Professional Documents
Culture Documents
Oleh Kelompok IV : 1. Chintia Anggraeni 2. Deslani Khairunisak 3. Hadi Syahputra 4. Ida Anggraini 5. Impriyadi 6. Oktari Yolanda 7. Riska 8. Yulius Nuryani
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang Saat ini kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan Negara di Asia lainnya seperti Filipina yaitu 210 per 100.000 kelahiran hidup dan Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup.
3 Faktor Penyebab
1. Perdarahan 2. Infeksi 3. Toxemia gravidarum Perdarahan dapat terjadi pada wanita yang mengalami Mol hidatidosa yanng sering terjad pada ibu multipara dengan kondisi status gizi kurang pada golongan sosio ekonomi rendah.
Mengingat semakin meningkatnya angka kejadian mola hidatidosa, maka perlu perawatan intensif dan tindakan pelayanan yang komprehensif melalui proses keperawatan serta melibatkan banyak sector.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum Memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada Ny. S yang mengalami kasus Mola hidatidosa.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian kepada Ny.S terkait dengan kasus yang dialaminya b. Menegakkan diagnosa yang tepat dari hasil analisa data yang dilakukan saat pengkajian. c. Memberikan intervensi yang lengkap kepada Ny.S untuk mengatasi masalah yang sedang dialaminya. d. Memberikan pengetahuan berupa pendidikan kesehatan kepada Ny. S dalam mendeteksi gejala-gejala patologis saat sedang mengandung.
Defenisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofik (Mansjoer, 2005). Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional (Bobak dkk, 2005).
Etiologi
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah: a. Faktor ovum b. Paritas tinggi c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah d. Kekurangan protein e. Infeksi virus
Patofisiologi
a. Perdarahan b. Ukuran uterus c. Aktivitas janin d. Embolisasi e. Disfungsi thyroid f. Ekspulsi spontan
Manifestasi klinis
Amenore dan tanda-tanda kehamilan pendarahan pervaginam Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang berebihan (hiperemesis gravidarum), dan kram perut yang disebabkan dispensi rahim. Kadar -hCG yang tinggi.
Klasifikasi
a. Mola hidatidosa komplet atau klasik Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur yang intinya telah hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari uisa kehamilan seharusnya. Biasanya Mola tidak mengandung janin, plasenta, membran amniotik atau air ketuban
Klasifikasi
b. Mola hidatidosa inkomplet atau parsial Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau bagian janin (Bobak dkk, 2005). Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat, dan yang mengalami hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja.Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping dari vili dan stromal trophoblastic inclusions
Komplikasi
Menurut Mansjoer dkk (2005) : Anemia Syok Infeksi Eklampsia Tirotoksikosis
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer dkk (2005) : Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan Medis
Diagnosis dini Pemeriksaan USG Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera Antisipasi komplikasi Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun
Prognosis
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat karena perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pasca evakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri. Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Intervensi
Diagnosa I: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akanmeninjukkannyeriberkurang/hilang. Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang, Ekspresi wajah tenang, TTV dalam batas normal
Intervensi
Intervensi Dx I : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien. Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam. Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
Lanjutan Intervensi Dx I
Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi. Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan. Beri posisi yang nyaman. Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri. Kolaborasi pemberian analgetik. Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.
Intervensi
Diagnosa II : Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Tujuan: Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri. Kriteria hasil: Kebutuhan personal hygiene terpenuhi, Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi
Intervensi Dx II :
Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri. Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.
Lanjutan Intervensi Dx II :
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya. Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien. Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.
Intervensi
Diagnosa III: Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
Tujuan: Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu. Kriteria hasil: Klien dapat tidur 7-8 jam per hari, Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi Dx III: Kaji pola tidur. Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur. Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.
Intervensi
Diagnosa IV: Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan: Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas. Kriteria hasil: Tanda-tanda vital dalam batas normal, Klien tidak mengalami komplikasi.
Intervensi
Intervensi Dx IV: Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis. Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa. Pantau suhu lingkungan. Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.
Lanjutan Intervensi Dx IV :
Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak. Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam. Berikan kompres hangat. Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh. Kolaborasi pemberian obat antipiretik. Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.
Intervensi
Diagnosa V: Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan: Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang. Kriteria hasil: Ekspresi wajah tenang, Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi Dx V :
Kaji tingkat kecemasan klien. Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan. Mendengarkan keluhan klien dengan empati. Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan. Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya. Beri dorongan spiritual/support. Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.
Pengkajian
Pengkajian 16
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pada wanita yang mengalami Mola hidatidosa sering mengalami mual muntah akibat produksi Hcg yang tinggi. Perdarahan yang abnormal saat usia kehamilan masih muda, dapat menyebabkan resiko tinggi infeksi. Perlu pengetahuan ibu tentang beberapa gejala penyakit yang dapat menyerang ibu hamil saat berada pada usia kehamilannya yang masih baru tau berada pada Trimester 1.
B. Saran
Ibu yang sedang hamil agar intensif dalam melakukan pemeriksaan kandungannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya gejala patologis yang sering terjadi saat sedang mengandung. Apabila terjadi gejala patologis, ibu harus cepat melaporkan kepada pelaku medis agar tidak terjadi komplikasi lain pada kandungannya. Pelaku medis khususnya perawat harus memiliki sikap profesionalisme dalam bekerja dan mampu melakukan asuhan keperawatan secara tepat kepada ibu yang terdeteksi adanya kelainan seperti penderita Mola hidatidosa.
TERIMA KASIH