You are on page 1of 17

1. Memahami dan menjelaskan Asma 1.1.

Definisi Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru-paru. Asma juga ditandai dengan meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap rangsangan dengan manifestasi nya dapat berubah secara spontan maupun hasil pengobatan. Dengan demikian, asma adalah kelainan inflamasi dengan ciri adanya obstruksialiran napas, hipersensitivitas bronchial dan terdapat inflamasi. Inflamasi kronis pada bronkus tersebut berhubungan dengan hiperresponsif darisaluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas danbatuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. 1.2. Epidemiologi Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 81% pada anak dan 35% pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% . Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa >18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi (Dahlan, 1998; Kartasasmita,2008). Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma andAllergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulanterakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik. 1.3. Etiologi Sampai pada saat ini etiologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti,namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008). a. Faktor predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga 1

menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu (Dermatophagoides pteronissynus), bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress Stress / gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. Obat-obatan Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein. 1.4. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

a. A Asma Ekstrinsik (Atopik) Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut (Bunner & Suddart, 2002;Somantri, 2008): - Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1 - Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun -Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda - Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek. - Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari - Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif - Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik - Ada riwayat keluarga yang menderita asma - Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat Intrinsik/ idiopatik ( non alergik) Sifat dari asma intrinsik (Bunner & Suddart; 2002, Somantri 2008): - Alergen pencetus sukar ditentukan - Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif - Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbedabeda -Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan disebut juga late onset asma - Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Berdasarkan Derajat Frekuensi

1.1. Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yangmenyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme ototpolos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. 1.5. Manifestasi Klinis Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain (Mansjoer, 2002): a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop b. Batuk produktif sering pada malam hari c. Napas atau dada seperti ditekan Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. Namun, biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras (Mansjoer, 2002; Tanjung, 2003). Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (Tanjung, 2003). Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1) Tingkat I : a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2) Tingkat II : a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. b Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III : a) Tanpa keluhan. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4) Tingkat IV : a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5) Tingkat V : a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi. 1.7. Diagnosis Pemeriksaan Fisik Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup(Muttaqin, 2008): B1 (Breathing) o Inspeksi Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
o Palpasi Pada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal Perkusi Pada perkusi didapatkan suara normal sama hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. Auskultasi Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood) Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT. B3 (Brain) Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran

B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai tanda awal gejala syok. B5 (Bowel) Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien. B6 (Bone) Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar,kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak danortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya. Pemeriksaan penunjang o Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. o Pemeriksaan laboratorium a. Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma berat karena hanya reaksi serangan beratlah menyebabkan transudasi dari edema mukosa lalu terlepaslah sekelompok sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaa gram penting untuk melihat adanya bakteri diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotik. Spurum eosinofil sangat karakteristik untuk asma dengan adanya cristal Charcot Leyden dan Spiral Curschman melihat adanya Asperigillus fumigatus. b. Analisa Gas Darah Hanya dilakukan pasa asma berat karena terdapat hiposekmia, hiperkapnea dan asidosis respiratorik. Pada fase awal serangan terjadi hipokapnea dan hiposekmia (PaCO2< 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal hingga normokapnea. Lalu diikuti selanjutnya hiperkapnea (PaCO2 45mmHg). c. Pemeriksaan Eosinofil Total Sel eosinofil pada status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai fungsi paru

serta penurunan hitung sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat. Juga dapat sebagai patokan penggunaan kortikosteroid. d . Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SPGT meningkat disebabkan keruskan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea Pengukuran fungsi paru (Spirometer) Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tes provokasi bronkus Tes ini dilakukan pada spirometer internal. Penurunan FEV sebesar 20% ataulebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum dapat bermakan bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih. Pemeriksaaan kulit Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spefisik dalam tubuh. Uji ini penting karena uji alergen positif tidak selalu menjadi penyebab asma.

1.8. Tatalaksana Penatalaksanaan Asma pada Semua Tingkat Usia Tujuan terapi asma adalah : a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma b. Mencegah kekambuhan c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise e. Menghindari efek samping obat f. Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversible g. Mencegah kematian karena asma h. Khusus anak, untuk mempertahakan potensi sesuai tumbuh kembangnya Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu: - Pengobatan Nonfarmakologi a.Memberikan penyuluhan b.Menghindari faktor pencetus c.Pemberian cairan d.Fisiotherapy - Pengobatan Farmakologi Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang diberikan tiap hari untuk jangka lama untuk mengontrol asma persisten. Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah kortikosteroid inhalasi. Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk menghilangkan konstriksi bronkus beserta keluhankeluhan yang menyertainya.

Selain pengobatan jangkah panjang, terdapat pula pengobatan ekserbasi (serangan asma). Eksaserbasi (serangan) asma adalah memburuknya gejala asma secara cepat berupa bertambahnya sesak nafas, batuk mengi atau berat di dada atau kombinasi dari gejal-gejala ini. Pengobatan Eksaserbasi pada penderita asma dapat dilakukan dengan pengobatan-pengobatan berikut: a.Pengobatan di Rumah Bronkodilator : -Untuk serangan ringan dan sedang : Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat 2 - 4 semprot tiap 20 menit dalam satu jam pertama . -Sebagai alternatif : Inhalasi antikolinergik ( Ipratropium Bromida ), agonis beta 2 oral atau teofilin aksi singkat. Teofilin jangan dipakai sebagai pelega, jika penderita sudah memakai teofilin lepas lambat sebagai pengontrol. Dosis agonis beta2 aksi singkat dapat ditingkatkan sampai 4 - 10 semprot . Kortikosteroid : Jika respon terhadap agonis beta 2 tidak segera terlihat atau tidak bertahan( umpamanya APE lebih dari 80 % perkiraan / nilai terbaik pribadi) setelah 1 jam, tambahkan kortikosteroid oral a.l prednisolon 0,5 - 1 mg/ kg BB. Dibutuhkan beberapa hari sampai keluhan menghilang dan fungsi paru kembali mendekati normal . Untuk itu pengobatan serangan ini tetap dipertahankan di rumah. b.Pengobatan di Rumah Sakit Pemberian oksigen: Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan saturasi O2 90% atau lebih. Agonis beta-2: Agonis beta-2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap 20 menit selama satu jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg,tarbutalin 10 mg). Nebulasi bisa dengan oksigen atau udara. Pemberian secara parenteral agonis beta-2 dapat dilakukan bila pemberian secara nebulasi tidak memberikan hasil. Pemberian bisa secara intramuskuler, subkutan atau intravena. Adrenalin (epinefrin ) Obat ini dapat diberikan secara intramuskuler atau subkutan bila: - Agonis beta 2 tidak tersedia - Tidak ada respon terhadap agonis beta 2 inhalasi. Bronkodilator tambahan: Kombinasi agonis beta-2 dengan antikolinergik (Ipratropium Bromida) memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari pada diberikan sendiri sendiri. Obat ini diberikan sebelum mempertimbangkan aminofilin. Mengenai aminofilin dalam mengatasi serangan ini masih ada kontroversi. Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi aminofilin intravena tidak

dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan serangan asma. Aminofilin intravena dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan secara pelan ( dalam 10 menit ) diberikan pada penderita asma akut berat yang perlu perawatan dirumah sakit, bila penderita tidak mendapat teofilin dalam 48 jam sebelumnya. Kortikosteroid: Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan serangan yang refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral sama efektifnya dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang dan lebih murah. Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam. Kortikosteroid diberikan bila:

Serangan sedang dan berat. Inhalasi agonis beta-2 tidak memperlihatkan perbaikan atau: Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid oral jangka panjang.

1.9. Komplikasi 1. Pneumothoraks 2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis 3. Atelektaksis 4. Aspergilosis bronkopulmonal alergik 5. Gagal nafas 6. Bronkhitis 7. Fraktur iga 1.10. Pencegahan

Pencegahan serangan asma yang paling penting adalah menghindari faktor pencetusnya. Faktor-faktor pencetus tersebut adalah sebagai berikut : 1. Alergen, Faktor alergi mempunyai pengaruh asma. Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan barang-barang yang mengandung debu dirumah seperti tungau, serpih atau bulu binatang, spora jamur yang ada didalam rumah, dll. Atau bisa juga disebabkan oleh makanan tertentu. Untuk mengetahui lebih jelas jenis alergi bisa dilakukan uji alergi kulit di rumah sakit. 2. Infeksi, Infeksi pada bayi dan anak biasanya disebabkan oleh virus. Akan tetapi terkadang juga bisa karena bakteri, jamur atau parasit. 3. Iritan, Iritan bisa berupa hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipanya, bau tajam dari cat dan polutan udara yang berbahaya lainnya. Udara dingin, udara kering dan air dingin juga merupakan pencetus asma.

10

4. Cuaca, Perubahan tekanan dan suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma. 5. Kegiatan Jasmani, Kegiatan jasmani yang berat seperti lari dan naik sepeda dapat menimbulkan serangan asma. Tertawa dan menangis keras bisa juga menjadi faktor pencetus asma. 6. Infeksi saluran pernapasan bagian atas. 7. Psikis, Faktor psikis merupakan faktor pencetus yang tidak boleh diabaikan. Tidak adanya perhatian atau tidak mau mengakui permasalahan yang berhubungan dengan asma, baik oleh anak sendiri maupun oleh keluarganya, akan memperlambat atau bahkan menghambat usaha-usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut pada serangan asma juga dapat memperberat serangan asma.

1.11. Prognosis Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan pemeliharaan. Faktor resiko kematian akibat asma adalah kepatuhan terhadap terapi yang buruk, perawatan di unit terapi intensif, dan perawatan dirumah sakit walaupun diberi steroid. 2. Memahami dan menjelaskan Status Asthmaticus 2.1. Definisi Status asmatikus merupakan suatu eksasebasi akut dari asma yang tidak berespons terhadap pengobatan awal dengan bronkodilator. Status asmatikus bervariasi dari yang ringan sampai ke yang berat, yaitu bronkospasme, inflamasi salur pernafasan,dan sumbatan oleh mukus yang menyebabkan gangguan pernafasan; retensikarbon dioksida; hipoksemia; dan gagal nafas. Tanda klinis yang biasa adalah wheezing persisten dengan retraksi. Tapi, tidak semua anak-anak dengan asma berat ada wheezing , sebagian dari mereka mungkin hanya menderita batuk, dyspnea, atau muntah. Atau dalam arti lain, tidak semua pasien dengan wheezing menderita asma; mereka mungkin menderita salah satu dari macammacam penyebab yang bisa menyebabkan obstruksi salur pernafasan. 2.2. Epidemiologi Di seluruh dunia, insidensi terjadinya asma diperkirakan ada kurang lebih 20 juta kasus, di mana 15% dari angka tersebut terjadi pada anak-anak. Peningkatan insidens kasus asma di seluruh dunia adalah akibat dari polusi dan industrialisasi. Dari hipotesis higienis, perbaikan dalam imunisasi dan kesehatan masyarakat akan berkontribusi dalam peningkatan insidens kasus asma. Angka mortalitas untuk asma telah meningkat mendadak. Dari tahun 1993-1995, angka rata-rata kematian menurut umur karena asma telah meningkat sebanyak 40%. Pada bayi, asma pada laki-laki lebih parah dari perempuan. Pada anak-anak yang lebih tua, keparahan dan insidensi asma kurang lebih sama banyak pada laki-laki dan perempuan. Tapi pada dewasa, insidens asma lebih banyak pada wanita. Anakanak yang menderita asma pada tahun pertama setelah kelahiran dan pada umur 916 tahun akan cenderung untuk menderita asma yang lebih parah. 2.3. Etiologi Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan faktor lingkungan. Alergen inhalasi (biasanya pada pasien dengan riwayat atopi) 11

Infeksi virus Polusi udara (debu, asap rokok, sisa industry) Medikasi (beta-blocker, aspirin, NSAID) Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung, teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang beresiko) Suhu dingin Latihan atau olahraga 2.4. Klasifikasi 2.5. Patofisiologi Terpaparnya seseorang yang beresiko terhadap alergen atau rangsanganmenyebabkan suatu reaksi inflamasi dari salur pernafasan, yaitu terjadinya degranulasi sel mast, pelepasan mediator inflamasi, infiltrasi dari eosinofil dan limfosit T yang teraktivasi. Sebagai mediator inflamasi bisa terlibat termasuklah interleukin (IL)-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, dan IL-13; leukotriene; dan granulocyte-macrofage colony-stimulating factors (GM-CSFs). Ini semua akhirnya akanmerangsang lagi sel mast, netrofil dan eosinofil.

Gambar: Presentasi antigen oleh sel dendritik, dengan respons limfosit dan sitokinyang akhirnya menyebabkan inflamasi salur pernafasan dan simptoms asma.

12

Secara fisiologis, asma akut terdiri dari 2 komponen, yaitu respons bronkospastik awal (early bronchospastic response); dan respons inflamasi akhir (later inflammatory response). Early bronchospastic response Dalam beberapa menit setelah terpapar alergen, terjadi degranulasi sel mast sambil terjadinya pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin, prostaglandin D2,leukotriene C4. Semua bahan ini akan menyebabkan kontraksi dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis. Later inflammatory response Terjadinya pelepasan mediator inflamasi akibat menempelnya adhesion molecules di epitelium salur pernafasan dan endotel kapiler. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, netrofil, dan basofil akan berhubungan dengan epitelium dan endothelium dan akhirnya akan bermigrasi ke jaringan salur pernafasan. Eosinofil akan melepaskan eosinophilic cationic protein (ECP) dan major basic protein (MBP). Kedua ECP danMBP akan menginduksi deskuamasi dari epitelium saluran pernafasan dan akan menyebabkan terpaparnya ujung-ujung saraf. Proses ini akan menginduksi lebih banyak terjadinya hiper respons pada asma. Bronkospasme, sumbatan mukus, dan edema pada salur pernafasan perifer menyebabkan peningkatan resistensi salur pernafasan dan obstruksi. Udara yang terperangkap akan mengakibatkan hiperinflasi paru, ventilation/perfusion mismatch (V/Q mismatch), dan meningkatnya dead space ventilation. Paru akan mengembang pada saat hampir akhir inspirasi pada akhir kurva compliance pulmonal, dengan compliance yang menurun dan kerja untuk bernafas yang meningkat. Meningkatnya tekanan pleural dan intra-alveolar akibat dari obstruksi dan hiperinflasi, bersama dengan tekanan mekanis dari alveolus yang terdistensi, akan mengakibatkan penurunan perfusi alveolus. Kombinasi dari atelektasis dan penurunan perfusi alveolus menyebabkan V/Q mismatch dalam unit paru. V/Q mismatch dan hipoksemia yang terjadi mengakibatkan peningkatan dalam minute ventilation. Dalam fase awal asma akut, hiperventilasi bisa mengakibatkan alkalosis repiratorik. Ini karena unit paru yang terobstruksi secara relative jumlahnya lebih sedikit berbanding unit paru yang tidak terobstruksi. Hiperventilasi mengakibatkan terjadinya pembuangan karbon dioksida melalui unit paru tidak terobstruksi. Tapi,semakin lama jumlah unit paru yang terobstruksi menjadi lebih banyak, dan ini akan mengakibatkan penurunan kemampuan pembuangan karbon dioksida di paru, yang akhirnya akan menyebabkan terjadinya hiperkarbia. 2.6. Manifestasi Klinis 1. Gejala yang menonjol,sukar bernafas, yang timbul intermiten dan wheezing pada waktu inspirasi, lebih sering terutama pada malam hari. 2. Batuk-batuk dengan lendir yang lengket : kesulitan pada ekspektoransi 3. Gelisah, usaha bernafas dengan keras. 4. Bernafas melalui sela-sela bibir 5. Sianosis 6. Takipnea 7. Nadi cepat 2.7. Diagnosis Pemeriksaan fisik

13

Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan mencari resiko untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula dengan simptom yang ringan seperti dyspnea. Dengan obstruksi salur pernafasan yang semakin memburuk, respiratory distress, termasuk retraksi, penggunaan otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa berbicara satu atau dua kata bisa ditemukan. V/Qmismatch mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan takikardia dan hipertensi. Peak flow rate haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-anak yang kooperatif. Jika tidak diberi pengobatan, obstruksi salur nafas yang lama dan usaha untuk bernafas yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan cardiorespiratory arrest. Pemeriksaan umum Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa ditemukan. Anak dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yangmeningkat. Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa dilihat Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan ayat penuh. Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi. Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan merupakan tanda akhir dari respiratory compromise.

Pemeriksaan sistem respiratorik Wheezing, terjadi akibat udara melalui salur pernafasan yang menyempit akibat obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara. Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi.Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung keparahan penyakit. Silent chest bisa ditemukan pada pasien yangsudah terjadi impending respiratory failure, di mana sudah terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing. Jika tension pneumothorax terjadi, tanda deviasi trakea ke arah berlawanan, menghilang atau menurunnya suara nafas pada bagian yang abnormal, pergeseran lokasi bunyi jantung dan hipotensi bisa ditemukan. Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen bisa mengakibatkan sakit abdomen. DIAGNOSIS BANDING Benda asing di salur pernafasan Sindrom aspiraasi Bronkiektasis Cystic fibrosis Congestive Heart Failure Cedera inhalasi Limfadenopati Infeksi RSV

14

Trakeomalasia PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan kondisi pasien. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting karena penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia. Keuntungan penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak invasive, menunjukkan monitoring yang berterusan, dan merupakan indikator yang baik untuk hipoksemia akibat V/Q mismatch. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk memonitor kadar kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status asmatikus bisa menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa menyebabkan peningkatan transien dari kalium. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-agonis, seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat penyimpanan yang tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang lebih muda. Pemeriksaan hitung sel darah lengkap dan diferensial, bisa menunjang kepada peningkatan jumlah sel darah putih, dengan atau tanpa pergeseran ke kiri. Hitung sel darah lengkap juga bisa mengindikasikan ada infeksi bakteria; tapi dengan penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah komposisi dari sel darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.Memonitor peak flow merupakan suatu pengukuran objektif terhadap obstruksi salur pernafasan pada anak yang cukup berusia dan kooperatif, dan bisa mentolerir pemeriksaan ini tanpa memperparah penyakit yang dideritainya. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan pada anak-anak dengan presentasi yang atipikal atau yang tidak berespon terhadap terapi. Pada anak-anak yang sudah diketahui menderitas asma, pemeriksaan foto thoraks dilakukan jika curiga menderita pneumonia, pneumothoraks, pseudomediastinum atau atelektasis yang signifikan. 2.8. Tatalaksana Menurut guidelines yang didapatkan dari National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) of America Expert Panel , penanganan atau perawatan terhadap seseorang anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang intensif dengan medikasi dan intervensi lingkungan. Rawat inap di rumah sakit merupakan suatu kegagalan dalam penanganan pasien rawat jalan. Penanganan pasien denganstatus asmatikus adalah seperti berikut: Oksigen Oksigenasi digunakan untuk membantu mengkoreksi V/Q mismatch. Bisa diberikan menggunakan nasal kanul atau face mask. Jika terjadi hipoksemia yang signifikan, nonbreathing mask bisa digunakan untuk memberikan sebanyak-banyaknya 98% oksigen. Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Beta-agonis inhalasi Albuterol atau salbutamol, dan terbutalin merupakan terapi akut untuk asma. Obat-obat ini menstimulasi cyclic adenosine monophosphate (AMP) untuk memediasi terjadinya bronkodilatasi. Salur pernafasan mempunyai banyak reseptor beta. Dengan menstimulasi reseptor ini, otot salur pernafasan berelaksasi, pembersihan mukosiliar meningkat, dan produksi mukus menurun. Administrasi obat ini melalui nebulisasi inhalasi biasanya merupakan cara yang paling efektif.

15

Kortikosteroid Kortikosteroid seperti metil prednisolon, prednisolon atau prednisone, merupakan terapi yang penting dalam pengobatan status asmatikus. digunakan untuk mengurangi inflamasi salur pernafasan yang berat dan edema pada asma. Selain itu kortikosteroid dikatakan membantu meningkatkan efek obat beta-agonis. Kortikosteroid bisa diberikan secara intravena atau oral. Walaupun kebanyakan dokter memberikan kortikosteroid secara intravena pada kasus status asmatikus , terdapat penelitian yang mengatakan bahwa pemberian kortikosteroid secara oral adalah sama efektif dengan pemberian kortikosteroid secara intravena. Antikolinergik Agen antikolinergik menghalang terjadinya bronkokonstriksi dengan menghambat cyclic guanosine monophosphate (GMP). Ia juga mengakibatkan menurunnya produksi mukus dan meningkatkan pembersihan mukosiliar. Bedah Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika terjadinya pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis. Diet Beberapa anak dengan asma biasanya mempunyai beberapa episode asma akibat alergi terhadap bahan makanan tertentu. Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan membantu dalam menentukan penanganan pasien secara diet. PENANGANAN LANJUT Pasien yang di rawat dirumah sakit Indikasi dirawat di ICU o Kesadaran dan sensoris terganggu o Penggunaan terapi beta-agonis inhalasi o Pasien kelelahan o Kemasukan udara atau inspirasi yang menurun mendadak o Peningkatan PCO2 walaupun dengan pengobatan o Adanya faktor resiko o Kondisi pasien tidak membaik walaupun terapi mencukupi Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis o Apnea atau respiratory arrest o Kesadaran menurun o Impending respiratory failure, ditandai dengan peningkatan PCO2 dan kelelahan/capek, penurunan pergerakan udara, dan penurunan kesadaran o Hipoksemia signifikan, yang berespon buruk atau tidak berespon kepada terapi oksigen tambahan Kateter arteri yang menetap (indwelling arterial catheters): tindakanmemasang kateter arteri bisa digunakan untuk memonitor tekanan darah yang berterusan, dan untuk mengambil sampel untuk analisa gas darah arteri pada pasien dengan ventilasi mekanis. Gas darah dimonitor untuk menilai respon pasien terhadap ventilasi mekanis. Pasien yang dirawat jalan Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan terhadap pasien yang pernah dirawat di ICU pediatrik karena status asmatikus yang parah adalah sangat penting untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang dan kualitas hidup dan meminimalkan episode eksaserbasi asma parah. 16

Antara yang penting dan harus diperhatikan adalan obat-obatan untuk diambil di rumah, seperti anti-inflamasi. Kortikosteroid sekarang dianggap sebagai salah satu terapi utama untuk pengobatan maintenance terhadap asma. Ada studi mengatakan bahwa penggunaan anti-inflamasi yang kurang berhubungan dengan asma yang lebih parah. Ini karena terjadinya remodeling dari salur pernafasan, dan perubahan dari proses inflamasi pada tubuh yang persisten. Untuk eksaserbasi akut disarankan untuk menggunakan bronkodilator. Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak denganasma yang berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan. Medikasi Obat-obatan termasuklah bronkodilator untuk terapi inhalasi seperti albuterol; steroid inhalasi; dan obatan oral seperti antagonis leukotriene, dan/atau teofilin. Terapi kortikosteroid jika diindikasikan harus disertai instruksi bertulis dari dokter mengenai cara-cara untuk mengkonsumsinya. 2.9. Komplikasi Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah: Cardiac arrest Gagal nafas atau respiratory arrest Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik Pneumothoraks atau pneumomediastinum Toksisitas dari obat-obatan 2.10. Prognosis status asmatikus dengan terapi yang tepat memiliki prognosis yang baik.

17

You might also like