You are on page 1of 19

Bir, Minuman Fermentasi Populer Dunia

Oleh: Megaria Christanti


410810021@student.machung.ac.id Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Ma Chung

Abstrak Artikel ini mengkaji tentang sejarah, manfaat, dan mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan bir, minuman fermentasi berlakohol yang terpopuler di dunia. Popularitas bir tersebut sudah dikenal sejak lama dan dikenal sebagai minuman yang memiliki sejarah tertua di dunia. Proses fermentasi dan proses produksi serta industri bir di Indonesia juga dibahas dalam artikel ini. Kata kunci: bir, fermentasi, industri bir.

Latar Belakang Bir merupakan minuman favorit ketiga di dunia setelah air putih dan teh. Sedangkan dalam kategori minuman beralkohol, bir

menempati posisi teratas dunia yang kemudian disusul oleh wine dan vodka. Begitu populernya bir di mata dunia menjadikannya sebagai suatu topik pengamatan yang menarik. Bir, yang merupakan minuman hasil fermentasi yang memiliki rasa pahit yang unik dan berkadar alkohol rendah, memiliki sejarah penemuan yang cukup tua. Menurut Hornsey (1999), bir pertama kali diciptakan pada tahun 4000 SM oleh bangsa Sumerian di Babilonia dan resep pembuatan bir pertama dan tertua tersebut ditemukan di prasasti tanah liat (clay tablet). Lebih lanjut Hornsey menyebutkan hipotesisnya bahwa bir merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peradaban manusia dari gaya hidup nomaden (berpindah-pindah) menjadi gaya hidup sedentary (menetap). Bahan baku bir yang berupa barley menjadikan manusia pada zaman itu harus menetap dan bercocok tanam untuk menghasilkan tanaman barley tersebut dan melakukan kultivasi untuk menumbuhkan berbagai macam varietas biji. Ketertarikan pada

minuman yang disebut bir pada zaman ini dibuktikan pula oleh penemuan endapan berwarna kuning berupa garam oksalat pada tahun 3500-3100 SM di tembikar-tembikar kuno yang ada di Pegunungan Godin Tepe di Iran yang serupa dengan endapan yang terdapat di tangki pembuat bir saat ini.

Gambar 1. Segelas bir Sumber: http://drinks-guides.blogspot.com/2011_06_01_archive.html

Begitu tuanya sejarah bir melahirkan banyak pertanyaan mengenai varietas, manfaat, bahan dan proses pembuatan bir, mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi pada bir, dan prospek pengembangan minuman fermentasi populer dunia ini. Menurut Research and Market (2007), industri bir di dunia berkembang sangat pesat dan pada tahun 2009 telah menghasilkan pemasukan sebesar $470,826.7 million.

Manfaat Bir Bir seringkali dipandang negatif bagi masyarakat Indonesia karena pandangan akan bir membuat mabuk dan kehilangan kesadaran dan akhirnya membuat orang menjadi brutal dan kasar sudah melekat di dalam pikiran mereka. Padahal fakta yang ditunjukkan oleh Witheridge (2004) menunjukkan banyak manfaat dengan mengkonsumsi bir, namun dalam jumlah konsumsi yang moderat. Jumlah konsumsi moderat diungkapkan oleh Dufour (1999) sebagai suatu hal yang sangat bergantung pada banyak variabel,

masing-masing peneliti memiliki definisi masing-masing. Namun kesimpulan yang dapat ditarik adalah moderat berarti cukup, tidak berlebihan dan tidak membuat seseorang melakukan tindakan ekstrem, dapat menganalisa batasan-batasan rasional dan menunjukkan

pengendalian diri. Suatu badan di Eropa menyatakan konsumsi bir moderat dengan batasan tidak lebih dari 1 gelas untuk wanita dan tidak lebih dari 2 gelas untuk pria (Witheridge, 2004). Gelas yang dimaksud adalah gelas dengan kapasitas liter. Manfaat bir menurut Witheridge (2004) adalah sebagai berikut: 1. Mengurangi resiko kematian akibat penyakit jantung koroner. Berdasarkan American Cancer Society, konsumsi bir dengan ambang moderat meurunkan resiko kematian dibandingkan dengan orang yang tidak meminum alkohol sama sekali maupun yang mengkonsumsinya di atas 1 gelas per hari. Bir mengandung sejumlah vitamin dan polifenol (antioksidan) serupa dengan yang terdapat di red wine, bahkan 4-5 kali lebih banyak daripada yang terdapat di white wine. Kurva berbentuk huruf J ditampilkan dalam gambar 2.

Gambar 2. Konsumsi bir dan tingkat kematian

2. Mengurangi resiko terkena penyakit diabetes melitus karena efek yang menguntungkan dari konsumsi bir akan

tingkat kematian relatif

jumlah konsumsi alkohol per hari (gelas)

meningkatkan kepekaan terhadap insulin yang akhirnya menurunkan resiko terkena penyakit diabetes melitus. 3. Menurunkan resiko terkena osteoporosis dan keretakan tulang karena bir mampu meningkatkan level hormon estrogen pada wanita, dan kandungan flavonoid ataupun mineral pada bir yang memiliki manfaat bagi tulang.

Meskipun banyak manfaat yang didapatkan dari mengkonsumsi bir, namun hendaknya masyarakat dapat meminum bir dengan bijaksana karena segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik. Manfaat bir bagi masyarakat yang tinggal di negara empat musim mungkin kurang dirasakan bagi masyarakat yang tinggal di negara dua musim, hal ini dipengaruhi oleh homeostatis, yaitu suatu keadaan kesetimbangan dinamis yang sangat dioengaruhi oleh lingkungan, yaitu pH, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan, energi dan sebagainya. Di negara empat musim yang memiliki suhu musim dingin yang sangat ekstrem, memaksa kondisi tubuh mereka untuk menghangatkan diri dan melakukan aktivitas untuk mempertahankan homeostatis tersebut, salah satunya dengan meminum bir. Bir akan bekerja dengan baik dalam metabolisme tubuh dan menghangatkan tubuh dari cuaca ekstrem tersebut.

Mikroorganisme dalam Pembuatan Bir Reinheitsgebot, yang merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Jerman pada tahun 1516, yang mengatur mengenai produksi bir di Jerman, menyebutkan bahwa komposisi yang dapat digunakan untuk memproduksi bir hanyalah air, barley dan hop. Tidak ada bahan lain ataupun mikroorganisme dalam komposisi yang diatur dalam Reinheitsgebot. Namun penemuan yang dilakukan oleh Louis Pasteur (tahun 1860 an) membuat pemerintah Jerman harus merevisi

komposisi bir tersebut karena keberadaan mikroorganisme tersebut berperan sangat penting dalam proses pembuatan bir.

Gambar 3. Reinheitsgebot (dalam bahasa Jerman) Sumber: http://beernexus.com/Germanbeerchanges.html

Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan bir tersebut adalah yeast. Yeast adalah organisme bersel tunggal (unicelular) yang tergolong dalam kingdom fungi. Kebanyakan yeast dapat hidup hanya dengan mengkonsumsi gula dan pati (Ostergaard, 2000). Namun beberapa golongan yeast dapat tumbuh 20 kali lebih cepat jika diberi gula dan juga oksigen karena sifat yeast yang fakultatif anaerob atau membutuhkan keberadaan oksigen dalam jumlah yang sedikit (Ghosh, 2010). Yeast yang digunakan dalam pembuatan bir berasal dari dua golongan, yakni ale yeast dan lager yeast. Yang termasuk dalam golongan ale yeast adalah Saccharomyces cereviseae, sedangkan yang termasuk dalam golongan lager yeast adalah Saccharomyces uvarum, atau disebut juga Saccharomyces carlsbergensis. Dua varietas yeast yang digunakan memiliki ratusan strain yang

dikembangkan dalam pembuatan bir, sehingga rasa bir yang dihasilkan dengan strain berbeda akan menghasilkan rasa bir yang berbeda pula. Perbedaan ale dan lager yeast terdapat pada kadar oksigen yang dibutuhkan. Ale yeast membutuhkan asupan O 2 yang lebih besar

sehingga proses fermentasi terjadi pada bagian atas tangki (top fermenting), sedangkan lager yeast membutuhkan asupan O 2 yang lebih sedikit sehingga yeast golongan ini melakukan proses fermentasi di bagian bawah tangki (bottom fermenting). Proses fermentasi menggunakan ale yeast cenderung lebih cepat, yakni 7-8 hari, sedangkan dengan menggunakan lager yeast, fermentasi berlangsung selama 30 hari. Persamaan kedua golongan yeast ini adalah mereka berkembang optimal pada pH 5 hingga 5,5.

Proses Fermentasi Bir Proses fermentasi yang ada pada bir membuat cita rasa dari bir berbeda-beda. Dalam proses pembuatan bir, yeast berperan dalam tiga tahapan, yakni respirasi, fermentasi dan sedimentasi. Respirasi dilakukan oleh yeast untuk memperoleh energi untuk dapat melakukan proses fermentasi dengan memecah molekul gula menjadi

karbondioksida dan air sehingga menghasilkan energi dalam bentuk ATP. C6H12O6 (aq) + 6 O2 (g) 6 CO2 (g) + 6 H2O (l) + 36 ATP
Gambar 4. Proses respirasi

Setelah mendapatkan cukup energi untuk bertumbuh, yeast akan memulai untuk mengkonversi gula menjadi alkohol dan

karbondioksida. Fase fermentasi ini merupakan fase terlama dalam tiga fase (respirasi, fermentasi, dan sedimentasi). Berbarengan dengan pencapaian puncak proses fermentasi yang dilakukan oleh yeast, yeast mulai melakukan proses sedimentasi. Pada saat tersebut, yeast memiliki kerapatan sebesar 50 juta sel/mL. C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 + 1-2 ATP
Gambar 5. Proses fermentasi

Setelah mencapai puncak proses fermentasi dan memulai tahapan sedimentasi, sel-sel yeast mulai turun dan mengendap di tangki bagian bawah. Hal ini diakibatkan karena kebanyakan gula telah dikonversi dan digunakan untuk respirasi maupun fermentasi. Pada saat tersebut, bir mulai jernih karena aktivitas yeast mulai berkurang dan kerapatan sel menurun sangat tajam, yakni kurang dari 1 juta sel/mL. Proses fermentasi pada bir memiliki peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kualitas dari bir. Penelitian mengenai optimisasi fermentasi pada bir dilakukan oleh Ramirez (2007) dengan mengamati tiga variabel yang hendak dioptimalkan, yakni model pertumbuhan, model nutrisi, dan model flavor (rasa dan bau). Penelitian ini membuktikan bahwa dengan keadaan dan lingkungan tertentu, proses optimasi dari fermentasi bir dapat dilakukan.

Bahan Pembuatan Bir Bahan baku pembuatan bir ada empat, yaitu barley, hop, yeast dan air (Hayes, 2007). Taksonomi dari barley, hop dan yeast disajikan dalam tabel 1, 2, dan 3. Sedangkan sifat kimia fisika air disajikan dalam tabel 4.
Tabel 1. Taksonomi tanaman barley

Nama tanaman: Barley Sumber gambar: http://www.hgca.com/content.output/562/562/Health% 20and%20Nutrition/Nutritional%20Information/Barley %20Nutrition.mspx Kingdom Order Famili Plantae Poales Poaceae

Genus Spesies

Hordeum Hordeum vulgare

Tabel 2. Taksonomi tanaman hop

Nama tanaman: Hop Sumber gambar: http://mainelionspride.blogspot.com/2011/06/hopfest-update.html

Kingdom Order Famili Genus Spesies

Plantae Rosales Cannabaceae Humulus Humulus lupulus

Tabel 3. Taksonomi yeast

Nama mikroorganisme: Yeast Sumber gambar: http://sustainabledesignupdate.com/2008/09/superyeast-double-ethanol-production/

Kingdom Order Famili Genus Spesies

Fungi Saccharomycetales Saccharomycetaceae Saccharomyces Saccharomyces spp.

Tabel 4. Sifat kimia fisika air

Nama senyawa: Air Sumber gambar: http://www.3dchem.com/molecules.asp?ID=234

Nama sistematis Nama alternatif Rumus molekul Massa molar Densitas dan fase Titik lebur Titik didih Kalor jenis
3

air aqua, dihidrogen monoksida, hidrogen hidroksida H2O 18,0153 g/mol 0,998 g/cm (cairan pada 20 C) 0,92 g/cm (padatan) 0 C (273,15 K) 100 C (373,15 K) 4184 J/(kgK) (cairan pada 20 C) Tidak berwarna, tidak berasa,
0 0 0 3 0

Sifat

tidak berbau pada kondisi normal yaitu pada tekanan 1 bar dan temperatur 0 C
0

Keempat bahan pembuat bir tersebut merupakan standar yang diikuti oleh banyak produsen bir. Masing-masing komponen penyusun bir berkontribusi terhadap rasa dari bir tersebut. Barley Barley yang merupakan kelompok tanaman penghasil sereal seperti gandum dan beras memiliki karakteristik yang unik dan menjadikannya sebagai bahan baku pembuatan bir. Barley memiliki dua varietas yang digolongkan berdasarkan jumlah biji yang terdapat dalam satu tangkai tanaman, yaitu two rows dan six rows.

Menurut Goldamer (2008), pembuat bir tradisional di Eropa biasa menggunakan tipe two rows barley karena memiliki perbandingan pati:sekam yang lebih baik dan juga karena rasa malt yang unik. Sedangkan masyarakat Amerika lebih menyukai menggunakan six

rows barley karena barley jenis ini memiliki enzim diastatik yang lebih tinggi, yang menjadikan barley mudah untuk dilumatkan, seperti beras dan jagung. Hop Hop merupakan bahan tambahan dalam proses pembuatan bir untuk menyeimbangkan rasa manis dari gula (Budi, 2009) dan juga sebagai pengawet alami terhadap kontaminasi mikroorganisme (Ford, 2007). Hop juga memberikan busa yang unik pada bir. Tanaman hop merupakan tanaman aromatik yang merambat. Rasa pahit yang ditimbulkan dari hop ini bervariasi, mulai dari sangat pahit hingga agak pahit. Variasi kepahitan dan rasa dari tanaman hop ini disebabkan oleh kandungan essential oil yang dimiliki masing-masing varietas. Bernotiene (2004) melakukan penelitian mengenai kandungan essential oil pada lima varietas tanaman hop yang ada di Auktaitija dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa senyawa rangka karbon dengan humulane, bisabolane, caryophyllane, farnesane dan elemane terdiri dari 54.8-70.8% essential oil pada empat dari lima sampel. Kandungan essential oil pada tanaman hop didapatkan dari bagian lupulin gland yang tampak pada gambar 6.

10

Gambar 6. Tampak irisan melintang hop Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Cross-section_of_hop_cone.svg

Yeast Macam-macam strain yang digunakan dalam pembuatan bir akan menghasilkan rasa yang khas dan unik. Bir dengan menggunakan jenis yeast yang berbeda (ale atau lager yeast) akan menghasilkan macam-macam bir. Ale yeast menghasilkan produk samping dari hasil fermentasi berupa ester, yaitu aroma yang kuat dari apel, pir, nanas, rumput dan buah plum, yang merupakan karakteristik dari ale. Lager yeast memproduksi produk samping ester yang lebih sedikit dan karena itu, aroma dari hop lebih muncul dan melengkapi rasa dan aroma manis dari malt. Berikut adalah jenis bir yang digolongkan menurut jenis yeast yang digunakan. Ale Brown ale Pale ale Mild ale Burton Ale Old ale Scotch ales Belgian ales

11

Lager Pale lager Dark lager Pilsner

Yeast selain dapat digunakan dalam industri bir, juga berperan sangat besar dalam aneka industri lain di dunia, seperti wine, roti, tape, bahkan industri etanol. Selain itu, yeast juga dapat dimanfaatkan sebagai suplemen vitamin karena mengandung 50% protein dan kaya akan vitamin B seperti niasin, asam folat, riboflavin, dan biotin (Eicher et al, 2006). Air Sebenarnya, air merupakan komponen pembuatan bir yang tidak perlu dijelaskan lebih dalam mengingat air merupakan senyawa yang terdapat melimpah di bumi dan menutupi 71% dari bumi. Satusatunya alasan yang menyebabkan bahan pembuat bir ini dibahas adalah karena kandungannya di dalam bir yang berkisar 90-93%. Budi (2009) menyebutkan bahwa air yang digunakan dalam pembuatan bir harus murni, bebas dari bakteri, karena air yang murni dapat melepaskan aroma dari bahan yang terlarut. Kualitas dan variasi besar kadar garam terlarut dari air yang digunakan juga akan berpengaruh dalam karakter bir tersebut. Beberapa garam, seperti kalsium dapat meningkatkan efisiensi gula saat proses mashing dan membuat bir menjadi lebih jernih, sedangkan senyawa sulfat dapat menaikkan kepahitan dari bir dan senyawa klorida dapat membantu menambah rasa manis dari bir. Pada zaman dahulu saat bir diproduksi menggunakan mata air lokal, kualitas dan karakteristik bir di masing-masing daerah/negara sangat unik dan khas. Namun saat ini, dengan perkembangan teknologi, air pun dapat diberikan tambahan-tambahan mineral yang

12

diinginkan maupun membuang material-material terlarut yang tidak diinginkan sehingga rasa bir yang dihasilkan dapat seragam.

Proses Produksi Bir Dalam pembuatan bir, prosesnya tergolong agak rumit dan terbagi dalam beberapa tahapan yaitu sebagai berikut. Proses produksi bir disajikan dalam gambar 7. 1. Malting Proses malting merupakan proses untuk memperoleh malt dari biji barley. Proses ini dilakukan secara alami yaitu dengan mengkondisikan biji barley agar dapat menghasilkan enzim yang dapat mengempukkan biji barley tersebut. Kondisi yang diberikan adalah kelembaban yang tinggi dan suhu yang cukup hangat. Kondisi ini akan memicu biji barley untuk berkecambah. Namun saat biji barley mulai hendak memunculkan tunas, proses perkecambahan tersebut dihentikan dengan cara pengeringan namun reaksi enzimatis tersebut tetap dibiarkan berjalan karena enzim tersebut dibutuhkan untuk melunakkan biji barley. 2. Milling Setelah proses malting dianggap optimal untuk menghasilkan malt yang diinginkan, proses selanjutnya adalah milling, yaitu penghancuran biji barley dengan mesin penggiling (rollers) menjadi tepung kasar agar memiliki luas permukaan lebih kecil sehingga mudah untuk diproses selanjutnya. 3. Mashing Dalam proses ini, biji barley yang sudah berupa tepung barley kasar dicampur dengan air dan didiamkan selama dua hingga empat jam agar molekul kompleks seperti pati dan protein dapat diubah menjadi molekul lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan dalam proses sebelumnya.

13

Hasil dari proses ini adalah wort (cairan malt) dan ampasampas butir barley dengan suhu sekitar 75 C. 4. Filtrasi/lautering Proses filtrasi ini dilakukan setelah proses mashing untuk memisahkan antara wort dan sisa butir biji barley (spent grains). Proses filtrasi ini dilakukan dengan melewatkan air melalui mash pada suhu 75-80 C selama dua hingga tiga jam dalam filter press atau lauter tun. 5. Pemasakan cairan wort Setelah difiltrasi, wort dimasak selama 2 jam dan dilakukan penambahan hop pada waktu-waktu tertentu dengan tujuan yang tertentu pula. Penambahan hop satu jam sebelumnya bertujuan untuk memberikan rasa pahit pada wort karena rasa pahit ini membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat terurai. Sedangkan penambahan hop 20 menit sebelumnya memiliki tujuan untuk menambahakan rasa (flavour) dari buah hop sendiri karena membutuhkan waktu agak lama untuk terurai dan cukup mudah menguap. Penambahan hop pada lima menit sebelumnya bertujuan untuk memberikan aroma/bau pada wort karena zat ini sangat mudah menguap. Setelah dua jam, cairan hopped wort didinginkan hingga mencapai 9 C dalam keadaan terbuka namun steril. 6. Fermentasi Dalam proses fermentasi ini, mikroorganisme ditambahkan (yeast) tergantung pada jenis yang hendak digunakan (ale maupun lager). Proses fermentasi berlangsung selama satu minggu dan selama proses ini, yeast akan merubah pati atau gula menjadi alkohol dan CO2. 7. Maturasi Proses ini diperlukan bagi bir jenis lager karena yeast yang digunakan melakukan proses fermentasi secara lambat dan
0 0 0

14

dibutuhkan

waktu

unutk

mematangkan

hasil

fermentasi

tersebut. Selain itu, dalam proses maturasi ini, senyawa volatil yang tidak diinginkan dalam bir seperti tanin akan menguap. 8. Klarifikasi Dalam proses ini dilakukan filtrasi untuk memisahkan bir dengan yeast untuk mendapatkan bir yang jernih. Ada beberapa produsen bir skala kecil yang tidak membuang yeast tersebut karena mereka menyukai rasa dan aroma yeast. 9. Pembotolan Sebelum proses pembotolan dilakukan, botol harus disterilkan.

Gambar 7. Proses produksi bir Sumber: http://www.britannica.com/EBchecked/media/70929/The-process-ofbeer-production

15

Industri Bir Menurut sejarah perkembangan bir, dahulu tiap-tiap

masyarakat yang hendak meminum bir, harus memproduksi bir sendiri di rumah-rumah. Namun saat ini, industri bir berkembang sangat pesat di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hal ini membuat bir dapat diminum oleh kalangan publik. Beberapa industri bir di Indonesia dan merek dagangnya tercantum dalam tabel 5.
Tabel 5. Industri bir di Indonesia

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Merek dagang Anker Beer Anker Stout Kuda Putih Carlsberg Beer Soda Ice Sodaku San Miguel Beer San Mig Light Bintang Bintang Zero Heineken Green Sands Recharge Green Sands Guinness Premium Beer

Perusahaan

Alamat

PT. Delta Jakarta Tbk.

Jln. Inspeksi Tarum Barat, Setiadarma Tambun - Bekasi Timur, 17510 Indonesia

PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.

Jl. Daan Mogot Km. 19, Batu Ceper,Tangerang 15122 Banten,Indonesia Kompleks Permata Ancol Blok F 6 Jln. R. E. Martadinata Jakarta 10640

PT. Bali Hai Brewery Indonesia

Industri bir di Indonesia yang terdiri beberapa produsen bir yaitu Anker, Bintang, Balihai, memiliki total kuota produksi mencapai 2 juta hekto liter per tahun (Suhendra, 2011). Wacana yang menarik mengenai industri bir di Indonesia adalah mengenai pajak yang dikenakan (cukai) yang tergolong cukup tinggi. Cukai minol golongan A

16

(maksimal alkohol 5%) naik dari Rp 3.500 menjadi Rp 11.000 per liter. Untuk golongan B (kadar alkohol 5-20%) naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 30.000 per liter, sedangkan golongan C (alkohol diatas 20%) naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 75.000 per liter.

Gambar 8. Produk bir di Indonesia Sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?p=322180655

Kenaikan cukai tersebut membuat industri bir yang tergabung dalam Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) meminta tambahan kuota produksi dengan alasan ketidaksesuaian angka permintaan pasar dengan suplai dari industri bir di Indonesia. Hal ini merangsang pertumbuhan angka peredaran bir oplosan dan impor ilegal. Sehingga, pemerintah Indonesia diharapkan mampu

meningkatkan kuota produksi tersebut. Fakta lain yang menarik mengenai industri bir di Indonesia adalah adanya inovasi produk bir yang non-alkohol. Produk bir non alkohol ini diproduksi dengan komposisi yang sedikit berbeda dari komposisi bir pada umumnya, yaitu diberi tambahan sari buah dan tidak menggunakan yeast. Konsep bir non alkohol ini menjadikan pangsa pasar semakin meluas dan diversifikasi produk bir meningkat.

Future Trend Bir Mengingat bahwa bir yang notabene adalah minuman

beralkohol dengan kadar alkohol sangat rendah (di bawah 0,1% dan tergolong bir non alkohol), rendah, sedang, sampai tinggi, keberadaan

17

bir memang sangat populer dan digemari banyak orang. Konteks orang meminum bir pada mulanya adalah untuk menyembah dewa-dewa mereka dan berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk

menghangatkan diri dari udara yang sangat dingin bahkan saat ini bir menjadi salah satu gaya hidup (lifestyle) dari banyak negara. Future trend dari bir di Indonesia adalah dengan memberikan variasi rasa dari bir yang ada, misalnya dengan penambahan rempahrempah asli Indonesia, misalnya jahe, kayu manis, cengkeh, dan sebagainya. Penambahan rempah-rempah ini akan memberikan cita rasa lokal yang unik dan segar khas Indonesia. Variasi bir yang lain yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah bir dengan rasa ataupun aroma buah, misalnya lemon, apel, durian, dan buah-buah tropis lainnya yang asli Indonesia. Namun pengembangan produk dari bir di Indonesia ini tetap masih terbatas mengingat 86,1% masyarakat Indonesia menganut agama muslim sehingga minuman beralkohol merupakan suatu hal yang diharamkan (CIA, 2010).

Daftar Pustaka Bernotiene, G., Nivinskiene, O., Butkiene, R. and Mockute, D. 2004. Chemical composition of essential oils of hops (Humulus lupulus L.) growing wild in Auktaitija. CHEMIJA. Vol 15(2) Page 31-36. Budi, S. 2009. Beer Processing. (Online) http://images.buddy182.multiply.multiplycontent.com/attachment/ 0/SsIwZAoKCh8AAE1IUv01/Malting%2520Barley.doc, diakses pada tanggal 5 September 2011. 2010. The World Factbook. (Online) https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/id.html, diakses pada tanggal 11 Oktober 2010.

CIA.

Dufour, M.C. 1999. What is Moderate Drinking? J. Alcohol Reasearch & Health. Vol 23 (1) Page 5-14.

18

Eicher S.D, McKee C.A., Carroll J.A., dan Pajor E.A. 2006. Supplemental vitamin C and yeast cell wall beta-glucan as growth enhancers in newborn pigs and as immunomodulators after an endotoxin challenge after weaning. J. Anim. Sci. Vol 84(9):2352-60 Ford, Y. 2007. The Versatile of Hops. (Online) http://www.willinghamnurseries.co.uk/hops/The-Versatility-of-Hops.pdf , diakses pada tanggal 11 Oktober 2011. Ghosh, T.K., Bhattacharyya, D., and Kim, T. 2010. To Study Yeast Growth Kinetics in a Specially Designed External Loop Airlift Bioreactor. International Journal of Bio-Science and BioTechnology. Vol 2 (1) 2, 47-58 Goldammer, T. 2008. The Brewer's Handbook. Virginia: Apex Publishers. Hayes, P. 2007. Whats your barley? dalam Brewers Guardian. Advantage Publishing Ltd. Hornsey, I.S. 1999. Brewing. Cambridge CB4 0WF, UK: The Royal Society of Chemistry Dicetak oleh Athenaeum Press Ltd, Great Britain. Ramirez, W.F, dan Maciejowski, J. 2007. Optimal Beer Fermentation. J. Inst. Brew. 113(3), 325333. Research and Market. 2007. Beer: Global Industry Guide. (Online) http://www.researchandmarkets.com/reports/53577/beer_global_ industry_guide, diakses pada tanggal 11 Oktober 2011. Suhendra. 2011. Industri Bir Minta Tambahan Kuota Produksi. (Online) http://finance.detik.com/read/2011/07/13/182058/1680764/1036/i ndustri-bir-minta-tambahan-kuota-produksi, diakses pada tanggal 10 Oktober 2011. Ostergaard, S., Olsson, L. dan Nielsen, J. 2000. Metabolic Engineering of Saccharomyces cerevisae. Microbiology and Molecular Biology Reviews. Vol 64 (1), page 34-50. Witheridge, J. 2004. The Benefits of Moderate Beer Consumption. The Brewers of Europe Third Edition.

19

You might also like