You are on page 1of 11

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian mengenai daya hambat sediaan tunggal dan kombinasi infus daun sirih (Piper betle L) dengan menggunakan 26 perlakuan, yaitu dengan menggunakan paper disk dengan infus daun sirih (S) konsentrasi 5%, 25%, 50%, 75%, paper disk dengan infus biji ketumbar (K) 5%, 25%, 50%, 75%, dan paper disk dengan sedian infus kombinasi, yaitu gabungan konsentrasi S dan K dengan konsentrasi 5% S dan 5% K, 5% S dan 25% K, 5% S dan 50% K, 5% S dan 75%, 25% S dan 5% K, 25% S dan 25% K, 25% S dan 50% K, 25% S dan 75% K, 50% S dan 5% K, 50% S dan 25% K, 50% S dan 50% K, 50% S dan 75% K, 75% S dan 5% K, 75% S dan 25% K, 75% S dan 50% K, 75% S dan 75% K, kontrol (+) menggunakan paper disk ketokonazol, dan kontrol (-) menggunakan paper disk aquades. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan selama 3 kali. Hasil penelitian yang telah dilakukan disajikan dalam Tabel 5.1 sampai 5.3 Tabel 5.1.Hasil pengukuran zona hambat sediaan tunggal dan kombinasi infus daun sirih dan infus biji ketumbar dalam menghambat pertumbuhan C. albicans.
Konsentrasi Infus Sediaan tunggal Diameter Zona Hambat (mm) Rata-rata 1 Daun Sirih 5% Daun Sirih25% 2 8,33 8,33

29

30
1 Daun Sirih 50% Daun Sirih 75% Biji Ketumbar 5% Biji Ketumbar 25% Biji Ketumbar 50% Biji Ketumbar 75% Daun Sirih 5% Biji Ketumbar 5% Daun Sirih 5% Biji Ketumbar 25% Daun Sirih 5% Biji Ketumbar 50% Daun Sirih 5% Biji Ketumbar 75% Daun Sirih 25% Biji Ketumbar 5% Daun Sirih 25% Biji Ketumbar 25% Daun Sirih 25% Biji Ketumbar 50% Daun Sirih 25% Biji Ketumbar 75% Daun Sirih 50% Biji Ketumbar 5% Daun Sirih 50% Biji Ketumbar 25% Daun Sirih 50% Biji Ketumbar 50% Daun Sirih 50% Biji Ketumbar 75% Daun Sirih 75% Biji Ketumbar 5% Daun Sirih 75% Biji Ketumbar 25% Daun Sirih 75% Biji Ketumbar 50% Daun Sirih 75% Biji Ketumbar 75% 2 8 7,67 6,67 8,67 9 9,33 6 7,67 6,33 6,67 8 9 8,33 7,67 6,67 8,67 7 7,33 7,67 7,33 8 8,67

31 Tabel 5.2 Hasil pengukuran zona hambat kontrol positif dan negatif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans
Cawan Petri (mm) Kontrol Paper disk I Ketokonazol 2% Akuades 16 0 Paper disk II 16 0 Paper disk III 13 0

Sebelum dilakukan analisis statistik terhadap perbedaan dari data yang diperoleh, terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas. Untuk uji normalitas Shapiro-Wilk, didapatkan hasil nilai p = 0,006 (p < 0,05), artinya sebaran data tidak normal (Lampiran 7). Karena data tersebut tidak terdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data. Uji normalitas terhadap data hasil transformasi memberikan hasil nilai p = 0,077 (p > 0,05), artinya sebaran data normal setelah data ditransformasi (Lampiran 7). Dalam pengujian homogenitas data dengan menggunakan uji Levene, diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa data tersebut tidak homogen (Lampiran 7). Karena data tersebut terdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka dilakukan transformasi data. Uji homogenitas terhadap hasil transformasi memberikan hasil nilai p = 0,000 (p < 0,05), yaitu masih tidak homogen (Lampiran 10). Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan tingkat kepercayaan 95%. Perhitungan analisis statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 8. Uji Kruskal-Wallis pada hasil penelitian memberikan hasil nilai p = 0,005 (p < 0,05), artinya ada perbedaan yang bermakna antar kelompok (perlakuan dan kontrol). Karena didapatkan hasil perbedaan yang bermakna pada uji Kruskal-

32 Wallis, maka dilakukan uji lanjutan, yaitu uji Mann-Whitney. Perhitungan analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney dapat dilihat pada Lampiran 8. Perbandingan sediaan tunggal dan sediaan kombinasi semua konsentrasi percobaan terhadap aquades sebagai kontrol (-), berdasarkan hasil uji MannWhitney didapatkan hasil adanya perbedaan bermakna dengan nilai p < 0,05, artinya sediaan tunggal dan sediaan kombinasi infus daun sirih dan biji ketumbar memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan C. albicans. Minyak atsiri merupakan salah satu zat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan kuman dengan mengganggu proses terbentuknya dinding sel, sehingga tidak terbentuk sama sekali atau terbentuk tidak sempurna (39,44). Kandungan kimia yang terdapat dalam sirih terutama adalah minyak atsiri jenis eugenol (63,39%), asetileugenol (14,05%),

hidroksikavikol, karvakol, allil katekol, sineol, estragol, karyofilen, kardinen (12). Hidroksikavikol yang ditemukan pada ekstrak daun sirih terbukti memiliki efek meningkatkan permeabilitas membran C. albicans, sehingga menghambat perkembangan C. albicans (11). Eugenol bersifat lipofilik yang menembus membran jamur, sehingga mengubah permeabilitas sel (13). Ketumbar memiliki 22 komponen yang telah teridentifikasi, dan hasilnya 97,35% adalah minyak atsiri. Komponen minyak atsirinya adalah linalool (55,97%), kamfer (7,01%), geranil asetat (6,57%), -pinen (6,54%) dan -terpinen (5,38%) (14). Ketumbar mengandung senyawa linalool, -pinen, dan -terpinen yang dapat meningkatkan permeabilitas dan fluiditas membran C. albicans, sehingga menghambat pertumbuhannya. Eugenol yang terdapat pada infus daun

33 sirih dan linalool pada infus biji ketumbar yang dikombinasikan akan meningkatkan daya hambat terhadap C. albicans, karena efek sinergis dari kedua komponen tersebut (18). Pada saat ekstraksi menggunakan infus digunakan pelarut air yang bersifat polar. Zat yang bisa terlarut adalah zat yang bersifat polar juga, dan zat non polar tidak akan terlarut pada pelarut air yang bersifat polar, karena memiliki ikatan kovalen yang berbeda (44). Hidroksikavikol dan eugenol pada daun sirih merupakan senyawa yang polar (44). Hal ini terbukti pada penelitian Pin et al, kandungan hidroksikavikol dan eugenol tertinggi terdapat pada saat menggunakan ekstrak air atau infus (45). Pada suhu pemanasan air 60r-90rC dengan metode ekstraksi air pada biji ketumbar, akan didapatkan kadar linalool yang tertinggi (39). Perbandingan sediaan tunggal infus daun sirih 5% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil berbeda bermakna, kecuali pada konsentrasi daun sirih 5% dan biji ketumbar 25% (Lampiran 6). Jadi pada konsentrasi sirih 5%, sediaan kombinasi lebih baik daripada sediaan tunggal, kecuali untuk sediaan kombinasi infus daun sirih 5% dan infus biji ketumbar 25%. Bifasik atau yang disebut dengan hormesis merupakan suatu hubungan respon dosis, di mana nampak adanya suatu respon stimulator pada dosis rendah, tetapi menunjukkan respon penghambatan pada dosis yang lebih tinggi, yang menghasilkan respon dosis berbentuk kurva U-shaped atau U-shaped terbalik (46). Observasi pertama tentang efek bifasik yang dilakukan pada tahun 1888

34 menunjukkan konsentrasi rendah dari fungisidal meningkatkan kapasitas fermentasi dari ragi. Sementra itu, konsentrasi fungisidal yang tinggi menghilamgkan aktivitas fermentasi ini. Penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan hasil di mana konsentrasi rendah dari suatu zat kimia memacu berbagai macam proses fisiologis seperti pertumbuhan, sementara dosis tinggi memiliki efek yang berlawanan (47). Hubungan demikian dikenal sebagai efek bifasik karena suatu zat dapat memiliki dua fase, yakni fase peningkatan dan penurunan. Hubungan bifasik ini digambarkan dengan kurva lembah dan kurva bukit. Efek bifasik ini umumnya dapat ditemui di disiplin ilmu faal di mana suhu dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, yang dapat menyebakan efek bifasik. Efek bifasik sering kali ditemui dalam bidang famakologi dan toksikologi. Suatu zat yang mempunyai efek positif pada suatu organism pada kadar yang kecil, dapat mempunyai efek yang berlawanan pada kadar yang besar (48). Perbandingan sediaan tunggal infus daun sirih 25% terhadap sediaan

kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil tidak berbeda bermakna (Lampiran 6). Jadi pada konsentrasi infus daun sirih 25%, sediaan tunggal lebih baik daripada sediaan kombinasi. Perbandingan sediaan tunggal infus daun sirih 50% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil tidak berbeda bermakna, kecuali pada konsentrasi daun sirih 50% dan biji ketumbar 5% (Lampiran 6). Jadi pada konsentrasi infus daun sirih 50%, sediaan tunggal lebih baik daripada sediaan kombinasi.

35 Perbandingan sediaan tunggal infus daun sirih 75% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil tidak berbeda bermakna (Lampiran 6). Jadi pada konsentrasi infus daun sirih 75%, sediaan tunggal lebih baik daripada sediaan kombinasi Perbandingan sediaan tunggal infus biji ketumbar 5% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil tidak berbeda bermakna (Lampiran 6). Jadi pada konsentrasi infus biji ketumbar 5%, sediaan tunggal lebih baik daripada sediaan kombinasi Perbandingan sediaan tunggal infus biji ketumbar 25% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil tidak berbeda bermakna (Lampiran 6). Jadi pada konsentrasi infus biji ketumbar 25%, sediaan tunggal lebih baik daripada sediaan kombinasi Perbandingan sediaan tunggal infus biji ketumbar 50% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil berbeda bermakna (Lampiran 6), kecuali pada biji ketumbar 50% dengan daun sirih 25%. Jadi pada konsentrasi infus biji ketumbar 50%, sediaan kombinasi lebih baik daripada sediaan tunggal, kecuali sediaan kombinasi infus biji ketumbar 50% dengan daun sirih 25%. Bifasik juga(46).. Perbandingan sediaan tunggal infus biji ketumbar 75% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil tidak berbeda bermakna (Lampiran 6), kecuali pada sediaan kombinasi infus biji ketumbar 75% dengan infus daun sirih 5%. Jadi pada konsentrasi infus biji ketumbar 75%,

36 sediaan tunggal lebih baik daripada kombinasi, kecuali sediaan kombinasi infus biji ketumbar 75% dengan infus daun sirih 5%. Berdasarkan beberapa perbandingan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan infus daun sirih mulai dosis 5% ketika dikombinasikan dengan beberapa konsentrasi infus ketumbar 5%, 50%, dan 75%. Hal ini dibuktikan bahwa pada konsentrasi sirih 25%, bukan 5% ya? 50%, dan 75%, infus daun

sirih sudah tidak berefek dalam menghambat antijamur. Jadi infus daun sirih pada dosis yang lebih rendah lebih baik dikombinasikan, daripada diberikan dalam bentuk sediaan tunggal. Hal ini terjadi diduga karena infus daun sirih memiliki ceiling effect, yaitu pada ekskalasi dosis di atas tingkat tertentu tidak akan menambah kemampuan dari infus tersebut (47). dtingkatkn dosis, efefnya gak berbeda bermakna. Sediaaan infus biji ketumbar konsentrasi 50% baru menimbulkan efek sebagai antijamur jika dikombinasikan dengan ketumbar 5%, 50%, dan 75%, bukan begitu kan maksudnya? Semua konsentrasi kan punya efek antijamur berdasarkan perbandingan dengan kontrol negatif, tapi pada yang 50% ini, kombinasinya lebih baik daripada tunggalnya dan pada infus daun sirih konsentrasi 75% sudah tidak berefek lagi. Infus biji ketumbar membutuhkan konsentrasi yang lebih besar dalam menghambat pertumbuhan jamur kalau ceiling effect kan makin

dibandingkan daun sirih. Tabel 5.4 Hasil analisis statistik dengan uji . terhadap perbandingan data antara sediaan tunggal dengan sediaan kombinasi infus daun sirih (S) dan biji ketumbar (K) dalam menghambat .. Tabel di bawah harus spasi 1. Kolom zona hambat dan notasi itu rata tengah. Beri keterangan di

37 bawah tabel, apa itu A. Oya, saya gak gitu ngerti, gak semua konsnetrasi ya yang ditulis di sini? Dan saya lihat tidak urut juga

Konsentrasi 50%S 5%S 50%K 75%K 5%S5%K 5%S50%K 5%S75%K 50%S5%K 50%S50%K

Zona hambat (mm) 8 8,33 9 9,33 6 6,33 6,67 6,67 7

Notasi A A A A A A A A A

Kalau mau menggunakan pembahasan ini, saya rasa pembahasan di atas yang satu-satu seperti punya saya dihapus saja, kan jadi dobel? Tapi saya dijelaskan makna Tabel ini Setelah dilakukan perbandingan, dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan tunggal infus daun sirih dan infus biji ketumbar lebih baik daripada sediaan kombinasi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Melihatnya dari mana? Jelaskan ke alfi nanti ya Hal ini terlihat pada Tabel 5.4

bahwa pada perbandingan sediaan tunggal infus daun sirih 5% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil berbeda bermakna pada sediaan kombinasi 5%S5%K, 5%S50%K, dan 5%S75%K, pada perbandingan sediaan tunggal infus daun sirih 50% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil berbeda bermakna pada sediaan kombinasi 50%S5%K, pada perbandingan sediaan

38 tunggal infus daun ketumbar 50% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil berbeda bermakna pada sediaan

kombinasi 5%S50%K dan 50%S50%K, serta pada perbandingan sediaan tunggal infus daun ketumbar 75% terhadap sediaan kombinasinya berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil berbeda bermakna pada sediaan kombinasi 5%S 75%K. Dari semua konsentrasi kombinasi yang berbeda bermakna selanjutnya dibandingkan lagi antara konsentrasi kombinasi yang bermakna lainnya, serta dibandingkan dengan konsentrasi tunggal 5%S, 50%S, 50%K, dan 75%K. Notasi A menandakan bahwa sediaan kombinasi tidak lebih baik daripada tunggal. Kemungkinan mengapa hal ini terjadi karena adanya zat aktif yang terdapat dalam infus yang menghambat dari zat aktif yang memiliki daya antimikroba. Perlu diingat bahwa didalam minyak atsiri terdapat zat/ molekul yang kompleks, yang nantinya akan menyebabkan suatu interaksi dari zat tersebut terhadap zat lain, salah satunya sifat interaksi yang antagonis (47). Perbandingan sediaan tunggal dan sediaan kombinasi infus daun sirih dan biji ketumbar dengan berbagai konsentrasi yang diujikan pada penelitian ini terhadap ketokonazol sebagai kontrol (+), berdasarkan hasil uji statistik MannWhitney, didapatkan hasil adanya perbedaan bermakna dengan nilai p < 0,05 (Lampiran ), artinya sediaan tunggal dan sediaan kombinasi infus daun sirih dan biji ketumbar dengan berbagai konsentrasi yang diujikan memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan C. albicans, akan tetapi tidak dapat menyamai aktivitas antijamur obat standar, yaitu ketokonazol.

39 Terdapat beberapa hal yang diduga dapat menyebabkan sediaan tunggal dan kombinasi infus daun sirih dan biji ketumbar belum dapat menyamai obat standar, yaitu (48): 1. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini tidak mencapai dosis optimum obat untuk mencapai efek terapeutik sebagai antijamur C. albicans 2. Penggunaan infus sebagai cara pengolahan ekstrak diduga belum optimal mengeluarkan zat-zat aktif yang terdapat pada daun sirih dan biji ketumbar Adapun keterbatasan penelitian ini adalah peneliti belum dapat mengetahui secara pasti kandungan mana saja pada daun sirih dan biji ketumbar yang dapat menghambat pertumbuhan jamur. Penelitian selanjutnya dapat diarahkan untuk mengetahui kandungan yang mampu menghambat pertumbuhan jamur dengan cara .

You might also like