You are on page 1of 2

http://ns1.nu.or.

id/

Selamatkan Manusia dan Budaya Aceh Kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh mewariskan kebudayaan yang amat kaya baik dalam bentuk bangunan, pusaka, dan berbagai macam artefak yang tak ternilai harganya. Selain itu itu banyak karya karya intelektual klasik yang ditulis oleh para ulama dan pujangga Islam terbesar dari Aceh seperti Hamzah Fansuri, Syekh Nuruddin Arraniri Asyafii, Abdul Rauf As-Sinkli, Pakeh Abdul Wahab maupun Syekh Marhaban atau Syekh Jalaludin dan sebagainya yang tidak hanya memperkaya khazanah intelektual Islam Aceh, terus-menerus menjadi inspirasi rujukan bagi pengembangan intelektual Nusantara hingga saat ini. Belum lagi karya-karya lainnya, baik yang digubah pada zaman klasik maupun yang ditulis pada zaman ini, yang banyak terdapat di Aceh pasca kemerdekaan. Gelombang Tsunami yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Aceh yang menelan korban puluhan ribu jiwa warga itu ternyata juga menghancurkan pusat-pusat kebudayaan dan khazanah intelektual Aceh yang telah terbentuk selama berabad-abad. Gelombang laut itu telah menenggelamkan museum, gedung arsip, badan pusat statistic dan tentunya berbagai perpustakaan, sejak dari perpustakaan Negara, perpustakaan Pemda, perpustakaan yang ada di berbagai perguruan tinggi dan banyak sekali perpustakaan pribadi yang sangat besar, seperti perpustakaan budayawan H. Ali Hasmy, perpustakaan Tgk. M Junus Djamil Perpustakaan Dr. Gade Ismail (Banda Aceh). Selain itu di dayah (pesantren) juga menyimpan berbagai karya ilmiah klasik yang tak ternilai harganya, semuanya menyimpan jutaan naskah tentang Aceh, dikhawatirkan juga mengalami kerusakan. Karena perhatian masih sepenuhnya dikonsentrasikan untuk menyelamatkan korban manusia, maka penyelamatan terhadap kekayaan rohani masyarakat Aceh yakni warisan budaya dan kekayaan intelektual tampaknya belum terpikirkan. Padahal penyelamatan produk budaya dan itelektual itu sangat mendesak segera dilakukan agar tidak seluruhnya lumat tergenang lumpur dan air. Sebab produk rohani masyarakat Aceh yang beradab itu penting sekali digunakana sebagai bahan melakukan rehabilitasi Aceh, baik secara fisik terutama mental, untuk menegakkan kembali kebanggaan dan harga diri Aceh yang selama ini diakui bahkan dikagumi masyarakat lain. Tanpa adanya modal budaya dan intelektual itu mustahil Aceh bisa direkonstruksi secara sempurna, sebagaimana sedia kala, bahkan akan terjadi degradasi budaya, akibat kemusnahan warisan budaya yang selama ini dimiliki. Naskah tersebut antara lain berisi tentang hukum adat, berbagai ritus keagamaan, amalan dan wirid tarekat. Kemudian juga terdapat variasi kesenian baik yang adat maupun religius, cerita-cerita rakyat serta notasi musik tradisi, selain itu juga terdapat berbagi macam hikayat dan system tata pemerintahan baik Islam maupun adat yang selama ini dikembangkan. Warisan budaya dan intelektual ini ada yang tertulis dalam naskan, buku-buku dan sebagian dalam bentuk kaset, compact disk, serta micro film, yang semuanya sangat rawan kerusakan. Langkah ini sangat urgen untuk segera diambil sebab hingga saat ini belum diperoleh informasi tentang nasib dan keberadaan naskah-naskah serta dokumen yang tersimpan di pusat-pusat budaya dan intelektual Aceh. Apakah keberadaannya selamat, rusak atau lenyap sama sekali, karena itu saat ini perlu diperoleh informasi yang jelas, sehingga langkah penyelamatan bisa segera dilakukan secara dini, terutama bagi naskah-yang masih bisa diselamatkan. Selain ancaman kerusakan juga sangat mencemaskan terjadinya pencurian naskah dan benda budaya lainnya baik oleh pendatang domestic dan terutama pihak asing yang saat ini banyak terdapat di sana, sementara demi alasan darurat, proses exit-permit yang sangat longgar itu bisa digunakan untuk menyelundupkan naskah-naskah keluar negeri. Tidak menutup kemungkinan tim penyelamat asing terdiri dari para etnolog, arkheolog, antropolog atau sosiolog, yang tahu adanya barang berharga di sana. Sebab dalam keadaan

Page 2/2 normal meraka lihai memperdagangan naskah dan benda budaya secara gelap, maka dalam situasi keruh dikhawatirkan pencurian juga marak. Program ini ditempuh dalam dua langkah, yakni tahap emergency dan tahapan recovery. Upaya penyelamatan konkret yang mendesak untuk dilakukan dalam tahap emergency sekarang ini adalah melakukan pendataan naskah melalui catatan yang masih ada. Terutama di tempat-tempat penyimpanan naskah besar seperti museum, gedung arsip dan perpustakaan negara, sebelum melacak naskah di berbagai perpustakaan pribadi. Langkah berikutnya adalah mengindentifikasi naskah apa saja yang hilang, dan naskah apa saja yang masih bisa diselamatkan. Naskah yang terselamatkan segera disalin baik dalam bentuk foto copy atau di dalam file electronic. Sementara langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap recovery adalah pencarian naskah yang hilang di tempat-tempat yang masih aman yang ada di Aceh yang kemungkinan menyimpan barang atau naskah salinan. Kalau tidak ada maka harus diupayaklan pencariannya didaerah lain baik dalam maupun luar negeri. Pada tahap ini diharapkan masyarakat nasional dan internasional mau menyerahkan naskah tentang Aceh. Selain itu juga bersedia menyumbangkan benda-benda dan naskah serta buku-buku untuk kembali mengisi kekosongan museum dan perpustakaan serta pusat arsip di Aceh. (Munim DZ)****

You might also like