (2009) pada poin (5-3) halaman 37 yang berjudul Tidak Perlu Menjelaskan Tujuan Pembelajaran yang menyatakan bahwa:
Banyak dari kita yang berpikir bahwa kita harus menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa di awal pelajaran. Namun, tidak harus selalu seperti itu setiap waktu, sebab sebuah pelajaran yang baik secara alami akan mengarahkan siswa untuk belajar dengan baik sehingga mereka dapat mencapai tujuan pada akhir pelajaran. Dalam hal ini, lebih baik untuk menjelaskan kepada siswa tentang sasaran pembelajaran secara singkat, seperti Hari ini kita akan belajar tentang cara mengukur lingkaran, tetapi tidak perlu menjabarkan tujuan pembelajaran dalam format yang sama seperti yang kita tuliskan di dalam rencana pembelajaran.

Dari buku tersebut maka tujuan pembelajaran untuk siswa sebaiknya adalah tujuan yang sederhana dan mudah dipahami siswa tanpa perlu menuliskan secara lengkap seperti di dalam RPP yang harus dituliskan kompetensi dasar, indikator, dan tujuan. Lebih lanjut dalam buku tersebut dinyatakan bahwa yang paling penting adalah bagaimana pelajaran tersebut diimplementasikan. Sementara itu menurut Masaaki Sato dalam Syamsuri (2011) 10 menit pertama di saat kelas dimulai merupakan saat dimana motivasi siswa tinggi sehingga jika guru harus menulis tujuan pembelajaran maka motivasi tersebut akan hilang percuma. Guru hendaknya segera menyampaikan materi pembelajaran. Saat tahap kegiatan inti beberapa guru mendapati beberapa siswa masih belum bisa membaca skala suhu di LKS. Pada saat proses pembacaan skala guru model menggunakan metode tutor sebaya dengan memanggil salah satu anggota kelompok yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan benar untuk membantu kelompok lain yang belum bisa menyelesaikan tugas. Dosen pendamping berinisiatif menanyakan kelompok yang telah diajari dan mendapati bahwa semua siswa ternyata memahami tentang apa yang telah diajarkan oleh temannya. Semula ada satu kelompok yang masih belum memahami apa yang diajarkan oleh temannya, namun ketika beberapa saat kemudian ditanyakan kembali ternyata mereka sudah memahami maksud dari tugas yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa metode tutor teman sebaya cukup berhasil membantu kelompok yang bermasalah. Struktur tempat duduk antar gender tidak dibuat menyilang sehingga siswa bergender sama cenderung berdiskusi sendiri-sendiri. Gambar 3.a menunjukkan bagaimana siswa laki-laki dan perempuan saling berdiskusi diantara sesama gender. Gambar 3.b menunjukkan kondisi yang lebih parah dimana siswa laki-laki menghadap ke bangkunya sendiri sehingga mereka bekerja sendirian. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 86

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

(a)

(b)

Gambar 3. Suasana kerja kelompok (a) diskusi sesama gender, (b) satu kelompok tampak salingmemisah meja antar gender. (Sumber: Dokumentasi Yoyok Adisetio Laksono, 2011)

Dari hal tersebut maka disarankan agar pengaturan tempat duduk siswa berselang-seling antar gender agar tidak terjadi diskusi sesama gender yang menyebabkan tidak terjadinya kerja kelompok. Saran lain diantaranya adalah perlunya disampaikan ke siswa latar belakang kenapa sampai terjadi berbagai macam skala suhu yang menurut sejarahnya perbedaan tersebut terjadi karena adanya titik pandang yang berbeda dari masing-masing ilmuwan pada penerapan pengukuran suhu. Tamu dari LPMP Jawa Timur menyampaikan tentang penyampaian tujuan pembelajaran yang sempat diperdebatkan oleh para guru yang intinya kita harus menaati standar proses dan teknik penyampaian diserahkan ke guru. Menurut pendapatnya guru model sudah menyampaikan secara oral. Didalam kesempatan ini para guru tamu dari SMPN 1 Ponorogo diperkenankan menyampaikan pertanyaan atau saran tentang pelaksanaan lesson study. Pertanyaan yang dilontarkan adalah tipikal dari para guru yang baru pertama kali melihat lesson study, yaitu apakah kritik dan saran dari para guru observer tidak membuat guru model tersinggung dan pengaruh negativ terhadap siswa dengan adanya banyak observer di ruangan. Jawaban dari para guru dan dosen pendamping yang mengikuti lesson study tentang kritik dan saran tidak membuat guru model tersinggung adalah karena para guru di Pasuruan sudah lama mengikuti lesson study sehingga sudah bisa menerima kritik dan saran dari teman sejawat. Pada awalnya di masa lalu memang sempat juga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yaitu menjadi ajang balas dendam karena dulu pernah dikritik dan begitu ada kesempatan ganti mengkritik. Namun dengan adanya bimbingan dari pakar lesson study dari Jepang dan dosen dari Universitas Negeri Malang maka hal-hal tersebut dapat diminimalisir. Selain itu diungkap juga bahwa lesson study di Pasuruan dilakukan secara bertahap tidak sekaligus dipraktekkan langsung, namun melalui workshop-workshop dengan peserta terbatas yang melibatkan personil dari diknas, kepala sekolah, ketua MGMP, dan akhirnya ke guru sekolah. Adapun tentang efek negativ dari banyaknya pengamat dijawab bahwa memang pada mulanya siswa terpengaruh sehingga tingkah laku mereka cenderung dibuat-buat atau grogi, namun seiring dengan seringnya dilaksanakan lesson study maka efek tersebut lama kelamaan menghilang sehingga tidak lagi mempengaruhi mereka.
KESIMPULAN

Pembelajaran dengan pendekatan metode mendalam yang diwujudkan dalam LKS yang sederhana namun memiliki tugas yang jelas dan menantang serta mampu diselesaikan membuat siswa terus berkonSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 87

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) sentrasi dalam pembelajaran. Meskipun tujuan pembelajaran tidak ditampilkan secara visual tetapi secara oral namun siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diberikan. Metode tutor teman sebaya terbukti mampu meningkatkan pengertian siswa yang kurang atau kesulitan menyelesaikan tugas yang diberikan. Selain itu saat bekerja kelompok seyogyanya tempat duduk siswa dibuat silang antar gender agar tidak terjadi kerja ekslusiv gender.
DAFTAR RUJUKAN --. (2009). Panduan untuk Lesson Study Berbasis MGMP dan Lesson Study Berbasis Sekolah. Program Peningkatan Kualitas SMP/MTs Kerjasama Teknis Depdiknas/Depag-JICA. --. (2009). Panduan untuk Peningkatan Proses Belajar dan Mengajar. Program Peningkatan Kualitas SMP/MTs Kerjasama Teknis Depdiknas/Depag-JICA. --. (2011) Notulen refleksi lesson study SMPN 2 Pandaan Pasuruan. Tim MGMP SMP IPA Pandaan Pasuruan. Syamsuri, I., Ibrohim. (2011). Lesson Study (Studi Pembelajaran). Cetakan II. Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press).

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 88

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MATERI INDUKSI ELEKTROMAGNETIK PESERTA DIDIK KELAS IX B SMP NEGERI 1 BEJI PASURUAN MELALUI STRATEGI P.O.E (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN)

Zunnurin Isnaini
SMP Negeri 1 Beji-Pasuruan

Abstrak: Dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan peserta didik. Dominasi guru dalam pembelajaran menyebabkan kecenderungan peserta didk lebih bersifat pasif, sehingga peserta didik tidak berkesempatan untuk berpikir da membuat dugaan-dugaan dari apa yang diamatinya. Induksi elektromagnetik adalah materi yang mempelajari tentang perubahan jumlah garis-garis gaya magnet dalam kumparan yang dapat menimbulkan arus induksi. Pada materi tersebut peserta didik diajak untuk membayangkan adanya perubahan jumlah garis-garis gaya magnet yang tentunya tidak dapat dilihat kasat mata. Untuk memahami hal tersebut, peserta didik harus melakukan suatu percobaan. Dengan melakukan percobaan peserta didik diharapkan dapat memprediksi, melakukan observasi dan menjelaskannya. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi masalah pembelajaran di kelas IX B SMP Negeri 1 Beji. Permasalahan utama dalam penelitian ini yang pertama bagaimanakah deskripsi pelaksanaan strategi P.O.E yang dapat meningkatkan keaktivan belajar dan, apakah penggunaan strategi P.O.E dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran fisika materi induksi elektromagnetik. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas dengan dua siklus tindakan. Hasil penelitian yang didapat dari siklus I rata-rata hasil tes belajar peserta didik adalah sebesar 70,6. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar awal yang didapat dari data dokumenter ulangan harian peserta didik sebesar 60,8 menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar meskipun hanya sedikit. Pada siklus II rata-rata hasil tes hasil belajar peserta didik sebesar 82,9. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil tes hasil belajar peserta didik siklus I sebesar 70,6. Hal ini menunjukkan peningkatan hasil belajar dari siklus sebelumnya. Dari catatan peneliti peserta didik sangat antusias dan lebih aktif dalam melakukan percobaan, ini menunjukkan bahwa ada peningkatan keaktifan dan hasil belajar materi induksi elektromagnetik peserta didik kelas IXB melalui strategi P.O.E. Kata kunci: Hasil belajar, keaktifan, strategi P.O.E

Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru, dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan peserta didik. Dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan peserta didik. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan peserta didik lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan. Pembelajaran merupakan hal-hal yang berkaitan dengan proses atau cara belajar.Sehingga segala sesuatu yang direncanakan harus berkaitan dengan apa yang akan dipelajari, bagaimana cara belajarnya dan kompetensi apa yang akan dicapai. Kurikulum 2004 yang dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi menghendaki proses pembeljaran yang memberdayakan semua peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan dengan menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreativitas peserta didik, bermuatan nilai, etika, estetika, Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 89

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) logika dan kinestestetika, konstekstual, efektif dan efisien bermakna, dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam. Pembelajaran yang berpusat pada guru dapat menyebabkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak dapat berkembang secara maksimal, dan memunculkan aggapan bahwa fisika merupakan pelajaran yang sulit dan kurang menyenangkan. Anggapan tentang fisika ini bila tertanam dalam diri peserta didik akan mempengaruhi proses belajar mengajar yang berdampak pada pencapaian prestasi belajar kurang maksimal. Induksi elektromagnetik adalah materi yang mempelajari tentang perubahan jumlah garis-garis gaya magnet dalam kumparan yang dapat menimbulkan arus induksi. Pada materi tersebut peserta didik diajak untuk membayangkan adanya perubahan jumlah garis-garis gaya magnet yang tentunya tidak dapat dilihat kasat mata. Untuk memahami hal tersebut, peserta didik harus melakukan suatu percobaan. Dengan melakukan percobaan peserta didik diharapkan dapat memprediksi, melakukan observasi dan menjelaskannya. Strategi pembelajaran yang sesuai dengan masalah di atas dipilih yang bisa membangkitkan keaktivan belajar dari peserta didik dalam membuat suatu prediksi dan mengobservasi serta memberikan suatu penjelasan dari hasil observasinya. Selama ini beberapa model pembelajaran yang digunakan pada materi induksi elektromagnetik di SMP negeri 1 Beji masih belum bisa membangkitkan keaktivan belajar dari peserta didik. Strategi pembelajaran yang digunakan belum mampu menggali pikiran dan konsep yang dimiliki peserta didik. Peserta didik kurang terbiasa membuat prediksi dari suatu kejadian atau gejala fisika. Peserta didik merasa jenuh dengan pembelajaran yang monoton sehingga menyebabkan motivasi belajar menurun yang berdampak pada hasil belajar. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar peserta didik yang kuarang dari kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan di sekolah sebesar 75%. Menurut Usman (1996) dalam menciptakan kondisi belajar mengajar sedikitnya ditentukan oleh lima variable, yaitu : (1) menarik minat dan perhatian siswa, (2) melibatkan siswa secara aktif, (3) membangkitkan motivasi siswa, (4) prinsip individualitas, serta (5) peragaan dalam pengajaran. Maka dari itu perlu digunakan sebuah strategi yang dapat menempatkan peserta didik sebagai subyek (pelaku) pembelajaran dan ikut terlibat dalam pembelajaran tersebut yang nantinya dapat membangkitkan keaktivan belajar peserta didik khususnya dalam pembelajaran fisika. Strategi pembelajaran POE merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam proses pembelajaran. Dengan strategi pembelajaran POE merupakan salah satu srategi yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir dan membuat praduga tentang kejadian yang dilihatnya. Dalam strategi pembelajaran POE dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu membuat dugaan (predict) dari apa yang didemonstrasikan guru dengan kata-katanya sendiri, memberikan kesempatan untuk mengobservasi (observ), dan memeberikan kesempatan menjelaskan (explain) hasil observasinya. Dengan strategi pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar fisika peserta didik. Bertolak dari uraian di atas maka untuk memecahkan permasalahan rendahnya hasil belajar peserta didik SMPN 1 Beji kelas 9B terhadap mata pelajaran fisika, maka terasa perlu dilakukan Penelitian Tindakan Kelas sebagai upaya guru untuk meningkatkan hasi belajar peserta didik SMPN 1 Beji Pasuruan. Dengan mempertimbangkan solusi di atas, peneliti akan mengembangkan suatu pemecahan masalah untuk meningkatkan hasil prestasi belajar fisika siswa kelas IX SMP Negeri 1 Beji. Berdasarkan metode dan pokok bahasan yang akan digunakan sebagai model pemecahan masalah, maka penelitian ini memilih judul Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas IXB SMPN 1 Beji Pasuruan melalui Strategi P.O.E (Predict-Observe- Explain). Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut (1) Bagaimanakah deskripsi pelaksanaan strategi P.O.E yang dapat meningkatkan keaktivan belajar peserta didik? (2) Apakah penggunaan strategi P.O.E dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas 9B SMPN 1 Beji pada mata pelajaran fisika materi induksi elektromagnetik? Hasil belajar penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Strategi Pembelajaran menurut Akhmad Sudrajat (http:/www.psb-psma.org/content/blog) suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Strategi P.O.E Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 90

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) (Predict-Observ-Explain) adalah suatu strategi pembelajaran untuk mengetahui prediksi dan alasan setiap peserta didik. Strategi pembelajaran ini terdiridari tiga tahap yaitu: Predict (prediksi) : memprediksikan hasil pengamatan dari demonstrasi yang disajikan guru dan mempertimbangkan hasil prediksinya. Observe (observasi) : mencatat dengan teliti apa yang diamatinya Explain (jelaskan): peserta didik menjelaskan hasil prediksi dan pengamatannya.
METODE

Pada penelitian ini digunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang yang dilaksanakan secara siklis (berdaur) oleh guru/calon guru dalam kelas untuk memecahkan masalah dan mencoba hal-hal baru demi peningkatan kualitas pembelajaran (Susilo,dkk.2009).Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Beji, kelas 9B semester ganjil tahun pelajaran 2010-2011, dengan subyek penelitian berjumlah 34 peserta didik. Sedangkan tingkat kemampuan peserta didik heterogen. Dalam penelitian tindakan kelas ini kehadiran peneliti mutlak harus dilakukan, karena guru sebagai peneliti dan juga sekaligus yang melakukan tindakan di dalam kelas. Kolaborator dalam penelitian ini adalah dua orang rekan mengajar peneliti yang mengajar mata pelajaran IPA bertindak sebagai observer dan siswa tempat diadakan penelitian. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang telah dipaparkan di awal adalah trategi P.O.E, yang meliputi kegiatan Predict (memprediksikan/menduga), Observe (mengobservasi), Explain (menjelaskan), sehingga diperoleh data yang dapat disimpulkan dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran dengan stategi P.O.E terdapat tahap pembelajaran yang member peluang sangat besar bagi peserta didik untuk dapat berpikir dan menjelaskan apa yng ada dalam pikirannya. Peserta didik mengamati gejala melalui demonstrasi tentang induksi elektromagnetik. Preserta didik membuat dugaan melalui prediksi dan menguji kebenaran dugaannya melalui eksperimen secara kelompok. Data yang didapat selanjutnya dianalisa dan didiskusikan secara kelompok. Pada kegiatan akhir peserta didik menjelaskan tentang dugaan dan hasil pengamatannya. Penelitian ini dilaksanakan dalam II siklus, Pada siklus I dicari permasalahan dan kendala yang timbul pada diri siswa yang perlu diperbaiki pada siklus ke II. Disain penelitian yang digunakan terdiri dari 4 komponen yaitu perencanaan, pemberian tindakan, observasi dan refleksi yang mengacu pada model Kemmis dan Taggart. Gambaran umum penelitian tindakan sebagaimana disebutkan di atas dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 91

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Siklus I

Perencanaan Tindakan 1

Pelaksanaan Tindakan 1 ada 2 Pertemuan Observasi 1 Refleksi 1

Siklus II

Perencanaan Tindakan 2

Pelaksanaan Tindakan 2 ada 2 Pertemuan

Observasi 2

Refleksi 2

Membuat Kesimpulan

Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas


Lebih lengkapnya rincian penilitian ini yang menggunakan model siklus dapat dipaparkan sebagai berikut: A. Siklus I Perencanaan Tindakan 1 Sebagai langkah awal penelitian dilakukan persiapan peneliti yang meliputi hal, yaitu (1) rencana penelitian secara keseluruhan, (2) identifikasi permasalahan untuk menentukan jenis tindakan yang dipilih, (3) sosialisasi strategu pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar fisika pada materi yang akan disajikan, (4) memilih pokok bahasan yang tepat dengan srategi pembelajaran yang dipilih, (5) menentukan format pengamatan pembelajaran dan teknis pengamatan, (6) mengembangkan model skenario pembelajaran dan lembar kerja peserta didik, (7) menyiapkan set alat yang diperlukan. Pelaksanaan Tindakan 1 Secara rinci tindakan yang dilakukan sebagai berikut. 1). memberikan penjelasan kepada observer tentang kesediaanya untuk mengamati kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir. 2) memberikan penjelasan tentang strategi P.O.E dan apa saja yang harus diamati. 3) pada pertemuan pertama guru melaksanakan proses pembelajaran menggunakan strategi P.O.E hingga siklus I berakhir. Dari siklus I dilaksanakan tes formatif untuk peserta didik.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 92

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Observasi 1 Observasi dilakukan pada pertemuan pertama hingga akhir siklus I sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan yaitu pengamatan pembelajaran dengan menggunakan format observasi keterlaksanaan pembelajaran dan format observasi kegiatan peserta didik. Pengamatan dilakukan oleh pengajar dan dibantuobserver (2 orang) terhadap aktifitas siswa dalam proses pembelajaran. Refleksi 1 Pada tahap ini dilakukan analisis dan refleksi terhadap keseluruhan kegiatan dan dampak pembelajaran materi induksi elektromagnetik dengan menggunakan strategi P.O.E. Hasil analisis kemudian dievaluasi yang akan digunakan untuk mengambil keputusan jenis perbaikan yang akan dilakukan pada tindakan siklus II. B. Siklus II Tahap-tahap pada siklus II ini sama dengan tahap-tahap pada siklus I, tetapi tindakan yang dilakukan berbeda dan harus didasarkan pada refleksi siklus I untuk perbaikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan awal dari peneliti terhadap peserta didik kelas IX B dari ulangan formatif dan catatan harian menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh 50% di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Pada saat melakukan percobaan pada materi sebelumnya sebagian peserta didik cenderung pasif dan enggan untuk berpikir. Hanya peserta didik yang mempunyai kemampuan lebih yang bisa dan aktif dalam melakukan percobaan. Salah satu penyebabnya adalah siswa berada dalam kelompok kerja yang besar karena keterbatasan jumlah alat yang dimiliki sekolah. Merujuk dari permasalahan di atas, maka peneliti memutuskan untuk melakukan proses pembelajaran dengan strategi P.O.E. Pemilihan yang tepat menggunakan strategi P.O.E yaitu pokok bahasan Induksi Elektromagnetik. Sebelum melaksanakannya peneliti merencanakan dan menyusun pembelajaran yang akan diterapkan di kelas dengan mengacu pada permaslahan yang dihadapi selama ini.

Rencana Tindakan I
Berdasarkan tahapan pelaksanaa proses pembelajaran dengan strategi P.O.E, maka perencanaan tahapan tindakan meliputi pelaksanaan persiapan tindakan. Rencana tindakan I meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a) peneliti melaksanakan proses pembelajaran dengan strategi P.O.E yang meliputi tahap Predict, tahap Observe, dan tahap Explain. b) peneliti melaksanakan pengamatan terhadap keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. c) peneliti melakukan pengamatan terhadap peserta didik dalam melakukan eksperimen. d) peneliti menberikan tes hasil belajar di akhir pembelajaran siklus I.

Pelaksanaan dan Observasi Tindakan I


Pada pelaksanaan tindakan I proses pembelajaran yang dilakukan peneliti menbahas mengenai pengertian induksi elektromagnetik. Sebelum melalui tahap-tahap P.O.E, peneliti memotivasi siswa untuk memikirkan lampu sepeda yang menyala. Pertanyaan peneliti adalah mengapa lampu sepeda akan menyala bila pedal digayuh. Sebagian besar peserta didik diam, dan ada pula yang dapat menjawab pertanyaan peneliti dengan benar. Kemudian peneliti memasuki tahap-tahap P.O.E, yaitu:

Predict
Pada tahap ini peneliti melakukan demonstrasi awal yaitu sebuah magnet batang yang akan digerakkan masuk ke dalam sebuah kumparan. Sebelum melakukan demonstrasi peneliti bertanya pada Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 93

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) peserta didik dan diminta membuat prediksi. Pertanyaan peneliti adalah apa yang akan terjadi pada galvanometer bila magnet digerakkan masuk ke dalam kumparan, mengapa demikian. Setelah peserta didik menuliskan prediksinya peneliti meruskan demonstrasinya.

Observe
Pada tahap observe ini siswa melanjutkan observasinya dari demonstrasi yang dilakukan oleh peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan percobaan sesuai LKPD secara berkelompok untuk membuktikan prediksi yang telah dibuatnya. Pada saat peserta didik melakukan percobaan peneliti selain membimbing juga melakukan pengamatan terhadap keaktifan peserta didik. Dari 8 kelompok ada 2 kelompok yang lamban dalam melakukan percobaan. Setelah peneliti mendekati kelompok tersebut ternyata permasalahan ada pada alatalat percobaan yaitu basic meter yang jarumnya tidak bergerak sama sekali. Kedua kelompok tersebut tidak mendapatkan alat galvanometer karena di kelas yang yang lain juga menggunakan alat tersebut. Sehingga menggunakan basic meter sebagai pengganti galvanometer. Setelah data-data diperoleh dari pengamatan tiap kelompok melakukan diskusi, menghubungkan data yang diperoleh dengan prediksi yang telah dibuatnya di awal. Kemudian membuat suatu kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi kelompok.

Explain
Pada tahap explain, beberapa kelompok yang diwakili satu peserta didik menjelaskan hasil prediksi dan observasi yang telah dibuatnya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Pada saat menjelaskan hasil prediksi dan observasinya terjadi diskusi antar kelompok karena ada dua kelompok yang mendapatkan data yang salah yaitu data tentang arah simpangan jarum galvanometer. Saat kutub utara magnet batang dimasukkan ke dalam kumparan jarum galvanometer yang seharusnya menyimpang ke kanan dijawabnya menyimpang ke kiri. Demikian juga dengan prediksi, di kelompok tersebut tidak dijelaskan karena pada saat tahap predict kelompok tersebut tidak ditulis. Peneliti juga mencatat keberhasilan salah satu kelompokyang hasil kesimpulannya benar yaitu adanya arus listrik yang masuk menyebabkan adanya beda potensial diantara kedua ujung kumparan yang ditimbulkan karena adanya induksi elektromagnetik, sehingga galvanometer menyimpang.

Deskripsi Hasil Tindakan I


Setelah siklusI berakhir peneliti memberikan tes formatif pada peserta didik. Tes formatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai dalam memahami konsep-konsep yang telah dipelajarinya. Skor tes hasil tindakan pada siklus I hasi belajar rata-rata 70,6 dan ketuntasannya 47,1%. Hai ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes belajar peserta didik adalah sebesar 70,6. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar awal yang didapat dari data dokumenter ulangan harian peserta didik sebesar 60,8 menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar meskipun hanya sedikit. Tetapi bila dilihat dari indikator keberhasilan, rata-rata hasil belajar peserta didik masih belum terpenuhi sehingga perlu dilakukan siklus II.

Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, proses pembelajaran dengan strategi P.O.E mulai nampak ke arah yang lebih baik dari sebelumnya meskipun masih banyak kekurangan. Dari hasil observasi pada pembelajaran dengan strategi P.O.E, kegiatan yang dilakukan peserta didik masih belum optimal, dari 8 kelompok didapatkan 2 kelompok yang tidakmenuliskan prediksi yang dibuatnya. Adapula kelompok yang lamban dalam mendapatkan data percobaan yang disebabkan keterbatasan alat. Dilihat dari hasil tes formatif siklus I terlihat ada peningkatan dibanding nilai ulangan harian sebelumnya, meskipun bila dilihat dari ketuntasan belajar masing-masing peserta didik masih jauh dari yang diharapkan. Ketuntasan belajar yang dicapai 47,1%, masih banyak yang mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan di sekolah sebesar 75.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 94

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Selain kelemahan yang telah dipaparkan di atas peneliti juga mencatat kelebihan dari pembelajaran P.O.E. Diantaranya peserta didik antusias menjawab pertanyaan peneliti pada saat demonstrasi awal. Pertanyaan peneliti yang merupakan prediksi yang seharusnya ditulis dengan cepat diungkapkan dengan kata-kata. Peserta didik lebih suka melakukan percobaan dari pada mendengarkan ceramah, dan peserta didik sangat senang ketika hasil yang didapat sesuai denga yang diharapkan. Kelebihan proses pembelajaran siklus I dipertahankan dan kelemahan-kelemahan yang ada diperbaiki. Rencana perbaikan yaitu: 1) menegaskan kembali pada peseerta didik untuk menuliskan prediksinya, 2) melengkapi alat yang digunakan untuk percobaan.

Paparan Data dan Hasil Tindakan Siklus II Rencana Tindakan


Dari hasil refleksi pada siklus II maka perlu adanya perbaikan tindakan. Perbaikan pada siklus II bertujuan agar proses pembelajaran berjalan optimal dan lebih efektif. Kelemahan yang telah dipaparkan pada siklus I memerlukan perubahan format secara teliti untuk melakukan tindakan II. Rencana tindakan II meliputi langkah-langkah sebagai berikut, yaitu a) peneliti melaksanakan proses pembelajaran dengan strategi P.O.E meliputi tahap predict, tahap observe, dan tahap explain. b) peneliti melakukan pengamatan terhadap perkembangan keaktifan tiap peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. c) peneliti melakukan pengamatan terhadap peserta didik dalam melakukan percobaan, d) peneliti memotivasi peserta didik agar kerja sama kelompok lebih efektif dan efisien, e) peneliti memberikan tes hasil belajar diakhir pembelajaran siklus II.
PELAKSANAAN DAN OBSERVASI TINDAKAN II

Pada pelaksanaan tindakan II pembelajaran yang dilakukan peneliti membahas tentang faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya induksi elektromagnetik. Sebelum melalui tahap-tahap P.O.E, peneliti memotivasi peserta didik untuk memikirkan lampu sepeda yang menyala semakin terang. Pertanyaan peneliti adalah mengapa lampu sepeda akan menyala semakin terang bila pedal digayuh semakin cepat. Dengan antusias peserta didik menjawab pertanyaan peneliti. Setelah itu peneliti memasuki tahap- tahap strategi P.O.E, yaitu:

Predic
Pada tahap ini peneliti melakukan demonstrasi awal, sebelum melakukan demonstrasi peneliti bertanya kepada peserta didik dengan pertanyaan apa yang terjadi dengan jarum galvanometer bila kekuatan magnet ditambah saat digerakkan ke dalam kumparan. Peserta didik membuat prediksi dan menuliskannya di selembar kertas, kemudian peneliti melanjutkan demonstrasinya.

Observe
Pada tahap observe ini peserta didik melanjutkan observasinya dari demonstrasi yang dilakukan oleh peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan percobaan sesuai LKPD secara berkelompok untuk membuktikan prediksi yang telah dibuatnya. Pada saat peserta didik melakukan percobaan peneliti selain membimbing juga melakukan pengamatan terhadap keaktifan peserta didik. Setelah data-data diperoleh dari pengamatan tiap kelompok melakukan diskusi, menghubungkan data yang diperoleh dengan prediksi yang telah dibuatnya di awal. Kemudian membuat suatu kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi kelompok.

Explain
Pada tahap explain, beberapa kelompok yang diwakili satu peserta didik menjelaskan hasil prediksi dan observasi yang telah dibuatnya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Pada saat menjelaskan hasil prediksi dan observasinya berjalan dengan baik, semua kelompok memperoleh data dengan benar. Pertama, bila magnet digerakkan lebih cepat maka jarum galvanometer Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 95

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) akan menyimpang lebih jauh. Kedua, apabila kekuatan magnet ditambah ketika digerakkan ke dalam kumparan, maka jarum galvanometer akan menyimpang lebih jauh. Ketiga, apabila kumparan diganti dengan yang jumlah lilitannya lebih banyak ketika magnet digerakkan masuk ke dalam kumparan, maka simpangan jarum galvanometer akan semakin jauh. Prediksi yang dibuat semua kelompok hamper sama yaitu bila magnetnya semakin banyak maka jarum galvanometer menyimpang makin jauh. Peneliti juga mencatat keberhasilan dari lima kelompok yang membuat kesimpulan benar yaitu induksi elektromagnetik akan dihasilkan semakin besar apabila, kecepatan gerak magnet, kekuatan magnet, dan banyaknya lilitan bertambah besar.
DESKRIPSI HASIL TINDAKAN II

Setelah siklus II berakhir peneliti memberikan tes formatif pada peserta didik. Tes formatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai peserta didik dalam menguasai materi yang berkaitan dengan induksi elektromagnetik. Skor tes hasil tindakan pada siklus II adalah rata-rata 82,9 dan mencapai ketuntasan sebesar 76,5%. Pada silus II menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes hasil belajar peserta didik sebesar 82,9. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil tes hasil belajar peserta didik siklus I sebesar 70,6. Hal ini menunjukkan peningkatan hasil belajar dari siklus sebelumnya. Namun tidak semua peserta didik mengalami peningkatan hasil belajar, karena masih didapatkan nilai yang dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah sebesar 75. Bila dilihat dari indikator keberhasilan, rata-rata hasil belajar yang diperoleh peserta didik sudah terpenuhi sehingga siklus dihentikan.
REFLEKSI SIKLUS II

Berdasarkan observasi lapangan, proses pembelajaran dengan strategi P.O.E pada siklus II telah memberikan keuntungan berupa semakin cepat peserta didik memahami konsep dan membuat suatu prediksi atau dugaan dari suatu kejadian. Hal ini dapat melalui perolehan rata-rata tes hasil belajar peserta didik pada siklus II sebesar 82,9 dibandingkan dengan rata-rata tes hasil belajar siklus I sebesar 70,6. Bila dilihat dari ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus II sebesar 76,5% menunjukkan bahwa masih banyak yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah sebesar 75. Catatan yang diperoleh peneliti dari hasil pengamatan siklus II adalah peserta didik sangat antusias dan aktif dalam melakukan percobaan. Nampak sekali bahwa peserta didik lebih senang melakukan kegiatan percobaan dari pada mendengarkan ceramah. Peserta didik mulai bisa kolaborasi lebih baik dari pembelajaran siklus I. Peserta didik mampu menjawab pertanyaan dari peneliti dan berani menjelaskan hasil observasi dari kerja kelompok. Paparan di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran siklus II mampu mengatasi masalah keaktifan dan meningkatka hasil belajar peserta didik. Akan tetapi ada hal yang perlu untuk terus dilakukan yaitu mempertahankan dan meningkatkan apa yang sudah ada, karena hasil yang dicapai jauh dari sempurna. Berdasarkan KKM yang telah ditentukan sekolah, ketuntasan belajar peserta didik secara klasikal sekitar 76,5% yang memenuhi ketuntasan.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Strategi P.O.E dapat meningkatkan keaktivan belajar perserta didik. Pada siklus II peserta didik lebih aktif dan antusias dalam melakukan percobaan dan dapat berkolaborasi lebih baik dari siklus I. 2. Pembelajaran dengan strategi P.O.E dapat meningkatkan hasil belajar peserta didikkelas ixb smp negeri 1 beji- pasuruan. Dari data-data hasil belajar yang didapatkan dari data dokumenter ulangan harian peserta didik sebesar 60,8 meningkat menjadi 70,6 pada akhir siklus i dan pada akhir siklus ii meningkat dari 70,6 menjadi 82,9. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 96

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


DAFTAR RUJUKAN Baharudin,dkk, 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. AR-RUZZ Media. Yogyakarta Daryanto, 2010. Belajar dan Mengajar. C.V Yrama Widya. Bandung Dimyati,dkk, 2002 Belajar dan Pembelajaran, P.T Rineka Cipta, Jakarta Hamalik, Oemar, 2010. Psikologi Belajar dan Mengajar. Sinar Baru Algesindo. Bandung Indrawati,dkk, 2009, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, PPPPTK IPA, Bandung Laksmi,Sri, 2009. Hand out Model Pembelajaran Berbasis Siswa. Bandung Sudrajat, Akhmad. http//my fortunner.wordpress.com Suparno, Paul, 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Kanisiun. Yogyakarta Susuilo, Herawati dkk, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bayu Media Publishing. Malang Usman, Uzer, 2008. Menjadi Guru Profesional. P.T Rosda Karya, Bandung Winkel, WS, 1996. Psikologi Pengajaran. P.T Gramedia Widiasarana, Jogjakarta

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 97

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN KIT KEMAGNETAN MELALUI STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR DAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA MAHASISWA FISIKA FMIPA UM ANGKATAN TAHUN 2010/2011 OFFERING M

Purbo Suwasono
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan pemahaman konsep fisika siswa dengan menerapkan media pembelajaran KIT kemagnetan melalui strategi REACT. Subjek penelitiannya mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M yang berjumlah 38 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, catatan lapangan, format observasi kemampuan berpikir mahasiswa dan butir soal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir meningkat sebesar 37,34 % dan pemahaman konsep fisika mahasiswa meningkat sebesar 21,05 % melalui penerapan media pembelajaran KIT kemagnetan melalui strategi REACT. Kata Kunci: strategi REACT, kemampuan berpikir, pemahaman konsep fisika.

Kemampuan berpikir dan pemahaman konsep fisika mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M sangat rendah. Ini dapat dilihat dari rata-rata nilai ujian fisika yaitu 53,35. Skor ini sangat jauh dari kriteria lulus dengan nilai B yaitu 70. Hal ini diduga akibat dari pembelajaran yang selalu berpusat pada dosen dan mahasiswa yang tidak mau berpikir, untuk mengatasinya akan dilakukan penelitian dengan menerapkan media pembelajaran KIT kemagnetan melalui strategi REACT. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan pemahaman konsep fisika mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M dengan menerapkan media pembelajaran KIT kemagnetan melalui strategi REACT. Penerapan media pembelajaran KIT kemagnetan melalui strategi REACT merupakan strategi pembelajaran yang dapat membantu dosen untuk menanamkan konsep pada mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak sekedar menghafal tetapi mahasiswa dapat menemukan sendiri, bekerja sama, dapat menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mentransfer dalam kondisi baru (Rahayu, 2004). Strategi REACT merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang meliputi relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring.
KAJIAN PUSTAKA

Strategi REACT adalah strategi pembelajaran yang dapat membantu guru/dosen untuk menanamkan konsep pada siswa/mahasiswa, sehingga siswa/mahasiswa tidak sekedar menghafal akan tetapi siswa/mahasiswa dapat menemukan sendiri, bekerja sama, dapat menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mentransfer dalam kondisi baru (Rahayu, 2004). Strategi REACT merupakan strategi pembelajaran yang digunakan untuk menerapkan pendekatan kontekstual. Strategi REACT berdasar pada teori belajar kognitif dan teori belajar social karena dalam REACT dibutuhkan kemampuan berpikir dan berinteraksi social dengan orang lain. Strategi REACT merupakan suatu strategi pembelajaran yang disampaikan oleh Center of Occupational Research and Development (CORD, 2003) di Amerika. Strategi REACT adalah strategi pembelajaran kontekstual yang meliputi Relating, Experiencing,

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 98

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Applying, Cooperating, dan Transferring. Jadi REACT merupakan singkatan dari Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring. Munandar (dalam Junaidi, 2006:14), menguraikan ciri-ciri keterampilan berpikir kreatif dengan memberikan perumusan yang menjelaskan konsep dan perilakunya. Keterampilan berpikir kreatif tersebut terdiri dari keterampilan berpikir lancar, keterampilan berpikir luwes, keterampilan berpikir orisinil, keterampilan merinci, dan keterampilan menilai. Pemahaman konsep fisika adalah kemampuan untuk menjelaskan, menghubungkan dan menarik kesimpulan terhadap suatu konsep-konsep tentang suatu gejala alam yang ada hubungannya dengan materi fisika (Baprini, 2001:9). Pemahaman konsep fisika dapat ditunjukkan dengan kemampuan siswa/mahasiswa untuk mengungkapkan pikirannya dalam bentuk bahasa (Rukmijati & Yuliati, 2001:25). Siswa/mahasiswa mampu menyampaikan pendapat ataupun mampu menjawab pertanyaan berarti siswa/mahasiswa tersebut paham mengenai konsep yang dipelajari. Pemahaman konsep fisika dalam pendidikan perlu mendapat perhatian sebab pemahaman konsep merupakan prasyarat untuk terjadinya belajar yang lebih bermakna (Arum, 2006:27). Tanpa suatu pemahaman konsep fisika secara baik dan benar maka siswa/mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran fisika. Salah satu pengukuran pemahaman konsep fisika adalah hasil tes. Tes hasil belajar adalah alat untuk membelajarkan siswa/mahasiswa. Tes dapat digunakan untuk mengetahui aspek kognitif dan aspek afektif dari siswa/mahasiswa, namun pada penelitian ini tes hanya digunakan untuk mengukur aspek kognitif siswa/mahasiswa. Aspek kognitif berkaitan dengan kegiatan intelektual siswa/mahasiswa. Aspek kognitif oleh Bloom dibagi menjadi enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Kajian tentang konsep fisika yang mencerminkan Paradigma berfikir belum nampak
METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Tindakan ditekankan pada penerapan strategi REACT untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan pemahaman konsep fsika mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaborasi antara dosen fisika dengan peneliti. Peneliti berperan sebagai perencana tindakan, observer dalam pengumpulan data, penganalisis data dan pelaporan hasil penelitian, sedangkan pelaksanaan dilakukan oleh dosen fisika. Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data kemampuan berpikir dan pemahaman konsep fisika mahasiswa. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, catatan lapangan, format observasi kemampuan berpikir mahasiswa dan butir soal. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus.Tahapan penelitian dilakukan dengan menggunakan siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pada tahap perencanaan, mahasiswa dan dosen berdiskusi tentang materi yang akan diajarkan, setelah itu peneliti membuat RPP, LKM dan soal-soal untuk tes 1 dan 2. Pada tahap pelaksanaan, dosen melaksanakan apa yang ada di RPP yang dibuat peneliti. Pelaksanaan pembelajaran ini dibagi menjadi 5 tahap yaitu tahap relating, experiencing, applying, cooperating dan transferring. Pada tahap relating, dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan sehari- hari yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan yaitu kemagnetan, pada tahap Experiencing, dosen mengajak mahasiswa untuk melakukan eksperimen, pada tahap Applying, dosen meminta mahasiswa menerapkan konsep yang dipelajari dengan cara memberikan permasalahan sederhana yang berkaitan dengan konsep kemahnetan. Pada tahap cooperating, dosen meminta mahasiswa untuk membentuk kelompok 6-7 orang, mahasiswa diminta untuk mendiskusikan suatu permasalahan yang ada pada LKM yang dibuat peneliti. Permasalahan tersebut berhubungan dengan konsep kemagnetan. Pada tahap transferring, mahasiswa diberikan permasalahan baru yang sedikit berbeda tetapi masih berhubungan dengan konsep kemagnetan. Pada tahap pengamatan, dosen dan peneliti mengamati situasi kelas pada saat pembelajaran dengan strategi REACT. Setelah tahap pengamatan, maka dilakukan tahap refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Analisis data yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir mahasiswa adalah dengan melihat jawaban mahasiswa pada LKM. Jawaban-jawaban mahasiswa dikelompokkan antara keterampilan berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, merinci dan menilai, Lalu dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 99

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Persentase=

Jumlah keterampil an berpikir kreatif yang muncul x 100 % Jumlah keterampil an berpikir kreatif ideal (34 mahasiswa )

Analisis data yang dilakukan untuk mrengetahui pemahaman konsep fisika mahasiswa adalah, peneliti memberikan tes pada mahasiswa pada setiap akhir siklus. Setiap satu soal apabila jawabannya benar maka skornya 1 apabila jawabannya salah maka skornya 0. kemudian nilai tersebut dijumlahkan dan dikalikan 10, lalu dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus

Persentase=

Jumlah nilai postes mahasiswa x 100 % Jumlah nilai postes sec ara keseluruhan

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah jika 85 % mahasiswa dalam satu kelas telah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 65. Contoh: berfikir orisinil, merinci dan menilaitentang konsep fisika kemagnitan ?
HASIL

Dari hasil penelitian, didapatkan data sebagai berikut.


KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI REACT

Siklus I

Tabel 1 Keterlaksanaan Pembelajaran dengan Strategi REACT Siklus I


Tahap Pertemuan 1 (%) Relating Experiencing Applying Cooperating Transferring Keterlaksanaan Pembelajaran REACT 100 100 100 66,67 100 93,3 Pertemuan 2 (%) 66,67 100 66,67 66,67 100 80 Rata-rata (%) 83,33 100 83,33 66,67 100 86,65 Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Baik Baik Sekali Baik Sekali Baik Baik Sekali Baik Sekali

Keterlaksanaan pembelajaran dengan langkah pembelajaran pada siklus 1 telah terlaksana, dengan tingkat keterlaksanaan 93,3 % pada pertemuan 1 dan 80 % pada pertemuan 2. Dari kedua pertemuan tersebut, diperoleh tingkat keterlaksanaan pembelajaran siklus I adalah sebesar 86,65 %.
SIKLUS 2

Tabel 2 Keterlaksanaan Pembelajaran dengan Strategi REACT Siklus II


Tahap Relating Experiencing Applying Cooperating Pertemuan 1 (%) 100 100 100 100 Pertemuan 2 (%) 100 100 60 75 Rata-rata (%) 100 100 80 87,5 Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali Baik Sekali

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 100

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


Transferring Keterlaksanaan Pembelajaran REACT 100 100 100 87 100 93,5 Baik Sekali Baik Sekali

Keterlaksanaan pembelajaran dengan langkah pembelajaran pada siklus II telah terlaksana dengan baik sekali, dengan tingkat keterlaksanaan sebesar 93,5 %. Setiap ketrampilan berpikir juga terlaksana dengan baik sekali.
KEMAMPUAN BERPIKIR MAHASISWA

Tabel 3. Kemampuan Berpikir Mahasiswa


Pencapaian Kemampuan Berpikir KB Lancar KB Luwes KB Orisinil K Merinci K Menilai P1 36,84 31,58 68,42 2,63 7,89 Siklus I P2 60,5 23,68 68,42 55,26 28,95 P1 68,42 26,32 76,32 73,68 76,68 Siklus II P2 63,14 57,89 100 71,05 44,73 31,08 Rata-Rata S1 48,67 27,63 68,42 28,95 18,42 68,42 S2 65,78 42,11 88,16 72,37 60,71 Peningkatan % 17,11 14,48 19,74 43,42 42,29 37,34

Kemampuan Berpikir

Keterangan: P1 = Pertemuan 1 S1 = Siklus 1 KB = Keterampilan Berpikir

P2 = Pertemuan 2 S2 = Siklus 2 K= Keterampilan

Berdasarkan hasil pengerjaan LKM pada siklus I diperoleh hasil keterampilan berpikir lancar lebih besar pada pertemuan 2 daripada pertemuan 1 hal ini karena pertanyaan bagian kesimpulan yang diberikan pada pertemuan 2 lebih mengarahkan mahasiswa untuk menyebutkan sesuatu, sehingga mahasiswa yang mengemukakan gagasan pada pertemuan 2 lebih banyak daripada pertemuan 1. Hasil keterampilan berpikir luwes mahasiswa lebih besar pada pertemuan 1 daripada pertemuan 2, hal ini karena permasalahan yang diberikan lebih menarik dan membuat mahasiswa mempunyai gagasan yang bermacam-macam sehingga memungkinkan mahasiswa untuk mengungkapkan berbagai cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Keterampilan berpikir orisinil mahasiswa mengalami penurunan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Hal ini karena pada pertemuan 2 mahasiswa terlihat tidak serius dalam menjawab pertanyaan yang ada di LKM, mahasiswa mengutip apa yang ada di buku sehingga keterampilan berpikir orisinilnya tidak muncul. Keterampilan merinci mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Hal ini karena permasalahan yang diberikan pada pertemuan 2 memungkinkan mahasiswa untuk merinci terlebih dahulu sebelum menjawabnya, sedangkan pada pertemuan 1 permasalahan yang diberikan langsung menuntut mahasiswa untuk memberikan jawaban. Keterampilan menilai mahasiswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2, hal ini karena pada pertemuan 2 mahasiswa yang dapat menilai dan menyelesaikan suatu permasalahan dengan benar lebih banyak daripada pertemuan 1. Dari hasil keseluruhan menunjukkan bahwa tingkat kemampuan berpikir mahasiswa masih sangat kurang. Berdasarkan hasil pengerjaan LKM pada siklus II diperoleh hasil keterampilan berpikir lancar lebih besar pertemuan 1 daripada pertemuan 2 hal ini karena pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada pertemuan 2 lebih sedikit jumlahnya daripada pada pertemuan 1. Hasil keterampilan berpikir luwes mahasiswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2, hal ini karena permasalahan yang diberikan lebih rumit sehingga memungkinkan mahasiswa untuk mengungkapkan berbagai cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hasil keterampilan berpikir orisinil mahasiswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Hal ini karena pada pertemuan 2 semua mahasiswa Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 101

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) menjawab pertanyaan di LKM dengan kalimat-kalimat mahasiswa sendiri dan tidak mengutip dari buku sehingga pada pertemuan 2 ini keterampilan berpikir orisinil muncul sebesar 100 %. Keterampilan merinci mengalami penurunan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Hal ini karena permasalahan yang diberikan pada pertemuan 1 memungkinkan mahasiswa untuk merinci terlebih dahulu sebelum menjawabnya, sedangkan pada pertemuan 2 permasalahan yang diberikan langsung menuntut mahasiswa untuk memberikan jawaban. Keterampilan menilai mahasiswa pada siklus II mengalami penurunan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2, hal ini karena pada pertemuan 2 permasalahan yang diberikan lebih rumit dari permasalahan pada pertemuan 1 sehingga banyak mahasiswa yang tidak bisa menjawab permasalahan tersebut dengan benar. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat kemampuan berpikir mahasiswa secara keseluruhan cukup. Hasil pencapaian kemampuan berfikir masih belum nampak konsep Fisikanya. Misalnya:sesudah magnit menarik benda yang bermuatan kation dt... maka sebelumnya magnit akan menarik logam yang ad a didekatnya.
PEMAHAMAN KONSEP FISIKA MAHASISWA

Tabel 4. Pemahaman Konsep Fisika Mahasiswa


Siklus ke I II Peningkatan Pemahaman Konsep 26 34 Jumlah Mahasiswa yang Mencapai KKM Persentase 68,42 89,47 21,05

Berdasarkan hasil tes pada siklus 1 diperoleh 26 mahasiswa (68,42 %) dari 38 mahasiswa yang mencapai target yang ditetapkan sekolah. Hasil ini belum menunjukkan pencapaian ketuntasan belajar, sebab indikator pencapaian ketuntasan belajar, adalah jika 85 % mahasiswa nilainya berada 65. Berdasarkan hasil tes pada siklus II diperoleh 34 mahasiswa (89,47 %) dari 38 mahasiswa yang mencapai target yang ditetapkan sekolah. Hasil ini sudah menunjukkan pencapaian ketuntasan belajar, sebab indikator pencapaian ketuntasan belajar, adalah jika 85 % mahasiswa nilainya berada 65 dan dari tabel di atas jelas bahwa mahasiswa yang memperoleh nilai 65 adalah sebanyak 34 mahasiswa, itu berarti sudah mencapai 85 % dari jumlah mahasiswa secara keseluruhan.
PEMBAHASAN KEMAMPUAN BERPIKIR MAHASISWA

Kemampuan berpikir mahasiswa terdiri dari keterampilan berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, merinci dan menilai. Keterampilan berpikir lancar mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M pada siklus I mengalami peningkatan tetapi pada siklus II mengalami penurunan. Hal ini karena pada siklus II pertemuan 2 pertanyaan yang diberikan lebih sedikit daripada pertemuan 1 sehingga keterampilan berpikir lancar mahasiswa lebih banyak muncul pada pertemuan 1. Pada penelitian ini keterampilan berpikir lancar mahasiswa termasuk klasifikasi Cukup. Keterampilan berpikir lancar diamati dari hasil jawaban mahasiswa pada LKM, ternyata jika pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan kejadian sehari-hari dan menarik maka gagasan yang dikemukakan mahasiswa juga lebih dari satu kalimat sehingga dapat dikatakan bahwa mahasiswa mempunyai keterampilan berpikir lancar. Keterampilan berpikir luwes mahasiswa pada siklus I mengalami penurunan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Hal ini karena pada pertemuan 1 permasalahan yang diberikan mampu membuat mahasiswa mengemukakan bermacam-macam gagasannya. Pada siklus II keterampilan berpikir luwes mahasiswa terjadi peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Keterampilan berpikir luwes mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M pada siklus I termasuk klasifikasi sangat kurang sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan dan termasuk klasifikasi Kurang. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 102

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Keterampilan merinci mahasiswa pada siklus I terjadi peningkatan antara pertemuan 1 dengan pertemuan 2 tetapi pada siklus II terjadi penurunan antara pertemuan 1 dengan pertemuan 2. Hal ini karena pada siklus II pertemuan 2 permasalahan yang diberikan lebih rumit daripada pertemuan 1 sehingga mahasiswa merinci dulu sebelum menyelesaikannya. Keterampilan merinci mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M telah termasuk klasifikasi Baik. Dengan adanya tahap transferring dalam strategi REACT, mahasiswa akan menjawab suatu permasalahan dengan merinci dulu apa maksud dari pertanyaan yang diberikan sehingga mahasiswa bisa menjawab dengan tepat. Keterampilan menilai mahasiswa pada siklus I terjadi peningkatan tetapi pada siklus II terjadi penurunan antara pertemuan 1 dengan pertemuan 2. Hal ini karena permasalahan yang diberikan pada siklus II pertemuan 2 lebih rumit sehingga banyak mahasiswa yang tidak mampu menjawab dengan benar. Keterampilan menilai mahasiswa angkatan 2010/2011 kelas M pada siklus I termasuk klasifikasi sangat kurang sedangkan pada siklus II termasuk klasifikasi cukup. Dengan adanya tanya jawab dari dosen kepada mahasiswa pada saat mahasiswa mengerjakan LKM, mahasiswa akan melakukan penilaian sendiri atas caranya melakukan eksperimen ataupun dari hasil eksperimen yang telah dilakukan. Mahasiswa dapat mengatakan benar atau salah terhadap suatu permasalahan berarti mahasiswa mampu menilai. Hasil persentase rata-rata keseluruhan kemampuan berpikir dalam penelitian ini adalah 31,08 % pada siklus I dan 68,42 % pada siklus II. Jadi, peningkatan kemampuan berpikir mahasiswa dari siklus I ke siklus II adalah sebesar 37,34 %. Menurut klasifikasi, pada siklus I termasuk klasifikasi sangat kurang dan pada siklus II termasuk klasifikasi cukup. Hasil tersebut menunjukkan bahwa melalui penerapan strategi REACT dapat memberikan dampak positif pada mahasiswa yakni dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa.
PEMAHAMAN KONSEP FISIKA MAHASISWA

Dampak lain dari penerapan pembelajaran dengan strategi REACT adalah meningkatnya pemahaman konsep fisika mahasiswa. Pemahaman konsep fisika adalah kemampuan untuk menjelaskan, menghubungkan, dan menarik kesimpulan terhadap suatu konsep-konsep tentang suatu gejala alam yang ada hubungannya dengan materi fisika (Baprini, 2001:9). Mahasiswa mampu menjawab pertanyaan berarti mahasiswa tersebut paham mengenai konsep yang dipelajari. Pemahaman konsep fisika mahasiswa diukur dalam bentuk tes. Dari hasil tes mahasiswa pada siklus 1 yaitu 68,42 % ini menandakan bahwa pemahaman konsep fisika mahasiswa cukup baik jika dibandingkan dengan hasil tes mahasiswa sebelum strategi REACT ini diterapkan yaitu sebesar 2,63 %. Namun hasil ini belum mencapai nilai B yang ditetapkan sekolah sehingga tindakan yang diberikan dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II, hasil tes mahasiswa meningkat menjadi 89,47 %. Hasil ini sudah mencapai nilai B yang ditetapkan. Dari hasil ini terlihat bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep fisika mahasiswa sebesar 21,05 %. Peningkatan ini terjadi karena pada siklus II mahasiswa sudah mulai terbiasa dengan tahapan-tahapan pada strategi REACT. Dari persentase yang diperoleh menunjukkan bahwa pemahaman konsep fisika mahasiswa setelah pembelajaran dilakukan dengan strategi REACT meningkat dari 68,42 % menjadi 89,47 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika dengan menggunakan strategi REACT dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Wulandari (2006), Purwati (2005) dan Cecep dalam Trianto (2007). Wulandari (2006) mengemukakan bahwa rangkaian strategi REACT dapat meningkatkan daya pemahaman mahasiswa pada materi. Deskripsi konsep Fisika tentang apa yang dapat dikategorikan berfikir baik, lancar dst. Purwati (2005) mengemukakan keuntungan menerapkan strategi REACT yaitu kegiatan belajar mengajar yang menggunakan strategi REACT akan membuat mahasiswa aktif menemukan konsep-konsep yang mereka pelajari sehingga mereka akan mudah untuk memahami konsep tersebut. Cecep dalam Trianto (2007) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual seperti REACT, mahasiswa menemui hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata, konsep dipahami melalui proses penemuan dan hubungan
KESIMPULAN DAN SARAN

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 103

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)


KESIMPULAN

Strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa melalui tahapan relating, experiencing, applying, cooperating dan transferring. Pada proses relating sampai transferring mahasiswa diajak berpikir sehingga mahasiswa menemukan sendiri suatu konsep. Pada penelitian ini kemampuan berpikir mahasiswa mengalami peningkatan sebesar 37,34 %. Selain meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa, strategi REACT juga dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika mahasiswa karena tahapan REACT dirancang secara berkelanjutan dari menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari sampai pemecahan masalah. Tahapan ini saling berkaitan dari apa yang dibahas pada relating sampai pada transferring. Pada penelitian ini pemahaman konsep fisika mahasiswa meningkat sebesar 21,05 %.
SARAN

Pada saat menerapkan strategi REACT, dosen juga harus memperhatikan pembagian kelompok. Satu kelompok hendaknya terdiri dari 3-4 mahasiswa dengan 1 alat eksperimen. Hal ini agar semua anggota kelompok bekerja dan tidak ada anggota kelompok yang bermain-main sendiri.
DAFTAR RUJUKAN Arum, Neri Wulan. 2006.Pengembangan Pembelajaran dengan Pola Pendekatan Sikap Berpikir Kritis dan Kreatif (SPIKK) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika SMP Negeri 17 Malang.Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Baprini, Euis. 2001.Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan Pemahaman Konsep Rangkaian Listrik Arus Searah Melalui Peta Konsep Siswa Kelas II SMU Islam Diponegoro Wagir Kab.Malang.Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. CORD. 2003.The REACT Strategi.(online),(http: www.texas collaborate.org/The REACT Strategi.htm) diakses 13 Juli 2008. Junaidi, Rino. 2006. Penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) Pada Bidang Studi Fisika Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII-H MTSN Malang1 Semester II Tahun Ajaran 2005/2006. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana Universitas Negeri Malang. Purwati, Enik. 2005.Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia SMP Berbasis Inkuiri dan Kontekstual dengan Strategi REACT Pada Pokok Bahasan Unsur, Senyawa, dan Campuran.Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Rahayu, Sri. 2004.Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Kontekstual.Makalah Disajikan dalam Workshop Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi di Madrasah Aliyah Universitas Negeri Malang. Malang 13-17 Januari. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Rukmijati & Yuliati. 2001.Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika dengan Menggunakan Pendekatan Kontruktivis Berbantuan Alat Peraga Fisika Pada Siswa Kelas II SMUN 8 Malang.Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang. Wulandari, Dewi. 2006. Pembelajaran di Luar Kelas dengan Strategi Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring Pada Mata Pelajaran SAINS Pokok Materi Pengelolaan Lingkungan untuk Mengatasi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Malang. Malang: Universitas Negeri Malang.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 104

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Kegiatan Lesson Study Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Perkuliahan Fisika di Jurusan Fisika FMIPA UM

Sutarman
Jurusan Fisika FMIPA

Abstrak: Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam perkuliahan di Perguruan Tinggi senantiasa terus diupayakan baik melalui penelitian tindakan kelas mapun kegiatan lainnya. Salah satu kegiatan untuk meningkatkan kaulitas pembelajaran di perguruan tinggi yang termasuk baru adalah kegiatan lesson study. Jurusan Fisika FMIPA UM telah melaksanakan kegiatan lessson Study sejak tahun 2008. Berdasarkan pantauan terhadap kegiatan lesson study di Jurusan Fisika yang selama ini dilakukan diperoleh temuan-temuan yang merupakan pengalaman berharga. Pengalaman yang dimaksud adalah (1) Munculnya kemauan para dosen untuk membuka kelas (open class) dan menjadi dosen model, (2) Keterbukaan pikiran dan menerima masukkan pendapat teman sejawat guna memperbaiki pembelajarannya, (3) Motivasi yang tinggi para dosen untuk belajar sesama teman sejawat melalui kajian pembelajaran, (4) Adanya upaya untuk mencoba menggunakan strategi perkuliahan yang baru guna memperoleh balikan dari teman sejawat sehingga diperoleh pengalaman mengajar dengan yang lebih baik, (5) Dihasilkan sejumlah Satuan Acara Perkuliahan yang telah diterapkan dan memperoleh balikan dalam kegiatan refleksi. (6) Terbentuknya kelompok lesson study dalam lingkup Kelompok Bidang Keahlian (KBK), (7) Meningkatkan kemampuan dan ketajaman para dosen dalam mencermati dan menganalis pembelajaran serta merefleksikannya, (8) Tersosialisasinya konsep dan penerapan lesson study bagi para dosen dilingkungan jurusan. Kata kunci : Lesson study, pembelajaran, perguruan tinggi .

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas profesional dosen dan sekaligus kualitas pembelajaran adalah melalui kegiatan lesson study. Jurusan Fisika FMIPA UM sejak tahun 2008 telah melaksanakan kegiatan lesson study secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan utama dilaksanakan lesson study di Jurusan Fisika adalah meningkatkan kualitas profesionalisme dosen dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan cara belajar sesama teman sejawat. Apa, mengapa dan bagaimana pelaksanakan lesson study di Jurusan Fisika FMIPA UM serta pengalaman berharga apa yang dapat dipetik dari kegiatan tersebut diketengahkan dalam tulisan ini.
APA DAN MENGAPA LESSON STUDY DILAKUKAN DI JURUSAN FISIKA

Lesson study merupakan suatu proses sistematis yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk menguji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran (Garfield, 2006 dalam Ibrohim 2010). Proses sistematis dalam hal ini adalah adanya kelompok kolaboratif diantara para guru untuk menyusun rencana pelajaran dan perangkat pembelajaran, mengobservasi, merefleksi dan merevisi rencana pembelajaran secara berkesinambungan (Ibrohim, 2010). Menurut Walker (2005) lesson study merupakan suatu metode pengembangan profesional guru. Sedangkan menurut Lewis (2002) dalam lesson study adanya seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang, mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Lebih lanjut Ibrohim (2010) mendifinisikan lesson study sebagai berikut: lesson study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 105

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Lesson study sebagai salah satu wahana bagi para dosen untuk meningkatkan kualitas perkuliahannya sehingga diharapkan meningkatkan mutu lulusan. Selama ini hampir tidak ada kegiatan yang sifatkan rutin di tingkat jurusan yang berupaya untuk memperbaiki pembelajaran. Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan manakala dosen memperoleh dana penelitian. Di luar itu, hampir tidak ada kegiatan rutin dan berkesinambungan untuk selalu belajar memperbaiki pembelajaran dalam perkuliahan. Melalui kegatan lesson study yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan berkesinambungan setiap semester, maka suasana akademik jurusan meningkat dalam rangka saling belajar diantara teman dosen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Alasan lain mengapa lesson study dilakukan di Jurusan Fisika adalah Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang telah dibuat para dosen diimplementasikan kemudian dilakukan perbaikan berdasarkan pengamatan dan pengalaman dosen ketika mengajar. Selama ini, pengamatan pembelajaran hanya sebatas pada pengamatan oleh dosen sendiri. Cara semacam ini tentu belum dapat menghasilkan temuan-temuan permasalahan pembelajaran yang lebih mendalam dan menyeluruh. Melalui kegiatan lesson study yang melibatkan teman sejawat sebagai observer mengkaji pembelajaran (research lesson) akan banyak ditemukan permasalahan terutama bagaimana mahasiswa belajar. Pengamatan difokuskan pada bagaimana mahasiswa belajar dan bukan bagaimana dosen mengajar. Melalui pengamatan akan ditemukan masalah pembelajaran, ditemukan penyebabnya dan kemudian didiskusikan melalui kegiatan refleksi bagaimana solusi perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Dengan cara demikian melalui lesson study SAP diperbaiki berdasarkan hasil diskusi refleksi. Kegiatan lesson study dapat digunakan sebagai salah satu agenda kegiatan Kelompok Bidang Keahlian (KBK) untuk meningkatkan pembelajaran. Para dosen yang tergabung ke dalam KBK membentuk group lesson study yang beranggotakan 8-10 orang dosen. Mereka secara rutin belajar sesama teman sejawat melalui kegiatan lesson study. Di Jurusan Fisika FMIPA UM terdapat 6 KBK yaitu KBK pendidikan, KBK elektronika dan instrumentasi, KBK material, KBK astronomi, KBK kumputasi, KBK fisika teori. Oleh karena itu di Jurusan Fisika ter dapat 6 group lesson study.
BAGAIMANA PELAKSANAAN LESSON STUDY DI JURUSAN FISIKA FMIPA UM

Pada setiap awal perkuliahan melalui rapat jurusan para dosen yang tergabung dalam KBK diminta untuk membuat program kegiatan lesson study. Program yang dimaksud adalah membuat perencaan lesson study yang menyangkut schedule kegiatan plan, do serta see/reflection. Kegiatan Plan-Do dan See/Reflection merupakan rangkaian kegiatan lesson study yang urutannya tidak dapat pertukarkan (Saito, 2005). Kegiatan plan meliputi penentuan matakuliah yang akan digunakan open class, menyusun SAP, menentukan dosen model, moderator dan notulen serta jadwal dan tempat open class dilaksanakan. Ada beberapa cara penyusunan SAP yang dilakukan oleh para dosen. Pertama: SAP disusun sendiri oleh seorang dosen, yang kemudian hasilnya didiskusikan dengan anggota kelompok KBK untuk memperoleh masukan dan kemudian diperbaiki sebelum dimplementasikan. Kedua: SAP disusun oleh semua anggota kelompok, Ketiga: SAP disusun secara mandiri oleh seorang dosen. Setelah SAP berhasil disusun, pada hari yang telah ditentukan seorang dosen model mengajar sedangkan dosen yang lain menjadi observer. Gambar -1 menujukkan seorang dosen melaksanakan pembelajaran di depan kelas. Gambar-2 seorang dosen sebagai observer mengamati sekelompok mahasiswa yang sedang belajar. Observer dalam melakukan pengamatan menggunakan format observasi. Fokus amatannya adalah apakah para mahasiswa konsentrasi dalam belajar dan pada saat apa mereka konsentrasi?. Adakah mahasiswa yang kurang berkonsentrasi belajar, pada saat apa mereka tidak konsentrasi, apa penyebab mereka kurang konsentrasi?. Pengalaman berharga apa yang diperoleh melalui pembelajaran hari ini?

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 106

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)

Gambar-1 Seorang dosen sedang mengajar ketika open class

Gambar 2 : Seorang dosen sedang mengamati mahasiswa belajar

Setelah jam kuliah usai maka pada hari itu pula dilakukan refleksi. Refleksi dipimpin oleh seorang moderator. Gambar-3 menunjukkan situasi refleksi. Posisi tempat duduk refleksi dibuat saling berhadapan dalam bentuk melingkar dengan maksud munculnya situasi refleksi yang penuh kekeluargaan dan kebersamaan, tidak menggurui serta tidak mengadili dan tidak menyalahkan dosen model. Agar refleksi memperoleh hasil yang maksimal, maka peran moderator sangat penting. Moderator berupaya untuk dapat mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan observer. Kemudian meminta kepada observer untuk mencari penyebab dari masalah terebut. Meminta kepada observer lain untuk menentukan alternatif solusinya untuk mengatasi masalah terebut.

Gambar -3 Kegiatan refleksi dilakukan setelah pembelajaran

Dalam refleksi sedapat mungkin dihindari kesan menggurui dosen model. Semua komentar dan masukan didasarkan atas fakta nyata di kelas dan bukan berdasarkan teori atau pengalaman dosen.
TEMUAN KAJIAN PEMBELAJARAN

Dalam hal pembelajaran ada hal-hal yang bersifat positip yaitu perkuliahan tidak lagi didominasi dengan cara ceramah tetapi sudah mengarah kepada multimetode yang membuat mahasiswa lebih aktif. Adanya kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas yang disiapkan sebelumnya dalam lembar kerja. Penggunaan media dalam pembelajaran sehingga perkuliahan tidak lagi abstrak namun konkrit. Cara semacam ini teramati menarik bagi mahasiswa, mereka terlihat antusias mengikuti pembelajaran. Namun demikian ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan baik masalah pembelajarannya maupun pelaksanaan lesson study. Interaksi antar anggota kelompok belum sebagaimana yang diharapkan. Pemberian materi tugas diskusi kurang mendorong mahasiswa untuk berfikir untuk pemecahan masalah. Berikut disajikan salah satu contoh lembar kerja yang digunakan ketika open class dari salah satu kegiatan lesson study yang kurang merangsang mahasiswa untuk berfikir.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 107

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) LEMBAR KERJA UNTUK DISKUSI 1. Keadaan kedudukan Planet-Bumi-Matahari dalam satu garis lurus disebut .. 2. Pada saat kedudukan Planet- Matahari- Bumi dalam satu garis lurus disebut .. 3. Dari keempat teori pembentukan tata surya teori mana yang mendekati kebenaran yaitu mampu menjelaskan mengapa rotasi planet-planet (kecuali Venus dan Uranus) berarah sama dengan arah revolusinya? Jelaskan jawabanmu. 4. Salah satu satelit Jupiter yaitu Io mempunyai massa yang sama dengan Bulan (satelit Buni), dan juga Io mengorbit Jupiter pada jarak yang sama dengan Bulan mengorbit Bumi. Akan tetapi Io mengelilingi Jupiter dalam satu putaran lamanya 1,8 hari, sedangkan bulan mengelilingi Bumi dalam waktu 27,3 hari. Dapatkah kamu menjelaskan mengapa terjadi perbedaan ini? Jika dicermati pertanyaan nomor (1) dan (2) dalam lembar kerja di muka adalah permasalahan yang tidak merangsang mahasiswa untuk berfikir. Jawaban pertanyaan tersebut hanya bersifat hafalan saja. Pertanyaan semacam ini tidak tepat jika dipakai sebagai bahan diskusi sebab tidak merangsang mahasiswa berfikir alternatif. Jawabannya tunggal dan berdasarkan ingantan belaka. Pertanyaan tersebut mengakibatkan tidak terjadinya interaksi antar anggota kelompok. Hal ini berbeda denga pertanyaan nomo (3) dan (4). Jawaban pertanyaan (3) dan (4) tidak hanya bersifat ingatan saja tetapi perlu pemikiran. Pertanyaan semacam ini tepat jika dipakai sebagai bahan diskusi sebab merangsang mahasiswa berfikir alternatif. Pertanyaan tersebut mengakibatkan terjadinya interaksi antar anggota kelompok. Temuan pelaksanaan lesson study Adanya kemauan para dosen untuk membuka kelas (open class) dan menjadi dosen model. Keterbukaan pikiran dan menerima masukkan pendapat teman sejawat guna memperbaiki pembelajarannya. Motivasi yang tinggi para dosen untuk belajar sesama teman sejawat melalui kajian pembelajaran. Adanya upaya untuk mencoba menggunakan strategi perkuliahan yang baru guna memperoleh balikan dari teman sejawat sehingga diperoleh pengalaman mengajar dengan yang lebih baik. Dihasilkan sejumlah Satuan Acara Perkuliahan yang telah diterapkan dan memperoleh balikan dalam kegiatan refleksi. Terbentuknya kelompok lesson study dalam lingkup Kelompok Bidang Keahlian (KBK). Meningkatkan kemampuan dan ketajaman para dosen dalam mencermati dan menganalis pembelajaran serta merefleksikannya. Tersosialisasinya konsep dan penerapan lesson study bagi para dosen dilingkungan jurusan. Namun demikian, masih ditemukan hal-hal yang perlu perbaikan ke depan. Ada beberapa dosen model yang cenderung untuk mempertahankan diri, bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Masukan dan komentar mengenai bagaimana mahasiswa belajar dianggap sebagai penilaian terhadap kinerja dan kelemahan dosen model. Fokus observasi bukan bagaimana mahasiswa belajar, tetapi bagaimana dosen mengajar. Ia berpendapat bahwa lesson study merupakan cara untuk meningkatkan profsionalisme dosen/guru, maka yang diamati adalah cara dosen mengajar dan bukan mahasiswa belajar. Berikut adalah salah satu hasil rekaman diskusi refleksi dalam salah satu kegiatan lesson study di Jurusan Fisika FMIPA UM pada bulan Mei 2010 yang diperoleh dari catatan notulen. KBK : Elektronika dan Instrumentasi Matakuliah : Elektronika Dasar II DM = dosen model, Ob= observer , M= moderator. DM Dosen model meminta maaf kepada observer karena terlambat dan tidak tepat waktu molor rencananya 2 x 50 menit tetapi peaksanaannya lebih dari itu. Saya memberi tugas membaca di rumah sebelum Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 108

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) kuliah. Tugas mahasiswa untuk menyelesaikan lembar diskusi waktunya menjadi bertambah (molor). Saya merasa pembentukkan kelompok kurang bagus. Namun saya bangga sebab mahasiswa siap dengan bukunya masing-masing. Ada yang mengerjakan lembar kerja dengan cara membagi-bagi tugas dan ada mengerjakan secara bersama-sama. Saya berharap mahasiswa dapat menangkap konsep yang mereka pelajari. Melalui refleksi ini saya berharap masukkan dari para observer. Pembelajaran ini adalah pembelajaran kita, jadi kalau ada kurangnya, maka kita yang kurang. Observer-1 Masalah: Ada mahasiswa yang kurang konsentrasi (mahasiswa no.5), kurang terlibat belajar dengan temannya. Interaksi antar mahasiswa dalam belajar kelompok hendaknya menjadi perhatian kita. Mahasiswa pada awal jam kuliah terlihat konsentrasi penuh, namun pada waktu kerja kelompok diskusi ada yang pembagian tugas, ada yang bersama-sama sehingga terlihat kurang adanya interaksi antar mereka. Keinginan kita terjadi interaksi dan anggota kelompok tukar pikiran. Terlihat pada 20 menit pertama, kerja sendiri pada bagian akhir-akhir saja terjadi interaksi. Tempat duduk sudah berhadapan. Tugas membaca dalam jam tatap muka memerlukan waktu yang lama, sehingga sebagian besar waktu habis digunakan mahasiswa untuk membaca teks. Penyebab: (1) Adanya pembagian tugas menyelesaikan pekerjaan, akibatnya mereka bekerja sendiri-sendiri. (2) Pada jam tatap muka mahasiswa diberi tugas membaca yang memerlukan waktu lama agar paham apa yang mereka baca. Solusinya: (1) Pada awal kerja kelompok masing-masing mahasiswa mendapat lembar kerja dan mereka diminta untuk memikirkan tugas tersebut, kemudian mereka diminta untuk bertanya kepada teman dalam kelompok dan berdiskusi. Agar mereka berfikir dan bertanya, maka tugas dalam lembar kerja sebaiknya menantang. (2) Tugas membaca teks diberikan sebagai tugas rumah agar tidak memakan waktu tatap muka. Oleh karena itu tugas diberikan pada hari sebelum jadwal perkuliahan dan di kelas dilanjutkan membahasnya. Observer-2 Masalah: Apa yang dilakukan DM bagus dari pada saya sendiri kalau mengajar. Ada yang tidak konsentrasi tetapi ada beberapa anak konsentrasi. Pembagian kelompok tidak ada masalah, mereka cepat mengambil tempat duduk. Bahan diskusi mahasiswa yang kita susun terlalu banyak, sehingga terlihat mahasiswa kekurangan waktu. Mereka rupanya kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas. Sehingga mereka membagi-bagi tugas diantara temannya dalam kelompok agar tugas dapat terselesaikan semua. Pada pukul 10.20 mahasiswa mulai kompilasi (tanpa dibahas) misalnya mengapa jawabannya begini. Sebenarnya penjelasan pak DM jelas. Mahasiswa yang bernama Vivi nampak konsentrasi ketika ada pembahasan dan diskusi dengan DM. Menurut catatan saya sebanyak kira-kira 80% mahasiswa konsentrasi.
PENYEBAB:

Tugas telalu banyak sedangkan waktu yang disediakan kurang, sehingga mereka membagi tugas diantara teman dalam kelompok.
SOLUSINYA:

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 109

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Tugas dikurangi dan mereka diminta membahas setiap jawaban yang dimunculkan anggota kelompok. Meskipun terjadi pembagian tugas antar anggota, tetapi perlu ada waktu untuk saling tukar ide, sehingga setiap mahasiswa dapat memahami konsep dari semua tugas dan diberikan kelompok. Observer-3 Masalah: (1) Mahasiswa yang bernama Yuda nampaknya belum memahami konsep yang ia pelajari. (2) Mahasiswa yang bernama Wulan ketika DM menerangkan rangkaian ia tidak memperhatikan, sehingga ketika dilempari pertanyaan ia tidak respon sama sekali. (3) Belum dapat diketahui apakah materi yang disajikan sudah dipahami setiap mahasiswa atau belum. (6) Pada saat wakil kelompok maju presentasi, mahasiswa yang lain tidak memperhatikan. Penyebab: (1) Belum diketahuinya konsep dipahami oleh setiap mahasiswa atau belum disebabkan oleh tidak ada balikan (konfirmasi). (2) Belum diketahui mengapa Yuda belum memahami konsep dan belum diketahui mengapa Wulan kurang konsentrasi belajar sehingga ketika diberi pertanyaan tidak dapaat menjawab. Solusi: (1) Perlu ada diskusi balikan dan pemantapan konsep serta memberi pertanyaan kepada beberapa mahasiswa secara acak untuk mengetahui apakah konsep telah dipahami atau belum (3) Perlu dicari informasi lebih lanjut mengapa mahasiswa bernama Yuda dan Wulan tidak memperhatikan ketika DM menjelaskan pada pembelajaran hari ini. Respon DM Mahasiswa yang namanya Yuda bukan seangkatan dengan mahasiswa yang lain. Ia adalah mahasiswa yang sedang menempuh PPL, sehingga kadang masuk-kadang tidak masuk. Mahasiswa yang namanya Wulan, memang kesehariannya begitu. Ini sudah biasa ia lakukan. Saya tidak membagikan kelompok. Para mahasiswa kadang disuruh membaca membaca sebelum kuliah tidak dikerjakan. Namun sebenarnya itu baik dilakukan agar lebih memahami materi yang akan dibahas. Dalam kerja kelompok, semula mereka kerja sendiri-sendiri tetapi, memang demikian awalnya harus individu baru mereka membentuk kelompok setelah mengalami kesulitan . Pembahasan Pada umumnya para dosen dalam mengembangkan pembelajaran cenderung agar pembelajaran menjadi menarik dan berpusat pada mahasiswa. Para dosen berusaha agar sistem perkulihan bukan lagi ceramah atau kuliah, tetapi lebih menekankan bagaimana mahasiswa belajar, berusaha agar mahasiswa kreatif. Oleh karena itu, model pembelajaran yang diterapkan menggunakan pendekatan kooperatif dan kolaboratif melalui kerja kelompok. Melalui kerja kelompok diharapkan terjadi interaksi diantara mahasiswa dimana mahasiswa yang kurang paham bertanya kepada temannya yang mampu sebagaimana yang disarankan oleh Tim Ahli JICA dalam SISTES (2008). Namun demikian berdasarkan pengamatan di kelas ketika kerja kelompok interaksi antar mahasiswa masih belum nampak berjalan dengan baik sebagaimana terjadi pada open class yang direfleksi oleh Ob-1 di muka. Kerja kelompok cenderung sekedar memenuhi sintaks pembelajaran. Mengapa hal itu terjadi? Ada beberapa sebab. Pertama: Tugas yang diberikan kurang menantang. Tugas yang diberikan kepada kelompok sebaiknya membuat mahasiswa berfikir dan memecahkan masalah. Kedua: Jumlah anggota kelompok lebih dari 4 orang ternyata mengakibatkan interaksi antar anggota kelompok kurang efektif. Ketiga: Target keberhasilan tugas bukan pada keberhasilan individu tetapi keberhasilan kelompok. Bila demikian maka yang terjadi adalah yang penting kelompok telah berhasil menyelesaikan tugas meskipun yang menyelesiakan tugas adalah satu atau dua orang saja. Cara belajar keSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 110

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) lompok yang salah adalah adanya pembagian kerja untuk menyelesaikan tugas. Bila demikian maka yang terjadi adalah target kelompok dan bukan individu. Bila setiap mahasiswa menerima lembar kerja dan mereka memikirkannya sebelum berkelompok, maka hal ini merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan efektifitas kerja kelompok. Namun bila dalam kelompok hanya ada satu lembar kerja maka tentu yang mengerjakan hanyalah mahasiwa yang memegang lembar kerja sedangkan yang lain pasif. Oleh karena itu tepat sekali bila seorang dosen mengetahui kapan kerja kelompok dimulai dan kapan kerja individu berlangsung. Artinya dalam belajar tidak selalu individu dan tidak selalu kelompok. Suatu hal yang kurang baik adalah bila dalam kerja kelompok terjadi pembagian tugas tanpa ada sharing pendapat diantara teman dalam kelompok sebagaimana yang ditemukan oleh Ob-1. Bagaimana mengatasi hal ini? Solusinya adalah setiap mahasiswa diminta untuk mengerjakan setiap nomor tugas, kemudian mereka diminta untuk berdiskusi. Bagi yang tidak dapat mengerjakan bertanya kepada yang dapat. Sebagaimana yang disarankan oleh Tim ahli JICA (2008) bahwa dosen harus dapat menyediakan banyak kesempatan bagi mahasiswa lecel C untuk berkomunikasi dan bertanya kepada kelompok A dan B. Mahasiswa level C adalah mahasiswa yang lambat dalam menerima pelajaran, mahasiswa level B adalah yang cukup dalam menerima pelajaran sedangkan mahasiswa level A adalah yang cepat menerima pelajaran. Tidak diperkenankan dosen menyuruh mahasiswa level A untuk mengajari mahasiswa level C, hal ini hanya akan menyebabkan kerendahan diri mahasiswa level C. Jika dalam belajar kelompok terjadi pembagian tugas sebagiamana yang terjadi pada kasus open class di atas, maka perlu dipikirkan agar terjadi interaksi diantara teman. Perlu disediakan waktu yang cukup untuk tukar ide diantara teman dalam kelompok, sehingga semua memahami apa yang harus dipahami. Pembagian tugas dalam kerja kelompok terjadi manakala jumlah tugas yang harus diselesaikan dalam waktu yang relatif pendek sangat banyak sehingga mahasiswa cenderung membagi tugas dan ini biasanya tidak diketahui dosen. Kesimpulan Para dosen berusaha agar sistem perkuliahannya bukan lagi ceramah atau kuliah, tetapi lebih menekankan bagaimana mahasiswa belajar, berusaha agar mahasiswa kreatif. Model pembelajaran yang diterapkan menggunakan pendekatan kooperatif dan kolaboratif melalui kerja kelompok. Namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki ke depan antara lain efektivitas kerja kelompok masih belum maksimal, permasalahan dalam lembar kerja masih belum mengarah pada terjadinya interaksi antar mahasiswa. Dalam pembelajaran perlu ada fase konfirmasi agar mahasiswa mengetahui apakah pendapat atau temuannya itu benar atau salah. Perlu diperhitungkan jumlah beban tugas dengan waktu yang tersedia sehingga ada waktu yang cukup bagi mahasiswa untuk mengerjakan semua tugas yang diberikan dan terjadi tukar ide diantara mereka. Masih adanya salah konsep mengenai lesson study bagi dosen di Jurusan Fisika. Oleh karena itu perlu sosialisasi dan terus melakukan kegiatan lesson study yang melibatkan semua dosen.
DAFTAR RUJUKAN

Ibrohim, 2010. Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG, Kerja sama PT Pertamina dengan UM Lewis, CC. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelpia: Reseach For Better School. Inc. Saito, E, 2005. Changing Lessons, Changing Learning: Case Study of Piloting Activities under IMSTEP. Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP. Malang, 5-6 September. Tim Ahli JICA dalam SISTEMS, 2008. Buku Petunjuk Guru untuk Pembelajaran yang Lebih Baik, Edisi pertama, Oktober 2008. Walker, Js. 2005. UWEC Math Dept Journal of Lesson Studies. www. uwec edu/walkerjs/lesson study/Statement of pupose/ diakses pada 15 Septemeber 2010.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 111

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)

PENINGKATAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR MAHASISWA MELALUI I IMPLEMENTASI KOMBINASI PEMBELAJARAN AKTIF BERBASIS PENILAIAN OTENTIK PADA MATA KULIAH FISIKA LINGKUNGAN

Undang Rosidin Universitas Lampung

Abstrak: Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan: (1) motivasi belajar mahasiswa melalui implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik; (2) aktivitas belajar mahasiswa melalui implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik. Studi ini dilakukan pada pembelajaran Mata Kuliah Fisika Lingkungan, yang diikuti oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika (PSPF) Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila berjumlah 18 mahasiswa. Instrumen pengumpulan data yang digunakan, yaitu angket, lembar observasi, dokumen portofolio, dan jurnal perkuliahan mahasiswa. Data yang diperoleh ditabulasikan dalam persentase dan disajikan dalam bentuk grafik, sehingga mudah untuk diinterpretasikan. Adapun data hasil observasi pembelajaran dari mitra dideskripsikan secara kualitatif dan naratif. Hasil studi menunjukkan bahwa implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik telah dapat meningkatkan motivasi belajar dan aktivitas belajar mahasiswa. Peningkatan motivasi ditunjukkan bertambahnya tingkat keseriusan keantusiasan mahasiswa dalam belajar pada setiap putaran. Demikian halnya dengan aktivitas belajar mahasiswa, secara berangsur-angsur meningkat aktivitasnya, yang meliputi aktivitas dalam presentasi, berdiskusi, memberi masukan, memberi pertanyaan, dan menjawab pertanyaan. Secara kuantitatif motivasi mahasiswa pada kondisi awal yang tinggi sebanyak 50% pada kondisi akhir naik jumlahnya menjadi 56%, dan motivasi mahasiswa katagori sedang menurun jumlahnya menjadi 44%. Adapun aktivitas mahasiswa pada kondisi awal yang tinggi sebanyak 56% bertambah menjadi 83% pada kondisi akhir, adapun aktivitas katagori sedang pada kondisi awal sebanyak 44% berkurang menjadi 17%.

--------------------------------------------------------------------------------------------------Kata kunci: Motivasi Belajar, Aktivitas Belajar, Pembelajaran Aktif, dan Penilaian otentik PENDAHULUAN

Mata kuliah Fiska Lingkungan, merupakan salah satu mata kuliah pilihan dari empat mata kuliah pilihan yang ditawarkan. Mata kuliah ini termasuk jarang peminatnya, mahasiswa lebih banyak memilih mata kuliah lain seperti Fisika Terapan, Fisika Bumi, dan Sejarah Fisika daripada Mata Kuliah Fisika Lingkungan. Ada dugaan kurang berminatnya mahasiswa memilih mata kuliah ini, karena mata kuliah disajikan kurang menarik dibandingkan perkuliahan mata kuliah pilihan lainnya. Dari prestasi belajar mahasiswa sebelumnya pun tanpak kurang menunjukkan hasil yang optimal, Distribusi nilai MK Fisika Lingkungan tersebar diantara nilai B dan B+, dengan lebih dominan pada nilai B, ada sebagian nilai C dan C+. Kondisi tersebut mendorong untuk dilakukannya perbaikan pengelolaan yang baik dari mulai perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembelajaran.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 112

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Banyak ragam pembelajaran aktif yang telah ditawarkan oleh berbagai ahli pendidikan, semuanya berorientasikan pada pembelajaran mahasiswa aktif dengan paradigma kontruktivistik. Karena beragamnya model, metode, dan pendekatan yang bisa dipilih sesuai karakteristik perkuliahan, maka dosen dituntut mampu memilih dan memilih ragam tersebut untuk dikombinasikan, sehingga menghasilkan pembelajaran yang optimal. Kombinasi pembelajaran aktif merupakan suatu perpaduan berbagai model, metode, dan pendekatan pembelajaran yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama. Pertama, proses interaksi, yaitu mahasiswa berinteraksi secara aktif dengan dosen, rekan mahasiswa, multi-media, referensi, lingkungan dan sebagainya. Kedua, proses komunikasi, yaitu mahasiswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan dosen dan rekan mahasiswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play. Ketiga, proses refleksi, yaitu mahasiswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan yang dipelajari mereka, dan yang dilakukan mereka. Keempat, proses eksplorasi, yaitu mahasiswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau penggalian dan penyajian. Pelaksanaan kombinasi pembelajaran aktif harus memperhatikan bakat, minat, dan modalitas belajar mahasiswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam pembelajaran ada tiga macam modalitas mahasiswa yang perlu diperhatikan, yaitu modalitas visual, auditorial, dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar mahasiswa terletak pada indera mata (membaca teks, grafik, atau dengan melihat suatu peristiwa baik langsung maupun tidak langsung), kekuatan auditorial terletak pada indera pendengaran (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada perabaan (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi, dengan memahami kecenderungan potensi modalitas mahasiswa tersebut, maka seorang dosen harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar mahasiswa. Agar pelaksanaan kombinasi pembelajaran aktif berjalan sebagaimana diharapkan, suatu pembelajaran yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang dosen yang baik dalam proses pembelajaran terhadap mahasiswa: (1) Memahami potensi mahasiswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat mereka; (2) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka membutuhkan; (3) Menghargai potensi mahasiswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka; (4) Mendorong mahasiswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka, (5) Mengakui pekerjaan mahasiswa dalam satu bidang untuk memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya; (6) Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata; (7) Mengapresiasi kondisi perbedaan potensi, karakter, bakat, dan minat serta modalitas gaya belajar individu mahasiswa, (8) Mendorong dan menghargai keterlibatan individu mahasiswa secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri; (9) Menyatakan kepada para mahasiswa bahwa dosen-dosen merupakan mitra mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi mahasiswa; (10) Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan intimidasi dalam usaha meyakinkan minat belajar mahasiswa; (11) Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskoveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada mahasiswa; (12) Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan semangat/gairah pada mahasiswa untuk ingin mempelajari materi lebih mendalam. Kombinasi pembelajaran aktif akan menstimulasi aktivitas mahasiswa jika peran dosen dalam berinteraksi dengan mahasiswa selalu memberikan motivasi, dan memfasilitasinya tanpa mendominasi, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif, membantu dan mengarahkan mahasiswa untuk mengembangkan bakat dan minat mereka melalui proses pembelajaran yang terencana. Perlu diperhatikan bahwa tugas dan tanggung jawab utama dosen dalam paradigma baru pembelajaran bukan membuat Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 113

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) mahasiswa belajar tetapi membuat mahasiswa mau belajar, dan juga bukan mengajarkan mata kuliah tetapi mengajarkan cara bagaimana mempelajari mata kuliah. Prinsip pembelajaran yang perlu dilakukan: Jangan meminta mahasiswa hanya untuk mendengarkan, karena mereka akan lupa. Jangan membuat mahasiswa memperhatikan saja, karena mereka hanya bisa mengingat. Tetapi yakinkan bahwa mahasiswa berkesempatan melakukannya, pasti mereka akan mengerti. Sadjati (2009: 16), menyatakan bahwa penerapan pembelajaran aktif di perguruan tinggi didasarkan pada prinsip bahwa cara belajar terbaik bagi mahasiswa adalah dengan melakukan, menggunakan panca indera, dan mengekplorasi lingkungannya yang terjadi atas orang, hal, tempat dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan nyata (optimal dan bermakna) Selanjutnya terdapat sebuah pertanyaan untuk dijawab dalam studi ini. Apakah suatu penilaian dilakukan untuk mendorong pembelajaran, atau pembelajaran itu dilakukan untuk menghadapi sebuah penilaian?. Dalam pelaksanaan kombinasi pembelajaran aktif, penilaian dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan mahasiswa, baik itu keberhasilan dalam proses maupun keberhasilan dalam lulusan (output). Keberhasilan proses dimaksudkan bahwa mahasiswa berpartisipasi aktif, kreatif dan senang selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah mahasiswa mampu menguasai sejumlah kompetensi dan standar kompetensi dari setiap Mata Kuliah yang telah ditetapkan. Inilah yang disebut efektif dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan dan diakui secara komulatif. Penilaian harus mencakup paling sedikit tiga aspek: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Ini tentu saja melibatkan professional judgment dengan memperhatikan sifat obyektivitas dan keadilan. Untuk ini, pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan pendekatan penilaian alternatif yang paling representatif untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan kombinasi pembelajaran aktif. Dalam pelaksanaan konsep pembelajaran aktif, penilaian dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan mahasiswa, baik keberhasilan dalam proses maupun keberhasilan dalam produk. Keberhasilan proses dimaksudkan bahwa mahasiswa berpartisipasi aktif, kreatif, dan senang selama mengikuti proses pembelajaran. Adapun keberhasilan produk, yaitu mahasiswa mampu menguasai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar dari setiap mata kuliah, yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Inilah yang disebut efektif dan menyenangkan. Penilaian harus dilakukan dan diakui secara kumulatif, dengan mencakup paling sedikit tiga aspek: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini tentu saja harus melibatkan professional judgment dengan memperhatikan prinsip objektivitas dan keadilan. Berdasarkan paparan tersebut di atas, masalahnya dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik dalam meningkatkan motivasi belajar mahasiswa?; (2) Bagaimanakah implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik dalam meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa. Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan: (1) motivasi belajar mahasiswa pada implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik; (2) aktivitas belajar mahasiswa pada implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik
METODE STUDI

Studi ini dilakukan pada pembelajaran Mata Kuliah Fisika Lingkungan, mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika (PSPF) Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila berjumlah 18 mahasiswa. Pelaksanaan lesson study dimulai pada awal perkuliahan semester ganjil 2011/2012, sampai minggu pertama bulan November sudah dilaksanakan sebanyak 3 putaran dengan 6 kali pertemuan. Observer yang terlibat dalam studi ini, yaitu 3 orang dosen mitra dan 2 orang guru/calon guru. Refleksi dilaksanakan setiap akhir perkuliahan, disampaikan secara lisan dan terulis. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam studi ini, yaitu angket, lembar observasi, jurnal perkuliahan, dan dokumen portofolio mahasiswa. Data kuantitatif yang diperoleh ditabulasikan dalam persentase dan disajikan dalam bentuk grafik, sehingga mudah untuk dimaknai. Adapun data dari hasil observasi pembelajaran dari mitra dideskripsikan secara kualitatif dan naratif.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 114

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kegiatan Pada Putaran I a. Penyusunan dan Pembahasan Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
Kegiatan penyusunan dan pembahasan SAP ini masuk pada kegiatan planning. Dalam tahapan ini kami menyusun SAP dan menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana SAP tersebut akan dilaksanakan. Materi yang dibahas pada putaran I ini adalah Getaran: Pengaruh dan dampaknya bagi kehidupan. Plan dalam lesson study ini meliputi kegiatan: 1) penyusunan satuan acara pembelajaran yang bernuansa kontekstual dengan menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw; 2) menyusun lembar tugas mahasiswa (LTM); 3) menyiapkan instrumen penilaian otentik, meliputi instrumen penilaian kinerja (performance assessment) dan portofolio assessment (berupa portofolio kelompok dan portofolio individual); 4) Menyiapkan lembar observasi kegiatan pembelajaran.

b. Implementasi SAP
Kegiatan implementasi SAP (do) meliputi tahapan praktek pembelajaran (acting) dan pengamatan (observing). Acting; pada tahap ini rancangan strategi dan skenario pembelajaran yang diterapkan. Sedang observing; tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan. Jadi keduanya berjalan pada waktu yang sama. Instumen yang digunakan sabagai alat pengamatan adalah lembar observasi. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu Sintaks Model Kombinasi Cooperative Learning tipe jigsaw dengan teknik presentasi. Pada fase pertama (ada pada kegiatan pendahuluan), disampaikan tentang tujuan pembelajaran, memotivasi mahasiswa dan mempersiapkan mahasiswa untuk belajar. Kemudian dalam kegiatan inti, dilaksanakan fase-fase lainnya seperti: (i) mendemonstrasikan pengetahuan dengan teknik bertanya (ii) menyiapkan mahasiswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya; (iii) membimbing mahasiswa dalam kelompok belajar dan mengecek pemahaman mahasiswa. Kegiatan mahasiswa dalam fase ini antara lain: Mahasiswa diberi tugas sesuai LTM yang membimbing mahasiswa menemukan pengetahuan melalui tahapan-tahapan yang sistematis dalam kelompok ahli. Selanjutnya, masing-masing perwakilan kelompok ahli yang telah melaksanakan tugas belajar sebagai kelompok ahli kembali kepada masing-masing kelompok asalnya untuk berdiskusi dan kemudian mempersentasikan jawaban sesuai tuntutan dalam LTM. Sedang kegiatan observasi dilaksanakan oleh dosen mitra dan guru mitra (guru yang sedang menempuh pendidikan S1 dalam jabatan). Observasi lebih difokuskan pada tiga aspek, yakni: (1) penerapan model pembelajaran, (2) inovasi dosen dalam pembelajaran (pengembangan dan penyampaian materi, pengelolaan kelas, dan (3) pelaksanaan evaluasi pembelajaran.

c. Hasil Refleksi Pembelajaran


Refleksi dilakukan untuk mengkaji secara menyeluruh terhadap tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dievaluasi guna menyempurnakan rencana tindakan berikutnya. Adapun hasil refleksi pembelajaran pada putaran I yang perlu dipertimbangkan dan dijadikan acuan pada rencana tindakan berikutnya adalah bahwa aktivitas belajar dan motivasi belajar mahasiswa belum berkembang dengan optimal disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: (1) Mahasiswa belum bisa konsentrasi. Sehingga ada beberapa mahasiswa yang kurang memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung. Masih banyak mahasiswa yang asyik mengobrol dan melamun. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan usaha dosen menyemangati mahasiswa untuk belajar secara aktif dengan yel yel kelas yang menarik dan yel-yel mahasiswa dalam kelompok; (2) Mahasiswa masih ada yang merasa malu dan ragu untuk bertanya, menjawab maupun berpendapat baik yang ditujukan kepada teman kelompok maupun dosennya. Keadaan ini membutuhkan motivasi dan kiat dari dosen untuk memunculkan keberanian pada Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 115

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) mahasiswa; (3) Mahasiswa belum terbiasa melakukan presentasi hasil diskusi kelompok. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan memantapkan pembelajaran pada tahapan berikutnya; (4) Mahasiswa belum memahami benar struktur pembelajaran yang dikehendaki. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan menyampaikan sejelas-jelasnya tentang tahapan-tahapan pembelajaran yang dilaksanakan pada tahapan kegiatan awal (sebelum memasuki kegiatan inti).

2. Kegiatan Putaran II
Pada bagian ini, disampaikan deskripsi kegiatan pembelajaran pada putaran II dari perencanaan (plan), implementasi dan observasi (do: action and observing). a. Penyusunan dan Pembahasan SAP Dalam tahapan ini dengan memperhatikan hasil identifikasi masalah pembelajaran terdahulu, disusun dan dibahas SAP dari sisi pemilihan materi, penggunaan model dan metodenya, Lembar Tugas Mahasiswa (LTM), alat evaluasinya dan lembar observasinya. 1) Materi yang dibahas pada putaran II ini adalah Fenomena Alam: Getaran dan Guncangan, Erosi, Abrasi dan Banjir. Materi ini melanjutkan materi pada putaran sebelumnya yang masih dalam satu Standar Kompetensi (SK), materi disajikan melalui penayangan video pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh DBE2 USAID; 2) SAP yang disusun bernuansa kontekstual dengan menggunakan model yang sama pada kegiatan putaran I, yakni Cooperative Learning tipe Jigsaw dengan teknik galery walk dan teknik diskusi/presentasi; 3) Menyusun Lembar Tugas Mahasiswa (LTM) dengan ciri khas Cooperative Learning; 4) Instrumen penilaian otentik yang mengukur tingkat keberhasilan mahasiswa dalam belajar dilakukan melalui dokumen portofolio/jurnal perkuliahan dan tanya jawab yang dilakukan selama proses pembelajaran; 5) Lembar observasi kegiatan pembelajaran yang disusun oleh tim LS Jurusan PMIPA FKIP Unila tetap digunakan, karena dipandang cukup valid dan mengukur semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.

b. Implementasi SAP.
SAP yang kedua dilaksanakan dengan mengacu sintak model kombinasi Cooperative Learning tipe Jigsaw yang terdiri dari beberapa fase. Pada fase pertama, dosen menyampaikan tujuan belajar, memotivasi dan mempersiapkan mahasiswa untuk belajar. Caranya antara lain: (i) Mengatakan kepada mahasiswa bahwa pada pertemuan ini setelah menyaksikan penayangan VCD Fenomena Alam: Getaran dan Guncangan serta Longsor, Abrasi, dan Banjir diharapkan mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor penyebab serta memberi solusi mengatasi dampak dari fenomena alam tersebut, juga diharapkan dapat bekerja sama dan saling menghormati hasil pekerjaan teman dalam menyampaikan pendapat maupun mempresentasikan hasil diskusinya, (ii) Menanyakan kepada mahasiswa tentang persiapan peralatan dan perlengkapan belajarnya, dan (iii) Melalui Tanya jawab mahasiswa diminta menjelaskan pengertian Getaran, Guncangan, Erosi, dan Abrasi Pada fase kedua, mahasiswa berkelompok dalam empat kelompok ahli, kemudian disajikan visualisasi fenomena alam melalui tayangan dua keping CD interaktif. Selan-jutnya mahasiswa diminta untuk belajar melalui tayangan CD pembelajaran interak-tif yang telah dijalankan dan mencatat hal-hal yang sekiranya penting. Pada fase ketiga, mahasiswa kembali ke dalam kelompok asal untuk melakukan sharing pengalaman, caranya mahasiswa disiapkan duduk sesuai dengan kelompoknya. Fase yang keempat, mahasiswa dalam kelompok asal menuliskan hasil diskusinya ke dalam kertas plano, dan selanjutnya dipajang untuk diberi umpan balik. Kegi-atan mahasiswa pada fase ini antara lain: (i) kelompok mahasiswa berputar berkeliling untuk memberikan umpan balik dan penilaian terhadap pajangan hasil kerja kelompok lainnya dan sekaligus untuk menemukan pengetahuan (jawaban) melalui tahapan-tahapan yang sistematis melalui teknik galery walk, (ii) Masing-masing kelompok memberikan tanggapan berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan bersama pada ajang galery walk. Sedang kelompok lainnya menanggapi. Kegiatan diskusi di atas dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengecek pemahamannya sendiri dan sekaligus sebagai umpan balik terhadap kegiatan belajar yang dialaminya. Pada fase ini dosen juga membimbing mahasiswa yang mengalami kesulitan. Fase kelima mahasiswa diminta mengerjakan LTM secara individual untuk mengukur tingkat penguasaan mahasiswa terhadap materi. Kemudian diikuti fase keenam dengan memberikan penghargaan (pujian) atas prestasi belajar kelompok. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 116

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)

c. Hasil Refleksi Pembelajaran


Hasil refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan pada putaran II, bahwa perkembangan pembelajaran pada putaran II mengalami peningkatan yang cukup berarti. Model cooperative learning tipe jigsaw dengan memanfaatkan multimedia mampu melibatkan mahasiswa secara aktif baik fisik, mental maupun pikiran, sehingga motivasi dan aktivitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan. Model pembelajaran kombinasi cooperative learning tipe jigsaw dengan galery walk melalui bantuan media visual dapat berjalan cukup baik. Mungkin selain karena materi lanjutan ini masih dalam satu standar kompetensi juga karena model ini sudah dilaksanakan pada putaran sebelumnya. Kontribusi mahasiswa dalam kerja kelompok semakin optimal. Namun demikian hasil presentasi dan diskusi belum sesuai yang diharapkan.

3. Kegiatan Putaran III a. Penyusunan dan Pembahasan SAP


Dalam tahapan ini dengan memperhatikan hasil identifikasi masalah pada putaran sebelumnya, SAP disusun dan dibahas dari sisi pemilihan materi, penggunaan model dan metodenya, Lembar Tugas Mahasiswa (LTM), alat evaluasinya dan lembar observasinya. 1) Materi yang dibahas pada putaran III ini adalah Bising (Noise); 2) SAP disusun bernuansa kontekstual dengan model yang digunakan adalah kombinasi dan Cooperative Learning tipe Jigsaw dengan Make-A Match (Mencari Pasangan); .3) Menyusun soal tes awal dan tes akhir lengkap dengan kunci jawabannya; 4) Alat evaluasi yang mengukur tingkat keberhasilan mahasiswa dalam proses pembelajaran menggunakan instrumen penilaian otentik; Lembar observasi kegiatan pembelajaran yang disusun oleh tim LS Jurusan PMIPA FKIP Unila masih tetap digunakan. Hal tersebut, karena dipandang lembar observasi tersebut cukup valid dan mengukur semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.

b. Implementasi SAP
SAP putaran ketiga dilaksanakan dengan mengacu sintak model cooperative learning tipe jigsaw dengan kombinasi make a match, teknik tanya jawab dan diskusi kelompok serta pemberian tugas. Cooperative Learning tipe jigsaw dimaksudkan bahwa pembelajaran yang berlangsung lebih menekankan pada pembelajaran bersama dalam kelompok ahli dan kelompok awal, yakni mahasiswa diberi kesempatan terlebih dahulu untuk memperoleh pengetahuan dari kelompok ahli untuk selanjutnya di share ke kelompok awal. Sedang make a match dimaksudkan bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan cara dosen menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban, setiap mahasiswa mendapat satu buah kartu, tiap kelompok memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang; setiap kelompok mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban). Setiap kelompok yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap kelompok mahasiswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya Dalam putaran ketiga ini materi yang dibahas adalah bising (noise). Pelaksanaan pembelajaran pada putaran ketiga ini meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pada kegiatan pendahuluan mahasiswa diberi apersepsi dan motivasi. Apersepsi dilaksanakan dengan tanya jawab, melalui cara dosen mengingatkan kembali tentang bising, seperti mendengar orang tidur mendengkur merasa terganggu. Agar mahasiswa memiliki semangat belajar yang tinggi, maka tiap kelompok mahasiswa diminta menyampaikan yel yel kelompoknya agar mahasiswa lebih serius dalam mengikuti pembelajaran. Kemudian dosen menyampaikan tujuan pembelajaran dan menginformasikan model pembelajaran yang akan digunakan.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 117

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Pada kegiatan inti, mahasiswa diminta untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 4 anggota sebagai kelompok ahli dan berdiskusi sesuai topik bagiannya Dosen memantau jalannya diskusi dan memberikan pengarahan dan bantuan secukupnya pada kelompok ahli yang mengalami kesulitan. Selanjutnya mahasiswa kembali ke kelompok asal dan sharing pengalaman dari hasil diskusi di kelompok ahli. Kemudian beberapa kelompok asal diminta mempresentasikan hasil diskusinya dan ditanggapi oleh kelompok lainnya. Dosen membimbing mahasiswa menuju jawaban yang benar. Pada akhir pembelajaran, dosen membimbing mahasiswa untuk merangkum materi perkuliahan yang telah dipelajari dan meminta mahasiswa menuliskan hal-hal yang berkesan baginya selama mempelajari materi ini. Mahasiswa diminta juga untuk mengerjakan latihan di rumah. c. Hasil Refleksi Pembelajaran Hasil refleksi pembelajaran yang perlu dipertimbangkan dan dijadikan acuan pada rencana pelaksanaan pembelajaran berikutnya antara lain: (1) dalam dinamika kelompok, semakin fokus materinya dan jelas tugasnya, maka mahasiswa akan makin termotivasi untuk menguasai materi; (2) adanya pemberian motivasi sebelumnya, ternyata berpengaruh pada makin mantapnya presentasi hasil kerja kelompok. Mahasiswa sudah berani berbicara di depan kelas untuk menjelaskan problematika bising, dampak dan penanggulangannya; (3) diperlukan kontinuitas pembelajaran kooperatif yang menyenangkan pada pertemuan-pertemuan yang lain di dalam mata kuliah yang berbeda agar dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa secara maksimal. Di bawah ini disajikan gambaran perubahan motivasi dan aktivitas belajar mahasiswa pada keadaan awal dan keadaan akhir. Berdasarkan Gambar 1, tampak motivasi katagori sedang pada keadaan awal 50% menurun menjadi 44% pada keadaan akhir. Adapun motivasi kategori tinggi pada keadaan awal sebanyak 50% naik menjadi 56% pada keadaan akhir.

100% 80% 60% 40% 20% 0%

83% 50% 44% 44% 17%


MOTIVASI SEDANG AKTIVITAS SEDANG MOTIVASI TINGGI KEADAAN AKHIR AKTIVITAS TINGGI

50% 56%

56%

KEADAAN AWAL

Gambar 1.

Perbandingan motivasi dan aktivitas mahasiswa pada keadaan awal dengan keadaan akhir

Demikian halnya pada aspek aktivitas belajar mahasiswa, berdasarkan Gambar 1, tampak aktivitas belajar katagori sedang pada keadaan awal 44% menurun menjadi 17% pada keadaan akhir. Adapun aktivitas belajar kategori tinggi pada keadaan awal sebanyak 56% naik menjadi 83% pada keadaan akhir. Berdasarkan paparan tersebut melalui implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik telah meningkatkan kondisi awal mahasiswa bermotivasi belajar dan beraktivitas sedang berubah menjadi bermotivasi dan beraktivitas tinggi.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 118

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan: (1) implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik telah meningkatkan motivasi belajar dan aktivitas belajar mahasiswa; (2) Peningkatan motivasi ditunjukkan bertambahnya tingkat keseriusan keantusiasan mahasiswa dalam belajar pada setiap putaran. Demikian halnya dengan aktivitas belajar mahasiswa, secara berangsur-angsur meningkat aktivitasnya, yang meliputi aktivitas dalam presentasi, berdiskusi, memberi masukan, memberi pertanyaan, dan menjawab pertanyaan; (3) Secara kuantitatif motivasi mahasiswa pada kondisi awal yang tinggi sebanyak 50% pada kondisi akhir naik jumlahnya menjadi 56%, dan motivasi mahasiswa katagori sedang menurun jumlahnya menjadi 44%.; (4) Aktivitas mahasiswa pada kondisi awal yang tinggi sebanyak 56% bertambah menjadi 83% pada kondisi akhir, adapun aktivitas katagori sedang pada kondisi awal sebanyak 44% berkurang menjadi 17%. Berdasarkan simpulan di atas, disarankan sebagai berikut: (1) dalam implementasi kombinasi pembelajaran aktif berbasis penilaian otentik, setiap dosen dituntut harus mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi/merefleksi melalui kerjasama dengan dosen mitra maupun guru mitra; (2) setiap dosen perlu memahami tujuan dan fungsi belajar, serta memusatkan pembelajaran pada mahasiswa; (3) dosen perlu mengenal mahasiswa sebagai individu yang unik. Perbedaan individu perlu dikelola dan dikembangkan secara optimal, untuk mendorong tumbuhnya motivasi dan aktivitas belajar mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA Alexander, M.W. & Stone, S.F. 1997. Student Perception of Teamwork in The Classroom: An Analysis by Gender. Education Forum, 51, (3), 7-10. Asrori, M. 2002. Collaborative Teamwork Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Bekerja Secara Tim. Jurnal Kependidikan, 40. Decentralized Basic Education-2. 2010. Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Jakarta: DBE2-USAID Direktorat Ketenagaan Ditjen Dikti. 2009. Program Perluasan Lesson Study untuk Penguatan LPTK.. Jakarta: Depdiknas. Dishon D. & O Leary, W.P. 1994. A Guidebook For Cooperative Learning: A Technique For Creating More Effective Schools. Holmes Beach, FL: Learning Publication, 2nd Edition. Howard, S.A. 1999. Guiding Collaborative Teamwork In The Classroom. Effective Teaching, 10, (15), 11-27. Lee, F.Y. (1992). Alternative assessment. Childhood education. 69(2), 72-73. Linn, R.L. (1994). Performance assessment: Policy promise and technical measurement standard. Journal Educational Researcher 23(9). Mc. Tighe, J and Ferrara (1995). Assessing learning in the classroom. Website: http://www.msd.net/Assessment/authenticassessment.html. Popham (1995). Classroom assessment: What teacher need to know?. Allyn & Bacon A Viacom Company Needham Hights, MA 02194 Puckett & Black .(1994). Authentic assessment of the young child: Celebrating development and learning. New York: Mcmillan. Ruiz-Primo Araceli, Maria and Shavelson, Richard J.(1996) Rhetoric and reality in science performance assessment: An update. Journal of Research in Scence Teaching. 33(10); 1045-1063.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 119

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERMODIFIKASI DALAM KEGIATAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR DI JURUSAN FISIKA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Dra. Nurhayati, M.Si Dr. Muh.Tawil, M.S., M.Pd Drs. Abd Haris, M.Si Drs. H. Helmi, M.Si Dr. Purnamawati, M.Pd Drs. Sabran, M.Pd Herman, S.Pd.,M.Pd Momang, S.Pd

(Lesson studyProdi Fisika Jurusan Fisika FMIPA UNM) TIM L e s s o n S t u d y jurusan fisika FMIPA UNM AMAKASSAR FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran suatu negara bergantung pada sumberdayanya. Di antara semua sumberdaya tersebut, kemampuan manusia (manpower) telah memainkan peranan yang krusial dan sangat penting dalam menjalankan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia-manusia terpelajarlah yang berperan di dunia sekarang ini. Orang-orang terpelajar tersebut di negara manapun adalah hasil dari proses pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya pembaharuan pendidikan, dalam era reformasi ini, pemerintah Indonesia sudah memberikan prioritas pada sektor pendidikan. Pada jenjang pendidikan tinggi salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang memberikan otonomi dan akuntabilitas terhadap Perguruan Tinggi untuk dikelola secara profesional. Namun hingga kini masih banyak keluhan dari berbagai pihak tentang kompetensi lulusan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Keluhan tentang rendahnya kompetensi lulusan yang merata pada setiap satuan pendidikan di Indonesia sudah menjadi sorotan pada dunia pendidikan dewasa ini. Kurang memadainya kompetensi lulusan perguruan tinggi tersebut menimbulkan berbagai tanggapan tentang sebab-sebabnya, ada yang menyorot dari segi penyelenggaraan pendidikan tinggi (termasuk standar, personalia, dan biaya) yang tidak mampu memberikan layanan dan jaminan mutu pada lulusannya dalam menghadapi tantangan global. Dipihak lain ada yang menyorot dari segi kurikulum perkuliahan, sistem kurikulum tidak dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menyerap dan mendalami kecakapan yang diperlukan dalam dunia kerja. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa salah satu masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini adalah bagaimana melakukan perbaikan-perbaikan penyelenggaraan pendidikan dan peningkatan kualitas lulusan sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh setiap mahasiswa berdasarkan kebutuhan pasar kerja global. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 120

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Proses pendidikan di jurusan fisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas (FMIPA) Negeri Makassar (UNM) diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kualifikasi: cakap, beriman, dan bertaqwa; memiliki kemampuan akademis dan profesional; mampu menerapkan, mengembangkan dan memperkarya khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK); berintegritas tinggi, berwawasan kebangsaaan dan budaya Indonesia; serta mandiri, kreatif, inovatif, dinamis, berjiwa wirausaha, dan berwawasan global dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Lulusan tersebut juga harus memiliki kemampuan akademik dengan penguasaan ilmu-ilmu dasar dan terapan. Disamping itu, lulusan mampu mengikuti perkembangan IPTEK melalui penilitian, mampu mengantipasi permasalahan dan mencari cara penyelesaian suatu masalah pada bidang sains di masyarakat, mampu mengembangkan bidang ilmu sains dan mengintegrasikan dengan bidang ilmu terkait, serta mampu mengabdikan ilmunya bagi pembangunan bangsa. Untuk melakukan perbaikan-perbaikan penyelenggaraan pendidikan dan peningkatan kualitas lulusan dalam mencapai kualifikasi yang dikehendaki tersebut di atas, maka Jurusan Fisika FMIPA UNM berupaya berpartisipasi dalam kegiatan perluasan dan penguatan Lesson Study sebagaimana yang diharap kan oleh Direktorat Ketenagaan DIKTI. Pelaksanaan lesson study di jurusan fisika fmipa unm Sesuai dengan pedoman Lesson Study (LS) yang dikeluarkan oleh Direktorat Ketenagaan DIKTI maka pelaksanaan lesson study di jurusan fisika FMIPA UNM sebagai berikut. Pelaksanaan LS di jurusan fisika FMIPA UNM terdiri dari ketua pelaksana, sekretaris, dan anggota. LS di jurusan fisika FMIPA UNM mengacu pada tahapan LS oleh Richardson (2006) yang terdiri dari tujuh tahap berdasarkan pada banyaknya kegiatan yang diperlukan dalam pelaksanaan lesson study, yaitu: Tahap 1: Membentuk Tim Lesson Study Tahap 2: Memfokuskan Lesson Study Tahap 3: Menyusun perangkat pembelajaran (RPP, LKM, Bahan ajar) dan instrumen kegiatan Lesson Study Tahap 4: Persiapan untuk observasi Tahap 5: Melaksanakan perkuliahan dan observasinya Tahap 6: Mendiskusikan dan menganalisis perkuliahan yang telah dilaksanakan Tahap 7: Melakukan refleksi dan merencanakan tahap selanjutnya Dengan melaksanakan Lesson Study para dosen dapat (1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki mahasiswa, merencanakan dan melaksanakan perkuliahan (lesson) yang efektif; (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi mahasiswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang mata kuliah yang disajikan dosen; (4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para mahasiswa; (5) merencanakan kuliah secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku mahasiswa; (7) mengembangkan pengetahuan perkuliahan yang dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan mahasiswa dan koleganya (Lewis, 2002).

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 121

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Daur LS pengembangan perkuliahan mengadaptasi dari PLAN, DO dan SEE dan juga diadaptasi sebagaimana Gambar 1.

Gambar 1: Daur Pelaksanaan Lesson Study (Allen, dkk, 2004) Dalam pelaksanaan putaran pertama, kedua dan ketiga di jurusan fisika FMIPA UNM diterapkan pada semester ganjil 2011/2012. Pelaksanaan kegiatan LS melalui konsep tersebut di jurusan fisika FMIPA UNM sebagai berikut: A. Persiapan Parsiapan pelaksanaan dilakukan pada tingkat jurusan fisika FMIPA dengan terlebih dahulu melakukan pertemuan tim LS untuk menentukan tema LS; pembagian tugas pada setiap anggota LS (pembuatan perangkat pembelajaran, instrumen implementasi LS, dan dosen model); membuat perencanaan pelaksanaan LS dan bagaimana strategi implementasi lesson study di jurusan fisika. Pertemuan ini dipimpin oleh ketua LS jurusan fisika FMIPA UNM dan dihadiri oleh sekretaris dan semua anggota LS baik dari jurusan fisika maupun dari jurusan elektro Fakultas Teknik UNM. Selanjutnya di lakukan rapat konsolidasi dan pembentukan tim monev internal pada tingkat jurusan dan permufakatan pelaksanaan ditingkat jurusan sesui dengan pedoman yang ada. Rapat konsolidasi ini sudah merupakan kegiatan rutin ketika akan dimulai perkuliahan dan setelah perkuliahan pada setiap putaran pelaksanaan LS. Pada tingkat persiapan ini selanjutnya, masing-masing anggota LS melaksanakan tugasnya masingmasing. Salah satu keputusan yang diambil adalah: 1) pelaksanaan LS putaran pertama dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2011 di laboratorium fisika dasar jurusan fisika FMIPA; putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2011 dan putaran ketiga pada tanggal 28 Oktober 2011; 2) sebelum dilaksanakan putaran pertama terlebih dahulu melatih dosen model dalam melaksanakan proses pembelajaran dan anggota tim LS melakukan pengamatan pelaksanaan pembelajaran dan dilakukan rapat konsiladasi untuk mendiskusikan rencana pelaksanaan putaran pertama. B. Pelaksanaan 1. Siklus Pertama Siklus pertama dilaksanakan semester ganjil tahun 2011/2012 di jurusan fisika FMIPA UNM. Tim LS jurusan fisika mengadakan rapat pertemuan untuk membahas mengenai komitmen melaksanakan LS di Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 122

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) jurusan fisika, konsolidasi jadwal, penyusunan agenda pertemuan, menetapkan dosen model, dan melaksanakan LS serta kesepakatan-kesepakatan tambahan dalam tim. Tim LS jurusan fisika berdiskusi dan mengadakan pertemuan untuk lebih menfokuskan implementasi lesson study pada tiga item kegiatan yaitu: (1) menetapkan tujuan LS, (2) menyeleksi dan membuat Silabus/Satuan Acara Perkuliahan, perangkat pembelajaran, dan (3) menyusun alat-alat observasi Selanjutnya, tim lesson study melaksanakan rencana LS nya dan dilaksanakan oleh dosen model. Kemudian pada jadwal yang ditentukan dilakukan Open lesson. Dosen lainnya menjadi pengamat dan mengobservasi dalam open lesson tersebut. Kegiatan open lesson bersifat terbuka bagi dosen, ketua LS FMIPA UNM, ketua program studi pendidikan di lingkungan FMIPA, dan asisten laboratorium, mereka dapat berpartisipasi sebagai observer maupun terlibat dalam debriefing. Tim monev Fakultas juga melakukan monitoring pelaksanaan LS. Hasil open lesson kemudian dilakukan debreafing untuk mendiskusikan pencapaian tujuan dan refleksi terhadap peningkatan lesson dan instruksinya. Pada kegiatan ini, diawali dengan dosen model melakukan refleksi diri dan pengamat mendengarkan hasil reflesksi tersebut. Para pengamat (observer) memberikan masukan (berdasarkan catatan jurnal observer) pada sisi mana diharapkan dapat ditingkatkan untuk mencapai tujuan, mendiskusikan strategi pencapaian dan teknik evaluasi untuk mengetahui pencapaian kompetensi sebagaimana dalam SAP. Setelah melakukan penyempurnaan atas rencana perkuliahannya, maka dosen model melanjutkan perkuliahannya sesuai jadwal untuk beberapa kali pertemuan. Kemudian dilakukan lagi open lesson berikutnya dan kegiatan debrefing. Demikian hingga mencapai tiga kali open lesson. Setelah kegiatan open lesson berjalan, selanjutnya masing-masing tim melakukan rapat konsolidasi (refleksi menyeluruh) tentang perkuliahan (ketua LS FMIPA, ketua program studi pendidikan di lingkungan FMIPA UNM dihadirkan kalau diperlukan) untuk membahas perkembangan perkuliahan, apa yang telah dipelajari oleh mahasiswa dan anggota tim lesson study. Melakukan perbaikan-perbaikan bila diperlukan, seperti menyediakan fasilitas pengembangan diri mahasiswa dalam melakukan praktikum pengukuran, melakukan remedial (dengan mengajar tambahan bila perlu) bagi mahasiswa yang belum mencapai standar komptensi yang harus dicapai. Pada kegiatan rapat konsolidasi ini, tim LS menyusun catatan laporan perkembangan putaran pertama sebagai bahan disseminasi tengah tahunan pada tingkat fakultas. 2. Siklus kedua Siklus kedua, dilakukan dalam semester ganjil tahun akademik 2011/2012. Pada siklus kedua ini, tim melakukan kegtiatannya kembali untuk matakuliah yang sama berdasarkan hasil refleksi dan masukan hasil refleksi pada siklus pertama. Aktivitas berjalan sebagaimana kegiatan pada siklus pertama. 3. Siklus ketiga Siklus ketiga, dilakukan dalam semester ganjil tahun akademik 2011/2012. Pada siklus ketiga ini, tim melakukan kegtiatannya kembali untuk matakuliah yang sama berdasarkan hasil refleksi dan masukan hasil refleksi pada siklus kedua. Aktivitas berjalan sebagaimana kegiatan pada siklus pertama. C. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan monitoring dilakukan oleh tim yang telah dibentuk pada tingkat Fakultas untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan LS, kendala-kendala pelaksanaan LS dan dapat dilakukan diskusi dengan tim monitoring dan evaluasi. Hasil monitoring dan evaluasi selanjutnya dilakukan refleksi dan diseminasi pada tingkat fakultas. Pada kegiatan diseminasi ini juga dilakukan diskusi untuk menyelesaikan berbagai masalah seperti pemahaman yang beragam akan LS dan masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan di tingkat jurusan tersebut. Hal- hal yang berkaitan efektivitas keterlaksanaan LS (penyesuaian konsep dengan budaya dan kondisi masyarakat Indonesia dalam bekerja) juga menjadi pembahasan. D. Refleksi dan penyusunan rencana pelaksanaan Putaran Kedua Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 123

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Hasil monev dan refleksi akan digunakan untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan LS pada perkulihan di jurusan fisika FMIPA UNM. E. keberlanjutan Untuk mempertahankan agar pendekatan Lesson Study menjadi budaya dalam pelaksanaan perkuliahan di jurusan fisika FMIPA UNM, maka di perlukan komitmen pimpinan dan para sivitas akademika jurusan fisika FMIPA UNM dalam mendukung terselenggaranya kontinuitas pelaksanaan LS ini. Untuk itu, langkah-langkah yang perlu diambil oleh ketua jurusan fisika FMIPA UNM adalah menyebarluaskan pengalaman pelaksanaan LS ini dalam lingkungan jurusan fisika FMIPA UNM (misalnya melalui website http://www.unm.co.id, dan media lainnya), termasuk Best practice yang diperoleh dan hambatannya sehingga nantinya dapat menjadi kebijakan pimpinan fakultas dan pimpinan universitas untuk merespon segala program yang diajukan oleh FMIPA termasuk dukungan pendanaan dalam penyelegaraannya. Selain itu Fakultas lainnya bahkan Program Pasca Sarjana diharapkan dapat berpartisipasi membudayakan pendekatan LS untuk belajar bagaimana meningkatkan intruksi perkuliahnnya. F. keterkaitan pelaksanaan lesson study dengan stakeholder Dalam melaksanakan Lesson Study di jurusan fisika FMIPA UNM juga terkait dengan dengan penyelenggaraan LS di berbagai lokus di Sulawesi Selatan. Tim LS jurusan fisika FMIPA UNM menjadi nara sumber untuk sharing pengalaman dalam pelaksanaan LS oleh stakeholder tersebut. Penyelenggaran LS yang terkait dengan FMIPA UNM adalah UNISMUH Makassar, dan Sekolah Lab/Binaan. G. efek pelaksanaan lesson study Berdasarkan aktivitas Monev LS di jurusan fisika FMIPA UNM melalui mekanisme yang telah ditetapkan dengan menganalisis tiga sesi pelaksnaan LS (open lesson) desen dan post interview menunjukkan bahwa semua dosen (khsusunya dosen model) mendemonstrasikan inovasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw termodifikasi dengan baik. Efek penemuan model pembelajaran tersebut dapat peningkatan keterampilan proses mahasiswa dalam melakukan pengukuran dasar, lebih efektif dan efisien penggunaan waktu perkuliahan dan lebih mengetahui tingkat pemahaman mahasiswanya dalam melakukan pengukuran dasar. Penyelenggaraan LS di jurusan fisika FMIPA UNM mengintegrasikan beberapa praktek reformasi (peningkatan kualitas proses) pembelajaan dalam kelasnya, dengan mengubah keyakinan mahasiswa tentang bidang studinya dan pembelajannnya. Bekerja sama merencanakan perkuliahan dengan berbagai problematikanya menolong para dosen membangun pemahaman bidang studinya dan mengetahui tingkat keterampilan proses, aktivitas mahasiswa mengikuti perkuliahan dan pemahaman konsep mahasiswa tentang bidang study tersebut. Bekerjasama mengobservasi perkuliahan (lesson) memperluan pengetahuan dosen akan pemahaman mahasiswa yang seringkali berubah dan bergantung dari pemahaman dosen akan bidang yang diajarkan.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pelaksnaan LS di jurusan fisika FMIPA UNM, maka simpulan sementara yang dapat diambil sebagai berikut. 1. LS di jurusan fisika FMIPA UNM telah berjalan berdasarkan konsep LS 2. LS dapat memberikan pengalaman berharga bagi dosen dalam meningkatkan pemahamannya akan mata kuliahnya dan meningkatkan keterampilan proses, aktivitas mahasiswa, pelaksanaan perkuliahan lebih efektif dan efisien, pemahaman mahasianya dalam perkuliahan, sehingga profesionalisme dosen dapat meningkat. 3. LS dapat membangun kerjasama antar dosen dan asisten laboratorium dalam melakukan reformasi perkuliahan.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 124

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) 4. Mahasiswa yang menerima kuliah dengan pendekatan LS merasa senang dan lebih rileks dalam mengikuti kuliah. 5. Dosen merasa senang telah memberikan sesutu yang terbaik bagi mahasiwanya sekalipun pada tahap-tahap awal dosen sedikit kelelahan dan merasa kekurangan waktu.
DAFTAR PUSTAKA Allen, D. Donham, R, dan Tanner, K. 2004. Approaches to Biology Teaching and Learning: Lesson StudyBuilding Communities of Learning Among Educators. Cell Biology Education Vol. 3, 001007, Spring 2004. Garfield, J. (2006). Exploring the Impact of Lesson Study on Developing Effective Statistics Curriculum. (Online): diambil tanggal 19-6-2006 dari: www.stat.auckland.ac.nz/-iase/publication/-11/Garfield.doc. Jurusan Biologi. 2010. Laporan Penyelenggaraan Lesson Study Siklus I. UNM Jurusan Matematika. 2010. Laporan Penyelenggaraan Lesson Study Siklus I. UNM Jurusan Kimia. 2010. Laporan Penyelenggaraan Lesson Study Siklus I. UNM Lewis, Catherine C. (2002). Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc. Robinson, Naomi. 2006. Lesson Study: An example of its adaptation to Israeli middle school teachers . (Online): www.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/ Robinson_proposal.doc Richardson, J. 2006. Lesson study: Teacher Learn How to Improve Instruction. Nasional Staff Development Council . (Online): www.nsdc.org. 03/05/06.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 125

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)

PENGEMBANGAN KUALITAS PEMBELAJARAN ELEKTRONIKA I MELALUI PERCOBAAN, DEMONSTRASI, CERAMAH, DAN DISKUSI BERBASIS KONFLIK KOGNITIF

Erawan Kurniadi
FPMIPA IKIP PGRI Madiun, e-mail: erawan.kurniadi@yahoo.co.id

Abstrak: Rendahnya kualitas pembelajaran elektronika disebabkan oleh rendahnya penguasaan dan kesalahan konsep pada materi prasyarat. Penyebab lain karena tidak dikenalnya komponen-komponen elektronika oleh mayoritas mahasiswa, rendahnya keterampilan dalam merangkai komponen elektronika, dan rendahnya kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Kondisi yang telah disebutkan merupakan prediksi awal, permasalahan nyata yang terjadi pada mahasiswa saat belajar masih perlu dijaring. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pembelajaran berkualitas melalui penjaringan terhadap permasalahan belajar mahasiswa dan mengupayakan solusinya. Permasalahan dicoba dipecahkan dengan menerapkan pembelajaran berbasis konflik kognitif melalui metode percobaan, demonstrasi, ceramah, dan diskusi. Hasil penerapan menunjukkan: 1) lebih dari 50% mahasiswa kesulitan menggunakan alat ukur dan merangkai alat pada saat percobaan, 2) penggunaan Infocus LCD sangat membantu mahasiswa untuk dapat mengamati demonstrasi dengan jelas dari jarak yang relatif jauh, 3) kegiatan diskusi sangat cocok untuk memicu konflik kognitif agar mahasiswa berpikir dalam menentukan konsep yang paling benar, 4) ceramah dengan alokasi lebih dari 30 menit menyebabkan mahasiswa jenuh, solusinya adalah mengkombinasi kegiatan ceramah (10 menit) dengan diskusi (10 menit) secara bertahap. Kata kunci: ceramah, diskusi, demonstrasi, konflik kognitif, percobaan.

Komponen elektronika merupakan sesuatu yang riil dan dapat dikenali dengan mudah, tetapi proses yang terjadi dalam komponen ketika digunakan dalam rangkaian merupakan sesuatu yang sangat abstrak. Kenyataan yang telah disebutkan memicu sulitnya mempelajari elektronika disamping teori dan kenyataan yang seringkali tidak sesuai. Membelajarkan elektronika secara mendasar terhadap mahasiswa memerlukan strategi jitu yang memang berbeda dengan yang lain. Penyebab lain yang tidak kalah penting dan ikut memperburuk proses pemahaman terhadap materi kuliah elektronika yaitu: 1) rendahnya penguasaan terhadap materi prasyarat misalnya rangkaian sederhana, dan bahan semikonduktor, 2) kesalahan konsep pada materi prasyarat, 2) tidak dikenalnya komponen-komponen elektronika oleh mayoritas mahasiswa, 3) rendahnya keterampilan dalam merangkai komponen elektronika, dan 4) rendahnya kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Jika mahasiswa tidak paham materi prasyarat, maka akan sangat menyulitkan mahasiswa dalam menguasai materi yang diprasyarati. Ibaratnya: belajar berjalan tidak akan berhasil jika berdiri saja susah. Kesalahan konsep pada materi prasyarat akan memicu kesalahan konsep pada materi lanjutannya sehingga menjadi rantai salah konsep yang sulit untuk diputuskan. Untuk memutuskan rantai salah konsep diperlukan strategi pembelajaran yang dapat menimbulkan konflik kognitif pada mahasiswa (Kurniadi, 2008:5). Konflik kognitif akan memaksa mahasiswa untuk berpikir dalam memilih atau menentukan konsep yang paling benar. Untuk memicu munculnya konflik kognitif diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang diprediksi menimbulkan jawaban bermacam-macam sehingga akan segera diketahui letak kesalahan pemahamannya. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 126

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Sebagian besar mahasiswa tidak mengenal komponen-komponen elektronika. Akibatnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam memasang komponen elektronika pada papan rangkai berdasarkan gambar rangkaian yang diacu. Rendahnya kemampuan dalam menggunakan alat ukur listrik dan membaca hasil ukurnya ikut menghambat proses belajar elektronika melalui kegiatan percobaan. Alternatif solusinya adalah dengan sesegera mungkin membiasakan mahasiswa untuk mengenal komponen elektronika, belajar merangkai komponen elektronika, dan menggunakan alat ukur untuk keperluan analisis. Sesuai alternatif-alternatif solusi yang telah disampaikan, pembelajaran pada mata kuliah elektronika perlu dicoba melalui beberapa metode dan pendekatan diantaranya eksperimen, percobaan, demonstrasi, dan ceramah disertai diskusi. Pembelajaran melalui eksperimen yang menuntut mahasiswa untuk dapat merumuskan masalah, menyusun hipotesis, dan menguji hipotesis diprediksi cukup sulit untuk dilakukan karena kemungkinan besar mahasiswa kurang menguasai materi prasyarat. Alternatif yang paling memungkinkan untuk dipilih adalah pembelajaran melalui percobaan, demonstrasi, dan ceramah disertai diskusi dengan strategi khusus yang mampu menimbulkan konflik kognitif.
METODE

Penelitian dilaksanakan pada mata kuliah Elektronika I, sedangkan subyek yang dikaji sebagai sumber data adalah mahasiswa semester VA dalam kegiatan pembelajaran Elektronika I. Rancangan penelitian menggunakan model siklus yang terdiri dari kegiatan plan, do, dan see. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi memanfaatkan lembar observasi. Analisis data dilakukan dengan teknik interaktif (Gambar 1).

Gambar 1. Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2006: 98)


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran Diode Penyearah & Diode Khusus dilakukan melalui penerapan metode percobaan dan diskusi. Refleksi yang dilakukan bersama dengan pengamat menghasilkan temuan permasalahan mahasiswa dalam proses pembelajaran beserta solusinya (Tabel 1). Sesuai permasalahan nomor 1, beberapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam membedakan forward bias dan reverse bias. Hal ini diprediksi dipicu oleh kesulitan pemahaman terhadap perbedaan konsep arus asli (aliran elektron) dan arus konvensional (kebalikan aliran elektron). Hasil penelitian terhadap penguasaan konsep Fisika siswa SMA tahun 2004, menunjukkan bahwa materi Kelistrikan merupakan salah satu pokok bahasan yang belum dikuasai oleh siswa (Murni Tuk Nugroho, 2004). Temuan permasalahan nomor 2 menunjukkan terjadinya salah konsep pada mahasiswa terkait penggunaan ampermeter dan voltmeter. Banyak mahasiswa perempuan yang memasang amperemeter secara paralel dan voltmeter secara seri dengan rangkaian, padahal hal tersebut terbalik. Suparno (2005:4) mengungkapkan bahwa miskonsepsi atau salah konsep menunjuk: pada salah satu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para pakar di bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 127

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) konsep awal. Kesalahan, hubungan yang tidak benar diantara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan naif. Refleksi terhadap implementasi metode demonstrasi dan diskusi dalam pembelajaran Penerapan Diode menghasilkan temuan permasalahan mahasiswa dalam proses pembelajaran beserta solusinya (Tabel 2). Demonstrasi pada materi penerapan diode dilakukan memanfaatkan komponen elektronika yang ukurannya kecil, alat ukur, dan peralatan pendukung yang ukurannya juga relatif kecil sehingga kurang jelas jika diamati oleh mahasiswa. Solusi yang tepat adalah dengan menampilkan demonstrasi dengan bantuan infocus LCD agar semua mahasiswa dapat mengamati demonstrasi dengan jelas. Tabel 1. Temuan Permasalahan Dalam Pembelajaran Diode Penyearah dan Diode Khusus melalui Metode Percobaan dan Diskusi Beserta Solusinya
No. Temuan Permasalahan 1 Pertanyaan-pertanyaan uji materi prasyarat sebagian tidak . bisa dijawab oleh mahasiswa, sebagian lagi dijawab dengan ragu-ragu. Contoh nyata: beberapa mahasiswa masih mengalami kesulitan membedakan forward bias dan reverse bias Prediksi penyebab: a) kurang menguasai materi prasyarat, b) lupa, c) salah konsep 2 Lebih dari 50% mahasiswa (18 dari 37 mahasiswa) . mengalami kesulitan dalam memasang komponen dan alat ukur pada papan rangkai elektronika. Ada kelompok yang dalam waktu sekitar 45 menit belum berhasil melakukan percobaan. Contoh kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa saat memasang komponen dan menggunakan alat ukur: Solusi Pemberian tugas dan pretest sehingga mahasiswa dipaksa secara halus untuk membaca buku agar dapat mengerjakan tugas dan pretest

Pemantauan pada kegiatan percobaan oleh dosen dengan memberikan tahap-tahap yang jelas secara instruksional mengenai kegiatan dan waktu sub kegiatan percobaan meliputi: kapan dimulai, kapan selesai, kapan mengontrol ketepatan rangkaian, dan kapan mahasiswa diperbolehkan melanjutkan kegiatan Modul praktikum disampaikan sebelum pelaksanaan untuk dipelajari di rumah. Untuk menjamin agar mahasiswa mau mempelajari modul, perlu diadakan pretest.

3 .

(a) (b) Gambar. 2. a. Rangkaian Sebenarnya (Malvino, 2002), b. Rangkaian oleh Mahasiswa Pada kegiatan inti yaitu percobaan dan diskusi, hanya beberapa mahasiswa yang aktif dan yang lebih dominan mahasiswa laki-laki

pembentukan kelompok diarahkan agar mahasiswa yang memiliki kemampuan lebih dapat membantu temannya yang kurang. Memberi reward pada mahasiswa yang aktif untuk memotivasi mahasiswa aktif dalam diskusi

Tabel 2. Temuan Permasalahan dalam Pembelajaran Penerapan Diode melalui Metode Demonstrasi dan Diskusi beserta Solusinya
No. Temuan Permasalahan 1 Demonstrasi kurang dapat diamati dengan jelas . oleh mahasiswa yang duduk di deret belakang Solusi Menampilkan kegiatan demonstrasi alat oleh dosen model dengan menggunakan infocus LCD, sehingga tampilan bisa jelas dari berbagai sudut tempat duduk mahasiswa Menambah alokasi waktu diskusi agar terjaring jawaban yang bisa jadi berbeda-beda pada pesoalan yang sama. Dengan demikian, mahasiswa akan mengalami konflik kognitif dan berpikir untuk memilih jawaban yang paling benar

2 .

Pada saat diskusi belum banyak terjaring jawaban berbeda-beda pada persoalan yang sama

Tabel 3. Temuan Permasalahan dalam Pembelajaran Transistor Dwikutub melalui Metode Demonstrasi dan Diskusi beserta Solusinya

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 128

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)
No. Temuan Permasalahan 1 Pemahaman beberapa mahasiswa pada penjelasan materi awal oleh . dosen terhambat karena masih ada beberapa mahasiswa yang ternyata kurang memahami materi terdahulu. Contoh hasil uji pemahaman awal:
Masih membedakan banyak mahasiswa bias dan yang reverse sulit bias forward

Solusi Lebih sering menguji pemahaman mahasiswa dengan pertanyaan serupa

(prategangan maju dan balik) pada masing-masing pin transistor dalam rangkaian

Gambar 3. Pemberian Prategangan Maju-balik (Malvino, 2002) 2 . Pemberian soal-soal pemahaman untuk mahasiswa sudah memenuhi kecukupan materi dan telah menimbulkan konflik kognitif, akan tetapi alokasi waktu (walaupun sudah ditambah menjadi 25 menit) yang diberikan pada kegiatan ini masih kurang memenuhi karena diperlukan sampel jawaban dari beberapa kelompok sampai ditemukan jawaban yang paling benar Penambahan alokasi waktu presentasi dan diskusi menjadi sekitar 40 menit agar mahasiswa dapat berpikir lebih keras untuk memilih dan menyepakati jawaban yang paling benar

Penambahan alokasi waktu diskusi sebagai solusi untuk menjaring pendapat atau jawaban berbeda-beda cukup tepat digunakan dalam memicu munculnya konflik kognitif. Mahasiswa tertantang untuk berpikir dalam memilih atau menentukan jawaban yang paling benar berdasarkan konflik kognitif yang terjadi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian tentang miskonsepsi fisika pada tahun 2010 yang menunjukkan bahwa pendekatan konflik kognitif sangat efektif untuk mengatasi miskonsepsi fisika (Maulana, 2010). Refleksi yang dilakukan bersama dengan pengamat terhadap penerapan metode demonstrasi dan diskusi dalam pembelajaran Transistor Dwikutub menghasilkan temuan permasalahan dalam proses pembelajaran beserta solusinya (Tabel 3). Pemahaman beberapa mahasiswa pada penjelasan materi awal oleh dosen terhambat karena masih ada beberapa mahasiswa yang ternyata kurang memahami materi terdahulu. Moushivits & Zaslavsky (1987: 314) mengatakan bahwa kesalahan memahami konsep timbul akibat kesalahan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya. Refleksi yang dilakukan terhadap penerapan metode ceramah dan diskusi dalam pembelajaran Transistor Common Emiter menghasilkan temuan permasalahan mahasiswa dalam proses pembelajaran beserta solusinya (Tabel 4).
Tabel 4. Temuan Permasalahan dalam Pembelajaran Transistor Common Emiter melalui Metode Ceramah dan Diskusi beserta Solusinya
No. 1 . Temuan Permasalahan Saat penyajian materi memasuki sekitar menit ke-30, mahasiswa mulai tampak jenuh walaupun penjelasan disajikan detil dan rinci. Kondisi ini sebenarnya wajar dan secara umum sering terjadi. Namun demikian, jika tidak diatasi akan selalu terulang dalam setiap pembelajaran melalui ceramah. Hal ini juga berdampak pada ketidakpahaman terhadap materi pada sebagian mahasiswa. Terbukti pada akhir pembelajaran (ketika dosen menyampaikan pertanyaan refleksi), ada mahasiswa yang tidak tahu komponen utama pada penguat CE padahal pembelajaran sudah hampir berakhir Solusi Mengkombinasi kegiatan ceramah dengan diskusi memecahkan masalah dengan proporsi waktu 10 menit ceramah dilanjutkan 10 menit diskusi memecahkan masalah. Tahap ini diulang beberapa kali dengan prinsip setiap tahap diupayakan agar dapat memunculkan permasalahan baru

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 129

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)
2 . Pemberian soal-soal pemahaman untuk mahasiswa sudah memenuhi kecukupan materi dan telah menimbulkan konflik kognitif yang baik sehingga jalannya diskusi menjadi lebih hidup Contoh konflik kognitif yang terjadi: Mengingat permasalahan pertama, maka kegiatan diskusi kelompok dapat ditiadakan dan diganti dengan diskusi kelas bertahap diselasela kegiatan ceramah bertahap

Gambar. 4.a. Tampilan DC murni dalam CRO (Kurniadi, 2010: 12)

3 .

Gambar. 4.b. Tampilan DC gel. penuh dalam CRO (Kurniadi, 2010: 12) Akibat terkecoh tampilan a, tampilan b dikatakan tegangan ac oleh mahasiswa Soal yang ditujukan untuk merefleksi capaian indikator ke 6 yaitu menerapkan hasil analisis matematis pada penguat Common Emiter untuk menyelesaikan persoalan terkait semula diprediksi tidak banyak menimbulkan konflik kognitif. Setelah diterapkan pada mahasiswa, ternyata muncul jawaban beragam yang diprediksi disebabkan oleh rendahnya pemahaman beberapa mahasiswa pada materi rangkaian sederhana. Hal ini ditunjukkan oleh: a) beberapa mahasiswa perempuan yang ternyata tidak dapat menghitung resistor pengganti secara paralel, b) beberapa mahasiswa kesulitan membedakan rangkaian seri dan paralel pada rangkaian yang agak rumit, c) beberapa mahasiswa belum paham prinsip kerja transistor CE sebagai penguat linier

Memberikan refreshing pemahaman terhadap materi rangkaian sederhana, dan memberi penekanan pemahaman terhadap prinsip kerja penguatan menggunakan transistor CE.

Pembelajaran ceramah lebih dari 30 menit membuat mahasiswa jenuh dan nampak bosan walaupun penjelasan disajikan detil dan rinci. Solusinya adalah mengkombinasi kegiatan ceramah dengan diskusi memecahkan masalah dengan proporsi waktu 10 menit ceramah dilanjutkan 10 menit diskusi memecahkan masalah. Tahap ini diulang beberapa kali dengan prinsip setiap tahap diupayakan agar dapat memunculkan permasalahan baru (konflik kognitif).
KESIMPULAN

Hasil penerapan menunjukkan: 1) lebih dari 50% mahasiswa kesulitan menggunakan alat ukur dan merangkai alat pada saat percobaan, 2) penggunaan Infocus LCD sangat membantu mahasiswa untuk dapat mengamati demonstrasi dengan jelas dari jarak yang relatif jauh, 3) kegiatan diskusi sangat cocok untuk memicu konflik kognitif agar mahasiswa berpikir dalam menentukan konsep yang paling benar, 4) ceramah dengan alokasi lebih dari 30 menit menyebabkan mahasiswa jenuh, solusinya adalah mengkombinasi kegiatan ceramah (10 menit) dengan diskusi (10 menit).
SARAN

Pembelajaran melalui percobaan sebaiknya diawali dengan refreshing/penyegaran penggunaan dan cara pembacaan alat ukur, serta pretest. Pembelajaran demonstrasi sebaiknya menggunakan sarana tambahan yaitu infocus LCD agar mahasiswa deret belakang dapat mengamati dengan jelas. Pembelajaran ceramah sebaiknya dikombinasi dengan diskusi dengan langkah pembelajaran inti: 1) Menjelaskan materi melalui ceramah I (10 menit), 2) Memberi permasalahan I dan diskusi memecahkan masalah I (10 menit), 3) Menjelaskan materi melalui ceramah II (10 menit), 4) Memberi permasalahan II dan diskusi memecahkan masalah II (10 menit). Tahapan berulang tersebut tentu saja harus dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan waktu.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 130

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Semua metode pembelajaran yang diterapkan sebaiknya dikemas berbasis konflik kognitif agar mahasiswa senantiasa berpikir untuk menentukan konsep yang paling tepat.
DAFTAR RUJUKAN Kurniadi. 2008. Mengurangi Miskonsepsi Dinamika Dengan Konflik Kognitif Melalui Metode Demonstrasi. Jurnal Pendidikan IKIP PGRI Madiun., 14(1). Kurniadi. 2010. Modul Percobaan untuk Mata Kuliah Elektronika I. Madiun: IKIP PGRI Madiun. Kurniadi. 2010. Diktat Kuliah Elektronika I. Madiun: IKIP PGRI Madiun. Malvino. 2002. Aproksimasi Rangkaian Semikonduktor. Jakarta: Erlangga. Maulana. 2010. Usaha Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Konflik Kognitif. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Universitas Negeri Semarang., 6(2):2010. Movshovits, N. & Zastavsky, D. 1989. An Empirical Classification Model for Error in Hight School Mathematics. Journal for Research in Mathematics Education., 18:3-14. Murni, T.N. 2004. Pembuatan Tes Diagnostik Fisika Pokok Bahasan Listrik Statis.Skripsi tidak Diterbitkan.Madiun: IKIP PGRI Madiun. Suparno. 2005. Miskonsepsi dan Pembahasan Konsep. Jakarta: Grasindo. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 131

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)

MODEL LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BEREKSPERIMEN PADA MATA KULIAH ELEKTRONIKA DASAR

Sri Wahyuni
Pendidikan Fisika Universitas Jember, Jl. Kalimantan Kampus Bumi Tegal Boto Jember, e-mail: yuni_physics@yahoo.com

Abstract: The aim of this study is to improve the students experimental skills through lesson study. In which the students experimental skills on basic electronic course is still low and face many constraints due to most of the physics students come from regular school, and it is strange for them. Moreover, the method which is applied during the teaching learning process on basic electronic course is teacher centered learning. In this method the teachers role is very crucial so, it gives dependency effect for the students. This study uses data analysis methods with descriptive techniques. Processing and data analysis consist of; (1) data, (2) validation, and (3) interpretation. The research design consists of two cycles. The first cycle, indicates that the students experimental skill is still low especially in terms of formulating the problem and making conclusions. The second cycle, the researcher gets more information to lift the students experimental skills through the previous reflection. According to the reflection and discussion, lesson study is able to raise students experimental skills on basic electronic course in Physics Education, Jember University. Kata kunci: lesson study, experimental skills, basic electronic.

Keterampilan bereksperimen mahasiswa pada mata kuliah elektronika dasar dirasa masih rendah dan banyak mengalami berbagai macam kendala. Hal ini dapat dipahami karena mahasiswa fisika sebagian besar berasal dari SMA. Bagi mahasiswa yang berasal dari SMA materi kuliah elektronika dasar dirasa masih asing, ditambah lagi selama ini proses pembelajaran yang diterapkan dalam perkuliahan elektronika dasar masih menggunakan metode teacher centered learning dimana peran dosen masih sangat dominan sehingga berdampak pada kurang mandirinya mahasiswa. Gejala ini dapat diamati dari kurangnya interaksi antara mahasiswa dengan dosen apabila ada permasalahan yang dilontarkan dosen ke mahasiswa, mahasiswa cenderung diam. Diam disini dapat diartikan apakah mahasiswa tersebut tidak mengerti atau tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Pada pola pembelajaran ini perkuliahan dibagi dua yaitu teori dan praktikum. Kendala yang paling besar yang dihadapi dosen adalah pada waktu praktikum, dimana mahasiswa banyak yang pasif, kurang antusias dalam merancang alat-alat praktikum, alasan terbesar adalah terlalu rumit rangkaiannya. Materi kuliah yang disajikan dosen kurang menantang mahasiswa untuk berpikir. Permasalahan yang dihadapi pada pelaksanaan mata kuliah elektronika dasar perlu diatasi, jika tidak segera diatasi maka mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam menempuh mata kuliah, selain itu juga akan menghambat penguasaan mata kuliah lain yang bersinergis dengan mata kuliah elektronika dasar pada semester berikutnya. Mata kuliah elektronika dasar berbobot 3 sks (2 sks teori, 1 sks praktikum) yang merupakan salah satu mata kuliah PKF yang wajib ditempuh semua mahasiswa pendidikan fisika. Secara garis besar, pokok bahasan mata kuliah elektronika dasar adalah konsep-konsep arus listrik searah, arus listrik bolak-balik, semikonduktor, transformator dan Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 132

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) transistor. Cakupan kompetensi yang luas, padat, dan mendasar dari mata kuliah harus dikuasai mahasiswa dalam 24 kali tatap muka perkuliahan baik teori maupun praktikum. Berdasarkan pengamatan awal selama perkuliahan berlangsung, perkuliahan elektronika dasar menunjukkan bahwa terdapat cukup banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan menerima materi perkuliahan, jarang bertanya, kurang kedisiplinan dan kelemahan soft skill lainnya. Hal ini disadari dosen bahwa di antara kemungkinan penyebabnya adalah cara mengajar, pemilihan metode, penggunaan media, umpan balik, pemberian tugas perkuliahan yang perlu diperbaiki. Permasalahan lain yang muncul dalam proses belajar mengajar Elektronika dasar adalah pada kegiatan praktikum, dimana mahasiswa kesulitan dalam merangkai alat-alat elektronika yang terkecil sampai yang terbesar seperti osiloskop maupun transistor. Mahasiswa dalam penguasaan alat-alat elektronika sebenarnya sudah cukup, tetapi ketika praktikum mahasiswa cenderung melihat dan mencatat data percobaan yang dipraktekkan oleh asisten sehingga hasilnya ketika ujian praktikum banyak yang tidak bisa. Berangkat dari permasalahan ini peneliti ingin mencoba mengubah budaya perkuliahan dari teacher centered learning ke student centered learning, hal ini penting untuk meningkatkan ketrampilan bereksperimen mahasiswa. Oleh karena itu perlu model pembelajaran yang lain dalam mata kuliah elektronika dasar yang dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan di atas selain model pembelajaran yang dipergunakan selama ini. Implikasi dari uraian di atas adalah perlu dicari model pembelajaran yang mampu meningkatkan Keterampilan bereksperimen yang meliputi merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, menggunakan alat dan bahan, melakukan praktikum sesuai dengan langkah-langkah/prosedur yang diberikan serta membuat suatu kesimpulan. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mencoba model lesson study pada perkuliahan elektronika dasar. Lesson study (jugyokenkyu) telah dikembangkan dan diimplementasikan di Jepang yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran yang berdampak langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena iu, melalui lesson study pada mata kuliah elektronika dasar diharapkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan keterampilan bereksperimen bagi mahasiswa. Lesson study adalah belajar pada suatu pembelajaran. Seorang dosen atau guru dapat belajar tentang pembelajaran mata kuliah tertentu melalui tampilan pembelajaran yang ada (live/real atau rekaman video). Dosen bisa mengadopsi metode, teknik ataupun strategi pembelajaran penggunaan media dan sebagainya yang diangkat oleh dosen model untuk ditiru atau dikembangkan di kelasnya masing-masing. Dosen lain atau observer perlu melakukan analisis untuk menemukan sisi positif atau negatif dari pembelajaran tersebut dari menit ke menit. Hasil analisis ini sangat diperlukan sebagai bahan masukan bagi dosen model untuk perbaikan atau lewat profil pembelajaran tersebut, dosen atau observer bisa belajar atas inovasi pembelajaran yang dilakukan oleh dosen lain. METODE Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Fisika Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jember. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada perkuliahan elektronika dasar semester gasal tahun akademik 2010/2011. Pengembangan sistem pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah lesson research dengan lesson study model Lewis (2002). Pelaksanaanya direncanakan berlangsung dalam 2 siklus yang disesuaikan dengan alokasi waktu dan pokok bahasan yang dipilih. Dalam setiap siklus terdiri dari 3 kegiatan, yaitu : 1) Perencanaan (plan) ; 2) Pelaksanaan dan Observasi (do); 3) Refleksi (see). Setelah tahapan persiapan selesai, kemudian dilakukan siklus-siklus penelitian, yaitu: Siklus Pertama Perencanaan (plan) Pada tahap ini dilakukan perencanaan pembelajaran, dimana anggota kelompok menyusun Rencana Pembelajaran (RP), petunjuk pelaksanaan pembelajaran, Modul pembelajaran/Diktat, petunjuk praktikum, instrument penilaian kognitif, psikomotor dan afektif, serta lembar observasi pembelajaran. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 133

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Pelaksanaan dan Observasi (do) Rencana pembelajaran yang telah disusun bersama diimplementasikan di kelas oleh dosen model. Anggota kelompok yang lain sebagai observer. Pada tahap ini dilakukan juga dokumentasi proses pembelajaran. c). Refleksi (see) Proses pembelajaran yang sudah terlaksana perlu dilakukan refleksi dan dianalisis segera setelah pembelajaran selesai. Hasil refleksi digunakan sebagai masukan untuk perbaikan atau revisi rencana pembelajaran berikutnya. Siklus Kedua Siklus kedua dilakukan tahapan-tahapan seperti pada siklus pertama tetapi didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada siklus pertama, sehingga kelemahankelemahan yang terjadi pada siklus pertama tidak terjadi pada siklus kedua. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Analisis Keterampilan Bereksperimen merupakan penilaian untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam melakukan eksperimen dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Kriteria dalam setiap kemampuan mahasiswa yang dimaksud dinyatakan dalam angka dengan skor terendah 1 dan skor tertinggi 4 pada masing-masing komponen eksperimen. Hasil penskoran dideskripsikan sebagai berikut: (Ratumanan, T & Laurens, T. 2003): 1,0 SKeks 1,5 : berarti sangat kurang 1,6 SKeks 2,5 : berarti kurang 2,6 SKeks 3,5 : berarti baik 3,6 SKeks 4,0 : berarti sangat baik SKeks = skor keterampilan bereksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Penelitian Siklus Pertama Kegiatan Perencanaan Tindakan (Plan) Langkah-langkah dalam perencanaan (plan) dilakukan melalui diskusi dengan tim pengajar elektronika dasar mengenai tata cara pelaksanaan, penetapan materi pembelajaran, menentukan dosen model, dan waktu pelaksanaan. Diskusi menghasilkan kesepahaman mengenai rencana tindakan untuk meningkatkan keterampilan bereksperimen dan hasil belajar mahasiswa melalui pembelajaran dengan model lesson study. Setelah terjadi kesepahaman dilanjutkan diskusi tentang pokok-pokok yang harus dilakukan dalam menyusun rancangan pembelajaran, kemudian menentukan jumlah kelompok dan masing-masing anggota kelompok harus bersifat heterogen dilihat dari segi kemampuan akademiknya maupun jenis kelamin. Tugas dosen model selama proses pembelajaran berlangsung adalah menyampaikan tujuan, materi pembelajaran, membagi tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa dalam kelompok, menyampaikan tata cara mahasiswa bekerja dalam kelompok, mengobservasi mahasiswa dalam kelompok, mengevaluasi kerja mahasiswa, memberi penguatan, dan merangkum materi pembelajaran. Sosialisasi rencana tindakan dilakukan dengan mahasiswa dalam bentuk diskusi, tanya jawab, dan menghasilkan kesepahaman mengenai prosedur pelaksanaan dengan model lesson study. Adapun komponen kegiatan mahasiswa yang diamati adalah kemampuan bereksperimen mahasiswa dalam kegiatan praktikum yang terdiri atas kemampuan dalam merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, menggunakan alat dan bahan praktikum sesuai prosedur atau langkahlangkah yang diberikan sampai pada membuat kesimpulan. Selain itu juga diperhatikan interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, interaksi antara mahasiswa dan dosen, interaksi antara mahasiswa dan media/sumber belajar, mahasiswa pasif (misalnya melamun, topang dagu, dsb) atau bermain-main (pensil, penggaris, jari, ball-point, dsb), mahasiswa diam karena berpikir dan perhatian (misalnya memperhatikan penjelasan dosen, mengerjakan LKM, dsb). Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 134

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Pada pertemuan yang pertama diberikan kontrak perkuliahan dan diktat mata kuliah elektronika dasar. Selanjutnya berdasarkan jumlah mahasiswa maka dilakukan perencanaan pelaksanaan perkuliahan diantaranya dengan membagi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 8 mahasiswa. Keseluruhan kelompok diminta untuk mempelajari materi kuliah tentang komponen elektronika (untuk siklus I) dan semikonduktor (untuk siklus II). Kegiatan Pelaksanaan dan Observasi (Do) Siklus I dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, setiap pertemuan kegiatan pembelajaran lebih diorientasikan pada keterampilan bereksperimen mahasiswa. Dalam kegiatan pelaksanaan dan observasi, dosen model melakukan penyelenggaraan PBM dan observer melakukan observasi dengan mencatat apa saja siklus I disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Hasil Pengamatan Kegiatan Mahasiswa dalam PBM Siklus I
No. 1 2 3 4 5 Aspek Pengamatan Jml Interaksi antara mahasiswa dan mahasiswa (misalnya berdiskusi) Interaksi antara mahasiswa dan dosen (misalnya mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan) Interaksi antara mahasiswa dengan media/sumber belajar (misal membaca buku diktat) Mahasiswa diam karena berpikir dan perhatian (misal memperhatikan penjelasan dosen, mengerjakan LKM dsb) Mahasiswa pasif (misal melamun, topang dagu, atau bermain-main pensil, penggaris) 28 4 30 33 12 1 Pertemuan Ke 2 3 % Jml % Jml % 70 10 75 82,5 30 30 5 33 34 10 75 12,5 82,5 85 25 34 12 85 30 Jumlah mahasiswa 40 Ket

33 82,5 34 5 85 12,5

Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Keterampilan Bereksperimen Siklus I


No Aspek yang Dinilai Skor Tiap Pertemuan I II III 1 1.4 2 2.4 2.7 3.6 2.6 4 2.6 1.6 2 3.4 2 2 2.3 1.92 2.42 2.78 Rerata 1.47 2.90 3.07 2.33 2.10 2.37 Kategori Sangat kurang Baik Baik kurang Kuang Kurang

1 Merumuskan Masalah 2 Mengidentifikasi Variabel 3 Keterampilan Menggunakan Alat 4 Bekerja sesuai langkah-langkah Eksperimen 5 Membuat Kesimpulan Rerata Total

Untuk melihat proporsi keterampilan bereksperimen secara grafis ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Proporsi Keterampilan Bereksperimen Siklus I Setiap awal perkuliahan dosen model menyampaikan tujuan pembelajaran dilanjutkan dengan menjelaskan materi pelajaran dan diikuti tanya jawab. Selanjutnya membagi mahasiswa menjadi 5 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 8 mahasiswa. Langkah selanjutnya dosen memberikan kasus atau tugas yang tertuang dalam Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) kepada masingSeminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 135

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) masing kelompok. Tugas tersebut dikerjakan secara diskusi melalui percobaan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok dibawah bimbingan dosen model dengan waktu yang sudah ditentukan. Dalam proses tersebut observer mengamati dan mencatat aktivitas mahasiswa dalam lembar observasi. Selain pencatatan dalam lembar observasi dilakukan juga proses perekaman dengan menggunakan kamera. Setelah waktu diskusi kelompok habis maka selanjutnya setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Waktu yang diberikan untuk presentasi dan tanya jawab adalah 20 menit untuk setiap kelompok, setiap siklus yang maju presentasi adalah 2 kelompok yang dipilih secara acak. Pada akhir perkuliahan, dosen model melakukan rangkuman dan penguatan materi. c). Refleksi (See) Segera setelah perkuliahan selesai maka dilakukan refleksi atas jalannya perkuliahan. Observer dan dosen model membahas kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama perkuliahan berlangsung. Secara garis besar kelebihan yang ada dalam perkuliahan tersebut antara lain mahasiswa lebih bersifat aktif, pembelajaran terasa lebih hidup serta mahasiswa terlatih untuk berbicara di forum diskusi. Sedangkan kekurangan yang ditemukan selama pembelajaran berlangsung diantaranya adalah ada sebagian mahasiswa yang kurang aktif dalam kegiatan diskusi, dan ada beberapa mahasiswa yang santai tidak ikut dalam percobaan. Agar kekurangan tersebut tidak terjadi pada siklus berikutnya, maka untuk siklus berikutnya direncanakan dengan menambah jumlah kelompok sehingga anggota tiap kelompok menjadi lebih sedikit dengan harapan setiap mahasiswa nantinya bisa aktif semua. Pada akhir pertemuan ketiga dari siklus I, dilakukan tes yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa pada setiap kompetensi dasar yang meliputi pemahaman dan penerapan konsep. Adapun hasil tes yang dicapai mahasiswa adalah seperti tercantum pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Rentang Nilai Rerata yang dicapai Mahasiswa dalam Siklus I
No 1 2 3 4 5 Rentang nilai rerata <50 50-59 60-69 70- 79 80 - 100 Jumlah Kategori nilai E D C B A Jumlah mahasiswa yang memperoleh rentang nilai rerata 1 8 15 10 6 40 Nilai rerata = 67,17 Nilai 70 sebanyak 16 orang atau 40 %

Berdasarkan hasil refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan pada siklus I, pada siklus berikutnya perlu ada refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan pada siklus I terutama perlu ada perbaikan dalam kegiatan pembelajaran. Siklus Kedua Kegiatan Perencanaan Tindakan (Plan) Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran pada siklus II, dosen model dan observer membuat rancangan pembelajaran seperti pada siklus I dengan menekankan : (1) semua mahasiswa diharapkan sudah memiliki materi pelajaran, (2) materi yang akan dibahas agar dipelajari/dibaca di rumah, (3) Penambahan kelompok dari 5 menjadi 8 kelompok, sehingga jumlah anggota untuk masing -masing kelompok sebanyak 5 mahasiswa dengan harapan semua mahasiswa akan aktif berdiskusi. Kegiatan Pelaksanaan dan Observasi (Do) Siklus II dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan dan untuk tes di akhir pertemuan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa pada setiap kompetensi dasar yang meliputi pemahaman dan penerapan konsep. Setiap pertemuan kegiatan pembelajaran lebih diorientasikan pada aktivitas mahasiswa meliputi keterampilan bereksperimen dan kegiatan mahasiswa selama pembelajaran. Refleksi (See) Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 136

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Segera setelah perkuliahan selesai maka dilakukan refleksi atas jalannya perkuliahan. Hasil observasi dan refleksi terhadap pola pembelajaran dengan lesson study dan hasil belajar mahasiswa pada siklus I, mahasiswa mulai terlihat antusias dengan model pembelajaran yang dilakukan. Walaupun pada siklus I ini masih banyak mahasiswa yang pasif baik itu pada kegiatan diskusi kelompok maupun pada waktu awal perkuliahan saat dosen menjelaskan materi. Mahasiswa yang pasif pada siklus I ini tercatat ada 12 mahasiswa, mereka kelihatan cuma diam termenung. Dari hasil observasi dan refleksi ditemukan bahwa kepasifan mahasiswa tersebut dikarenakan jumlah anggota kelompok yang terlalu banyak. Demikian pula jumlah interaksi yang terjadi antara mahsiswa dengan dosen relatif masih sedikit yaitu 4 mahasiswa, hal ini terjadi karena mahasiswa belum terbiasa dengan pola pembelajaran yang diterapkan. Tabel 4. Hasil Pengamatan Kegiatan Mahasiswa dalam PBM Siklus II
No 1 2 3 4 5 Aspek Pengamatan Interaksi antara mahasiswa dan mahasiswa (misalnya berdiskusi) Interaksi antara mahasiswa dan dosen (misalnya mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan) Interaksi antara mahasiswa dengan media/sumber belajar (misal membaca buku diktat) Mahasiswa diam karena berpikir dan perhatian (misal memperhatikan penjelasan dosen, mengerjakan LKM dsb) Mahasiswa pasif (misal melamun, topang dagu, atau bermain-main pensil, penggaris) Jml 30 10 35 34 4 1 Pertemuan Ke 2 % Jml % 75 34 85 25 87.5 85 10 16 36 37 3 40 90 92.5 7.5 3 Jml % 38 95 21 39 40 2 Ket

52.5 Jumlah maha97.5 siswa 40 100 5

Tabel 5. Hasil Rekapitulasi Keterampilan Bereksperimen Siklus I


No 1 2 3 4 5 Aspek yang Dinilai Merumuskan Masalah Mengidentifikasi Variabel Keterampilan Menggunakan Alat Bekerja sesuai langkah-langkah Eksperimen Membuat Kesimpulan Rerata Total Skor Tiap Pertemuan I II III 2.6 2.7 3.4 2.4 2.7 3.6 3.4 3.4 4 2 2.6 3.4 2 2.4 3.4 2.48 2.76 3.56 Rerata 2.90 2.90 3.60 2.67 2.60 2.93 Kategori Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Baik

Untuk melihat proporsi keterampilan bereksperimen secara grafis ditunjukkan pada Gambar 3. Keterampilan bereksperimen pada penelitian ini hanya terbatas untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam merumuskan masalah, keterampilan menggunakan alat, bekerja sesuai langkahlangkah eksperimen dan juga membuat suatu kesimpulan. Berdasarkan hasil dari siklus I menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam bereksperimen berada dalam kategori kurang, terutama dalam hal merumuskan masalah dan membuat kesimpulan. Begitu juga dengan hasil belajar yang diperoleh mahasiswa hanya mencapai 40% yang mendapat nilai diatas 70.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 137

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Gambar 3. Proporsi Keterampilan Bereksperimen Siklus II Tabel 6. Rentang Nilai Rerata yang dicapai Mahasiswa dalam Siklus II
No. Rentang nilai rerata Kategori nilai 1 <50 E 2 50-59 D 3 60-69 C 4 70- 79 B 5 080 - 100 A Jumlah Jumlah mahasiswa yang memperoleh rentang nilai rerata 0 3 10 15 12 40 Nilai rerata = 74.8 Nilai 70 sebanyak 27 orang atau 67,5 %

Pada siklus II pembagian kelompok diperbaiki yang semula setiap kelompok beranggotakan 8 mahasiswa dirubah menjadi setiap kelompok beranggotakan 5 mahasiswa. Hasil yang diperoleh sudah mulai ada perubahan sikap yang positif, diskusi sudah mulai jalan dengan baik, mahasiswa sudah mulai menyesuaikan dengan pola pembelajaran yang dilakukan. Sehingga jumlah mahasiswa yang pasif menurun dari 12 mahasiswa menjadi 4 mahasiwa, kondisi diskusi semakin hidup akibat mereka telah menyiapkan materi lebih dahulu. Jumlah interaksi antara mahasiswa dengan dosen dan antara mahasiswa dengan mahasiswa meningkat, mahasiswa lebih berani bertanya pada dosen. Berdasarkan hasil dari siklus II menunjukkan bahwa secara umum adanya peningkatan skor total rerata pada setiap pertemuan kegiatan praktikum terhadap kemampuan mahasiswa dalam bereksperimen baik merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, bekerja sesuai langkah-langkah eksperimen, dan membuat kesimpulan. Begitu juga dengan hasil belajar yang diperoleh mahasiswa meningkat dari 40% yang mendapat nilai diatas 70 menjadi 67,5%. Ini membuktikan dengan pola pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan keterampilan bereksperimen dan hasil belajar mahasiswa dalam perkuliahan elektronika dasar.
KESIMPULAN

1. Penelitian ini berhasil memperoleh pola pembelajaran berbasis lesson study pada mata kuliah elektronika dasar untuk meningkatkan keterampilan bereksperimen mahasiswa, yaitu: Sebelum perkuliahan berlangsung, dosen model dan observer menyiapkan perencanaan untuk pembelajaran yaitu materi kuliah, RPP, LKM, lembar observasi, serta evaluasi. Menentukan dosen model, observer serta pembagian kelompok mahasiswa. Pelaksanaan perkuliahan diawali dengan penjelasan dosen tentang materi yang akan didiskusikan. Kemudian dilakukan diskusi kelompok untuk mengisi lembar kerja mahasiswa dan dilanjutkan dengan presentasi kelompok di depan kelas. Pada pelaksanaan perkuliahan dilakukan observasi dan pengamatan untuk mengetahui kekurangan proses pembelajaran. Setelah perkuliahan selesai dilakukan refleksi untuk mengurangi kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat meningkatkan proses pembelajaran. 2. Secara umum keterampilan bereksperimen mahasiswa terjadi peningkatan mulai dari siklus I yang berkategori kurang dengan pencapaian nilai rerata 2,37 kategori kurang menjadi 2,93 dengan kategori baik pada siklus II. Selain itu jumlah mahasiswa yang aktif semakin banyak, perkuliahan tidak membosankan karena sebagian besar mahasiswa kelihatan antusias dalam belajar. Bagi dosen juga ada keuntungannya yaitu dapat melakukan kolaborasi dengan teman sejawat dalam upaya untuk memperbaiki pembelajarannya 3. Hasil belajar mahasiswa juga terjadi peningkatan mulai dari siklus I dengan pencapaian nilai rerata 67,17 dengan jumlah mahasiswa yang mencapai nilai 70 sebanyak 16 mahasiswa (40%) menjadi 74,80 dengan jumlah mahasiswa yang mencapai nilai 70 sebanyak 27 mahasiswa (67,50%) pada siklus II. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 138

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)
DAFTAR RUJUKAN Hopkins, D. 1993. A Teachers guide to classroom research. Second edition. Buchingkam-philadeplia: Open University Press. Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change, Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, konsep, karakteristik dan implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sukirman. 2006. Lesson Study. Yogyakarta : FMIPA UNY. Wang Inerson, Pasty and Yoshida, Makoto (editors). 2005. Building Our Understanding of Lesson Study. Philadelphia, PA: Research for Better Schools.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 139

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development)

PEMBERDAYAAN GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PROGRAM TEQIP DENGAN MENGEMBANGKAN MEDIA ALTERNARIF PEMBELAJARAN IPA BERBASIS LESSON STUDY

H. Winarto
Dosen Jurusan Fisika FMIPA UM

Abstrak: Peningkatan mutu guru adalah sebuah kebutuhan. Oleh karenanya pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah RI tentang Standar Nasional Pendidikan, yang merupakan acuan hukum di dalam mengawal laju peningkatan kualitas tersebut. Menurut PP No. 19 Tahun 2005, BAB VI Pasal 28, pendidik diwajibkan memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, ayat 3 dicantumkan tentang kompetensi tenaga pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: 1. kompetensi pedagogik, 2. kompetensi kepribadian, 3. kompetensi profe-sional, dan 4. kompetensi sosial. Dalam meningkatkan kualitas guru sekolah dasar di daerah-daerah terpencil, Universitas Negeri Malang (UM) telah mengadakan kerjasama dengan PT.Pertamina (Persero), yang hingga saat ini sudah menjangkau sejumlah daerah di tujuh provinsi dalam program berlabel Teacher Quality Improvement Program (TEQIP) adalah kegiatan pemberdayaan guru sekolah dasar di daerah melalui in-servis training berbasis lesson study. Hasil yang diharapkan adalah terben-tuknya guru-guru bermutu yang akan dapat menjalankan tugas-tugasnya secara profe-sional. Salah satu materi latihan adalah Pengembangan Media Alternatif Pembelajaran IPA telah mendapat perhatian dan antusiasme tinggi dari peserta. Dari hasil angket (dengan skala Lingkert 1-4) diperoleh score rerata = 97,125. Dapat disimpulkan bahwa pelatihan ini telah terlaksana dengan dengan tuntas dan mendapat perhatian serius dari para peserta. Kedepan diharapkan kegiatan ini dapat menjadi model pengembangan guru di daerah terpencil, dengan dukungan yang lebih luas dari semua pihak terkait dan pemerhati pendidikan di Indonesia. Kata kunci: TEQIP, Media Alternatif, Lesson Study.

Peningkatan mutu guru merupakan kebutuhan utama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Oleh karenanya pemerintah menetapkan Peraturan Peme-rintah RI tentang Standar Nasional Pendidikan, yang merupakan acuan hukum di dalam mengawal laju peningkatan kualitas tersebut. Menurut PP No. 19 Tahun 2005, BAB VI Pasal 28, pendidik diwajibkan memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, ayat 3 dicantumkan tentang kompetensi tenaga pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: 1. Kompetensi pedagogik, 2. kompe-tensi kepribadian, 3. kompetensi profesional, dan 4. kompetensi sosial. Yang dimaksud dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, peran-cangan dan pelak-sanaan pembelajaran, eavaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Sedangkan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memung-kinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan dalam SNP. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 140

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, serta masyarakat sekitar. Dalam meningkatkan kualitas guru sekolah dasar di daerah-daerah terpencil, Universitas Negeri Malang (UM) telah mengadakan kerjasama dengan PT.Pertamina (Persero), yang hingga saat ini sudah menjangkau sejumlah daerah di tujuh provinsi, meliputi: Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi NTB, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi NTT. Program yang dilaksa-nakan berlabel Teacher Quality Improvement Program (TEQIP) merupakan program peningkatan kualitas guru sekolah dasar melalui in-service training. Hasil yang diharap-kan adalah terbentuknya guru-guru bermutu yang akan dapat menjalankan tugastugasnya secara profesional. Materi pelatihan TEQIP dirancang dengan menggunakan prinsip-prinsip: konteks-tual, problem solving, induktif, kekinian, dan mudah dipahami, serta berbasis lesson study. Dengan prinsip di atas, materi pelatihan diharapkan memiliki keterbacaan yang tinggi dan dapat menjadi acuan dalam memecahkan sejumlah persoalan di lapangan tempat para peserta TEQIP mengabdi dan menjalankan tugasnya. Bercermin pada keberhasilan Jepang dalam membawa kualitas pendidikannya ke tingkat yang tinggi dalam skala internasional, perlu dikaji strategi jitu jenis apa yang telah diterapkan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, Jepang saat ini melakukan tiga hal: 1. Penyebaran budaya kolaboratif dan pendistribusian kepemim-pinan sekolah. 2. Pelaksanaan Lesson Study berbasis sekolah yang terbuka dan sebagai gambaran budaya kolaboratif dan pendistribusian kepemimpinan dalam peningkatan pembelajaran. 3. Pembentukan sekolah sebagai komunitas belajar (Ridwan J.,2005). Lesson Study (Jugyokenkyuu) merupakan suatu pemandangan yang umum dijumpai di sekolahsekolah di seluruh wilayah Jepang. Hampir semua guru baik di tingkat SD, SMP, bahkan SMA di Jepang pernah terlibat dalam kegiatan ini. Tujuan utama kegiatan ini biasanya adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Namun implementasinya sangat bervariasi mulai dari skala kecil yang dilaksanakan di sekolah sendiri (school-based) bersama tim sebidang studi misalnya, atau dengan skala yang lebih luas (tingkat wilayah/provinsi) yang melibatkan guru-guru dari luar sekolah dengan bidang studi yang bermacam-macam (Sri Rahayu, 2005). Pemilihan lesson study sebagai wahana peningkatan kualitas pembelajaran tidak terlepas dari beberapa karakteristik yang dimiliki lesson study yaitu (Istamar S.2008): (1) Memiliki tujuan umum yaitu meningkatkan pembelajaran di kelas dan relevan dengan kegiatan mengajar guru sehari-hari, sehingga akan memudahkan guru dalam mengimplementasikannya. (2) Mendorong guru untuk melakukan refleksi dalam mengembangkan kekurangan diri sendiri. Kebiasaan melakukan refleksi ini merupakan salah satu kunci yang mendu-kung pelaksanaan lesson study. (3) Menyediakan atmosfer bagi guru untuk membentuk komunitas belajar, saling mendorong untuk maju dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat dalam lesson study harus memiliki learning maindset. (4) Mendorong guru untuk berani membuka diri untuk diamati dan diberi masukan oleh orang lain. Hal ini disebabkan karena fokus yang diamati dalam lesson study bukan pada guru yang mengajar, tetapi lebih banyak pada proses belajar siswa. Keempat karakter di atas diharapkan menjadi sikap dasar bagi guru yang harus disiapkan dan dipertajam sebelum melakukan lesson study. Selain itu tidak kalah pentingnya adalah peranan dari berbagai komponen yang terkait dengan bidang pendidikan: pengelola sekolah, MGMP, kantor dinas pendidikan, perguruan tinggi, dan para pemerhati pendidikan pada komitmen nyata dalam mendukung kegiatan lesson study. Media Alternatif Dalam Pembelajaran IPA Salah satu target pengembangan kurikulum pendidikan secara nasional adalah siswa mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standar sekaligus mengintegrasikan kecakapan hidup (life skill), yaitu kecakapan yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi masalah hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan dan secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi untuk mengatasinya. Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 141

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Kecakapan-kecakapan hidup di atas dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, kecakapan mengenal potensi diri, meliputi kesadaran sebagai mahluk Tuhan, kesadaran akan eksistensi dan potensi diri. Kedua, kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah. Ketiga, kecakapan sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan, komunikasi tertulis, dan kecakapan bekerjasama. Keempat, keca-kapan akademik meliputi kecakapan mengindentifikasi variabel, menghubungkan variable, merumuskan hipotesis, dan kecakapan melakukan penelitian. Kelima, keca-kapan vocasional (kecakapan kejuruan), kecakapan ini terkait dengan bidang pekerjaan tertentu. (Depdiknas, 2005).

verbal simbol verbal visual radio film televisi wisata demonstrasi partsipasi observasi

ABSTRAK

PENGALAMAN

KONKRET
pengalaman langsung

Gambar 1. Kerucut Pengalaman E. Dale Kondisi pembelajaran yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar, sebab dengan minat yang tinggi seseo-rang akan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil yang maksimal. Dalam proses pembelajaran di kelas, minat dan perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan cara mengembangkan orkestrasi pembelajaran secara terpadu yaitu dengan me-milih metode yang tepat serta melibatkan media pembelajaran yang menarik dan menye-nangkan. Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran dapat melibatkan siswa secara aktif dan tidak membosankan. Pembelajaran yang efektif harus dimulai dengan memberikan/mengungkap pengalaman langsung atau pengalaman konkret menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Untuk itu diperlukan alat bantu/media pembelajaran yang tepat dan menarik guna membantu siswa dalam mengembangkan pengalaman konkretnya sesuai materi yang sedang dipelajari. Bermacam peralatan/media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan pada siswa melalui peragaan dan rekayasa untuk menghindarai verbalisme yang masih mungkin Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 142

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) terjadi kalau hanya menggunakan alat bantu visual semata. Edgar Dale mengadakan klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak (Arief.A.S, 1986). Klasifikasi tersebut berupa kerucut pengalaman (cone of experience) yang dianut secara luas dalam menentukan alat bantu apa yang paling sesuai untuk pengalaman belajar tertentu. Dari Gambar 1 dapat dibaca bahwa untuk memberikan pengalaman konkret pada siswa diperlukan pemilihan media yang tepat. Terutama sekali dalam pembelajaran IPA bagi siswa sekolah dasar dimana kemampuan interpretasi verbal mereka masih rendah. Untuk itu diperlukan media yang dapat mendemonstrasikan, memberikan kesempatan terbuka untuk partisipasi dan melakukan observasi, bahkan memberikan pengalaman langsung pada siswa. Program TEQIP dilaksanakan mengacu pada strategi yang paling efektif menjamin tercapainya target program, termasuk di dalamnya pengembangan media alternatif pembelajaran IPA, sebagai jawaban cepat dan cerdas dalam mengatasi kekurangan media pembelajaran IPA di lapangan. Dengan media alternatif ini dimungkinkan pula untuk diproduksi oleh guru bersama-sama siswa memanfaatkan peralatan dan bahan sederhana yang ada di sekitar kita. Dengan demikian guru dan siswa mendapatkan kesempatan luas untuk menguasai proses IPA (sains) secara tuntas.
METODE

Program TEQIP tahun 2011 dilaksanakan di dua provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur, mencakup empat kabupaten yaitu Kabupaten Ternate, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat. Masing- masing kabupaten diwakili 15 peserta, dengan demikian terdapat 60 orang guru peserta dan dibagi dalam tiga kelompok bidang studi yaitu: Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Bidang Studi Matematika, dan Bidang Studi Bahasa Indonesia. Secara garis besar kegiatan ini dirancang dalam tiga tahap yaitu: Tahap I : Mempersiapkan calon trainer dalam kegiatan TOT di kota Batu (Jatim). Tahap II : Melakukan praktek mengajar (uji coba) di daerahnya masing-masing (ongo-ing) dengan model pengembangan lesoon study didampingi dan dipantau oleh tim expert dari UM. Kedua tahap di atas dilakukan dua kali sehinga terlaksana TOT1, TOT2, Ongoing1, dan Ongoing2. Tahap III: Melakukan desiminasi, dimana para trainer yang sudah disiapkan di kota Batu kembali ke daerah daerahnya masing-masing dan merekrut 9 guru baru untuk dilatih. Dari kegiatan di atas diharapkan untuk tahun ini minimal terlatih 200 orang guru didaerah-daerah binaan yang diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam pengem-bangan bidang studi yang dilatihkan. Rencana jangka panjang tentunya cakupan bidang studi akan diperluas secara bertahap hingga mencapai seluruh bidang studi. Salah satu materi pelatihan untuk Bidang Studi IPA adalah Pengembangan Media Alternatif Pembelajaran IPA yang mendapat perhatian sangat besar dan antusiasme tinggi dari para peserta. Hal ini disebabkan oleh teknik pengembangannya yang sederhana, mempergunakan alat dan bahan yang mudah didapat, ada di sekitar kita, bahkan dari bahan limah daur ulang. Seperti botol dan gelas plastik bekas kemasan minuman, tali rafia, potongan styrofoam bekas pelapis kemasan komputer, potongan bambu, kaleng, dan sebagainya. Sejumlah peralatan sederhana yang telah dilatihkan pada kesempatan TOT1 dan TOT2 adalah: Motor sederhana, Generator (Dinamo), Kompas jarum pentul, Roket kertas, Simulator pesawat terbang, Simulator paru-paru, Sonometer, Panel cermin, Panel rangkaian listrik, Bel listrik, Miniatur bumi, Kincir air, dan Pesawat Harlt. Penelitian ini dirancang dengan model Exposefacto, untuk mengetahui efektivitas dan ketercapaian tujuan pelatihan. Intrumen yang digunakan adalah angket dengan skala Lingkert(1-4). Hasil angket untuk setiap pertanyaan discore mempergunakan rumus: Score = (Skala x Frekuensi) x 100 80
HASIL DAN PEMBAHASAN

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 143

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) Dari 20 guru responden peserta sesi ini memberikan tanggapan tentang teknik dan pelaksanaan pelatihan melalui angket yang disebarkan dirangkum dalam tabel sebagai berikut: Tabel: Hasil Angket Pelaksanaan Pelatihan Pengembangan Media Alternatif IPA
No. 1. 2. 3. 4. 5. Pertanyaan 1 Frekuensi 2 3 2 2 1 3 4 18 18 20 19 17 20 4 6 5 16 14 15 20 Score 97.5 97.5 100 98.75 96.25 100 95 92.5 93.75 100 97.125

Bagaimana teknik penyampaian dalam pelatihan ini? Apakah materi pelatihan sesuai dengan kurikulum? Apakah bahan alat tersedia lengkap? Apakah media yang dilatihkan dapat dibuat dengan mudah dan cepat? Apakah alat dan bahan mudah di peroleh di ling-kungan sekitar dengan harga murah? 6. Apakah dalam pelatihan ini mendapat pengalaman baru yang sangat berguna dalam mengembangkan pembelajaran IPA 7. Apakah media IPA yang dibuat pada saat Ongoing1 dapat meningkatkan minat belajar siswa? 8. Apakah Bapak/Ibu dapat mengikuti/memahami fungsi masing-masing media yang dilatihkan untuk pembelajaran? 9. Apakah waktunya cukup untuk menyelesaikan ma-teri pelatihan? 10. Apakah kelompok Bapak/Ibu menyelesaikan selu-ruh tugas dalam pelatihan ini? Score Rata-rata

Dari hasil angket ( score rerata = 97,125) dapat disimpulkan bahwa pelatihan ini telah terlaksana dengan dengan tuntas dan mendapat perhatian serius dari para peserta. Sejumlah kesan dan pesan menjadi masukan bagi pelaksanaan program TEQIP yang akan datang disampaikan peserta bersamaan dengan angket di atas, sebagai berikut: Kami sangat senang dengan materi yang kami peroleh, begitu banyak hal baru yang kami dapatkan terutama tentang media pembelajaran. Kami berharap di TOT III nanti akan ada banyak hal baru lagi!(peserta dari Kabupaten Halmahera Barat). Kesan yang paling berharga dalam pelatihan TEQIP ini merupakan pengalaman yang paling berharga sebab selama kurang lebih 14 tahun saya mengajar saya belum pernah diajari oleh tutor atau instruktur sehebat Bapak. Untuk itu perlu ada penjelasan yang lebih banyak lagi ketika TOT III nanti (peserta Kabupaten Ternate). Luar biasa! lanjutkan pelatihan ini, sediakan waktu lebih banyak! (peserta dari Kabupaten Manggarai). Materi yang kami terima sangat baik sekali, kami berharap bermanfaat di daerah kami masingmasing. Sebagaimana dijanjikan bahwa pada saat desiminasi nanti seluruh bahan dan akan dikirim dari Malang secara lengkap, mohon hal itu dipenuhi agar memperlancar tugas kami di lapangan. Besar harapan kami agar Bapak yang datang ke Kabupaten kami. Terimakasih! (peserta dari Kabupaten Halmahera Barat). Kami sangat terkesan dengan pembuatan media yang Bapak ajarkan kepada kami, terima kasih. Pembelajaran di kelas kami menjadi lebih berarti/bermakna lagi, sebab banyak siswa yang sangat senang dengan pembelajaran yang menggunakan media alternatif ini. Untuk TOT III kalau boleh diisi dengan media IPA untuk kelas 1, 2, dan 3, dan mohon Bapak dapat mendampingi kami di daerah nanti pada saat desiminasi (peserta dari Kabupaten Manggarai). Masih banyak pesan dan kesan senada yang menunjukkan antusiasme dan ketertarikan yang sangat tinggi dari peserta pelatihan TEQIP ini.
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Pelaksanaan pelatihan lewat program TEQIP untuk sesi Pengembangan Media Alternatif Pembelajaran IPA Sekolah Dasar telah berjalan sukses dengan tingkat pencapaian 97,125 %. (2) Ide untuk mengembangkan media alternatif secara mandiri Seminar Nasional Lesson Study 4 Fisika | 144

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4


PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Development) menggunakan bahan dan peralatan sederhana merupakan langkah cerdas dan kreatif untuk mengatasi kelang-kaan media pembelajaran, khususnya media pembelajaran IPA di daerah. (3) Kesan dan pesan peserta menggambarkan ketertarikan dan antusiasme tinggi pada usaha pengembangan media alternatif ini. Saran-saran yang dapat diajukan dalam makalah ini sebagai berikut: (1) Setiap guru diharapkan senantiasa mengasah kepekaan dan kreativitasnya dalam menguasai proses sains sehingga dapat menciptakan/mengembangkan media yang tepat untuk mengajarka topik sains secara tuntas. (2) Dalam mengembangkan media, guru diharapkan melibatkan siswa secara langsung dalam produksi. Yaitu menjadikan produk media sederhana sebagai tugas rumah. Hal ini dapat mengisi waktu luang siswa di rumah yang terbuang percuma untuk bermain. (3) Dukungan semua pihak terkait dalam dunia pendidikan serta sponsor akan menjadikan program ini sebagai model pengembang sumberdaya kependidikan yang handal.
DAFTAR PUSTAKA Istamar S. & Ibrohim. 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran). Malang: FMIPA UM Joharmawan, R. 2005.Reformasi Sekolah melalui Lesson Study, Malang,FMIPA UM Latuheru, J. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta: DEPDIKBUD Dirjen Dikti. Rahayu, S. 2005. Lesson Study sebagai Model Pengembangan Profesi Guru dalam Upaya Meningkatkan Pembelajaran MIPA. Malang, FMIPA UM Sadiman, A.S. 2002. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syarif, A.M. 2005. Animasi Flash dengan SWiSHmax. Yogyakarta: Andi --------------------. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: DEPDIKNAS.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Fisika | 145

You might also like