You are on page 1of 12

Page 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal mandibular (Kumar dan Clark, 2005). Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit (Audiolab, 2004). 2.1.2. Anatomi Telinga Tengah Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Menurut Sherwood, pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
Universitas Sumatera Utara

Page 2 antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah (Hall dan Colman, 1987). 2.1.3. Anatomi Telinga Dalam Menurut Rambe, koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea.Ruang yang mengandung perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membrana yang tipis yang disebut membrana Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis).

Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens. Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung organel-organel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh limbus (Liston dan Duvall, 1997).
Universitas Sumatera Utara

Page 3 Gambar 2.1. Anatomi telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam 2.2. Fisiologi Pendengaran 2.2.1. Fisiologi Pendengaran Normal Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar (Tortora dan Derrickson, 2009). Menurut Ismail, pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus
Universitas Sumatera Utara

Page 4 vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis. 2.2.2. Fisiologi Gangguan Pendengaran Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis (Kliegman, Behrman, Jenson, dan Stanton, 2004). Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan

sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang (Lassman, Levine dan Greenfield, 1997). 2.3. Gangguan Pendengaran 2.3.1. Definisi Gangguan Pendengaran Menurut Khabori dan Khandekar, gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan, sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat.
Universitas Sumatera Utara

Page 5 2.3.2. Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran Tabel 2.1. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International Standard Organization (ISO) dan American Standard Association (ASA) Derajat Gangguan Pendengaran ISO ASA Pendengaran Normal 10-25 dB 10-15 dB Ringan 26-40 dB 16-29 dB Sedang 41-55 dB 30-44 dB Sedang Berat 56-70 dB 45-59 dB Berat 71-90 dB 60-79 dB Sangat Berat Lebih 90 dB Lebih 80 dB 2.3.3. Jenis Gangguan Pendengaran Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Menurut WHO-SEARO (South

East Asia Regional Office) Intercountry Meeting (Colombo, 2002) faktor penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik (OMSK), tuli sejak lahir, pemakaian obat ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop. 2.3.3.1.1. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII). Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
Universitas Sumatera Utara

Page 6 1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya. 2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi kepala. 3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung). 4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis. 5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai. Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang (Soepardi dan Iskandar, 2001). 2.3.3.2. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut: 1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis. 2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
Universitas Sumatera Utara

Page 7 3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obatobat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya. Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar katakata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang. 2.3.3.3. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Miyoso, Mewengkang dan Aritomoyo, 1985). Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek (Bhargava, Bhargava and Shah, 2002).
Universitas Sumatera Utara

Page 8 5.1.1. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang. Tes bisik merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 6/6. Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya. Menurut Guyton dan Hall, cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif. Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai garputala

diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, dan di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa (Medicastore, 2006). Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik. Tes ini meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri nada murni dapat mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran tulang
Universitas Sumatera Utara

Page 9 penderita dengan alat elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal dengan frekuensi dan intensitasnya yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita menerima suara dari sumber suara lewat heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita menerima suara dari sumber suara lewat vibrator. Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif (pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran jenis sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran). Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif (normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat) (Bhargava, Bhargava dan Shah, 2002). 5.1.2. Penyakit yang Menyebabkan Gangguan Pendengaran Penyakit telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli konduktif, disebabkan kelainan terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta dan osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran. Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus) dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alcohol). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan

kelainan otak lainnya. Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia
Universitas Sumatera Utara

Page 10 lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran (Maqbool, 2000). 5.2. Gangguan Pendengaran pada Siswa Sekolah Gangguan pendengaran mempunyai dampak yang merugikan pada siswa. Menurut Suwento, siswa akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya dan terisolasi. Mereka akan kehilangan kesempatan dalam aktualisasi diri, mengikuti pendidikan formal di sekolah umum, kehilangan kesempatan memperoleh pekerjaan yang pada akhirnya berakibat pada rendahnya kualitas hidup (Purnanta, Soekardono, Rianto dan Christanto, 2008) Tes Pendengaran Oleh : Muhammad al-Fatih II Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu : Tes bisik. Tes bisik modifikasi. Tes garpu tala. Pemeriksaan audiometri. Tes Bisik Ada 3 syarat utama bila kita melakukan tes bisik, yaitu : Syarat tempat. Syarat penderita. Syarat pemeriksa. Ada 3 syarat tempat kita melakukan tes bisik, yaitu : Ruangannya sunyi. Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding tidak rata, terbuat dari soft board, atau tertutup kain korden. Jarak minimal 6 meter. Ada 4 syarat bagi penderita saat kita melakukan tes bisik, yaitu : Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir pemeriksa. Telinga pasien yang diperiksa, kita hadapkan ke arah pemeriksa. Telinga pasien yang tidak diperiksa, kita tutup (masking). Caranya tragus telinga tersebut kita tekan ke arah meatus akustikus eksterna atau kita menyumbatnya dengan kapas yang telah kita basahi dengan gliserin. Penderita mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata yang kita ucapkan. Ada 2 syarat bagi pemeriksa saat melakukan tes bisik, yaitu :

Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase ekspirasi. Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal penderita. Biasanya kita menyebutkan nama benda-benda yang ada disekitar kita. Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu : Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang boleh berpindah tempat. Pertama-tama pemeriksa membisikkan kata pada jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa lalu mundur pada jarak 2 meter dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata yang kita bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita bisikkan biasanya 5 atau 10. Jadi tajam pendengaran penderita kita ukur dari jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana penderita masih mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata). Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara mengulangi pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter. Kita maju pada jarak 3 meter dari pasien lalu membisikkan 5 kata dan penderita mampu mendengar semuanya. Kita kemudian mundur pada jarak 4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita masih mampu mendengar 4 kata (80%). Ada 2 jenis penilaian pada tes pendengaran, yaitu : Penilaian kuantitatif seperti pemeriksaan tajam pendengaran pada tes bisik maupun tes bisik modifikasi. Penilaian kualitatif seperti pemeriksaan jenis ketulian pada tes garpu tala dan audiometri. Ada 3 jenis ketulian, yaitu : Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL). Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL). Tuli sensorineural & konduktif / mix hearing loss (MHL). Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi tinggi. Misalnya tidak dapat mendengar huruf S dari kata susu sehingga penderita mendengarnya uu. Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata susu sehingga penderita mendengarnya ss. Ada 3 jenis frekuensi, yaitu : Frekuensi rendah. Meliputi 16 Hz, 32 Hz, 64 Hz, dan 128 Hz. Frekuensi normal. Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia berpendengaran normal. Meliputi 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Frekuensi tinggi. Meliputi 4096 Hz dan 8192 Hz. Tes Bisik Modifikasi Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik modifikasi kita gunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang berpendengaran normal dengan

kelompok orang berpendengaran abnormal dari sejumlah besar populasi. Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS. Cara kita melakukan tes bisik modifikasi, yaitu : Kita melakukannya dalam ruangan kedap suara. Kita membisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik konvensional karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik konvensional. Cara kita memperlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan kepala kita atau kita berada dibelakang penderita sambil melakukan masking (menutup telinga penderita yang tidak kita periksa dengan menekan tragus penderita ke arah meatus akustikus eksternus). Pendengaran penderita normal bilamana penderita masih bisa mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan. Tes Garpu Tala Ada 4 jenis tes garpu tala yang bisa kita lakukan, yaitu : Tes batas atas & batas bawah. Tes Rinne. Tes Weber. Tes Schwabach. Tes Batas Atas & Batas Bawah Tujuan kita melakukan tes batas atas & batas bawah yaitu agar kita dapat menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal. Cara kita melakukan tes batas atas & batas bawah, yaitu : Semua garpu tala kita bunyikan satu per satu. Kita bisa memulainya dari garpu tala berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau sebaliknya. Cara kita membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu memetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku kita. Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah bagi orang normal / nilai normal ambang. Secepatnya garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada jarak 1-2 cm secara tegak dan kedua kaki garpu tala berada pada garis hayal yang menghubungkan antara meatus akustikus eksternus kanan dan kiri. Ada 3 interpretasi dari hasil tes batas atas & batas bawah yang kita lakukan, yaitu : Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi. Tuli konduktif. Batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi rendah. Tuli sensorineural. Batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi tinggi.

Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras sehingga kita tidak dapat mendeteksi pada frekuensi berapa pasien tidak mampu lagi mendengar bunyi. Tes Rinne Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 cara kita melakukan tes Rinne, yaitu : Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus akustikus eksterna (planum mastoid). Tes Rinne positif jika pasien mendengarnya lebih keras. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien mendengarnya lebih lemah. Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu : Normal. Jika tes Rinne positif. Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif. Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positif. Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita periksa. Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna. Tes Weber Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.

Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus) dengan kedua kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu : Normal. Jika tidak ada lateralisasi. Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit. Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat. Misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga pasien, yaitu : Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal. Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah. Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal. Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah. Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural. Tes Schwabach Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara pemeriksa dengan pasien. Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien. Apabila pasien masih bisa mendengar bunyinya berarti Scwabach memanjang. Sebaliknya jika pasien juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek atau normal. Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya, segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek. Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu : Normal. Schwabch normal. Tuli konduktif. Schwabach memanjang. Tuli sensorineural. Schwabach memendek. Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak

berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi. Tuli Konduksi Tes Pendengaran Tuli Sensori Neural Tidak dengar huruf lunak Dengar huruf desis Tes Bisik Dengar huruf lunak Tidak dengar huruf desis Normal Batas Atas Menurun Naik Batas Bawah Normal Negatif Tes Rinne Positif, false positif / false negatif Lateralisasi ke sisi sakit Tes Weber Lateralisasi ke sisi sehat Memanjang Tes Schwabach Memendek
Bila benda asing berupaserangga, maka harus dimatikan terlebih dahulu sebelum serangga dikeluarkan,dengan memasukan tampon basah ke liang telinga lalu meneteskan cairanmisalkan larutan rivanol ke liang telinga selama 10 menit, lalu lakukan irigasidengan air sesuai suhu tubuh untuk mengeluar-kannya. ii. Bila benda asing berupakacang-kacangan, maka teteskan minyak mineral yang berguna untuk melunakan kacang-kacangan tersebut dan lakukan irigasi dengan air untuk mengeluarkannya. iii. Bila benda asing yang besar dapat ditarik dengan pengait serumen dan yang kecil dapat diambildengan kunam atau pengait

You might also like