Professional Documents
Culture Documents
MESSENGER
KESEHATAN
PEMBAWA PESAN
Dermatitis Kontak/Contact Dermatitis Diare/Diarrhea Kolera/Cholera Promosi kebersihan/Hygiene promotion Demam tipus/Typhoid fever Manajemen limbah medis/Medical waste management Kebersihan kewanitaan/Feminine hygiene
MAJALAH KESEHATAN UNTUK PEKERJA KESEHATAN INDONESIA DIPUBLIKASIKAN OLEH AIDE MDICALE INTERNATIONALE THE HEALTH MAGAZINE FOR INDONESIAN HEALTH WORKERS PUBLISHED BY AIDE MDICALE INTERNATIONALE
HM TEAMTIM P2K
Manager Publikasi/ Publication Manager Chlo Forette Editor Kepala/ Editor in chief Anne Broggi Penyunting Medis/ Medical Editor dr. Nurjannah Penerjemah/ Translators Denni Rajagukguk Endrani Sulistyowati Mahdani A. Hamid Dewan Penyunting/ Editing Committee Tim P2K/HM Team Ikonografi/ Iconography Tim P2K/HM Team Tata Letak/ Layout Chlo Forette
5 7
CONTENTSDAFTAR ISI
1 2
EDITORIAL EDITORIAL BERITA NEWS Hari Kesehatan Dunia World Health Day Aceh bebas dari Malaria pada tahun 2015 Aceh free from Malaria by 2015 Flu Babi Swine Influenza Hari Perawat Internasional International Nurse Day PERISTIWA EVENTS Acara Pembukaan PIDA The Opening Ceremony of PIDA LEBIH DEKAT ZOOM Air Minum Dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat Community-Based Water Supply and Environmental Sanitation Eumpang Breuh LAPORAN KHUSUS SPECIAL REPORT Air, Higiene Dan Sanitasi Water, Hygiene and Sanitation PENGANTAR INTRODUCTION Pengembangan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Development of Water and Sanitation Facilities DI TANAH AIR KITA IN OUR COUNTRY Indonesia Sehat 2010 Healthy Indonesia 2010 DARI LAPANGAN FROM THE FIELD Wawancara Yopie Pangkey Interview Yopie Pangkey KESEHATAN MASYARAKAT PUBLIC HEALTH Membangun Air, Sanitasi, Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat di Aceh Building Water, Sanitation, Hygiene and Healthy Lifestyle in Aceh Air Dan Sanitasi: Suatu Joint Venture Water and Sanitation: A Joint Venture KESEHATAN UMUM GENERAL HEALTH Dermatitis Kontak Contact Dermatitis Penyakit Yang Berkaitan Dengan Air Water Related Diseases Program Manajemen Limbah Medis Medical Waste Management Program IBU & ANAK MOTHER & CHILD Kebersihan Kewanitaan pada Kehamilan Feminine Hygiene During Pregnancy PSIKOSOSIAL PSYCHOSOCIAL Air dan Sanitasi : Sebuah Pemenuhan Hak Water and Sanitation: A Right Fulfilment Instruksi Tentang Kebersihan, Sanitasi dan Air di Rumah Sakit Instructions on Hospital Hygiene, Water and Sanitation. Wawancara Perawat Bambang Interview Nurse Bambang LEBIH DALAM IN DEPTH Panduan Praktis untuk Diare Practical Guideline for Diarrhea Pengetahuan, Sikap dan Perilaku terhadap Air, Sanitasi dan Higiene di Aceh Knowledge, Attitudes and Practices on Water, Sanitation and Hygiene in Aceh TAKARIR GLOSSARY
13 14
15 16 21
CONTRIBUTORS KONTRIBUTOR
Hasrati (Staf Penanggung Jawab untuk Peningkatan Kepedulian dan Penyadaran/ Sensitization and Awareness Raising Officer Handicap International) Erlina Marlinda (Fasilitator Komunikasi/ Communication Facilitator, Handicap International) Marthunis Muhammad (Focal Point Pokja AMPL/ AMPL Working Group Focal Point - Bappeda Aceh) Joni Kapluk (Aktor Aceh/ Acehnese actor) Sijawati & Tharuddin (Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi Aceh/ Enviromental Health Department, Provincial Health Office of Aceh) dr. T.H. Makmur Mohd. Zein (Fakultas Kedokteran Syiah Kuala/ Medical Faculty of Syiah Kuala University) Yopie Pangkey (Petugas Sanitasi Air - Pendidikan Hygiene/ Watsan Officer - Hygiene Education, Irish Red Cross) Moris Monson (Delegasi Watsan Kontruksi/ Watsan Construction Delegate, Irish Red Cross) Basilius Kris Cahyanto (Spesialis WASH/ WASH specialist, UNICEF Banda Aceh) Manuela Peters (Proyek Kesehatan Palang Merah Swiss cabang Sigli/ Sigli Health Project Swiss Red Cross) dr. Dina Lidadari (Bagian Kulit Kelamin/ Dermatology Department, Unsyiah RSUZA) dr. Kurnia F. Jamil (Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Penyakit Tropik Infeksi/ Internist Consultant Tropical Infection Diseases, Unsyiah - RSUZA) Yayat Kurniawan (Manajer Teknik Program Kesehatan Lingkungan/ Environmental Health Technical Program Manager, Canadian Red Cross) Katherine Mueller (Delegasi Masyarakat dan Informasi/ Information & Community Outreach Delegate, Canadian Red Cross) Rahmi Wardhani (Bidan/ Midwife, RSU Cut Mutia Lhokseumawe) dr. Nur Fardian (Program Studi Pendidikan Dokter/ Medical Studies Program, Malikussaleh University) Ibu Hasniah (Politeknik Kesehatan Keperawatan Depkes Banda Aceh/ Nursing School Banda Aceh) Bambang Isnur Imanto (Perawat, Puskesmas Kopelma Darussalam/ Nurse Puskesmas Kopelma Darussalam) Sasimar Sangchantr, Riza Adirza, Damaris Monteiro & Soegeng Afriyanto (Tim Kesehatan Masyarakat/ Public Health Team, IOM)
27
42
44
51
62
EDITORIAL EDITORIAL
etiap 8 detik sekali seorang anak meninggal dunia karena air yang terkontaminasi; ada lebih dari 25 bakteri yang terdapat dalam air yang terkontaminasi dan lain-lain. Data ini sangat menakutkan namun inilah realita yang menyedihkan.Air merupakan kebutuhan dasar dan vital, tetapi akses terhadap air yang layak minum masih menjadi isu global sampai saat ini. Setidaknya terdapat 2,6 miliar orang tidak memiliki akses terhadap air leding. Sebagian besar dari mereka bahkan tidak mempunyai jamban dan harus buang air besar di ruang terbuka sehingga dapat mengkontaminasi sungai dan sistem saluran air. Hal ini kemungkinan besar menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang disebarkan melalui air. Terlepas dari pembangunan ekonominya, Indonesia masih merupakan salah satu dari negara berkembang dimana sistem Air, Higiene dan Sanitasinya harus ditingkatkan. Rekonstruksi provinsi Aceh setelah terjadinya Tsunami telah mengarah ke perbaikan yang cukup baik. Namun masih banyak yang harus dilakukan. Penyakit yang disebarkan melalui air umumnya terdeteksi di Puskesmas, banyak anak-anak menderita diare yaitu suatu penyakit yang dapat mengancam jiwa terutama anak-anak yang rentan. Dan bagaimana mengenai Malaria, tipus dan lainlain? Masyarakat harus belajar mengenai langkah-langkah dasar pencegahan penyakit.Anak-anak harus mengetahui bahwa tangan serta gigi harus dibersihkan dengan sabun dan pasta gigi. Banyak penyakit dapat dicegah dengan menerapkan cara ini. Ini adalah masalah edukasi. Karena itu Pembawa Pesan Kesehatan edisi ke-11 ditujukan untuk membahas masalah Air, Higiene dan Sanitasi, disini kami menggaris bawahi peranan penting para petugas kesehatan dalam mentransfer dan membagi informasi mengenai higiene dan kami menyoroti beberapa alat survei yang ada seperti survei pengetahuan, sikap dan perilaku. Lebih dari sekedar sebuah majalah kesehatan, informasi yang disampaikan dalam edisi ini sebaiknya dibagikan juga kepada semua anggota masyarakat. Namun kami sangat yakin, bahwa anda para pembaca, para petugas kesehatan adalah penghubung bagi masyarakat. Jadi, mari kita baca, belajar dan berbagi pengetahuan!
very 8 seconds a child dies because of contaminated water; there are more than 25 pathologies related to contaminated water, etc. These data are frightening but this is a sad reality. Water is a basic and vital need but access to drinkable water is still a global issue. At least 2,6 billion people do not have access to running water. Most of them do not even have toilets and have to defecate in open air, thus, contaminating rivers, air and sewer systems. This is probably the cause of high morbidity and mortality rates. In spite of its economic development, Indonesia is still one of these developing countries where Water, Hygiene and Sanitation need to be improved. The reconstruction of the Aceh province after the Tsunami led to a sharp improvement. But many things remain to be done. Waterborne diseases are commonly detected in the puskesmas, too many children are suffering diarrhea which is a life threatening disease for a child vulnerable organism. And what about Malaria, typhoid, etc? People have to learn about the basic preventive measures. Children must know that hands as well as teeth should be cleaned with soap and toothpaste. Many diseases could be prevented this way. This is a matter of education. For this HM 11 dedicated to Water, Hygiene and Sanitation, we underline the key role of health workers in transmitting and sharing information about hygiene and we highlight some of the numerous tools that exist like the Knowledge, Attitudes and Practices. More than a medical magazine, the information published in this issue should be shared between all citizens. But we truly believe that you, readers, health workers, are the link with the community. So lets read, learn and share the knowledge!
Anne Broggi
NEWS BERITA
Penting untuk diingat: Membangun rumah sakit yang aman dapat menyelamatkan banyak jiwa saat bencana datang.
Good to remember: Developing safe hospitals can save lives when disaster strikes.
2 health messenger
NEWSBERITA
orld Malaria Day 2009 was celebrated on April 25, 2009. PHO with support from UNICEF held a planning meeting in Banda Aceh to prepare a strategic plan to eliminate malaria from Aceh Province by 2015. There were 7,060 cases of positive malaria in 2007. This is still a major challenge for Aceh. The meeting was attended by representatives from districts/cities and multi-sectoral program implementers and stakeholders who work together to develop the strategic plan. The theme of this meeting was Aceh Free from Malaria by 2015. The main focus of the strategic plan includes operational activities, target groups, budget and implementation of evaluation tools based on the national and WHO standards.
ebuah penelitian baru-baru ini oleh Universitas Kobe, Jepang, menemukan bahwa babi-babi di Indonesia tampaknya dapat menularkan sebuah jenis flu baru bagi manusia, jauh lebih berbahaya dibanding jenis yang saat ini sedang merajalela di Meksiko. Para peneliti melakukan penelitian pada lebih dari 400 babi di 4 kota di Indonesia dan menemukan bahwa 50 babi mengandung virus. Sebagaimana babi dapat mengandung virus burung serta virus manusia, para peneliti tersebut mencemaskan bahwa H5N1 dapat merubah dirinya sendiri menjadi bentuk baru berupa virus babi yang dapat ditularkan kepada manusia yang disebut H1N1. Di Indonesia, pengembangbiakan dan penjualan babi dilaksanakan dengan pengawasan steril. Menteri Kesehatan menyatakan bahwa Pemerintah akan menyembelih babi-babi yang terinfeksi oleh virus H1N1. Sejauh ini belum ada kasus yang terdeteksi.
recent research by University of Kobe, Japan, found that Indonesian porks are likely to transmit a new type of influenza to human beings, much more dangerous than the one which is raging in Mexico. They performed a research on more than 400 pigs in 4 States in Indonesia and found out that more than 50 pigs carried the virus. As pork can carry avian virus as well as human virus, they fear that H5N1 transform itself into a new form of swine virus that could be transmitted to human beings called H1N1. In Indonesia, swine breeding and trading are under sanitary surveillance. The Ministry of Health declared the Government will slaughter pigs infected with the virus H1N1. No case has been detected so far.
NEWS BERITA
Hari Perawat Internasional diperingati setiap tanggal 12 Mei dalam rangka mengingat semua kerja dan kontribusi penting perawat terhadap masyarakat.
Ini juga hari yang tepat untuk mengingat tantangan-tantangan yang dihadapi oleh tenaga-tenaga kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia yang tenaga kesehatannya dapat menghadapi banyak keterbatasan-keterbatasan kerja: paparan penyakit menular, peralatan yang terbatas, obat-obatan yang terbatas.
International Nurse Day is celebrated every 12 May in order to remind all the valuable work and contribution nurses make to society.
It is also an appropriate day to consider the challenges faced by health workers in developing countries such as Indonesia where health workers can face a lot of working constraints: exposure to infectious diseases, limited equipment, limited access to medicine.
EVENT PERISTIWA
Pada tanggal 30 April 2009, Handicap International menyelenggarakan pembukaan PIDA. Kesempatan yang sangat baik sekali buat kita untuk mengingat kembali sejarah dan tujuan pusat informasi ini untuk orang-orang cacat. Apa itu PIDA?
PIDA (Pusat Informasi Disable Aceh) merupakan pusat dan sumber informasi untuk orang-orang cacat. PIDA bertujuan untuk memberikan akses terhadap berbagai fasilitas bagi Organisasi Orang-orang Cacat (OOC) dan penyebaran informasi tentang masalah orang-orang cacat kepada semua pihak dalam masyarakat.Organisasi ini juga memfasilitasi hubungan antar pihak yang berkaitan dengan inklusi orang cacat. Fokus utama PIDA adalah untuk membantu Organisasi Orang Cacat (OOC) tetapi juga terbuka untuk semua orangorang cacat dan keluarganya dan bagi orang-orang yang tertarik dengan masalah kecacatan. Ada 3 layanan yan disediakan oleh PIDA yaitu Sumber Daya & Fasilitas, Informasi & Orientasi dan Penyebaran Informasi.
On 30 April 2009, Handicap International celebrated the opening of the PIDA. It is a great opportunity to remind you the history and the goal of this information center for disabled people. What is the PIDA?
The PIDA (Information Center for disabled acehnese people) is a center of resources and information on disability. It aims at providing access to different facilities and tools for Disabled People Organizations (DPOs) and disseminating information on disability amongst all actors in the community. It also facilitates the link between actors regarding the inclusion of people with disability. The main focus of PIDA is to support DPOs but is open for all Persons With Disability (PWDs), their family and any other persons or organization interested in the thematic of disability. The three main services provided by PIDA are: Resources & Facilities, Information & Orientation, and a Dissemination of Information.
EVENT PERISTIWA
rakat dalam proses dan pemilihan kegiatan. Pada awalnya, nama yang digunakan adalah DIRC (Pusat Sumber Informasi Orang Cacat), kemudian Rakan (artinya persahabatan dalam bahasa Aceh). Tetapi nama ini tidak mencerminkan bahwa itu merupakan tempat pusat informasi orang-orang cacat. PIDA diambil sebagai nama terakhir pada bulan Septemer 2007 setelah dipilih oleh panitia kegiatan.
community participation in the process and the selection of activities. At first, the name was Disability Information Resource Center, followed by Rakan (friendship in Bahasa Aceh). But this name was not reflecting that the place was an information center focusing on disability. The Activity Committee selected the final name in September 2007.
Good to remember: People With Disability have the right to accessible information.
Main activities
The main activities developed by the PIDA are: For DPOs: Ease the coordination and collaboration between the different DPOs Facilitate seminars and trainings Ease the access to PIDAs facilities to DPOs Support DPOs in advocating and lobbing local authorities at any level Raise DPOs awareness about their Human Rights and the Convention on the Rights of PWD For PWDs and their families not members of DPOs: Provide PWDs with a general information Promote PWDs right to accessible IT Raise PWDs and their familys awareness on their Human Rights and the Convention on the rights of PWDs Inform PWDs about disability referral directory
Kegiatan Utama
Kegiatan utama yang dikembangkan oleh PIDA adalah: Untuk Organisasi Orang Cacat:
Memudahkan koordinasi dan kerjasama antar Organisasi Orang Cacat Memfasilitai seminar dan pelatihan Memudahkan akses terhadap fasilitas PIDA oleh Organiasi Orang Cacat Membantu orang cacat dalam advokasi dan lobi pada pihak yang berwenang pada berbagai tingkatan Meningkatkan kesadaran orang cacat akan Hak Asasi dan Konvensi Hak Asasi orang cacat
Untuk orang cacat dan keluarganya yang bukan anggota Organiasi Orang Cacat:
Menyediakan informasi umum kepada orang cacat Mempromosikan hak orang cacat untuk mengakses IT Meningkatkan kesadaran orang-orang cacat beserta keluarganya tentang Hak Asasi mereka dan Konvensi Hak Asasi orang cacat Memberikan informasi kepada orang cacat tentang petunjuk rujukan
Available services
Penting untuk diingat: Orang-orang cacat mempunyai hak terhadap informasi yang mudah diakses.
Layanan yang tersedia
Fasilitas yang disediakan oleh PIDA termasuk akses internet, kursus komputer (pengenalan dan menggunakan komputer dengan JAWS, software untuk orang buta) perpustakaan, ruang pertemuan, kursus bahasa Inggris dan bahasa isyarat yang akan diatur pada tahun ini karena adanya permintaan dari para pengguna PIDA.
Facilities provided by the PIDA include internet access, computer courses (introduction and using computer with JAWS, a software for blind people), library, meeting room. English and Sign Language courses will be organized later in the course of the year as it has been requested by the PIDA users.
PIDA HASRATI: Staf penanggung jawab untuk peningkatan kepedulian dan penyadaran / Sensitization and Awareness Raising Officer Jl. Residen Danubroto, Samping Sonic Net, Lamlagang, Banda Aceh Telp: 0651 741 46 77
6 health messenger
Kelompok kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Provinsi Aceh merupakan sebuah wadah koordinasi pembangunan di sektor air minum dan penyehatan lingkungan secara terpadu dan menyeluruh yang berbasis masyarakat guna meraih tujuan pembangunan millennium. The water supply and environmental sanitation (AMPL in bahasa) working group of Aceh Province is a coordinating institution for the construction of integrated community-based water supply and environmental sanitation in order to achieve the Millenium Development Goals (MDGs).
Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasar dalam Informed choice is the basis for demand-responsive approach Pendekatan Tanggap Kebutuhan Pembangunan Berwawasan Lingkungan Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Keberpihakan pada Masyarakat Miskin Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan Akuntabilitas Proses Pembangunan Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator Peran Aktif Masyarakat Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya Enviromentally-based development Health and hygiene behaviour education Poverty focus Active role of women in decision-making Accountability in the development process Government is a facilitator Active community participation Optimal and target-oriented service Application of the cost-recovery principle
8 health messenger
is composed of villages). Based on this reality, the Aceh government should pay more attention on the implementation of this AMPL-BM policy.
Penting untuk diingat: Program Air Minum dan Penyehatan Lingkungan berbasis masyarakat dilakukan didaerah dimana belum tersedianya institusi penyedia akses AMPL.
Good to remember: Water supply and environmental sanitation program is conducted in the areas where there are still not service providers for clean water and sanitation.
EUMPANG BREUH
Tim P2K/ HM team
2008 adalah tahun sanitasi internasional. Pada kesempatan ini, sekelompok LSM yang aktif di Aceh memutuskan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap air dan sanitasi dengan membuat sebuah film: EUMPANG BREUH, karena ini merupakan cara yang inovatif untuk belajar tentang tentang air, hygiene dan sanitasi. Film ini diluncurkan secara resmi pada November 2008. Karena ruang lingkup P2K 11 adalah Watsan dan untuk mencapai lebih banyak masyarakat, AMI bekerjasama dengan IOM, memutuskan untuk mendistribusikan DVD EUMPANG BREUH bersama dengan majalah ini pada fasilitas-fasilitas kesehatan. Anda dapat menemukan keterangan pres dibawah ini yang menjelaskan tujuan film ini dan pernyataan dari aktor lokal yang terkenal, Joni Kapluk.
Joni Kapluk, Yusniar, Haji Umar dan kawan-kawan dari kelompok lawak Eumpang Breuh, mengajak masyarakat Aceh untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam film Empang Breuh edisi spesial bertema air, sanitasi dan higienitas.Kelompok lawak paling terkenal di Aceh ini meluncurkan film di Lapangan Sudirman, Korem 11 Lilawangsa, Lhokseumawe, pada hari Sabtu, 15 Nopember 2008. Film ini merupakan salah satu upaya mendukung kampanye Pemerintah Daerah Propinsi Aceh untuk meningkatkan kepedulian masyarakat Aceh akan perilaku hidup bersih dan sehat dalam mencapai Tujuan Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals/MDGs) 2015. Film ini merupakan kolaborasi dari 14 organisasi internasional, Badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Palang Merah Dunia yang bekerja untuk perbaikan fasilitas air minum & penyehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih & sehat di propinsi Aceh.
2008 was the International Year of Sanitation. On this occasion, a group of NGOs active in Aceh decided to raise people awareness on Water and Sanitation by handling a movie: EUMPANG BREUH, as it is an original way to learn about water, hygiene and sanitation.The movie has been officially launched in November 2008. In the scope of the HM 11 on WatSan and in order to reach further more people, AMI in collaboration with IOM, decided to distribute the DVD of EUMPANG BREUH along with the magazine in the health facilities. You can find below the press release explaining the goals of this movie and a testimony of the famous local actor, Joni Kapluk.
In the Eumpang Breuh special edition movie, themed on water, sanitation and hygiene, Joni Kapluk, Yusniar, Haji Umar and friends from the Eumpang Breuh commedian team, ask the Aceh community to improve hygiene behaviors. The most famous commedian group in Aceh has launched the Film at Sudirman Stadiom, Korem 11 Liliwangsa, Lhokseumawe, on Saturday 15 November 2008. This movie is a part of the efforts to support the government of Aceh Provinces campaign to improve the communitys awareness in good hygiene behaviors, and to achieve the MDG 2015. This film is a collaboration of 14 international organizations in Aceh Province, UN agencies, and Red Cross which worked together to improve access to water, environmental sanitation, as well as hygiene behaviors in Aceh Province.
10 health messenger
Diharapkan film ini dapat memberi informasi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai cara-cara menjaga kebersihan dan kesehatan, membangun fasilitas sanitasi seperti jamban, dan melaksanakan gotong royong untuk menerapkan perilaku hidup bersih yang benar. Dalam film ini, Joni Kapluk dan kawan-kawan menunjukkan bahwa minimnya fasilitas sanitasi seperti toilet dan kebiasaan buang air sembarangan dapat memicu penyebaran penyakit diare yang terutama menjangkiti anak-anak yang rentan terhadap penyakit infeksi. Di bagian lain, para aktor tersebut memperagakan cara mencuci tangan dengan sabun dan memberi berbagai tips untuk membuat dan merawat fasilitas sanitasi di rumah serta tips untuk membuat obat diare dari bahan-bahan yang mudah didapat di dalam rumah.
It is expected that the movie will share some information and increase peoples knowledge on health and hygiene constructing sanitation facilities such as toilets, and making community work to implement good hygiene behaviors. In this movie, Joni Kapluk and friends show that poor sanitation facilities and defecation in open air could trigger the presence of diarrhea especially for children, who are vulnerable to infectious diseases. In another scene, the actor also shows the right procedure to do wash hands with soap and gives several tips to make and to maintain the sanitation facilities at home, and to create medicine for diarrhea from local ingredients within the house and its environment.
Kegiatan Peluncuran Film WASH di Lhokseumawe dan kotakota lain di Aceh dilakukan sekaligus untuk mendukung pelaksanaan Hari Cuci Tangan Sedunia pada tanggal 15 Oktober 2008, yang didukung penuh oleh pemerintah provinsi Aceh dan 14 organizasi internasional tersebut. Di dalam event ini, terdapat beberapa acara lain yang dilakukan, antara lain demonstrasi cuci tangan pakai sabun, kompetisi, kuis dan lomba mewarnai, yang diikuti oleh anak-anak dan orang tua mereka. Tahun 2008 telah ditetapkan sebagai Tahun Sanitasi Internasional, untuk mempercepat kemajuan pencapaian target MDGs 2015, yaitu untuk mengurangi setengah dari populasi penduduk dunia yang tidak terjangkau akses ke sanitasi yang baik. Ke-14 organisasi yang telah bekerjasama dalam produksi film ini adalah IOM, UNICEF, the Mentor Initiative, Care International, Palang Merah Indonesia, IFRC, Palang Merah Amerika, Palang Merah Australia, Palang Merah Canada, Palang Merah Irlandia,, Palang Merah Norwegias, Palang Merah Spanyol, Save the Children dan Kelompok Kerja AMPL Provinsi Aceh.
The launching of WASH movie in Lhokseumawe and other cities in Aceh, was done to support the Global Hand Washing Day on 15 October 2008, supported by the Government and 14 international organizations in Aceh Province. During this event, several activities have been done, such as demonstration of handwashing with soap, competition, quiz, and coloring competition, participated by children and their parents. The year 2008 has been declared the International Year of Sanitation, to accelarate the progress toward MDGs 2015, to reduce the number of people without water supply and improved sanitation facilities. The 14 organizations who worked together in the movie production are: IOM, UNICEF, the Mentor Initiative, Care International, Indonesian Red Cross, IFRC, American Red Cross, Australian Red Cross, Canadian Red Cross, Irish Red Cross, Norwegian Red Cross, Spanish Red Cross, Save the Children and Water & Environmental Sanitation Working Groups in Aceh Province.
Tim HM mendapat kesempatan untuk mewawancarai Abdul Hadi (sebagai Joni Kapluk dalam Eumpang Breuh) via telepon mengenai film ini. Beliau mengatakan bahwa film ini berbeda dengan fillm-film komersial mereka lainnya karena idenya itu berasal dari LSM dan mereka bekerja sama untuk membuat film yang tidak hanya menarik untuk ditonton tetapi juga menyebarkan pesan-pesan kesehatan. Joni Kapluk juga mengakui bahwa dengan membuat film ini telah meningkatkan pengetahuannya akan air, hygiene dan sanitasi. Mereka memutuskan untuk membuat film ini karena mereka percaya bahwa meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang WatSan adalah sangat penting karena berhubungan erat dengan kesehatan. HM team had the opportunity to interview Abdul Hadi (as Joni Kapluk in Eumpang Breuh). He said that this film is different from their usual and commercial movies because the idea of this film is to target the whole community. It is a common project between NGOs which work together to produce it in order to entertain people but also to promote hygiene practises and health messages. He also admitted that by making this film, he has improved his knowledge on water, hygiene and sanitation. All the actors agreed to make this film because they believe that it is important to improve communitys knowledge towards WatSan which is closely related to health.
12 health messenger
INTRODUCTION PENGANTAR
Penduduk pedesaan dan pinggiran perkotaan di Indonesia pada umumnya memiliki derajat kesehatan yang rendah.Penyakit utama yang menyerang adalah penyakit yang berkaitan dengan air dan sanitasi, misalnya diare, cacingan, penyakit kulit dan mata, serta malaria.
Kelompok yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit tersebut adalah anak-anak dan penduduk lanjut usia. Prevalensi diare digunakan sebagai indikator yang mewakili penyakit yang berkaitan langsung dengan air dan sanitasi. Hasil survey dari National Demographic and Health Surveys (NDHS), menggambarkan terjadinya peningkatan prevalensi diare cukup signifikan pada balita dari tahun 1993 sebanyak 11% meningkat menjadi 12.1% pada tahun 2003. Kondisi di atas terutama disebabkan oleh rendahnya akses terhadap air minum dan sanitasi dan rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat. Cakupan air minum untuk provinsi Aceh tahun 2007 sebanyak 52% sedangkan cakupan air bersih dan sanitasi sebesar 51%. Ini menggambarkan bahwa kondisi masyarakat untuk mendapatkan air bersih masih rendah. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, Dinkes provinsi Aceh melalui dana bantuan ADB melaksanakan program penyehatan air dan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dilakukan di 5 Kabupaten yaitu: Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Nagan Raya dan Aceh Jaya dengan target 325 desa. Program ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah di pedesaan dan pinggiran perkotaan dengan pendekatan berbasis masyarakat melalui: penyediaan air minum yang berkualitas dan sarana sanitasi yang lebih memadai
Generally, rural and suburban people in Indonesia have a low level of health. Main detected diseases are water and sanitationrelated diseases such as diarrhea, worms, skin and eye diseases as well as malaria.
The most vulnerable groups prone to these diseases are children and the elderly. Diarrhea prevalence is an indicator representing diseases that are directly related with water and sanitation. The result of National Demographic and Health Surveys (NDHS) indicates that the increase of diarrhea prevalence in children under five was quite significant: from 11% in 1993 to 12.1% in 2003. This condition is mainly due to the lack of access to drinking water, sanitation and poor clean and healthy lifestyle. In 2007 in the Aceh province, only 52% of the population could access to drinking water and 51% could access to clean water and sanitation. This shows that the condition of people in getting clean water is still low. Given this reality, Health Service of Aceh province has launched a program of healthy water and environment through community empowerment (funded by the Asian Development Bank). This program is conducted in 5 districts: Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Nagan Raya and Aceh Jaya districts and targeting 325 villages. This program aims at improving the level of health and quality of life of people with low income in rural areas and suburbs with a community-based approach through: the provision of quality drinking water and sufficient sanitation facilities
14 health messenger
INTRODUCTION PENGANTAR
perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat dan pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan Pelaksanaan program harus bertindak dengan berpedoman pada prinsip-prinsip partisipasi masyarakat, transparansi, sensitif terhadap gender dan kemiskinan, desentralisasi dan berkelanjutan.
Tabel 1. Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Melalui Pemberdayaan Masyarakat di 5 Kabupaten tahun 2009 Table 1. Development of Clean Water and Sanitation Facilities through Community Empowerment in 5 districts in 2009 Kabupaten/SAB + Sanitasi Aceh Aceh Nagan Bireuen Pidie Total District / Clean Water+ Sanitation Utara Jaya Raya Facilities Perpipaan (Km) 38 21 54 42 5 160 Piping (Km) Hidran Umum 66 1 27 53 92 239 Public Hydrant Kran Umum 79 78 192 11 69 429 Public Tap Sumur Gali 1.139 936 353 262 810 3.500 Well Sumur Bor 5 24 19 48 Artesian well PAH Jamban di sekolah Latrines at schools Jamban di Masyarakat Latrines in the community 93 73 60 6 56 12 38 5 12 29 3 93 125 169
the improvement of clean and healthy lifestyle and environment-related diseases prevention The implementation of this program should be done in accordance with community participation principles, transparency, sensitiveness to gender and poverty, decentralization and sustainability.
The progress of physical development of clean WatSan facilities in February 2009 in the 5 targeted districts can be seen in Table 1. It is very effective in Aceh province to improve access to clean water and sanitation through community empowerment because the community contribution in planning and implementing the program can raise the community sense of ownership as they have to keep and maintain the facilities for a better future.
Good to remember: Development of clean water and sanitation should be through a community based approach.
Perkembangan pembangunan fisik Sarana Air Bersih dan Sanitasi hingga Februari 2009 di 5 kabupaten diatas dapat dilihat pada tabel 1. Peningkatan sarana air bersih dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat sangat efektif untuk di laksanakan di Provinsi Aceh, karena kontribusi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program membuat masyarakat merasa memiliki sehingga timbul rasa ingin menjaga dan memelihara sarana tersebut untuk selanjutnya.
Penting untuk diingat: Pengembangan sarana air bersih dan sanitasi harus berbasis masyarakat.
Pembangunan kesehatan bertujuan antara lain untuk tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap warganegara, sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Keadaan masyarakat saat ini belum semuanya memenuhi persyaratan. Penyebab penyakit menular belum semuanya dapat diatasi,dipihak lain penyakit tidak menular juga semakin meningkat. Penyakit menular umumnya berkaitan dengan rendahnya hygiene dan sanitasi masyarakat, air minum dan jamban keluarga yang belum memenuhi syarat kesehatan. Menurut UU No. 23 Tahun 1992,kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam upaya tetap sehat, maka banyak faktor yang harus diperhatikan. Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor (H.L Blum, 1974), yaitu : faktor lingkungan, faktor sarana pelayanan kesehatan, faktor perilaku dan genetik. Faktor lingkungan memberikan pengaruh terbesar terhadap status kesehatan dimana ekosistem ikut berperan.
One of the goals of the health development aims at achieving healthy living capacity for all citizens, thus the optimal level of health could be obtained.
The communitys conditions of life do not all fulfill healthy conditions. The causes of infectious diseases cannot be entirely overcome, and on the other hand, the non-infectious diseases are increasingly growing. In general, the infectious diseases are related to the low-level of hygiene and sanitation of the community, drinking water and latrines which do not match the health standard. According to the law No. 23 of the year 1992, health is a prosperous state of physical, mental and social well being that enables a person to live productively in social and economic terms. In the effort to remain healthy, many factors have to be considered. Communitys health is influenced by 4 factors (H.L Blum, 1974): environmental factors, health services factor, behavior and genetic factors. The environmental factors have the biggest influence on the health status as the ecosystem plays an important role. Now, the development of health is focusing on the paradigm of Healthy Indonesia 2010. To reach this goal, people are expected to be proactive to keep and increase the level of health, to prevent the risk and protecting themselves from the threats of illnesses as
Penting untuk diingat: Indonesia Sehat 2010 bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang sehat dan lingkungan yang berwawasan kesehatan.
Pembangunan kesehatan sekarang berorientasi pada paradigma sehat tahun 2010. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Sedangkan lingkungan yang diharapkan adalah
Good to remember: Healthy Indonesia 2010 aims at up-bringing the healthy and environmental behaviors of the community that have health impacts.
16 health messenger
Parameter kesehatan yag harus dicapai pada Indonesia Sehat 2010 Health parameters to be achieved for Healthy Indonesia 2010
No Parameter/Parameters Indikator Indicators
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Umur harapan hidup (tahun)/Life expectancy rate at birth (years) Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup/Infant mortality rate per 1000 births Angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup (kematian anak dibawah 5 tahun) Child mortality rate per 1000 births (probability of dying under 5 year old) Angka kematian akibat penumonia per 1000 anak/Pneumonia mortality rate per 1000 children Angka kematian balita akibat diare per 1000 anak/Diarrhea mortality rate per 1000 children under 5 years old Angka kematian ibu per 1000 kelahiran hidup/Maternal mortality rate per 100,000 life births Angka penyakit dengue per 100.000 penduduk/Dengue disease rate per 100,000 inhabitants Angka penyakit kusta (malaria) per 100.000 penduduk/Leprosy (malaria) disease rate per 1000 inhabitants Angka kesembuhan tuberkulosis per 1000 penduduk/Tuberculosis recovery rate per 1000 inhabitants Angka HIV/AIDS (%) per kelompok resiko tinggi/HIV/AIDS rate (%) per high risk groups
yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.1 Indonesia sehat 2010 ini ditentukan oleh pencapaian pembangunan kesehatan setiap propinsi dan kabupaten. Setiap propinsi harus mengadopsi indikator yang digunakan untuk menilai Indonesia Sehat 2010 sesuai dengan keadaan lingkungan daerah masing-masing. Pencapaian target-target ini dipantau setiap tahun dan dievaluasi pada tahun 2010 nanti. Program ini bukan milik departemen kesehatan semata, akan tetapi milik semua bangsa Indonesia. Untuk mencapai target ini diperlukan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak terutama masyarakat luas. Ditambah lagi, ini menyangkut lingkungan dan perilaku sehat yang memerlukan kesadaran dari masyarakat untuk berubah kearah yang lebih baik. Untuk itu, karena tahun 2010 sudah didepan mata, marilah sama-sama kita wujudkan tujuan ini dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai Indonesia Sehat 2010.
well as actively participating in community health movements. Whereas the expected environment is the conducive environment in order to attain the healthy situation of pollution-free, the availability of clean water, adequate environmental sanitation, housing and healthy infrastructures, regional plans that have healthy concept as well as the realization of the help each other community by keeping the values of the culture.1 Healthy Indonesia 2010 is determined by the achievement of health development in each province and each district. Every province has to adopt the indicators used in order to match the principles of Healthy Indonesia 2010 according to the state of the regional environment. The achievement of these targets will be monitored every year and will be evaluated later in the year 2010. This program does not belongs to the department of health only but also belong to the whole population of Indonesia. In order to reach this, the commitment and cooperation from various sectors especially from the community is required. In addition, it is related with the environment and healthy behaviour which need the community awareness to be better in the future. In fact, the deadline of 2010 is already very close, let us together implement these purposes in the everydays life to achieve Healthy Indonesia 2010.
WAWANCARA INTERVIEW
YOPIE PANGKEY
PETUGAS SANITASI AIR-PENDIDIKAN HYGIENE - PALANG MERAH IRLANDIA WATSAN OFFICER - HYGIENE EDUCATION - IRISH RED CROSS
Air dan Sanitasi sangat berhubungan erat dengan kebersihan dan kesehatan. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kebersihan, hal tersebut perlu sekali untuk dipromosikan dan diajarkan. Tim P2K bertemu dengan Yopie Pangkey, salah seorang petugas Watsan Palang Merah Irlandia yang bertanggung jawab untuk pendidikan kebersihan dalam masyarakat dan sekolah.
Palang Merah Irlandia memulai Program Promosi Kebersihannya setelah tsunami di barak-barak sementara. Yopie telah bekerja dengan IRC sejak tahun 2006. Sebagai pendidik kebersihan, saat ini dia bekerja dengan anggota masyarakat, pihak yang berwenang dari sekolah dan pelajar. Sekolah sasarannya adalah: SMP 4 & 9; SMA 7 dan SMP 13. Ada juga 4 desa operasional (Deah Mamplam, Labuy, Lampineung dan Lheut) yang mewakili lebih dari 5500 penerima manfaat proyek.
Water and Sanitation is deeply linked to hygiene and health. In order to increase people knowledge on hygiene, it needs to be promoted and taught. HM Team met Yopie Pangkey, one of the Irish Red Cross WatSan Officer who is responsible for Hygiene Education in communities and schools.
The Irish Red Cross started the Hygiene Promotion Program after the tsunami in temporary shelters. Yopie has been working with IRC since 2006. As a hygiene educator, he currently works with community members, school authorities and students. The three targeted schools are: SMP 4 & 9; SMA 7 and SMP 13. There are also four operational villages (Deah Mamplam, Labuy, Lampineung and Lheut) which represent more than 5500 project beneficiaries.
HM: Apa tanggung jawab utama anda? YP: Tugas saya adalah untuk memberikan pelatihan kepada
masyarakat untuk meningkatkan tingkat pengetahuan tetapi juga untuk mengurangi angka diare, melalui pencegahan dan pendidikan masyarakat dan anak-anak sekolah.
HM: What is your main responsibility? YP: My task is to provide the community with training
to increase the level of knowledge but also to reduce the incidence of diarrhea, through the prevention and the education of the communities and schooled children. or the school send their request. We assess their proposal, evaluate their needs through a knowledge, attitude and practices (KAP) survey which is a baseline to establish their level of knowledge: what do they know, they do not know about health, hygiene and sanitation? Then, I identify the community key members: the persons who are motivated to attend training and complete activities on a voluntary basis (can be a difficulty or a constraint). Once selected, they attend my training during more or less one week (depending on their needs). I use a lot of communication tools
HM: Bagaimana cara kerjanya? YP: Pertama-tama, masyarakat atau sekolah mengirimkan
permintaan mereka. Kami mempelajari proposal mereka; mengevaluasi kebutuhan mereka melalui survey KAP (Pengetahuan, Sikap dan Perilaku) yang menjadi dasar untuk mengetahui tingkat pengetahuan mereka: apa yang mereka yang ketahui dan apa yang mereka tidak ketahui tentang kesehatan, kebersihan dan sanitasi? Kemudian saya mencari anggota masyarakat yang penting yaitu orang-orang yang tertarik untuk mengikuti pelatihan dan kegiatan secara penuh secara sukarela (bisa saja menjadi kesulitan atau keterbatasan). Ketika terpilih, mereka mengikuti pelatihan saya selama lebih atau kurang satu minggu (tergan-
18 health messenger
1 2 3
Survey dasar sekolah: melalui partcipatory needs assessment yang melibatkan pelajar, guru, orang tua dan anggota masyarakat / Baseline survey of the school: participatory needs assessment involving students, teachers, parents and community members. Kesadaran sekolah/ IEC: tentang Suplai Air ke Sekolah, Sanitasi dan Kebersihan dan mencari partisipasi / School awareness / IEC: about School Water Supply, Sanitation and Hygiene and seeking participation. Motivasi dari anggota komite sekolah, pelajar dan masyarakat umum untuk memperbaiki lingkungan sekolah dengan pembangunan pagar, penanaman pohon dan menjaga fasilitas sanitasi dengan tepat dengan konstribusi mereka sendiri / Motivation of the school committee members, students and the public to improve the school environment with fencing, planting trees and maintaining the sanitary block properly with their own contribution. Organisasi kampanye di desa melalui sekolah untuk pemakaian air, kebersihan kakus, tempat sampah, lubang air area, bebas rokok, tangki penyimpanan air dan perlengkapan kebersihan dalam rumah tangga sebagai suatu paket / Organization of a campaign in the village through the school for adoption of water points, sanitary latrines, garbage pit, soakage pit, non smoking area, water storage tank and other sanitary provisions in the household as a package. Pelatihan dan orientasi masyarakat dan kelompok orang tua seperti Komite Manajemen dan Promotor Kebersihan Masyarakat / Training and orientation of community and parent groups such as Management Committees, Community Hygiene Promoters. Pembentukan klub kesehatan sekolah untuk membahas, bertanggung jawab dan ikut serta dalam penyediaan air dan fasilitas sanitasi di sekolah-sekolah dan juga menjaganya / Formation of school health clubs to discuss, take responsibility and participate in making provision of water and sanitation facilities in the schools as well as to maintain these facilities. Kesehatan dan Kegiatan Pendidikan Kebersihan untuk anak-anak sekolah tentang penggunaan air dan jamban, mencuci tangan, cara membuang sampah yang benar, memakai alas kaki, pengawasan air dan makanan / Health and Hygiene Education Activities among school children on use of water and toilets hand washing, safe disposal of waste, use of footwear, water and food handling.
(posters, leaflets) and deliver them important messages and pedagogical tools. Among the community members we are looking for health workers as they already know the basics of health and hygiene. They can be good communicators as they may have the habit of this kind of training. The training method also depends on the community itself. In a school for example, I will use a CHAST method more adapted to children. After this training, I make sure they have a sufficient level of knowledge to spread hygiene messages and conduct health promotion activities in the whole community. The impacts and the efficiency of the group will be monitored, but according to my experience, one PHAST training is not enough. Changing the attitude of a community is a long process. For the monitoring we do another periodic KAP survey. It is our main measuring tool.
4 5 6
tung kebutuhan mereka). Saya menggunakan banyak sekali alat komunikasi (poster, selebaran...) dan mengajarkan mereka pesan-pesan penting dan metode-metode pengajaran. Diantara anggota masyarakat kami mencari petugas kesehatan karena mereka telah mengetahui dasar-dasar ilmu kesehatan dan kebersihan. Mereka bisa menjadi komunikator yang baik karena mereka barangkali telah mempunyai kebiasaan pelatihan semacam ini. Metoda pelatihan juga tergantung pada masyarakat itu sendiri. Di sekolah sebagai contoh, saya akan menggunakan metoda CHAST yang lebih diadaptasikan untuk anak-anak. Setelah pelatihan ini, saya meyakinkan bahwa mereka memunyai tingkat pendidikan yang mencukupi untuk menyebarkan pesan kebersihan dan melakukan kegiatan promosi kesehatan untuk seluruh masyarakat. Pengaruh dan efesiensi kelompok tersebut akan dipantau, tetapi sesuai dengan pengalaman saya, satu kali pelatihan PHAST tidak mencukupi. Merubah kebisaan masyarakat merupakan proses yang panjang. Untuk pemantauan kita melakukan survey KAP berkala lainnya. Itu merupakan alat ukur utama kami.
HM: Apa gambaran kelompok yang bekerja sama dengan anda? YP: Saya bekerja dengan semua gender, tetap saya harus
mengakui bahwa perempuan lebih mudah menerima.
HM: Apakah program ini berhasil? YP: ya, ini berhasil karena di dalam masyarakat saya bekerja,
HM: What is the profile of the groups you work with? YP: I work with all gender, but I must admit that women are more receptive.
pembawa pesan kesehatan 19
Penting untuk diingat: Petugas kesehatan harus menyampaikan pesan-pesan promosi kebersihan. Mereka adalah anggota masyarakat yang penting. Good to remember: Health workers should communicate hygiene promotion messages. They are key community members.
tidak ada wabah diare. Lebih lanjut, berbicara dengan masyarakat tentang kesehatan, mereka mengetahui arti dari pencegahan diare dan kadang-kadang mereka akan menceritakan kepada anda bahwa mereka membutuhkan lebih banyak dukungan. Mereka ingin sekali untuk belajar lebih lanjut dan menjadi penyebar tentang perilaku kebersihan yang baik.
HM: What are the main changes since 2006? YP: We work closely with INGOs and local NGOs.
Many of them have built facilities, latrines, water distribution system, shallow wells. Thanks to the training and patience, now they use it the right way.
HM: Your goals and expectations? YP: Many things remain to be done but my personal
and professional expectations are: - Improved access to safe drinking water and improved sanitation in the next twenty years. - Mitigation of water borne diseases - Community empowerment through capacity building such as trainings and support with tools - Handing over and exit with effective communication systems in place of problem identification and solutions.
HM: Apa perubahan utama sejak tahun 2006? YP: Kita bekerja erat sekali dengan LSM internasional dan
LSM lokal. Kebanyakan dari mereka telah membangun fasilitas, jamban,sistem distribusi air,sumur dangkal.Terima kasih untuk pelatihan dan kesabarannya, sekarang mereka menggunakan fasilitas ini dengan cara yang benar.
HM: Tujuan dan pengharapan anda? YP: Banyak hal yang masih harus dilakukan
tetapi harapan pribadi dan profesional saya adalah: -Peningkatan akses terhadap air minum yang aman dan peningkatan sanitasi dalam dua puluh tahun mendatang -Penurunan angka kejadian penyakit yang disebarkan melalui air -Memperdayakan masyarakat melalui peningkatan kemampuan seperti pelatihan dan bantuan alat-alat -Komunikasi efektif akan dilakukan untuk mencari jalan keluar dan solusinya bila ditemukan adanya masalah.
Terimakasih kepada Moris Monson (Delegasi Watsan/Kontruksi) atas bantuannya dalam wawancara/ Thanks to Moris Monson (Watsan / Construction delegate) for his help in handling the interview.
20 health messenger
Air yang layak, sanitasi yang baik serta perilaku hidup bersih dan sehat adalah kunci penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan anak-anak.
WHO menyebutkan bahwa 17% kematian anak balita di seluruh dunia pada umumnya disebabkan oleh diare. Di Indonesia, dari 161.000 kematian anak balita pada tahun 2005, 18% diantaranya disebabkan oleh diare. Menurut data Dinkes Aceh, pada tahun 2006 saja ditemukan sekitar 62.091 kasus diare di Puskesmas di seluruh propinsi Aceh, dan merupakan penyakit umum kedua yang menyerang masyarakat Aceh setelah influenza (178,286 kasus baru). Dalam kurun waktu 1990 - 2004, diperkirakan sekitar 2.6 milyar orang, termasuk 980 juta anak-anak dibawah usia 18 tahun masih membutuhkan akses ke sanitasi yang baik, meskipun lebih dari 1.2 milyar telah memiliki akses ke sanitasi yang baik. Di Indonesia, sampai dengan tahun 2004, hanya 55% orang Indonesia yang terjangkau oleh fasilitas sanitasi yang baik. dan angka ini tidak memadai untuk mencapai target Millennium Development Goals (MDGs/Tujuan Pembangunan Millennium) pada tahun 2015, yaitu mengurangi setengah dari populasi penduduk yang tidak terjangkau akses ke sanitasi yang baik pada tahun 2015. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa hanya 60.38% dari kepala keluarga di Indonesia yang memiliki sarana pengelolaan sampah skala rumah tangga,40.67% dari rumah tangga tidak memiliki sarana tangki septik dan 77.2% keluarga mendapatkan sumber air selain PDAM, yang kurang terjamin kelayakannya sebagai air minum.
Clean water, good sanitation as well as hygiene and healthy lifestyle are important keys for life sustainability and childrens growth.
WHO mentioned that 17% of children under fives mortality all over the world is commonly caused by diarrhea. In Indonesia, out of 161,000 children under five died in 2005, 18% are due to diarrhea. According to the data from Provincial Health Office (PHO) of Aceh, in 2006 alone 62,091 diarrhea cases were found in all Puskesmas all over Aceh Province, and it is the second most common disease affecting people of Aceh after influenza (178,286 new cases). Between 1990 and 2004, it was estimated that 2.6 billion people, including 980 million of children aged under 18 still needed access to good sanitation, even though more than 1.2 billion people already have access to good sanitation. In Indonesia, until 2004 there were only 55% of the population who were able to access good sanitation, and this data is far from reaching the target of MDGs (Millenium Development Goals) in 2015, which is to halve the population who cannot access to good sanitation by 2015. In 2006, data from Bureau of Satistics (BPS) showed that only 60 % of households in Indonesia had facilities for waste management, 41% do not have septic tank, and 77% get water from another source than PDAM, whose quality as drinking water could not be guaranteed.
In Aceh Province, approximately 67% of the population get water from digging well, and only 19% get water from the urban running water service. Other research mentioned that 68.5% of the population have toilet facilities at home, but only 38% of population have good home sewerage system. One of the main key to achieve the MDGs is to improve hygiene and healthy lifestyle, by hand washing with soap, not littering stop defecating in inappropriate places and have good waste management.
Di Provinsi Aceh, kurang lebih 67.24% dari penduduk mendapatkan air minum dari Sumur Gali, dan hanya 19.41% yang mendapatkan air dari pelayanan perpipaan kota. Laporan lain menunjukkan bahwa 68.54% penduduk telah mempunyai fasilitas jamban di rumahnya, dan hanya 38.36% penduduk yang memiliki tempat pengolahan air limbah dalam skala rumah tangga. Salah satu kunci utama untuk mencapai target pembangunan MDG adalah dengan memperbaiki atau meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, antara lain mencuci tangan pakai sabun, menghentikan praktek BAB sembarangan, membuang sampah pada tempatnya dan mengelola sampah/limbah dengan baik.
Research conducted by UNICEF showed that hygiene and healthy lifestyle are important keys for childrens growth and health. It starts with always washing hands with soap. Hand washing with soap is proven to reduce by 44% the risk of diarrhea in children. The importance of hand washing with soap: Hand washing with water only is not enough Hand washing with soap could prevent diseases that can cause millions of children deaths every year Critical time for hand washing with soap is: before eating, before feeding babies/toddlers, after defecating, after touching animals and after outdoor activities Hand washing with soap is the most cost-effective healthy intervention Promoting hand washing with soap needs a social marketing approach focus on the target/actor and the motivation of each individual to do hand washing with soap
22 health messenger
Cuci Tangan Pakai Sabun adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling cost-effective Untuk meningkatkan Cuci Tangan Pakai Sabun memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang terfokus pada si pencuci tangan dan motivasi masingmasing yang mendorongnya untuk Cuci Tangan Pakai Sabun
Air yang aman, sanitasi yang baik serta perilaku hidup bersih dan sehat akan mencegah penularan penyakit infeksi, terutama yang mudah menyerang anak-anak seperti diare Perbaikan terhadap kondisi fasilitas air dan sanitasi yang baik akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan angka kemiskinan, karena mengurangi resiko terkena penyakit sehingga mengurangi biaya pengobatan, meningkatkan produktivitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi Air & sanitasi yang baik, didukung dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) akan mendorong perkembangan sosial. Sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas air bersih dan sanitasi yang baik akan mendorong anak-anak untuk lebih rajin ke sekolah Ketersedian air dan fasilitas sanitasi yang layak membantu menjaga kualitas lingkungan dan menjamin ketersediaan sumber daya alam dalam waktu yang panjang
Safe water and sanitation, hygiene and healthy lifestyle will support the social development. Schools equipped with clean water and good sanitation will be a motivation for children to go to school Water supply and good sanitation will support the quality of the environment and keep the natural resources in long term period
Palang Merah Swiss (SRC), bekerja sama dengan Depkes, PMI, sektor swasta dan masyarakat di Desa Siaga untuk meningkatkan fasilitas air dan sanitasi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap air dan sanitasi untuk merespon kebutuhan kesehatan ibu dan anak.
Program Kesehatan SRC,yang didanai oleh Swiss Solidarity, berusaha meningkatkan fasilitas Air dan Sanitasi di 15 desa di Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya dengan cara bekerja sama secara erat dengan kelompok masyarakat dan juga berkoordinasi dengan Palang Merah Indonesia (PMI), Departemen Kesehatan serta sektor swasta. Kegiatan peningkatan Air dan Sanitasi ini merupakan bagian dari kegiatan program kesehatan ibu dan anak. Sementara klinik kesehatan ibu di desa dengan fasilitas ruang melahirkan dibangun di masyarakat yang sebagian besar terkena dampak konflik dan bidan desa dilatih mengenai metode asuhan persalinan normal dan manajemen terpadu balita sakit, masyarakat juga digerakkan untuk membentuk panitia Desa Siaga yang digalakkan oleh Departemen Kesehatan untuk merespon kebutuhan kesehatan ibu dan anak. Jaminan akses terhadap Air dan Sanitasi (konsumsi air yang layak diminum) merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan masyarakat dan terutama bagi kesehatan ibu dan anak.Wanita hamil perlu banyak minum air yang layak untuk menjamin cairan ibu dan janin dapat berganti secara terus menerus, sama halnya dengan ibu-ibu yang menyusui juga
The Swiss Red Cross (SRC), in collaboration with MoH, PMI, private sector and community in Desa Siaga, works to improve watsan facilities and enhance communitys knowledge towards watsan in order to respond maternal and childrens health need.
The SRC health project, funded by Swiss Solidarity, is enhancing WatSan in 15 communities in Pidie and Pidie Jaya Districts by working closely with the communities and in coordination with the Indonesian Red Cross (PMI), the Ministry of Health (MOH) and the private sector. The WatSan activities are integrated to the Maternal and Child Healthproject activities. While village maternal health clinics with delivery rooms are constructed in the largely conflict affected communities and village midwives are trained in improved delivery methods and integrated management of childhood illnesses, communities are mobilized to establish Desa Siaga (Alert Villages) committees promoted by the MOH to respond to maternal and child health needs. Ensuring enhanced WatSan access (consumption of drinkable water) is essential for community health and in particular for maternal and child health. Pregnant women need to drink plenty of drinkable water to ensure that fetal-maternal fluids are continuously exchanged, as do breast-feeding women to ensure milk production. Moreover, infants and children
24 health messenger
perlu banyak minum untuk menjamin produksi air susu ibu. Demikian pula, bayi dan anak-anak yang menderita diare harus dianjurkan untuk minum oralit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
that have diarrhea must be encouraged to replace lost fluids ideally by drinking ORS.
Penting untuk diingat: Komite Desa Siaga bertujuan untuk merespon kebutuhan-kebutuhan kesehatan ibu dan anak.
Untuk mendorong respon masyarakat terhadap kebutuhan Air dan Sanitasi, maka program-program kesehatan disiarkan melalui radio, masalah kebersihan dipromosikan di sekolahsekolah oleh para relawan PMI dan promosi kebersihan kepada penduduk dilaksanakan oleh anggota Desa Siaga. Pelatihan anggota Desa Siaga terdiri dari:
Bagaimana mempersiapkan air yang layak minum dan oralit Bagaimana mencegah penularan penyakit-penyakit yang disebarkan melalui air dengan cara berperilaku hidup bersih baik individual maupun keluarga Bagaimana membangun jamban keluarga
Good to remember: Alert village committee aims at responding maternal and childrens health needs.
To enhance the communities response to WatSan needs, health programs are broadcasted on radio, hygiene is promoted at schools by PMI volunteers and household hygiene promotions are conducted by trained Desa Siaga members. Trainings of the Desa Siaga members consist of: How to prepare drinkable water and ORS How to avoid waterborne diseases through personal and household hygiene practices How to construct household latrines Personal hygiene and the correct use of latrines are essential to break the faecal-oral route of infections causing diarrhea and other diseases that affect infants and children particularly. The key messages are laminated on colorful, easyto-read sheets and distributed to each household containing the information of how to build latrines, how to maintain wells, etc.
Kebersihan pribadi dan penggunaan jamban yang benar adalah hal yang sangat penting untuk memutuskan rantai penularan faecal-oral yang dapat menyebabkan diare dan penyakit-penyakit lainnya terutama yang menyerang bayi dan anak-anak. Pesan-pesan kunci yang berisi informasi:
bagaimana cara membangun jamban, bagaimana merawat sumur dan informasi lainnya dilaminating pada kertas berwarna yang mudah dibaca dan disebarluaskan pada setiap keluarga.
26 health messenger
DERMATITIS
Contact dermatitis is a non-infectious inflammation of the skin caused by a skin exposure to an external substance (not by inhalation or oral). Among various dermatitis, contact dermatitis is the second most common skin disease and is mostly experienced by people using unclean water. Definition
There are 2 types of contact dermatitis: Irritant contact dermatitis: skin inflammation due to direct contact with the irritant substance Allergic contact dermatitis: skin inflammation due to direct contact with the allergen substance Various allergen substances such as pollen, bird feces etc, can be found in the water resources. Similarly, the substances causing irritant contact dermatitis such as chemical substances used by industry and household may contaminate water sources.
dr. Dina Lidadari, Sp.KK - Bagian Kulit & Kelamin RSUZA/Unsyah/Dermatology Department of RSUZA/Unsyiah
Berbagai macam bahan allergen,serbuk bunga,kotoran unggas dan lain-lain bisa terdapat di sumber air. Demikian juga bahan-bahan yang dapat menyebabkan timbulnya dermatitis kontak iritan seperti bahan-bahan kimia terutama yang di pakai di lingkungan rumah tangga dan industri dapat mencemari sumber air.
infeksi sekunder. Pada dermatitis kontak iritan, umumnya bersifat kronis. Gejala umumnya kulit yang mengering yang menimbulkan rasa perih.Tampak makula eritematus dengan skuama-skuama, atau bila lebih berat akan terlihat fisurefisure. Selanjutnya bila tetap terpapar dengan penyebab, terjadi erosi bahkan bisa terjadi vesikel dan pustule. Kalau sampai pada tahap ini akan susah membedakan antara dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergika.
are dried off skin which causing pain. We may find macular erythema with squama, or for more acute cases we may find fissures. If there is a continuous contact with the causal factor, erosion of the skin will occur even with vesicles and pustules. Until this stage it is difficult to differentiate the irritant contact dermatitis from the allergic contact dermatitis.
Etiopathogenesis Etiopatogenesis
Dermatitis kontak iritan terjadi akibat kulit terpapar dengan bahan iritan kuat yang menyebabkan sel-sel epidermis akan langsung mengalami nekrosis yang dapat kita lihat reaksinya dalam beberapa jam. Kontak langsung bahan iritan ini juga dapat merusak barier kulit. Disini pada awalnya tidak terjadi reaksi imunologis, namun karena prosesnya berulang terus menerus, reaksi hypersensitifitaspun akan terjadi. Sedangkan dermatitis kontak alergika digolongkan sebagai reaksi kulit yang terjadi akibat dari reaksi hypersensitifitas tipe IV, yaitu reaksi tipe lambat. Kontak awal dengan bahan alergen tidak menimbulkan reaksi apapun. Bahan alergen (antigen) yang masuk akan ditangkap oleh sel-sel Langerhan yang berada di epidermis. Sel-sel langerhans ini dapat meneruskannya ke kelenjar limfe yang selanjutnya mengalami proses sehingga terbentuklah sel-sel T yang sensitif yang kemudian di kembaIrritant contact dermatitis is the clinical result of direct contact between the skin and a strong irritant substance. It may cause a necrosis of the epidermis cells which develops within few hours. It also may damage the skin barrier. At the beginning there would not be immunological reaction, however as it is repetitive, a hypersensitive reaction of the skin can occur. Allergic contact dermatitis is characterized as hypersensitivity type IV, which is called slow reaction type. First contact with the allergen substance (antigen) will not affect the skin. The antigen will be bind with Langerhans cells which are situated at epidermis level. Langerhans cells can migrate from the epidermis to the regional draining lymph nodes which form the T cell sensitization. If the skin is exposed to similar allergens (antigen) again, the hypersensitivity reaction can occur where various cytokines can be released.
28 health messenger
likan ke kulit. Apabila alergen yang sama terpapar kembali dan dapat dikenali, maka dimulailah reaksi hipersensitifitas dimana berbagai macam cytokin akan dikeluarkan.
Diagnosis
Diagnosis suatu dermatitis sudah dapat ditegakkan hanya berdasarkan gejala dan gambaran klinis. Namun untuk membuat diagnosis suatu dermatitis kontak tidaklah mudah. Gambaran klinis antara dermatitis kontak alergika dan dermatitis kontak iritan sangatlah mirip. Anamnesis yang cermat dapat sangat membantu. Tes tempel dilakukan untuk membantu mengetahui alergen-alergen yang diduga menjadi penyebab dari dermatitis kontak alergika.
Diagnosis banding
Dermatitis kontak sukar di bedakan dengan psoriasis dan dermatofitosis. Dermatitis kontak akut di wajah, kadangkadang mirip dengan erisipelas atau angioedema.
Diagnosis
Dermatitis can be diagnosed according to symptoms and clinical signs. However it is not easy to make a diagnosis of a contact dermatitis. Clinical signs between allergic contact dermatitis and irritant one are very similar. A precise anamnesis will be very helpful. Patch test is conducted to help to find out the allergens which are supposed to be the cause of the allergic contact dermatitis.
Penting untuk diingat: Dermatitis kontak sering dialami oleh mereka yang menggunakan air yang tidak layak atau sudah tercemar dengan bahan-bahan kimia tertentu. Good to remember: Contact dermatitis affects people who use unclean water or water contaminated with chemical substances.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang paling utama adalah menghindari penyebabnya. Terapi topical pada lesi yang basah dan disertai infeksi sekunder berupa pustule sebaiknya di kompres secara terbuka dengan sodium chloride 0,9% selama 1-2 hari atau sampai lesi mengering, selanjutnya dapat di berikan topical steroid. Apabila lesi kering, dapat diberikan topical kortikosteroid, dan pada lesi yang luas dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid oral. Oral antibiotika (sebaiknya bukan dari golongan penicillin) dapat di berikan hanya bila ada infeksi sekunder.Antihistamin dapat diberikan pada dermatitis kontak alergika.
Differential Diagnosis
It is very difficult to differentiate contact dermatitis from psoriasis and dermatophytosis. Acute contact dermatitis on the face can look like erysipelas or angioedema.
Treatments
The main action is to avoid the causal factor. Topical therapy on wet lesion with secondary infection and pustule should be given by applying moist compresses soaked with sodium chloride 0,9% for 1-2 days or until the lesion dries up. Then topical steroid can be given. If the wound is dried up, topical corticosteroid can be given, and for the extensive lesions, health workers can consider giving oral corticosteroid. Oral antibiotics (not penicillin type) can be given only if there is a secondary infection. Antihistamine can be given to allergic contact dermatitis.
Banyak penyakit berkaitan dengan air terutama di negara berkembang seperti Indonesia (khususnya di Provinsi Aceh) dimana sistem air dan sanitasi mengalami banyak perubahan dalam beberapa tahun terakhir.Tsunami telah menghancurkan keseluruhan sistem Air dan Sanitasi, akan tetapi ratusan LSM dan institusi baik lokal dan internasional telah melaksanakan proyek-proyek untuk membangun kembali dengan sistem yang bahkan lebih baik lagi. Namun demikian, penyakit yang berkaitan dengan air masih menjadi permasalahan saat ini. Banyak penyakit, kontaminan dan kerusakan yang berkaitan dengan air, hygiene dan sanitasi. Penyakit yang berkaitan dengan air disebabkan oleh organisme yang secara langsung disebarkan melalui air dan diklasifikasikan ke dalam kategori: bakteri, parasit dan virus.
Many diseases are related to water, especially in the developing countries such as Indonesia (Aceh Province in particular) where the water and sanitation systems have faced many changes in the last few years. The tsunami destroyed the whole existing WatSan system, but hundreds of local and international NGOs and institutions led projects to re-build something even better. Nevertheless, waterrelated diseases are still a current issue. Many illnesses, contaminants, and injuries can be water, sanitation, or hygiene-related. Waterborne diseases are caused by organisms that are directly spread through water and classified in categories: bacterial, parasitic and viral.
CHOLERA
Cholera is an acute, diarrheal illness caused by infection of the intestine with the bacterium Vibrio cholerae.
30 health messenger
Air laut/Costal water Air permukaan dan air sumur/Surface and ground water
Gejala
Sekitar satu dari 20 orang yang terinfeksi mengalami penyakit yang parah yang ditandai dengan adanya diare yang sangat banyak, muntah dan kram kaki. Pada orang yang terinfeksi, hilangnya cairan tubuh dengan sangat cepat dapat menyebabkan dehidrasi dan shock.Tanpa penanganan dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam.
Symptoms
Approximately one out of 20 infected persons suffers severe disease characterized by profuse watery diarrhea, vomiting, and leg cramps. In these persons, rapid loss of body fluids leads to dehydration and shock. Without treatment, death can occur within hours.
Treatments Pengobatan
Kolera dapat ditangani dengan mudah dan berhasil dengan segera mengganti cairan dan garam yang hilang karena diare dengan menggunakan Oralit (suatu campuran gula dan garam dicampur dengan air). Kasus yang parah juga memerlukan penggantian cairan ke dalam pembuluh darah. Dengan rehidrasi yang cepat, kurang dari 1% pasien kolera meninggal. Antibiotik memperpendek proses penyakit dan mengurangi keparahan penyakit. KASUS KOLERA HARUS DILAPORKAN KEPADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN atau/dan PROPINSI
Cholera can be simply and successfully treated by immediate replacement of the fluids and salts lost through diarrhea using oral rehydration solution (a prepackaged mixture of sugar and salts to be mixed with water). Severe cases also require intravenous fluid replacement. With prompt rehydration, less than 1% of cholera patients die. Antibiotics shorten the course and diminish the severity of the illness. CHOLERA CASES MUST BE REPORTED TO THE DHO or/and PHO
DEMAM TIPUS
Demam tipus merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Demam tipus masih merupakan penyakit yang umum ditemukan di negara-negara berkembang dimana penyakit ini menyerang sekitar 21,5 juta orang setiap tahunnya.
TYPHOID FEVER
Typhoid fever is a life-threatening illness caused by the bacterium Salmonella Typhi. Typhoid fever is still common in developing countries, where it affects about 21.5 million persons each year.
Symptoms
Once S. Typhi bacteria are in the organism, they multiply and spread into the bloodstream. The body reacts with fever and other signs and symptoms. WEEK 1: general symptoms of infection (malaise, headache, abdominal pain, constipation and fever) WEEK 2: condition gets worse (diarrhea, rash of red spots) WEEK 3: symptoms and signs become more severe. Patient can faint remains unconscious and die. Perforation of intestines may be seen and hemorrhage may occur in small intestine.
Gejala
Begitu bakteri S.Typhi masuk kedalam tubuh manusia, bakteri tersebut langsung berkembang biak dan menyebar ke dalam aliran darah.Tubuh bereaksi dengan munculnya demam dan tanda serta gejala lainnya. MINGGU 1: gejala umum (rasa tidak enak badan, sakit kepala, sakit perut, konstipasi, dan demam) MINGGU 2: keadaan semakin memburuk (diare, muncul sejumlah titik-titik merah) MINGGU 3: gejala dan tanda menjadi lebih parah. Pasien bisa jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri dan dapat meninggal.Dapat dilihat terjadinya perforasi dan pendarahan di usus kecil.
1.
32 health messenger
jika anda dulunya sudah pernah divaksin, periksalah ke dokter anda apakah sudah saatnya untuk mendapatkan vaksinasi booster. Minum antibiotik tidak dapat mencegah demam tipus; itu hanya dapat membantu mengobatinya.
Good to remember: Waterborne diseases can be classified in 3 categories: viral, parasitic and bacterial.
Penting untuk diingat: Penyakit yang berasal dari air dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori: virus, parasit dan bakteri.
ASCARIASIS
Ascaris is a worm that lives in the small intestine. Infection with ascaris is called ascariasis which is the most common human worm infection. Infection occurs worldwide and is found in tropical and subtropical areas where sanitation and hygiene are poor. Children are more prone to this infection.
Cara penularan
= Fase Infektif/Infective Stage
Transmission
Cacing betina dewasa meng The adult female = Fase Diagnosis/Diagnostic Stage worm lays thouhasilkan ribuan telur di sands of eggs in the dalam usus yang dikeluarintestine which kan melalui kotoran. Telur pass in the faeces. menjadi bersifat menular Eggs become infecsetelah dua minggu masa tive after two weeks inkubasi di tanah yang lemof incubation in bab. Begitu berada di usus damp soil. Once in kecil, cacing akan menetas. the small intestines, Larva dibawa melalui paruTinja immature worms Feces paru dan kemudian ke tenghatch from the gorokan dimana mereka eggs. The larvae are ditelan. Begitu tertelan, carried through the mereka akan tiba di usus lungs and then to dan tumbuh menjadi cacing the throat where dewasa. Cacing betina they are swallowed. telur yang dewasa bertelur dan diketidak dibuahi Once swallowed, telur yang tidak akan berkembang luarkan melalui kotoran; they reach the dibuahi unfertilized egg will not undergo Fertilized egg biological development siklus ini makan waktu 2-3 intestines and bulan. Penularan terjadi develop into adult ketika tertelan telur cacing yang terkontaminasi dari koto- worms. Adult female worms lay eggs that are then ran, air atau makanan.Anak-anak yang bermain di tanah atau passed in faeces. This cycle can take between 2-3 air yang terkontaminasi merupakan penyebab utama infeksi. months. Transmission happens when an infective egg is swallowed from dirt, water or food. Many children playing in contaminated soil or water are infectTanda dan gejala ed this way. Anak-anak lebih sering terinfeksi dan lebih parah dibanding orang dewasa.Tidak ada tanda dan gejala yang jelas tetapi bila Signs and symptoms cacingnya banyak, dapat diiringi dengan diare ringan, perut tidak nyaman dan distensi dapat muncul. Dalam sejumlah Children are infected more often and more severely kecil kasus, penyakit ini dapat menyebabkan obstruksi usus than adults. There are no obvious signs and symptoms but if there are many worms, mild diarrhea, abdominal atau pneumonia dan asma jika larva-larva tersebut masuk ke discomfort and distension may appear. In few cases, dalam paru-paru. it can cause intestinal obstruction or pneumonia and asthma if larvae travel to the lung.
34 health messenger
MALARIA
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit dan disebarkan oleh nyamuk. Setiap tahun 350-500 juta kasus malaria terjadi di seluruh dunia dan lebih dari satu juta orang meninggal. Penyakit yang kadang-kadang berakibat fatal ini dapat dicegah dan disembuhkan.
MALARIA
Malaria is a mosquito-borne disease caused by a parasite. Every year, 350-500 million cases of malaria occur worldwide, and over one million people die. This sometimes fatal disease can be prevented and cured.
Cara penularan
Nyamuk terinfeksi ketika menyedot darah manusia yang menderita malaria. Setelah berkembang di usus nyamuk, sporozoit dapat ditularkan ke orang lain melalui gigitan nyamuk betina (Anopheles). Nyamuk biasanya menggigit waktu subuh dan senja. Nyamuk anopheles hidup dihutan dan daerah pegunungan termasuk pesisir hutan bakau.
Transmission
Mosquitoes are infected by sucking the blood of an infected person. After development in the midgut of the mosquito, sporozoites can be transmitted to another person through the bite of a female mosquito (Anopheles). The mosquitoes usually bite at dawn and dusk. The anopheles mosquito likes forest and mountain areas including coastal mangroves.
Kelenjar liur yang terinfeksi dengan sporozoit/Salivary gland infected with sporozites Perut/Gut Ookista/Oocyst Merozoit/Merozoites
Ookinet/Ookinete Gamet/Gametes
Vesikel/Vesicles
Betina/Female Gametosit/Gametocytes Jantan/Male Gejala mulai terjadi disini/Symptoms start here Sel darah merah/Red blood cells
Diagnosa
Malaria dapat didiagnosa berdasarkan gejala pasien dan pemeriksaan fisik. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil diagnosa pasti, maka uji laboratorium harus dilakukan untuk mendeteksi adanya parasit malaria atau komponennya.
Diagnosis
Malaria can be suspected according to the patient's symptoms and the physical findings during examination. However, for a definitive diagnosis, laboratory tests must done to detect the malaria parasites or their components.
Pengobatan
Sebagian besar obat yang digunakan adalah aktif melawan bentuk-bentuk parasit di dalam darah (bentuk yang menyebabkan penyakit). Pengobatan pasien malaria bergantung pada:
Jenis (spesies) parasit yang menginfeksi Daerah tempat terinfeksi dan status resistensi obatnya Status klinis pasien Penyakit atau kondisi yang muncul bersamaan Kehamilan Alergi obat atau pengobatan lain yang telah dilakukan oleh pasien
Treatments
Most drugs used in treatment are active against the parasite forms in the blood (the form that causes the disease). Treating a patient with malaria depends on: The type (species) of the infecting parasite The area where the infection was acquired and its drug-resistance status The clinical status of the patient Any accompanying illness or condition Pregnancy Drug allergies, or other medications taken by the patient There are 4 types of Malaria. Among the 4 types, 2 of them are commonly found in Indonesia. Explanation of the treatments for P. falciparum and P.vivax forms of Malaria:
Penyakit malaria terdiri 4 tipe. 2 tipe diantaranya paling sering ditemukan di Indonesia. Tabel berikut menjelaskan pengobatan malaria yang disebabkan oleh P. falciparum and P.vivax: P. FALCIPARUM
Malaria tanpa komplikasi Uncomplicated form of malaria Tanpa konfirmasi pemerik- Dengan konfirmasi saan lab pemeriksaan lab Unconfirmed by lab test CQ+PQ lab-confirmed malaria AS+AQ+PQ
P.VIVAX
pengobatan treatment
QN+D+PQ
QN/AM
CQ+PQ(14d)
Selanjutnya, Primaquine tidak boleh diminum oleh wanita hamil atau orang yang kekurangan G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenise). Pasien tidak boleh minum primaquine sebelum uji penyaringan menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami defisiensi G6PD.
In addition, primaquine should not be taken by pregnant women or by people who are deficient in glucose-6-phosphate dehydrogenize (G6PD). Patients should not take primaquine until a screening test has excluded G6PD deficiency.
36 health messenger
Transmisi
Demam berdarah berasal dari gigitan nyamuk (Nyamuk Aedes Aegypti). Nyamuk Aedes menggigit pada siang hari dan hidup di sekitar rumah dan berkembang biak di wadahwadah air seperti ban bekas yang tidak dipakai dan batok kelapa. Demam berdarah merupakan penyakit yang dapat mewabah yang menyebabkan sejumlah kasus pada periode tertentu setiap tahun (musim hujan).
Transmission
Dengue fever comes from a mosquito bite (Aedes Aegypti Mosquito). Aedes mosquito is a day biter and lives around the house and breeds in water containers such as old discarded tires and coconut shells. Dengue is an epidemic disease causing an increased number of cases at certain period of the year (rainy season).
Manifestasi perdarahan yang lain Other haemorrhagic manifestations Peningkatan hematokrit/Rising haemotacrit Hipoproteinemia/Hypoproteinemia Efusi serosa/Serous effusion
Stadium II Grade II
Syok/Shock
Koagulasi intravaskular menyeluruh/Disseminated intravascular coagulation* Perdarahan hebat/Severe bleeding Stadium IV Grade IV
Kematian/Death
Kegiatan medis di sejumlah fasilitas seperti rumah sakit, puskesmas dan pustu dapat menghasilkan limbah. Sangat penting bagi para petugas kesehatan untuk belajar bagaimana melindungi tidak hanya diri mereka sendiri tetapi juga masyarakat umum dari bahaya yang disebabkan oleh penanganan limbah medis yang tidak benar.
Dibawah ini adalah beberapa efek samping limbah medis terhadap lingkungan hidup dan kualitas kesehatan:
Medical activities in facilities such as hospitals, puskesmas and pustu can produce medical waste. It is critical that health care providers learn to protect not only themselves, but also the general public from harm caused by the improper handling of medical waste.
Below are some of the known side effects medical waste can have on the environment and quality of health: Damage Damage Damage Damage Damage to to to to to the esthetics of the environment property plants and animals the health of humans genetics and reproduction
Kerusakan estetika lingkungan hidup Kerusakan properti Kerusakan tumbuhan dan hewan Kerusakan terhadap kesehatan manusia Kerusakan genetik dan reproduksi
38 health messenger
Penting untuk diingat: Dari limbah tajam hingga limbah radioaktif, fasilitas kesehatan harus memisahkan limbah medis mereka yang dilakukan sebagai kegiatan harian
Orang yang bekerja di pusat-pusat layanan kesehatan serta para pengunjung dapat beresiko terhadap bahaya-bahaya tersebut diatas. Limbah infeksius dapat mengandung berbagai mikroorganisme patogen yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai cara:
Kulit yang luka, lepuh atau goresan di kulit (misal: HIV, HBV, HCV, demam berdarah) Selaput lendir (misal, anthrax, infeksi kulit) Melalui udara (misal, bronchitis) Melalui mulut (misal, gastroenteritis)
Petugas layanan pendukung: pekerja binatu, supir, dll. Pemulung Pasien rawat inap Pengunjung
Good to remember: From sharp waste to radioactive waste, medical facilities must segregate their medical waste generated by daily activities.
Medical waste management
More than 20% of waste from health care facilities is infectious. Insufficient waste treatments can double the contamination risk. In clinical waste treatment, material needs to be segregated, contained, transported and treated. General medical waste treatment practices in Indonesia currently include: Steam autoclaving Chemical decontamination Land filling Incineration
Pendekatan program
Program ini dimulai pada bulan Januari 2009 dan akan berakhir pada bulan Desember 2009. Program ini meliputi:
Penilaian: data dikumpulkan dalam dua tahapan. Tahap pertama, kondisi fasilitas yang ada saat ini didokumentasikan demikian juga kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung. Tahap yang kedua dilakukan pemeriksaan terhadap volume dan karakteristik limbah yang dihasilkan. Tahap 1 pelatihan: tahap pertama dilaksanakan di Calang dan Lamno pada bulan Maret 2009 dengan 33 peserta yang berasal dari Dinkes Aceh Jaya, PMI cabang Aceh Jaya, staf Puskesmas dan Pustu di Aceh Jaya.Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan keahlian dan membangun kesadaran mengenai manajemen limbah medis. Untuk kesinambungan program, peserta membuat suatu Tindak Lanjut Rencana
40 health messenger
on the topic of safe handling of medical waste. The CRC program targets health care facilities in Aceh Jaya District.
Program approach
This program began in January 2009 and will finish in December 2009. It includes: Assessment: data is collected in two stages. In the first stage, the conditions of existing facilities were documented, as well as current practices. The second stage involves auditing the volume and characteristics of waste generated. Training stage 1: the first stage was implemented in Calang and Lamno on March 2009 with 33 participants who came from the DHO of Aceh Jaya, PMI branch of Aceh Jaya, staff of puskesmas and pustu in Aceh Jaya. The goal of the training was to improve skills and build awareness regarding medical waste management. For the sustainability of the program, participants created a Follow-Up Medical Waste Action Plan. To determine the amount of knowledge gained during the two day training session, participants were tested at the beginning of the training, and again at the end. The results, as indicated in the chart above, are dramatic. Infrastructure design and selection of tools: This includes the provision of an incinerator and needle pit, personal protective gear (gloves, masks, boots, shoes, etc.) and collection facilities (labeled bins, needle cutters, safety boxes, etc.) The infrastructure construction and supply of tools: started in May and will be completed in July Training on the operation and maintenance of facilities and tools: will be conducted at the end of July. From July until December, CRC, in association with the DoH, will monitor and evaluate the effects of this training
Kegiatan Limbah Medis. Untuk menentukan tingkat pengetahuan selama dua hari pelatihan, maka para peserta diuji pada awal pelatihan dan akhir pelatihan.Hasilnya cukup dramatis, seperti ditunjukkan pada diagram di atas.
Desain infrastruktur dan pemilihan alat: Hal ini mencakup penyediaan sebuah insinerator dan needle pit,alat pelindung diri (sarung tangan, masker, sepatu bot, sepatu, dll) dan fasilitas pengumpulan limbah (tempat sampah yang diberi label, pemotong jarum, kotak keselamatan dll) Konstruksi infrastruktur dan suplai alat-alat: dimulai bulan Mei dan akan selesai bulan Juli Pelatihan mengenai operasional dan perawatan fasilitas dan peralatan: akan dilaksanakan pada akhir bulan Juli. Dari Juli sampai dengan Desember, CRC bekerjasama dengan Dinkes Kabupaten akan memonitor dan mengevaluasi efek dari pelatihan tersebut.
Penerima manfaat
Jumlah penerima manfaat dari kegiatan ini adalah 73 petugas kesehatan dan 81 pasien setiap harinya. Jumlah ini tidak termasuk orang yang mengunjungi berbagai fasilitas layanan kesehatan. Diperkirakan jumlah penerima manfaat secara tidak langsung ada sebanyak 6.400 orang.
Beneficiaries
The number of direct beneficiaries from this activity is 73 health care staff and 81 patients per day. This number does not include those visiting the various health care facilities. The estimated number of indirect beneficiaries is 6,400.
Saat hamil, tubuh wanita mengalami banyak perubahan baik fisik dan hormon. Perubahan juga terjadi pada organ kewanitaan, sehingga perlu adanya perhatian khusus terhadap kebersihan organ kewanitaan pada saat hamil.
Para peneliti di Inggris menemukan bahwa bakterial vaginosis berbahaya bagi kesehatan kandungan. Bakteri ini menyebabkan radang vagina yang dapat mengakibatkan wanita hamil mengalami keguguran kandungan. Riset yang dilakukan terhadap 771 wanita ini menunjukkan bahwa risiko keguguran pada tiga bulan pertama masa kehamilan terjadi dua kali lebih besar pada wanita hamil yang terinfeksi bakteri ini, dibandingkan dengan wanita yang sehat. Peneliti mengungkapkan bahwa bakterial vaginosis sejatinya tidak selalu diidap setiap wanita. Bakterial vaginosis ini terjadi apabila bakteri komensal vagina digantikan oleh bakteri lain yang dapat menyebabkan radang pada vagina karena perubahan lingkungan dan keseimbangan PH vagina berubah (PH vagina normal: 3,8 4,2)1. Perubahan tubuh dan hormon selama hamil juga membuat keseimbangan PH vagina berubah. Akibatnya infeksi jamur juga mudah terjadi pada ibu hamil yang menyebabkan iritasi dan keputihan. Karena itu, untuk para ibu hamil disarankan untuk menjaga kebersihan organ kewanitaan diantaranya dengan cara berikut:
Menjaga supaya daerah di sekitar vagina dalam kondisi selalu kering Gunakan sabun tanpa parfum Gantilah pakaian dalam setiap hari Gunakan celana dalam katun dan pakaian longgar agar daerah vagina tidak lembab
During pregnancy, womans body experiences many physical and hormonal changes. Changes also occur on feminine organ, therefore it needs special attention and cares during pregnancy.
Researchers in England found that bacterial vaginosis is dangerous for the reproductive health. This bacteria can lead to a vagina inflammation that may cause abortion. Research conducted on 771 women showed that the risk of abortion during the first trimester of pregnancy is twice higher for pregnant women who are infected with bacterial vaginosis. Researchers revealed that bacterial vaginosis is not merely carried by every women. The bacterial vaginosis will appear when vagina commensal bacteria is replaced by a bacteria that may inflame the vagina due to environmental changes and vagina PH (acide level) balance (normal vagina PH: 3.84.2)1. Physical and hormonal changes during pregnancy also result in changes of vagina PH balance. This can cause fungus infection for pregnant women which may have irritation and fluor albus effect. Therefore, it is suggested that pregnant women pay attention to their feminine organ by following these advices: Keep the vagina always dry Use non-perfume soap Change underwear every day Wear cotton underwear and loose clothes so that vagina is not humid Using antiseptic soap is not recommended. Antiseptic soap can only be used to treat infection on the genital labia
42 health messenger
Tidak disarankan pemakaian antiseptik secara berlebihan. Antiseptik hanya boleh dipakai seandainya terjadi infeksi di bibir vagina Cucilah organ kewanitaan dari depan kebelakang bukan sebaliknya saat setelah buang air besar Hindari pemakaian bedak atau parfum pada vagina karena akan merusak keseimbangan keasaman vagina Tidak dianjurkan untuk melakukan bilas vagina (tindakan yang dilakukan untuk membersihkan vagina dengan menyemprotkan air atau cairan lain ke dalam liang vagina untuk membersihkan cairan vagina dan lender-lendir lainnya) karena bilas vagina dapat membuat PH (tingkat keasaman) dalam vagina menjadi tidak seimbang apalagi kalau bilas vagina itu sering dilakukan. Ketidakseimbangan pH ini akan menyebabkan bakteri-bakteri komensal menjadi mati sehingga vagina dapat terserang bakteri dari luar. Dilaporkan pada perempuan yang melakukan bilas vagina paling sedikit 1 kali seminggu mempunyai risiko 2 kali menderita kehamilan di luar kandungan. Risiko tersebut akan meningkat menjadi 4,4 kali jika menggunakan bahan bilas vagina komersial. Penelitian di Amerika membuktikan bahwa perempuan yang secara rutin melakukan bilas vagina lebih besar kemungkinan terkena masalah kesehatan dari pada perempuan yang tidak rutin melakukannya. Dilaporkan bahwa perempuan yang melakukan bilas vagina 3 kali atau lebih dalam sebulan akan mempunyai risiko 3,6 kali menderita penyakit radang panggul dibandingkan dengan mereka yang melakukannya kurang dari 1 kali sebulan. Pada wanita hamil yang melakukan bilas vagina 2 sampai 3 kali seminggu 40% lebih besar kemungkinannya untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak melakukan bilas vagina2,3.
After defecation, wash the genital organ from the front side to the back side, and not the contrary and with clear water Avoid the use of powder or perfume on vagina because it may ruin the acid balance on vagina Not recommended to do vaginal douching (process of rinsing or cleaning the vagina by forcing water or another solution into the vaginal cavity to flush away vaginal discharge or other contents) as it may result to an imbalance of PH in the vagina. It can lead to the destruction of the commensal bacteria so then the vagina can get infected by the outside bacteria. It was reported that women who do vaginal douching at least once a are running twice the risk of getting an ectopic pregnancy. This risk can be increased to 4.4 times if women use commercial vaginal douching. Research in America found out that women who do regular vaginal douching run a higher risk of having health problems compared to women who dont. It has been stated that women practising vaginal douching 3 times or more in a month are 3.6 times more likely of getting pelvic infection compared to women who do vaginal douching once a month. Pregnant women who do vaginal douching twice up to three times a week have 40% possibility to deliver a low birth weight baby compared to pregnant women who do not proceed to vaginal douching2,3.
Penting untuk diingat: Bilas vagina tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan infeksi pada vagina. Good to remember: Vaginal douching is not recommended as it may cause infection on vagina.
1. TEMPO (NO. 27/XXVIII/6 - 12 September 1999) 2.Fiscella, K., Franks, P., Kendrick, J.S., & Bruce, F.C.(1998).The risk of low birth weight associated with vaginal douching.Obstetrics & Gynecology, 92(6), 913-917. 3. Cottrell BH. (2003). Vaginal douching. Journal of Obstetric, Gynecologic, & Neonatal Nursing, 32(1),12-8.
PSYCHOSOCIAL PSIKOSOSIAL
Air dan Sanitasi : Sebuah Pemenuhan Hak Water and Sanitation: A Right Fulfillment
dr. Nur Fardian, Program Studi Pendidikan Dokter Univ. Malikussaleh / Medical Studies Program Univ. Malikussaleh
Anda sedang berada dalam perjalanan ke luar kota dengan menggunakan pesawat. Selama menunggu di bandara, anda harus ke belakang. Namun keinginan untuk dapat memenuhi hajat urung karena tidak ada air, serta WC yang kotor dan berbau. Itu baru di satu bandara saja, yang berarti tidak seramai orang yang menggunakan kamar kecil di terminal bus antar kota antar propinsi. Bagaimana dengan akses terhadap air dan sanitasi di sarana publik lainnya baik di kota maupun desa di Aceh?
Lingkungan menjadi salah satu indikator penentu dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat.Akses terhadap air minum dan sanitasi merupakan dua hal dari faktor lingkungan dimaksud. Air dan sanitasi merupakan salah satu persoalan di Indonesia.Tidak hanya di tingkat masyarakat, sektor ini juga minim perhatian dari para pengambil kebijakan baik di pusat dan daerah. Ini dapat dilihat dari rendahnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana sanitasi serta pemenuhan kebutuhan akan air bersih yang akan berdampak negatif bagi kesehatan. Menurut WHO, lebih dari 1,1 milyar orang baik di desa mapun kota mengalami kekurangan akses terhadap air minum dan 2,6 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Riset oleh Water and Sanitation Program yang
You are travelling by plane. While waiting in the airport, you need to go to the toilets. But that need could not be fulfilled since there is no water, and the toilets are also dirty and stinky. That is only in one airport, which is not as crowded as the provincial bus terminal. But, what about access to water and sanitation in other public facilities, either cities or villages in Aceh?
Environment is one of the indicators determining the condition of public health. Along with the behavioral factor, genetic factor and public services, environment determines the degree of the community health whether it is good or bad. Access to water and sanitation are two main components of the environmental factor. WatSan is a big issue in Indonesia. Not only at the community level, this sector also has minimum attention from the policy makers either at central or provincial level. Qualitative and quantitative facilities and infrastructures are lacking as well as access to clean water and it leads to negative impacts on health. According to WHO, more than 1.1 billion people either in cities or villages do not have access to water and 2.6 billion people do not have access to basic sanitation. Research by Water and Sanitation Program supported by the World Bank showed that Indonesia has suffered an important economical loss
44 health messenger
PSYCHOSOCIAL PSIKOSOSIAL
didukung oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat buruknya sanitasi dan hygiene hingga US$ 6,3 miliar atau Rp 56 triliun di tahun 2006. Sanitasi yang buruk menyebabkan setidaknya 120 juta kejadian jangkitan penyakit dan 50.000 kematian prematur/tahun.Dampak ekonomi dari hal tersebut mencapai US$ 3,3 miliar (Rp 29 triliun)/tahun. Sanitasi yang buruk juga mengakibatkan pencemaran air: menambah beban biaya pengadaan air bersih untuk rumah tangga, dan mengurangi produksi ikan di sungai dan danau. Besarnya kerugian ekonomi dari tercemarnya air yang diakibatkan oleh buruknya sanitasi melebihi US$ 1,5 miliar (Rp 13 triliun) setiap tahunnya. Sebuah harga yang mahal untuk hal yang selama ini dianggap kotor dan menjijikkan, karena hanya terkait dengan air, sumur, jamban, sampah atau comberan. World Bank menyebutkan, hingga 2006, investasi yang diberikan pemerintah hanya Rp 200/orang/tahun. Padahal jika investasi untuk infrastruktur sanitasi sebesar Rp 51.254/orang/tahun, diperkirakan akan mengurangi biaya kesehatan antara 6 -19%.Termasuk biaya pengobatan sebesar 2-5%. Kondisi air dan sanitasi yang buruk, berdasarkan pengukuran Disability Adjusted Life Years (DALY), menyumbang 5,7% dari total beban penyakit. Diare menjadi penyebab kematian yang cukup besar akibat buruknya kondisi air dan sanitasi. Mengacu pada Riskesdas 2007 propinsi Aceh terkait air dan sanitasi, konsumsi air/orang/hari di Provinsi Aceh pada
due to bad hygiene and sanitation (up to US$ 6.3 billion or Rp 56 trillion in 2006). Bad sanitation causes at least 120 million contagious diseases cases and 50.000 premature deaths per year. The economical impact may reach US$ 3.3 billion (Rp 29 trillion) per year. Bad sanitation may also cause water pollution: increasing the expense of water supply for households, and reducing fish production both in the river and sea. The economical loss from polluted water that is due to bad sanitation can be over than US$ 1.5 billion (Rp 13 trillion) every year. Such an expensive cost for something told to be dirty and disgusting as related to water, wells, toilets, or waste. World Bank mentioned that until 2006, government investment allocation was only Rp 200/person/year. Whereas if the investment for sanitation infrastructures would be Rp 51,254/person/year, it is estimated the health expenses would be reduced by 6-19%, including medication expenses reduced by 2-5%. According to the measurement of Disability Adjusted Life Years (DALY), bad sanitation and water condition cause 5.7% of the total disease burden. Diarrhea is one of the most important water related diseases making quite a lot of deaths. Refer to Riskesdas 2007 Aceh Province, the consumption of water/person/day in Aceh province is generally >100 liters (optimum access). Few
Copyright UNICEF
PSYCHOSOCIAL PSIKOSOSIAL
umumnya >100 liter (akses optimal). Masih terdapat beberapa kabupaten/kota yang pemenuhan kebutuhan airnya di bawah rata-rata Nasional, sedangkan berdasarkan dan ketersediaan air bersih, secara umum di provinsi Aceh sebanyak 21,8% rumah tangga mengalami kesulitan air bersih pada musim kemarau. Dalam hal jarak dan waktu, pada umumnya rumah tangga dapat menjangkau sumber air dalam waktu kurang dari 30 menit dan jarak kurang dari 1 km. Masalah kualitas fisik air bersih yang cukup banyak adalah kekeruhan dan warna. 45,5% rumah tangga di Aceh mempunyai akses baik terhadap air bersih dan 32,5% akses baik terhadap sanitasi.
cities/municipalities still have an access to water under the national average, while according to the water availability in Aceh province, 21.8% of households face difficulties to access clean water during dry season: talking about time and distance, generally they can reach well/water sources in a 1 km area (less than 30 minutes). The common problem is that most of the time, the water is turbid and unclean. Only 45.5% of Acehnese households have good access to clean water and only 32.5% have good access to sanitation.
Penting untuk diingat: Akses terhadap air bersih dan sanitasi yang aman adalah hak dasar manusia
Angka di atas menunjukkan bahwa belum semua orang memiliki akses yang sama atas air dan sanitasi yang baik. Terlebih bagi mereka yang harus berjalan jauh berjam-jam demi mendapatkan air bersih, atau buang air besar di tempat terbuka.Tentu ini menjadi beban karena kebutuhan akan air dan sanitasi yang baik menjadi hak bagi semua orang. Layanan air dan sanitasi dasar merupakan hal yang vital untuk kehidupan manusia dan martabatnya, dan pada saat ini, semua orang tidak terkecuali seharusnya menikmati layanan tersebut. Perlu kontribusi positif dari berbagai elemen untuk dapat mewujudkan kondisi air dan sanitasi yang baik. Kesadaran akan makin minimnya air sehat dan layanan sanitasi yang baik sepatutnya menjadi perhatian semua pihak. Kiranya kita para petugas kesehatan pun dapat berperan aktif dalam memberi informasi, dan mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kondisi air dan sanitasi yang baik. Kita juga sebagai warga negara dapat berperan dalam advokasi kebijakan terkait air dan sanitasi, karena sehat menjadi harga yang mahal, ketika air dan akses terhadap sanitasi yang tidak baik menjadi sebuah hal yang dianggap benar karena wajar terjadi dan menjadi kebiasaan. Masyarakat harus menyadari bahwa air bersih dan akses terhadap sanitasi adalah hak semua orang yang harus dipenuhi.
Good to remember: Access to clean water and safe sanitation is a basic human right.
The figures show that not everybody has equal access to good water and sanitation. Especially for people who have to walk hours just to get clean water, or to defecate in open air. This is a real problem whereas the need of good water and sanitation is a basic right for everybody. Basic sanitation and water services are vital for human life and dignity, and in the mean time, everyone without exception should be able to enjoy this basic service. Everyone, every member of the society, whatever the social level, should positively act to realize good sanitation and water condition. All parties should pay attention to this issue of clean water access and sanitation. Health officers should actively take part in giving information, and encouraging the community to be careful about hygiene, sanitation and water condition. We, as citizens, can also participate in the advocacy for policy related to clean water and sanitation, since health is expensive when water and sanitation are not safe and assumed as something common, normal and part of the habits. People have to realize that clean water and access to sanitation is a basic human right everyone should fulfill.
46 health messenger
PSYCHOSOCIAL PSIKOSOSIAL
Setiap fasilitas kesehatan harus dilengkapi dengan sistem air dan sanitasi yang baik, aman dan bersih. Petugas kesehatan harus menjadi orang pertama yang mematuhi peraturan kebersihan di puskesmas dan rumah sakit. Kebersihan tangan dan kebersihan diri adalah hal yang paling pokok. 1. Kebersihan tangan
Anda harus mencuci tangan, ketika hendak dan setelah selesai melakukan pekerjaan, sebelum makan dan jika ada cairan atau kotoran yang terlihat di telapak tangan anda.Air hangat dan sabun dapat digunakan untuk mencuci tangan. Anda harus mencuci tangan paling tidak selama 30 detik. Tangan dikeringkan dengan seksama dan di disinfeksi dengan menggunakan desinfektan tangan. Disinfeksi tangan harus dilakukan setelah merawat tiap pasien dan ketika akan memasuki dan meninggalkan ruangan isolasi. Cairan disinfektan tangan yang mengandung alkohol dapat mengurangi pertumbuhan bakteri. Kecuali pada spora Clostridium (antibiotik diare) yang bisa dihilangkan hanya dengan mencuci tangan. Cairan desinfektan tangan digosokgosokkan pada tangan selama 30 detik dan dibiarkan kering. Sarung tangan digunakan, ketika membersihkan kotoran pasien, nanah pada luka atau nanah lainnya atau saat anda merawat pasien diare atau ketika berada dalam ruang isolasi. Sarung tangan dapat digunakan untuk sekali pakai dan merupakan prosedur khusus.Lepaskan sarung tangan segera setelah prosedur tersebut selesai dan buang ke dalam tong sampah. Lalu disinfeksi tangan anda. Anda harus merawat tangan anda. Keringkan tangan anda secara seksama untuk menghindari iritasi dan infeksi kulit yang disebabkan oleh tangan yang lembab. Disamping itu, cobalah untuk menjaga tangan anda supaya tidak terlalu kering dan pecah-pecah. Rawatlah jika ada luka pada kulit
Every health facility should be equipped with good, safe, clean water and sanitation system. Health workers should be the first persons to follow the rules of hygiene in puskesmas and hospitals. Hand hygiene and personal hygiene are the basics. 1. Hand hygiene
You have to wash your hands, when you go on and off duty, before meals and if you get secretions or visible dirt on your hands. Warm water and soap is used in washing. You should wash your hands for at least 30 seconds. The hands are dried carefully and disinfected with a hand sanitizer. The disinfection of hands must be carried out after each patient and when entering and leaving the isolation room. Hand disinfectants which include alcohol decrease the bacterial strain. Closiridium spores (antibiotic diarrhea) make an exception, since they can be removed only through washing. Hand disinfectant is rubbed in the hands for 30 seconds and left to dry. Gloves are used, when exposed to the patients excretions, pus from a wound or other pus or when you are nursing a patient with diarrhea or in isolation. The gloves are disposable and procedure-specific. Remove the gloves immediately after the procedure and throw them into the bin. Disinfect your hands. You have to take care of your hands. Dry them carefully to avoid rashes and infections caused by moisture. But try to keep your hands from getting too dry and chapped. Take care of ulcers and have chronic skin manifestations examined and treated. Infections, such as infection around the nails, must be treated appropriately before working with
PSYCHOSOCIAL PSIKOSOSIAL
serta periksa dan obati jika terdapat penyakit kulit yang kronis. Infeksi, seperti infeksi di sekitar kuku, harus dirawat dengan cara yang tepat sebelum bekerja dengan pasien. Cincin, perhiasan tangan, gelang dan kuku palsu harus dipindahkan karena akan mengganggu pembersihan tangan yang tepat selama kegiatan sehari-hari.
patients. Rings, hand jewellery, bracelets and artificial nails prevent hands from getting sufficiently clean and should be removed during your daily practises.
2. Personal hygiene
Protective clothing provided by the employer is used in every health facility. The clothing must be kept clean and it must be changed when it gets dirty or at least once a week. You must use protective clothing when on call or in an operating theatre. In addition, a cap must be used in the operating theatre. A surgical oralnasal mask and sterile clothing must be worn in procedures requiring aseptic technique. The staff uses their own, tidy footwear, which should comply with the requirements of hygiene and occupational safety. Protective coats or other work clothes must not be used outside hospital grounds. Protective clothing must cover the clothing underneath. Tights should be used with skirt or dress model protective clothing. Hair should be clean and tidy and long hair must be tied up. During most of the medical procedures, hair should be covered with a sterile cap. Hand and personal hygiene measures, if they are respected in the health facilities are undoubtedly the most important strategies in combating the increasing incidence of multidrug-resistant organisms in healthcare.
2. Kebersihan diri
Pakaian pelindung yang disediakan oleh rumah sakit dipakai didalam ruang rawat inap dan klinik rawat jalan. Pakaian tersebut harus dijaga supaya tetap bersih dan harus diganti ketika kotor atau paling tidak seminggu sekali. Anda harus memakai pakaian pelindung ketika bertugas atau jika berada dikamar bedah. Lebih lanjut, topi harus digunakan dalam ruang bedah. Masker penutup mulut-hidung dan pakaian steril harus dipakai pada prosedur yang membutuhkan teknik yang aseptik. Setiap petugas harus memakai sepatu sendiri yang rapi yang sesuai dengan peraturan kebersihan dan keamanan kerja. Mantel pelindung atau pakaian kerja lain tidak boleh dipakai di luar rumah sakit. Pakaian pelindung harus menutupi pakaian yang ada dilapisan dalam. Celana ketat sebaiknya dipakai didalam pakaian pelindung bila pakaian pelindung dalam bentuk rok atau baju panjang. Rambut harus bersih dan rapi dan rambut yang panjang harus diikat. Pada kebanyakan selama prosedur medis, rambut harus ditutup dengan penutup kepala yang steril. Jika kebersihan tangan dan kebersihan diri ini dipatuhi saat bekerja difasilitas kesehatan tidak diragukan lagi ini merupakan strategi yang paling penting dalam memberantas meningkatnya insiden organisme multi-drug resisten pada pelayanan kesehatan.
Penting untuk diingat: Petugas kesehatan harus mengetahui peraturan kebersihan dan sanitasi di puskesmas dan rumah sakit untuk mencegah dari infeksi nosokomial.
48 health messenger
Good to remember: Health staff should know the hygiene and sanitation rules in puskesmas and hospital to prevent from nosocomial infection.
PSYCHOSOCIAL PSIKOSOSIAL
Wawancara Interview
PERAWAT BAMBANG
Tim P2K/ HM team
NURSE BAMBANG
Makin lama semakin banyak pria yang bekerja sebagai perawat. Bagaimana tanggapan perawat pria yang bekerja di puskesmas yang lingkungannya didominasi oleh wanita?
Team HM bertemu saudara Bambang Isnur Imanto, seorang perawat pria yang bekerja di puskesmas Kopelma Darussalam sejak tahun 2005 di Unit Surveillance Penyakit Menular. Beliau lulus sekolah perawat pada tahun 1997.
Nowadays increasingly more men work as nurses. What do male nurses think about working in puskesmas (community health center), a field dominated by women?
HM team met HM Bambang Isnur Imanto, a male nurse who has been working in the Infectious Diseases Surveillance Unit of the puskesmas Kopelma Darussalam since 2005. He graduated from nursing school in 1997.
HM: Bagaimana tanggapan anda bekerja dilingkungan yang didominasi oleh wanita? NB: Biasa saja, saya tidak canggung, karena sejak dari sekolah dulu sudah melihat hal seperti ini. Dari 40 murid hanya ada 4 laki-laki. Sekarang pun, di puskesmas ini hanya ada 3 perawat pria. Tapi menurut saya, saat bekerja ada sedikit perbedaan antara perawat pria dan wanita. Perawat wanita umumnya lebih teliti, lebih teratur, dan lebih sabar. Sedangkan perawat pria lebih gesit dan lebih cepat sehingga lebih cocok ditempatkan untuk kegiatan-kegiatan dilapangan. HM: Apakah anda menikmati bekerja di unit surveillance
penyakit menular?
HM: What do you think about working in an environment which is dominated by women?
HM: Do you enjoy working in the surveillance unit of infectious diseases? NB: Yes, although this is not my basic education but I have received many trainings on infectious diseases surveillance that allowed me to gain a lot of knowledge. I can use in my working unit.
pembawa pesan kesehatan 49
PSYCHOSOCIAL PSIKOSOSIAL
NB: sekarang sudah lebih baik. Pembangunan saluran pembuangan, jamban dan air semakin baik terutama setelah tsunami baik itu di puskesmas maupun di desa-desa wilayah kerja puskesmas (Desa Rukoh, Kopelma Darussakam, Lamgugob, Ie Masen Kayee Adang dan Deah Raya).
HM: Bagaimana pendapat anda tentang program Air & Sanitasi di puskesmas? Apakah berhasil? NB: Menurut saya program watsan di puskesmas dapat dibilang cukup berhasil. Walaupun kami masih mendapat beberapa kasus diare tetapi belum pernah ada wabah diare.
HM: Is the WatSan progam in the puskesmas succesful? NB: Yes, we can say it is successful in the puskesmas.
We are still facing some diarrhea cases but no diarrhea outbreak has been noticed.
Penting untuk diingat: Petugas kesehatan tidak hanya memberikan pengobatan kepada masyarakat tetapi juga mengajari mereka tentang dasar-dasar higiene dan sanitasi.
HM: Apakah anda yakin air yang anda minum di rumah dan
di puskesmas sudah memenuhi syarat kesehatan? NB: Ya, karena umumnya sekarang kita minum air isi ulang. Khususnya di wilayah kerja puskesmas saya ada unit yang bertugas untuk memeriksa kualitas air minum isi ulang ini secara berkala.
Good to remember: Health workers not only give medication to people, they also educate them on the basics of hygiene and sanitation.
HM: Are you sure that drinking water in the households and puskesmas are matching healthy requirements? NB: Yes, because generally we drink refill water. Specifically, within the working areas of my puskesmas, there is one unit which regularly examine the quality of the refill drinking water. HM: According to you, should every nurse know about WatSan and its relation with health? NB: Yes, absolutely. There are so many diseases caused by poor sanitation and lack of access to clean water. For instance, if a diarrhea patient comes for medication, we give not only medication but also education to the patient on measures to prevent diarrhea such as washing hands with soap, cleaning up garbage bin, defecation in latrines and so forth.
What are the trainings you have attended already? NB: Trainings related to surveillance of communicable diseases such as surveillance of TB, Leprosy, Avian flu etc.
HM: Pelatihan apa saja yang pernah anda ikuti? NB: Pelatihan yang terkait dengan surveilans penyakit menular seperti surveilans TB, Kusta, Flu Burung dan sebagainya.
HM:
HM: Apa anda ingin ikut pelatihan lagi? Tentang apa? NB: Ya, saya ingin ikut pelatihan tentang Program Konseling
Permasalahan Remaja karena saya sedang melanjutkan pendidikan di psikologi. Saya pernah mengikuti pelatihan ini tapi saya ingin lebih mendalaminya.
HM:
Do you feel like needing additional training? About what? NB: Yes, I want to attend an Adolescent Problems Counseling Program because currently I am pursuing psychology studies. Actually, I participated in this training once but I would like to deepen my knowledge.
50 health messenger
Diare akut bisa terjadi di negara-negara yang sistem sanitasi dan airnya berkualitas rendah. Panduan ini akan membantu anda untuk menangani kasus-kasus diare baik yang disebabkan atau berhubungan dengan air. Apa itu diare?
Diare adalah BAB encer atau tinja berair 3 kali atau lebih per hari, atau lebih sering dibandingkan dari biasanya. Ini dapat menjadi penyakit yang mengancam jiwa khususnya anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun yang mudah sekali terserang. Ada dua jenis diare: diare akut yang terjadi tiba-tiba dan bisa berlanjut untuk beberapa hari dan diare kronis yang terjadi lebih dari dua minggu. Diare bisa disebabkan oleh infeksi usus oleh berbagai bakteri, virus dan organisme parasit.
Acute diarrhea can happen in countries where Water and Sanitation system are still poor. This guideline will help you to manage with diarrhea cases either transmitted by or linked to water. What is diarrhea?
Diarrhea is the passage of 3 or more loose or liquid stools per day, or more frequently than normal for the individual. It may represent a life threatening illness especially for children under 5 years old who are vulnerable. There are two types of diarrhea: acute diarrhea which starts suddenly and may continue for several days and chronic diarrhea that lasts for more than two weeks. Diarrhea may be caused by an infection of the gastrointestinal by a variety of bacterial, viral and parasitic organisms.
Diarrhea is a danger
The loss of watery stools can lead to under nutrition and death. Death caused by acute diarrhea or dysentery (bloody diarrhea) is most often due to the loss of a large amount of water and salts. This loss is called dehydration and electrolytes imbalance.
Dehidrasi
Tubuh biasanya mendapatkan masukan (input) air dan garam melalui minuman dan makanan dan tubuh mengeluarkan air dan garam (output) melalui tinja, urin, dan keringat. Ketika usus sehat, air dan garam melewati usus besar ke dalam darah. Ketika terjadi diare, usus besar tidak bekerja seperi biasanya.Air dan garam masuk ke dalam darah berjumlah lebih sedikit, dan lebih banyak dari dalam darah yang masuk ke usus besar. Oleh karena itu, air dan garam keluar melalui tinja lebih banyak dari jumlah biasanya.
Dehydration
The body normally takes in (input) water and salts through drinks and food and loses water and salts (output) through stool, urine and sweat. When the bowel is healthy, water and salts pass from the bowel into the blood. When there is diarrhea, the bowel does not work normally. Less water and salts pass into the blood, and more pass from the blood into the bowel. Thus, more than the normal amount of
Kehilangan air dan garam lebih dari jumlah normal menyebabkan tubuh menjadi dehidrasi. Ini terjadi ketika jumlah air dan garam lebih banyak keluar dibandingkan dengan jumlah yang masuk. Dehidrasi juga bisa disebabkan karena banyak sekali muntah, yang sering terjadi ketika diare. Dehidrasi terjadi lebih cepat pada bayi dan anak-anak, pada cuaca panas dan ketika ada demam.
water and salts are passed in the stool. A important loss of water and salts results in dehydration. Dehydration can also be caused by vomiting, which often accompanies diarrhea. Dehydration occurs faster in infants and young children, in hot climates, and when patients have fever.
Ask
How long has the patient been suffering from diarrhea? Is it acute (<14d) or chronic (>14d)? Is there any visible blood or pus in the faeces (microscopy if necessary)? It suggests a Shigella dysentery, or is it a watery diarrhea like rice water? It could be cholera. Is there fever? Additional questions: Is there tenesmus? Suggests that the rectum has been affected by inflammation or ulceration Is there abdominal pain? Not with cholera Is the patient vomiting? Makes dehydration worse and makes therapy more difficult Are there a many people in the same area with the same symptoms? An epidemic?
Menanyakan
Berapa lama pasien telah menderita diare? Apa itu akut (<14 hari) atau kronis (>14 hari)? Apakah tampak adanya darah atau nanah di dalam tinja (pemeriksaan mikroskopis kalau perlu)? Ini menunjukkan shigella disentri, atau apakah mencret berair seperti air cucian beras? Mungkin saja kolera Apakah ada demam?
Pertanyaan tambahan:
Apakah ada tenesmus? Terkesan bahwa dubur telah terinfeksi atau ulserasi? Apakah ada sakit perut? Tidak pada kolera Apakah pasien muntah-muntah? Menjadikan dehidrasi lebih buruk dan membuat lebih sulit diobati Apakah ada banyak orang pada daerah yang sama yang mempunyai gejala yang sama? Apakah itu wabah?
Treating diarrhea
The most important parts of treatment of diarrhea are: Prevent dehydration if possible Treat dehydration quickly if it does occur Give zinc supplements for 10/14 days (depending on the availability of supplies and national policy to reduce the severity of the episode and to reduce the incidence of diarrhea episodes in the following 2 to 3 months) Breastfeeding for children Dehydration preventive measures Usually it can be prevented by drinking more fluids as soon as the diarrhea starts. To do this, give the recommended home fluids or give available foodbased fluids (gruel, soup or rice-water). Tell the mother to increase the frequency of breastfeeding, or
Pengobatan diare
Bagian yang paling penting dalam penanganan diare adalah:
Mencegah terjadinya dehidrasi jika memungkinkan Jika terjadi dehidrasi, segera diobati Berikan suplemen zinc selama 10/14 hari (tergantung ketersediaan cadangan dan kebijakan nasional untuk mengurangi keparahan diare dan untuk mengurangi angka insiden diare susulan 2 hingga 3 bulan berikutnya) Berikan ASI untuk anak-anak
Tindakan pencegahan dehidrasi Dehidrasi biasanya bisa dicegah dengan minum lebih banyak air sesegara mungkin ketika mulai diare.Untuk melakukannya, berikan cairan di rumah yang disarankan atau berikan makanan yang tersedia yang berbahan dasar air ( bubur, sup
52 health messenger
Diare Diarrhea
< 4 kali mencret/hari <4 liquid stools/day Tidak atau dalam jumlah kecil Non or small amount Normal Normal Normal Normal Sadar Well alert Nampak Present Normal Normal Lembab Humid Normal Normal Cubitan kembali dengan cepat
4 - 10 kali mencret/hari 4 to 10 liquid stools/day Kadang-kadang Some Lebih banyak dari biasa Greater than normal Sedikit dan berwarna gelap Small amount and dark Mengantuk, mudah terangsang, tampak tidak sehat Sleepy, irritable, not well Tidak nampak Absent Cekung Sunken Kering Dry Lebih cepat dari normal Faster than normal Cubitan kembali dengan lambat
10 kali mencret/hari 10 liquid stools/day Sangat sering Very frequent Tidak sanggup minum Unable to drink Tidak kencing selama 6 jam No urine for 6 hours Sangat mengantuk, tidak sadar, terkulai lemah Very sleepy, unconscious, floppy Tidak Nampak Absent Sangat kering, cekung Very dry, sunken Sangat kering Very dry Cepat dan dalam Fast and deep Cubitan kembali dengan sangat lambat Pinch goes back very slowly Sangat cepat, atau lemah (sukar di raba) Very fast, or weak (not able to feel it) Sangat cekung Very sunken
Muntah-muntah Vomiting Rasa haus/minum Thirst Kencing Urine Kondisi umum General conditions Air mata Tears Mata Eyes Mulut dan lidah Mouth & tongue Nafas Breathing Kulit (turgor) Skin (turgor)
Pinch goes back quickly Pinch goes back slowly Normal Normal Normal Normal Lebih cepat dari biasanya Faster than normal Cekung Sunken
Nadi Pulse Ubun-ubun kepala (anak-anak) Fontanelle (children) Ukur suhu Take temperature Berat Weight
Kehilangan < 25 gram/ Kehilangan 25 -100 gram/ kg berat badan kg berat badan Loss of < 25 grams/ kg of weight Loss of 25 -100 grams/ kg of weight
Kehilangan > 100 gram/ kg berat badan Loss > 100 grams/kg of weight
PUTUSKAN DECIDE
Jika pasien memperlihatkan Jika pasien memperlihatkan Tidak ada tanda-tanda 2 atau lebih tanda-tanda ini, 2 atau lebih tanda ini, dehidrasi pasien tersebut dehidrasi ringan dehidrasinya berat If the patient presents 2 or No sign of dehydration more of these signs, he has a slight dehydration If the patient presents 2 or more of these threats, the dehydration is severe
atau air tajin). Beritahukan kepada ibu untuk lebih sering memberikan ASI, atau berikan susu bubuk yang dipersiapkan dengan jumlah air dua kali lebih banyak dari biasanya. Perawatan Dehidrasi Pengobatan terbaik untuk dehidrasi adalah minum air larutan gula garam. Namun demikian, petugas kesehatan dapat memberikan terapi cairan infus (Ringer Lactat) pada pasien dengan dehidrasi berat di puskesmas atau rumah sakit. Suplemen Zinc Suplemen Zinc diberikan selama terjadinya diare untuk mengurangi lamanya diare dan tingkat keparahannya pada 2-3 bulan berikutnya. Seluruh pasien yang terkena diare harus diberikan suplemen zinc sesegera mungkin. Memberi makan anak yang kena diare Berilah makan anak dalam jumlah yang sedikit tetapi sering dengan makanan yang bergizi dan mudah dicerna. Coba tingkatkan frekuensi dan lamanya waktu pemberian ASI. Hal tersebut akan memberikan nutrisi yang anak butuhkan dan akan mencegah hilangnya berat badan selama diare. Cairan yang diberikan kepada pasien tidaklah menggantikan kebutuhan akan makanan. Untuk itu setelah diare berhenti, dapat diberikan makanan harian tambahan selama seminggu untuk membantu mengembalikan berat badan. Anak-anak yang menderita diare Anak-anak adalah korban pertama diare karena tubuhnya mudah diserang dan lebih lemah dibandingkan orang dewasa. Anda bisa melihat tabel dibawah ini yang dapat digunakan untuk menyarankan ibu yang anaknya menderita diare dan cara membuat larutan gula garam. ORALIT/ORS Usia Anak Age of the child Hingga 4 bulan Up to 4 months 4- 12 bulan 4-12 months 12 bulan hingga 1 tahun 12 months to 1 year 2 hingga 5 tahun 2 to 5 years Dalam ml In ml 200-400
give powder prepared milk with twice the usual amount of water. Dehydration treatments The best treatment for dehydration is oral therapy with an ORS solution. However, health workers should give an intravenous therapy (Ringer Lactat) to patients with severe dehydration in puskesmas or hospital. Zinc supplementation Zinc supplements given during an episode of diarrhea reduce its duration and severity in the following 23 months. All patients with diarrhea should be given zinc supplements as soon as possible. Feeding a child with diarrhea Frequently feed the child with small amount of nutritious, easily digestible food. Try to increase the frequency and duration of breastfeeding. It will provide nutrients the child needs and will prevent from loosing weight during diarrhea. Fluids given to the patient do not replace the need for food. After the diarrhea has stopped, an extra daily meal for a week will help to regain weight. Children with diarrhea Children are the first victims of diarrhea as their body is vulnerable and weaker than adults. You can find below a table you can use to advise a mother whose baby is suffering diarrhea and the recipe of ORS.
Perawatan Rumah: Larutan Gula Garam (LGG) Home Cares: Oral Rehydration Salts (ORS)
400-700
700-900
8 sendok teh gula = 8 teaspoons of sugar 1 liter air = 1 litre of water 1 sendoh teh garam = 1 teaspoon salt
900-1040
54 health messenger
If your children has diarrhea: Give extra fluids as much as the child can take such as milk, ORS, water, vegetable soup, boiled rice Breast feed frequently After each stools give additional fluids in addition to the usual fluid intake Refer to the health center if your child can not drink, is getting sicker, if there is blood in the stool.
PENTING UNTUK DIINGAT: Ada 2 jenis diare: Akut (<14 hari) dan kronis (>14 hari).
Obat Pada umunya penyebab diare adalah virus (Rotavirus).Tidak ada obat yang mampu dengan aman dan efisien menghentikan diare. Antibiotik tidak disarankan kecuali untuk diare yang disebabkan oleh bakteri. Obat-obatan anti motilitas (seperti loperamide) bisa membahayakan, khususnya untuk anak yang berusia dibawah 5 tahun. Obat-obatan tersebut mengurangi kram dan rasa sakit sementara tetapi memperlambat dari pembersihan organisme oleh sebab itu sakit bisa sembuh lebih lama.
GOOD TO REMEMBER: There are 2 kinds of diarrhea: Acute (<14 days) and Chronic (>14 days).
Medicines The common cause of diarrhea is a virus (Rotavirus). There are no drugs able to safely and efficiently stop diarrhea. Antibiotics are not recommended except for diarrhea caused by bacteria. Anti motility drugs (such as loperamide) may be harmful, especially for children under 5 years old. They temporarily reduce cramps and pain but delay elimination of organisms thus, the illness could last longer.
- Rujuklah segera ke rumah sakit terdekat Refer urgently to the closest hospital
- Minum lebih banyak / Drink eagerly - Cubitan kulit kembali lambat / Slow skin pinch
- Obati dehidrasi dengan oralit / Treat the dehydration with ORS - Rawat rumah / Home cares
- Minum normal / Drink normally - Cubitan kulit kembali normal / Normal skin pinch
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP AIR, SANITASI DAN HIGIENE DI ACEH
Knowledge, Attitudes and Practices on Water, Sanitation and Hygiene in Aceh
Sasimar Sangchantr, PhD MPH, Riza Adirza, Damaris Monteiro and Soegeng Afriyanto - Tim Kesehatan Masyarakat/Public Health Team, International Organization for Migration
Proyek Air dan Sanitasi Masyarakat International Organization for Migration (IOM) adalah proyek perbaikan kembali pasca tsunami dengan target 2,854 keluarga di 83 komunitas di 11 kabupaten wilayah pesisir pantai di Aceh. Proyek ini didanai oleh American Red Cross, tujuannya untuk meningkatkan ketersediaan air dan sanitasi yang aman bagi masyarakat yang ditargetkan, untuk meningkatkan perilaku higiene yang baik di tingkat keluarga dan untuk membangun kapasitas masyarakat dalam mengelola, melaksanakan dan memelihara suplai air dan sistem sanitasi.
Pada bulan Desember 2007 dan Januari 2008, IOM melaksanakan sebuah studi untuk menilai Pengetahuan, Sikap dan Perilaku masyarakat yang ditargetkan mengenai isu-isu yang berkaitan dengan air, sanitasi dan higiene. Hasil studi tersebut ditujukan untuk menilai kondisi dasar dari populasi target, untuk memberikan panduan dalam pengembangan dan implementasi strategi kesehatan masyarakat dan selanjutnya untuk memungkinkan mengukur perkembangan yang diperoleh setelah implementasi intervensi kesehatan yang bertujuan untuk mempengaruhi perubahan perilaku.
The International Organization for Migration (IOM) Community Water and Sanitation Project is a post-tsunami recovery project that targets 2,854 households in 83 communities across 11 coastal districts of Aceh. It is funded by the American Red Cross with objectives to increase availability of safe water and sanitation for targeted communities, to improve good hygiene practices at the household level, and to build capacity of targeted communities to administer, operate and maintain safe water supply and sanitation systems.
In December 2007 and January 2008, IOM conducted a study to assess the Knowledge, Attitudes and Practices (KAP) of targeted communities on issues related to water, sanitation and hygiene. Results of the study serve to document baseline conditions of the target population, to guide the development and implementation of public health strategy, and later to enable measurement of progress achieved after implementation of health interventions aiming to affect behavior change.
56 health messenger
Sebuah survei keluarga dilakukan secara acak dan observasi langsung yang mencakup 1.102 keluarga di 75 dari 83 tempat di 11 kabupaten/kota (Tabel 1). Pertanyaan-pertanyaan survei diarahkan kepada para ibu atau wanita dewasa dalam setiap keluarga karena biasanya mereka adalah orang utama yang bertanggung jawab untuk mengolah dan menyimpan air minum, memasak makanan, merawat anak, dll, untuk seluruh anggota keluarga. Dengan anggapan bahwa penduduk yang tinggal di rumahrumah IOM dapat mewakili sebagian besar masyarakat Aceh, maka hasil dari studi PSP ini secara umum dapat digunakan oleh petugas kesehatan di sejumlah wilayah Aceh yang tercakup dalam studi ini. Kami berbagi informasi ini dengan rekan-rekan petugas kesehatan di Aceh dengan harapan bahwa hal ini dapat membantu kita semua dalam menggunakan waktu dan sumber daya yang terbatas untuk mempromosikan perilaku hidup sehat yang berkaitan dengan air, sanitasi dan higiene secara lebih efektif. Artikel ini merangkum hasil-hasil utama dari studi tersebut, menyoroti permasalahan yang ada terkait pengetahuan, sikap dan perilaku diantara masyarakat Aceh dan memberi saran cara-cara untuk mengarahkan usaha promosi higiene.
A randomized household survey and direct observations covered 1,102 households in 75 of 83 sites in 11 districts (Table 1). Survey questions were directed to the mother or adult female of the household, as she is typically the primary person in her household responsible for preparing and storing drinking water, cooking meals, caring for children, etc. for all household members. Assuming that people living in IOM houses comprise a representative subset of the larger Acehnese communities in which they live, results from this KAP study may be used generally by health workers active in areas of Aceh covered by the study. We share this information with fellow health workers in Aceh with the hope that it helps us all utilize limited time and resources to promote healthy practices related to water, sanitation and hygiene more effectively. The present article summaries key results from the study, highlights evident gaps in knowledge, attitudes and practices among Acehnese communities, and suggests ways to direct hygiene promotion efforts.
Drinking water
Mothers in Aceh have variable standards for what constitutes usable household water, and they make clear distinctions between what they perceive as water quality suitable for drinking versus water quality suitable for washing or bathing. Some use washing and bathing water for drinking if they perceive the water quality to be clean, while others never use washing and bathing water for drinking, no matter how clean the water seems. Among households surveyed, the most common source of drinking water is refill water purchased from local vendors (35.7%). 29.2% of households consume water obtained from shallow wells or boreholes and 12.2% from the regional water utility or PDAM (Perusahaan Daerah Air Mandi). Good KAP on how to prepare and store safe drinking water are high among mothers surveyed. Almost all boil their water before drinking it (94.2%). A small percentage prepares safe drinking water by chlorination or UV disinfection (1.0%). Fewer than 5% of households consume unsafe water directly from its source. 88.6% of mothers understand that safe drinking water should be stored in closed containers to prevent
Tabel 1. Ukuran sampel per kabupaten/kota Table 1. Sample size per district
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL Kabupaten/Kota District Banda Aceh Aceh Besar Pidie Bireuen Lhokseumawe Aceh Utara Aceh Timur Aceh Jaya Aceh Barat Nagan Raya Aceh Singkil # Lokasi # Sites 16 16 6 9 6 12 1 2 5 1 1 75 # Sampel Keluarga # Households Sampled 147 251 65 108 132 159 20 101 84 15 20 1102
Air Minum
Para ibu di Aceh memiliki standar yang bervariasi terhadap definisi air yang dapat digunakan oleh keluarga dan mereka membuat perbedaan yang nyata antara apa yang mereka pahami tentang kualitas air yang cocok untuk diminum dengan kualitas air yang cocok untuk mencuci dan mandi. Beberapa dari mereka menggunakan air untuk mencuci dan mandi untuk air minum jika mereka menganggap bahwa air itu cukup bersih, sementara yang lainnya tidak pernah menggunakan air mencuci dan mandi untuk air minum walaupun air tersebut kelihatan bersih. Diantara keluarga yang disurvei, sumber air minum paling banyak berasal dari depot air minum isi ulang setempat (35,7%). 29,2% keluarga mengkonsumsi air yang diperoleh dari sumur dangkal atau sumur bor dan 12,2% dari penggunaan air daerah atau PDAM (Perusahaan Daerah Air Mandi). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) yang baik tentang bagaimana cara menyiapkan dan menyimpan air minum terlihat cukup tinggi diantara para ibu yang disurvei. Hampir semua merebus air sebelum diminum (94.2%). Sebagian kecil menyiapkan air minum yang aman dengan klorinisasi atau disinfeksi UV (1.0%). Kurang dari 5% keluarga mengkonsumsi air yang tidak aman langsung dari sumbernya. 88,6% dari para ibu paham bahwa air minum yang aman harus disimpan di dalam wadah yang tertutup untuk mencegah rekontaminasi. Data observasi menegaskan bahwa keluarga menyimpan air minum mereka di dalam berbagai jenis wadah yang baik dengan tutup, seperti teko teh atau dispenser air isi ulang (84,8%).Namun demikian,perilaku dalam menutup wadah dengan cara yang benar harus ditingkatkan lagi. Hanya 65,0% dari keluarga yang diobservasi menutup wadah penyimpanan air dengan benar. Promosi higiene harus ditujukan pada pentingnya menyimpan air minum di dalam wadah yang tertutup dan mengingatkan para ibu untuk tetap menjaga supaya wadah ditutup dengan benar. Perilaku penting dalam menangani air yaitu membuat air aman untuk diminum harus ditekankan bagi para keluarga yang masih mengkonsumsi air yang tidak aman langsung dari sumbernya.
recontamination. Observational data confirm that these households store their drinking water in various kinds of good containers with removable caps, such as teakettles or refill water dispensers (84.8%). However, practice on closing caps properly can be improved. Only 65.0% of households were observed to keep all of their water storage containers closed properly. Hygiene promotion should concentrate on the importance of keeping safe drinking water stored in closed containers and remind mothers to keep container caps properly closed. The vital practice of treating water to make it safe for drinking should be reinforced as well, with aims to reach those households that still consume unsafe water directly from its source.
Defecation
Among mothers surveyed, good knowledge and attitudes on healthy defecation behavior are high. In general, mothers understand that they should not defecate outdoors and that there are health risks associated with leaving feces exposed to open air (>90%). Good practice, however, is lacking. Although all houses surveyed have private bathrooms and 93.7% of toilets were confirmed to be functional at the time of the survey, as many as 12.2% of households do not use the toilets in their own homes regularly. Instead, they use nearby public toilets or defecate outdoors (e.g. open fields, rivers, drainage ditches, forests, beaches). Children in particular are more inclined to defecate outdoors. Evidence of open defecation was observed in 17.1% of sites surveyed. Further qualitative study should look into reasons why people defecate outdoors despite having good knowledge and attitudes on healthy defecation and private indoor facilities available. For example, farmers may defecate in their fields during the day simply because there are no toilets available nearby and it is convenient, in which case safe alternatives to open defecation in this context should be considered and promoted. Hygiene promotion should reinforce negative attitudes towards open defecation and encourage mothers to teach their children good defecation habits.
58 health messenger
Akan tetapi perilaku yang baik masih kurang. Walaupun semua rumah yang disurvei memiliki kamar mandi pribadi dan 93,7% toilet dipastikan berfungsi dengan baik pada saat survei, ada sebanyak 12,2% keluarga tidak memakai toilet di rumah mereka sendiri secara teratur. Sebaliknya mereka menggunakan toilet umum atau BAB di sembarang tempat (contoh, lapangan terbuka, sungai, selokan pembuangan air, hutan, pantai).Terutama anak-anak, mereka lebih cenderung BAB di ruang terbuka. Bukti bahwa masyarakat masih BAB disembarang tempat di temukan di17,1% area yang disurvei. Studi kualitatif lebih lanjut harus menginvestigasi alasan mengapa masyarakat BAB di ruangan terbuka walaupun mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang baik mengenai cara BAB yang sehat dan tersedia fasilitas di dalam ruangan. Sebagai contoh, petani mungkin BAB di sawah mereka hanya karena tidak tersedia jamban yang dekat dan nyaman, dalam hal ini maka alternatif yang aman untuk BAB di ruang terbuka dalam konteks ini harus dipertimbangkan dan dipromosikan. Promosi higiene harus menekankan sikap negatif terhadap BAB di tempat terbuka dan mendorong para ibu untuk mengajarkan pada anak mereka kebiasaan BAB yang baik.
understand the germ theory of disease, that dirty hands may contain germs, and that they can become sick if they do not wash their hands (79.1%). Almost all are knowledgeable on the most critical times to wash their hands to prevent sickness, including before eating, before preparing food, and after defecating (>96%). The importance of using soap (rather than water alone) to wash hands properly is understood by 43.9% of mothers surveyed. Actual practice is comparably low or lower still, though almost all mothers use soap on a daily basis, either for washing or bathing (98.5%). Lifebuoy (40.4%) and Lux (19.3%) are the most popular brands of soap purchased for bathing, including hand washing. Interestingly, there is no statistically significant difference among the economic classes in hand washing practice (p>0.05). Hygiene promotion should emphasize the importance of using soap to wash hands properly in order to prevent sickness. Knowledge on critical times to use
soap when washing hands should be reinforced. Access to soap inside the home is not an issue as almost all mothers use soap on a daily basis (98.5%). Access to soap outside the home may be an issue, and potential environmental barriers outside the home should be considered.
Good to remember: Results of KAP study may be used by health workers to promote healthy practices related to water, hygiene and sanitation.
Penting untuk diingat: Hasil penelitian KAP mungkin dapat digunakan oleh petugas kesehatan untuk mempromosikan perilaku hidup sehat yang berhubungan dengan air, higiene dan sanitasi.
Again, most mothers surveyed understand that they can become sick if they do not wash their hands with soap at critical times (79.1%). Moreover, they understand that hand washing with soap at critical times can prevent diarrhea specifically (59.9%). Most also know that they can become sick from drinking unsafe water (78.6%) and that diarrhea can be caused by drinking unsafe water (68.2%).
60 health messenger
mereka dapat sakit karena minum air yang tidak aman (78,6%) dan diare dapat disebabkan karena minum air yang tidak aman (68,2%). 84,2% dari para ibu menyadari akan potensi bahaya diare bahwa diare dapat menyebabkan kematian pada anak disebabkan oleh dehidrasi jika tidak ditangani. Hal ini sesuai, karena mereka membawa anak mereka yang sakit ke fasilitas kesehatan setempat dalam waktu 24 jam pertama sejak diare diketahui (83,5%). Sekitar separuh dari para ibu yang disurvei menangani diare dengan Oralit atau ORT (Oral Rehydration Therapy; 49,9%). Beberapa dari mereka memakai larutan rehidrasi yang dibuat sendiri terdiri dari gula dan garam disebut Larutan Gula Garam (LGG) (21,2%). Pada saat survei, 14% keluarga memiliki paling sedikit satu anggota keluarga yang pernah menderita diare dalam dua minggu terakhir. Sama seperti perilaku mencuci tangan, tidak ada perbedaan signifikan akan prevalensi diare diantara kelas-kelas ekonomi masyarakat (p>0,05). Promosi higiene harus bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai penyebab, pencegahan dan penanganan khususnya diare, dengan penekanan bahwa pada kenyataannya diare dapat menjadi fatal terutama pada anak-anak dibawah lima tahun. Ibu harus didorong untuk segera mencari perawatan medis bagi bayi dan balita yang terkena diare begitu melihat gejala diare. Resep LGG dan penggunaannya sebagai suatu cara yang sederhana, tersedia, murah dan efektif untuk mencegah dehidrasi harus dipromosikan dengan lebih baik lagi. Peningkatan kesadaran terhadap prevalensi kasus cacingan yang parah di Aceh mungkin dapat digunakan untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat sehingga mereka meningkatkan perilaku higiene yang baik secara umum.
84.2% of mothers are aware of the potential severity of diarrhea, that it can cause death in children from dehydration if left untreated. Appropriately, they bring their sick children to a local health facility within the first 24 hours diarrhea is observed (83.5%). About half of mothers surveyed treat diarrhea with Oralit or ORT (Oral Rehydration Therapy; 49.9%). Some use a homemade rehydration solution comprised of sugar and salt called Larutan Gula Garam (LGG) (21.2%). At the time of the survey, 14.0% of households had at least one member in the house suffer from diarrhea in the previous two weeks. Like hand washing practice, there is no statistically significant difference in prevalence of diarrhea among the economic classes (p>0.05). Hygiene promotion should aim to improve knowledge on causes, prevention and treatment of diarrhea specifically, stressing the reality that diarrhea can be fatal particularly in children under five. Mothers should be encouraged to seek medical care for infants and toddlers with diarrhea immediately upon onset of symptoms. The recipe for LGG and its use as a simple, readily available, cheap and effective means to prevent dehydration should be better promoted. Increasing awareness on prevalence of severe helminthes cases in Aceh may be used to shock communities in improving good hygiene practices generally.
TAKARIR
Akut: Penyakit yang terjadi mendadak dan berkelanjutan singkat serta gawat. Angioedema: Penyakit alergi pada kulit yang ditandai dengan urtika yang mengenai lapisan kulit lebih dalam daripada kulit jangat, dapat terjadi di lapisan mukosa dan bisa juga saluran cerna. Anti motility drugs: Obat untuk menghambat peristaltik usus. Antraks: Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bacillus anthracis yang terutama menyerang hewan ternak tetapi dapat juga menyerang manusia yang mengakibatkan kelainan di kulit, saluran cerna dan paru. Arthralgia: Nyeri sendi. Ada banyak sebab pada nyeri sendi. Bacterial Vaginosis: Kondisi pada wanita dimana keseimbangan normal bakteri vagina terganggu dan diganti oleh bakteri lain yang dapat menyebabkan infeksi pada vagina, umumnya Gardnerella vaginalis. Kadang kala disertai dengan timbulnya gejala pada vagina berupa: lendir, bau, nyeri, gatal dan rasa terbakar. Booster vaksinasi: Dosis tambahan vaksin yang diberikan secara periodik untuk mempertahankan sistem imun. Sebagai contoh, tambahan dosis vaksin tetanus dan difteri direkomendasikan untuk diberikan setiap 10 tahun sekali untuk orang dewasa. CHAST: Pelatihan hygiene dan sanitasi untuk anak-anak. Delirium: Keadaan status mental, kebingungan yang diakibatkan oleh demam tinggi, intoksikasi, syok atau sebab lain yang ditandai dengan cemas, disorientasi, gangguan ingatan, halusinasi, tremor dan bicara ngawur. Dermatofitosis: infeksi pada kulit, kuku dan rambut yang disebabkan oleh dermatofita (jamur) dan ditandai oleh kulit yang merah, papula, vesikel dan skuama. Disability Adjusted Life Years (DALY): Jumlah tahun yang hilang dari kehidupan potensial yang disebabkan oleh kematian dini atau jumlah tahun yang hilang dari kehidupan produktif karena kecacatan. Disentri: Radang pada selaput lendir usus yang ditandai dengan diare dan tinja bercampur lendir dan darah. Disinfeksi: Membersihkan serta membunuh atau menghambat pertumbuhan mikro organisme penyebab penyakit. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC): Kelainan perdarahan yang terjadi akibat aktivitas yang tidak terkontrol dari faktor pembeku darah dan enzim fibrinolitik diseluruh pembuluh darah kecil, sehingga mengakibatkan nekrosis dan perdarahan. Erisipelas: Infeksi akut pada kulit oleh bakteri streptokokus, yang menyebabkan terjadinya inflamasi dikulit yang menyebar ke lapisan lemak dibawah kulit. Eritema: Perubahan warna kulit menjadi kemerah-merahan karena kongesti kapiler. Fissura: Kulit yang pecah-pecah, biasanya terjadi pada membran mukosa yang membentuk luka seperti kulit yang retak. HBV: Hepatitis B Virus. HCV: Hepatitis C Virus. Hipovolemia: Volume sirkulasi darah yang rendah. HIV: Virus imunodefisiensi pada manusia (Human Immunodeficiency Virus). Infeksi nosokomial: Infeksi yang terjadi atau berasal dari rumah sakit, umumnya terjadi 72 jam setelah masuk rumah sakit yang bisa terjadi pada pasien atau petugas rumah sakit. Insiden: Frekuensi kejadian misalnya penyakit tertentu pada daerah atau populasi tertentu. Pada epidemiologi, insiden adalah jumlah kasus baru dalam periode waktu tertentu. Kronik: Menahun dan berlangsung dalam waktu yang lama. Leukopenia: Jumlah sel darah putih (leukosit) yang rendah dari jumlah normal Makula: Bercak berupa perubahan kulit semata-mata yang biasanya tidak meninggi diatas permukaan kulit. Mialgia: Nyeri pada satu otot; atau nyeri pada beberapa otot. Nosokomial: Yang berasal dan terjadi di rumah sakit, khususnya ditujukan kepada infeksi. Papula: Tonjolan kulit yang kecil, berbatas jelas dan padat yang berdiameter kurang dari 1 cm. Papula dapat terinfeksi karena garukan. Patch test (tes tempel): Tes sensitivitas alergi pada kulit yang dilakukan dengan memasukkan bahan allergen yang diduga kedalam kulit dengan alat bedah kecil dalam jangka waktu tertentu untuk mengetahui ada tidaknya reaksi alergi yang timbul. Pengobatan topical: Pengobatan setempat pada kulit. PHAST: Pelatihan hygiene dan sanitasi yang berbasis partisipasi masyarakat. Psoriasis: Penyakit kulit menahun dengan kelainan berupa kulit kemerahan, disertai pembentukan sisik-sisik berwarna perak yang tertumpuk berlapis-lapis, bisa diseluruh badan, tetapi terbanyak di lengan dan tungkai. Penyakit ini tidak menular dan belum jelas sebabnya. Pustule: Gelembung dikulit yang berisi nanah dilapisan epidermis atau dibawahnya yaitu di dermis dengan diameter < 1 cm. Skuama: Serpih lapisan tanduk kulit ari yang terlepas. Sporozoit: Bentuk plasmodium yang dilepaskan dari ookista dalam nyamuk untuk berkumpul dalam kelenjar ludah nyamuk dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Tenesmus: Sasme dan rasa nyeri pada lubang anus yang diikuti rasa ingin BAB tetapi tidak disertai dengan keluarnya tinja. Trombositopenia: Berkurangnya jumlah sel-sel yang berfungsi untuk pembekuan darah (trombosit) dalam darah tepi. Sel-sel ini disebut juga platelet (trombosit). Ulserasi: Terjadinya tukak. Vesikel: Gelembung kecil dikulit (seperti bisul kecil), biasanya berisi cairan dengan diameter < 1 cm.
62 health messenger
GLOSSARY
Acute: An illness that is of short duration, rapidly progressive, and in need of urgent care. Angioedema: An allergic skin disease characterized by patches of confined swelling involving the skin, the layers beneath the skin, the mucous membranes and sometimes the viscera. Anthrax: Infection caused by the bacterium Bacillus anthracis that primarily affects livestock but that can occasionally spread to humans, affecting either the skin, intestines or lungs. Anti motility drugs: Medicines that prevent the intestinal peristaltic. Arthralgias: Pain in the joints. There are many possible causes of pain in a joint. Bacterial Vaginosis: A vaginal condition where the normal balance of bacteria in the vagina is disrupted and replaced by an overgrowth of certain bacteria, generally Gardnerella vaginalis. It is sometimes accompanied by discharge, odor, pain, itching or burning. Booster vaccination: An additional dose of a vaccine needed periodically to "boost" the immune system. For example, a booster shot of the tetanus and diphtheria (Td) vaccine is recommended for adults every 10 years. CHAST: Childrens Hygiene and Sanitation Training. Chronic: Persisting over a long period of time. Delirium: A temporary state of mental confusion resulting from high fever, intoxication, shock, or other causes, and characterized by anxiety, disorientation, memory impairment, hallucinations, trembling, and incoherent speech. Dermatophytosis: Infection of the skin, hair, or nails caused by a dermatophyte (fungus) and characterized by redness of the skin, small papulae, vesicles, fissures, and scaling. Disability Adjusted Life Years (DALY): The sum of years of potential life lost due to premature mortality and the years of productive life lost due to disability. Disinfection: To cleanse so as to destroy or prevent the growth of diseasecarrying micro organisms. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC): Hemorrhagic disorder that occurs following the uncontrolled activation of clotting factors and fibrinolytic enzymes throughout small blood vessels, resulting in tissue necrosis and bleeding. Dysentery: Inflammation of the intestine characterized by the frequent passage of feces, usually with blood and mucus. Erysipelas: An acute streptococcus bacterial infection of the dermis, resulting in inflammation and characteristically extending into underlying fat tissue. Erythema: Redness of skin resulting from congestion of capillaries. Fissure: a break in the skin, usually where it joins a mucous membrane, producing a crack like a sore or an ulcer. HBV: Hepatitis B Virus. HCV: Hepatitis C Virus. HIV: Human Immunodeficiency Virus. Hypovolaemia: A blood disorder consisting of a decrease in the volume of circulating blood. Incidence: The frequency with which something, such as a disease, appears in a particular population or area. In disease epidemiology, the incidence is the number of newly diagnosed cases during a specific time period. Leukopenia: Lower than the normal amount of white blood cells (leukocytes). Macula: Small flat and discoloured spot on the skin. Myalgia: Pain in a muscle; or pain in multiple muscles. Nosocomial: Originating or taking place in a hospital, acquired in a hospital, especially in reference to an infection. Nosocomial infection: Infection present or originating in the hospital, generally occurring 72 hours after admittance which can affect patients as well as hospital personnel. Papulae: A small solid rounded bump rising from the skin that is usually less than 1 centimeter in diameter. Papulae may open when scratched and become infected. Patch test: Allergic sensitivity test in which a suspected allergen is applied on a small surgical pad on the skin for a certain period of time in order to determine if an allergic response is present. PHAST: Participatory Hygiene and Sanitation Transformation. Psoriasis: Chronic dermatitis with erythematous scaling patches covered by silvery white scales.that can be found on all the body but mostly on arms and legs. It is non-infectious and causes are unknown. Pustule: A visible collection of pus in the epidermis layer of the skin or beneath it, in the dermis with a diameter < 1 cm. Sporozoite: form of plasmodium which is produced by oocysts in the mosquito, accumulate in the vectors saliva glands and are transferred to the definitive host by the bite of the infected mosquito. Squama: Scaly or platelike structure on the epidermis layer of the skin. Tenesmus: Painful spasm of the anal sphincter along with an urgent desire to defecate without the significant production of faeces. Thrombocytopenia: Abnormal drop in the number of blood cells involved in forming blood clots. These cells are called platelets (thrombocytes). Topical therapy: Local treatment on certain areas of skin. Ulceration: An ulcer or an ulcerous condition. Vesicle: A small circumscribed epidermal elevation (like a blister), usually containing a clear fluid with diameter < 1 cm.
GAME PERMAINAN
1 3 4 5 8 10 11 12 9 6
2 7
13
14 16 17 21 22 18
15 19 20
23 24
25 27 28 30 31 32 33
26
29
34 36 39 37 40 38 41
35
42
43 45 46 47
44
48
49
MENDATAR
4. Demam 10. Pengambilan jaringan tubuh secara bedah untuk pemeriksaan mikroskopik 11. Radang pada gusi 13. Laju Endap Darah 17. Jerawat 19. Luka baring, luka karena tekanan terus-menerus 21. Masa setelah melahirkan 22. Salah satu contoh water-borne disease 24. Alat yang diletakkan dalam rahim untuk mencegah terjadinya kehamilan 25. Campak 26. Radang telinga 28. Sel darah putih 30. Tulang hasta 31. Hilangnya daya untuk bergerak/lumpuh 32. Pembuluh darah balik 34. Vektor malaria
39. Magnetic Resonance Imaging 40. Selaput lendir 44. Radang saluran cerna yang disebabkan oleh Vibrio cholerae 45. Kesulitan kencing/sakit sewaktu kencing 47. Inflamasi 48. Tungkai atas/paha 49. Perubahan warna pada kulit tanpa adanya penonjolan
MENURUN:
1. Lapisan keras yang meliputi permukaan mahkota dan leher gigi 2.Gerakan yang tidak disadari 3. Tidak bisa / susah tidur 5. Vaksin untuk mencegah TBC 6. Cairan yang diberikan kepada penderita diare 7. Gerakan anggota badan menjauhi sumbu tengah tubuh
8. Sakit kepala sebelah 9. Sunat/khitan 12. Intensive Care Unit 14. Rahang bawah 15. Infeksi yang terjadi di rumah sakit 16. Zat hijau daun 18. Tajam penglihatan 20. Borok/luka terinfeksi 23. Ayan/sawan 27. Rahim/kandungan ibu 29. Dengue Syok Syndrome 31. Penyebab malaria 33. Keguguran 35. Kulit ari 36. Pemakan segala 37. Lemak 38. Cacing gelang 41. Rabun dekat 42. Patah tulang 43. Epidemi 46. Intra Muscular
64 health messenger
INFORMATION INFORMASI
Organisasi anda dapat berlangganan majalah Pembawa Pesan Kesehatan: LSM Internasional <300 eksemplar - Rp 50.000 >300 eksemplar - Rp 44.500 Institusi Lokal <300 eksemplar - Rp 38.000 >300 eksemplar - Rp 30.000 LSM Lokal <300 eksemplar - Rp 20.000 >300 eksemplar - Rp 15.000
1. EMAIL - 2. REFLEKS - 3. INSOMNIA - 5. BCG - 6. ORALIT - 7. ABDUKSI - 8. MIGREN - 9. SIRKUMSISI - 12. ICU - 14. MANDIBULA - 15. NOSOKOMIAL 16. KLOROFIL - 18. VISUS - 20. ULKUS - 23. EPILEPSI - 27. UTERUS - 29. DSS - 31. PLASMODIUM - 33. ABORTUS - 35. EPIDERMIS - 36. OMNIVORA 37. LIPID - 38. ASKARIS - 41. MIOPIA - 42. FRAKTUR - 43. WABAH - 46. IM
SUBSCRIPTIONBERLANGGANAN
Your organisation can take out subscription to the Health Messenger Magazine as: International NGO <300 copies - Rp 50.000 >300 copies - Rp 44.500 Local Institution <300 copies - Rp 38.000 >300 copies - Rp 30.000 Local NGO <300 copies - Rp 20.000 >300 copies - Rp 15.000
ADVERTISING PARIWARA
Organisasi anda dapat menerbitkan pariwara di majalah Pembawa Pesan Kesehatan. Untuk informasi, silakan menghubungi kami. Your organisation can publish an advertising in the Health Messenger Magazine. For more information, please contact us.
CONTACTKONTAK
Aide Mdicale Internationale Lr. Tgk. Meunara VII, no.6 Desa. Garot Geuceu Kec. Darul Imarah Aceh Besar, NAD indonesia.hm@gmail.com
MENURUN:
4. FEBRIS - 10. BIOPSI - 11. GINGIVITIS - 13. LED - 17. ACNE - 19. DEKUBITUS - 21. NIFAS - 22. DIARE - 24. IUD - 25. MORBILI - 26. OTITIS - 28. LEUKOSIT 30. ULNA - 31. PARALISIS - 32. VENA - 34. ANOPELES - 39. MRI - 40. MUKOSA - 44. KOLERA - 45. DISURIA - 47. RADANG - 48. FEMUR - 49. MAKULA
MENDATAR
Aide Mdicale Internationale (AMI) is a nongovernmental, non-profit organization (NGO). It is apolitical and secular. The goal of Aide Mdicale Internationale is to implement or re-establish access to health care for deprived and isolated populations. AMI was founded in 1979 by a group of twenty volunteer doctors and nurses. Since its creation, Aide Mdicale Internationale has developed programs in more than thirty countries. Now present in 9 countries, AMI teams provide primary health care, prevent infections, and implement health education programs. They also equip, rehabilitate and supply health care structures and train health care personnel. AMI has been working in Indonesia since March 2005 to provide Indonesian health workers, in the province of Aceh, with a continuous training tool appropriate to improve their knowledge and skills.
Aide Mdicale Internationale (AMI) adalah suatu organisasi nirlaba non-pemerintah.AMI tidak berpolitik dan bersifat sekuler. Aide Mdicale Internationale bertujuan untuk mewujudkan atau membangun kembali akses layanan kesehatan bagi masyarakat yang tersisihkan dan terisolasi. AMI didirikan pada tahun 1979 oleh dua puluh orang dokter dan perawat relawan. Sejak pendiriannya, Aide Mdicale Internationale telah mengembangkan program di lebih dari tiga puluh negara. Saat ini AMI bekerja di sembilan negara. Tim AMI memberikan layanan kesehatan primer, pencegahan infeksi, dan melakukan program pendidikan kesehatan. AMI juga melengkapi, merehabilitasi dan mensuplai pusat layanan kesehatan serta melatih petugas kesehatan. AMI telah bekerja di Indonesia sejak Maret 2005 untuk membantu para pekerja kesehatan Indonesia di Provinsi Aceh dengan sejumlah perangkat pelatihan yang tepat guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
Contributors / Kontributor:
www.amifrance.org