You are on page 1of 5

BAB I Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul terdiri atas 3 (tiga) satuan fisiografis atau bentanglahan (landscape), yang selanjutnya

dipakai sebagai dasar bagi pembagian satuan wilayah pengembangan, yaitu: (i) Wilayah Pengembangan Utara disebut Zona Perbukitan Baturagung dengan ketinggian 200 - 700 meter dpal. Topografi berbukit-bukit, terdapat sungai yang mengalir di permukaan dan sumber-sumber airtanah dengan kedalaman berkisar antara 6 - 12 meter. Wilayah ini ditujukan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, peternakan, industri kecil, pariwisata, kawasan lindung, dan hutan rakyat. Zona ini mencakup wilayah seluas 42.283 hektar, yang meliputi: Kecamatan Patuk, Nglipar, Gedangsari, Ngawen, Semin dan Ponjong bagian utara. (ii) Wilayah Pengembangan Tengah disebut Zona Basin Wonosari dengan ketinggian 150 200 meter dpal. Pada wilayah ini banyak dijumpai mataair, terutama saat kemarau panjang. Terdapat aliran sungai di permukaan, tetapi saat kemarau menjadi kering, serta kaya akan sumberdaya airtanah. Topografi berupa dataran tinggi, dengan jenis tanahnya margalit. Wilayah ini ditetapkan sebagai wilayah pengembangan pertanian tanaman pangan, holtikultura, peternakan, pengolahan hasil tambang galian C, kawasan lindung, hutan wisata, dan hutan rakyat. Zona ini mencakup wilayah seluas 27.908 hektar, yang meliputi: Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Semanu bagian utara, dan Ponjong bagian tengah. (iii) Wilayah Pengembangan Selatan disebut Zona Perbukitan Karst Gunung Sewu, dengan ketinggian 100 - 300 meter dpal. Topografi berbukit-bukit yang tersusun oleh batugamping (karst), banyak dijumpai telaga atau genangan air hujan (danau doline), tidak terdapat sungai di permukaan, tetapi banyak ditemukan sungai bawah tanah. Wilayah ini ditujukan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, tanaman keras, peternakan, pariwisata pantai, budidaya laut, kawasan lindung, hutan rakyat, dan pelestarian sumber air bawah tanah. Zona ini mencakup wilayah seluas 78.344 hektar, yang meliputi: Kecamatan Tepus, Panggang, Paliyan, Saptosari, Rongkop, Semanu, Ponjong bagian selatan, Purwosari, Tanjungsari, dan Girisoba (PERDA Kabupaten Gunungkidul Nomor 2 Tahun 2001). Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 2 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2001-2010 (Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2001 Nomor 29 Seri D); 1.1.

Pembagian wilayah pengembangan di Kabupaten Gunungkidul di atas didasarkan atas kerangka pemikiran yang lebih sistematis dalam kaitannya dengan upaya pengambilan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan selama ini, pendekatan dan kerangka dasar yang diterapkan adalah Daerah Aliran Sungai (DAS). Secara makro, di Kabupaten Gunungkidul terdapat 2 sistem sungai besar, yaitu: sistem sungai permukaan, yang terdiri atas Sungai Oyo dan Sungai Beton; dan sistem sungai bawah tanah yang terdiri atas Sungai Bribin-Baron, Ngobaran, dan Seropan. Oleh karenanya, dalam pengelolaan DAS tersebut diperlukan tindakan dan perlakukan yang berbeda pula.

Melihat kondisi fisiografi dan sistem sungai yang jelas berbeda dengan daerah lain pada umumnya, maka pendekatan DAS dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di Kabupaten Gunungkidul tidak dapat diterapkan secara optimal. Hal ini didasarkan atas beberapa kenyataan dan fenomena alam khas, yaitu: (a) sungai-sungai yang ada di Kabupaten Gunungkidul jumlahnya sangat banyak, yang terdiri atas sistem sungai permukaan dan sungai bawah tanah, yang keberadaannya sangat sulit untuk ditentukan; (b) sungai-sungai permukaan yang ada, terutama Sungai Oyo, melintasi 3 wilayah kabupaten, yaitu: Kabupaten Wonogiri, Gunungkidul, dan Bantul, sehingga dalam pengelolaan DAS Oyo secara menyeluruh diperlukan keterpaduan antar ketiga kabupaten; (c) sungai-sungai bawah tanah yang ada sangatlah sulit ditentukan batas daerah tangkapan hujannya (catchment area), sehingga sulit pula menentukan batas DAS tersebut. Berdasarkan ketiga alasan tersebut, maka dalam penyusunan rencana induk (grand design) pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di Kabupaten Gunungkidul digunakan pendekatan fisiografi, yang bersesuaian dengan pembagian zona wilayah pengembangan yang telah ada, yaitu: Ekosistem Perbukitan Baturagung, Basin Wonosari, Perbukitan Karst Gunung Sewu, dan Wilayah Kepesisiran. Satuan fisigrafi atau bentanglahan dalam dipandang sebagai sutau ekosistem. Satuan ekosistem terdiri atas sistem sosial dan sistem alami yang saling berinteraksi, interdependensi, interrelasi dan interaksi. Ekosistem bentanglahan mendapat masukan berupa hujan, radiasi, teknologi, modal dan sumberdaya manusia. Di dalam ekosistem bentanglahan terjadi proses penguapan, aliran, infiltrasi, simpan air, erosi, longsor lahan, pelapukan, pengangkutan dan pengendapan sedimen, aliran energi serta dinamika penduduk. Keluaran bersifat alami berupa hasil air, hasil sedimen, unsur hara dan kimia yang terangkut oleh limpasan; dan yang bersifat non alami berupa hasil pembangunan, yaitu: Pendapatan Asli Daerah, tingkat kesejahteraan masyarakat, serta produktivitas lahan. Namun demikian, bentuk keluaran tersebut ada yang bersifat negatif seperti: banjir, kekeringan, sedimentasi, degradasi lahan, pencemaran tubuh perairan, intrusi dan pencemaran udara, tekanan penduduk, angka kematian tinggi, umur harapan hidup rendah, dan tingkat pendidikan yang rendah. Secara diagramatis, masukan, proses dan keluaran dalam suatu ekosistem bentanglahan dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.1. Ekosistem bentanglahan terbentuk oleh komponen lingkungan abiotik, biotik, dan kultural (sosial-ekonomi-budaya), yang saling berinteraksi, interelasi dan interdepedensi. Ekosistem bentanglahan tersusun atas beberapa sub sistem yang perlu dipahami dalam pengelolaan sumberdaya yang ada, sebagai bagian tak terpisahkan dalam konsepsi pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan menekankan pada aspek keterpaduan pengelolaan sumberdaya lahan, sumberdaya air, sumberdaya hayati, sumberdaya mineral, dan sumberdaya manusia, dengan pendekatan keterpaduan antara Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) sebagai satuan wilayah administrasi. Oleh karenanya batas fisiografi sebagai satuan ekosistem bentanglahan, seperti yang ada di Kabupaten Gunungkidul, dapat dijadikan satuan wilayah pembangunan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan wilayah secara regional dan lintas administrasi kecamatan. MASUKAN PROSES KELUARAN

Alami Hujan Radiasi

Klimatologi: aliran energi, distribusi hujan, perubahan iklim Geomorfologi: pelapukan, erosi, longsor lahan Hidrologi: penguapan, aliran, pengakutan sedimen dan unsur hara, simpanan air Penduduk: dinamika penduduk

Non Alami Teknologi Modal SDM

Hasil air & sedimen Pencemaran tanah, air, dan udara Degradasi lahan, air, dan udara Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan Pendapatan Asli Daerah dan kesejahteraan

Gambar 1.1. Kerangka Dasar Ekosistem Bentanglahan (Suyono, dkk., 2002) Dasar bagi upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan perlu disusun suatu konsepsi perencanaan yang berbasis pendekatan ekologi dan ekonomi secara berimbang (ecology and economic balance), sehingga pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dapat dicapai. Problem Kajian Sebagai suatu ekosistem, bentanglahan memiliki beberapa fungsi, yaitu: (a) fungsi keruangan, produksi dan habitat; (b) fungsi hidrologi yang mengatur siklus hidrologi; (c) fungsi ekosistem sendiri yang merupakan keterpaduan sistem yang terbentuk oleh berbagai komponen lingkungan. Beberapa hal yang menjadi masalah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dengan basis ekosistem bentanglahan, antara lain: (a). Hubungan antara manusia dengan alam lingkungan: kelestarian dan keberlangsungan kehidupan. (b). Mengumpulkan permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat, Mengetahui sebab-sebab dari permasalahan, Mengetahui Dampak permasalahan, Mengumpulkan respon/usaha masyarakat memecahkan permasalahan, Rencana tindakan pemecahan masalah, Seperti telah diungkapkan, bahwa di dalam ekosistem bentanglahan tersebut terdapat berbagai masalah lingkungan, seperti: tekanan penduduk, degradasi lingkungan, kerusakan oleh bencana, dan aset dalam lingkungan yang perlu dilestarikan seperti bendungan, jaringan irigasi, industri dan sebagainya. Oleh karena itu pembangunan di berbagai sektor sebaiknya didukung oleh kelestarian lingkungan hidup yang dikelola secara bersama antar stakeholder, yang berpedoman pada rencana induk (grand design) pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Mengingat banyaknya permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, maka aspek permasalahan sudah sepantasnya menjadi dasar utama bagi usaha usaha dalam menjaga kelestarian dan keberlangsungan hidup. (a) berbagai aktivitas penduduk khususnya pertanian sangat erat hubungannya dengan usaha menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. (b) aksesibilitas yang semakin berkembang dan arus transportasi yang lancar.. 1.2.

(c)

Pemahaman stake holder yang masih parsial mengenai Biodeversitas, perilaku masyarakat, kearifan lokal dan keberlangsungan ekologi. Memperhatikan aspek kebijakan, kondisi bentanglahan pada setiap satuan wilayah pengembangan, permasalahan yang ada dalam setiap satuan wilayah pengembangan, perubahan paradigma pembangunan, otonomi daerah, dan arah pengembangan berdasarkan potensi sumberdaya alam dan manusianya, maka sebagai dasar pengelolaan terpadu wilayah-wilayah pengembangan yang ada di Kabupaten Gununkidul, perlu disusun suatu rumusan: Rencana Induk (Grand Design) Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup di 4 Wilayah (Semoyo Kecamatan Patuk,

Dsn. Jeruken, Dsm. Waru, Dsn. Blimbing Desa Girisekar Kec. Panggang)
Kabupaten Gunungkidul , yang merupakan payung bagi seluruh kegiatan pembanguna. Maksud dan Tujuan Kegiatan Maksud penyusunan Rencana Induk (Grand Design) Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup di 4 Wilayah (Semoyo Kecamatan Patuk, Dsn. Jeruken, Dsm. Waru, Dsn. Blimbing Desa Girisekar Kec. Panggang) Kabupaten Gunungkidul adalah diwujudkannya suatu rencana pengelolaan lingkungan dan sumberdaya secara terpadu di setiap satuan wilayah pengembangan, yang dapat diacu sebagai payung pelaksanaan program agar tercipta suatu hasil pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dengan berorientasi pada keseimbangan nilai ekonomi dan fungsi ekologi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli daerah. Penyusunan Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup di 4 Wilayah (Semoyo, Jeruken, Waru, Blimbing) Kabupaten Gunungkidul, bertujuan untuk: (i) mengetahui secara keruangan dan kelingkungan mengenai potensi yang dapat dikembangkan dan berbagai masalah ekosistem dalam setiap satuan wilayah pengembangan yang harus ditangani; (ii) menyusun suatu rencana pengelolaan sumberdaya dan lingkungan hidup pada setiap satuan wilayah pengembangan; (iii) mengevaluasi potensi dan masalah sumberdaya alam dan lingkungan untuk menentukan wilayah prioritas pengendalian dan pemulihannya; dan (iv) merumuskan rencana strategis dan program pembangunan (jangka pendek, menengah, dan panjang) sesuai dengan visi dan misi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu. 1.3. Sasaran Kegiatan Sasaran kegiatan sebagai lingkup materi kajian Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup di 4 Wilayah (Semoyo Kecamatan Patuk, Dsn. Jeruken, Dsm. Waru, Dsn. Blimbing Desa Girisekar Kec. Panggang) Kabupaten Gunungkidul adalah: (i) identifikasi potensi dan masalah sumberdaya alam dan lingkungan, mencakup masalah lahan, air, udara, hutan, sosial-ekonomi, dan kelembagaan; (ii) menganalisis kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan pada setiap satuan wilayah pengembangan, yang dikelompokkan ke dalam satuan ekosistem. (iii) menyusun alternatif kegiatan pemulihan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan; dan (iv) menyusun rumusan strategi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu pada setiap ekosistem bentanglahan. 1.4.

Catatan: 1. Biodiversitas sebagai sebab musabab sesuatu terjadi sesuatu, biodiversitas sebagai indicator, biodiversitas sebagai bank plasma nutfah 2. FoE Japan therefore have decided to add some more aspects like bio-diversity conservation, livelihood conservation, a kind of income generation and etc onto previous activities.

You might also like