You are on page 1of 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Pematangan janin dan kelangsungan hidup neonatus diatur oleh berbagai jenis hormon. Tujuan dari pengaturan hormon ini adalah agar seorang bayi dapat bertahan hidup baik di dalam rahim maupun di luar rahim. Salah satu hormon yang berperan adalah hormon-hormon yang dihasilkan dari kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin adalah kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu sebab sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui suatu saluran tetapi langsung masuk ke dalam darah yang beredar di dalam jaringan kelenjar. Macam-macam kelenjar endokrin adalah : - Kelenjar hipofisis - Kelenjar tiroid dan paratiroid - Kelenjar adrenal - Kelenjar timus Kelenjar dari sistem endokrin menghasilkan bahan-bahan kimia yang mempengaruhi seluruh tubuh. Selama masa kehamilan, banyak perubahan yang terjadi pada kelenjar ini. Tidak hanya perubahan pada masa kehamilan, tetapi juga perubahan ketika bayi sudah lahir. Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana perubahan-perubahan sistem endokrin yang terjadi dari intra uterin sampai ekstra uterin. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pertumbuhan endokrin pada masa janin? 2. Bagaimana perubahan yang terjadi pada saat bayi di lahirkan? 1.3 Tujuan 1. Agar mahasiswa mampu memahami tentang pertumbuhan endokrin pada masa janin. 2. Untuk meningkatkan daya jelajah mahasiswa dalam mempelajari dan memahami tentang perubahan yang terjadi pada saat bayi di lahirkan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pertumbuhan Endokrin Neonatus Perubahan pada system endokrin pada kehamilan bersifat kompleks dan pemahamannya belum sempurna. Saat ini sudah jelas bahwa kehamilan jaringan intrauterus dapat juga menghasilkan banyak peptida hormone sterosid yang diproduksi oleh kelenjar endokrin ketika tidak hamil. Banyak hormon yang melakukan kerjanya secar tidak langsung dengan berinteraksi dengan sitokin dengan demikian. Selama kehamilan, zat ini banyak mengalami perubahan ( Campell & Lees 2000). 2.2 Kelenjar-Kelenjar Endokrin 1. Hipofisis Anterior Mulchahey dan kawan-kawan (1987), dalam suatu tinjauan tentang ontogenesis fungsi dan regulasi kelenjar hipofisis janin, mengetengahkan suatu pandangan yang menarik dan patut diacungi jempol. Pertama, mereka mengabaikan validitas konsep bahwa pengendalian sekresi hipofisis anterior janin tergantung pada pematangan system saraf pusat. Kedua, mereka menyebutkan bahwa sistem endokrin janin berfungsi selama beberpa waktu sebelum sistem saraf pusat melengkapi sinaptogenesisnya dan sistem-sistem integrative lainnya telah mencapai status maturitas, sehingga mampu melaksanakan banyak tugas yang berkaitan dengan homeostasis. Ketiga, mereka melanjutkan dengan mengusulkan bahwa sistem endokrin janin tidak perlu menyerupai sistem endokrin dewasa, tetapi dapat merupakan satu dari sistem homeostasik pertama kali yang dikembangkan. Akhirnya, hipofisis anterior janin berdiferensiasi menjadi lima tipe sel, yang mensekresi enam hormon protein:

1. Laktotrop memproduksi prolaktin (PRL) 2. Somatotrop, memproduksi hormon pertumbuhan (GH) 3. Kortikotrop, memproduksi kortikotropin (ACTH) 4. Tirotrop, memproduksi thyroid-stimulating horomone (TSH) 5.Gonadotrop, memproduksi luteinizing hormone (LH) dan folliclestimulating hormone (FSH).ACTH pertama kali dideteksi pada hipofisis janin pada minggu ke-7 kehamilan dan sebelum akhir minggu ke-17, hipofisis janin mampu mensintesis dan menyimpan semua hormon hipofisis. GH, ACTH dan LH telah diidentifikasi pada hipofisis janin manusia pada kehamilan 13 minggu. Lebih jauh, hipofisis janin responsif terhadap hormon-hormon hipofisiotropik dan mampu mensekresi hormonhormon ini sejak kehamilan dini. Kadar hormon pertumbuhan hipofisis agak tinggi pada darah tali pusar, meskipun peranan untuk hormon tersebut dalam pertumbuhan dan perkembangan janin tidak jelas. Dekapitasi in utero tidak banyak mengganggu pertumbuhan sisa lainnya pada janin binatang, seperti yang diperlihatkan oleh Bearn (1967) dan lainnya. Lagipula, janin-janin anensefalik manusia dengan jaringan hipofisis kecil tidak banyak berbeda dari janin-janin normal. Hipofisis janin menghasilakn dan melepaskan endorfin- dengan cara yang berbeda dari kadar plasma ibunya. Lagipula, kadar endorfin- dan lipotrofin- darah tali pusat ditemukan menurun sesuai dengan menurunnya pH janin, tetapi berkorelasi dengan cara yang positif dengan PCO2 janin. 2. Neurohipofisis Neurohipofisis janin berkembang dengan baik pada kehamilan 10 sampai 12 minggu dan sudah dapat ditemukan oksitosin dan arginin vasopresin (AVP). Di samping itu, hormon vasotosin (AVT) terdapat di hipofisis janin dan kelenjar pineal. AVT hanya terdapat pada kehidupan janin manusia. Pada binatang-binatang dewasa, infus AVT meningkatkan tidur dan merangsang pelepasan prolaktin.

Ada kemungkinan oksitosin dan AVP berfungsi pada janin untuk menghemat air tetapi aksi-aksi ini sebagian besar pada tingkat paru dan plasenta dibandingkan pada tingkat ginjal. Pembentukan PGE2 di dalam ginjal janin dapat melemahkan kerja AVP di organ ini. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa kadar AVP di plasma tali pusat meningkat secara menyolok dibandingkan dengan kadar yang ditemukan dalam plasma ibu. Di samping itu, AVP dalam darah tali pusat dan darah janin tampak meninggi pada stress janin. 3. Hipofisis Intermedia Janin Ada lobus intermedie hipofisis yang berkembang baik pada janin manusia. Sel-sel dalam struktur ini mulai menghilang sebelum cukup bulan dan tidak ada lagi pada hipofisis dewasa. Produk sekresi utaria dari sel-sel lobus intermedia adalah hormon stimulasi -melanosit (-MSH) dan endorfin. Kadar -MSH janin menurun secara progesif sesuai dengan umur kehamilan. 4. Tiroid Sistem hipofisis-tiroid mampu berfungsi pada akhir tri trimester pertama (lihat tabel). Tetapi sampai tengah-tengah kehamilan, sekresi thyroid-stimulating hormone dan hormon tiroid masih rendah. Ada peningkatan yang lumayan besar setelah waktu ini. Mungkin sangat sedikit tirotropin melintasi plasenta dari ibu ke janin. Tiroid berjangka panjang LATS dan LATS-protektor demikian juga, bila terdapat dalam konsentrasi tinggi pada ibunya. Antibody-antibaodi IgG ibu terhadap thyroidstimulating hormon (TSH) juga dapat melintasi plasenta sehingga mengakibatkan kadar TSH tinggi palsu pada neonatus.

Tabel fase-fase pematangan tiroid pada janin dan neonatus manusia Fase Peristiwa Umur Kehamilan

I II

Embriogenesis sumbu hipofisis-tiroid 2 sampai 12 minggu . Pematangan hypothalamus 10 sampai 35 minggu

III

Perkembangan pengendalian neuroendorin 20 minggu sampai 4 minggu setelah lahir

IV

Pematangan system monodeyodinasi perifer 30 monggu sampai 4 minggu setelah lahir

Dari Fisher: Ross Conference on Obstetrical Decisions and Neonatal outcome, San Diego, Mei 1979. Plasenta manusia secara aktif mengkonsentrasikan yodida pada sisi janin dan sepanjng trimester kedua dan ketiga kehamilan, tiroid janin mengkonsentrasikan yodida lebih kuat dari pada tiroid ibu. Karena itu, pemberian raip-yodida atau jumlah yodida yang lebih banyak dari biasa, jelas berbahaya bagi janin. Hormon tiroid yang berasal dari ibu melintasi plasenta pada tingkat yang sangat terbatas dengan triyodotironin lebih mudah lewat darpada tiroksin. Ada aksi terbatas hormon tiroid selama kehidupan janin. Janin manusia yang atiroid tumbuh secara normal pada waktu lahir. Hanya jaringan-jaringan tertentu yang mungkin responsive terhadap hormon tiroid, yaitu otak dan paru. 5. Kelenjar Paratiroid Ada bukti yang baik bahwa paratiroid menguraikan parathormon pada akhir trimester pertama dan kelenjar tersebut tampaknya memberi respon di utero terhadap stimulasi pengaturan. Neonatus dari ibu-ibu dengan hiperparatiroidisme, misalnya dapat menderita hipokalsemik. Kadar kalsium plasma dalam janin, 11 sampai 12 mg per dL,

dipertahankan oleh transpor aktif dari darah ibu. Kadar paratiroid dalam darah janin relatif rendah dan kadar kalsitonin tinggi. Pada biri-biri, paratiroidektomi janin menyebabkan turunnya konsentrasi kalsium plasma janin. Nefrektomi juga menyebabkan turunnya kalsium dan 1hidroksilasi dari 25-OH-kolekalsiferol terjadi di ginjal janin. 6. Kelenjar Adrenal Adrenal janin manusia disbanding dengan ukuran badan totalnya jauh lebih besar dari pada perbandingan ukuran tersebut pada orang dewasa, seluruh pembesaran tersebut merupakan bagian dalamnya atau yang disebut zone janin korteks adrenal. Zone janin yang normalnya mengalami hipertrofi tersebut, mengalami involusio dengan cepat setelah lahir. Zone janin tersebut tidak ada dalam kejadian yang jarang, dimana hipofisis janin secara kongenital tidak ada. Adrenal janin juga mensintesis aldosteron. Pada satu penelitian, kadar aldosteron di plasma tali pusat mendekati cukup bulan, melebihi kadarnya di plasma ibu, seperti juga rennin dan substrat rennin. Tubulus-tubulus ginjal bayi baru lahir dan barangkali juga janin tampak relatif tidak sensitif terhadap aldosteron. Perkembangan Adrenal Janin Awal Pada awal kehidupan embrional, adrenal janin tersusun dari sel-sel yang mirip dengan sel-sel zona fetal korteks adrenal janin, sel-sel ini dengan cepat muncul dan berproliferasi sebelum waktu vaskularisasi hipofisis oleh hipotalamus sempurna. Hal ini memberi kesan bahwa perkembangan awal adrenal janin berada di bawah pengaruh-pengaruh trofik yang mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan pengaruh trofik pada orang dewasa. Kemungkinan, ACTH disekresi oleh hipofisis janin tanpa adanya factor corticotropin-releasing factor (CRF) atau ACTH (atau CRF) lain yang timbul dari suatu sumber selain hipofisis janin, misalnya dari ACTH (atau CRF) korionik yang disintesis oleh trofoblas. ACTH tidak menyebrangi plasenta. Tetapi ada kemungkinan lain, ini mencakup kemungkinan bahwa

ada suatu agen selain ACTH yang meningkatkan replikasi sel-sel adrenal zona fetal. Korteks adrenal fetus normal terus menerus berkembang sepanjang kehamilan dan selama 5 sampai 6 minggu kehamilan terakhir, terjadi kenaikan cepat ukuran adrenal fetus manusia. Jelas bahwa laju pertumbuhan adrenal fetus dan sekresi steroid tidak dikendalikan oleh rangsang trofik tunggal (ACTH), tetapi lebih diatur oleh lebih dari satu jenis agen yang menunjang pertumbuhan. 7. Gonad Siiteri dan Wilson (1974) mendemontrasikan sintesis testosteron oleh testis janin dari progesterone dan pregnenolon pada kehamilan 10 minggu. Lebih lanjut, Leinonen dan Jaffe ( 1985) menemukan bahwa sel-sel Leydig testis janin luput dari desensitisasi yang khas pada testis dewasa, yang diberi tantangan-tantangan hCG berulang. Fenomena dalam testis janin ini mungkin disebabkan oleh: 1. Tidak adanya reseptor estrogen di dalam testis janin 2. Stimulasi prolaktin pada reseptor-reseptor hCG/LH pada testis janin 2.3 Plasenta Sebagai Organ Endokrin Perubahan-perubahan endokrin yang menyertai kehamilan manusia mungkin adalah yang paling unik dan paling mengherankan yang dicatat pada fisiologi atau patofisiologi mamalia. Kalau diteliti niali-nilai ini, jelas bahwa perubahan-perubahan endokrin pada kehamilan merupakan fenomena. Di samping peningkatan pembentukan hormon steroid seks dan mineralkortikoid ini, juga ada peningkatan menyolok kadar rennin, angiotensinogen dan angiotensin II plasma, bersamaan dengan produksi harian 1 g laktogen plasenta manusia (hPL) dan jumlah gonadotropin koroinik manusia (hCG) dalam jumlah banyak. Plasenta juga memproduksi adrenokortikotropin (ACTH) korionik dan produk-produk lain dari pro-opiomelanokortik, human korionik tirotropin

(hCT) dan juga hypothalamic-like releasing dan inhibiting hormon, yaitu thyrotropin-releasing hormone (TRH), gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau luteinizing hormon-releasing hormone (LHRH), corticotropinreleasing factor (CRF) dan somatostatin serta inhibin dan berbagai macam protein yang unik untuk kehamilan (spesifik-kehamilan) atau proses-proses neoplastik. 2.4 Sistem Endokrin Ekstra Uterin Sistem endokrin pada neonatus ekstra uterin jelas berbeda dari pada ketika berada dalam kandungan. Ketika janin berada dalam kandungan maka masih mendapatkan segala kebutuhannya dari ibu melalui plasenta meskipun dalam perkembangan di dalam kandungan mulai terbentuk organ-organ bagi aktivitas hidup. Namun, organ-organ tersebut, misalnya system endokrin masih belum sempurna sempurna untuk dapat hidup mandiri. Setelah janin lahir barulah system endokrin dapat bekerja sehingga bayi dapat hidup diluar rahim ibunya kerena hilangnya ketergantungan dari plasenta dan ibu. Setelah lahir ada beberapa kelenjar yang mengalami adaptasi agar mampu bekerja misalnya : a. Kelenjar Tiroid Segera setelah lahir, kelenjar tiroid mngalami perubahanperubahan besar fungsi dan metabolisnya. Pendinginan atmosfer membangkitkan peningkatan mendadak dan jelas sekresi tirotropsin, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan progresif kadar tiroksin serum maksimal 24-26 minggu setelah lahir. Ada peningkatan kadar

tryiyodotironin serum yang terjadi hampir bersamaan. b. Kelenjar Timus Pada bayi baru lahir ukurannya masih sangat kecil dan beratnya kira-kira 10 gram atau sedikit ukurannya bertambah dan pada masa remaja beratnya meningkat 30-40 gram kemudian mengerut lagi.

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Sistem endokrin terdiri dari beberapa kelenjar antara lain : 1. Hipofisis interior 2. Neuro hipofisis 3. Hipofisis intermedia janin 4. Tiroid 5. Paratiroid 6. Kelenjar adrenal 7. Gonad
Kelenjar kelenjar endokrin pada intra uterin belum bisa berfungsi secara

maksimal karena pembentukan belum sempurna dan masih mendapatkan bantuan dari plasenta dan kelenjar endokrin ibunya,
Pembentukan kelenjar-kelenjar endokrin dimulai dari trimester I Kelenjar-kelenjar endokrin pada ekstra uterin sudah bisa berfungsi secara

maksimal karena pembentukannya juga sudah muali sempurna jadi neonatus sudah tidak mendapatkan bantuan dari plasenta dan kelenjar endokrin ibunya.

DAFTAR PUSTAKA Hamilton., Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC Pearce, Evelyn C. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Prawirohardjo., Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

10

You might also like