You are on page 1of 2

Perlukah Pengimporan Beras di Indonesia?

Beberapa tahun terakhir pemerintah mulai mengimpor beras untuk memenuhi jumlah kebutuhan beras di Indonesia. Pemerintah mungkin berpikir bahwa mengimpor beras adalah solusi dalam ketidakcukupan stok beras untuk seluruh wilayah Indonesia. Namun, mengapa kita harus mengimpor dan tidak mengandalkan beras lokal? Saya rasa, kebijakan ini perlu dipertimbangkan lagi. Bagaimana kalau impor beras dihentikan? Mari kita lihat dari sisi positif dan negatif. Tidak ada keobjektivitasan berita yang cukup untuk menuntun masyarakat pada satu kesimpulan yang sama. Mengimpor beras tentu akan membutuhkan banyak uang. Apabila kita mengehentikan impor beras, maka bukan tidak mungkin bahwa kita dapat menghemat anggaran belanja negara sebesar sekian milyar. Padahal, kita tahu bahwa kita sendiri adalah negara agraris yang turut menghasilkan beras. Bila kita terus mengimpor, bukankah itu akan menningkatkan kemungkinan surplus yang berlebihan? Kita tahu bahwa ada banyak makanan pokok yang bisa dijadikan pengganti nasi. Jadi, beras tidak terlalu dibutuhkan karena masih ada penggantinya yang bersifat sama. Beras impor memang lebih murah dan sesuai untuk ekonomi menengah ke bawah. Di sini akan memunculkan masalah. Masyarakat berkemungkinan besar untuk memilih beras impor ketimbang beras lokal yang lebih mahal meskipun selisih hanya sekian ratus perak. Siapa yang akan membeli beras lokal? Secara tidak langsung, ini sama saja dengan membunuh petani lokal. Kemudian, jika kita berhenti mengimpor beras, petani lokal akan kembali bergairah untuk bertani. Petani perlu pula diberikan penyuluhan yang baik dan benar sehingga hasil panen mereka pun kelak akan meningkat dan dengan kwalitas yang lebih baik. Jika tidak, maka petani akan beranggapan bahwa pemerintah sendiri tidak mendukuung produksi beras lokal dan malah beralih pada usaha lain. Padahal, beras adalah makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Bisa dibayangkan, petani akan merombak kembali lahannya atau bahkan menjualnya ke kontraktor untuk dialihfungsikan. Namun, ada beberapa sisi positif dari impor beras bila ditilik dari beberapa sisi. Pertama, tidak adanya lahan yang cukup untuk menanam padi menyebabkan jumlah produksi beras kita tidak mencukupi. Bahkan pada satu sumber dikatakan bahwa bagian timur Indonesia tidak memiliki stok beras yang mencukupi, sehingga impor beras diperlukan. Tapi, ada pertanyaan yang muncul di sini. Mengapa pemerintah berusaha keras untuk mencukupi stok beras wilayah timur? Sedangkan, di sana Maluku dan Papua mereka terbiasa untuk memakan olahan sagu. Kemudian, sebelumnya telah dikatakan bahwa pengimporan beras berarti membunuh petani beras secara tidak langsung. Akan tetapi, pemerintah bisa memberikan solusi dengan mengadakan penyuluhan agar mereka beralih merawat tanaman holtikultura. Dalam hal ini, pemerintah harus betul-betul membentuk masyarakat yang ahli agar dapat menghasilkan tanaman yang berkwalitas tinggi.

Apalagi, kita tahu bahwa akhir-akhir ini cuaca mulai tidak menentu dan banyaknya serangan hama padi menyebabkan menurunnya jumlah produksi dan meningkatnya kasus kegagalan panen di Indonesia. Meskipun demikian, kenapa kita harus turut mengimpor dari negara yang berada di dekat garis ekuator bumi, yang tentu berdekatan dengan Indonesia. Jika sumber utama masalah adakah ketidakteraturan cuaca, maka harusnya mereka turut terkena imbasnya. Bila mereka tetap bisa menghasilkan beras yang berkwalitas dengan kondisi cuaca yang sama dengan kita, yang perlu kita lakukan bukan hanya mengimpor, tapi mempelajari teknik bertani mereka agar kita juga bisa bertahan.
Namun, menurut saya yaitu, sebaiknya kita tidak boleh mengimpor beras dari negara lain lebih besar daripada jumlah beras lokal sendiri, dikarenakan akan terjadinya ketidakstabilannya ekonomi Indonesia, dan kalau seperti itu, negara kita tidak akan menjadi maju.

You might also like