You are on page 1of 7

KETAHANAN NEGARA MAU DIBAWA KEMANA INDONESIA KU ??

Oleh : Emerentiana Astuti 101424023 Indah Kurniastuti 101424041 Setyarini 101424048 Agatha Clara 101424052 Serly Eka Febriana 101424055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2011

I. LATAR BELAKANG Masalah perbatasan Indonesia Malaysia di Kalimantan memiliki catatan historis sendiri yang diawali sejak kepemimpinan Presiden Soekarno di negeri ini. Daerah perbatasan Kalimantan merupakan daerah konflik yang telah lama bergulir sejak 1960-an. Permasalahan dipicu lewat adanya penggabungan daerah koloni Inggris dibawah penguasaan Federasi Malaysia. Hal ini dianggap Soekarno menjadikan Kalimantan dibawah kontrol Inggris lewat penguasaan Malaysia, yang merupakan bagian negara boneka Inggris, sehingga akan mengancam kemerdekaan Indonesia. Maraknya demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur pada 17 September 1963, para demonstran menginjak-injak lambang negara Indonesia (Garuda Pancasila) serta merobek foto-foto Soekarno. Tindakan Malaysia inilah yang menyulut kemarahan Presiden Soerkarno sehingga melakukan tindakan konfrontasi terhadap Malaysia, dan lewat peristiwa ini, terkenal pidato Soekarno yang berjudul Ganyang Malaysia. Perbatasan Indonesia Malaysia yang memilki sejumlah catatan panjang harus menjadi perhatian besar pemerintah, sebab hal ini memiliki efek laten, yakni bisa muncul masalah kapan saja. Kerentanan masalah batas wilayah sangat marak terjadi karena begitu dekatnya batas wilayah perbatasan kedua negara, yang hanya berbataskan daratan saja. Rentetan peristiwa perbatasan pasca konfontrasi yang dipimpin Soekarno terjadi lagi yakni di perbatasan kelautan Indonesia (Selat Malaka). Pergunjingan batas wilayah yang tidak jelas merupakan bagian dari kerancuan yang terdapat dalam peraturan Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), sehingga wajar saja terjadi pergolakan batas wilayah di Selat Malaka, mengingat selat ini merupakan zona perdagangan yang tingkat aktivitasnya tinggi. Selanjutnya, Indonesia dikejutkan kembali dengan peristiwa dicaploknya wilayah Indonesia, Pulau Sipadan dan Ligitan. Pada peristiwa ini, seketika saja seluruh rakyat dan pemerintah marah terhadap Malaysia dengan melakukan berbagai hujatan dan aksi demonstrasi. Jiwa nasionalisme sempit (nasionaliseme momentual) seluruh rakyat bertumbuhan yang seolah-olah ingin menjadi garda depan berkonfrontasi dengan Malaysia. Pada peristiwa ini, pemerintah tidak punya sikap tegas terhadap Malaysia. Selalu saja seperti biasanya, pemerintah Indonesia mengandalkan diplomasi dengan mengagung-agungkan makna "serumpun". Logikanya saja, Indonesia dari hubungan mana bisa serumpun dengan Malaysia, sedangkan negeri ini terdiri dari ratusan suku bangsa yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Solusi diplomasi yang tidak menghasilkan keputusan jelas selalu menjadi andalan

pemerintah, sehingga terjadi pencaplokan Pulau Ambalat harus terjadi mendera wilayah negeri ini. Sama seperti sikap sebelumnya, pemerintah tetap saja mengandalkan jalur diplomasi lewat gaya pencitraan konferensi pers, tanpa ada maunver politik yang berpihak kepada bangsa ini. Sikap opurtunis pemerintahan kita menjadi konsumsi politik rakyat, mengingat betapa tergantungnya perekonomian bangsa terhadap aktivitas modal Malaysia di negara ini (industri sawit Indonesia dikuasia 70% oleh Malaysia). Alasan ekonomi menjadi alasan mutakhir, sehingga kita tidak bisa marah apabila negeri jiran berani melakukan aksi yang sering arogan, seperti penangkapan pejabat kelautan Indonesia, TKI mendapat perlakuan semena-mena (pelanggaran HAM) dan bahkan sampai adanya korban jiwa. Akan tetapi, hal ini dibiarkan saja, seolah-olah pemerintah tutup mata, apakah memang tidak perduli, tidak berani atau karena banyaknya investasi Indonesia di Malaysia, maka pemerintahan kita tidak berani menentukan sikap ? Indonesia kini beratut kembali dalam masalah, tiba-tiba saja Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan bahwa wilayah Indonesia di Kalimantan Barat, tepat nya di Dusun Camar Bulan, wilayah desa Temajuk dan Tanjung Tatu, Kabupaten Sambas telah dikuasai oleh Malaysia. Seluruh pejabat negara, pemerintah, dan masyarakat sontak marah dan emosi dengan pemberitaan ini. Berbagai kecaman, aksi demonstrasi digelar terhadap Malaysia, akan tetapi apakah Malaysia yang menjadi musuh kita, bukankah pemerintah kita yang telah lalai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menjaga perbatasan negara. Munculnya kembali masalah perbatasan menciptakan suasana tidak damai di dalam negeri, dan ini sangat memungkinkan menjadi pengalihan isu terhadap situasi politik negara yang dirundung berbagai kasus korupsi para penguasa negara ini. Proses pendudukan wilayah perbatasan juga menguatkan permusuhan antarnegara dan ketegangan yang memuncak, akan tetapi hal ini hanya pada sanubari rakyat, sebab pemerintah negara ini hanya mementingkan keamanan modal dari negara tetangga saja. Perbatasan Kalimantan memang menjadi langganan masalah batas wilayah dan sangat sering masalah ini dijadikan sebagai komoditas politik negara. Kalimantan memiliki sejumlah sumber daya alam yang sangat dahsyat dan mahal harganya, sebut saja hasil hutan dan tambang mineral, gas bumi dan minyaknya. Banyaknya sumber daya alam yang berlimpah semakina meninabobokkan para pemerintah dan militer kita, sehingga mereka asyik dengan bisnis mereka (bisnis institusional, bisnis non institusional dan bisnis illegal).

Pada tahun Pada tahun 1967, Menteri Pertahanan dan Keamanan menetapkan hak pengusahaan hutan kepada Jajasan Maju Kerja (PT Jamaker), sebuah yayasan yang didirikan ABRI. Yayasan ini mengelola hutan 843.500 ha di Kalimantan Barat dan 265.000 ha di Kalimantan Timur (Wahyu Susilo, INFID). Lewat adanya bisnis yang dikendalikan oleh militer, bagaimana mungkin militer kita bisa sigap menghadapi manuver-manuver Malaysia yang tengah siap dengan taktik, strategi dan sarana yang memadai. Perlu kita ketahui, bahwa pertahanan keamanan negara yang baik sangat dipengaruhi oleh efektifnya sistem keamanan nasional dan sistem kesejahteraan nasional. Masyarakat Sejahtera, Perbatasan Aman Kalau bangsa Indonesia diganggu berbagai masalah keamanan yang kurang dapat diselesaikan secara memuaskan, maka akan sangat sulit menyiapkan pertahanan negara yang andal. Demikian juga, kalau kesejahteraan nasional rendah karena kemampuan ekonomi, industri, dan pemasukan negara kurang baik, tidak mungkin dibangun pertahanan negara yang memadai. Kondisi hari ini, pemerintah kita hanya mementingkan dirinya sendiri lewat rakusnya melakukan praktek korupsi dan bahkan menanamkan investasi modalnya di luar negeri, seperti di Malaysia. Realisasi anggaran yang tidak sesuai, pemasukan negara menipis mengakibatkan pembangunan masyarakat berkelanjutan gagal total. Segelintit elite menjadi raksasa orang kaya baru. Berbeda kondisi dengan negara tetangga, tawaran kemakmuran menjadi daya tarik sehingga WNI ramai-ramai menggantikan kewarganegaraannya, sebab di negeri ini, wilayah perbatasan tidak pernah mendapatkan kemajuan dalam pembangunan, selalu saja dibiarkan terisolasi dan larut dalam kemiskinan. Menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah, bahwa banyak rakyatnya tidak lagi memiliki rasa nasionalisme karena perilaku koruptif pemerintah serta berkuasanya modal asing di negeri ini. Kawasan perbatasan menjadi pusat kegiatan illegal logging, perdagangan perempuan, dan pengiriman buruh migrant illegal. Kegagalan mengelola perbatasan harus menjadi pelajaran bagi pemerintah, dan jangan kerapa menggunakan isu perbatasan menjadi komoditas politik. Jika masyarakat perbatasan sejahtera, maka permasalahan perbatasan tidak akan muncul lagi. Bangsa ini sanga mencintai kemerdekaannya sebab diperoleh lewat perjuangan berat dan menanggung banyak korban jiwa, oleh karena itu, usaha pertahanan dan keamanan negara harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh rakyat, dan itu bisa terlaksana jika rakyat sudah sejahtera.

II. RUMUSAN MASALAH


1. 2. 3.

Apa yang dimaksud dengan ketahanan Negara ? Kasus apa yang termasuk dalam ketahanan Negara ? Seperti apa masalah-masalah perbatasan di Indonesia ?

III. DASAR TOERI Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri. Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.

IV. PEMBAHASAN Tiga di antaranya perbatasan darat Indonesia-Malaysia di Tanjung Datu, Entikong, dan Sebatik. Secara umum, ada dua masalah utama perbatasan Indonesia-Malaysia, yaitu masalah garis batas wilayah negara dan masalah kawasan perbatasan. Garis batas merujuk pada persoalan legal formal tentang titik-titik batas di lapangan yang menjadi pemisah kedaulatan kedua negara berdasarkan hukum internasional. Beberapa titik, terutama perbatasan laut, masih belum disepakati. Sementara itu, titik-titik yang sudah disepakati pun kemudian bermasalah saat dilakukan penetapan patok-patok perbatasan di lapangan, belum lagi ketika patok batas yang sudah dibuat rusak, terkubur, atau hilang sama sekali. Dalam kasus perbatasan di Entikong, apresiasi kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) perlu diberikan karena mereka secara rutin membersihkan patok-patok batas tersebut sehingga tetap terpelihara, walaupun tidak semua daerah sepanjang perbatasan bisa dipantau oleh aparat secara kontinyu. Masalah kedua, wilayah perbatasan, merujuk pada problematika masyarakat di wilayah perbatasan yang didominasi oleh minimnya infrastruktur dan rendahnya tingkat ekonomi warga. Untuk daerah lintas batas resmi seperti Pos Lintas Batas Entikong dan Badau infrastukturnya memang baik, tetapi untuk daerah-daerah pedesaan banyak yang tidak bisa dijangkau dengan jalur darat dan harus ditempuh dengan transportasi sungai yang mahal. Karena alasan ini pula lah, beberapa kepala desa di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia memilih untuk tinggal di kecamatan dan mengunjungi desanya hanya satu atau dua bulan sekali. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan surat-surat penting seperti Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga jadi tidak optimal. Selain itu, masyarakat perbatasan juga menghadapi rendahnya suplai barang kebutuhan pokok buatan Indonesia dan relatif lebih mahal dari

barang buatan Malaysia, sehingga mau tak mau harus membeli barang-barang Malaysia dan menggunakan gabungan rupiah-ringgit sebagai alat pembayaran. Karena kawasan perbatasan tidak tertangani dengan baik, tidak heran jika beberapa Warga Negara Indonesia memilih untuk berpindah kewarganegaraan seperti yang terjadi di Desa Suruh Tembawang, Entikong pada beberapa tahun terakhir.

V. PEMECAHAN MASALAH
1.

Untuk mengatasi masalah perbatasan Indonesia-Malaysia, pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih karena dimensi yang terlibat cukup kompleks, seperti pertahanan-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. Setidaknya ada dua solusi yang bisa ditawarkan. Untuk solusi masalah garis batas, Pemerintah Indonesia harus mempunyai posisi tawar yang kuat dalam melakukan perundingan dengan Malaysia. Berkaca pada pengalaman Sipadan-Ligitan, Indonesia harus sebisa mungkin melokalisir perundingan dalam pendekatan bilateral. Dilemanya, Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun 2011 pada kasus perbatasan Thailand-Kamboja justru menjadi fasilitator dalam perundingan yang bersifat regional. Artinya, Indonesia secara tidak langsung turut campur tangan, sehingga bukan tidak mungkin sengketa ini juga bisa dibawa ke tingkat ASEAN jika semakin membesar. Karena itu, sikap kukuh dan tegas Indonesia harus ditunjukkan, agar tidak ada peluang intervensi dari pihak luar, apalagi jika sampai dibawa ke Mahkamah Internasional.

2.

Jika dilihat dari doktrin penguasaan efektif yang berkesinambungan seperti yang digunakan dalam kasus Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional, Malaysia selama ini mengelola wilayah perbatasan secara lebih baik dibanding Indonesia. Di perbatasan Kampung Tringgus Matan Nguan-Serawak dengan Kampung Badat LamaEntikong misalnya, daerah pemukiman dan hutan di bagian Malaysia sudah difungsikan sebagai Community Based EcoTourism (CBET) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) yang dilengkapi dengan infrastruktur jalan beraspal, sementara di bagian Indonesia tidak ada jejak administrasi yang tampak kecuali sebuah gedung Sekolah Dasar. Hal ini tentu bisa menguatkan posisi Malaysia jika wilayah perbatasan tersebut disengketakan dan dibawa ke Mahkamah Internasional.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Dalam mempertahankan negara kita,ada baiknya kita sebagai warga negara yg baik, mengenal batas-batas wilayah kita sendiri, agar tidak terjadi konflik yang

berkepanjangan. Jika kita menyikapi semua ini dangan sebaik-baiknya niscaya konflik seperti ini tidak akan terulang kembali. Jangan mewariskan peperangan kepada anak cucu kita kelak. Kemudian pemerintah harusnya memperhatikan kembali Warga Negara Indonesia yang ada d sekitar perbatasan agar tidak menjadi korban dari konflik ini.

VII.

DAFTAR PUSTAKA  Harian Equator. 2011. Politik http://www.equator-news.com/utama/20111015/pkrsolusi-konflik-perbatasan. 21 november 2011

 Pusat Penelitian Politik.2011.Politik.


http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politik-internasional/526-pekerjaanrumah-perbatasan-indonesia-malaysia. 21 november 2011  Harto, S. 2011. http://hankam.kompasiana.com/2011/10/19/indonesia-bakal-kalahdalam-masalah-perbatasan/. Diakses tanggal 21 november 2011

You might also like