You are on page 1of 34

COVER

I. KATA PENGANTAR

A. DEWAN PENDIRI -----------------B. DIREKTUR BADAN PEKERJA --------------------

II. DAFTAR ISI

I. II.

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

III. PROFIL Lembaga Perhimpunan PATTIRO Semarang IV. KEGIATAN KEGIATAN a. b. c. d. Penguatan Kapasitas Partisipasi Politik Perempuan Good Governance dan Anti Korupsi Penguatan Kapasitas Kader Muda Partai Politik di Kota Semarang Inisiatif Masyarakat Sipil dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kota Semarang e. Mendorong Implementasi Undang Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Jawa Tengah V. LAPORAN KEUANGAN a. Laporan Posisi Keuangan b. Laporan Aktivitas

III. PROFIL Lembaga Perhimpunan PATTIRO Semarang


Selayang Pandang
PATTIRO adalah sebuah organisasi non pemerintah yang didirikan pada tanggal 17 April 1999. PATTIRO bertujuan mendorong terwujudnya good governance dan mengembangkan partisipasi publik di Indonesia, khususnya pada Pemerintah Daerah. Fokus PATTIRO adalah peningkatan pelayanan public, pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran, peningkatan kapasitas aparat penyelenggara pemerintahan dan anggota legislative, peningkatan kapasitas pers serta pemberdayaan masyarakat warga. Lembaga Perhimpunan PATTIRO Semarang (PATTIRO Semarang) adalah organisasi non-pemerintah yang didirikan pada tanggal 12 Maret 2004, dengan status badan hukum Perkumpulan, dengan Akta Notaris Nomor 3 pada Notaris Siti Roayanah. PATTIRO Semarang dikelola oleh peneliti, aktivis mahasiswa, paralegal dan aktivis buruh di Semarang. PATTIRO Semarang merupakan bagian dari Jaringan PATTIRO Raya yang ada di 16 daerah. Setiap anggota jejaring ini berdiri otonom dan independent yang saling berkoordinasi.

Visi
Pattiro Semarang menjadi fasilitator penguatan stakeholder dalam proses transformasi sosial untuk mewujudkan Good Governance.

Misi
Untuk menjalankan visi, lembaga menjalankan misi: 1. Peningkatan kapasitas, pengorganisasian, dan pendampingan bagi kalangan pemangku kepentingan (stakeholder) secara terus-menerus sehingga mereka mempunyai loyalitas dan kapabilitas untuk memperjuangkan tata pemerintahan yang baik dan kebijakan publik yang bersih dari korupsi, adil jender, dan berdaya / civilizied. 2. Melakukan kampanye untuk membangun dan membentuk opini publik yang mendukung tata pemerintahan yang baik dan kebijakan publik yang bersih dari korupsi, adil jender, dan berdaya / civilizied.

3. Membangun pusat informasi dan data base yang tangguh bagi keberlanjutan tata pemerintahan yang baik dan kebijakan publik yang bersih dari korupsi, adil jender, dan berdaya / civilizied.

Prinsip Lembaga
1. Partisipatif 2. Transparan 3. Akuntabel 4. Profesional 5. Adil gender 6. Egalitarian

Kultur Lembaga
1. 2. 3. 4. Taat nilai Egaliter Cepat kaki, ringan tangan (suka menolong) Serius tetapi santai

Kegiatan Utama
Merujuk pada pilihan strategi gerakan PATTIRO Semarang, maka kegiatan-kegiatan utama adalah: 1. Mempengaruhi Kebijakan Publik dan Anggaran Daerah. 2. Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Kapasitas dan Inisiatif Lokal. 3. Pengorganisasian Politik Stakeholder. 4. Penelitian dan Pengembangan Inovasi Pemerintahan dan Sumberdaya.

Struktur Badan Pekerja

IV. Kegiatan Kegiatan PATTIRO Semarang

Penguatan Kapasitas Partisipasi Politik Perempuan

artisipasi

Perempuan

dalam

Perencanaan

Pembangunan Desa dan Kabupaten


Perempuan selama ini kurang mendapatkan akses yang memadai untuk berpartisipasi dalam ruang-ruang perencanaan pembangunan. Sisi yang lain, perempuan memiliki beban ganda (ekonomi dan domestik) yang mempengaruhi tingkat partisipasi mereka. Hal ini menjadikan pemenuhan hak-hak ekosob-nya (ekonomi social budaya) tidak dapat terkanalisasi dengan baik dalam sistem perencanaan pembangunan kita. Fakta pertama adalah rendahnya alokasi anggaran yang mengakomodasi keputuhan, kepentingan dan aspirasi perempuan khususnya di bidang kesehatan. Fakta kedua adalah pemberdayaan kelompok tani

perempuan sangat minim.

Selama ini,

kelompok

sasaran dari program-program pemberdayaan petani di dominasi oleh laki-laki sehingga petani perempuan kurang terfasilitasi oleh program-program tersebut untuk dapat mengorganisir diri. Program Penguatan Partisipasi Perempuan dalam Perencanaan Pembanguanan mempunyai tujuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan. Lokasi program adalah beberapa desa di Kabupaten Semarang, dan sebagai desa mitra tersebut adalah Desa Losari Kecamatan Sumowono sebagai sentra tanaman sayur, Desa Candi di Kecamatan Bandungan yang merupakan kawasan pengembangan wisata, dan Desa Gondoriyo yang mata

pencaharian penduduknya berkaitan erat dengan sentra industri. Penguatan kapasitas kepada tokoh-tokoh kunci perempuan Desa menjadi pendekatan proses pengorganisasian. Secara mandiri tokoh-tokoh kunci tersebut kemudian telah mampu mengorganisir perempuan di lingkungannya sehingga terbentuk organisasi perempuan di tingkat Desa diantaranya Koperasi Al Iman, Kelompok Wanita Tani (KWT) Mitra Sejati di Dusun Kali Liseng Losari, dan KWT Mitra Subur Rejeki di Dusun Ngipik, Desa Candi.. Kegiatan-kegiatan mandiri oleh organisasi perempuan tersebut di atas, diwarnai dengan upaya

peningkatkan kepedulian warga (perempuan dan laki-laki) terhadap anggaran di tingkat Desa hingga Kabupaten. Situasi ini menjadi modal awal untuk partisipasi khususnya dalam meningkatkan masyarakat perempuan perencanan

pembangunan. Keterlibatan kelompok

masyarakat sipil sektoral di tingkat Kabupaten memperkuat partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan. Beberapa yang terlibat diantaranya yaitu Serikat Pekerja Nasional (SPN), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Persaudaraan Muslimah (Salimah), Nahdatul Ulama (NU), Organisasi Rakyat Independen (ORI), Muhammadiyah, Xena, dan Yasanti. Pelatihan perencanaan penganggaran untuk organisasi perempuan tingkat Desa, organisasi masyarakat sipil tingkat Kabupaten, anggota Legislatif serta Bagian Perencanaan Program dari berbagai SKPD menjadi kegiatan paralel yang mampu menumbuhkan kepedulian terhadap anggaran yang partisipatif dan responsif gender. Pelibatan kelompok masyarakat desa hingga musrenbang Kecamatan dan CSO ditingkat Kabupaten menjadi langkah efektif untuk membangun konfigurasi yang utuh dalam perencanaan pembangunan yang partisipatif.

Salah satu contoh adalah keberhasilan partisipasi perempuan dalam penyusunan RPJMDes Desa Trayu, yaitu pelaksanaan Musyawarah Dusun (musdus) khusus perempuan sebagai salah satu bentuk affirmative action peningkatan partisipasi perempuan. Musdus khusus perempuan diselenggarakan dengan alasan karena karakter femintitas perempuan yang sulit untuk menyuarakan aspirasinya dalam forum bersama laki laki, sehingga perlu diakomodasi dalam forum khusus. Kemudian Gagasan dan usulan hasil forum khusus perempuan tersebut dibawa ke Lokakarya Desa. Hasil yang diperoleh kemudian menjadi bahan penyusunan RPJMDes Desa Trayu 2011-2015, Musrenbang Desa dan Musrenbang Kecamatan untuk tahun anggaran 2012.

P
Posyandu
Agregasi kebutuhan perempuan Semarang.

artisipasi Perempuan untuk Peningkatan Pelayanan

Prosentase Kebutuhan Masyarakat Atas Layanan Pemerintah Untuk Posyandu

44.3

22,2

22,7

10.8

aspirasi menjadi

dan poin

Sarana dan Prasarana Posyandu

Operasional Posyandu

Insentif Bagi Kader Posyandu

Ketersediaan Layanan Bidan Desa

kelompok

penting untuk mewujudkan adanya pelayanan publik yang partisipatif dan responsive gender. PATTIRO Semarang menggembangkan Womens Report Card Survey (WRC) yang merupakan pengembangan dari CRC Survey (Citizen Report Card). WRC bertujuan untuk mendapatkan penilaian perempuan terhadap penyediaan pelayanan publik di Kabupaten Semarang. Jumlah responden sebanyak 400 (empat ratus) perempuan yang merupakan sampel dari setiap kecamatan diharapkan dapat merepresentasikan penilaian perempuan di seluruh Kabupaten

Hasil WRC Survey (Sektor Kesehatan) menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap sarana dan prasarana posyandu menempati angka tertinggi dengan 44,3 % dan sebanyak 22,7 % responden menyatakan bahwa insentif bagi kader Posyandu sebagai prioritas kebutuhan.

Daftar penilaian kualitas pelayanan publik dan daftar prioritas kebutuhan masyarakat yang diperoleh dari WRC Survey kemudian disusun menjadi kertas rekomendasi kepada Bupati dan SKPD terkait. Respon positif diberikan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bapermasdes) selaku leading sector dengan tindak lanjut mengefektifkan keberadaan POKJANAL (Kelompok Kerja Operasional) Posyandu. Sebagai agenda kerjanya adalah peningkatan kapasitas POKJANAL Posyandu. Keterlibatan masyarakat sipil (organisasi perempuan desa dan LSM) dalam memperkuat dukungan untuk merealisasikan beberapa rekomendasi kebutuhan dalam rangka peningkatan kualitas Posyandu (hasil WRC) diwujudkan dalam bentuk hearing dengan Komisi D DPRD Kabupaten Semarang. Kolaborasi antara penguatan partisipasi kelompok perempuan dan penguatan kapasitas POKJANAL Posyandu mampu mewujudkan adanya alokasi APBD 2011 sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk pengadaan sarana dan prasarana posyandu dan Rp 325.000.000,00 (tiga ratus dua puluh lima juta rupiah) untuk insentif kader Posyandu.

P
Menurut dilakukan

engawasan Pembangu nan oleh

Masyaraka t.
Desan

Kepala

Sendang, kerusakan jalan ini pernah kami sampaikan ke Dinas Bina Marga. Pernah penambalan

tetapi rusak lagi (Suara Merdeka 25 September 2010). Kondisi tersebut adalah gambaran pelaksanaan pembangunan fisik yang berjalan di Kabupaten Semarang. Pemerintah daerah tidak memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan complain yang sistematis atas pelaksanaan pembangunan di wilayahnya, yang berjalan hanyalah kotak surat di masing-masing desa yang tidak pernah diambil dan

didistribusikan ke SKPD terkait. Kabupaten Semarang dengan luas 95.202.674 Ha yang dibagi menjadi 19 kecamatan, 235 desa/kelurahan menuntut kuatnya partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan setiap tahap

pembangunan. PATTIRO Semarang berinisiatif untuk mendorong masyarakat penerima manfaat agar dapat melakukan pengawasan terhadap proyek-proyek pembangunan fisik di lingkungan sekitarnya. Kegiatan ini dilaksanakan bersama jejaring masyarakat sipil Kabupaten Semarang seperti SPN, ORI, Yasanti, FeDev, dan KPI yang tergabung dalam FORMASI-PA (Forum Masyarakat Sipil Peduli Anggaran). Monitoring proyek-proyek fisik pemerintah dilaksanakan pada dua lokasi proyek yaitu pembangunan talud di dusun Ngablak kelurahan Ungaran, kecamatan Ungaran Timur dan pembangunan jalan di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Barat. Dinas Cipta Karya Pengguna anggaran pada kedua proyek tersebut adalah

Perumahan dan Kebersihan dengan rekanan CV. Hapsamas dan CV Triswarna Karya. Penguasaan terhadap data teknis proyek menjadi sangat penting untuk mendukung pembuatan instrument survey lapangan dan analisa hasil temuan lapangan. Berlakunya Undang-undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi faktor pendukung dalam mengakses seluruh data teknis proyek. FORMASIPA memperoleh data teknis proyek dari proses pengajuan permintaan informasi kepada Dinas Cipta Karya Perumahan dan Kebersihan Kabupaten Semarang. Capacity building kepada tim pemantau dilaksanakan dengan mengadakan kegiatan Workhsop Publik Monitoring dengan tujuan untuk memperkuat pemahaman tentang prosedur pengadaan barang dan jasa (PBJ), patologi dalam PBJ, bentukbentuk penyimpangan proyek pemerintah dan aspek teknis monitoring.

Instrumen survey disusun untuk dapat memotret aspek teknis, transparansi dan partisipasi masyarakat. Instrumen survey digunakan oleh tim pemantau sebagai guidelines dan dapat dikembangkan sesuai situasi lapangan. Survey lapangan dilakukan oleh tim pemantau dengan melibatkan masyarakat penerima manfaat sekitar lokasi proyek sebagai narasumber utama. Pelibatan tim ahli teknik sipil (konsultan independen) dalam menganalisa hasil survey lapangan ikut memperkuat kesimpulan monitoring. Temuan penting dari proses monitoring adalah, 1) Realisasi proyek yang di beberapa bagiannya tidak sesuai dengan standar prosedur teknis proyek. 2) Tidak terdapat papan informasi proyek. 3) Beberapa bagian proyek tidak selesai dikerjakan dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. 4) Keterlibatan masyarakat tidak ada, baik dalam perencanaan proyek maupun dalam pelaksanaan pekerjaan proyek. Hal ini dikarenakan proyek yang ada bukanlah hasil usulan masyarakat saat musrenbang tetapi adalah proyek titipan anggotan legislatif. Laporan monitoring terhadap dua lokasi proyek pemerintah yang dilakukan oleh FORMASI-PA

kemudian didiseminasikan dalam bentuk diskusi publik dengan melibatkan Kepala Dinas Cipta Karya

Perumahan dan Kebersihan Kabupaten Semarang sebagai narasumber pembanding. Beberapa fakta yang disampaikan dari hasil monitoring mendapatkan respon positif dari Kepala Dinas. pengawasan Partisipasi publik dalam pemerintah menjadi

proyek-proyek

keniscayaan jika kita ingin pembangunan berjalan dengan baik , hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Cipta Karya Perumahan dan Kebersihan Kabupaten Semarang dalam diskusi publik tersebut. Salah satu komitmen dari Kepala Dinas Cipta Karya Perumahan

dan Kebersihan Kabupaten Semarang adalah pada tahun 2011 akan mulai di bangun sistem E-Procurement untuk seluruh proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Selain itu, atas beberapa temuan di atas, kontraktor pelaksana proyek juga diminta untuk segera memperbaikinya. Fasilitasi yang dilakukan oleh PATTIRO Semarang dalam membangun pengalaman pelaksanaan monitoring proyek pemerintah yang dilaksanakan oleh FORMASI-PA telah menjadi modal penting untuk memperkuat partisipasi publik dalam pengawasan pembangunan di Kabupaten Semarang. Komitmen untuk tetap

menjadikan program monitoring proyek pemerintah menjadi program di internal setiap anggotan FORMASI-PA adalah langkah kongkrit untuk menjaga keberlanjutan advokasi.

GOOD GOVERNANCE DAN ANTI KORUPSI

engembangkan Sistem Pengelolaan Pengaduan dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang
Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (PBJ) merupakan salah satu instrumen penting dalam pelayanan publik yang turut mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Tujuan pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat akan lebih mudah tercapai apabila PBJ dilaksanakan secara transparan, akuntabel dan bersih dari penyimpangan-penyimpangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahun 2010 menyatakan bahwa lebih dari 50 % kasus korupsi di Indonesia berawal dari Pengadaan Barang/Jasa. Sepanjang tahun 2009 saja KPK juga telah menerima sebanyak 2.100 laporan pengaduan masyarakat terhadap dugaan penyelewengan pengadaan barang dan jasa. Praktek-praktek Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dalam PBJ ternyata dilakukan secara sistemik dan melibatkan banyak pihak.

BAB II Poin 3 Pedoman Umum Penerapan Pakta Integritas :


Dalam menjamin partisipasi masyarakat untuk mendukung penerapan Pakta Integritas, Pemerintah Kota Semarang perlu membangun sebuah mekanisme pengelolaan dan penyelesaian pengaduan, berupa: 1. Mengembangkan saluran/media pengaduan, secara terintegrasi dengan mekanisme pengaduan pelayanan publik yang lain. a. Untuk mengelola pengaduan yang masuk dibutuhkan pengembangan sebuah Sistem Pengelolaan Pengaduan (SPP). Sistem ini dilaksakannya oleh sebuah Tim Pengelola pengaduan (TPP) yang bersifat koordinatif yang terdiri dari lembaga pengawas internal daerah, lembaga terkait lainnya serta unsur dan atau kelompok masyarakat pemantau pelaksanaan pengadaan barang/jasa. b. Dalam pelaksanaannya,Tim tersebut memiliki tugas melakukan verifikasi, investigasi dan klarifikasi atas pengaduan yang masuk, baik secara bersama atau terpisah. c. Hasil dari verifikasi, investigasi dan klarifikasi adalah berupa rekomendasi kepada Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan; 2. Untuk mendukung pelaksanaan Sistem Pengelolaan Pengaduan tersebut diatas diperlukan peraturan tentang pedoman dan penyelesaian pengaduan.

Kota Semarang, sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga tidak luput dari potensi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Menurut hasil survey dari Transparensy International (TI) Indonesia tahun 2010, kota Semarang menduduki peringkat 25 dari 50 kota di Indonesia yang disurvey oleh TI-Indonesia dengan IPK 5,0. Hal ini juga senada dengan hasil survey integritas sector publik yang dilakukan KPK pada tahun 2010 yang menempatkan Kota Semarang di peringkat ke-19 dari 22 kota di Indonesia. Artinya kota Semarang bisa dikategorikan sebagai kota yang sangat rawan terhadap potensi korupsi utamanya dalam pengadaan barang dan jasa.

Sebenaranya ada upaya yang telah dilakukan untuk mencegah potensi korupsi di Kota Semarang, dimana Pemerintah Kota Semarang bekerjasama dengan Transparency International (TI) Indonesia berkomitmen untuk melakukan upaya pencegahan korupsi di sektor Pengadaan barang/jasa melalui penerapan Pakta Integritas yang di Deklarasikan pada tanggal 18 Juni 2008, dengan acuan dasar adalah Pedoman Umum Penerapan Pakta Integritas Kota Semarang. Namun hingga awal 2010 setelah ditandatanganinya Deklarasi Penerapan Pakta Integritas, belum nampak adanya langkah-langkah kongkret dari Pemerintah Kota Semarang untuk mengimplementasikannya.

Momentum pergantian kepemimpinan Kota Semarang dengan terpilihnya pasangan Drs. Soemarmo HS, MSi (Walikota) dan Hendrar Prihadi, SE, MM (Wakil Walikota) periode 20102015 menjadi sangat strategis untuk menagih ulang komitmen Pemkot Semarang atas implementasi penerapan Audiensi Tim PATTIRO dengan Walikota Semarang Pakta Integritas. Pada satu kesempatan audiensi PATTIRO Semarang dengan Walikota Semarang, ditegaskan bahwa komitmen Pemerintah Kota Semarang untuk menerapkan pakta integritas di Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan Pemkot Semarang tidak berubah. Pada kesempatan yang sama, Walikota sepaham bahwa untuk memperkuat komitmen implementasi Pakta Integritas dapat diambil beberapa langkah. Pertama, mengembangkan Complain Handling Mechanism (CHM) dalam pengadaan barang dan jasa (Sistem Pengelolaan Pengaduan). Kedua, Pengadaan Barang dan Jasa secara elektronik dan pembentukan unit layanan pengadaan. Komitmen Walikota ditegaskan kembali dengan menargetkan tahun 2011 sudah bisa dioperasionalkan sebagai wujud implementasi Perpres 54/2010 (pengganti Keppres 80/2003) tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Sistem pengelolaan pengaduan (SPP) dibangun untuk menjamin partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan proses pengadaan barang dan jasa. SPP dibangun secara terintegrasi dengan mekanisme pengelolaan pengaduan pelayanan public yang lain. Sejak tahun 2005, Pemerintah Kota Semarang telah mempunyai Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5) yang merupakan unit kerja khusus yang dibentuk sebagai saluran pengaduan masyarakat atas pelayanan public. Existing tersebut menjadikan pengembangan SPP tidak dilakukan dari nol,

melainkan hanya perlu dilakukan pengintegrasian atas tupoksi P5 dengan penanganan pengaduan pada proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Fungsi penanganan pengaduan pengadaan barang dan jasa yang diintegrasikan dengan P5 bersifat koordinatif dengan sistem pengawasan internal (Inspektorat). SPP dapat pula dibangun dengan melibatkan pihak eksternal (unsur independen) untuk menjaga aspek independensi. SPP yang telah terintegrasi dalam P5 mempunyai fungsi verifikasi, investigasi dan mediasi atas pengaduan yang masuk baik secara bersama atau terpisah. Pengintegrasian SPP ke dalam tupoksi P5 menjadikan mekanisme pertanggung jawaban kinerjanya menyesuaikan dengan P5, yaitu kepada Walikota secara langsung. Hal ini menjadikan hasil kerja berupa keputusan penanganan (penyelesaian) sengketa pengaduan merupakan keputusan Walikota.
Diskusi Ahli Perumusan Konsep Pengintegrasian SPP dan P5

enguatan Inisiatif Kelompok Warga Dalam Seluruh Tahapan Proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Baik Perencanaan Maupun Pelaksanaan Proyek Pembangunan di Kota Semarang
Salah satu prinsip yang harus dipenuhi dalam tata kelola pemerintahan yang baik adalah adanya partisipasi masyarakat. Permasalahannya adalah partisipasi yang ada saat ini cenderung partisipulatif, artinya adalah partisipasi yang dimanipulasi hanya untuk menggugurkan tanggung jawab prosedural saja. Partisipasi dimana masyarakat benar-benar ikut menentukan arah kebijakan pembangunan dan ikut dalam melakukan pengawasan nampaknya masih kurang kuat. PATTIRO Semarang dalam salah satu agenda kerjanya bertujuan untuk mendorong penguatan partisipasi masyarakat dalam

pencegahan korupsi melalui pengorganisasian warga (residensial dan sektoral) yang dikembangkan untuk menjadi Independent Monitoring Organization (IMO) terhadap proses PBJ dan pelaksanaan proyek pembangunan di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. IMO adalah manifestasi ruang partisipasi yang dikelola secara mandiri oleh warga untuk mengawal (monitoring) proses PBJ dan pelaksanaan proyek pembangunan di lingkungan sekitarnya. Sebagai penerima manfaat, peran IMO begitu strategis untuk dapat memastikan bahwa pelaksanaan proyek-proyek pembangunan tersebut berjalan sesuai dengan prosedur, spesifikasi, akuntabilitas dan dapat mengukur tingkat kemanfaatannya. Kerja pengorganisasian untuk membentuk IMO dilaksanakan dengan membangun kemitraan dengan kelompok-kelompok warga residensial dan sektoral. Kelompok warga residensial diantaranya adalah Komunitas Kemijen, Kemunitas Candi, Komunitas Pongangan dan Komunitas Podorejo. Kelompok warga sektoral diantaranya adalah kelompok pedagang kaki lima, seniman, LSM, mahasiswa dan lainnya. Penguatan terhadap IMO dilaksanakan dengan membangun jaringan koordinasi IMO di level kota dan kegiatan-kegiatan capacity building. Jaringan koordinasi IMO di level kota diwadahi dalam KOMPAKS (Koalisi Masyarakat Peduli Anggaran Kota Semarang). Kegiatan-kegiatan capacity building disesuaikan dengan tingkat kebutuhan agenda-agenda KOMPAKS. Mandat berdirinya KOMPAKS adalah untuk melakukan monitoring PBJ hal ini menuntut kapasitas untuk dapat memahami dari aspek yuridis hingga aspek teknis PBJ. Tuntutan tersebut yang mendorong inisiatif dari KOMPAKS untuk menyelenggarakan Training Monitoring Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dan Analisis Anggaran dengan dukungan dari PATTIRO Semarang dan Transparency International Indonesia. Training investigasi dan pelaporan kasus korupsi melengkapi kapasitas jaringan KOMPAKS.

Metode social audit diperkenalkan kepada IMO sebagai salah satu tolls untuk melakukan monitoring pengadaan barang dan jasa. Pilihan terhadap metode social audit karena sederhana dan melibatkan kelompok penerima manfaat secara langsung serta telah berhasil diterapkan di beberapa negara. Berlakunya Undang Undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memperkuat upaya KOMPAKS untuk melakukan monitoring PBJ dan proyek pembangunan pemerintah. Meskipun mandat utama KOMPAKS adalah untuk melakukan monitoring PBJ dan proyek pembangunan pemerintah, dalam aktivitasnya juga terlibat dalam agenda-agenda advokasi taktis sebagai upaya respon terhadap situasi politik dan kebijakan public di Kota Semarang.
Agenda-agenda advokasi taktis KOMPAKS : Pengawalan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010-2015. Capaian advokasi diantaranya : target penurunan kemiskinan 2% setiap tahunnya, pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) serta layanan informasi Menolak diberlakukannya Perda 13/2009 Tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang menaikkan biaya pembuatan KTP dan KK sebesar 3 (tiga) kali lipat dan Peraturan Walikota No 2a/2009 Tentang Denda Keterlambatan Pembuatan KTP dan KK yang mencapai ratusan ribu. Capaian advokasi diantaranya : Mulai tahun 2011 pembuatan KTP dan KK gratis, revisi Perwali 2a/2009 Tentang Denda Keterlambatan

inergisitas Pencegahan Korupsi Dengan Insan Pers

Pers merupakan salah satu pilar penting Menolak Laporan dalam upaya pemberantasan korupsi. Pers Pertanggungjawaban (LPJ) yang bebas memungkinkan jurnalis dan Walikota Tahun 2009 karena kinerja walikota tahun 2009 tidak media untuk terlibat secara aktif dalam sesuai dengan harapan pengungkapan kasus-kasus korupsi. Tidak masyarakat. jarang medialah yang mengangkat Menolak kenaikan Tunjangan perbuatan korupsi, sebelum penegak Penghasilan Pegawai (TPP) dan penambahan uang makan bagi PNS hukum mampu mendeteksinya. Media, di lingkungan Pemkot Semarang misalnya sangat berperan dalam dalam APBD Tahun Anggaran terungkapnya kasus Korupsi Asian Agri 2011. maupun pelarian tersangka Gayus Pengawalan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Tambunan ke Bali. Pemberitaan media Anggaran Sementara (KUA-PPAS) kemudian dapat menjadi acuan untuk 2011. Capaian advokasi : penegakan hukum, edukasi, pengukuran Menaikkan anggaran jamkesmaskot dari 12,4 M ke 13 M, korupsi, hingga pengambilan kebijakan Memastikan anggaran pemberantasan korupsi. Pers juga sangat pembangunan jalan di Muktiharjo. dapat berperan dalam mendorong adanya penguatan partisipasi masyarakat dalam pencegahan korupsi khususnya dalam pengadaan barang dan jasa.

Menyadari peran pers yang sedemikian penting dalam usaha pemberantasan korupsi di Kota Semarang, maka PATTIRO Semarang melakukan kegiatan berupa local media roadshow ke beberapa media lokal yang ada untuk memperkenalkan program-program PATTIRO Semarang khususnya terkait dengan isu-isu good governance and anti corruption dan membangun sinergisitas gerakan anti korupsi antara masyarakat dan pers. PATTIRO Semarang atas dukungan dari Transparansi Internasional Indonesia juga mendukung insan pers untuk dapat meningkatkan kemampuannya dengan menyelenggarakan Workshop dan Training Jurnalistik Investigasi untuk Isu Korupsi dengan narasumber Metta Dharmasaputra, redaktur eksekutif Koran TEMPO.

PENGUATAN KAPASITAS KADER MUDA PARTAI POLITIK DI KOTA SEMARANG


PATTIRO Semarang dan Indonesian Parliamentary Center (IPC) atas dukungan Uni Eropa menyelenggarakan program Parlemen Pemuda, yang merupakan wahana pembelajaran yang efektif mengenai parlemen dan menjalin jaringan sesama kader muda dari berbagai Partai Politik. Meningkatnya kapasitas kader partai politik diharapkan akan memperkuat kontribusi partai politik dalam mendukung kinerja DPRD melalui fungsi supporting sistem yang dijalanakan dalam struktur partai politik masing-masing. Mendasarkan pada hal tersebut program parlemen ini didesain dalam dua tahapan. Pertama, training parlemen pemuda untuk kader muda partai politik yang bertujuan untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman prinsipprinsip demokrasi dan keparlemenan. Kedua, magang di DPRD yang bertujuan untuk mengenalkan secara langsung cara kerja DPRD dan memetakan tingkat kebutuhan anggota DPRD yang nantinya akan menjadi bahan untuk dapat menentukan bentuk supporting sistem seperti apa yang dapat dibangun oleh struktur partai dalam mendukung kinerja anggota DPRD nya. Melalui Parlemen Pemuda, setiap peserta akan mempelajari prinsip-prinsip demokrasi, mekanisme ketatanegaraan, wewenang dan fungsi parlemen. Parlemen Pemuda juga menyediakan kesempatan bagi pesertanya untuk meningkatkan berbagai kemampuan, seperti public speaking, debat, melakukan presentasi, dan melakukan riset.

raining Parlemen Pemuda untuk Kader Muda Partai Politik

Training Parlemen Pemuda bertujuan untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman kepada kader muda partai tentang : 1) Demokrasi, 2) Bentuk-bentuk pemerintahan, 3) Partai politik, 4) Sejarah parlemen di Indonesia, 4)Pengenalan struktur dan fungsi DPRD, 5) Pengenalan parlemen pemuda di negara lain.

Kesesuaia n antara ide program dengan kebutuhan riil partai politik dan DPRD harus mampu dirumuska n dalam sebuah modul training yang tepat. Untuk menuju tujuan tersebut, pelibatan partai politik, anggota DPRD dan stakeholder lainnya menjadi sangat penting. Pelibatan berbagai pihak tersebut difasilitasi dalam focus groups discussion (FGD) modul dengan target untuk mendapatkan masukan atas draft modul yang dibuat. Peserta dari training parlemen pemuda ini adalah fungsionaris partai politik/organisasi kepemudaan partai politik yang memiliki kursi di DRPD dengan batas usia maksimal 40 tahun. Input peserta yang baik akan memudahkan tujuan training tercapai, untuk itu calon peserta diharuskan memenuhi tugas pra training seperti membuat makalah dan mempelajari beberapa bahan bacaan yang disediakan. Proses pendaftaran dan seleksi kemudian menghasilkan 18 orang yang akan mengikuti training yang berasal dari tujuh partai politik (Partai Demokrat, PKS, PAN, Partai Gerindra, PKB dan PPP). Training parlemen pemuda untuk kader muda parpol dilaksanakan selama delapan hari yang dibagi menjadi dua tahap training. Desain training parlemen pemuda dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu : 1) Prinsip-prinsip demokrasi dan orientasi keparlemenan; 2) Membangun pengetahuan tentang sistem pemerintahan, partai politik dan kelembagaan DPRD; 3) Memberikan ketrampilan tentang fungsi-fungsi DPRD dan teknik canvasing. Training dilakukan dengan pendekatan pembelajaran orang dewasa. Pendekatan ini menempatkan peserta sebagai aktor utama dalam proses pembelajaran, keterlibatan aktif peserta dalam setiap proses adalah kunci utama. Sebagai sarana pembelajaran, setiap sesi materi dikemas dalam berbagai metode seperti diskusi kelompok, simulasi, bermain peran dan ice breaker. Fasilitator training menyediakan berbagai alat dan bahan belajar untuk mendukung proses pembelajaran peserta. Narasumber juga dihadirkan untuk memperkaya atas proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta.

agang untuk Kader Muda Partai Politik

Magang bertujuan untuk mengenalkan secara langsung kepada kader muda parpol tentang cara kerja dan mekanisme di DPRD Kota Semarang. Kegiatan magang dilaksanakan selama tiga bulan dengan menempatkan peserta magang di setiap fraksi atau personal anggota DPRD sesuai dengan latar belakang partainya. Peserta magang adalah alumni training parlemen pemuda yang direkomendasikan oleh masingmasing Parpolnya yang berjumlah satu orang per parpol. Selama tiga bulan, peserta magang melakukan beberapa kegiatan antara lain : 1. Mempelajari dan men-supporting tugas-tugas kesekretariatan Fraksi. 2. Mempelajari dan men-supporting kerja-kerja riset data sekunder sesuai kebutuhan Anggota DPRD. 3. Mempelajari dan men-supporting analisa masalah yang berkaitan dengan wilayah tugas Anggota DPRD. 4. Mempelajari dan men-supporting kerja-kerja analisas/riset media massa sesuai kebutuhan Fraksi. 5. Men-supporting Anggota DPRD dalam berhubugan dengan media massa.

Manfaat program ini bagi partai politik adalah pengalaman pembelajaran yang diharapkan dapat digunakan oleh kader muda parpol dalam membangun supporting sistem oleh struktur partai dalam mendukung kinerja anggota DPRD nya. Manfaat program ini bagi anggota DPRD Kota Semarang adalah, membuka perspektif tentang pentingnya membangun supporting sistem di masing-masing Fraksi untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya. Fraksi Gerindra dan Fraksi PAN DPRD Kota Semarang bahkan merekrut alumni program ini untuk menjadi staf Fraksi secara permanen. Komitmen dari enam partai politik yang terlibat dalam program ini adalah untuk mengadopsi modul parlemen pemuda ke dalam bagian kegiatan kaderisasi di masing-masing partai.

INISIATIF MASYARAKAT SIPIL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

Dokomen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) tahun 2005-2010 mendefinisikan kemiskinan adalah suatu kondisi sosial ekonomi seseorang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat. yang

Kemiskinan menjadi persoalan tidak untuk diselesaikan. Hal ini dapat kita lihat dari program penanggulangan kemiskinan yang cukup banyak setiap tahunnya tak mampu meningkatkan kesejahteraan warga miskin justru jumlah warga miskin terus bertambah.
Sumber Data :Bappenas 2008

yang mudah

alokasi

Jumlah keluarga miskin di Kota Semarang pada tahun 2007 mencapai 122.029 dan terus meningkat menjadi 136.000 di tahun 2009. Berikut adalah data jumlah

penduduk miskin berdasarkan data Bappeda Kota Semarang tahun 2010 :


URAIAN TAHUN 2005 Penduduk Miskin Jumlah Penduduk Rasio 6,64% 17,19% 21,08% 33,19% 26,41% 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924 94.246 2006 246.448 2007 306.700 2008 491.747 2009 398.009

Kota Semarang telah memiliki Perda No.4 tahun 2008 tentang Penanggulangan Kemiskinan. Kehadiran Perda No.4/2008 telah menjadi payung bagi seluruh program-program penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang. Salah satu isu strategis dalam Perda No.4/2008 adalah definisi kemiskinan yang berbasis pada pemenuhan hak-hak dasar warga dan kewajiban Pemerintah Kota untuk mengidentifikasi dan verifikasi warga miskin setiap 2 tahun dengan local indicator berbasis pemenuhan hak dasar.

Pengesahan Perda No.4/2008 adalah indikator awal atas komitmen Pemerintah Kota Semarang dalam penanggulangan kemiskinan. Komitmen tersebut harus di dukung dengan penyediaan sumber daya anggaran daerah yang cukup. Hal itu nampaknya disadari betul oleh Pemerintah Kota Semarang dengan terus menaikkan alokasi anggaran untuk program-program penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2010, anggaran penanggulangan kemiskinan sebesar Rp.

107.494.847.910 ( seratus tujuh milyar empat ratus sembilan puluh empat juta delapan ratus empat puluh tuju ribu sembilan ratus sepuluh rupiah), naik 22,4 % dari anggaran tahun 2009. Kenaikan alokasi anggaran tersebut adalah hal positif, meskipun jika dibandingkan dengan total APBD 2010 hanya sebesar 5,6 %. Berikut adalah tabel alokasi APBD Kota Semarang untuk program penanggulangan kemiskinan tahun 2009 dan 2010.

NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

JENIS PROGRAM Bantuan Pendidikan Bantuan Kesehatan Bantuan Pangan Bantuan Sosial Bantuan Modal Usaha & Ketrampilan Bantuan Perumahan dan Lingkungan Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Bantuan Rasa Aman Total

ANGGARAN 2009 (Rp) 58,232,127,000 13,680,400,000 875,000,000 4,100,000,000 2,212,654,550 4,250,000,000 5,399,500,000 380,000,000 83,350,181,550

ANGGARAN 2010 (Rp) 65,756,505,000 9,550,265,100 875,000,000 5,200,000,000 2,935,810,000 12,322,500,000 10,475,240,000 380,000,000 107,494,847,910

nisiatif Organisasi Masyaraka dalam

Islam Program

Penanggulangan Kemiskinan

PATTIRO Semarang menginisiasi keterlibatan ormas Islam dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang. Ormas Islam di pilih karena mempunyai jaringan struktur hingga level akar rumput, mempunyai modal organisasi yang kuat dan mempunyai posisi tawar politik yang kuat di hadapan pemerintah. Secara doktrin agama, Islam juga mengajarkan kepada umatnya

Kaada al-faqr an-yakuuna kufran (bahwa fakir -kemiskinan itu hampir-hampir mendekatkan pada kekufuran). Ajaran tersebut adalah spirit bagi umat Islam untuk terlibat aktif dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Proses melibatkan

pengorganisasian struktur formal

Ormas Islam yang ada di Kota Semarang seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Salimah, IPPNU, PMII, HMI, PII, NA, dan Muslimat NU. Pelibatan struktur formal ormas Islam tersebut

mempermudah Islam untuk

terbentuknya penanggulangan

jaringan kerja advokasi ormas kemiskinan dalam wadah Forum Masyarakat Islam Peduli Anggaran (FORMIPA). Pilihan nama jaringan ormas Islam ini juga mencerminkan pilihan fokus advokasinya. FORMIPA menyepakati fokus advokasinya adalah mengawal proses perencanaan penganggaran di Kota

Semarang untuk memastikan prosesnya berjalan secara partisipatif dan alokasinya pro poor. PATTIRO Semarang juga bekerjasama dengan SALIMAH (salah satu FORMIPA) dengan mendirikan SALIMAH Centre yang tujuannya adalah untuk melakukan pendampingan bagi Kepala Keluarga Perempuan dalam bidang kesehatan dan ekonomi. Sebagai penunjang eksistensi FORMIPA dan SALIMAH Centre, PATTIRO memfasilitasi serangkaian kegiatan seperti Training Anggaran, Diskusi Publik, Talkshow dan Public Hearing.

Secara umum hasil advokasi FORMIPA adalah anggaran penanggulangan


kemiskinan tahun 2010 meningkat 22,4 % dari 2009 menjadi sebesar Rp. 107.494.847.910 ( seratus tujuh milyar empat ratus sembilan puluh empat juta delapan ratus empat puluh tuju ribu sembilan ratus sepuluh rupiah). Selain itu secara khusus FORMIPA mengadvokasi alokasi anggaran bagi Pemberdayaan

Perempuan (salah satunya untuk membangun PPT di kecamatan) dari 136 juta menjadi 373 juta, kenaikan beasiswa bagi siswa SMA tidak mampu dari 65 juta menjadi 105 juta, kenaikan alokasi Jamkesmaskot dari 9 M menjadi 13 M.

Mendorong Implementasi UU/14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Jawa Tengah

Demokrasi mengakui adanya kedaulatan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan. Rakyatlah yang sesungguhnya berwenang merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukan pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi penyelenggaran negara. Demokrasi mensyaratkan adanya keterbukaan yang meliputi keterbukaan informasi publik dan keterbukaan berupa hak untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat. Transparansi atau keterbukaan dalam perkembangannya juga menjadi salah satu pilar pelaksanaan good governance bersama dengan pilar akuntabilitas dan partisipatif. Gerakan masyarakat sipil di Indonesia mendorong lahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Akan tetapi, sejarah kelahiran UU KIP tidak semudah yang dibayangkan oleh semua pihak. RUU KIP diajukan melalui inisiatif DPR sejak tahun 1999, diagendakan DPR sejak tahun 2000, melewati pergantian pemerintahan pada 2004, baru dibahas 27 Agustus 2005 dan disahkan pada tanggal 3 April 2008. Membutuhkan waktu lebih dari sewindu untuk mendapatkan payung hukum atas hak masyarakat untuk mendapatkan informasi public. Berlarut-larutnya pembahasan dan pengesahan UU KIP dikarenakan budaya pemerintahan di negeri ini masih tertutup dan bersifat rahasia. Kehadiran UU KIP dianggap mengganggu kepentingan para penguasa dan birokrat yang selama ini sudah nyaman dengan adanya budaya ketertutupan dan kerahasiaan. Pemerintah sangat resisten terhadap upaya pelembagaan keterbukaan dan kebebasan informasi, bahkan menganggapnya sebagai ancaman. Disahkannya UU/14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) tentu saja kita sambut gembira. Akan tetapi, tidak berhenti sampai disitu saja, proses pengawalan implementasi UU KIP harus terus digalakkan oleh kalangan masyarakat sipil sampai transparansi atau keterbukaan benar-benar tercapai dan hak rakyat atas informasi public benar-benar terjamin.

nisiasi Pembentukan Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah

Salah satu amanat dari UU KIP menyebutkan bahwa Komisi Informasi Provinsi harus terbentuk dua tahun sejak diundangkannya UU KIP. Hal ini berarti bahwa

Provinsi Jawa Tengah harus memiliki Komisi Informasi Provinsi pada tahun 2010. Komisi Informasi Provinsi sendiri merupakan lembaga yang bertugas menerima, memeriksa, dan memutus sengketa informasi publik di daerah melalui mediasi dan atau ajudikasi non litigasi Keberadaan Komisi Informasi Provinsi menjadi sangat penting mengingat tugas lembaga tersebut yang menyelesaikan sengketa antara pemohon informasi dengan badan publik. Hak warga negara atas informasi publik akan semakin terjamin dengan adanya Komisi Informasi Provinsi. Oleh karena itu, PATTIRO Semarang mendorong segera dibentuknya Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah. Dalam sebuah kesempatan audiensi antara PATTIRO Semarang bersama jaringan masyarakat sipil Jawa Tengah (LBH Semarang, FSBI, Formasi Kebumen dll) dengan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Rustriningsih, didapatkan sebuah kesepakatan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen untuk segera mengimplementasikan UU KIP dan menunjuk Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Jawa Tengah sebagai leading sector percepatan implementasi UU KIP di Jawa Tengah dengan beberapa langkah, diantaranya: Segera melakukan sosialisasi tentang UU KIP, membentuk Komisi Informasi (KI) Provinsi dan mempersiapkan sistem layanan informasi publik termasuk didalamnya mempersiapkan pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Dishubkominfo kemudian membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Implementasi UU KIP yang beranggotakan perwakilan Pemprov Jawa Tengah (Dihubkominfo, BAPPEDA, Biro Hukum, Humas, DPPAD, Setwan), Akademisi, Pers dan LSM, dimana PATTIRO Semarang masuk menjadi bagian dari Pokja tersebut. Selanjutnya Pokja segera menyusun berbagai tahapan percepatan implementasi UU KIP terutama yang paling mendesak adalah pembentukan Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah (KI Jateng). Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Pokja diantaranya adalah: menyusun kajian dan petunjuk teknis pembentukan KI Jateng bersama dengan anggota Komisi Informasi Pusat dan Biro Hukum Depkominfo mengingat pembentukan KI Jateng adalah yang pertama di Indonesia dan melakukan advokasi terhadap APBD-P untuk memastikan pembentukan KI Jateng dianggarkan dalam APBD-P. Selain itu, Pokja juga memberikan rekomendasi kepada Gubernur Jawa Tengah nama-nama yang akan masuk menjadi Tim Seleksi Anggota KI Jateng yang melakukan seleksi terhadap calon anggota KI Jateng sejumlah 15 nama yang diserahkan kepada Komisi A DPRD Jawa Tengah untuk dilakukan fit and proper test yang akhirnya akan memilih 5 nama anggota KI Jateng. Selain menjadi bagian dari Pokja dan Timsel Anggota KI Jateng, PATTIRO Semarang bersama dengan jaringan PATTIRO Se-Jawa Tengah berinisiatif melakukan tracking terhadap 35 calon anggota KI yang lolos dalam tahap seleksi tertulis oleh Timsel Anggota KI Jateng. Tracking dilakukan dengan motode snow ball dengan menggunakan indikator ketaatan hukum, kinerja dalam jabatan sebelumnya, pemahamam terhadap UU KIP, hubungan dengan partai politik, transparansi

pengelolaan keuangan dan keterlibatan dalam kasus KDRT. Dalam pantauan Tim Tracking PATTIRO Se-Jawa Tengah ditemukan beberapa calon anggota KI Jateng memiliki permasalahan hukum, terlibat dalam KDRT dan memiliki rekam jejak yang buruk terhadap kinerja jabatan sebelumnya. Hasil tracking yang dilakukan diserahkan dalam amplop tertutup kepada Timsel Anggota KI Jateng untuk digunakan sebagai bahan masukan dalam melakukan seleksi. Hasil tracking juga disampaikan kepada Komisi A DPRD Jawa Tengah sebagai bahan fit and proper 15 calon angggota KI Jateng hasil dari Timsel untuk memilih 5 nama yang duduk dalam keanggotaan KI Jateng. Adapun anggota KI Jateng yang terpilih dari hasil fit and proper test oleh Komisi A DPRD Jawa Tengah adalah Rahmulyo Adiwibowo, Achmad Labib, Bonaventura, Iriyanto dan Zaini Bisri yang dilantik pada pertengahan tahun 2010. KI Jateng adalah Komisi Informasi di tingkat provinsi yang pertama kali terbentuk dari seluruh provinsi yang ada di seluruh Indonesia.

Sebuah peraturan tidak akan efektif diimplementasikan tanpa adanya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya implementasinya. Hal ini juga berlaku untuk UU KIP yang efektifitas implementasinya sangat bergantung pada dukungan dan partisipasi masyarakat sebagai subjek utama yang dijamin haknya atas informasi publik. PATTIRO Semarang dalam salah satu agenda kerjanya bertujuan untuk mendorong penguatan partisipasi masyarakat dalam membangun public demand masyarakat khususnya dalam upaya pengoptimalan implementasi UU KIP di Jawa Tengah. Berbagai upaya dilakukan oleh PATTIRO Semarang dalam membangun pubic demand masyarakat diantaranya adalah melakukan konsolidasi masyarakat sipil di Jawa Tengah yang dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat sipil seperti LSM, Ormas, Lembaga Mahasiswa dan lainnya untuk menegaskan sikap gerakan masyarakat sipil di Jawa Tengah menuntut kepada pemerintah untuk segera mengoptimalkan implementasi UU KIP khususnya menuntut pemerintah provinsi Jawa Tengah untuk segera membentuk Komisi Informasi Provinsi (KI Prov) Jawa Tengah dan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap badan publik. Selain itu dalam konsolidasi masyarakat sipil ini juga disepakati untuk mendorong isu tentang keterbukaan informasi publik di setiap daerah serta memperluas dan memperkokoh jaringan antar elemen masyarakat. Upaya-upaya lain juga dilakukan oleh PATTIRO Semarang untuk membangun public demand dengan melakukan sosialisasi terkait urgensi UU KIP dan membangun kemitraan dengan komunitas-komunitas masyarakat seperti Komunitas Kemijen, Kemunitas Gunung Pati, Komunitas Pedagang Kaki Lima, Komunitas Seniman, mahasiswa, LSM dan lainnya. Sosialisasi dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana seperti pentas teater kebudayaan, nonton bareng, sarasehan maupun dengan menyebarkan poster tentang isu keterbukaan informasi publik.

embangun Public Demand

Proses mendorong public demand juga dilakukan dengan mendorong kelompokkelompok masyarakat untuk melakukan uji akses permintaan atas informasi publik ke badan-badan publik pemerintah. PATTIRO Semarang sendiri sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil juga melakukan uji akses permintaan atas informasi public terhadap badan public pemerintah di lingkungan Pemprov Jawa Tengah dan Pemkot Semarang. Proses uji akses permintaan atas informasi public dilakukan sampai ke tahap proses sengketa di Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah. Salah satu proses sengketa informasi yang dimenangkan oleh PATTIRO Semarang adalah sengketa informasi publik tentang data asset daerah antara PATTIRO Semarang dan Pemkot Semarang yang dalam hal ini adalah Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD)

Salah satu kewajiban badan publik sebagaimana disebutkan dalam UU KIP adalah membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu, badan publik juga diwajibkan untuk menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagai sarana untuk mewujudkan pelayanan informasi yang cepat, tepat dan sederhana. PATTIRO Semarang sebagai salah satu badan publik non pemerintah berupaya untuk merespon berlakunya UU KIP dengan mengangkat PPID di lembaga PATTIRO Semarang. Dengan demikian dengan adanya PPID di PATTIRO Semarang dapat mempermudah layanan masyarakat atas informasi publik yang dimiliki oleh PATTIRO Semarang. Selain menunjuk PPID di internal lembaga, PATTIRO Semarang juga melakukan advokasi untuk mendorong segera diwujudkannya sistem layanan informasi public di lingkungan Pemkot Semarang serta meminta Pemkot Semarang untuk membentuk PPID. Beberapa upaya yang dilakukan oleh PATTIRO Semarang terkait dengan ini diantaranya adalah : Mendorong isu Keterbukaan Informasi Publik sebagai prioritas dalam penyusunan RPJMD Kota Semarang Tahun 2010 2015, Menggelar berbagai workshop stakeholders dengan Pemkot Semarang untuk merumuskan berbagai tahapan penyusunan sistem layanan informasi publik dan pembentukan PPID, memastikan anggaran penyusunan sistem layanan informasi public dan pembentukan PPID dalam anggaran tahun 2011.

embangun Sistem Layanan Informasi Publik

V. LAPORAN KUANGAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN PATTIRO SEMARANG 31-Dec-10 AKTIVA AKTIVA LANCAR KAS DAN SETARA KAS Kas Petty Cash Bank Bank BNI 0124202677 Bank BNI 0144934287 Bank BNI 0187163212 Bank BNI 0163919018 Bank BNI 0163918876 Bank BNI 0163918117 Bank BNI Syariah 0134908033 PIUTANG Piutang Program Piutang Lembaga Piutang Staf UANG MUKA - UM WPP - UM GG & AC - UM CSIAP CO - UM CSIAP - UM KIP TOTAL AKTIVA LANCAR AKTIVA TETAP Harga Perolehan Aktiva Tetap Akumulasi Aktiva Tetap AKTIVA TETAP (BERSIH) TOTAL AKTIVA 43,810,000 (28,440,000) 15,370,000 657,059,427 TOTAL PASSIVA SELISIH 657,059,427 34,380,000 132,896,737 165,103,510 16,327,150 641,689,427 8,271,555 50,140,333 769,036 16,748,180 72,701,674 34,191,042 110,160,210 AKTIVA BERSIH AKTIVA bersih Tidak Terikat AKTIVA bersih Terikat Temporer TOTAL MODAL DAN AKTIVA BERSIH 332,420,799 290,258,628 622,679,427 PASSIVA KEWAJIBAN Hutang Program Hutang Lembaga Hutang Staf TOTAL KEWAJIBAN 34,380,000 34,380,000

LAPORAN AKTIVITAS PATTIRO SEMARANG 31-Dec-10 PENDAPATAN Donasi Donasi WPP Donasi GG & AC Donasi CSIAP CO Donasi CSIAP Donasi KIP Total Donasi Kontribusi Kontribusi Program Kontribusi Usaha Kontribusi Perorangan Kontribusi lain-lain Total Kontribusi Pendapatan Lain TOTAL PENDAPATAN 1,118,637 495,693,048 1,385,780,053 389,398,711 1,525,700 103,650,000 494,574,411 1,118,637 1,881,473,101 149,800,000 400,550,000 626,825,000 175,924,000 32,681,053 1,385,780,053 TIDAK TERIKAT TERIKAT TEMPORER JUMLAH

BIAYA Biaya Program Biaya Program WPP Biaya Program GG & AC Biaya Program CSIAP CO Biaya Program CSIAP Biaya Program KIP Total Biaya Program Biaya Penyusutan Aktiva Tetap Biaya Adm. Dan Umum TOTAL BIAYA Aktiva Bersih Tahun Berjalan Saldo Tahun Lalu SALDO AKHIR 2010 381,457,650 381,457,650 114,235,398 218,185,401 332,420,799 1,136,228,094 249,551,959 40,706,669 290,258,628 1,517,685,744 363,787,357 258,892,070 622,679,427 133,664,060 363,814,300 461,721,490 140,512,980 36,515,264 1,136,228,094 381,457,650

You might also like