You are on page 1of 6

Analisis Dalil Filsafat Hukum (Meuwissen) Dalil pertama: Filsafat hukum adalah filsafat.

Karena itu, ia merenungkan semua masalah fundamental dan masalah marginal yang berkaitan dengan gejala hukum. Filsafat merupakan suatu tindakan berpikir secara cermat dan hati-hati terhadap suaru gejala yang terjadai di masyarakat. Mempelajari filsafat sama halnya dengan mencari hakikat atau landasan dari gejala-gejala yang lebih dalam serta ciri khasnya. Yang terpenting adalah setiap dalil filsafat harus dibuat dan dipahami secara rasional (terargumentasikan). Filsafat bukanlah kepercayaan atau dogmatika. Kepercayaan adalah menerima begitu saja suatu pendirian atas dasar kewibawaan seseorang, sedangkan filsafat tidak demikian dan harus berdasarkan pada argumentasi rasional. Berdasarkan arumentasi yang rasional, mengartikan bahwa penalaran-penalaran filsafat harus sah secara logika serta dalam pemilihan premis maupun kesimpulan harus selalu terbuka bagi suatu bantahan rasional dalam dialog intersubyektif yang mana kebenaran dapat dan harus ditemukan. Hal ini berarti bahwa filsafat tidak bersifat dogmatika (kaku atau ketiasdaan toleransi). Filsafat merefleksi berbagai masalah dan persoalan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam bidang hukum. Filsafat hukum merupakan bentuk kegiatan berfilsafat yang memusatkan perhatiannya khusus pada gejala hukum. Karena merupakan filsafat, filsafat hukum kemudian merenungkan semua masalah terkait dengan gejala hukum, baik itu masalah fundamental atau masalah dasar yang terkait dengan eksistensi hukum secara teoritikal maupun masalah marginal dalam aspek yang luas secara praktikal. Hubungan antara dalil pertama dengan bidang kenotariatan tampak dalam adanya pembuatan perjanjian inominaat dimana perjanjian ini belum diatur dalam undang-undang tertentu sehingga notaris berkewajiban dan berwenang membentuk perjanjian yang mengikat bagi pihak-pihak yang bersepakat saja. Di dalam pembentukan perjanjian tersebut dibutuhkan kegiatan berpikir secara sistematikal untuk mengaktualisasi dan mengesahkan perjanjian yang diinginkan oleh para pihak dan belum ada peraturan yang mengatur mengenai perjanjian tersebut. Dalam hal ini notaris berkewajiban membuat substansi (merumuskan) perjanjian tersebut sehingga menjadi alat bukti akta otentik yang sah diakui oleh negara, dan tentunya disepakati oleh para pihak. Dari sinilah filsafat diperlukan karena ilmu hukum dan teori hukum belum dapat memecahkan persoalan yang ada.

Dalil kedua: Terdapat tiga tataran abstraksi refleksi teoretikal atas gejala hukum, yakni ilmu hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Filsafat hukum berada pada tataran tertinggi dan meresapi semua bentuk pengembanan hukum teoritikal dan pengembanan hukum praktikal. Pada intinya secara substansial antara filsafat hukum, ilmu hukum, dan teori hukum itu saling berkaitan tetapi juga berbeda. Filsafat hukum memiliki ruang lingkup lebih luas karena di dalam filsafat hukum memuat teori hukum, tujuan hukum, dan manfaat hukum. Sedangkan teori hukum hanya bersifat memberikan penjelasan tentang sebuah fenomena hukum atau fakta hukum. Ruang lingkupnya lebih sempit dan tidak terlalu mendasar. Sedangkan ilmu hukum memberi penekanan pada substansi ( isi ) yang bentuknya normative dari hukum sebagai hasil implementasi dari aspeknya yang teknis prosedural. Dalam pengembanan hukum teoritikal, ilmu hukum dogmatik yang paling relevan untuk pembentukan hukum dan penemuan hukum. Dimana ilmu hukum dogmatik ini mengarahkan kita pada kegiatan memaparkan, menganalisis, mensistematisasi dan menginterpretasi hukum positif yang berlaku. Sedangkan untuk pengembangan hukum praktikal Teori hukum yang memiliki tugas untuk mempelajari makna dan struktur dari pembentukan hukum dan penemuan hukum. Untuk filsafat hukum, tugasnya adalah merefleksi semua masalah fundamental yang berkaitan dengan hukum, tidak hanya hakikat dan metode dari ilmu hukum tetapi juga mengkritik pengaruh dari filsafat ilmu modern pada teori hukum. Filsafat hukum bergerak lebih jauh dan merefleksi persoalan keadilan, yang bagi teori hukum merupakan pertanyaan yang tidak relevan. Filasafat hukum berada pada tataran tertinggi dan meresapi semua bentuk pengembanan hukum teoritikal dan pengembanan hukum praktikal, hal ini dikarenakan filsafat memiliki sifat yang sangat terbuka. Sebagai contoh dalam bidang ilmu kenotariatan pengembanan hukum teoritikal terdapat Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dalam prakteknya terdapat akta yang dibuat oleh Notaris. Dalam Undangundang dan akte tersebut didalamnya terkandung landasan-landasan fundamental filsafat hukum (ide dan cita hukum). Dalil ketiga: Pengembangan Hukum Praktikal atau penanganan hukum secara nyata dalam kenyataan kehidupan sungguh-sungguh mengenai tiga bentuk: pembentukan hukum, penemuan

hukum, dan bantuan hukum. Di sini terutama Ilmu Hukum Dogmatika menunjukkan kepentingan praktikalnya secara langsung. Apabila kita melihat dalam kenyataan yang ada, benarlah apa didalilkan oleh Prof. Dr. D.H.M. Meuwissen bahwa dalam praktik kehidupan, bentuk-bentuk penerapan hukum dapat berupa pembentukan hukum, penemuan hukum, dan bantuan hukum. Pembentukan hukum secara umum dapat kita pahami sebagai suatu perumusan aturan-aturan umum. Pembentukan aturan di Indonesia nampak jelas pada fungsi lembaga legislatif pemerintah, di mana DPR bersama-sama dengan Presiden merumuskan serta menetapkan undang-undang yang berlaku. Arah dari perumusan ini adalah merumuskan suatu model perilaku yang abstrak yang dimuat dalam ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang untuk kemudian dapat di terapkan di dalam kehidupan konkret masyarakat, serta menjadi acuan pola kehidupan masyarakat, dengan demikian, dalam perumusan undang-undang perlu adanya pola perilaku abstrak yang benar-benar merupaka penjelmaan dari nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat oleh karena keberadaan pola perilaku ini kemudian akan menjadi acuan pola perilaku konkret dari masyarakat. Kenyataan sekarang ini, banyak produk perundang-undangan yang pola perilaku abstrak sebagaimana termuat di dalamnya tidak mampu menjadi acuan dari perilaku masyarakat oleh karena dalam proses perumusannya, apa yang menjadi nilai-nilai dari masyarakat tidak mampu diimplementasikan, dengan demikian menyebabkan aturan tersebut tidak dapat diterapkan bagi masyarakat, dan seyogianya tidak diterapkan. Penemuan hukum dapat diartikan sebagai proses kegiatan pengambilan keputusan yuridik konkret yang secara langsung menimbulkan akibat hukum bagi suatu situasi individual. Berbeda dari pembentukan hukum, alur penemuan hukum adalah dimunculkannya terlebih dahulu hal-hal yang khusus (konkret) namun pada saat bersamaan dapat dikonstatasi dampak keberlakuan secara umum. Penemuan hukum dalam praktik secara umum dapat dilakukan ketika berhadapan dengan norma kabur atau juga norma kosong. Pada norma kabur, praktik penemuan hukum dapat dilakukan dengan cara melakukan penafsiran atau interpretasi. Sedangkan dalam keadaan berhadapan dengan norma kosong, perlu dilakukannya suatu penemuan hukum yang baru. Praktik ini dapat dijumpai contohnya pada lembaga peradilan. Pasal 1 Undang-undang kekuasaan kehakiman mengatur bahwa : hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan tidak ada hukum yang mengaturnya. Hal ini tentunya memberikan kewenangan bagi hakim untuk menemukan hukum baru (recht finding) apabila dihadapkan dengan keadaan kekosongan hukum (recht vacuum). Dengan demikian, seorang hakim tentunya harus memiliki pengetahuan serta pemahaman yang baik tentang hukum serta memiliki cita keadilan yang tinggi. Apabila diimplementasikan dalam dunia

Kenotariatan, penemuan hukum dapat berupa pembuatan akta-akta oleh notaris. akta yang dimaksud disini adalah akta perjanjian yang inominaat. Bantuan hukum secara sederhananya dapat dimengerti sebagai hal pemberian pelayanan jasa secara terorganisasi oleh para ahli dalam situasi-situasi problematikal dan/atau situasi-situasi konflik, yang dapat ditangani dengan penerapan aturan-aturan hukum, dengan atau tanpa memanfaatkan prosedur-prosedur yuridikal. Praktik hukumnya biasa dilakukan oleh advokat serta biro bantuan hukum lainnya. Notaris di dalam praktik juga memberikan pelayanan jasa bantuan hukum bagi orang-orang yang memerlukan bantuan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum yang mereka hadapi. Misalnya, ketika ada orang yang ingin melakukan transaksi jual beli secara menyicil, ingin mendapat perlindungan serta kepastian hukum, maka Notaris memberikan bantuan dalam hal membuatkan akta perjanjian jual-beli yang mengatur mengenai transaksi dengan metode pembayaran secara menyicil sesuai dengan apa yang dikehendaki dan disepakati oleh para pihak. Akta ini kemudian menjadi alat bukti otentik yang sah bagi para pihak, sehingga apabila nantinya terjadi konflik, akta tersebut dapat sebagai alat bukti tertulis mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Jadi, praktik hukum dalam hal memberikan jasa bantuan hukum ini apabila dibandingkan dengan bentuk yang lainnya merupakan bentuk pengembanan hukum praktikal yang paling sering dilakukan oleh para ahli hukum, termasuk di dalamnya Notaris. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tujuan keberadaan hukum itu sebenarnya adalah untuk membantu serta memudahkan hidup masyarakat, dan peran para ahli hukum adalah menjadi fasilitator bagi pelaksanaan dan penerapan hukum yang terkait. Dalil keempat: Tema terpenting dari filsafat hukum berkaitan dengan hubungan antara hukum dan etika. Ini berarti bahwa diskusi yang sudah berlangsung sangat lama antara para pengikut Aliran Hukum Kodrat dan para pengikut Positivisme hingga kini masih tetap actual. Hukum dan Etika dua-duanya merumuskan kriteria untuk penilaian terhadap perilaku (tindakan) manusia: namun mereka melakukan hal ini dari sudut titik pandang yang berbeda. Hukum adalah suatu momen dari etika. Hukum dan etika merupakan tema penting yang dikaji oleh filsafat hukum, dimana dalam Aliran Hukum Kodrat dan pengikut positivisme memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum dan etika. Pengikut Aliran hukum kodrat melihat bahwa hukum dan etika tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, hal ini karena kadidah-kaidah etikal dengan salah satu cara tertentu relevan bagi isi dan berlakunya hukum positif. Sedangkan pengikut

aliran positivisme memisahkan antara hukum dan etika, dimana aliran ini memandang bahwa etika tidak penting dan perhatiannya hanya pada isi dan berlakunya hukum positif. Kami setuju dengan pendapat aliran hukum kodrat, tidak dapat dipisahkannya hukum dengan etika, karena hukum yang tidak dilandasi dengan etika akan menjadikan hukum tersebut tidak memiliki kemanfaatan. Etika merupakan sesuatu yang penting dalam hal baik dan buruk, hukum yang tidak berdasarkan pada etika yang baik tidak akan bermanfaat dalam pengaturan kehidupan masyarakat terutama terhadap perilaku (tindakan) manusia. Dalam kaitannya dengan bidang kenotariatan, etika sangatlah penting bagi seorang notaris. Misalnya dalam pembuatan akta. Mengenai pembuatan akta tersebut notaris harus berpedoman pada pasal 1320 KUHPer terutama mengenai syarat sahnya suatu perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Artinya notaris dalam membuat suatu akta tidak boleh melanggar causa yang halal tersebut. Selain itu notaris juga tidak boleh mengesampingkan etika profesinya sebagai seorang pejabat umum. Dimana notaris memiliki suatu peraturan khusus yaitu UndangUndang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagai panduan etika saat bertugas. Dengan adanya aturan hukum yang berlandaskan pada etika yang baik, notaris memiliki pegangan dan batasan dalam bekerja sebagai pelayan masyarakat dalam pembuatan alat bukti otentik yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Dalil kelima: Filsafat hukum adalah refleksi secara sistematikal tentang kenyataan dari hukum. Kenyataan hukum harus dipikirkan sebagai realisasi (perwujudan) dari ide hukum (cita hukum). Dalam hukum positif kita selalu bertemu dengan empat bentuk : aturan hukum, putusan hukum, figur hukum (pranata hukum), lembaga hukum. Lembaga hukum terpenting adalah Negara. Tetapi tidak hanya kenyataan hukum, juga filsafat hukum harus direfleksi secara sistematikal. Filsafat hukum adalah sebuah sistem terbuka yang di dalamnya semua tema saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Notaris merupakan lembaga hukum karena notaris adalah pejabat umum yang memiliki tugas yang in optima forma untuk mewujudkan ide hukum. Perwujudan ide hukum tersebut berupa merealisasikan keinginan para pihak yang akan membuat perjanjian ke dalam suatu akta yang kemudian akan disepakati oleh para pihak dan berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya (asas pacta sunt servanda).

You might also like